Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOTERAPI 2

“ FARMAKOTERAPI KANKER PADAT ”

Dosen :

Dr. apt. Refdanita., M.Si.

Disusun Oleh :

Muhamad Ricardo Saputra (16330098)

Kelas :

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmatnya sehingga dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ FARMAKOTERAPI KANKER PADAT”  ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah wawasan
tentang “FARMAKOTERAPI KANKER PADAT ” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis dapat lebih baik lagi
kedepannya.

Jakarta, 25 MEI 2021

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1

1.2 Tujuan..................................................................................................................... 4

1.3 Rumusan Masalah.................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kanker padat.......................................................................................... 5

2.2 kanker ganas ........................................................................................................... 7

2.3 Pemicu kanker ........................................................................................................ 13

2.4 Gejala- gejala kanker .............................................................................................. 14

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Terapi-terapi pada kanker ........................................................................................ 15

3.2 Mencegah Kanker Kulit Melanoma ......................................................................... 13

3.3 Studi kasus kanker .................................................................................................. 13

3.4 pengobatan kanker .................................................................................................. 14

BAB IV KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN ...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kanker menjadi salah satu penyakit kronis yang peningkatannya cukup tinggi
saat ini. Menurut World Health Organization atau WHO (2014) kanker merupakan suatu
istilah umum yang menggambarkan penyakit pada manusia berupa munculnya sel-sel
abnormal dalam tubuh yang melampaui batas. Sel-sel tersebut dapat menyerang bagian tubuh
lain. Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang paling mematikan di dunia. Menurut
statistik Amerika Serikat, kanker menyumbang sekitar 23% dari total jumlah kematian di
negara tersebut dan menjadi penyakit kedua paling mematikan setelah penyakit jantung
(Anand, Kunnumakara, Sundaram, Harikumar, Tharakan, Lai, dan Aggarwal, 2008).

Setiap 11 menit ada satu orang penduduk dunia yang meninggal karena kanker dan
setiap tiga menit ada satu penderita kanker baru.
Penyakit Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi pusat perhatian di dunia.
Pada tahun 2017, diperkirakan hampir 9 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat penyakit
kanker, angka ini akan terus meningkat hingga 13 juta orang per tahun di 2030 (Rokom, 2017).
Menurut data RISKESDAS 2013, prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,4 per 100 penduduk atau
sekitar 347.000 orang. Prevalensi kanker tertinggi ditempati oleh kanker payudara yang mencapai
18,6% (Aditya, 2013). Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi dengan prevalensi penyakit
kanker tertinggi yaitu 4,1 per 100 penduduk (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI, 2013).

Kanker adalah kondisi sel yang kehilangan kendali dalam mekanisme normalnya sehingga
pertumbuhannya menjadi tidak normal dan cepat (Stephen, 2017). Sel Kanker mempunyai
kemampuan menyusup ke jaringan di sekitarnya dan menyebar (metastasis) melalui pembuluh darah
dan pembuluh getah bening (Greg, 2013). Berbagai upaya pengobatan kanker terus dikembangkan.
Saat ini, pengobatan kanker dilakukan melalui operasi pengangkatan jaringan, radioterapi, dan atau
kemoterapi (Nurjanah, 2016). Berdasarkan penelitian, radioterapi dapat menurunkan rekurensi kanker
dalam 10 tahun dari 35% menjadi 19,3% pada kanker payudara (Wang, et.al., 2016). Salah satu
parameter terjadinya malnutrisi pada pasien kanker adalah anemia (Maccio, et al., 2014; Aditya &
Gondhowiardjo, 2013).

Penelitian yang dilakukan pada 574 pasien (52% perempuan) pada Desember 1996 dan Juni
1999 menunjukan bahwa 41% dari semua pasien mengalami anemia (hemoglobin <12g/dL) dan
persentase ini meningkat menjadi 54% pada akhir terapi radiasi (Harrison, et al., 2001). Penelitian
lain yang dilakukan di Belgia melaporkan, 79% pasien dengan penyakit keganasan mengalami
anemia, dan jumlah ini meningkat pada pasien yang mendapatkan kemoterapi, yaitu mencapai 90%
pada pasien leukimia dan 69% pada tumor padat (Dicato, 2003). Hal ini didukung pula dengan
penelitian yang dilakukan pada 60 tikus Wistar-Kyoto jantan yang diradiasi dengan sinar Gamma
(kelompok pertama diradiasikan dengan lima dosis radiasi-Gamma, kelompok kedua 25 Gy;
kelompok ketiga dengan 50 Gy, kelompok 4 dengan 100 Gy, dan grup ke 5 adalah kontrol)
menunjukkan bahwa terjadi penurunan sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit serta
penghentian produksi eritrosit di sumsum tulang.

1
Anemia merupakan keadaan dimana jumlah eritrosit atau hemoglobin dalam darah berkurang
sehingga tidak dapat menjalankan fungisnya dalam membawa O2 dalam jumlah cukup ke jaringan.
Kekurangan oksigen pada pasien kanker yang mendapatkan radioterapi menyebabkan proses eradikasi
sel kanker berjalan tidak efektif. Kemampuan radioterapi dalam eradikasi sel kanker sangat
tergantung dengan kadar molekul oksigen dalam tumor. Oksigen merupakan radiosensitizer penting
dalam penghancuran DNA sel kanker. Radioterapi membentuk radikal bebas dari molekul oksigen
dan menerobos sampai DNA sel kanker sehingga menyebabkan sel kanker mati (Harrison, 2002;
Spivak, et al., 2009; & Andrew, et al., 2015).

Fakta lain menunjukkan bahwa lima besar kanker yang diderita adalah kanker leher rahim,
kanker payudara, kanker ovarium, kanker kulit, dan kanker rektum (Rasjidi, 2009). Selain itu, Serikat
Pengendalian Kanker Internasional (UICC) mempredikasi akan terjadi peningkatan jumlah penderita
kanker sebesar 300% di seluruh dunia pada tahun 2030. Jumlah tersebut 70% berada di negara
berkembang seperti Indonesia (Kartika, 2013). Purwadianto (dalam Robby, 2014) menyampaikan
bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 setiap 1.000 penduduk atau 2 sekitar 330 orang. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada setiap 1.000 penduduk ada 330 orang yang berisiko mengidap
kanker. Angka ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap kanker dan
kanker payudara menjadi jenis penyakit kanker nomor satu dengan penderita terbanyak di Indonesia
menurut catatan Kementerian Kesehatan (Basuki, dalam Widiyani 2011).

Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), jumlah pasien rawat jalan maupun rawat
inap pada kanker payudara terbanyak yaitu 12.014 orang (28,7%) dan kanker serviks 5.349 orang
(12,8%) dari jumlah penderita kanker kurang lebih 42.000 (Rahajeng, 2014). Pada tahun 2004-2007
SIRS juga mencatat urutan jenis kanker dengan penderita terbanyak di Indonesia adalah kanker
payudara, kanker serviks, kanker hati, leukemia, dan kanker paru-paru (Rasjidi, 2009). Kanker tentu
memberikan dampak yang besar bagi penderitanya, baik secara fisik, psiokologis, ekonomi maupun
aspek kehidupan lainnya. Hal tersebut tentu mempengaruhi kualitas hidup penderita kanker.

WHO (1996) menjelaskan kualitas hidup merupakan persepsi mengenai posisi individu di
dalam konteks budaya dan nilai di mana individu tersebut hidup dan dalam hubungannya dengan
tujuan, harapan, standar dan keprihatinan mereka. Kualitas hidup ditetapkan secara berbeda,
tergantung aspek yang ingin diungkap. WHO (1997) juga menambahkan penjelasan bahwa kualitas
hidup penderita kanker dapat diungkap melalui aspek kesehatan fisik yang berkaitan dengan aktivitas
sehari-hari, ketergantungan pada obat-obatan, aspek kesejahteraan psikologis yang mencakup body
image, appearance, self-esteem, aspek hubungan sosial yang mencakup 3 relasi personal, dukungan
sosial, dan aspek hubungan dengan lingkungan yang mencakup sumber finansial, kebebasan,
keamanan dan lain-lain. Beban fisik, psikologis dan ekonomi yang dialami oleh penderita kanker
membuat mereka menjadi tertekan hingga muncul stres. Sebuah kasus terjadi pada Maret 2014,
seorang ibu berinisial KW tega membunuh anak kandungnya yaitu V yang masih duduk di kelas 2
Sekolah Dasar karena tertekan penyakit kanker yang dideritanya tidak lekas sembuh dan ia sudah
tidak memiliki biaya untuk pengobatan. Tidak berhenti sampai di situ, KW juga melakukan usaha
bunuh diri setelah V meninggal (Yunus, 2014).

Kejadian ini menggambarkan bagaimana penderita kanker menghadapi tekanan yang berat,
tidak hanya karena rasa sakit yang dirasakan namun juga besarnya biaya yang dibutuhkan juga
menjadi beban tersendiri sehingga menimbulkan stres dan melakukan tindakan nekat. Dimensi/aspek
kesehatan fisik penderita kanker tidak terpenuhi sebagaimana orang lain yang tidak menderita kanker,
karena secara fisik penderita kanker mengidap suatu penyakit. Penderita juga berisiko tidak
memenuhi dimensi psikologis, karena beratnya beban yang harus dipikul, rasa sakit yang tidak

2
tertahankan, kemungkinan menghadapi kematian juga mempengaruhi kehidupan sosial penderita,
seperti menjadi penyendiri atau mudah marah (Rasjidi, 2009).

Penelitian dilakukan di London menemukan bahwa penderita kanker cenderung menarik diri
dari lingkungan sosialnya, karena merasa orang lain tidak akan bisa menerima dan mengerti dirinya,
selain itu juga penderita kanker merasa dirinya menjadi beban berat bagi keluarganya sehingga
membuat penderita kanker cenderung mengisolasi diri dari dunia luar (Sasongko, 2010). 4 Penelitian
yang dilakukan oleh Gotay dan Muraoka (1998) menjelaskan secara umum tentang kondisi psikologis
perempuan penderita kanker dengan 30 subjek.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50% di antara 30 subjek tersebut sering berpikir
mengenai kemungkinan kambuhnya penyakit, dan 73% melaporkan bahwa mereka lebih mudah
mengalami depresi setelah di diagnosis kanker. Depresi mendapatkan perhatian khusus dalam
beberapa penelitian yang terkait dengan kualitas hidup. Pada dasarnya apabila seseorang gagal
menyesuaikan diri terhadap stres, artinya ia tidak mampu menyelesaikan persoalannya, tidak dapat
mencapai harapan-harapannya, menderita, serta merasa tertekan, maka stresnya itu sudah
membahayakan (Tondok, 2009). Sebuah penelitian tentang distres psikologi juga dilakukan oleh
Iconomou kepada 265 pasien kanker pada awal kemoterapi dan didapatkan hasil bahwa kondisi
tertekan pada penderita secara signifikan mempengaruhi tingkat kecemasan dan depresi serta
menurunkan kualitas kehidupan mereka (Iconomou, Iconomou, Argyriou, Nikolopoulos, Ifanti, dan
Kalofonos, 2008). Kanker tidak hanya berdampak pada fisik penderitanya, namun juga secara
psikologis. Penelitian yang dilakukan Roosihermiatie, Rachmawati, dan Budiarto (2013)
menunjukkan bahwa ada 12,5% penderita penyakit kronis di Indonesia mengalami gangguan
emosional, dalam hal ini kanker termasuk dalam penyakit kronis (De Jong, 2005).

Bastaman (dalam Hadi, 2004) menjelaskan gangguan emosional lebih banyak ditemukan pada
penderita penyakit kronis dengan kriteria usia lanjut, wanita, pernah menikah, pendidikan rendah,
tidak bekerja, dan status sosial ekonomi yang rendah. Penderita kanker memiliki kemungkinan dua
kali 5 lebih banyak mengalami gangguan emosional dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
kanker pada status sosial ekonomi yang rendah.

Hal ini berkaitan dengan beban yang harus ditanggung penderita penyakit kronis, seperti
mahalnya biaya pengobatan, tidak adanya jaminan kesehatan yang memadai, dan sedikitnya
pengetahuan tentang penyakit yang diderita. Yani (2007) memperkuat pendapat Bastaman (dalam
Hadi, 2004) tersebut, bahwa sedikitnya pengetahuan tentang kanker membuat kesadaran penderita
untuk melakukan perawatan lebih dini rendah dan kebutuhan finansial menjadi salah satu faktor yang
ditakuti oleh penderita kanker karena biaya yang besar untuk pengobatan. Anna (2014) menambahkan
biaya pengobatan kanker baik untuk stadium awal maupun stadium lanjut tergolong mahal sehingga
dapat membebani pasien dan keluarganya. Sebab beberapa jenis obat pascaoperasi yang dikonsumsi
pasien dalam jangka waktu lama belum ditanggung oleh jaminan kesehatan.

Penelitian yang dilakukan di Los Angeles, Amerika Serikat pada tahun 2005-2009
menemukan bahwa jenis kanker berhubungan dengan status sosial ekonomi seseorang. Hasilnya
adalah, 32 dari 39 jenis kanker yang diteliti memiliki keterkaitan dengan status ekonomi penderitanya.
Seperti jenis kanker laring, serviks dan liver lebih sering diderita oleh kalangan elit sedangkan jenis
kanker testis, tiroid, dan kulit lebih banyak diderita kalangan biasa. Fakta lain adalah, kanker lebih
sering dialami oleh kalangan ekonomi rendah dan angka kematiannya juga lebih tinggi (Komala,
2014).

3
Penelitian ini hanya menggambarkan jenis kanker yang diderita masyarakat ekonomi
menengah atas dan masyarakat ekonomi menengah bawah, namun hingga saat ini belum ada 6
pembuktian empiris mengenai dampak sosial ekonomi kanker terhadap penderitanya. Informasi
terkini, kajian mengenai dampak sosial ekonomi masih diteliti melalui kegiatan ACTION (ASEAN
CosTs in Oncology) study in Indonesia.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu:

1. Mengetahui pengertian dari kanker padat


2. Mengetahui penyebebab kanker padat
3. Mengetahui gejala- gejalan kanker padat
4. Mengetahui manfaat farmakoterpi pada kanker padat
5. Mengetahui pencegahan kanker padat

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu:


1. Apakah pengertian umum kanker padat ?
2. apa penyebab kanker padat?
3. Gejala seperti apa untuk mengetahui kanker padat?
3. pada usia berapa manusia rentan terkena kanker padat ?
4. terapi apa yang di gunakan untuk mencegah kanker padat?

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian kanker padat

Secara umum, tumor muncul ketika ada pertumbuhan sel secara berlebihan dalam suatu
jaringan dan membentuk benjolan. Bila sel-sel tersebut bersifat ganas dan pertumbuhannya tak
terkendali, tumor yang terbentuk disebut tumor ganas atau kanker penyebab kanker
Kanker padat atau Tumor padat ganas (solid tumor) adalah keganasan dari organ tubuh selain
darah antara lain limfoma malignum (keganasan kelenjar getah bening), retinoblastoma (keganasan
retina), neuroblastoma (keganasan saraf simpatis) tumor Wilms (keganasan ginjal) dan
rabdomiosarkoma (keganasan otot). Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang memperbanyak
diri secara berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus bertahan hidup, sementara
pembentukan sel baru terus terjadi.
Tumor dapat terjadi di bagian tubuh mana pun, semisal di tulang, rahang, mulut, dan kulit,
dan ada yang bersifat jinak maupun ganas. Yang dimaksud dengan tumor jinak adalah tumor yang
tidak menyerang sel normal di sekitarnya dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Sedangkan tumor
ganas bersifat sebaliknya, dan disebut dengan kanker.
Tumor jinak adalah kumpulan sel yang tumbuh hanya di satu bagian tubuh. Selain itu,
jenis tumor ini umumnya tidak menyebar atau menyerang bagian tubuh lainnya. Sebaliknya, tumor
ganas adalah tumpukan sel yang dapat menyerang ke jaringan di sekitarnya hingga ke seluruh tubuh.
Penyebab utama kanker adalah perubahan (mutasi) genetik pada sel. Mutasi genetik akan
membuat sel menjadi abnormal. Sebenarnya, tubuh memiliki mekanisme sendiri untuk
menghancurkan sel abnormal ini. Bila mekanisme tersebut gagal, sel abnormal akan tumbuh secara
tidak terkendali.
2.1.1 anatomi kulit
Anatomi Kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkuan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15
persen dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75m2 . Rata-rata tebal kulit 1-2mm. Paling tebal (6 mm)
terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.Kulit terbagi atas tiga
lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan (Harahap M, 2013) . Gambar 2.1
(Lapisan Kulit) Sumber : (Nasar, 2013) Epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa
bergenerasi, berespon terhadap rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalnya bervariasi
antara 0,4-1,5mm. Penyusun terbesar epidermis adalah keratinosit. Terselip diantara keratinosit adalah
sel langerhans dan melanosit, dan kadang-kadang juga sel merkel dan limfosit. Keratinosit terususun
dalam beberapa lapisan paling bawah stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulosum, dan

5
stratum korneum (Menaldi, 2015). Universitas Sumatera Utara 6 Dermis merupakan jaringan di
bawah epidermis yang juga memberi ketahanan fibrosa dan filamentosa, ground substance, dan
selular yang terdiri atas endotel, fibroblas, sel radang, kelenjer, folikel rambut dan saraf (Menaldi,
2015).
Subkutis jaringan subkutan merupakan lapisan yang lagsung di bawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah liposit yang pada kulit,
termoregulasi, perlindungan imunologik, dan ekskresi. Fungsi-fungsi tersebut mampu dilaksanakan
dengan baik karenan berbagai elemen yang berada pada dermis, yakni struktur menghasilakan banyak
lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfe, kandungan rambut dan di
lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjer keringat (Harahap M, 2013).
2.1.2 Fungsi Kulit
Fungsi kulit secara umum adalah: 1. Sebagai fungsi proteksi dimana kulit menjaga bagian
dalam tubuh terhadap gangguan fisik dan mekanis, misalnya tekanan gesekan dan tarikan. Gangguan
kimiawi misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya karbol dan asam. Gangguan
yang bersifat panas, misalnya radiasi dan sengatan sinar ultraviolet. Gangguan infeksi luar terutama
bakteri maupun jamur. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar
matahari dengan mengadakan tanning. 2. Memiliki fungsi absorbsi yang artinya kulit memiliki sifat
tidak mudah menyerap air. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
kelembapan dan metabolisme. 3. Memiliki fungsi ekskresi yaitu kelenjer-kelenjer kulit mengeluarkan
zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa Nacl, urea, asam urat dan
amonia. 4. Sebagai fungsi presepsi sebagaimana kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di
dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan krause yang terletak di
dermis. Sedangkan untuk merangsang rabaan terdapat meissner yang berfungsi pada bagian dermis
dan merkel ranvier pada bagian Universitas Sumatera Utara 7 epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan paccini di epidermis. 5. Sebagai fungsi mengatur suhu tubuh (termoregulasi)
dimana kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat. 6. Memiliki fungsi
pembentukan pigmen dimana sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal. Jumlah
melanosit serta besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosom
dibentuk oleh badan golgi dan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen. Pajanan terhadap sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. 7. Sebagai fungsi keratinisasi dimana salah satu sel di
epidermis yanitu keratinosit melalui prosesnya memberi perlindungan kulit terhadap infeksi. 8.
Berfungsi sebagai pembentukan vitamin D dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga
pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan (Menaldi, 2015). 2.2. TUMOR GANAS KULIT
Tumor ganas kulit merupakan hal yang lazim terjadi di beberapa negara,dan dari tahun ke tahun
jumlahnya terus meningkat. Tumor ganas kulit biasanya memperlihatkan suatu pola struktur yang
tidak teratur. Sel-sel nya sering menunjukkan struktur yang tidak normal. Lesi-lesi pada tumor ganas

6
kulit biasanya tumbuh dengan cepat. Disamping pertumbuhan yang ekspansif, tumor ganas juga
memperlihatkan pertumbuhan infiltratif dengan invasi dan destruksi jaringan sekitarnya. Metastasis
yang terjadi dapat melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe (Harahap M, 2013). Tumor ganas
kulit dari segi histopatologik terdiri atas kumpulan sel ganas (inti polimorfik). Biasanya
pertumbuhannya tumor ini cepat dan didapatkan gambaran mitosis abnormal jenis tumor kulit yang
paling sering di temukan adalah karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS), dan
melanoma maligna (MM) (Tanto, 2014). Universitas Sumatera Utara 8 2.2.1 Karsinoma Sel Basal
Karsinoma sel basal termasuk tumor kulit ganas tetapi tidak atau jarang sekalimengadakan metastasis.
Keganasan pada KSB ialah keganasan lokal (localized malignancy) yaitu adanya invasi tumor ke
jaringan dibawah kulit (subkutis), fasia, otot dan tulang. Karsinoma sel basal, umumnya tidak
menyebabkan kematian. Mengenai faktor umur, maka KSB terutama menyerang orang tua di atas
umur 40 tahun (Cipto H, 2011). Gambar 2.2 Karsinoma Sel Basal Sumber : (Murtiastutik, 2013)

2.2 TUMOR GANAS KULIT


Tumor ganas kulit merupakan hal yang lazim terjadi di beberapa negara,dan dari tahun ke tahun
jumlahnya terus meningkat. Tumor ganas kulit biasanya memperlihatkan suatu pola struktur yang
tidak teratur. Sel-sel nya sering menunjukkan struktur yang tidak normal. Lesi-lesi pada tumor ganas
kulit biasanya tumbuh dengan cepat. Disamping pertumbuhan yang ekspansif, tumor ganas juga
memperlihatkan pertumbuhan infiltratif dengan invasi dan destruksi jaringan sekitarnya. Metastasis
yang terjadi dapat melalui pembuluh darah atau pembuluh limfe (Harahap M, 2013). Tumor ganas
kulit dari segi histopatologik terdiri atas kumpulan sel ganas (inti polimorfik). Biasanya
pertumbuhannya tumor ini cepat dan didapatkan gambaran mitosis abnormal jenis tumor kulit yang
paling sering di temukan adalah karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa (KSS),
2.1.4 Epidemiologi
Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan
paparan sinar matahari yang lama dan kuat berperan dalam perkembangannya. Lebih sering dijumpai
pada pria dan wanita dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel basal dapat
juga dijumpai pada anak-anak dan remaja walaupun jarang (Harahap M, 2013). Predileksi kanker ini
adalah di daerah muka yang terpajan sinar matahari (sinar UV). Daerah muka yangpaling sering
terkena ialah daerah antara dahi dan sudut bibir, dari daerahini 2/3 atas yang paling sering terkena.
Dari penyelidikan yang dilakukan di Indonesia ternyata terdapat predileksi sebagai berikut : pipi dan
dahi 50% ; Hidung dan lipatan hidung 28% ; Mata dan sekitarnya 17 % ; Bibir 5% (Cipto H, 2011).
Universitas Sumatera Utara 9 2.2.1.2 Etiologi Penyebab KSB yang pasti belum diketahui, diduga
paparan sinar matahari berperan penting, disamping faktor-faktor lain seperti radiasi sinar-X, senyawa
kimia arsen, trauma dan ulkus kronis (Harahap M, 2013).

7
2.1.5 Manifestasi
Klinik KSB bervariasi sesuai tipe klinis yang berbeda, yaitu: nodular, superfisial,
morfeaformis, berpigmen, dan fibroepitelioma. KSB nodular merupakan jenis KSB yang paling
sering, terutama terdapat di bagian yang terpajan sinar matahari, yaitu wajah dan leher. Gambarannya
dimulai dari nodulus kecil yang berkilat dan beberapa telangiektasis kecil di permukaannya. Nodulus
ini dapat membesar perlahan dan berulserasi di bagian tengah. Ulkus membesar dan dikelilingi tepi
yang meninggi seperti mutiara, disebut sebagai ulkus roden. Kadang kadang ulkus ini dapat bersifat
infiltratif dan agresif, sehingga membesar dan menginvasi lebih dalam. KSB berpigmen merupakan
subtipe KSB tipe nodular dengan melanisasi. Gambar klinis menunjukkan papul hiperpigmentasi yang
translusen dan dapat terjadi erosi. KSB superficial paling sering terdapat dibadan dan menunjukkan
gambaran klinis menyerupai eksema. Pada plak tersebut terdapat bagian dengan ulkus kecil superfisial
dan krusta bagian tengahnya halus dan terdapat skar atrofi. KSB morfeaformis (sclerosing)
merupakan varian KSB dengan pertumbuhan agresif. Gambaran klinis menyerupai skleroderma, yaitu
plak kekuningan, rata atau sedikit melekuk ke bawah, berindurasi dengan batas yang seringkali tegas.
Hampir selalu terdapat di wajah. Permukaannya halus dan berkilat. Kulit di dasarnya tetap utuh
hingga diperlukan jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya terjadi ulserasi dan infiltrasi yang
dalam. Fibroepitelioma menyerupai fibroma, yaitu berupa nodus padat sedikit bertangkai, ditutupi
oleh kulit yang halus dan berwarna merah muda. Paling sering terdapat di punggung bawah (Harahap
M, 2013). Universitas Sumatera Utara 10 Gambar 2.3 Karsinoma Sel Basal Sumber : (Loho, 2013)
2.1.6 Diagnosis
1. Anamnesis: Terdapat kelainan kulit terutama dimuka yang sudah berlangsung lama berupa benjolan
kecil, tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lamabat menjadi besar dan mudah berdarah. Tidak ada rasa
gatal/sakit.
2. Pemeriksaan fisik: Terlihat papul/ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau hiperpigmentasi.
Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening regional.
3. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan darah rutin b. Pemeriksaan biopsi. pada setiap kelainan dikulit yang tersangka KSB
harus dilakukan biopsy (Cipto H, 2011). 2.2.1.5 Histopatologi Banyak gambaran patologi yang berada
yang ditemukan pada KSB, namun semuanya menunjukkan poliferasi sel-sel dengan inti basofilik
yang relatif besar dan sitoplasma yang tidak penuh.
1. Tipe Nodulo-ulseratif Menunjukkan massa ireguler dari sel-sel basaloid yang terletak dalam
dermis, dengan sel-sel paling atas membentuk lapisan palisade di tepinya. Ciri khas stroma
disekelilingnya memperlihatkan reaksi fibrosa. Lesi-lesi ini dapat berdiferensiasi ke struktur adneksa
yang mirip struktur imatur dari folikel, kelenjer, atau sebaseus. Universitas Sumatera Utara 11
2. Tipe Berpigmen Pada tipe ini melanin tampaknya dalam stroma dan sel-sel tumor.
3. Tipe Sklerosing Gambaran yang menonjol adalah stroma fibrotik padat yang hanya mengandung
sedikit sel tumor dalam bentuk untaian-untaian sempit

8
4. Tipe Superfisial Massa sel-sel basaloid meluas ke dalam dermis superfisial, tetapi tetap
berhubungan dengan epidermis di astasnya.
5. Tipe Fibroepitelial Menunjukkan fibrosis stroma yang menonjol, dan tampak untaianuntaian
anastomis titpis yang panjang dari sel-sel basaloid yang meluas dari permukaan epidermis (Harahap
M, 2013).
2.1.7 Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa: menghindari sinar matahari dan karsinogen penyebab KSS Medikamentosa:
1. Bedah Sklapel dengan irisan minimal 4mm di luar batas tumor.
2. Bedah Beku pada tumor yang berbatas jelas.
3. Bedah Listrik pada tumor yang kecil dan berbatas jelas. Universitas Sumatera Utara 12
4. Bedah Laser. 5. Bedah Mohs pada KSB dengan batas tidak jelas atau mudah rekuren.
6. Radioterapi bila pasien menolak atau tidak dapat dioperasi.
7. Krim Imoquimod 5% setiap hari atau 5 hari/ minggu selama 12 minggu (Menaldi, 2015). 2.2.1.8
Prognosis Prognosis penderita KSB umumnya baik. Angka kesembuhan KSB hanya 1% jika diterapi
dengan cepat. Pasien harus tetap di follow up untuk kekambuhan atau lesi KSB baru. Edukasi
penderita penting agar melakuakn pemeriksaan kulit periodik dan menghindari segala faktor resiko.
Perlindungan terhadap paparan sinar matahari dianjurkan untuk setiap pasien dengan riwayat KSB.
2.1.8 Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma
sel skuamosa KSS adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel keratinosit, dapat
bermetastasis, dan dapat berkembang dari ulkus atau radang kronik, lesi prakanker, atau rangsangan
karsinogen tertentu. Banyak dijumpai pada orang kulit putih usia 40 tahum atau lebih, tinggal di
daerah yang banyak terpajan sinar matahari (Chandrasoma, 2005). Gambar 2.5 Karsinoma Sel
Skuamosa Sumber : (Nasar, 2013) 2.2.2.1 Epidemiologi KSS adalah tumor ganas kulit ke dua yang
paling sering dijumpai pada orang kulit putih. Insiden tertinggi pada usia 50-70 tahun.
Frekuensi pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2:1 (Harahap, 2013).
Universitas Sumatera Utara 13 2.2.2.2 Etiologi Dapat timbul dari kulit normal (denovo), tetapi
biasanya timbul dari suatu kelainan yang sudah ada sebelumnya seperti keratosis aktinik, penyakit
bowmen, leukoplakia, perdangan atau ulkus kronis, jaringan parut, dan penyakit genetik tertentu
(Xeroderma pigmentosum). Banyak faktor yang diduga berperan dalam timbulnya KSS. Pada orang
kulit putih diduga bahwa rangsangan sinar ultraviolet merupakan faktor yang penting. Dapat pula
terjadi karena rangsagan karsinogen kimia, seperti coaltar, hidrokarbon polisiklik, arsen. Pada orang
kulit berwarna di daerah tropik, faktor predisposisi yang pentinga adalah trauma, ulkus kronis, dan
jaringan parut (Harahap, 2013).
2.1.9 Manifestasi
Klinik Predileksi terjadi pada daerah kulit yang terpapar sinar matahari dan membrana
mukosa, namun dapat pula terjadi pada setiap bagian tubuh.Pada orang kulit putih lebih sering
dijumpai pada daerah muka ekstremitas, sedangkan pada orang kulit berwarna gelap di daerah tropik

9
lebih banyak pada ekstremitas bawah, badan, dan dapat pula dijumpai pada bibir bawah serta
punggung tangan. Gambaran klinis KSS bervariasi dapat berupa: 1. Nodul berwarna seperti kulit
normal, permukaanyan halus tanpa krusta atau ulkus dengan tepi yang berbatas kurang jelas 2. Nodul
kemerahan dengan permukaan yang papilomatosa atau verukosa, menyerupai bunga kol 3. Ulkus
dengan krusta pada permukaannya tepi meninggi, berwarna kuning kemerahan. Dalam perjalan
penyakitnya, lesi akan meluas dan mengadakan metastasis ke kelenjer limfe regional atau ke organ-
organ dalam. 4. KSS yang timbul dari kulit normal lebih sering mengadakan invasi yang cepat dan
terjadi metastasis, dibandingkan lesi yang timbul dari keratosis aktinik (Harahap, 2013). Universitas
Sumatera Utara 14

2.2.0 Diagnosis
Setiap lesi pada kulit yang berbentuk seperti kembang kol atau ulkus yang bersifat kronis dengan
pinggir yang meninggi, berbenjol-benjol, perlu dicurigai sebagai keganasan berupa KSS. Diagnosis
pasti adalah dengan biopsi (Cipto H, 2011).
2.2.1 Histopatologi
Sel tumor mirip dengan sel stratum spinosum, besar, poligonal, berada dalam proses mitosis, dan
jembatan-jembatan sel menghilang. Pada bagian tepi kelilingi oleh sel-sel tipe embrionik dan primitif
bagian tengah terdiri dari sel sel epitel yang sudah mengalami pertandukan (kornifikasi). Jenis
adenoid: memberi gambaran struktur menyerupai sel-sel kelenjer dengan akantolisis. Jenis kumparan:
sel-sel yang paling banyak ialah sel epitel yang menyerupai kumparan (spindle cell). \ Gambar: 2.6
Gambaran Histopatologi Karsinoma Sel Skuamosa Sumber : (Nasar, 2013)
2.2.2 Diagnosis Banding
1. Keratoakantoma 2. Karsinoma Sel Basal 3. Keratosis Aknitik 4. Melanoma Maligna Amelanotik
(Menaldi, 2015). Universitas Sumatera Utara 15 2.2.2.7 Penatalaksanaan Menghindari pajanan sinar
matahari dan karsinogen penyebab KSS. Medikamentosa 1. Bedah Skalpel dengan irisan 5-10 mm di
luar batas tumor. 2. Bedah Listrik dan bedah beku pada tumor yang masih kecil dan berbatas tegas. 3.
Bedah Mohs dilakukan untuk pengangkatan secukupnya tetapi lengkap. 4. Radioterapi dan atau
kemoterapi untuk KSS yang tidak dapat dioperasi atau sudah metastasis. 5. 5-fluorourasil interlesi
untuk pasien yang menolak operasi (Menaldi, 2015). 2.2.2.8 Prognosis Prognosisnya sangat
bervariasi, tergantung pada banyak faktor di antaranya lokasi, ukuran tumor, dan tingkat diferensiasi
sel-sel, serta kedalaman perluasannya. Lesi-lesi kecil yang timbul dari kulit yang rusak secara aknitik
mudah disembuhkan, sedangkan lesi pada bibir mudah metastasis dan mempunyai prognosis yang
jelak. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada KSS yang berasal dari radiasi kronis sebesar 50%, dan
untuk KSS yang berasal dari jaringan parut sebesar 53%. Sedangkan pada lidah, vulva, penis
mempunyai prognosis yang relatif jelek (Harahap, 2013).

10
2.2.3 Melanoma Maligna
Melanoma Maligna (MM) merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel-sel melanosit, sel-sel
tersebut masih mampu membentuk melanin sehingga pada umumnya MM berwarna coklat atau
kehitaman (Tan, 2015). Biasanya menyebabkan metastasis yag luas dalam waktu yang singkat, tidak
saja melalui aliran limfe ke kelenjer regional, tetapi juga menyebar melalui aliran darah ke alat-alat
dalam, serta dapat menyebabkan kematian (Harahap, 2013). Universitas Sumatera Utara 16 Gambar:
2.7 Melanoma Maligna Sumber : (Robin, 2011)
2.2.4 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia. Kolerasi insiden melanoma biasanya berlawanan dengan garis
lintang, yaitu insidennya lebih tinggi pada daerah yang dekat ekuator dan lebih rendah secara
progresif pada daerah yang lebih dekat kutub. Penyakit ini jarang dijumpai sebelum pubertas, tetapi
dapat memgenai semua usia. Insiden tertinggi pada usia 35-55 tahun. Dapat megenai pria dan wanita
dengan frekuensi yang sama, namun morbiditasnya lebih tinggi pada pria (Harahap, 2013). 2.2.3.2.
Etiologi Risiko melanoma meningkat pada orang yang sering terkena pajanan sinar matahari
(ultraviolet), terutama pada pajanan yang kuat walaupun sesekali. Pajanan ultraviolet pada masa muda
penting dalam meningkat risiko sakit. Sifat lain yang juga dapat meningkatkan kemungkinan
menderita melanoma adalah nevus displastik, adanya melanoma dalam keluarga, banyak nevus
melanostik di badan, banyak lentigines, rambut pirang atau kemerahan, mata biru atau hijau, dan kulit
terang serta kulit mudah terbakar matahari (Menaldi, 2015). Universitas Sumatera Utara 17
2.2.5 Manifestasi
Klinik Secara klinis melanoma dibagi menjadi empat tipe.
1. Superficial Spreading Melanoma (SSM) Gambaran klinis berupa lesi agak menimbul, hitam,
kecoklatan, atau kemerahan, tepi iregular, garis kulit pada permukaan lesi menghilang. Perubahan
bentuk dapat terjadi dengan adanya pertumbuhan dan sebagian regresi yang berwarna pucat
(hipopigmentasi) dengan perluasan keluar sehingga bentuk anula. Bila invasif lesi lebih menimbul dan
terjadi nodus.
2. Nodular Melanoma (NM) Tumor yang timbul seperti kubah, dapat bertangkai, berwarna cokelat,
kehitaman. Ulkus dan pendarahan dapat terjadi.
3 Lentigo Maligna Melanoma (LMM) Pada tahap awal lesi datar, kecokelatan, tidak berkilat dan licin.
Warna lesi berubah lebih ireguler dengan tambahan cokelat tua dan kehitaman.
4 Acral Lentiginous Melanoma (ALM) Secara klinis tampak makula kehitaman dengan bagian yang
timbul atau nodus (Menaldi, 2015).
melanoma maligna Kriteria 1 Lentigo maligna melanoma (LMM) LMM mengenai daerah tubuh ynag
terdapat sinar matahari, terutama wajah. Biasanya berupa bercak makula kecil, berwarna coklat gelap,
coklat atau hitam. Lesi meluas secara perlahan dan ireguler. Dapat berkembang menjadi nodul biru
kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik 2 Superficial spreading melanoma (SSM) Lesi berupa
plak archiformis berukuran 0,5- 3dengan tipe meninggi dan ireguler. Pada permukaannya terdapat

11
campuran dari bermacam-macam warna seperti coklat, abuabu, biru, hitam dan sering kemerahan 3
Nodular melanoma (NM) Tempat yang sering terkena adalah kepala, leher, dan badan. Lesi biasanya
nodul yang meninggi, berpigmen seragam. Warnanya berkisar dari biru kehitaman sampai coklat
gelap 4 Acral lentiginous melanoma (ALM) Lesi berupa bercak dengan pigmen yang tersebar dengan
intensitas yang bervariasi. Pada permukaannya dapat timbul papul, nodu, dan dapat mengalami
ulserasi. Sumber : Harahap, M., 2013
2.2.6 Penatalaksanaan
Terapi pada kanker kulit terdiri atas terapi pembedahan dan non pembedahan. Terapi pembedahan
terdiri atas pembedahan dengan eksisi, pembedahan dengan menggunakan teknik Mohs Micrographic
Surgery (MMS), curretage and cautery, dan cryosurgery. 1. Pembedahan dengan Eksisi Pada teknik
ini tumor dieksisi dengan jaringan normal di sekitarnya dengan batas yang telah ditentukan
sebelumnya untuk memastikan seluruh sel kanker sudah terbuang 2. Pembedahan dengan Teknik
Mohs Micrographic Surgery (MMS) Mohs Micrographic Surgery (MMS) adalah sebuah teknik
pembedahan yang pertama kali dilakukan oleh Federic Mohs pada 1940. Dengan teknik ini tumor
dieksisi beserta jaringan normal di sekitarnya dengan batas yang telah ditentukan sebelumnya.
Indikasi penggunaan teknik Mohs Micrographic Surgery (MMS) antara lain: Lokasi tumor: terutama
di bagian tengan wajah, sekitar mata, hidung dan telinga . Ukuran tumor: berapa pun, tapi khususnya
>2cm. Subtipe histologi: morfoik, infiltratif, mikronodular, dan subtipe basoskuamosa 3. Curretage
and Cautery Ini merupakan metode tradisional dalam terapi pembedahan kanker kulit. Metode ini
merupakan metode kedua terbanyak yang dilakukan setelah metode eksisi. Curratage and cautery bila
dilakukan untuk Universitas Sumatera Utara 21 terapi pada lesi yang terdapat di wajah akan
mengakibatkan angka rekurensi yang tinggi sehingga merupakan suatu kontra indikasi 4. Cryosurgery
Cryosurgery merupakan cairan nitrogen dalam temperatur -50 hingga -60 oC untuk menghancurkan
sel kanker. Teknik double freeze direkomendasikan untuk lesi yang terdapat di wajah. Fractional
cryosurgery direkomendasikan untuk lesi yang berukuran besar dan lokasinya terbesar. Keberhasilan
dari teknik ini tergantung dari seleksi jaringan dan kemampuan operator. Pengobatan Non-
Pembedahan :
1. Photodynamic Therapy Teknik ini melibatkan penggunaan reaksi foto kimia dimediasi melalui
interaksi agen photosensitizing, cahaya, dan oksigen. Karenan fotosensitizer diarahkan secara
langsung ditargetkan pada jaringan lesi, photodynamic therapy dapat meminimalkan kerusakan pada
struktur sehat berdekatan. Metode ini efektif untuk lesi pada wajah dan kulit kepala yang bersifat
primer dan superfisial.
2. Radiasi Radiasi menggunakan sinar X dengan energi tinggi untuk membunuh sel kanker radiasi
bukanlah untuk menyembuhkan kanker, melainkan sebagi terapi adjuvan setelah pembedahan untuk
mencegah rekurensi dari sel kanker atau untuk mencegah metastasis.
3. Kemotrerapi Kemoterapi adalah metode dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel
kanker khusus pada tipe Melanoma maligna. Hal ini karena sifat dari Melanoma Maligna yang sering

12
melakukan metastasis ke organ lain. Beberapa jenis obat kemoterapi yang digunakan adalah
Dacarbazine (DITC), Cisplatin yang dikombinasikan dengan Vinblastine, Temozolomide (Temodar),
dan Paclitaxel (Ariani S, 2015). Universitas Sumatera Utara 22
2.2.7 Prognosis
Prognosis melanoma maligna sangat bervariasi. Ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya: 1. Sifat
tumor: a. Jenis tumor: untuk LMM mempunyai prognosis paling baik, kemudian SSM, sedangkan
NM dan ALM mempunyai prognosis yang paling buruk. b. Lokasi tumor: lesi pada ekstremitas
mempunyai prognosis lebih baik dari pada di badan. c. Tingkat invasi dan kedalaman (ketebalan):
makin dalam invasi tumor, prognosis makin buruk. 2.Stadium Klinis 3. Lokasi Metastasis Metastasis
ke tulang dan hati mempunyai prognosis yang lebih buruk, dibanding bila terjadi metastasis ke
kelenjar limfe dan kulit. 4. Faktor Penderita a. Imunitas b. Keadaan umum c. Jenis kelamin, prognosis
dan wanita lebih baik dari pada pria Angka ketahan hidup 5 tahun pada melanoma berdasarkan
stadium klinik yaitu: - Stadium I ( penyakit terbatas pada kulit): 80-85% - Stadium II (mengenali
limfonodi regional): 36% - StadiumIII (penyakit disseminate): kurang dari 5% (Harahap, 2013)

2.3 Pemicu Kanker

Pemicu dan Faktor Risiko Tumor


Tumor terbentuk akibat ketidakseimbangan antara jumlah sel baru yang tumbuh dengan jumlah sel
lama yang mati. Kondisi ini bisa terjadi bila sel baru terbentuk secara berlebihan, atau sel lama yang
seharusnya mati tetap hidup.
Penyebab ketidakseimbangan tersebut dapat berbeda-beda pada setiap jenis tumor, namun umumnya
penyebab belum diketahui secara pasti. Meski begitu, beberapa hal di bawah diduga berkaitan dengan
tumbuhnya tumor:

 Pola makan yang buruk, misalnya terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.
 Paparan sinar matahari
 Infeksi virus atau bakteri, misalnya HPV, virus hepatitis, dan H. pylori
 Konsumsi alkohol yang berlebihan
 Paparan radiasi akibat tindakan medis, seperti foto Rontgen atau CT scan.
 Konsumsi obat-obatan imunosupresif, misalnya setelah tindakan transplantasi organ.
  Merokok
 Obesitas
 Paparan bahan kimia, misalnya arsen atau asbes.

13
2.4 Gejala-gejala kanker

Gejala utama dari tumor adalah terbentuknya benjolan. Benjolan bisa terlihat dengan mudah dari luar,
namun bisa juga tidak terlihat jika tumbuh pada organ dalam. Biasanya benjolan pada organ dalam
baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Pada kasus tertentu, benjolan yang mirip
dengan tumor itu bisa disebabkan oleh adanya kista.
Selain benjolan, gejala lain yang dapat muncul akibat tumor tergantung pada lokasi, jenis, dan
pengaruh tumor terhadap fungsi organ. Tumor yang tumbuh di organ dalam bisa tanpa gejala, bisa
juga menimbulkan gejala berupa:

 Demam
 Lemas
 Tidak nafsu makan
 Berkeringat di malam hari
 Nyeri dada
 Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning, kemerahan, atau menjadi lebih gelap
 Perdarahan atau memar yang tidak jelas sebabnya
 Penurunan berat badan.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 terapi untuk kanker

Terapi pada kanker kulit terdiri atas terapi pembedahan dan non pembedahan. Terapi pembedahan
terdiri atas pembedahan dengan eksisi, pembedahan dengan menggunakan teknik Mohs Micrographic
Surgery (MMS), curretage and cautery, dan cryosurgery.
1. Pembedahan dengan Eksisi Pada teknik ini tumor dieksisi dengan jaringan normal di sekitarnya
dengan batas yang telah ditentukan sebelumnya untuk memastikan seluruh sel kanker sudah terbuang
2. Pembedahan dengan Teknik Mohs Micrographic Surgery (MMS) Mohs Micrographic Surgery
(MMS) adalah sebuah teknik pembedahan yang pertama kali dilakukan oleh Federic Mohs pada 1940.
Dengan teknik ini tumor dieksisi beserta jaringan normal di sekitarnya dengan batas yang telah
ditentukan sebelumnya. Indikasi penggunaan teknik Mohs Micrographic Surgery (MMS) antara lain:
Lokasi tumor: terutama di bagian tengan wajah, sekitar mata, hidung dan telinga . Ukuran tumor:
berapa pun, tapi khususnya >2cm. Subtipe histologi: morfoik, infiltratif, mikronodular, dan subtipe
basoskuamosa
3. Curretage and Cautery Ini merupakan metode tradisional dalam terapi pembedahan kanker kulit.
Metode ini merupakan metode kedua terbanyak yang dilakukan setelah metode eksisi. Curratage and
cautery bila dilakukan untuk Universitas Sumatera Utara 21 terapi pada lesi yang terdapat di wajah
akan mengakibatkan angka rekurensi yang tinggi sehingga merupakan suatu kontra indikasi 4.
Cryosurgery Cryosurgery merupakan cairan nitrogen dalam temperatur -50 hingga -60 oC
untuk menghancurkan sel kanker. Teknik double freeze direkomendasikan untuk lesi yang terdapat di
wajah. Fractional cryosurgery direkomendasikan untuk lesi yang berukuran besar dan lokasinya
terbesar. Keberhasilan dari teknik ini tergantung dari seleksi jaringan dan kemampuan operator.
Pengobatan Non- Pembedahan :
1. Photodynamic Therapy Teknik ini melibatkan penggunaan reaksi foto kimia dimediasi melalui
interaksi agen photosensitizing, cahaya, dan oksigen. Karenan fotosensitizer diarahkan secara
langsung ditargetkan pada jaringan lesi, photodynamic therapy dapat meminimalkan kerusakan pada
struktur sehat berdekatan. Metode ini efektif untuk lesi pada wajah dan kulit kepala yang bersifat
primer dan superfisial.
2. Radiasi Radiasi menggunakan sinar X dengan energi tinggi untuk membunuh sel kanker radiasi
bukanlah untuk menyembuhkan kanker, melainkan sebagi terapi adjuvan setelah pembedahan untuk
mencegah rekurensi dari sel kanker atau untuk mencegah metastasis.
3. Kemotrerapi Kemoterapi adalah metode dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel
kanker khusus pada tipe Melanoma maligna. Hal ini karena sifat dari Melanoma Maligna yang sering
melakukan metastasis ke organ lain. Beberapa jenis obat kemoterapi yang digunakan adalah

15
Dacarbazine (DITC), Cisplatin yang dikombinasikan dengan Vinblastine, Temozolomide (Temodar),
dan Paclitaxel (Ariani S, 2015).
3.2 Mencegah Kanker Kulit Melanoma

Setiap orang memiliki risiko untuk terkena kanker ini. Oleh karena itu, upaya pencegahan
harus selalu dilakukan agar terhindar dari penyakit ini. Berikut ini adalah beberapa upaya
pencegahan yang dapat dilakukan:

1. Menggunakan pakaian yang mampu melindungi kulit Anda dari teriknya sinar
matahari langsung. Misalnya menggunakan jaket, payung atau baju berlengan
panjang.
2. Cobalah sebisa mungkin untuk menghindari paparan sinar matahari langsung dalam
waktu yang cukup lama. Beberapa pendapat mengatakan bahwa sinar matahari paling
panas bagi kulit tubuh adalah pukul 10 pagi hingga 4 sore.
3. Jika Anda merasa tidak bisa menghindari paparan sinar matahari karena beberapa
tuntutan. Maka sebisa mungkin gunakanlah tabir surya untuk melindungi kulit.
4. Jika dirasa ada yang mencurigakan pada kulit segera lakukan pemeriksaan.

3.3 Studi kasus dalam pengobatan kanker

Karsinoma Sel Basal Karsinoma

sel basal termasuk tumor kulit ganas tetapi tidak atau jarang sekalimengadakan metastasis.
Keganasan pada KSB ialah keganasan lokal (localized malignancy) yaitu adanya invasi tumor ke
jaringan dibawah kulit (subkutis), fasia, otot dan tulang. Karsinoma sel basal, umumnya tidak
menyebabkan kematian. Mengenai faktor umur, maka KSB terutama menyerang orang tua di atas
umur 40 tahun (Cipto H, 2011).

Gambar Karsinoma Sel Basal Sumber : (Murtiastutik, 2013)

Epidemiologi

Karsinoma sel basal lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada kulit berwarna dan
paparan sinar matahari yang lama dan kuat berperan dalam perkembangannya. Lebih sering
dijumpai pada pria dan wanita dan biasanya timbul setelah usia lebih dari 40 tahun. Karsinoma sel
basal dapat juga dijumpai pada anak-anak dan remaja walaupun jarang (Harahap M, 2013).
Predileksi kanker ini adalah di daerah muka yang terpajan sinar matahari (sinar UV). Daerah muka

16
yangpaling sering terkena ialah daerah antara dahi dan sudut bibir, dari daerahini 2/3 atas yang
paling sering terkena. Dari penyelidikan yang dilakukan di Indonesia ternyata terdapat predileksi
sebagai berikut : pipi dan dahi 50% ; Hidung dan lipatan hidung 28% ; Mata dan sekitarnya 17 % ;
Bibir 5% (Cipto H, 2011).

Etiologi

Penyebab KSB yang pasti belum diketahui, diduga paparan sinar matahari berperan penting,
disamping faktor-faktor lain seperti radiasi sinar-X, senyawa kimia arsen, trauma dan ulkus kronis
(Harahap M, 2013).

Manifestasi

Klinik KSB bervariasi sesuai tipe klinis yang berbeda, yaitu: nodular, superfisial, morfeaformis,
berpigmen, dan fibroepitelioma. KSB nodular merupakan jenis KSB yang paling sering, terutama
terdapat di bagian yang terpajan sinar matahari, yaitu wajah dan leher. Gambarannya dimulai dari
nodulus kecil yang berkilat dan beberapa telangiektasis kecil di permukaannya. Nodulus ini dapat
membesar perlahan dan berulserasi di bagian tengah. Ulkus membesar dan dikelilingi tepi yang
meninggi seperti mutiara, disebut sebagai ulkus roden. Kadang kadang ulkus ini dapat bersifat
infiltratif dan agresif, sehingga membesar dan menginvasi lebih dalam. KSB berpigmen
merupakan subtipe KSB tipe nodular dengan melanisasi.

Gambar klinis menunjukkan papul hiperpigmentasi yang translusen dan dapat terjadi erosi.
KSB superficial paling sering terdapat dibadan dan menunjukkan gambaran klinis menyerupai
eksema. Pada plak tersebut terdapat bagian dengan ulkus kecil superfisial dan krusta bagian
tengahnya halus dan terdapat skar atrofi. KSB morfeaformis (sclerosing) merupakan varian KSB
dengan pertumbuhan agresif. Gambaran klinis menyerupai skleroderma, yaitu plak kekuningan,
rata atau sedikit melekuk ke bawah, berindurasi dengan batas yang seringkali tegas. Hampir selalu
terdapat di wajah. Permukaannya halus dan berkilat. Kulit di dasarnya tetap utuh hingga
diperlukan jangka waktu yang cukup lama sebelum akhirnya terjadi ulserasi dan infiltrasi yang
dalam. Fibroepitelioma menyerupai fibroma, yaitu berupa nodus padat sedikit bertangkai, ditutupi
oleh kulit yang halus dan berwarna merah muda. Paling sering terdapat di punggung bawah
(Harahap M, 2013).

Gambar 2.3 Karsinoma Sel Basal Sumber : (Loho, 2013) 2.2.1.4

17
Diagnosis

1. Anamnesis: Terdapat kelainan kulit terutama dimuka yang sudah berlangsung lama berupa
benjolan kecil, tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lamabat menjadi besar dan mudah berdarah.
Tidak ada rasa gatal/sakit.

2. Pemeriksaan fisik: Terlihat papul/ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau
hiperpigmentasi. Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjer getah bening
regional.

3. Pemeriksaan penunjang:

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan biopsi.

pada setiap kelainan dikulit yang tersangka KSB harus dilakukan biopsy (Cipto H, 2011).

Histopatologi Banyak gambaran patologi yang berada yang ditemukan pada KSB, namun
semuanya menunjukkan poliferasi sel-sel dengan inti basofilik yang relatif besar dan sitoplasma
yang tidak penuh.

1. Tipe Nodulo-ulseratif Menunjukkan massa ireguler dari sel-sel basaloid yang terletak dalam
dermis, dengan sel-sel paling atas membentuk lapisan palisade di tepinya. Ciri khas stroma
disekelilingnya memperlihatkan reaksi fibrosa. Lesi-lesi ini dapat berdiferensiasi ke struktur
adneksa yang mirip struktur imatur dari folikel, kelenjer, atau sebaseus. Universitas Sumatera
Utara 11

2. Tipe Berpigmen Pada tipe ini melanin tampaknya dalam stroma dan sel-sel tumor.

3. Tipe Sklerosing Gambaran yang menonjol adalah stroma fibrotik padat yang hanya
mengandung sedikit sel tumor dalam bentuk untaian-untaian sempit

4. Tipe Superfisial Massa sel-sel basaloid meluas ke dalam dermis superfisial, tetapi tetap
berhubungan dengan epidermis di astasnya.

5. Tipe Fibroepitelial Menunjukkan fibrosis stroma yang menonjol, dan tampak untaianuntaian
anastomis titpis yang panjang dari sel-sel basaloid yang meluas dari permukaan epidermis
(Harahap M, 2013).

Gambar 2.4 Gambaran Histopatologi Karsinoma Sel Basal Sumber : (Loho, 2013) 2.2.1.6
Diagnosis Banding

18
1. Keratosis seboroik

2. Nevus pigmentosus

3. Keratosis senilis

4. Melanoma Malignum (Cipto H, 2011). 2.2.1.7

Penatalaksanaan Nonmedikamentosa: menghindari sinar matahari dan karsinogen penyebab


KSS Medikamentosa:

1. Bedah Sklapel dengan irisan minimal 4mm di luar batas tumor.

2. Bedah Beku pada tumor yang berbatas jelas.

3. Bedah Listrik pada tumor yang kecil dan berbatas jelas. Universitas Sumatera Utara 12

4. Bedah Laser.

5. Bedah Mohs pada KSB dengan batas tidak jelas atau mudah rekuren.

6. Radioterapi bila pasien menolak atau tidak dapat dioperasi.

7. Krim Imoquimod 5% setiap hari atau 5 hari/ minggu selama 12 minggu (Menaldi, 2015)

3.4 Pengobatan Tumor

Pengobatan tumor ditentukan berdasarkan jenis, ukuran, letak, serta jinak atau ganasnya tumor. Pada
tumor jinak yang ukurannya kecil dan tidak menimbulkan gejala, penanganan tidak perlu dilakukan.
Dokter hanya akan menganjurkan pemeriksaan berkala untuk memantau perkembangan tumor.
Jika tumor bersifat jinak, namun berukuran besar hingga menekan saraf, pembuluh darah, atau
mengganggu fungsi organ, maka dokter akan melakukan tindakan untuk mengangkat tumor. Banyak
metode yang bisa digunakan dokter untuk mengangkat tumor, mulai dari dari penggunaan sinar laser
hingga tindakan operasi dengan sayatan pisau bedah.
Selain pengangkatan tumor, ada beberapa terapi untuk tumor yang dapat dilakukan oleh dokter
onkologi, khususnya pada tumor ganas atau kanker, yaitu:

 Kemoterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh sel kanker, menggunakan obat-obatan.
 Radioterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh dan mencegah penyebaran sel kanker,
serta mengurangi ukuran tumor, menggunakan sinar khusus berenergi tinggi.
 Terapi hormon. Pertumbuhan beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara atau kanker
prostat, dapat dipengaruhi oleh suatu hormon. Menghambat produksi hormon tersebut dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker.
 Imunoterapi atau terapi biologi. Terapi ini menggunakan obat-obatan yang memanfaatkan
sistem kekebalan tubuh untuk memberantas sel kanker.

Kesembuhan penderita tumor tergantung dari jinak atau ganasnya tumor. Tumor jinak berpeluang
lebih tinggi untuk sembuh setelah dilakukan penanganan, dibandingkan dengan tumor ganas. Peluang
kesembuhan tumor ganas tergantung pada tingkat keganasan atau stadium kanker. Semakin tinggi
stadium, terutama bila sudah menyebar ke organ lain (stadium 4), semakin sulit untuk disembuhkan.

19
Komplikasi akibat tumor, dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri, maupun oleh pengobatan yang
diberikan. Komplikasi yang muncul tergantung pada jenis dan lokasi tumor, atau metode pengobatan
yang dilakukan.

20
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Dari berbegai jenis kanker padat yang telah di temukan di dunia Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014 - 2016, dapat diambil keismpulan bahwa:

1. Kasus Tumor Ganas Kulit berdasarkan Jenis Kelamin yang memiliki resiko paling tinggi
adalah berjenis kelamin laki – laki yaitu sebanyak 66%.

2. Kasus Tumor Ganas Kulit berdasarkan Usia yang memiliki risiko paling tinggi adalah usia 51
sampai dengan 70 tahun.

3. Distribusi frekuensi Kasus Tumor Ganas Kulit berdasarkan Patologi Anatomi paling tinggi
adalah Karsinoma Sel Skuamosa yaitu sebanyak 46%

21
DAFTAR PUSTAKA

 Menaldi, Sri.2015, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Penyakit Kulit. Edisi 7, Cetakan
pertama. Badan Penerbit FKUI, Jakarta, pp.262-5. Ariani, S.2015, Stop Kanker, Istana
Media, Yogyakarta.
 Azamris.2011, Kanker Kulit di Bangsal Bedah Januari 2002 – Maret 200, Sub Bagian
Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP DR.M.Djamil Padang,
Volume 38 Nomor 2, pp.109-110
 Delyuzar, Betty., Nurlela.2013, Profil Penderita Karsinoma Sel Basal di Laboratorium
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP Haji Adam
Malik dan Tempat Praktek Swasta Dokteran Spesialis Medan Tahun 2009-2013, USU
eRepository, dipublish sejak 10 Desember 2014,
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/42714&ei=qB3sQv-
w&Ic=idID&s=1&m949&
 Harahap, M.2013, Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta, pp 222-234
 Menaldi, Sri.2015, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Penyakit Kulit. Edisi 7, Cetakan
pertama. Badan Penerbit FKUI, Jakarta, pp.262-5.

22

Anda mungkin juga menyukai