STIKES ASSYIFA
ACEH
INJEKSI
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir
Menurut FI IV, injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah
bertanda volume 100 ml atau kurang.
Definisi sediaan steril untuk penggunaan parenteral pada umumnya tidak
berlaku untuk sediaan biologik, karena sifat khusus dan persyaratan perizinan.
Menurut FI IV, Sediaan steril untuk kegunaan parenteral
digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu
1) INJEKSI adalah obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi
2) STERIL adalah sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer,
atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai
memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
3) SUSPENSI STERIL adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikkan secara iv atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya
4) STERIL UNTUK SUSPENSI adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai, dibedakan dengan nama dan bentuknya
5) LARUTAN INTRAVENA VOLUME BESAR adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL
6) INJEKSI VOLUME KECIL adalah inieksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume100 ml atau
kurang
Macam-Macam Cara Penyuntikan
R/Zat Berkhasiat
Zat Pembawa
Zat tambahan
ZAT BERKHASIAT
a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-
masing dalam farmakope
b) Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
c) Obat yang beretiket p.a (pro analisis), walaupun secara kimiawi
terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk
injeksi
Preformulasi
Data zat berkhasiat yang diperlukan, antara lain:
1) Kelarutan
Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat
disuntikkan baik secara intravena ataupun intramuskular. Bentuk
amorf pada padatan lebih larut dibandingkan bentuk kristalnya.
Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang dapat
mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. pH larutan
juga sangat mempengaruhi kelarutan dari sediaan injeksi,
pengaturan pH menggunakan buffer sangat dibutuhkan.
Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan.
Zat aktif yang larut air dibuat sediaan larutan dalam air, zat aktif
yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak.
Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut
dibuat sediaan suspensi. Kelas obat lain, baik berupa molekul netral
maupun asam atau basa sangat lemah (umumnya) tidak dapat
disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga
adakalanya memerlukan penggunaan pelarut non air. Pelarut
tersebut adalah PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
etilalkohol, minyak lemak, etil oleat, dan benzilbenzoat. Jika zat
aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat
diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau
larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif,
melakukan reaksi penggaraman, dicari bentuk kompleksnya, serta
menggunakan ko-solven seperti etanol, propilen glikol dan PEG 300.
Beberapa obat yang akan dikembangkan menjadi bentuk injeksi tidak segera melarut
dalam air, diantaranya adalah steroid, fenitoin, diazepam, amfoterisin B dan digoksin.
Sebagian masalah kelarutan ini dapat dipecahkan melalui beberapa cara seperti:
Pembentukan garam
Pengaturan pH
Penggunaan kosolven
Penggunaan surfaktan (polioksi etilen 0,1-0,5% dan polioksipropilen eter 0.05-0.25%)
Penggunaan agen pengompleks, misal Beta siklodekstrin dan PVP
Formulasi dalam bentuk mikroemulsi, liposom, formulasi misel campuran (mixed
micelle, garam empedu + fosfolipid), dsb.
Pendekatan prodrug
Koefisien partisi
Konstanta ionisasi
Aktivitas optikal
2) Stabilitas pH
Stabilitas pH adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal,
sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilitas
dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl encer, asam
bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).
3) Stabilitas Zat Aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa,
metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
1. Oksigen (Oksidasi)
Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen
dan sediaan ditambahkan antioksidan
2. Air (Hidrolisis)
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
a) Dilakukan penambahan asam/basa atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A;
b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti
campuran pelarut air-gliserinpropilenglikol atau pelarut campur lainnya yang
cocok;
c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril (serbuk liofilisasi) yang dilarutkan saat
disuntikkan.
3. Suhu
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi yang tidak menggunakan
panas, seperti filtrasi dengan pengerjaan secara aseptis.
4. Cahaya
Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat,
dan disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.
4) Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
5) Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
6) Rute pemberian
Rute pemberian yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:
Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,
intramuskular 2 ml di otot lengan(deltoid) dan 5 ml di otot pantat (gluteus maximus),
subkutan 1 ml, intradermal 0,02-0,5 ml).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian. Injeksi IV dan intraspinal
biasanya dibatasi untuk larutan encer dengan pembawa air, sedangkan larutan
(pembawa) minyak, larutan kosolven, suspensi dan emulsi dapat diberikan secara
subkutan dan intramuskular.
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena
isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan
untuk memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal
mutlak harus isotonis. Injeksi IM dan SK sering diberikan larutan yang hipertonis untuk
memfasilitasi absorbsi obat karena efek lokal efusi dari cairan jaringan.
BAHAN PEMBAWA
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a) Zat pembawa berupa air
b) Zat pembawa non air
1. Zat pembawa air
Cara penentuan pH :
Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung
maupun kolorimetri
Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
Dengan perhitungan
Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat pada pH 6-8,2 (0,8-
2%), dapar sitrat (1-5%), asam asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat /
garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2 (1-2%).
c. Pengawet
Pengawet yang ideal :
1. Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja
pada temperatur dan pH yang luas.
2. Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang
digunakan
3. Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
4. Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
5. Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
6. Bebas dari bau, rasa, warna
7. Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan
sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
Penambahan pengawet dapat dilakukan pada sediaan multidosis (kecuali yang
dilarang oleh monografi).Pada sediaan multidosis ada kemungkinan kontaminasi
sediaan pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara bakteriostatik.
Beberapa pengawet bersifat toksik dalam penggunaan dengan jumlah besar atau
mengiritasi jika diberikan secara parenteral, untuk itu diperlukan pemilihan
pengawet yang tepat.
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:
Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)
Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain
Sediaan untuk rute-rute tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti
intra sisternal, epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan
serebrospinal/ retrookular
Contoh pengawet: benzalkonium klorida 0,01%, benzethonium klorida 0,01%, benzil
alkohol 1%, klorobutanol 0,5%, klorokresol 0,1% - 0,25%, metakresol 0,1% - 0,3%,
kresol 0,3% - 0,5%, fenol 0,5%, metil -p-hidroksibenzoat 0,1% - 0,2%, Propil -p-
hidroksibenzoat 0,02%-0,2%, Butil -p-hidroksibenzoat 0,015%
d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi.
Contoh : vitamin C 0,02 – 0,1%, Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %, Natrium
metabisulfit 0,1 – 0,15 %, Tiourea 0,005 % , Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %,
BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 – 0,075 %.
f. Anestetika Lokal
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan
larutan senyawa obat yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik
streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh : Novokain, Benzil alkohol.
g. Wetting Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila
diperlukan dan hanya untuk pelarut air. Contoh : Tween 80,
Propilen glikol, Lecithin (0.5-2.3%), Polioksietilen – Polioksipropilen,
Silikon antibusa, Silikon Trioleat.
EVALUASI KIMIA
7. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
8. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).
Wadah Obat Suntik
1) Nama sediaan
2) Untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu
3) Untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif
4) Cara pemberian
5) Kondisi penyimpanan
6) Tanggal kadaluwarsa
7) Nama pabrik pembuat dan atau pengimpor
8) Nomor lot dan bets
Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi
seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi,
penandaan mencakup informasi berikut :
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam
volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian
pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan
efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum
digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang
dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi
tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh, uraian
singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa.