Anda di halaman 1dari 72

INJEKSI

Apt. Fitria Ningsih, S. Farm

STIKES ASSYIFA
ACEH
INJEKSI

adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit
atau selaput lendir

Menurut FI IV, injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah
bertanda volume 100 ml atau kurang.
Definisi sediaan steril untuk penggunaan parenteral pada umumnya tidak
berlaku untuk sediaan biologik, karena sifat khusus dan persyaratan perizinan.
Menurut FI IV, Sediaan steril untuk kegunaan parenteral
digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda yaitu
1) INJEKSI adalah obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi
2) STERIL adalah sediaan padat, kering, atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer,
atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai
memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
3) SUSPENSI STERIL adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikkan secara iv atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama
bentuknya
4) STERIL UNTUK SUSPENSI adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai, dibedakan dengan nama dan bentuknya
5) LARUTAN INTRAVENA VOLUME BESAR adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL
6) INJEKSI VOLUME KECIL adalah inieksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume100 ml atau
kurang
Macam-Macam Cara Penyuntikan

1. Injeksi Intrakutan (i.k / i.c) atau intradermal → Didalam Kulit


2. Injeksi subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik → Didalam jaringan di
bawah kulit kedalam alveolus
3. Injeksi intramuskular (i.m) → Didalam otot
4. Injeksi intravena (i.v) → Ke dalam pembuluh darah vena
5. Injeksi intraarterium (i.a) → Kedalam pembuluh darah
arteri/perifer/tepi
6. Injeksi intrakordal / intrakardiak (i.kd) → langsung kedalam otot
jantung atau ventrikel
7. Injeksi intrarekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural
(i.d), subaraknoid → langsung kedalam saluran sumsum tulang
belakang didasar otak tempat terdapatnya cairan cerebrospinal.
8. Intraartikular → kedalam cairan sendi didalam rongga sendi
9. Injeksi subkonjungtiva → kealam selaput lendir dibawah mata
10. Injeksi intrabursa → kedalam bursa subcromillis atau bursa
olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air
11. Injeksi intraperitoneal (i.p) → langsung kedalam rongga perut
12. Injeksi peridural (p.d), ekstradural, epidural → kedalam ruang
epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari
otak dan sumsum tulang
Keuntungan Bentuk Sediaan Injeksi
1. Bekerja cepat dibandingkan cara pemberian lain
2. Kemurnian atau takaran zat khasiat lebih terjamin
3. Untuk pasien dengan keadaan gawat seperti cardiac arrest, asma dan syok,
pemberian obat lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan
hidup karena penempatan obat langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat
yang cepat terjadi.
4. Beberapa obat harus diberikan secara parenteral karena tidak aktif secara
terapeutik ketika diberikan secara oral, misalnya inaktifasi pada saluran
gastrointestinal atau first pass metabolism di hati.
5. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (tidak
sadar atau muntah).
6. Pemberian obat secara parenteral dapat juga memberikan efek lokal jika
diperlukan, seperti pada dokter gigi dan anestesiologi.
7. Untuk pasien yang membutuhkan cairan eletrolit dan atau nutrisi yang tidak
dapat diberikan secara oral.
8. Sesuai untuk obat yang sustained drug delivery system (implan, injeksi depot
intramuskular)
9. Sesuai untuk memberikan cairan, elektrolit, dan nutrisi (total parenteral
nutrition untuk pasien)
10. Dapat digunakan untuk self delivery of drugs (subkutan)
11. Untuk injeksi obat yang langsung ke jaringan (targeted drug delivery)
12. Menyediakan sistem penghantaran obat yang tepat dengan injeksi intravena
atau infus menggunakan teknik farmakokinetik
13. Dapat dilakukan di Rumah Sakit, ambulatory infusion center, maupun home
health care
Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi
1. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
dihilangkan atau dikeluarkan dari sirkulasi sistemik. Hal ini merugikan
pada keadaan timbulnya reaksi yang merugikan karena obat.
2. Berpotensi terjadi infeksi pada daerah injeksi.
3. Produksi sediaan parenteral lebih sulit dan mahal dalam proses produksi
karena harus memenuhi persyaratan kemurnian, keberadaan partikulat,
pirogenisitas, serta dibutuhkan alat dan fasilitas yang khusus.
4. Pemberian secara parenteral berpotensi terjadinya sepsis,
trombophlebitis, kelebihan cairan, dan emboli udara.
5. Memberikan efek psikologis bagi pasien.
6. Membutuhkan personil yang terlatih untuk penyiapan,
penyimpanan, dan pemberian.
7. Keberadaan patogen di produk dapat menyebabkan efek yang
serius bahkan kematian.
8. Karena obat diinjeksikan melalui jaringan, dapat menyebabkan
nyeri dan kerusakan jaringan selama pemberian.
9. Risiko luka akibat jarum suntik dan blood-borne pathogens bagi
tenaga kesehatan.
Indikasi Pemakaian Rute Parenteral
1. Untuk memastikan obat sampai ke bagian tubuh atau jaringan yang membutuhkan dengan
konsentrasi yang mencukupi. Meyakinkan penyampaian konsentrasi obat yang mencukupi ke
bagian tubuh/ jaringan sakit.
2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol, seperti waktu onset, serum
peak, kecepatan eliminasi obat dari dalam tubuh.
3. Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate.
4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui pemakaian oral.
5. Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia.
6. Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik sistemik.
7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol.
8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk suplai nutrisi jangka
panjang/pendek.
9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan.
Faktor farmasetikal yang berpengaruh pada
pemakaian parenteral

1. Kelarutan obat dan volume injeksi.


2. Karakteristik pembawa.
3. pH dan osmolalitas larutan injeksi.
4. Bentuk sediaan (cth: larutan, suspensi, atau rekonstitusi).
5. Formulation ingredient (eksipien).
Bentuk-Bentuk Sediaan Parenteral
1) Larutan Air
Merupakan bentuk yang paling sederhana dan banyak digunakan. Bentuk larutan
air dapat digunakan untuk semua rute pemberian dan bersifat isotonik dengan pH
mendekati darah dan jaringan tubuh yakni 7,4.
2) Suspensi Air
Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuskular (IM) dan subkutan
(SK).Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena (IV), intraarteri,
intraspinal, intrakardiak, atau injeksi opthalmik.Ukuran partikel suspensi
biasanya kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan
partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian.Ukuran partikel tidak boleh
membesar dan tidak boleh terjadi caking saat penyimpanan.Zat pembawa harus
memberikan dispersi yang stabil selama penyimpanan dan bisa melewati jarum
suntik saat pemberian.
3) Larutan Kering : Untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak stabil di air.
4) Larutan Minyak
Dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut dalam minyak dan diberikan melalui IM.
Larutan minyak menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi, suspensi
air lebih dipilih dibanding larutan minyak
5) Suspensi Minyak
Injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam pembawa minyak, meskipun pembuatannya
lebih jarang dibanding suspensi air.Suspensi minyak dapat menimbulkan efek
depo/lepas lambat pada rute pemberian IM.
Aluminium monostearat kadang-kadang dimasukkan dalam pembawa minyak untuk
menghasilkan gel tiksotropik
6) Injeksi Minyak
Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak.
Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak
digunakan untuk rute lain. Pembawa yang digunakan diantaranya adalah vegetable oil
seperti arachis oil dan sesame oil, ester seperti etil oleat (untuk beberapa steroid).
7) Emulsi
Zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk emulsi o/w. Zat dapat
dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah berbentuk minyak.
Droplet minyak harus dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan
emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet idealnya mempunyai diameter 3
μm.Biasanya dalam bentuk infus intravena nutrisi parenteral.
8) Larutan Koloidal : Biasanya diberikan melalui rute IM
9) Sistem Pelarut Campur
Banyak kondisi klinik sangat memerlukan suatu zat dibuat dalam bentuk larutan
sejati, agar siap bercampur dengan larutan infus IV ketika diberikan.Untuk zat
yang sukar larut dalam air, selain digunakan dalam bentuk garam atau
diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat dapat pula diformulasi
dalam pelarut campur.Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas
pembawa sehingga zat lebih larut.Pemberian sediaan parenteral dengan sistem
pelarut campur ini biasanya mengiritasi, toksik dan menimbulkan rasa
nyeri.Pemberian intravena perlu dilakukan perlahan untuk mencegah presipitasi
zat aktif.Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksisitas.
10) Larutan terkonsentrasi : Berupa konsentrat dan diberikan dengan
dilarutkan terlebih dahulu di dalam larutan infus IV.
11) Serbuk untuk injeksi
Beberapa zat yang tidak stabil dalam air, sehingga dibuat dalam
bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini bisa berupa serbuk ‘dry
filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze dried’) yang perlu disterilisasi
dengan metode panas kering atau irradiasi gamma.
12) Implant
Biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud pemberian
lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian tidak dapat
dilakukan via oral.
Formula Umum Sediaan Injeksi

R/Zat Berkhasiat
Zat Pembawa
Zat tambahan
ZAT BERKHASIAT
a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-
masing dalam farmakope
b) Pada etiket tercantum p.i (pro injection)
c) Obat yang beretiket p.a (pro analisis), walaupun secara kimiawi
terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk
injeksi
Preformulasi
Data zat berkhasiat yang diperlukan, antara lain:
1) Kelarutan
Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat
disuntikkan baik secara intravena ataupun intramuskular. Bentuk
amorf pada padatan lebih larut dibandingkan bentuk kristalnya.
Garam asam atau basa mempresentasikan kelompok obat yang dapat
mencapai kelarutan obat dalam air yang dibutuhkan. pH larutan
juga sangat mempengaruhi kelarutan dari sediaan injeksi,
pengaturan pH menggunakan buffer sangat dibutuhkan.
 Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan.
Zat aktif yang larut air dibuat sediaan larutan dalam air, zat aktif
yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak.
Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut
dibuat sediaan suspensi. Kelas obat lain, baik berupa molekul netral
maupun asam atau basa sangat lemah (umumnya) tidak dapat
disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga
adakalanya memerlukan penggunaan pelarut non air. Pelarut
tersebut adalah PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
etilalkohol, minyak lemak, etil oleat, dan benzilbenzoat. Jika zat
aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat
diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau
larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif,
melakukan reaksi penggaraman, dicari bentuk kompleksnya, serta
menggunakan ko-solven seperti etanol, propilen glikol dan PEG 300.
 Beberapa obat yang akan dikembangkan menjadi bentuk injeksi tidak segera melarut
dalam air, diantaranya adalah steroid, fenitoin, diazepam, amfoterisin B dan digoksin.
Sebagian masalah kelarutan ini dapat dipecahkan melalui beberapa cara seperti:
Pembentukan garam
Pengaturan pH
Penggunaan kosolven
Penggunaan surfaktan (polioksi etilen 0,1-0,5% dan polioksipropilen eter 0.05-0.25%)
Penggunaan agen pengompleks, misal Beta siklodekstrin dan PVP
Formulasi dalam bentuk mikroemulsi, liposom, formulasi misel campuran (mixed
micelle, garam empedu + fosfolipid), dsb.
Pendekatan prodrug
Koefisien partisi
Konstanta ionisasi
Aktivitas optikal
2) Stabilitas pH
Stabilitas pH adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal,
sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilitas
dicapai dengan menambahkan asam encer (spt: HCl encer, asam
bikarbonat), basa lemah atau dapar isotonis (spt: fosfat, sitrat, dll).
3) Stabilitas Zat Aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa,
metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
1. Oksigen (Oksidasi)
Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen
dan sediaan ditambahkan antioksidan
2. Air (Hidrolisis)
Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
a) Dilakukan penambahan asam/basa atau buffer untuk mencapai pH stabilitas Z.A;
b) Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti
campuran pelarut air-gliserinpropilenglikol atau pelarut campur lainnya yang
cocok;
c) Dibuat dalam bentuk kering dan steril (serbuk liofilisasi) yang dilarutkan saat
disuntikkan.
3. Suhu
Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi yang tidak menggunakan
panas, seperti filtrasi dengan pengerjaan secara aseptis.
4. Cahaya
Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat,
dan disimpan di tempat gelap atau terlindung cahaya.
4) Tak tersatukannya zat aktif , Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
5) Dosis, Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian.
6) Rute pemberian
Rute pemberian yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal:
Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (intraspinal: 10 ml,
intramuskular 2 ml di otot lengan(deltoid) dan 5 ml di otot pantat (gluteus maximus),
subkutan 1 ml, intradermal 0,02-0,5 ml).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian. Injeksi IV dan intraspinal
biasanya dibatasi untuk larutan encer dengan pembawa air, sedangkan larutan
(pembawa) minyak, larutan kosolven, suspensi dan emulsi dapat diberikan secara
subkutan dan intramuskular.
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena
isotonisitas menjadi kurang penting jika selama pemberian dilakukan dengan perlahan
untuk memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal
mutlak harus isotonis. Injeksi IM dan SK sering diberikan larutan yang hipertonis untuk
memfasilitasi absorbsi obat karena efek lokal efusi dari cairan jaringan.
BAHAN PEMBAWA
Dibedakan menjadi 2 bagian:
a) Zat pembawa berupa air
b) Zat pembawa non air
1. Zat pembawa air

 Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air.


Dikarenakan oleh kompatibilitas air dengan jaringan tubuh. Pembawa
air dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian. Air mempunyai
konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan
elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan
memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Umumnya digunakan aqua pro injection : air untuk injeksi. Dapat
juga digunakan: NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, NaCl compositus
pro injeksi, dan Sol. Petit.
Syarat air untuk injeksi menurut USP:
 Harus dibuat segar dan bebas pirogen
 Jumlah zat padat terlarut total tidak boleh lebih dari 10 ppm.
 pH antara 5-7
 Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium,
dan karbondioksida.
 Kandungan logam berat terbatas
 Kandungan material organik (spt: tanin, lignin) terbatas
 Jumlah partikel berada pada batas yang diperbolehkan.
Catatan:
1. Air untuk injeksi harus dibuat segar, artinya: air yang telah selesai
diproses, hanya boleh disimpan pada temperatur kamar selama 24
jam (bila tidak langsung digunakan). Penyimpanan yang lebih lama
dapat dilakukan pada temperatur kira-kira 5°C atau pada suhu
tinggi yaitu antara 65-85°untuk mencegah pertumbuhan jasad renik
dan pembentukan pirogen.
2. Persyaratan kadar total zat padat terlarut pada air steril untuk
injeksi yang terdapat pada farmakope (monografi aqua p.i, FI IV,
hal 112-113), biasanya lebih tinggi kemungkinan terjadinya
pelepasan konstituen wadah gelas selama sterilisasi.
3. Air untuk injeksi yang sudah mengandung zat bakteriostatik tidak
boleh dijual dalam wadah yang lebih besar dari 30 ml untuk
mencegah kemungkinan masuknya zat bakteriostatik yang mungkin
toksik dalam jumlah yang besar ke dalam tubuh.
a) Air Pro Injeksi
 Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan
dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba
atau bahan tambahan lainnya.
 Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-100°C
selama 15 menit, diaduk, kemudian saring panas-panas dengan kertas
saring lapis ganda. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat
organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi
karbon adsorben dan filtrasi bakteri
 Air pro injeksi dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar
dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu
percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung
dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika digunakan sebagai
pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara basah
(autoklaf) atau penyaringan bakteri steril segera setelah digunakan.
b) Air Pro Injeksi CO2
 CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organik
seperti barbiturat dan sulfonamid kembali membentuk asam
lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan: Mendidihkan air p.i
selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan.
 Air pro injeksi bebas udara (CO2) dibuat dengan mendidihkan air
untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil
mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, kemudian
didinginkan dan segera digunakan. Jika digunakan sebagai pelarut
serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara basah
(autoklaf) segera setelah diwadahkan.
c) Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 30 menit dan pada saat
pendinginannya dialiri gas nitrogen.Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang
mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin,
ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin,
promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
d) Air pro injeksi bakteriostatik
adalah air steril untuk injeksi yang mengandung satu atau lebih zat antimikroba
yang sesuai. Biasanya dikemas dalam prefilled syringes atau pada vial yang
mengandung tidak lebih dari 30 mL air. Air ini digunakan sebagai pembawa
dalam sediaan injeksi volume kecil. Penggunaan secara parenteral dalam
jumlah besar dibatasi karena jumlah zat antimikroba yang diinjeksikan bersama
dengan obat akan berlebihan dan mungkin menjadi toksik.
2. Zat pembawa non air
 Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injeksi)
 Misal: oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
 Pembawa non air digunakan jika:
a) Zat aktif tidak larut dalam air
b) Zat aktif tidak stabil atau terurai dalam air
c) Diinginkan efek depo terapi
Syarat umum pembawa non air:
o Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
o Dapat tersatukan dengan zat aktif
o Inert secara farmakologi dan tidak menimbulkan efek samping
o Stabilitas fisik dan kimia pelarut pada berbagai tingkatan pH
o Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan mudah
o Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
o Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan
panas
o Tekanan uap yang rendah untuk mencegah timbulnya masalah selama
sterilisasi dengan pemanasan
o Kemurnian stabil atau mudah dimurnikan dan distandarisasi
o Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
a) Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air
Pelarut organik yang bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven
dalam sediaan injeksi, bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu
zat aktif yang kurang larut dalam air serta meningkatkan stabilitas zat
tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan adalah:
etanol, propilenglikol, polietilenglikol dan gliserin.
Campuran pelarut dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan
toksisitas, terutama jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan
yang mengandung etanol dengan konsentrasi tinggi dapat menimbulkan
rasa sakit ketika disuntikkan. Yang harus diperhatikan juga, beberapa
produk yang diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang
terlalu cepat dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh
darah.
b) Pelarut non air yang tidak dapat bercampur dengan air
Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat.
Injeksi pembawa minyak hanya dapat diberikan secara IM.
Contoh : minyak lemak, isopropil miristat, benzil benzoat, etil oleat
 Obat suntik dengan pembawa minyak tidak boleh disuntikkan
secara intravena, hanya boleh secara intramuskular.
 Menurut FI IV, zat pembawa lain, minyak lemak sebagai zat
pembawa untuk injeksi bukan air berasal dari tanaman, tidak
berbau atau hampir tidak berbau, tidak memiliki bau atau rasa
tengik.
 Syarat minyak untuk injeksi:
1) Harus jernih pada suhu 10ºC
2) Tidak berbau asing/ tengik
3) Bilangan asam 0,2-0,9
4) Bilangan iodium 79-128
5) Bilangan penyabunan 185-200
6) Harus bebas minyak mineral
7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau
massa padat yang menjadi jernih di atas suhu leburnya dan tidak
berbau asing atau tengik
ZAT TAMBAHAN
Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :
 Meningkatkan kelarutan zat aktif
 Menjaga stabilitas zat aktif (pH yang optimal, isotonis)
 Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
 Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian
 Sebagai zat bakterisida
 Sebagai pemati rasa setempat (anestetik lokal)
Syarat bahan tambahan :
Zat tambahan dapat berupa :
 Inert secara farmakologi, fisika,
maupun kimia 1) Pengatur tonisitas

 Tidak toksik dalam jumlah yang 2) Pengatur pH (dapar)


diberikan 3) Pengawet
 Tidak mempengaruhi pemeriksaan 4) Antioksidan
obat dan efek terapeutik
5) Anestetik lokal
 Tidak boleh ditambahkan bahan
pewarna jika hanya untuk mewarnai 6) Zat pengompleks
sediaan akhir 7) Suspending agent
a. Pengatur Tonisitas
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya,
maka larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalen dengan 0,9% NaCl).
Larutan obat suntik dikatakan isotonis, jika:
1. Mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan tekanan osmosis cairan
tubuh (darah, cairan lumbar, air mata) bernilai sama dengan tekanan
osmosis larutan NaCl 0,9% b/v.
2. Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh yaitu -0,52ºC.
Larutan perlu isotonis agar:
 Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi
 Mengurangi hemolisis sel darah
 Mencegah ketidakseimbangan elektrolit
 Mengurangi sakit pada daerah injeksi

Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena:


 konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil
 variasi dosis pemberian
 metode pemberian
 pertimbangan stabilitas produk
 Isotonis → suatu keadaan pada saat tekanan osmosis larutan obat sama dengan tekanan osmosis
cairan tubuh kita (darah, air mata)
 Hipotonis → tekanan osmosis larutan injeksi (obat) < tekanan osmosis cairan tubuh (larutan NaCl
0,9% b/v)
 Hipertonis → tekanan osmosis larutan injeksi (obat) > tekanan osmosis cairan tubuh (larutan NaCl
0,9% b/v)
 Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, maka air didalam sel akan ditarik keluar dari sel
sehingga sel akan mengerut, tapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan
kerusakan sel tersebut.
 Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk
kedalam sel, akibatnya sel akan mengembang dan pecah, karena air berdifusi kedalam sel
(hemolisis), dan keadaan ini bersifat irreversibel. Pecah sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat
menyumbat pembuluh darah yang kecil.
• Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis; jika
terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai
hipotonis.
• Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan
osmosis larutan injeksi yang sama nilainya dengan
larutan NaCl 0,6 – 0,2% b/v.
b. Pengatur pH (dapar)
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust
pH dan pemakaian dapar.
Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan:
 Reaksi degradasi produk
 Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
 Absorpsi atau evolusi gas dan uap
Tujuan Dapar
 Meningkatkan stabilitas obat
Pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif :
antibiotik (penisilin, tetrasiklin), basa sintetis (adrenalin), polipeptida
(insulin,oksitocin,vasopresin), alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).
 Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis saat penggunaanya
Penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan
obat suntik dengan pH 5,5 – 7,5. Untuk pH < 3 atau > 10 sebaiknya tidak
didapar karena sulit dinetralisasikan. Peringatan ini ditujukan terutama untuk
injeksi IM dan SK. Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100 ml), dapar
dapat dibuat bila pH stabilitas sediaan berada didalam rentang
IV : pH 3-10,5 (karena darah merupakan sistem buffer yang baik)
Rute lain : ph 4-9 (di-adjush)
 Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana
sangat asam atau sangat basa dapat digunakan untuk mencapai
maksud–maksud tersebut, misalnya injeksi insulin yang pH nya
diatur antara 3 -3,5 tidak membutuhkan penambahan antimikroba.
 Meningkatkan aktivitas fisiologis obat
Sebagai contoh misalnya campuran kering dan steril dapar pH basa
dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain adrenalin).
Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam air pro injeksi
secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa
peningkatan pH dilakukan sampai batas tertentu dimana zat aktif
masih stabil dengan aktifitas fisiologis yang maksimal.
 pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut
isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, injeksi
sering dibuat diluar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan
tersebut.
 Jika pH terlalu tinggi (> 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan
menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (< 3) menyebabkan rasa
sakit jika disuntikkan.

Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk:


1. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal
obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut.
2. Mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan.
pH dapat diatur dengan cara:
1. Penambahan zat tunggal, misalnya asam untuk alkaloid, basa untuk golongan
sulfa.
2. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat
untuk obat tetes mata.

Cara penentuan pH :
 Memakai indikator kertas atau indikator larutan universal baik secara langsung
maupun kolorimetri
 Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
 Dengan perhitungan

Contoh dapar (konsentrasi yang umum dipakai): Dapar fosfat pada pH 6-8,2 (0,8-
2%), dapar sitrat (1-5%), asam asetat / garam pH 3,5-5,7 (1-2%); asam sitrat /
garam pH 2,5-6 (1-5%); asam glutamate pH 8,2-10,2 (1-2%).
c. Pengawet
Pengawet yang ideal :
1. Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja
pada temperatur dan pH yang luas.
2. Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperatur dan pH yang
digunakan
3. Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
4. Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
5. Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
6. Bebas dari bau, rasa, warna
7. Tidak menyebabkan keracunan, karsinogenik, iritan, dan menyebabkan
sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
Penambahan pengawet dapat dilakukan pada sediaan multidosis (kecuali yang
dilarang oleh monografi).Pada sediaan multidosis ada kemungkinan kontaminasi
sediaan pada saat pemakaian kembali, dan pengawet bekerja secara bakteriostatik.
Beberapa pengawet bersifat toksik dalam penggunaan dengan jumlah besar atau
mengiritasi jika diberikan secara parenteral, untuk itu diperlukan pemilihan
pengawet yang tepat.
Penambahan pengawet tidak dibenarkan pada:
 Sediaan volume besar (>100ml, misalnya infus)
 Volume injeksi >15mL dosis tunggal, kecuali jika dikatakan lain
 Sediaan untuk rute-rute tertentu yang tidak boleh ditambahkan antimikroba seperti
intra sisternal, epidural, intra thekal, atau rute lain yang melalui cairan
serebrospinal/ retrookular
Contoh pengawet: benzalkonium klorida 0,01%, benzethonium klorida 0,01%, benzil
alkohol 1%, klorobutanol 0,5%, klorokresol 0,1% - 0,25%, metakresol 0,1% - 0,3%,
kresol 0,3% - 0,5%, fenol 0,5%, metil -p-hidroksibenzoat 0,1% - 0,2%, Propil -p-
hidroksibenzoat 0,02%-0,2%, Butil -p-hidroksibenzoat 0,015%
d. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi.
Contoh : vitamin C 0,02 – 0,1%, Natrium bisulfit 0,1 – 0,15 %, Natrium
metabisulfit 0,1 – 0,15 %, Tiourea 0,005 % , Ester asam askorbat 0,01 – 0,015 %,
BHT 0,005 – 0,02 %, Vitamin E 0,05 – 0,075 %.

e. Suspending Agent (untuk injeksi dalam bentuk suspensi)


Contoh: CMC Na. 0,05 – 0,75 %, PVP <5%, sorbitol 10-25% (untuk IM), gelatin 2%,
manitol 50%

f. Anestetika Lokal
Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang kental dan
larutan senyawa obat yang terlalu asam. Seperti larutan obat suntik
streptomycin + 0,5 % prokain HCl. Contoh : Novokain, Benzil alkohol.
g. Wetting Agent (untuk sediaan injeksi suspensi)
Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal. Bila
diperlukan dan hanya untuk pelarut air. Contoh : Tween 80,
Propilen glikol, Lecithin (0.5-2.3%), Polioksietilen – Polioksipropilen,
Silikon antibusa, Silikon Trioleat.

h. Solubilizing Agent(untuk sediaan injeksi suspensi)


Contoh : PEG 300 (0.01-50.0%), Propilenglikol (0.2-50%), Povidon
(0.2-1.0%)
METODE PEMBUATAN
Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan
pengerjaan secara aseptik.
1. Sterilisasi Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan
dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil
dengan adanya molekul air (jika menggunakan metode sterilisasi dengan
autoklaf) dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir
pembuatan sediaan.
2. Cara Non-Aseptik (Nasteril)
 Dilakukan sterilisasi akhir
 Cara:

1. Bahan obat dan zat tambahan dilarutkan kedalam zat pelarut


2. Disaring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa kedalam larutan
3. Lalu masukkan kedalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik
4. Lalu disterilkan dengan cara yang cocok
5. Dikarantina
6. Diperiksa
7. Diberi etiket
Beberapa jenis sterilisasi akhir yaitu:
 Sterilisasi uap jenuh (autoklaf): kondisi baku untuk proses ini adalah
pemanasan minimal pada suhu 121oC selama 15 menit.
 Sterilisasi udara kering (oven): kondisi acuan adalah pada suhu minimum
160oC selama minimal 2 jam.
 Sterilisasi secara ionisasi : dicapai dengan cara ekspose produk terhadap
ionisasi radiasi dalam bentuk radiasi gamma dari sumber radioisotop yang
sesuai (misal Cobalt 60). Rata-rata acuan dosis yang diabsorbsi sebesar 25 kGy
 Sterillisasi gas: digunakan jika tidak ada alternatif lain yang sesuai untuk
sterilisasi
 Filtrasi : larutan dilewatkan pada membran dengan pori minimal 0,22 µm atau
tipe lain dari filter yang bisa menahan bakteri
2. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif
terhadap suhu tinggi (thermolabil) yang dapat mengakibatkan
penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya
dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara
sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan
steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat
dalam sediaan jadi selama proses pembuatan sediaan.
Pembuatan Larutan Injeksi
1. Cara Aseptik
 Digunakan jika bahan obat tidak dapat disterilkan karena akan rusak atau terurai
 Cara:

1. Zat pelarut, zat tambahan, wadah, alat-alat disterilkan


2. Bahan obat, zat pelarut, zat tambahan dicampur secara aseptik diruangan aseptik
hingga menjadi larutan injeksi
3. Lalu dikemas secara aseptik (diisi kedalam wadah dan ditutup kedap)
4. Dikarantina
5. Diperiksa
6. Diberi etiket
EVALUASI
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang
etiket dan dikemas.
EVALUASI FISIKA
1. Penetapan pH
2. Bahan Partikulat dalam Injeksi
3. Penetapan Volume Injeksi Dalam Wadah
4. Keseragaman Sediaan
5. Uji Kebocoran
6. Uji Kejernihan dan Warna
EVALUASI BIOLOGI
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba (untuk yang mengandung
pengawet)
2. Uji Sterilitas
3. Uji Endotoksin Bakteri
4. Uji Pirogen (Untuk volume > 10 ml)
5. Uji Kandungan Antimikroba (untuk yang mengandung pengawet)
6. Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi (untuk zat aktif
antibiotik)

EVALUASI KIMIA
7. Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
8. Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing).
Wadah Obat Suntik

Injeksi tersedia dalam wadah multiple-dose dan single-dose. Wadah untuk


multipledose biasanya berupa vial yang ditutup sedemikian rupa sehingga
penarikan cairan dalam volum tertentu tanpa adanya perubahan kekuatan
produk dan mempertahankan sterilitas. Sedangkan untuk singledose dapat
menggunakan ampul, vial atau syringe.
 Ampul: kekurangan dari ampul adalah wadah tersebut dapat terkontaminasi
dengan partikel gelas ketika dibuka dan membutuhkan syringe untuk
mengambil larutan obat.
 Vial: dapat digunakan untuk single ataupun multiple dose. Kekurangan dari
vial ini adalah harus memastikan bahwa larutan obat kompatibel dengan karet
penutup.
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi
melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan
sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di
luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah
terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap
isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera
dalam masing-masing monografi.
1. Wadah kaca/ gelas
Syarat:
1) Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2) Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat
3) Tidak boleh memberikan partikel kecil dalam larutan injeksi
4) Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah
5) Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok
6) Harus memenuhi syarat “uji wadah kaca untuk injeksi”
Keuntungan wadah gelas :
1. Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan
kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa
organik.
2. Bersifat tidak permeabel sehingga apabila ditutup dengan baik maka
pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
3. Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
4. Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungannya dalam wadah.
5. Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan
dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121 ºC pada sterilisasi uap
dan 260 ºC pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk.

Kerugian : mudah pecah dan bobotnya relatif berat.


Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau
ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul
berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.
Tipe Gelas:
1. Gelas tipe I (borosilikat)
Daya tahan kimia gelas tipe I sangat tinggi, tahan terhadap produk alkali,
terutama disebabkan oleh kandungan Al2O3 yang tinggi. Digunakan untuk
membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat
suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil
dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe)
2. Gelas tipe II (gelas natrium kalsium modifikasi)
Dibuat dari wadah gelas natrium kalsium yang permukaan dalamnya dibebaskan
dari alkali untuk memperoleh daya tahan kimia yang baik.
3. Gelas tipe III(gelas natrium kalsium)
Pada natrium kalsium gelas harus memberikan hasil yang kecil dalam uji serbuk
gelas.Kebanyakan wadah gelas flint memberikan hasil uji yang kecil. Menurut
USP, penggunaan wadah tipe III untuk wadah sediaan injeksi tidak akan
mengalami kerusakan selama penyimpanan. Hal ini berlaku untuk sediaan
volume kecil, dan wadah disterilkan terlebih dahulu sebelum diisi dengan
produk steril secara aseptik. Wadah gelas disterilkan dengan sterilisasi panas
kering. Bila dilakukan sterilisasi wadah kosong dalam otoklaf 121 °C 20 menit
akan terjadi kerusakan permukaan dalam wadah gelas, dihasilkan alkali. Bila
wadah diisi dengan larutan berpelarut air maka alkali yang dihasilkan akan larut
dan kadang-kadang senyawa silicon yang tidak larut juga dapat masuk ke dalam
larutan.
4. Gelas tipe NP
Wadah ini digunakan secara meluas untuk sediaan non-parenteral
dengan batasan spesifikasi minimum.Gelas tipe I, II, III juga
memenuhi spesifikasi gelas tipe NP. Seringkali hasil batasan uji tipe
NP dan tipe III hanya sedikit sekali perbedaannya. Jika produk obat
sangat dipengaruhi oleh zat dari wadah natrium kalsium gelas maka
harus digunakan gelas tipe I atau tipe II.
2. Wadah plastik
 Wadah dari plastik (polietilen, polipropilen)
 Keuntungan:
1) Netral secara kimiawi
2) Tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah diangkut
3) Tidak diperlukan penutup karet
 Kerugian:
1) Dapat ditembus uap air sehingga jika disimpan akan kehilangan air
2) Dapat ditembus dengan gas CO2
 Disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida
3. Wadah dosis tunggal (single dose) : wadah untuk sekali
pakai
 Contoh : ampul
 Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga
tertutup kedap tanpa penutup karet

4. Wadah dosis ganda (multiple dose) : wadah untuk beberapa


kali penyuntikan
 Contoh : vial
 Ditutup dengan karet atau alumunium
5. Tutup karet
 Digunakan untuk wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas kaca
 Tutup karet dibuat dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok
 syarat tutup karet yang baik adalah jika disterilkan dalam
autoklaf:
1) Karet tidak lengket dan jika ditusuk dengan jarum suntik tidak
melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah
jarum suntik dicabut
2) Setelah dingin tidak boleh keruh
3) Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat (pb-asetat)
 Cara mencuci:
1) Pertama dicuci dengan detergen yang cocok
2) Bilas dengan air
3) Rebus dengan beberapa kali pendidihan (tiap kali pendidihan air
diganti)
Syarat obat suntik (injeksi berair)
1) Aman, tidak menyebabkan iritasi jaringan atau toksis
2) Jika berupa larutan, harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali
suspensi
3) Sedapat mungkin isohidris yaitu ph = 7,4 agar tidak terasa sakit dan
absorbsinya optimal
4) Sedapat mungkin isotonis yaitu tekanan osmosis sama dengan tekanan
osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak
menimbulkan hemolisis
5) Steril
6) Bebas pirogen untuk larutan injeksi yang volume 10 ml atau lebih dari sekali
penyuntikan
7) Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna
Penandaan (FI IV)
 Larutan intravena bervolume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam
wadah bertanda volume lebih dari 100 ml
 Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang.
 Penandaan pada etiket tertera:

1) Nama sediaan
2) Untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu
3) Untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif
4) Cara pemberian
5) Kondisi penyimpanan
6) Tanggal kadaluwarsa
7) Nama pabrik pembuat dan atau pengimpor
8) Nomor lot dan bets
Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi
seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi,
penandaan mencakup informasi berikut :
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam
volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian
pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan
efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum
digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang
dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi
tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh, uraian
singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa.

Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah


tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara
visual.
Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah
tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang
memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter.

Untuk penyimpanan obat, sediaan harus disimpan dalam kondisi yg


sesuai sehingga dapat mencegah cemaran dan penguraian, terhindar
pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi
penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus
disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di
tempat sejuk, disimpan di tempat dingin
SELESAI!!! 

Anda mungkin juga menyukai