Anda di halaman 1dari 71

INJEKSI

FERAWATI SUZALIN
Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI ED III)
Injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml
atau kurang, umumnya hanya larutan obat dalam air yang
diberikan secara intravena. Suspensi tidak dapat
diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah kapiler. (FI ED IV)
Golongan sediaan steril parenteral
1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik
yang lain yang digunakan untuk injeksi
2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat
tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan
injeksi
 (FI.ed.III) disebut berupa zat padat kering jika akan
disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril,
hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan
injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat  steril
Golongan sediaan steril parenteral
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai
(FI ED III) berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah
zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan
suspensi  yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj.
Procaine Penicilline G steril untuk  suspensi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai
dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran
spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
(FI.ed.III) Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan
dalam pembawa yang cocok dan steril), Misalnya : Inj. Suspensi
Hydrocortisone Acetat steril
Golongan sediaan steril parenteral
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai
dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
(FI.ed.III) bahan obat dalam pembawa cair yang cocok,
hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua
persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil
untuk injeksi
Keuntungan Sediaan Injeksi
Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu
(jantung berhenti)
Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan secara
oral atau obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung
Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral
(sakit jiwa atau tidak sadar)
Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk
mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan
pengobatan
Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada
kedokteran gigi/anastesiologi
Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk
mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit
Kerugian Sediaan Injeksi
Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih dan
membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama
Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan
prosedur aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak selalu
dapat dihindari
Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik
Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan pengemasan
Masalah lain dapat timbul pada pemberian obat secara parenteral seperti
septisema, infeksi jamur, inkompatibilias karena pencampuran sediaan
parenteral dan interaksi obat
Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat, bebas
dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh semua
personel yang terlibat.
Rute-rute Injeksi
1. Parenteral Volume Kecil
a. Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan
"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit.
Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi,
pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi
disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat
dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya
biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk
menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute
intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal
daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
Rute-rute Injeksi
c. Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada
absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan
efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit.
Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi
onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan
IV atau IM.
e. Rute intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan
untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer
tubuh.
f. Intrakardial; disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika
kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
Rute-rute Injeksi
g. Intraserebral; injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus
untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam
pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal; injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan
konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk
pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan
untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan
untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti
obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak
atau teriritasi.
Rute-rute Injeksi
k.Intrasisternal dan peridual ; Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan
durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit
dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah
stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-
0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar
oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal
biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan
dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi
untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh
pasien.
Rute-rute Injeksi
2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena
dan subkutan yang secara normal digunakan.
a. Intravena
b.Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah
alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan
volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus
diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena,
absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan,
jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk
larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
Keuntungan Rute Intravena
(1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan
bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada
melalui SC,
(2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih
cepat;
(3) efek sistemik dapat segera dicapai;
(4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan, dan
(5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena
untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam
situasi darurat disiapkan.
Kerugian Rute IntraVena
(1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari
peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi
mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam
jumlah besar;
(2) perkembangan potensial trombophlebitis;
(3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan
(4) pembatasan cairan berair.
Komposisi Injeksi
1. Bahan Aktif
2. Bahan Tambahan
3. Bahan Pembawa
Bahan Tambahan
a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan
sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu
digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b. Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,
Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-
hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol,
Propilen glikol, Lecithin
g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
Bahan Tambahan, Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
Untuk mendapatkan pH yang optimal
Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Untuk mendapatkan larutan isoioni
Sebagai zat bakterisida
Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
Sebagai stabilisator.

 Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi


stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam
jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji
penetapan kadar.

Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir.


Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang
diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol  tidak lebih dari 0,5 % 
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau
metabisulfit ,  tidak lebih dari 0,2 %
Untuk mendapatkan pH yang optimal
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan
disebut Isohidri.
Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering
injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan
tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi
optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2. Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan. Jika
pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan  nekrosis jaringan
(jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah
3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat
yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .
pH dapat diatur dengan cara :
1. Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk
golongan sulfa.
2. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar
borat untuk obat tetes mata.

Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :


1. Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2. Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi
hipertonis.
3. Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka
sebaiknya obat didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika
kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH isohidri, sebaiknya obat
tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan
kapasitas dapar.
Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah,
cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl
0,9 % b/v.
Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,52 0C.

Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 %
b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl   0,9 % b/v disebut
" hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari
sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak
akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.

Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap
dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan
pecahnya sel itu dan keadaan ini  bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah,
disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat
menyumbat pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa
dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis
larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0
% b/v.

Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan :


1. Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit,
sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan
obat tidak dapat lancar.
2. Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada
cairan lumbal, dapat menimbulkan perangsangan pada
selaput otak.
3. Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat
menimbulkan haemolisa.
Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah  suatu keadaan dimana tekanan osmotis
larutan obat yang sama dengan tekanan osmotis cairan
tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis :      tekanan osmotis  larutan obat < tekanan
osmotis cairan tubuh
Hipertonis :  tekanan osmotis larutan obat  > tekanan
osmotis cairan tubuh
Cara menghitung tekanan osmose :
Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan
pada perhitungan terhadap penurunan titik beku. Penurunan
titik beku darah, air mata adala  -0,520 C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang
isotonis dengan cairan tubuh.
Beberapa cara menghitung tekanan osmose :
1. Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1%
b/v zat khasiat (PTB)
2. Dengan cara Equivalensi NaCl
3. Dengan cara derajat disosiasi
4. Dengan cara grafik
Cara  PTB  dengan rumus menurut FI.
Suatu larutan dinyatakan isotonik dengan serum atau
cairan mata, jika membeku pada suhu  -0,520 C. Untuk
memperoleh larutan isotonik dapat ditambahkan NaCl
atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan
rumus :
B  = 0,52 – b1 C
Rumus-1 : b2 Keterangan :

B adalah bobot zat tambahan ( NaCl ) dalam satuan gram untuk tiap


100 ml larutan
0,52 adalah titik beku cairan tubuh ( -0,520 )

b1 adalah PTB zat khasiat

C adalah konsentrasi dalam satuan % b/v  zat khasiat

b2     adalah PTB zat tambahan ( NaCl )


Tiga jenis keadaan tekanan osmotis
larutan obat :
1 Keadaan Isotonis    apabila  nilai B  = 0 ; maka  b1 C
= 0,52

2. Keadaan hipotonis  apabila  nilai B positip ;


maka   b1 C < 0,52

3. Keadaan hipertonis apabila  nilai B negatip ;


maka   b1 C > 0,52
Contoh soal :
Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang
disebabkan oleh 1 % b/v Asam Borat 0,288 ,  maka kadar
asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis
adalah ...............
a.    1,805 % b/v                          c. 5,410 % b/v
b.    0,402 % b/v                          d. 5,417 % b/v
Misalkan kadar asam borat = X%b/v
0,52 - b1C
B= b2

Agar isotonis, maka  0 = 0,52 - 0,288 * X


b2

0,288 X  = 0,52            
  = 1,805
Jadi kadar Asam Borat = 1,805 % b/v
Jika diketahui penurunan titik beku air yang disebabkan
oleh 1% vitamin C adalah 0,104 ° C, maka untuk membuat
500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin C
sebanyak  ......
 a. 5 gram             
b. 10 gram      
c. 15 gram      
d. 25 gram
Jawab: 
Misalkan kadar Vit.C  = X % b/v
0,104 X  = 0,52       
X=5
Jadi kadar Vit C  = 5 % b/v, maka untuk 500 cc
diperlukan Vit.C sebanyak 500/100 x 5 gram = 25
gram

B= 0,52 - b1C
b2
Agar isotonis, maka  0 = 0,52 - 0,104 * X
b2
R/      Methadon HCL 10 mg
                 mf. Isot. C. NaCl ad. 10 ml
                 a = 0,101     (PTB  Methadon HCl)
                 b = 0,576    (PTB. NaCl)
Maka NaCl yang diperlukan supaya larutan isotonis adalah ..
A.    0,088 g                       C. 0,885 g 
B.     0,073 g                       D. tidak perlu ditambah
Jawab :
C Methadon HCL = 10 mg/10 ml   =  0,100 gram/ 100 ml  = 0,1% b/v

B = 0,885243
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc            = 0,885243
gram, maka untuk 10 cc, bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243
gram ≈ 0,088 gram
0,52 – b1C

B= B2

Agar isotonis, maka B = 0,52 - 0,1 x 0,101


0,576
Sebagai zat bakterisida / bakteriostatik
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika  :
1. Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2. Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring
bakteri steril.
3. Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 –
1000 selama 30 menit.
4. Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.

Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika  :


5. sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
6. Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes
mata Atropin Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah
bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
7. Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal,
intraarterium dan intrakor.
Sebagai zat pemati rasa setempat /
anestetika lokal

Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat


dilakukan penyuntikan , yang disebabkan larutan injeksi
tersebut terlalu asam.  Misalnya Procain dalam injeksi
Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-
compleks, Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.
Sebagai Stabilisator
 Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk:
1. Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas
N2 atau gas CO2.
b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan terhadap
O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-metabisulfit/Na-pirosulfit 0,1
% b/v pada larutan injeksi Vit.C, Adrenalin dan Apomorfin.
2.  Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas.
Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen
Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang lepas dari
gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
3. Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
4. Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal
dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
Bahan Pembawa
a. Pembawa air
b. Pembawa nonair dan campuran
Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji
kapas, Minyak kacang, Minyak wijen
Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol,
Propilen glikol, Polietilenglikol 300.
Pembawa Air
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi
NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat
pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa
injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat
ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi
NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air
suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu
percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam
wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk
untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.

Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara
sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai
pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera
setelah diwadahkan.
Pembawa Non Air
Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
Bahan obatnya sukar larut dalam air
Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
Dikehendaki efek depo terapi.

Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :


Harus jernih pada suhu 100 .
Tidak berbau asing / tengik
Bilangan asam 0,2 - 0,9
Bilangan iodium 79 - 128
Bilangan penyabunan 185 - 200
Harus bebas minyak mineral
Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang
menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik

Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya
boleh secara i.m.
Syarat-syarat Injeksi
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan
steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi
mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik
lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak
larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
Wadah Injeksi
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi
1. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah
ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml
2. wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau
botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip
ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan
penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol
tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan
memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup
karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung
250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar
seperti NaCl isotonis.
Ampul
Ampul adalah wadah dosis tunggal, dapat berisi bahan padat atau
larutan obat jernih atau suspensi halus, dimaksudkan untuk
penggunaan parenteral. Biasanya kecil, dari 1 sampai 50 ml,kapasitas
sampai 100 ml.
Terbuat dari kaca, berbentuk botol kecil dan berleher.  Warna garis
pada leher menunjukkan tempat tersebut mudah dipotong untuk
membuka kemasan ampul tersebut. 
Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau
30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk
satu kali injeksi.
Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi
untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna
coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat
sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia
Vial
Vial adalah wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan tutup
karet atau plastik penutup yang kecil dengan diafragma pada bagian
tengahnya, yang dirancang untuk penarikan dosis berturut-turut tanpa
terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang
tertinggal.
Vial merupakan kemasan obat yang terbuat dari kaca atau plastik dengan
tutup karet. Terdapat logam pada bagian atas untuk melindungi tutup
karet.  Vial berisi obat yang berbentuk cair atau obat kering. Jika obat
tidak stabil dalam kondisi cair maka akan dikemas dalam bentuk kering
seperti dalam bentuk serbuk kering. Label pada vial biasanya
menunjukkan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk
tersebut sehingga memudahkan dalam hitungan dosis pemberian obat.
Berbeda dengan ampul, vial merupakan sistem tertutup sehingga
diperlukan menyuntikkan udara ke dalam vial untuk memudahkan dalam
mengaspirasi jumlah obat yang dibutuhkan.
Prosedur pembuatan sediaan steril
1. Cara sterilisasi akhir
cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya
molekul air dan suhu Sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap
terakhir pembuatan sediaan.S emua alat setelah lubang –
lubangnya ditutup dengan kertas perkamen ,dapat langsung
digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
2. Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung
zat aktif peka suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian
dan penurunan kerja farmakologinya. Cara aseptis bukanlah suatu
cara sterilisasi melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan
steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Pemeriksaan
1.    Pemeriksaan kebocoran.
2.    Pemeriksaan sterilitas.
3.    Pemeriksaan pirogenitas
4.    Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5.    Pemeriksaan keseragaman bobot.
6.    Pemeriksaan keseragaman volume.
 Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan
hasil akhir produksi.
SALEP MATA
DEFINISI
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada
pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus.
Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan
perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji
sterilities
Salep Mata adalah sediaan setengah padat, digunakan
pada mata dengan cara dioleskan. salep mata biasanya
dikemas dalam bentuk tube. Tujuan utama penggunaan
sediaan salep yaitu untuk memperlama kontak obat
dengan permukaan mata.
Syarat-syarat salep mata
Steril
Bebas Hama dan Bakteri
Tidak Mengiritasi Mata
Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh
mendekati suhu tubuh
Salep akhir harus bebas dari partikel besar.
Basis yang digunakan membiarkan difusi obat melalui
pencucian sekresi mata dan mempertahankan aktivitas
obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang sesuai.
Keuntungan dan Kelemahan
Sediaan mata umumnya dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan
dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena
waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat
yang diabsorbsi lebih tinggi.
Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali
jika digunakan saat akan tidur
TETES MATA
DEFINISI
(FI IV) Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas
partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata
(FI III) Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan
atau suspensi yang digunaka dengan cara meneteskan obat
pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola
mata.
Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata
yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka
kemudian secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi
intavena
Tetes Mata adalah cairan, gel, emulsi dan suspensi steril
yang mengandung satu atau lebih dari zat aktif, tanpa atau
dengan penambahan zat tambahan yang sesuai. Sediaan ini
digunakan pada mata dengan cara meneteskan obat
tersebut pada selaput lendir di sekitar kelopak dan bola
mata.
Sediaan suspensi dan emulsi pada umumnya berwarna
keruh, sebelum digunakan sebaiknya dikocok terlebih dahulu
Sediaan gel mempunyai viskositas dan perlakukan yang sama
dengan salep
Sediaan tetes mata yang ada di pasaran biasanya dikemas
dalam bentuk botol, tube, minidose, yaitu bentuk strip yang
terdiri dari botol-botol kecil.
Faktor-faktor penting dalam sediaan larutan
mata :
1.Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan :
Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan
antimikroba yang efektif untuk menghambat
pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama
penggunaan dari sediaan;
2.Isotonisitas dari larutan; pH yang pantas dalam pembawa
untuk menghasilkan stabilitas yang optimum
Sifat Ideal Tetes Mata
1. steril ketika dihasilkan
2. bebas dari partikel-partikel asing
3. bebas dari efek mengiritasi
4. mengandung pengawet yang cocok untuk
mencegah pertumbuhan dari mikroorganisme
yang dapat berbahaya yang dihasilkan selama
penggunaan.
5. stabil secara kimia.
Keuntungan dan Kerugian Tetes Mata
Keuntungan
larutan berair lebih stabil dari pada sediaan salep, meskipun
salep dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih
baik dari larutan/salep yang obat-obatnya larut dalam air .
Kerugian
waktu kontak yang relative singkat antara obat dan permukaan
yang terabsorsi.
Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya
digunakan secara topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-
3% dari dosis yang dimasukkan melewati kornea.Sampai ke
ruang anterior.
Komposisi Tetes Mata
Selain bahan obat, tetes mata dapat mengandung sejumlah
bahan tambahan untuk mempertahankan potensi dan
mencegah peruraian. Bahan tambahan itu meliputi :
1. Pengawet
ada bahan untuk mencegah perkembangan
mikroorganisme yang terdapat pada tetes mata. Contoh :
fenil merkuri nitrat, fenil etil alcohol dan benzalkonium
klorida.
2. Isotonisitas dengan Sekresi Lakrimal
NaCl normalnya digunakan untuk mencapai tekanan
osmotik yang sesui dengan larutan tetes mata.
Komposisi Tetes Mata
3. Oksidasi Obat
Banyak obat mata dengan segera dioksidasi dan biasanya
dalam beberapa kasus termasuk bahan pereduksi.
Natrium metasulfit dalam konsentrasi 0,1% umumnya
digunakan untuk tujuan ini.
4. Konsentrasi Ion Hidrogen
Butuh untuk kestabilan konsentrasi ion hidrogen, dan
beberapa buffer telah digambarkan.Sodium sitrat
digunakan dalam tetes mata fenilefrin.
Komposisi Tetes Mata
5. Bahan Pengkhelat
Ketika ion-ion dan logam berat dapat menyebabkan
peruraian obat dalam larutan digunakan bahan pengkhelat
yang mengikat ion dalam kompleks organik, akan
memberikan perlindungan. Na2EDTA, satu yang paling
dikenal sebagai pengkhelat.
6. Viskositas
Untuk menyiapkan larutan kental dengan memberi aksi yang
lama pada larutan mata dengan tetap kontak lebih lama
pada permukaan mata, bahan pengental dapat digunakan,
metilselulosa 1% telah digunakan untuk tujuan ini.
Syarat Kontrol Pada Produk Mata
1.      Sterilitas Pengawet
2.      Kejernihan Bahan aktif
3.      Buffer Viskositas
4.      pH Stabilitas
5.      Isotonisitas
Cara Pemakaian Tetes Mata dan salep
Mata yang Baik
1. Cuci tangan dengan air dan sabun
2. Kocok obat hingga tercampur merata (untuk tetes mata)
3. Tengadahkan kepala, tarik kebawah kelopak mata bawah
sampai membentuk cekungan
4. Tempatkan botol tetes mata atau salep dekat dengan
mata jangan sampai menyebtuh mata, wajah atau
permukaan lain
5. Arahkan mata melihat keatas
6. Teteskan tetes mata sesuai dengan aturan pakai (untuk
tetes mata)
Cara Pemakaian Tetes Mata dan salep
Mata yang Baik
7. Oleskan salep mata di dalam cekungan mata sepanjang 1 cm atau
sepanjang cekungan mata
8. Pejamkan mata selama 1-2 menit, jangan mengkedip-kedipkan mata
9. Bersihkan kelebihan tetes atau salep yang tercecer mengenai wajah
10. Beri jarak pemakaian lebih dari satu macam tetes mata atau salep
mata, Berikan jarak minimal 5 menit dengan mendahulukan
pemakaian tetes mata baru pakailah salep mata dan beri jarak 10
menit
11. Bila memakai lensa kontak, lepas dan pasang kembali sekitar 15
menit setelah pemakaian tetes mata atau salep mata.
12. Tutup kembali tetes dan salep mata anda, jangan mencuci
ujungnya.
VAKSIN
IMMUNOSERUM
Sistem Imun
Innate immune system: sistem imun yang
dimiliki sejak lahir, mencegah masuknya
mikroorganisme asing, bersifat tidak spesifik
Adaptive (acquired/specific) immune system :
perlu mengadaptasi diri terhadap benda asing
yang baru pertama kali dijumpai, spesifik
terhadap benda/mikroorg tertentu
IMMUNITAS
Immunitas aktif alami: imunitas yang diperoleh
setelah sembuh dari suatu penyakit
Immunitas aktif artificial: immunisasi dan vaksinasi :
menghasilkan suatu respon primer
Immunitas pasif : transfer immunitas dari suatu
individu ke orang lain
natural: mother to fetus; breast milk
artificial: rabies antibodies
IMMUNOSERUM
Sediaan cair atau kering beku mengandung
immunoglobulin khas yang diperoleh dengan pemurnian
serum hewan yang dikebalkan.
Khas: berkhasiat melawan toksin yang diperoleh dari bisa
ular, virus, atau antigen lain yang sama dengan
pembuatan.
Hewan dikebalkan dengan penyuntikan toksin atau
toksoida (toksin dilemahkan dengan penambahan
formaldehid)
Pengemasan, Penyimpanan
Boleh ditambahkan zat pengawet khususnya sediaan dosis ganda
Rekonstitusi dilakukan saat akan digunakan
Pada pengemasan penandaan jelas terkait :
Nama
Jumlah minimum unit per ml
Dosis
Bahan tambahan
Nama spesies sumber
kadaluwarsa (max 3 tahun)
Volume rekonstitusi untuk sediaan serbuk
Kondisi penyimpanan
Disimpan dalam kemasan asli pada tempat gelap, kering, suhu
dingin
Macam-Macam Imunoserum (FI III)
Immunoserum Antidipteri (Antidiphtericum)
Immunoserum Antirabies (Antirabieicum)
Immunoserum Antitetanus (Antitetanicum)
Immunoserum Antibisa ular (Antiveninum polyvalente)
VAKSIN
Sediaan yang mengandung antigen.
Antigen : kuman mati, kuman inaktif, kuman hiudp
yang dilumpuhkan virulensinya
Vaksin memberikan kekebalan aktif dan khas
terhadap infeksi kuman atau toksinnya.
Vaksin dibuat dari bakteri,riketsia, virus atau toksin
dengan cara sesuai dan bebas cemaran.
Vaksin secara arti berasal dari bahasa latin ’vacca = melemahkan’.
suatu kuman (bakteri/virus) yang sudah dilemahkan yang
kemudian dimasukkan ke dalam tubuh seseorang untuk
membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif.
Cara memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun dengan oral
(diteteskan).Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan
terhadap suatu penyakit yang diakibatkan oleh kuman.
Vaksin harus memenuhi uji sterilitas
Vaksin cair disimpan pada suhu 2-10˚C dan tidak boleh sampai
beku
Vaksin kering disimpan pada suhu < 20 ˚C dan terlindung cahaya.
Pada kemasan harus tertera jumlah vaksin, dosis dan
kadaluwarsa.
Macam-macam Vaksin
1. Vaksin Bakteri : Suspensi berwarna putih atau agak berwarna
Bakteri dibiakan pada medium padat atau cair dan dipanen
dengan NaCl atau zat pembawa lain yang cocok.
2. Vaksin Virus dan Riketsia
Cairan jernih, tidak berwarna atau kuning
Diperoleh dari jaringan atau darah hewan yang terinfeksi
Kuman dimatikan atau dilumpuhkan
3. Vaksin Campur
Campuran 2 vaksin tunggal atau lebih
Cairan jenuh atau suspensi
Berwarna putih dalam cairan tidak berwarna atau agak berwarna.
Vaksin dalam FI III
Vaccinum Cholerae
Vaccinum Diptheriae Pertussis et Tetani adsorbatum
(DPT)
Vaccinum Poliomyelitidis
Vaccinum Rabieicum
Vaccinum Typhoidi
Jenis Vaksin
1. Live Attenuated yaitu bakteri atau virus hidup yang dilemahkan
Virus : campak, gondongan, rubella, Polio sabin, demam kuning
Bakteri : kuman TBC (BCG) dan demam tifoid oral
2. Inactivated yaitu bakteri atau virus atau komponennya yang
dibuat tidak aktif atau dimatikan
Virus : influenza, Polio salk, rabies, hepatitis A
Bakteri : pertusis (DPT), typoid, kolera
Racun kuman seperti toksoid : dipteri toksoid (DPT), tetanus (TT)
Polisakarida murni : pneumokokkus, meningokokus dan
haemophylus influenza
Vaksin yang dibuat dari protein : hepatitis B
Hal-Hal yang perlu diperhatikan:
1. Pengaruh Suhu: Dapat menurunkan potensi dan efikasi
vaksin, jika disimpan pada suhu yang tidak sesuai.
2. Pengaruh Sinar Matahari: Usahakan agar vaksin tidak
terkena sinar Matahari langsung, khususnya untuk
vaksin BCG.
3. Pengaruh Kelembaban: Apabila kemasannya sudah
baik, maka pengaruh kelembaban sangat kecil, misalnya
menggunakan botol atau ampul yang tertutup kedap.
PENYIMPANAN VAKSIN
1. Cold Room: suhu 2 oC s/d 8 oC untuk vaksin BCG, Campak,
DPT, TT, dan lain-lain.Suhu -20 oC untuk vaksin Polio
2. Pemantauan Suhu secara berkala
3. Pengaturan Stok (Inventory Control)
4. Diterapkan aturan system First In First Out (FIFO System),
Expire Date, dan VVM System
5. Sebagai control pengeluaran digunakan formulir Batch
Delivery Record
6. Pengeluaran barang berdasarkan permintaan
pengiriman dan Kapasitas gudang penerima.

Anda mungkin juga menyukai