Anda di halaman 1dari 16

1.

Teori awal mengenai sterilitas


a) Sterilitas (Menurut Awarbickhal :1270)
Sterilitas adalah keadaan kebebasan mutlak dari kontaminasi mikroba yang
menarik,kata steril pada label produk steril memiliki historis bahwa sampel produk banyak
lulus uji komperatif untuk kemandulan hari ini untuk mengklaim bahwa produk steril
melibatkan lebih dari sekedar lulus uji sterilitan pencapaian sterilitas melibatkan kombinasi
dan koordinasi berbagai kegiatan dan proses.
b) Tonisitas ( Menurut Jones :121)
Tonisitas formulasi parenteral merupakan criteria desain penting dihadapan solusi
hipotonik sel darah merah akan membengkak (karena masuknya air kedalam sel)
sedangkan dengan adanya hipertonik air akan meninggalkan sel darah merah, yang
mengarah kekrenasi
c) Osmolaritas (Menurut Jones :121)
Osmolaritas mengacu pada massa zat terlarut itu, ketika dilarutkan kedalam 1 liter
larutan akan menghasilkan tekanan osmotic setara dengan yang dihasilkan oleh satu molar
(1mol) larutan zat terikat yang ideal. Unit untuk osmolaritas yang digunakan dalam
hubunganya dengan persiapan parenteral masa mol/kg.
2. Pengertian Injeksi
a. Menurut Syamsuni dalam buku ilmu resep hal 194 injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
b. Menurut Buku Ajar Farmakologi Dasar, injeksi adalah sediaan steril yang diberikan
secara parenteral menggunakan alat suntik, dapat berupa larutan, suspensi, emulsi atau
serbuk yang harus dilarutkan dahulu sebelum emulsi diberikan. Sediaan injeksi dalam
dikemas dalam bentuk ampul atau vial.
c. Menurut Ansel dalam buku Pengantar bentuk sediaan farmasi injeksi adalah obat suntik
berupa sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk secara parenteral.
3. Defenisi ampul
a. Definisi ampul (Menurut R.Voigt,1995)
Ampul adalah wadah berbentuk silindir terbuat dari gelas, yang memiliki ujung runcing
(leher) dari bidang dasar datar ukurun normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang-kadang
juga 25 atau 30 mL. Ampul adalah wadah takaran tunggal oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakaiannya untuk satu kali injeksi.
b. Definisi ampul (Menurut Mayangsari E, dkk, 2017 Buku ajar farmakologi dasar hal : 177)
Ampul adalah wadah untuk injeksi takaran tunggal (satu kali injeksi) yang terbuat dari
bahan gelas yang berbentuk silindris dengan ujung runcing dan dasar datar.
c. Definisi ampul (Menurut Joyce L, dkk, 1996 Buku farmakologi pendekatan proses
keperawatan hal : 99)
Ampul adalah tempat obat terbuat dari gelas dengan leher yang melekuk kedalam, dan
merupakan tempat untuk membuka ampul dengan jalan mematahkannya.
4. Rute- rute injeksi
Menurut buku Ilmu Resep ( Syamsuni, Hal: 198)
1. Injeksi intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan kedalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume
yang disuntikkan antara 0,1-0.2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
2. Injeksi subkutan( s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan kedalam jaringan di bawah kulit kedalam alveolus, volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan
bersifat depo ( absorbsinya lambat). Dapt diberikan dalam jumlah besar ( volume 3-4
liter/ hari dengan penambahan enzim hialuronidase). Jika pasien tersebut tidak dapat
menerima infus intravena. Cara ini disebut “hipodermoklisa”.
3. Injeksi intramuskular ( i.m)
Disuntukkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk
larutan, suspensi, atau emulsidaat di berikan dengan cara ini.yang berupa larutan dapat di
serapp dengan cepat, yang berupa emulsi, atau suspensi diserap lambat dengan maksud
untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntukan antara 4-10 ml, disuntukkan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena (i.v)
Disuntikkan langsung kedalam pembulu darah vena. Bentuknya berupa larutan,
sedangkan bentuk suspensi dan emulsi tidak boleh di berikan melalui rute ini,sebab akan
menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis tetapi jika
terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntukkan secara lambat atau perlahan-lahan dan
tidak memengaruhi sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intavena yang diberikan
dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel, Hal: 400-404)
Pada umumnya, rute-rute injeksi yakni :
1. Rute intravena
Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan
dengan cara-cara pemberian lain dan karena absorpsi obat tidak menjadi masalah, maka
tingkatkan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran yang tidak
mungkin didapat dengan cara lain.
2. Rute Intramuskular
Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang kurang tepat, tetapi
biasanya obat berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian intravena.
3. Rute Intradermal
Tempat injeksi yang biasa adalah permukaan anterior dari lengan muka. Biasanya
digunakan jarum suntik yang pendek (3/8 inci) dan sempit (ukuran 23-26 gauge). Jarum
tersebut disisipkan secara horizontal kedalam kulit dengan serongan menghadap ke atas..
4. Rute Subkutan
Pada rute ini obat disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di
jaringan interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Tempat suntikan ini
biasanya berbeda bila suntikan diberikan terus menurus.
Menurut buku ilmu meracik obat (Moh. Anief, Hal: 191-192)
Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-
0,2 ml).
2. Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c)
Umumnya larutan isotonus jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml.
disuntikkan kedalam jaringan dibawah kulit kedalam alveola, kulit mula-mul diusap
dengan cairan desinvektan.
3. Injeksi intramuskulus (i.m)
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntukkan masuk
otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.
4. Ijeksi intravenus (i.v)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan iritasi yang dapat
bercampur dengan air volume 1-10 ml.
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur
dengan air, volume yang disuntukkan 1 ml-10 ml dan digunakan bila diperlukan efek
obat yang segera dalam daerah periver.
6. Injeksi intakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan hanya digunkanuntuk keadaan gawat, dan disuntukkan kedalam otot
jantung atau ventrikulus.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural
Berupa larutan isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah lambat, meskipun
larutan anastetika sumsum tulang belakang sering hipertonus. Larutan harus benar-benar
steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi disini sangat peka.
8. Injeksi intratikulus
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang disuntikkan kedalam cairan sendi dalam
rongga sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva
Berupa larutan atau suspensi dalam airyang untuk injeksi selaput lendir bawah mata,
umumnya tidak lebih dari 1 ml.
10. Injeksi yang digunakan lain:
a. Intraperitoneal (i.p), disuntikkan langsung kedalam rongga perut, penyerapan cepat,
bahaya infeksi besar dan jarang dipakai.
b. Peridural (p.d), ekstra dural, disuntikan kedalam epidura, terletak diatas durameter,
lapisan penutup terluar dari otak dan dan sumsum tulang belakang.
c. Intrasisternal (i.s), disuntikkan pada saluran sumsum tulang belakang pada otak.
5. Keuntungan sediaan injeksi
a. Menurut Syamsuni, 2006 (Ilmu Resep : 228)
 Keuntungan sediaan injeksi
1. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
2. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang
jika masuk ke cairan lambung
3. Kemurniaan dan takaran zat khasiat lebih terjamin
4. Dapat digunakan sebagai depo terapi
b. Menurut Goeswin Agoes, 2009 (Sediaan farmasi steril : 12-13)
 Keuntungan sediaan injeksi
1. Respon fi siologi segera dapat dicapai jika diperlukan, dan merupakan pertimbangan
utama dalam kondisi klinik tertentu, seperti asma dan shock.
2. Terapi parenteral dipersyaratkan atau diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara
oral atau akan dirusak oleh sekresi saluran cerna, seperti insulin, hormon lain dan
antibiotik
3. Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif, atau tidak sadar harus diberikan
melalui injeksi.
4. Jika dibutuhkan terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter untuk
mengontrol obat (pengobatan) karena pasien harus kembali untuk melanjutkan
pengobatan. Juga dalam beberapa kasus, terapi parenteral diberikan jika pasien tidak
dapat diandalkan untuk menerima pengobatan secara oral.
5. Pemberian obat secara parenteral dapat pula memberikan efek lokal jika diperlukan,
seperti pada dokter gigi dan anestesiologi
6. Pada kasus dimana perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedia pula bentuk sediaan
parenteral yang bekerja diperlama, seperti steroid yang disuntikkan secra intra-
artikular, dan penisilin yang diberikan dengan cara injeksi intramuscular dalam
7. Terapi parenteral dapat pula merupakan cara untuk melakukan koreksi gangguan
serius kesimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
8. Jika makanan tidak dapat diberikan kedalam lambung, baik melaui mulut maupun
tabung, maka pemberian nutrisi secra total dapat diberikan menurut cara parenteral
c. Menurut Emma Surahman dkk, 2008 (dalam jurnal evaluasi penggunaan sediaan farmasi
intravena untuk penyakit infeksi pada salah satu tumah sakit swasta di kota bandung)
 Keuntungan sediaan injeksi
1. Pemberian obat secara injeksi ialah efeknya timbul lebih cepat dan teratur
dibandingkan dengan pemberian per oral.
2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif dan tidak sadar
3. Dapat berguna dalam keadaan darurat
6. Kekurangan sediaan injeksi
a. Menurut Syamsuni, 2006 (Ilmu Resep : 228)
 Kerugiaan s ediaan injeksi
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral.
b. Menurut Goeswin Agoes, 2009 (Sediaan farmasi steril : 12-13)
 Kerugiaan sediaan injeksi
1. Sediaan harus diberikan oleh personal yang terlatih (dokter, mantri, perawat, bidan).
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pemberian obat
menurut rute lain
3. Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti ketentuan atau prosedur
aseptik dan kadang-kadang rasa nyeri yang timbul pada pemberian obat secra
parenteral tidak dapat dihindarkan
4. Begitu obat sudah diberikan secra parenteral, sulit untuk membalikkan atau
mengurangi efek fisiologinya
5. Karena Persyaratan manufaktur dan pengemasan, sediaan parenteral lebih mahal
harganya dengan sedaian yang diberikan menurut rute lain.
c. Menurut Emma Surahman dkk, 2008 (dalam jurnal evaluasi penggunaan sediaan
farmasi intravena untuk penyakit infeksi pada salah satu tumah sakit swasta di kota
bandung)
 Kerugiaan sediaan injeksi
1. Efek toksik mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan
jaringan.
2. Di samping itu obat yang disuntikkan secara intravena tidak dapat ditarik kembali.
7. Komposisi injeksi
a. Menurut Tim MGMP pati, 2015 (Ilmu Resep Toeri Jilid III : 44- ) komposisi injeksi terdiri
dari :
1. Bahan obat/zat berkhasiat
 Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
farmakope
 Pada etiketnya tercantum p.i (pro injection)
 Obat yang beretiket p.a (pro analisa) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya
tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi
2. Zat pembawa/pelarut
Zat pembawa atau pelarut dibedakan menjadi dua yaitu :
 Zat pembawa berair, umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula
digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus.
 Zat pembawa tidak berair, umunya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro
injection) misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis. Pembawa tidak
berair ini diperlukan bila bahan obatnya sukar larut dalam air, bahan obatnya tidak
stabil/terurai dalam air dan dikehendaki efek depo terapi. Injeksi dengan pembawa
minyak tidak boleh disuntikan secara intravena hanya boleh secara intramuskular.
3. Zat tambahan
Bahan tambahan diperlukan dalam pembuatan injeksi untuk memperoleh pH
optimal, memperoleh larutan yang isotonis, sebagai zat bakterisida, sebagai pemati rasa
setempat (anestetika lokal) dan sebagai stabilisator
b. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (Hal: 10) komposisi sediaan injeksi :
1. Zat pembawa. Pada umumnya digunakan air untuk injeksi sebagai pembawa. Natrium
klorida dapat ditambahkn dalam jumlah yang sesuai untuk memperoleh larutan yg
isotonis. Injeksi natrium klorida atau injeksi ringer dapat digunakan sebagian atau
keseluruhan sebagai pengganti air untuk injeksi kecuali dinytakan lain dalam
monografi.
Zat pembawa lain seperi lemak, merupakan zat pembawa untuk injeksi yang berasal
dari tanaman, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan tidak memiliki bau atau rasa
yang tengik.
2. Bahan tambahan, pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk
sediaan yang diberikan lebih dari 5 ml kecuali dinyatakan lain berlaku. Zat yang
mengadung zat raksa dan surfaktan kationik tidak boleh lebih dari 0,5% dan belerang
dioksida atau sejumlah setara dengan kalium atau natrium silfat, bisulfit, atw
metabisulfit, tdk boleh lebih dari 0,2%
c. Menurut Ansel, 2016 (Pengantar bentuk sediaan farmasi : 406-410) komposisi sediaan
steril antara lain :
1. Penbawa air :
 Water for injection (USP), dimana air dimurnikan dengan cara penyulingan atau
osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan purified
water. USP dalam jumlah zat padat yang ada tidak lebih baik dari 1 mg per 100 ml.
USP tidak boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak
disyaratkan steril tetap harus bebas pirogen
 Steril water for injection adalah air untuk oabt suntik yang telah disterilkan dan
dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter,
seperti air untuk oabt suntik harus bebas pirogen dan tiddak boleh ada zat mikroba
atau ada zat tambahan lain
 Bacteriostatic water for injection, USP adalah air steril untuk obat suntik yang
mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang sesuai
 Sodium chloride injection, USP adalah larutan steril dan isotonic natrium klorida
dalam air untuk sediaan suntik. Tidak mengandunng zat antimikroba. Kandungan ion
natriun dan klorida dalam obat suntik kurang lebih 154 mEq per liter
 Bacteriostatic sodium chloride injection, USP adalah larutan steril yang isotonis
natrium klorida dalam air untuk obat suntik. Mengandung satu atau lebih zat
antimikroba yang sesuai dan harus tertera di etiket. Kadar sodium klorida sebesar
0,9% untuk membuat larutan yang isotonic.
 Ringer injctio USP adalah larutan steril natrium klorida, kalium klorida, dan kalsium
klorida dalam air untuk oabt suntik. Ketiga zat tersebut dalam larutan fisiologis.
2. Pembawa bukan air, diantara pelarut bukan air yang sekarang digunakan sebagai produk
parenteral adalah minya-minyak lemak nabati. Gliserin, polietilen glikol, propilenglikol,
alkohol dan yang digunakan lebih jarang adalah etil oleat, isopropyl miristat, dan
dietilasetamid.
3. Zat penambah, semua penambah kebanyakan adalah pengawet antimokroba, dapar,
penambah kelarutan, antioksidan dan zat-zat pembantu farmasi lainnya. Zat yang
dipergunakan hanya untuk pewarna dilarang keras dalam sediaan parenteral.
8. Syarat-syarat injeksi

Syarat-syarat injeksi
a) Kemenkes RI,1995
 Keseragaman volume
 Keseragaman bobot
 Pirogenitas
 Sterilitas
 Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
 Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan mosmol/L
(Departemen Kesehatan RI, 1995).
b) Syamsuni,2006
- Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jarigan atau efek toksik. Pelarut
dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk meyakinkan
keamanan pemakaian bagi manusia
- Jika berupa injeksi, maka harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang
berbentuk suspense
- Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai Ph=7,4 agar tidak terasa sakit dan
penyerapanya optimal
- Sedapat mugkin isotonis, yaitu mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan
osmosis darah atau cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan
hemolysis. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis
- Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang pathogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetative maupun spora.
- Harus bebas pirogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih
dari sekali penyuntikan.
- Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna
c) Moh. Anief, Ilmu Meracik Obat (1987)
- Aman
- Harus jernih
- Tidak berwarna
- Sedapat mungkin isohidris
- Sedapat mungkin isotonis
- Harus steril
- Bebas pirogen

9. Bahaya sediaan nonsteril pada pemberian


10. Cara pengisian ampul
a. Cara pengisian ampul (Menurut Voight 1995)
Pengisian ampul dengan larutan obat dilakukan pada sebuah alat khusus untuk
pabrik kecil atau menengah pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi yang bekerja
secara manual atau elektris. Melalui gerak lengannya larutan yang akan diisikan dihisap
oleh sebuah torak kedalam penyemprot penakar dan melalui kebalikan gerak lengan
dilakukan pengisiannya
11. Cara penyegelan ampul
a. Cara penyegelan ampul (Menurut Voight 1995)
Ampul dapat ditutup dengan melelhkan bagian gelas dari leher ampul sehingga
membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelhkan
sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang
terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di
daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang
dpata diputar sebelum bagian yang melelh tersebut ditutup.

12. Tipe-tipe gelas dan pewadahan ampul


a. Menurut Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press.
Jakarta.
Tipe Gelas
Gelas yang digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi
digolongkan menjadi empat kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut
dan kemampuannya untuk mencegah peruraian, yaitu
1. Tipe I – borosilicate glass (gelas borosilikat dengan daya tahan tinggi)
Pada proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation tanah diganti oleh boron dan
atau alumunium serta zink. Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik sehingga
tidak mempengaruhi preparat parenteral yang sangat peka, lebih baik daripada gelas
natrium karbonat. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.
2. Tipe II – treated soda lime glass (gelas soda kapur yang diproses)
Adalah gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan permukaan pada
bagian yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi yang
dikemas. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan netral
3. Tipe III – regular soda lime glass (gelas soda kapur biasa)
Adalah gelas soda kapur silikat yang mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup
sehingga tidak mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Biasanya tidak digunakan
untuk sediaan parenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai menunjukkan bahwa
kaca Tipe III memenuhi untuk sediaan parenteral yang dikemas di dalamnya.
4. Tipe NP – general purpose soda lime glass (gelas soda kapur untuk penggunaan
umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk non parenteral yang
dimaksud untuk pemakaian penggunaan oral dan topical.
b. Menurut Kurniawan, Dhadang Wahyu. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Laboratorium
Farmasetika Unsoed. Purwokerto.
13. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat yang diinjeksikan secara subQ atau
i.m kedalam sirkulasi
 Faktor - faktor yang mempengaruhi distribusi obat yang diinjeksikan secara subcutan atau
intramuscular kedalam sirkulasi (Katzung, 2011; Shargel et al., 2012)
A. Perfusi darah melalui jaringan Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah
sehingga semakin cepat obat mencapai jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke
dalam jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi
keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi obat masuk ke
jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari jaringan tersebut. Pada
keadaan ini, perbandingan kadar obat dalam jaringan dengan kadar obat dalam darah
menjadi konstan dan keadaan ini disebut keseimbangan distribusi. Oleh karena itu, pada
jaringan tubuh yang mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan ukurannya
akan menyebabkan terjadinyakeseimbangan distribusi yang paling cepat (Shargel et al.,
2012).
B. Ikatan obat pada protein plasma Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein
plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Ikatan
protein pada obat akan mempengaruhi intensitas kerja, lama kerja, dan eliminasi obat.
Bahan obat yang terikat pada protein plasma tidak dapat berdifusi dan pada umumnya
tidak mengalami biotransformasi dan eliminasi. Sebenarnya hanya zat aktif yang tidak
terikat dengan protein plasma yang dapat berdifusi dan memberikan efek farmakologis,
sedangkan kompleks zat aktif dengan protein tidak dapat melintasi membran, namun
kompleks ini hanya bersifat sementara. Apabila molekul zat aktif yang bebas telah
dimetabolisme atau ditiadakan maka, kompleks ini akan melepaskan bentuk zat bebasnya
(Shargel et al., 2012).
C. Permeabilitas Kapiler Membran sel berbeda dalam karakteristik permeabilitas,
bergantung pada jaringannya. Sebagai contoh, membran kapiler dalam hati dan ginjal
lebih permeable untuk pergerakan obat transmembran dari pada kapiler dalam otak.
Kapiler sinusoid hati sangat permeable dan memungkinkan lewatnya molekul dengan
ukurang besar. Dalam otak dan spinal cord, sel endotel kapiler dikelilingi oleh suatu
lapisan sel-sel glial, yang mempunyai hubungan interseluler yang rapat. Lapisan
tambahan dari sel sekitar membran kapiler secara efektif berindak untuk memperlambat
laju difusi obat ke dalam otak dengan bertindak sebagai suatu sawar lemak yang lebih
tebal. Sawar lemak ini disebut sawar darah-otak (blood-brain barrier), memperlambat
difusi dan penetrasi ke dalam otak dan spinal cord dari obat yang polar. Pada kondisi
patofisiologis tertentu, permeabilitas membrane sel dapat berubah. Sebagai contoh, luka
bakar akan mengubah permeabilitas kulit dan memungkinkan obat-obat dan molekul
besar untuk menembus masuk atau ke luar. Pada meningitis, yang melibatkan inflamasi
membran spinal cord atau otak, ambilan otak ke dalam otak akan meningkat (Katzung,
2011; Shargel et al.,2012).
14. Defenisi vial
a. Definisi vial ( Menurut R. Voight,hal 464)
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 mL . vial dapat berupa
takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau
suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangkan, botol itu
ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi.
b. Definisi vial ( Menurut Mayangsari E, dkk, 2017 Buku ajar farmakologi dasar hal : 177))
Vial adalah wadah untuk injeksi takaran tunggal atau ganda yang terbuat dari bahan
gelas, berbentuk botol dengan penutup karet yang disegel dengan sejenis logam.
c. Definisi vial ( Menurut Thomas S, 2014, Buku Manajemen pengemas hal : 658)
Vial adalah botol kaca ukuran kecil yang awalnya sering digunakan sebagai botol obat.
15. Keuntungan sediaan injeksi bentuk vial
 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Vial (Syamsuni, H. A., 2006, Ilmu Resep,
Peenerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Scoville, 1957, The Art Of
Compounding, In McGraw-Hill Book Company Second Edition, New York
a. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik.
b. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika
masuk ke cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung.
c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin.
d. Daat digunakan sebagai depo terapi.
 Scoville’s the art of compounding : 202
Wadah dosis ganda memiliki keuntungan yaitu lebih baik jikadigunakan daripada ampul.
 Sterile dosage forms : 302
Ketersediaan wadah dosis (vial) yang bersegel dengan penutupkaret memberikan dosis
yang fleksibel dan mengurangi unit biaya perdosis.
Rhemingtons pharmaceutical science 18 th edition: 1553
a. Lebih dari satu dosis dapat diambil pada waktu yangberbeda.

b. Fleksibilitas dosis yang dapat diberikan oleh ahlinya.


c. Lebih aman daripada dosis tunggal.
16. Kekurangan sediaan injkesi bentuk vial
 Kerugian : (Syamsuni, H. A., 2006, Ilmu Resep, Peenerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.Scoville, 1957, The Art Of Compounding, In McGraw-Hill Book Company
Second Edition, New York
a. Karena bekerja cepat, jika teadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan dengan sediaan yang digunakan per oral.
e. Kemungkinan terkontaminasi pada waktu pengambilan obat berulang.
 Scoville’s the art of compounding : 203
Kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan selamapengambilan volumenya.
 The Theory and Practise of Industrial Pharmacy: 1512
Vial menggunakan penutup karet, di mana ada 2 masalah kompabilitas umum yakni
keluarnya bahan dari senyawa karet kemudian lebih lanjut bereaksi dengan bahan-bahan
dari produk obat tersebut dan penghilangan bahan-bahan dari produk dengan penyerapan
oleh senyawa karet atau oleh perpindahan uap melaluitutupnya.
 Strerile dosage forms : 300-303
Peningkatan kemungkinan kontaminasi mikroba pengambilan berulang, coring dan
kontaminasi partikel ditingkatkan, kemungkinanperhitungan dosis yang salah, bahan
pengotor ditingkatkan danmembutuhkan waktu untuk mengambil volume yang
diinginkan.
 Rhemingtons pharmaceutical science 18 th edition: 1553
a. membutuhkan perhatian teknik aseptik yang penuh, meliputispoit dengan jarum.
b. Suntik steril untuk pengambilan dosis.
c. Pengawet dapat diserap permukaan penutup.
d. Resiko kontaminasi mikroorganisme dan virus.e.
 Pharmaceutical Practice : 249
a. Bagian kandungan penutup dapat dilepaskan dari produk,ketika jarum suntik
dimasukkan dalam penutup.
b. Adanya resiko interaksi antara produk dengan penututp.
c. Pengambilan berulang meningkatkan resiko kontaminasimikroba.
d. Adanya masalah yang ditimbulkan penutup karet.

17. Cara penyegelan vial


a. Cara penyegelan vial (Menurut Scoville’s 1969:207)
Tutup karet harus cocok dengan mulut wadah, cukup rapat untuk menghasilkan
penyegel, tetapi tidak begitu rapat sehingga sulit untuk menempatkan dalam wadah. Tutup
bisah disisipkan dengan tangan dengan menggunakan pinset steril. Cara tangan yang lebih
meliputi pengambilan tutup dan penyisipan ke dalam vial dengan suatu alat yang
dihubungkan pada sebuah pipa vakum.
Bila tutup disisipkan dengan mesin, permukaan tutup biasannya disalut dengan silikon
untuk mengurangi penggesekan. Hal ini memungkinkan penutup tersebut meluncur dari
suatu drum berputar atau drum bervibrasi berdasarkan tempat mengalir yang diletakkan
diatas wadah, siap untuk pemasukan oleh suatu alat penekan

18. Cara membebas sulfurkan vial


a. Cara membebas sulfurkan vial (Menurut poison : 282)
Untuk menghilangkan sulfur, penutup karet harus dididihkan selama 15 menit dalam
larutan Na-Karbonat 2% yang mengandung 0,1 % deterjen seperti dioksil Na-
sulfasuksinat atau Na-laurit sulfat.
b. Cara membebas sulfurkan vial (Menurut Latifah Rahman dan Natsir Djide, 2009: 70-76)
Tutup karet dibersihkan dan bebas sulfurkan dengan cara direndam Na2CO3 2 % yang
mengandung 1 % natrium lauryl sulfat dipanaskan selama 15 menit. Kemudian
didinginkan dicuci dengan air suling dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 derajat
celcius selama 15 menit.

19. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penutup karet


1. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penutup karet (Menurut Lachman, teori dan
praktek farmasi industri, 2008: 1442)
A. Komposisi penutup karet sangat rumit dan proses pembuatan sulit
B. Mengganggu analisis kimia dari bahan aktif
C. Mempengaruhi toksisitas atau pirogenitas dari larutan injeksi
D. Berinteraksi dengan pengawet dan menjadikannya inaktif
E. Mempengaruhi stabilitas kimia dan fisika dari sediaan sehingga timbul zat-zat tertentu
dalam larutan

Anda mungkin juga menyukai