Anda di halaman 1dari 21

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“INJEKSI VOLUME KECIL DOSIS TUNGGAL”

OLEH :
KELOMPOK III

STIFA B 017

HERLINA (17.01.063) NOVI PRASMANAWATI (17.01.104)


SARWAN HAMID (17.01.064) HASRIANI RAMADHANI (17.01.107)
ASNITA (17.01.072) OLIVIA KESIA IIN M. (17.01.108)
ASNIDAR (17.01.079) NURUL AINUN AGUSTIN (17.01.112)
MEGI SELLA L. (17.01.084) SILVIANA (17.01.113)
NURUL ILMA B. (17.01.089)

PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI


LABORATORIUM STERIL FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2020
1. Definisi dan penggolongan
Jawaban :
 Sediaan injeksi adalah sediaan cair yang digunakan melalui
suntikan jarum, contoh injeksi yang disuntikkan ke dalam
pembuluh darah vena (Mode, 2020).
 Injeksi adalah obat suntik berupa larutan, emulsi atau suspensi
dalam air atau pembawa yang cocok, steril, yang digunakan
secara parenteral yaitu dengan merobek lapisan kulit atau
lapisan mukosa / selaput lendir (Lazuardi, 2019).
 Sediaan injeksi adalah sediaan sterul berupa larutan, suspensi,
emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir (Sulis Srianingsih, 2007).
2. Keuntungan dan kerugian
Jawaban :
a. Keuntungan dan kerugian sediaan injeksi (Groves, 1988. Turcod
King, 1979) :
a.) Keuntungan :
 Obat-obat yang rusak atau diinaktifkan oleh sistem
saluran cerna atau tidak diabsorpsi baik untuk
memberikan respon memuaskan dapat diberikan secara
parenteral
 Sering digunakan apabila dibutuhkan absorbsi yang
segera, seperti keadaan darurat.
 Kadar obat dalam darah yang dihasilkan jauh lebih bisa
diramalkan (kadar obat lebih besar dari pemberian oral).
 Memungkinkan pemberian dosis yang lebih kecil.
 Pemberian secara parenteral berguna dalam pengobatan
pada pasien yang tidak bisa bekerjasama, kehilangan
kesadaran atau sebaliknya tdak dapat menerima obat
secara oral.
b.) Kerugian
 Apabila obat sudah disuntikkan, maka obat tersebut tidak
dapat ditarik lagi.
 Tuntutan sterilitas untuk sediaa parenteral sangat ketat.
 Harga sediaan relatif mahal.
 Memerlukan petugas terlatih yang berwenang untuk
melakukan pengobatan.
 Adanya resiko toksisitas jaringan dan akan terasa sakit
saat penyuntikan serta sulit untuk memulihkan keadaan
bila terjadi kesalahan.
b. Keuntungan dan kerugian sediaan injeksi (Ansel, 2008) :
a.) Keuntungan :
 Obat memiliki onset yang cepat.
 Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
 Bioavailabilitas obat dapat dalam traktusgastrointestinal
dapat dihindarkan.
b.) Kerugian :
 Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi jika diberikan
berulang kali.
 Memberikan efek fisiologis pada penderita takut disuntik.
 Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak
mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian
intravena.
c. Keuntungan dan kerugian sediaan injeksi (Suharman Emmah dkk,
2008) :
a.) Keuntungan :
 Efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan
pemberian peroral.
 Dapat diberikan pada penderita yang tidak koperatif dan
tidak sadar.
 Sangat berguna untuk keadaan yang darurat.
b.) Kerugian
 Efek toksik mudah terjadi karena kadar obat yang tinggi.
3. Jenis-jenis sediaan injeksi (bentuk)
Jawaban :
 Penggolongan injeksi menurut USP, obat suntik diagi dalam 5 jenis
secara umum didefinisikan sebagai berikut (Ansel, 2011) :
 Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik
memakai judul injection.
 Bubuk keing atau larutan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer, atau zat tambahan lain dan bia ditambah pelatuy
lain yang sesuai memberikan larutan yang memenuhi semua
aspek persyaratan untuk obat suntik, dan dibedakan dengan
judul.
 Sediaan-sediaan seperti dijelaskan dibagian B kecuali bahwa
mereka mengandung satu atau lebih dapar, pengencer, atau
xat tambahan lai dan dibedakan dan judul berbentuk for
injection.
 Padatan yang disuspensikan didalam media cair yang sesuai
dan tidak untuk disuntikkan intravena atau ke dalam ruang
spinal, dibedakan dengan judul berbentuk “steril suspension”.
 Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang
sesuai menghasilkan sediaan yang memenuhi semua aspek
persyaratan untuk sterile suspension yang dibedakan dengan
jdudul sterile ofr suspnesion.
b. Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat
digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu (Sulistianingsih, 2007) :
 Injeksi intraderma atau intrakutan, injeksi intrakutan
dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah
stratum korneum.
 Injeksi subkutan atau hipoderma, injeksi subkutan
dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan
kulit.
 Injeksi intramuskular, dimasukkan langsung ke otot, biasanya
pada lengan.
 Injeksi intravena, langsung disuntikkan ke dalam pembuluh
darah berupa larutan isotoni atau saat hipertoni, volume 1-
10mL.
 Injeksi intraerterium, dimasukkan langsung ke dalam
embuluh darah perifer, digunakan jika efek obat diperlukan
segera.
 Injeksi Intrakardiol, dimasukkan langsung ke dalam otot
jantung atau ventrikular, hanya digunakan untuk keadaan
gawat.
 Injeksi intralokal, digunakan untuk menginduksi 5 pinal atau
lumbel anartosi dengan menyuntikkan larutan ke ruang
subaraknoid, biasanya volume yang diberikan 1-2 mL.
 Injeksi intaperiktonial, disuntikkan langsung ke dalam rongga
perut, penyerapannya cepat bahaya infeksi besar sehingga
jarang dipakai.
 Injeksi intraartikulus, digunakan untuk memasukkan material
seperti obat antiinflamasi langsung ke luka atau jaringan
yang terititasi.
c. Penggunaan Sediaan Ijeksi (Joke.1996) :
 Injeksi intradermal
 Injeksi subkutan
 Injeksi subkutan
 Injeksi intramuskular
4. Persyaratan sediaan injeksi dan karakteristik
Jawaban :
a. Persyaratan sediaan injeksi (Sulistianingsuh. 2007) :
 Aman, injeksi tidak boleh iritasi jaringan.
 Harus jernih, bebar dari partikel asing, bening.
 Sedapat mungkin isohidris.
 Sedapat mungkin isotonis, mempunyai tekanan osmosis
yang sama dengan darah.
 Tidak berwarna, tidak diperbolehkan adanya penambahan
zat warna.
 Steril, terbebas dari mikroorganisme.
 Bebas pirogen.
b. Persyaratan obat suntik (Lazuardi. 2019) :
 Menembus kulit dan berhubungan langsung dengan
pembuluh darah, jatingan tubuh, dan kerjanya cepat.
 Steril.
 Bebas pirogen.
 Isotonis.
 Isohidris.
 Isoionis.
c. Persyaratan sediaan injeksi ( Syekh Putri. 2007) :
 Jernih, bebas dari pengotor dan penguraian
 Aman
5. Praformulasi dan pewadahan
Jawaban :
a. Menurut BPOM, 2012 :
 Penutupan wadah hendaklah divalidasi dengan metode yang
sesuai. Terhadap penutupan wadah dengan fusi, misalnya
ampul kaca atau plastik, hendaklah dilakukan uji integritas
100%.
 Sistem penutupan wadah untuk vial yang diijinkan secara
aseptis belum dianggap sempurna sampai tutup aluminium
dicengkramkan pada vial yang sudah tertutup stopper.
Pencengkraman (crimping) tutup aluminium hendaklah
dilakukan segera setelah ditutupkan pada vial.
b. Menurut Ansel, 2011 :
 Wadah obat suntik, tutupnya tidak boleh berkontraksi dengan
sediaan baru secara fisik maupun kimia. Bila wadah dibuat
dengan gelas, gelas harus jernih dan tidak berwarna atau
berwarna kekuningan. Obat suntik diletakkan dalam wadah
dosis tunggal atau dosis ganda.
 Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara
yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis
tunggal, dan bila yang dibuka tidak dapat ditutup rapat
kembali dengan jaminan tetap steril.
 Wadah dosis ganda adalah wadah kedap udara yang
memungkinkan pengambilan isinya perbagian berturut-turut
tanpa terjadi perubahan kelarutan, kualitas/kemurnian bagian
yang tertinggal.
c. Menurut Lazuardi, 2019 :
Wadah obat suntik terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Wadah dosis tunggal pada umumnya berbentuk ampul
dengan ukuran 1-30 mL, bahkan dalam keadaan khusus
mempunyai ukuran sampai 100 mL. Wadah tersebut
diutamakan untuk obat suntik dengan bentuk sediaan larutan
solution suspensi pulvis.
 Wadah dosis ganda umumnya berbentuk vial, flacon dan
boto. Vial mempunyai ukuran 1-50 mL, botol 15-100 mL,
bahkan ada yang mempunyai ukuran 250-2000 mL.
6. Formula umum sediaan injeksi dan fungsinya masing-masing
Jawaban :
a. Menurut Lukas, 2006 :
 Bahan aktif (obat).
 Bahan tambahan, terdapat dua macam yaitu esendial dan
non esensial.
 Bahan pembawa/pelarut.
b. Menurut Lachman, 2008 :
Komposis injeksi:
 Bahan aktif
 Bahan tambahan :
o Antioksidan
o Buffer
o Bahan pengkelat
o Gas inert
o Bahan penambah kelarutan
o Surfaktan
o Bahan pengisotonis
o Bahan pelindung
o Bahan penyerbuk
 Pembawa
7. Perhitungan sediaan injeksi
Jawaban :
 Osmolaritas (R)
a.) Aminofilin 2,4 %
2,4
M= ×1000=24
100
24 ×1000×1
R= =57,08
430,43
b.) NaCl 0,4%
0,4
M= ×100=4
100
4 ×1000×2
R= =1,36
58,44
Rtotal = 57,08 + 1,36 = 58, 44 (Hipotonis)
 Isonitas
a.) Aminofilin 2,4 %
% isonitas = 2,4 % x ∆ Tf
= 2,4% x 0,098
= 0,235 (Nilai a)
0,52 ×0,235
W= = 0,4 %
0,52 ×0,9
0,4
= ×10 ml
100
= 0,04 g/mL
= 4 g/1000mL (1 Liter)
8. Metode dan prosedur pembuatan
metode sterlisasi yang umum digunakan dilaboratorium ialah yang
menggunakan panas dan sterilisasi basah. macam macam sterilisasi
diantaranya (Lestari P, W dan Hartati T,W. 2017).
a. Sterilisasi dengan panas lembab
Sterilisasi basah atau panas lembab dilakukan menggunakan
autoklaf sterilisator tersebut menggunakan uap air jenuh bertekanan
1516/In2 selama 15 menit pada suhu 1200c. sterilisasi dengan
autoklaf dilakukan pada suhu dan tekanan yang lebih rendah bagi
media tertentu yang terurai bila dipanaskan pada suhu 121 0c
sterilisasi panas lembab mendnaturasikan atau
mengkoagulasikanprotein pada organisme hidup sehingga
organisme tersebut dapat mati. selain itu uap lembab dapat
mengkoagulasikan protoplasma bakteri (Protein dan Enzim) pada
suhu sedang.
b. Sterilisasi dengan pemanasan kering.
Sterilisasi dengan panas kering digunakan pada bahan bahan
seperti pipet, tabung reaksi, cawang petri dari kaca, botol sampel
juga perelatan seperti jarum suntik dan bahan bahan yang tidak
tembus uap. suhu yang digunakan berkisar antara 160-175 0c. Dalam
keadaan kering struktur protein berifat lebih stabil dan tidak mudah
terdenaturasikan. panas kering mengaktifkan mikroorgansme dengan
cara mengoksidasi komponen komponen intrasel sterilisasi dengan
panas kering menggunakan oven.
c. Serilisasi dengan perlakuan kimia
Bahan yang mudah rusak jika disterilkan pada suhu tinggi, maka
bisa disterilkan secara kimia dengan menggunaka gas atau radiasi,
bahan kimia yang dapat digunakan ialah etilana, oksida, formal
dehida, dan glukaveldehida alkalin. Bahan kimia ini digunakan pada
suhu kamar. lamanya perlakuan berkisar antara 2-18 jam. seriisasi
dengan menggunakan sinar gamma, namun penggunaanya terbatas
karena menurut persyaratan keamanan dan biaya yang tinggi.
d. Sterilisasi dengan penyaringan
Dasar metode ini adalah proses mekanis yang membersihkan
larutan atau suspensi dari segala organisme yang hidp dengan cara
melewatkanya lewat saringan, misalnya seitz saringan seitz terdiri
atas piring saringan asbes yang berdiameter pori 0,45 μm tujuanya
bakteri dan sel-sel lain tertahan pada jaringan tersebut.
 Berikut beberapa metode fisik yang diterapkan untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba (Muliani, S. 2015).
a. Panas
pemanasan membunuh mikroorganisme dengan mendenaturasi
enzim, dengan pemanasan bentuk 3 dimensi enzim akan rusak
sehingga enzim menjadi inaktif.
- Panas Basah
Ada beberapa metode sterilisasi panas basah, yaitu
memanaskan pada air mendidih, menggunakan panas uap air,
atau kombinasi panas uap air dan tekanan. pada proses
pemanasan sampai air mendidih, dapat membunuh segalah
vegetatif bakteri patogen, membunuh hampir semua virus, jamur
dan sporanya, dalam waktu 10 menit atau bahkan lebih cepat,
uap panas (tanpa tekanan), secara garis besar sama dengan
temperatur air yang mendidih, akan tetapi endospora dan
beberapa virus tidak rusak.
- panas kering
sterilisasi menggunakan panas kering bekerja melalui proses
oksidasi. sterilisasi ii dengan cara memasukkan bahan yang
disterilisasi dalam oven. sterilisasi panas kering memerlukan
waktu yang lebih lama dan suhu yang lebih tinggi, yaitu selama
hampir 2 jam, pada sekitar suhu 170 0c. metode sterilisasi ini
dapat membunuh semua mikroorganisme termasuk spora.
b. Filtrasi
Filtrasi merupakan metode sterilisasi dengan cara melewatkan
bahan yang umumnya berbentuk cairan atau gas melalui alat yang
menyerupai saringan dengan pori-pori yang sangat kecil, yang dapat
menahan mikroorganisme. filtrasi ini dapat diperginakan untuk
sterilisasi bahan bahan yang tidak tahan panas cairan antibiotik,
serum, enzim, dengan metode filtrasi.
c. Tekanan Tinggi
Tekanan tinggi dipergunakan untuk peralatan yang berfungsi
menyalurkan suspensi cairan dari satu tempat ke tempat lain.
tekanan yang cukup tinggi dapat merusak struktur molekuler protein,
dan karbohidrat sehinnga dapat menyebabkan sel vegetatif bakteri
secara cepat menjadi tidak aktif. endospora relatif tahan terhadap
tekanan tinggi. endospora dapat dimatikan dengan metode
kombinasi antara suhu dan tekanan tinggi atau dengan kombinasi
antara tekanan yang mengganggu siklus germinasi dan tekanan
yang mematikan sel vegetatif.
9. Evaluasi sediaan dan uji sterilitas
Jawaban :
a. Menurut Melviya dkk, 2018 :
 Pengujian pH
 Pengujian stabilitas
 Uji sterilitas
b. Menurut Dina C.A. putri dkk, 2018 :
Uji kualitas fisik meliputi :
 Uji sterilitas,
 Uji pH
 Uji kejernihan
c. Menurut Suryana yos, 2018 :
 Uji kejernihan
 Uji pH
 Tes kebocoran
 Uji keseragaman volume.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 2008. penghantar sediaan farmasi, edisi empat. Jakarta : UI


Press.
Dina C.A. Dkk. 2018. Evaluasi Peracikan Steril Seftriakson Di Salah Satu
Rumah Sakit Swasta Di Semarang. Fakultas farmasi : universitas
sanata dharma, yogyakarta. Indonesia.

Melviya, dkk. 2018. Evaluasi peracikan sediaan steril untuk pasien pediatri
rawat inap di rumah sakit “X” kota semarang indonesia. Fakultas
farmasi: Universitas sanata dharma.

Lachman, leon, Dkk. 1994. Teori dan praktek farmasi industri. Peerbit UI-
Press : Jakarta.

Lazuardi Mochamad. 2019. Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veterine.


Surabaya: Airlangga University Press.

Lestari, P.W dan Hartati, T.W. 2017. Analisis Pengembangan Bahan Ajar
Mikrobiologi Berbasis Inkuiry IKIP Budi Utomo. Bio Edukasi: Malang.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : C.V Andi Offset.


Suraya yos, Dkk. 2018. Formulasi suspensi steril injeksi hidrokortison.
Institut sains dan teknologi nasional: Jakarta.
TUGAS PENDAHULUAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“INJEKSI VOLUME KECIL DOSIS GANDA”

OLEH :
KELOMPOK III

STIFA B 017

HERLINA (17.01.063) NOVI PRASMANAWATI (17.01.104)


SARWAN HAMID (17.01.064) HASRIANI RAMADHANI (17.01.107)
ASNITA (17.01.072) OLIVIA KESIA IIN M. (17.01.108)
ASNIDAR (17.01.079) NURUL AINUN AGUSTIN (17.01.112)
MEGI SELLA L. (17.01.084) SILVIANA (17.01.113)
NURUL ILMA B. (17.01.089)

PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI


LABORATORIUM STERIL FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2020
1. Definsi
 Injeksi rekonstruksi merupakan suspensi yang siap digunakan atau
dikonstruksikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain
yang sesuai sebelum digunakan (Dirjen POM. 1995).
 Injeksi rekonstruksi merupakan campuran sirup dalam keadaan
kering yang akan didispersikan dengan air pada saat akan
digunakan dan dalam USP tertera sebagai for oral suspension
(Pharm Dosage Forms. 1989).
 Injeksi rekonstruksi adalah penambahan pengencer pada suatu
konsentrat cairan atau serbuk dengan tujuan untuk menghasilkan
konsentrasi tertentu (Ansel. 2004).
2. Alasan pembuatan
 Sediaan injeksi kering diformulasikan untuk senyawa-senyawa
yang tidak stabil dalam bentuk larutan tapi stabil dalam bentuk
kering (Ansel. 1989).
 Injeksi rekonstruksi digunakan terutama untuk obat yang
mempunyai stabilitas terbatas didalam pelarut air, seperti golongan
antibiotik (Pharm Dosage Forms. 1989).
 Sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif didalam
pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia maupun stabilitas fisik
(Ansel. 2008).
3. Jenis-jenis suspensi rekonstruksi
 Jenis sediaan injeksi rekonstruksi (Pharm Dosage System. 1989) :
a. Suspensi rekonstruksi yang berupa campuran serbuk
Proses pencampuran dilakukan secara bertahap apabila ada
bahan berkhasiat dalam komponen yang berada dalam jumlah
kecil.
b. Suspensi rekonstruksi yang digranulasi
Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditujukan
untuk memperbaiki sifat alir serbuk dan pengisian dan
mengurangi volume sediaan yang voluminous dalam wadah.
c. Suspensi rekonstruksi yang merupakan campuran antara granul
dan serbuk
Komponen yang peka terhadap panas seperti zat aktif yang
tidak stabil terhadap panas atau flavor dapat ditambahkan
sesudah pengeringan granul untuk mencegah pengaruh panas.
Pada tahap awal dibuat granul dari beberapa komponen,
kemudian dicampur dengan serbuk (fines).
 Menurut USP injeksi dibagi beberapa bagian : (Ansel. 2008)
a). Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai
dan tidak untuk disuntikkan intravena atau kedalam ruang
spinal.
b). Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai
menghasilkan sediaan yang memenuhi semua aspek persyatan.

Bubuk kering yang bila ditambah pelarut lain yang sesuai


memberikan larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk
obat suntik.
4. Persyaratan sediaan injeksi
Jawaban :
d. Persyaratan sediaan injeksi (Sulistia Ningsih, 2007) :
 Aman, injeksi tidak boleh iritasi jaringan.
 Harus jernih, bebar dari partikel asing, bening.
 Sedapat mungkin isohidris.
 Sedapat mungkin isotonis, mempunyai tekanan osmosis yang
sama dengan darah.
 Tidak berwarna, tidak diperbolehkan adanya penambahan zat
warna.
 Steril, terbebas dari mikroorganisme.
 Bebas pirogen.
e. Persyaratan obat suntik (Lazuardi, 2019) :
 Menembus kulit dan berhubungan langsung dengan pembuluh
darah, jatingan tubuh, dan kerjanya cepat.
 Steril.
 Bebas pirogen.
 Isotonis.
 Isohidris.
 Isoionis.
f. Persyaratan sediaan injeksi ( Syah Putri. 2007) :
 Jernih, bebas dari pengotor dan penguraian
 Aman
5. Formula umum dan fungsi penggunaan bahan
a. Menurut Lachman 2008 :
 Bahan aktif
 Bahan tambahan :
 Antioksidan
 Buffer
 Bahan pengkelat
 Gas inert
 Bahan penambah kelarutan
 Surfaktan
 Bahan pengisotonis
 Bahan pelindung
 Bahan penyerbuk
b. Menurut Swarbrick, 1995 :
 Solvent / Pelarut : digunakan dalam pencampuran formula dan
harus dilakukan sterilisasi akhir pada pengemasan akhir.
 Solubilizers / Peningkatan kelarutan : dibutuhkan untuk obat
yang kelarutannya dalam air
 Antimicrobial preservative agents : zat ini digunakan untuk
mempertahankan sterilitas produk pada masa penyimpanan dan
penggunaan
 Buffer : atau pendapar digunakan untuk mempertahankan Ph
larutan berada dalam rentang yang ditentukan untuk
mendapatkan kestabilan obat maksimum dan mencegah
degradasi hidrolitik
 Antioksidant : untuk mencegah reaksi, dari bahan obat dengan
molekul oksigen sehingga meminimalkan atau menghilangkan
reaksi oksidasi
 Protein stabiliserz : khusus untuk svp dengan bahan aktif
protein atau peptide, protein solubilizer penting ditambahkan
dalam formulasinya.
 Pengatur tonisitas : secara luas digunakan untuk mengatur
tonisitas SVP.
6. Metode dan Prosedur Pembuatan?
Jawaban :
a. Menurut Ayuhastuti 2016 , injeksi rekonstitusi terbagi menjadi 2
yaitu injeksi rekosntitusi larutan sejati dan injeksi rekonstitusi
suspensi.
Injeksi rekonstitusi suspensi larutan sejati
 Zat aktif terhidrolisis dan termolabil : (lyophyllized)
Zat aktif dan semua eksipient dilarutkan dalam air, kemudian
difiltrasi membran dan dikering bekukan (lhyopilisasi). Hasil
lhyopilisasi lebih hidrofilik sehingga lebih mudah direkonstitusi
dengan pembawa.
 Zat aktif terhidrolisis dan termolabil : (dry filled powder)
Serbuk disterilisasi dengan cara panas atau radiasi, kemudian
diisikan dalam vial secara aseptic.
Injeksi rekonstitusi Suspensi
 Dry filled powder
 Serbuk zat aktif dapat disterilkan dengan cara filtrasi sebelum
dilakukan kristalisasi, sterilisasi gas (kontaminan residu gas),
radiasi.
 Jarang ditambahkan suspending agent
 Untuk mendapatkan efek tiksotropik dapat digunakan
suspending agent atau bahan pengental yang mengembang
dengan cepat dalam air.
b. Metode Pembuatan
 Sterilisasi Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling
banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril.
Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya
molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan
pada tahap terakhir pembuatan sediaan.
 Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif
terhadap suhu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan
penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa
hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan
secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi
melainkan suatu cara kerja untuk memperleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam
sediaan jadi.
c. Metode Pembuatan
 Sterilisasi Akhir
Pada metode ini, zat aktif harus stabil dengan adanya
molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Contoh yang paling
banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan
autoklaf (suhu 121 °C, selama 15 menit).
 Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif
terhadap suhu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan
penurunan kerja farmakologinya.
7. Evaluasi Sediaan dan Uji Sterilitas
Jawaban :
a. Menurut jurnal Melviya dkk, 2018
- Pengujian Ph
- Pengujian stabilitas
- Uji sterilitas
b. Menurut jurnal Suryana yos, 2018
- Uji kejernihan
- Uji Ph
- Tes kebocoran
- Uji keseragaman volume
c. Menurut Lachman dkk, 1994
- Penetapan Ph
- Penetapan volume injeksi dalam wadah
- Bahan partikulat dalam injeksi
- Uji kebocoran
- Uji kejernihan larutan dan warna
DAFTAR PUSTAKA
Ansel H.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta.
Ansel H. 2006. Kalkulasi Farmasetik. EGC: Jakarta.
Ansel H.2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press: Jakarta.
Ayuhastuti. A, 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi :Praktikum
Teknologi Sediaan Steril. Pusdik SDM Kesehatan: Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Kemenkes RI: Jakarta.
Lachman L., Lieberman H.A., Kanig J.L. 1992. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Penterjemah: Suyatni S. Edisi II. Jakarta: UI Press.
Lachman L., Herbert, A.L. & Joseph L. K., 2008, “Teori dan Praktek
Industri dan Farmasi Edisi lll”. Penerbit Universitas Indonesia :
Jakarta.
Lazuardi Mochamad. 2019. Bagian Khusus Ilmu Farmasi Veterine.
Surabaya: Airlangga University Press.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : C.V Andi Offset.

Melviya, dkk. 2018. Evaluasi peracikan sediaan steril untuk pasien pediatri
rawat inap di rumah sakit “X” kota semarang indonesia. Fakultas
farmasi: Universitas sanata dharma.
Sulistia Ningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Graha Ilmu: Yogyakarta.

Suraya yos, Dkk. 2018. Formulasi suspensi steril injeksi hidrokortison.


Institut sains dan teknologi nasional: Jakarta.
Swarbrick, J. Dan Boylan, J., 1995. Percutaneos Absprbtion in
Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Volume 11. Marcel
Dekker Inc., New York.
Syah Putri, M.V. 2007. Pemastian Mutu Obat Kopendium Pedoman dan
Bahan-bahan Terkait, Edisi I. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai