Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sediaan steril adalah sediaan terapeutis yang bebas mikroorganisme baik
vegetatif maupun spora nya, baik patogen ataupun non patogen, yang dalam
pembuatannya menggunakan teknologi steril. Sedangkan produk non steril adalah
sediaan bahan obat yang pemakaiannya memalui oral/mulut dan bisa digunakan untuk
pemakaian luar, pada sediaan ini bahan obat tidak diharuskan steril tapi hanya saja
bersih dan apabila sediaan ini diminum melalui mulut, apabila terdapat partikel-
partikel kecil,partikel tersebut akan bisa dirusak oleh enzym-enzym pencernaan.
Contoh sediaan non steril adalah kapsul-kapsul dan puyer, minyak telon.
Sebagai salah satu bentuk sediaan steril, Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh
dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan
atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh
yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki
efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki
kemurnian yang dapat diterima.
Penisilin merupakan golongan antibiotika betalaktam yang telah lama dikenal.
Pada tahun 1970, telah didapatkan golongan ketiga betalaktam, yaitu asam 6-
aminopenisilanat dengan mesilinam sebagai antibiotika pertama. Penisilin terdiri dari
cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas
antimikrobanya dalam suasana asam dan harus diberikan parenteral. Penisilin lainnya
akan hilang aktivitasnya bila dipengaruhi oleh enzim betalaktamase; dalam hal ini,
penisilinase akan memecah cincin betalaktam. Radikal tertentu pada gugus amino inti
6-aminopenisilanat (6-APA) dapat mengubah sifat kerentanan terhadap asam dan

1
terhadap penisilinase, serta mengubah spectrum antimikroba (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK UNSREGC, 2009).
Dari berbagai macam bentuk sediaan penicilin, bentuk sediaan injeksi lah atau
parenteral yang dipilih. Hal ini dikarenakan penicilin di absorbsi secara cepat setelah
pemberian parenteral, sehingga memberikan efek anastetik yang cepat pada pasien
yang membutuhkan terapi anestetik sebelum dilakukannya tindakan. Selain itu, alasan
lainnya ialah bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat
itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain.

B. Tujuan

a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian injeksi


b. Mahasiswa dapat menyusun desain formula pembuatan dan evaluasi sediaan
injeksi dari hasil pengkajian praformulasi.
c. Mahasiswa dapat mengetahui metode sterilisasi dan evaluasi sediaan injeksi.
d. Mahasiswa dapat mengetahui penyimpanan sediaan steril injeksi penisilin secara
tepat
C. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian sediaan steril injeksi ?
b. Bahan apa saja yang digunakaan pada saat praformulasi sediaan steril injeksi
penisilin ?
c. Bagaimana metode sterilisasi sediaan steril injeksi penisilin ?
d. Karakteristik wadah seperti apa yang dapat digunakan untuk menyimpan
sediaan steril injeksi penisilin secara tepat?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sediaan Steril


Sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaaan farmasi yang banyak
dipakai, terutama saat pasien dirawat di rumah sakit. Sediaan steril sangat membantu
pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus
diobati, dan sebagainya (Lukas, 2006).
Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu sediaan obat suntik bervolume
kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau lubang
operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid, antitoksin, produk
penambah darah dan sebagainya. Sterilitas sangat penting karena cairan tersebut
langsung berhubungan dengan cairan dan jaringan tubuh yang merupakan tempat
infeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 1989)

B. Tujuan Pembuatan Sediaan Steril


Adapun tujuan dibuatnya suatu sediaan steril, ialah:
1. Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan langsung
dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan
terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna atau
gastrointestinal.
2. Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini
tidak berlaku relatif steril atau setengah steril , hanya ada dua pilihan yaitu steril
dan tidak steril.
3. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik atau injeksi, tablet
implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata atau
Guttae Ophth., cuci mata atau Collyrium dan salep mata atau Oculenta.

C. Syarat Sediaan Steril Injeksi


1. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut
dalam sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berwarna, tetap terlihat jernih
(tidak keruh).

3
2. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna
larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain
dalam sediaan itu.
3. Bebas dari partikel asing. Partikel asing yang bukan penyusun obat. Sumber
partikel bisa berasal dari air, bahan kimia, personil yang bekerja, serat dari alat
atau pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
4. Keseragaman volume atau berat.
5. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul
6. Stabil yang artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi).

D. Metode Pencampuran Sediaan Steril


Berikut dijelaskan metode pencampuran sediaan steril dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sterilisasi akhir
Metode sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah
sediaan selesai dikemas, untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi. Jenis metode
sterilisasi yang sering digunakan adalah metode sterilisasi panas lembab
menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir dapat dilakukan dengan berbagai
metode, diantaranya panas kering, filterisasi, pengion dan gas.
2. Sterilisasi dengan filtrasi
Sterilisasi yang menggunakan alat khusus yang menggunakan penyaring atau
filter matriks pori-pori tertentu.
3. Aseptik
Kondisi aseptik adalah suatu keadaan yang dirancang untuk menghindari
adanya kontaminasi oleh mikroorganisme, pirogen maupun partikel baik pada alat,
kemasan, maupun bentuk sediaan selama proses pencampuran.Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu kondisi aseptik:
a. Area yang digunakan
Pencampuran produk sediaan farmasi steril dilakukan di ruangan type
Class 100 . Di rumah sakit, untuk mendapatkan type class 100 biasanya
digunakan alat Laminar Air Flow.
b. Personal, yang meliputi pakaian dan perilaku petugas. Untuk meminimalkan
kontaminasi, petugas yang akan bekerja pada area tersebut harus mengenakan

4
baju steril khusus yang bebas dan partikel dan bebas serat. Baju petugas
dilengkapi dengan penutup rambut, masker, sepatu dan sarung tangan steril
dengan tujuan menurunkan kontaminasi partikel dan bakteri selama bekerja di
ruang aseptik.

E. Evaluasi Hasil Pencampuran Sediaan Steril Injeksi


Menurut Kepmenkes nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, kegiatan pencampuran sediaan parenteral
mencangkup hal–hal berikut:
1. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
2. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang
sesuai.
3. Mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Masalah yang dapat timbul sebagai akibat pencampuran yang dilakukan secara
sembarangan terkait dengan inkompatibilitas (Elis, 2009):
1. Inkompatibilitas in vitro
Ditandai dengan adanya kekeruhan, cloudness, endapan atau perubahan warna.
Beberapa kemungkinan interaksi in vitro dapat terjadi akibat dari:
a. Interaksi antara obat dengan obat lain yang ditambahkan. Selain
inkompatibilitas in vitro, inkompatibilitas terapetik juga dapat terjadi
apabila terdapat lebih dari satu macam obat yang ditambahkan kedalam
larutan infus.
b. Interaksi antara obat dengan bahan pembantu
c. Interaksi antara bahan pembantu dengan bahan pembantu
d. Interaksi antara obat dengan wadah
e. Interaksi antara bahan pembantu dengan wadah
f. Interaksi antara obat dengan larutan infus
Adanya interaksi–interaksi ini dikhawatirkan dapat merubah sifat
fisika dan kimia obat tersebut, sehingga akan menurunnya aktivitas obat dan
potensi larutan infusnya sendiri, obat menjadi tidak aktif, obat dapat berubah
respon terapetiknya dan meningkatkan toksisitas obat.

2. Inkompatibilitas farmakologi

Adalah jenis inkompatibilitas yang menghasilkan perubahan yang dapat

5
terlihat secara nyata, seperti presipitasi, kekeruhan, perubahan warna atau
viskositas. Inkompatibilitas fisika lebih terkait pada perubahan kelarutan atau
interaksi dengan wadah daripada perubahan molekular senyawa obat itu
sendiri (Trissel, 2003). Suatu senyawa obat bisa dipertahankan dalam cairan
selama konsentrasinya kurang dari konsentrasi cairan. Obat tidak mudah
mengalami presipitasi dari bentuk larutan supersaturi secepatnya, tapi dapat
terjadi sewaktu-waktu. Inkompatibiltas farmakologi dapat terjadi akibat
interaksi obat–obat, interaksi obat dengan penyakit yang diderita pasien.
Adanya interaksi farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat
sehingga terjadi toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan
menjadi subterapeutik.

1. Problem sterilitas

Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan cara–
cara aseptik dapat mengakibatkan masuknya mikroorganisme ke dalam
sediaan.

2. Adanya partikel dalam sediaan parenteral

Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada saat mematahkan
ampul, rambut, atau kain petugas
Masalah–masalah yang dapat muncul terkait preparasi sediaan iv admixture
adalah kesesuaian alat transfer yang digunakan untuk pemindahan volume yang
dibutuhkan dari satu atau lebih SVP ke wadah infus, seperti suntikan dan
jarumnya. Untuk mencegah infeksi karena masalah–masalah tersebut hal-hal
yang dapat dilakukan adalah:
1. Menghisap obat dari ampul dengan cepat agar tidak terjadi kontaminasi
larutan. Ampul jangan pernah dibiarkan dalam keadaan terbuka.
2. Mencegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi misalnya sisi luar
ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan perawat, bagian atas
wadah obat atau permukaan meja.
3. Mencegah spuit terkontaminasi dengan tidak menyentuh badan penghisap
atau bagian dalam karet, dan menjaga ujung spuit tertutup per tutup atau
jarum (Potter dan Pery, 2005).

6
F. Pengertian Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi
yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan
hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu ditambahkan
pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi. Klasifikasi sediaan injeksi sebagai berikut
(Ria, 2012):
1. Larutan sejati dengan pembawa air.
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak.
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran.
4. Suspensi steril dengan pembawa air.
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak.
6. Emulsi steril.
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air.

Pencampuran intravena (intravenous admixtures) merupakan suatu proses


pencampuran obat steril dengan larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu
sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. Ruang lingkup dari
intravenous admixtures adalah pelarutan atau rekonstitusi serbuk steril, penyiapan
suntikan intravena sederhana, dan penyiapan suntikan intravena kompleks (Kastango,
2004). Sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, apoteker bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di rumah sakit sesuai dengan
Praktek Penyiapan Obat yang Baik (Good Preparation Practices, GPP) sehingga
terjamin sterilitas, kelarutan dan kestabilannya. Bila terjadi ketidaktepatan dalam
pencampuran intravena, baik dari segi prosedur aseptis, teknik pencampuran,
pelarutan, dan penyimpanannya dapat menyebabkan pengendapan obat yang beresiko
menimbulkan penyumbatan pada alat injeksi dan membahayakan pasien. Tempat dan
lama penyimpanan juga berpengaruh pada stabilitas obat. Obat yang sudah
direkonstitusi memiliki batas waktu kestabilannya sehingga perlu diperhatikan lama
penyimpanannya.

7
G. Sediaan Parenteral Yang Digunakan Secara Operasional
Sediaan farmasi parenteral yang digunakan secara operasional di rumah sakit
terbagi dalam lima kategori umum (Lecvhuk, 1992):
1. Infus
Infus adalah produk parenteral yang digunakan untuk injeksi ke dalam
pembuluh darah vena melalui intravena. Infus dikemas dalam wadah Large
Volume Parenteral (LVP) plastik atau gelas yang cocok untuk intravena. Sistem
infus menyediakan kecepatan aliran cairan yang terus menerus dan teratur. Infus
bisa diberikan dengan atau tanpa bahan tambahan.
2. Suntikan
Obat suntik atau Small Volume Parenteral (SVP) digunakan untuk pemberian
parenteral. Farmasis rumah sakit biasa terkait dalam penyediaan SVP, distribusi,
dan mengontrol produk komersial yang tersedia di rumah sakit dan
penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan intravena admixtures.
3. Sediaan mata
Sediaan mata termasuk larutan atau suspensi steril yang ditujukan untuk
tetesan topikal pada mata atau salep untuk diaplikasikan pada area mata.
4. Larutan dialisis dan irigasi
Produk larutan dialisis dan cairan irigasi harus memenuhi semua syarat standar
infus. Pencampuran sediaan irigasi biasanya dengan antibiotik, kadang–kadang
dilakukan di bagian farmasi.
5. Larutan untuk terapi inhalasi
Sediaan ini digunakan melalui respirator atau alat terapi respiratori lainnya
untuk terapi saluan pernafasan.

H. Tujuan Umum Rute Pemberian Parenteral


Tujuan umum pemberian obat secara parenteral sebagai berikut:
1. Untuk menjamin penyampaian obat yang masih belum banyak diketahui sifat-
sifatnya ke dalam suatu jaringan yang sakit atau daerah target dalam tubuh dalam
kadar yang cukup, khususnya jika diantisipasi bahwa senyawa obat yang
bersangkutan sulit mencapai sasaran tersebut jika diberikan melalui rute yang lain.
2. Untuk memungkinkan pengendalian langsung terhadap beberapa parameter
farmakologi tertentu, seperti waktu tunda, kadar puncak dalam darah, kadar dalam

8
jaringan, dll. Contoh: pemberian obat secara i.v untuk mendapatkan efek yang
segera.
3. Untuk menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat, khususnya untuk penderita
rawat jalan.
4. Untuk mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain,
mungkin karena obat tidak dapat diabsorbsi atau rusak oleh asam lambung atau
enzim jika diberikan secara oral.
5. Untuk memberikan obat pada keadaan rute lain yang lebih disukai tidak
memungkinkan, misalnya pada penderita yang saluran cerna bagian atasnya sudah
tidak ada karena dioperasi.
6. Untuk menghasilkan efek secara lokal jika diinginkan untuk mencegah atau
meminimalkan efek/reaksi toksik sistemik. Contoh: pemberian metotreksat secara
injeksi intratekal pada penderita leukemia.
7. Untuk pemberian obat pada penderita yang tidak sadarkan diri atau tidak dapat
bekerja sama (gila). Contoh: pemberian obat penenang pada orang gila.
8. Untuk memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidakseimbangan elektrolit
atau untuk mensuplai kebutuhan nutrisi.
9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diinginkan, misalnya anestesi lokal pada
pencabutan gigi.

I. Keuntungan dan Kerugian Pencampuran Sediaan Parenteral


Keuntungan yang didapatkan dari pencampuran sediaan parenteral antara lain:
1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam saluran pencernaan dapat dihindarkan.
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma.
Kelemahan dari pencampuran sediaan parenteral antara lain:
1. Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama
sesudah pemberian iv admixture.
4. Obat hanya diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik

9
dokter dan perawat yang kompeten.

J. Pengertian Sediaan Injeksi


Injeksi, adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lender.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan
sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke
dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

K. Penggolongan Injeksi
Umumnya injeksi digolongkan sebagai berikut :
1. Injeksi intradema atau intrakutan. Umumnya larutan atau suspensi dalam air,
digunakan untuk diagnosa, volume lebih kurang 100 ul sampai 200 ul.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma. Umumnya larutan isotonus dengan kekuatan
sedemikian rupa hingga volume yang disuntikan tidak lebih dari 1 ml. dapat
ditambahkan vasokostriktor seperti Epinefrina untuk melokalisir efek obat.
Jika tidak mungkin disuntikan infuse, volume injeksi 3x1 sampai 4x1 sehari masih
dapat disuntikan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase ke dalam
injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase. Cara ini disebut
hipodermoklisa.
3. Injeksi intramuskulus. Larutan atau suspensi dalam air atau dalam minyak, volume
sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan – lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravenus. Umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Injeksi intravenus yang
diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml, disebut infusi. Emulsi
minyak air dapat diberikan intravenus jika dilakukan pemeriksaan yang teliti
terhadap ukuran butiran minyak. Sedemikian berupa emulsi air – minyak, tidak
boleh disuntikan dengan cara ini.
Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, intravenus tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika dari 10 ml, harus bebas pirogen.

10
5. Injeksi Intrarterium umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml, digunakan jika efek obat
diperlukan segera dalam periferi. Tidak boleh mengandung bakterisida.

6. Injeksi intrakor. Larutan hanya digunakan untuk keadaan gawat, disuntikan ke


dalam otot jantung atau ventrikulus. Tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intrateka atau Injeksi subaraknoid, injeksi intrasisterna dan injeksi
peridura. Larutan, umunya tidak boleh lebih dari 20 ml. tidak boleh mengandung
bakterisida dan diracik dalam wadah dosis tunggal.
8. Injeksi intratikulus. Larutan atau suspensi dalam air, disuntikan ke dalam cairan
sendi dalam rongga sendi.
9. Injeksi intrabursa. Larutan atau suspensi dalam air, disuntikan ke dalam bursa
subacromilis atau bursa olecranon.
10. Injeksi subkonjungtiva. Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput
lendir mata bawah, umunya tidak lebih dari 1 ml.

L. Komponen Sediaan Injeksi


Adapun komponen dari sediaan injeksi, sebagai berikut:
1. Bahan obat / Zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
Farmakope Indonesia.
b. Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c. Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin
kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.
2. Zat pembawa / zat pelarut
Zat pembawa / pelarut dalam sediaan injeksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula
digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit.
Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air untuk
injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan
uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik.
Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan
untuk pengganti air untuk injeksi.

11
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling
kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang
dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan
selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan
cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk
injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan
dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan
cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
b. Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Zat pembawa tidak berair diperlukan apabila:
1) Bahan obatnya sukar larut dalam air
2) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
3) Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
1) Harus jernih pada suhu 100
2) Tidak berbau asing / tengik
3) Bilangan asam 0,2 - 0,9
4) Bilangan iodium 79 – 128
5) Bilangan penyabunan 185 – 200

6) Harus bebas minyak mineral

7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa
padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing
atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v ,
hanya boleh secara i.m.
3. Zat tambahan
Penambahan zat tambahan dalam sediaan injeksi dilakukan dengan maksud:
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal

12
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan
disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh,
sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan
bahan tersebut. Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1) Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal
obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2) Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit
jika disuntikkan.
pH dapat diatur dengan cara :
1) Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk
golongan sulfa.
2) Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat
untuk obat tetes mata.
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1) Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan
tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan
tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2) Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu -
0,520C.
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan
NaCl 0,9 % b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9
% b/v disebut " hipotonis ".
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik
keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat
sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi
akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan
menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah
itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa
aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.

13
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit
hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isoioni
Isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama
dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-.
Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus
intravena.
d. Sebagai zat bakterisida
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika :
1) Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui
penyaring bakteri steril.
3) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 –
1000 selama 30 menit.
4) Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.
Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika :
1) Sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2) Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes
mata Atropin Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah
bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3) Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal,
intraarterium dan intrakor.
e. Sebagai pemati rasa setempat (anastetik local)
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan ,
yang disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam. Misalnya Procain
dalam injeksi Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-
compleks, Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.
f. Sebagai stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk:
1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya
gas N2 atau gas CO2

14
b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan
terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-
metabisulfit/Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C,
Adrenalin dan Apomorfin.
2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas.
Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen
Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang lepas dari
gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
4) Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal
dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.

Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan


efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah
yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji
penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai
sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati
untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku
sebagai berikut :
 Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01

 Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %

 Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium


Sulfit, bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %

M. Wadah dan Tutup


Wadah untuk sediaan injeksi dapat dibedakan menjadi wadah kaca dan plastik.
Selain itu perbedaan wadah untuk sediaan injeksi dapat juga menjadi:
1. Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai misalnya ampul.
2. Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa
penutup karet.
3. Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa kali penyuntikan,
umumnya ditutup dengan karet dan alumunium, misalnya vial ( flakon ) , botol.

15
Wadah kaca untuk sediaan injeksi memiliki syarat sebagai berikut:
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik untuk sediaan injeksi terbuat dari bahan polietilen, polipropilen.

N. Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan untuk sediaan cair yang tertera persentase
atau jumlah zat yang aktif, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa; nama pabrik pembuat dan pengimpor serta nomor lot atau bets yang
menunjukan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang
riwaayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi,
pengisian, pengemasan dan penandaan.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.

O. Praformulasi Bahan
1. Bahan aktif / bahan obat
Bahan obat yang digunakan pada sediaan injeksi ini adalah penisilin dengan
praformulasi sebagai berikut:
a. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
Penisilin adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani infeksi bakteri.
Obat ini bekerja dengan membunuh bakteri penyebab infeksi atau
menghentikan pertumbuhannya.
 Penggunaan :
Berhubung tidak mengakibatkan hipersensitasi, penisilin banyak
digunakan dalam banyak sediaan topikal. .
 Efek samping :
Pusing ,Diare, Mual dan muntah, Nyeri perut, Insomnia,
Perdarahan,Mudah memar, Gatal , Ruam.

16
 Dosis:
Penisilin untuk injeksi Intravena 0,5% pada sediaan ampul 2, 5 dan
10 ml
b. Tinjauan Sifat Fisika kimia Bahan Obat
Penisilin
 Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk kristal
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
etanol 96% dan dimetilenklorida
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
 Khasiat dan penggunaan: anestetikum lokal
 Titik Leleh : 66°C-70°C, tanpa pengeringan sebelumnya

1. Penisilin
Penisilin (Inggris:Penicillin atau PCN) adalah sebuah kelompok
antibiotika β-laktam yang digunakan dalam penyembuhan penyakit
infeksi karena bakteri, biasanya berjenis Gram positif.[1] Penisilin bekerja
dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, dengan
menghambat digabungkannya asam N-asetilmuramat non esensial ke
dalam struktur mukopeptida yang biasanya membuat sel menjadi kaku
dan kuat. Cara kerja ini juga berarti bahwa penisilin hanya akan aktif
bekerja pada satuan patogen yang sedang tumbuh dengan aktif.[2] Sebutan
"penisilin" juga dapat digunakan untuk menyebut anggota spesifik dari
kelompok penisilin. Semua penisilin memiliki dasar rangka Penam, yang
memiliki rumus molekul R-C9H11N2O4S, di mana R adalah rangka
samping yang beragam.
 Pemerian : serbuk hablur putih tidak berbau, rasa sedikit pahit.
 Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, kloroform, etanol,
dan tidak larut dalam eter.
 Titik Leleh : 74°C–79 °C ( FI ed.IV, 1995: 498).
 pH : 4-5,5; dalam sediaan injeksi 5-7.
 Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda terlindung dari cahaya, sebaiknya dalam wadah dosis tunggal

17
(British Pharmacopoiea, 2009)
 Stabilitas : Disimpan dalam suhu lebih kecil dari 40oC, lebih
baik antara 15-30oC, hindari penyimpanan pada pendinginan.
Larutan penisilin tahan terhadap asam dan hidrolisis alkali dapat
dipanaskan pada otoklaf, larutan untuk anestesi spinal harus di
otoklaf pada 15psi dan pada suhu 121oC selama 15 menit.

2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dipakai dalam sediaan ini adalah aqua pro injeksi
sebagai pelarut dan NaCl sebagai pengisotonis. Adapun praformulasi bahan
tambahan sebagai berikut:
a. Aqua Pro Injeksi
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat
(timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3,
SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus
bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang
disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya.
 Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
 Kelarutan : Kurang larut dalam pelarut polar
 Indikasi : Pembawa dalam larutan obat suntik
 Stabilitas dan
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat jika dalam wadah tertutup kapas
lemak, harus digunakan dalam wadah tiga hari setelah pembuatan.Untuk
dosis tunggal, simpan dalam wadah gelas tipe 1 atau 2, tidak lebih dari
1000 ml
 Inkompatibilitas : Aqua pro injeksi inkompatibel terhadap besi alkali,
Kalsium oksida, Magnesium oksida.
 Cara sterilisasi : Aquadst dipanaskan sampai mendidih, lalu ditutup
dengan kapas yang dilapisi kasa (yang telah steeril) biarkan selama 30
menit.Angkat dinginkan.

18
b. NaCl
 Rumus molekul : NaCl
 Bobot molekul : 58,44
 Pemerian : Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal
putih, tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl.
 Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
 Indikasi : Pengisotonis
 % pemakaian
Lazim : 0,3% NaCl
 Stabilitas dan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
 Inkompatibilitas : NaCl inkompatibel terhadap perak, garam molekul,
timah hitam.
 Cara sterilisasi : sterilisasi bahan dengan menggunakan Autoklaf.

19
BAB III

PEMBAHASAN

A. PEMECAHAN MASALAH

Aspek / Alternatif
No Masalah Keputusan
Parameter Formula Proses Uji Mutu

1. Bentuk Bagaimana Larutan Pencampuran Uji Injeksi, karena bahan


sediaan menentukan sejati kejernihan aktif digunakan secara
bentuk sediaan parenteral,dengan
yang tepat untuk volume pemberian yang
zat aktif inejeksi kecil
penisilin ?

2. Bahan Bagaimana Aqua pro Aquadest cair Uji Aqua pro injeksi;
pembawa menentukan injeksi dalam kejernihan karena dapat
bentuk pembawa erlenmeyer melarutkan zat aktif dan
yang baik untuk dipanaskan cocok untuk larutan
zat aktif injeksi sampai injeksi karena tidak
penisilin ? mendidih,tutup mengandung
dengan kapas mikroba/jasad renik
steril yang
dilapisi kasa
steril,biarkan 30
menit

3. Metode Pengamatan Non- Autoklaf Uji Autoklof (nonaseptis)


sterililasi menentukan aseptik sterililasi karena bahan aktif
(115°-116°, 30
metode/cara (kalor bahan pemanasan.
menit)
sterililasi bahan basah) Selain itu dengan
aktif? otoklaf suhu tidak
terlalu tinggi dan waktu
 Aseptis
sterililasi tidak terlalu
 Non

20
aseptis: cepat. Sehingga bahan
kalor basah, tidak cepat rusak dan
kalor kering waktu lebih efisien.
Selain itu, dalam proses
pembuatan, alat yang
digunakan harus dalam
keadaan steril.

4. Isotonis Bagaimana NaCl Pencampuran Uji isotonis NaCl, karena bahan


membuat aktif bercampur dengan
larutan/sediaan NaCl, dan NaCl adalah
menjadi kolonis? zat pengisotonis yang
tepat yang dapat
 NaCl
mencegah sediaan
 Asam
menjadi hipotonis.
sorbat
5. pH sediaan Bagaimana NaOH Penetesan Uji Trayek Untuk membuat pH
membuat pH pH sediaan antara 5-7,
sediaan ampul 5,0 maka dalam sediaan
– 7,0 dari zat aktif ditambahkan dengan
(penisilin ) yang NaOH 20% tetes demi
ber-pH 4 – 5,5? tetes sampai pH sediaan
sesuai dengan yang
diinginkan (pH 6-7).

6. Volume Bagaimana 1 ml pengukuran Penetapan 1 ml,karena penisilin


menentukan volume digunakan secara
volume yang injeksi parenteral dosis tunggal
cocok untuk dalam tidak perlu bebas
sediaan inejski wadah dan pirogen karena volume
penisilin 1 ml uji kurang dari 10 ml
keseragama
 10 ml
n Volume
 500 ml

21
7. Wadah Bagaimana Ampul Pengisian dalam Uji wadah Ampul, karena
menentukan wadah kaca digunakan untuk dosis
wadah yang tunggal (1x pemakaian)
cocok?

 Ampul
 Vial
 Botol
 Infus
8. Penandaan Bagaimana Penulisan pada .
K K
menentukan kemasan,etiket
karena
penandaan atau dan brosur
sediaan/larutan dibuat
penggolongan
dalambentuk injeksi
sediaan injeksi
dan semua sediaan
lidokain HCl?
injeksi merupakan obat
keras yang harus
K digunakan atau

diperoleh dengan

menggunakan resep

dokter

B. RANCANGAN FORMULASI
Bentuk sediaan yang cocok adalah bentuk Larutan, karena didalam Pembuatan
larutan sejati adalah bahan aktif yang kelarutannya didalam air adalah sangat mudah
larut atau mudah larut dalam air sampai agak sukar larut. Bentuk sediaan injeksi
dipilih karena bahan aktif digunakan secara parenteral,dengan volume pemberian
yang kecil.
Karena yang akan dibuat adalah sediaan Larutan sejati penisilin , maka air
yang digunakan sebagai pembawa ( medium dispersi ) bukanlah aquadest biasa,
namun API bebas O2 dan CO2. Dan juga tidak digunakan API ( Aqua Pro Injeksi)
biasa, karena sifat fisika dari bahan aktif itu sendiri yaitu mudah teroksidasi dan

22
tereduksi. Dimana API bebas O2 dan CO2 digunakan untuk bahan yang mudah
teroksidasi dan tereduksi. Selain itu, alasan dipilihnya aqua pro injeksi sebagai pelarut
ialah karena Aqua pro injeksi dapat melarutkan zat aktif dan cocok untuk larutan
injeksi karena tidak mengandung mikroba/jasad renik.
metode sterilisasi yang digunakan adalah autoklaf (nonaseptis), karena bahan
aktif dapat disterilisasi dengan metode ini dan tahan pemanasan. Dengan otoklaf suhu
tidak terlalu tinggi dan waktu sterililasi tidak terlalu cepat. Sehingga bahan tidak cepat
rusak dan waktu lebih efisien. Selain itu, dalam proses pembuatan, alat yang
digunakan harus dalam keadaan steril.
Karena sediaan injeksi dibuat dalam sediaan parenteral yang langsung
berkontakan dengan cairan tubuh, maka sediaan harus dibuat menjadi isotonis. Hal ini
dilakukan dengan cara menambahkan/menggunakan NaCl dalam formulasi sediaan.
Zat NaCl dipilih sebagai pengisotonis karena bahan aktif bercampur dengan NaCl,
dan NaCl adalah zat pengisotonis yang tepat yang dapat mencegah sediaan menjadi
hipotonis.
pH sediaan juga perlu diperhatikan. Karena apabila pH sediaan tidak sesuai
dengan pH tubuh maka akan menyebabkan sensasi yang tidak enak ketika dilakukan
proses penginjeksian ke dalam tubuh. Rasa sakit apabila pH sediaan terlalu asam dan
kerusakan sel apabila pH terlalu basa. pH sediaan injeksi penisilin ini ialah 5-7.
Apabila dibandingkan dengan pH tubuh manusia, pH tersebut tidaklah sesuai. Hal ini
dikarenakan pH sediaan sudah ditentukan demikian dalam literatur yang diacu. Selain
itu, pH sediaan sebaiknya tidak diubah menyesuaikan pH tubuh. Hal ini dikarenakan
syarat untuk injeksi volume kecil adalah sedapat mungkin isohidri, serta lebih
diutamakan menjaga pH untuk mempertahankan stabilitas obat, kelarutan obat, dan
efek farmakologi.
Wadah yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini adalah ampul.
Hal ini dikarenakan ampul digunakan untuk dosis tunggal (1x pemakaian). Pada
kemasan sediaan injeksi penisilin pun terdapat logo bulat berwarna merah dengan
pinggiran hitam dan huruf k dalam lingkaran tersebut. Hal tersebut dicantumkan
dalam kemasan sediaan injeksi karena sediaan/larutan dibuat dalam bentuk injeksi
dan semua sediaan injeksi merupakan obat keras yang harus digunakan atau diperoleh
dengan menggunakan resep dokter.

23
a. Perhitungan formula injeksi penisilin:
1. Ampul per unit : 1 ml
Ampul per batch : ( n+2 ) x V’ + ( 2 x 3 ml )
= ( 15 + 2 ) x 1,1 + 6 ml
= 24,7 ml ≈ 25 ml

gram penisilin yang ditimbang


 per unit = 2% x 1 ml = 0,02 g
 per batch = 2% x 25 ml = 0,5 g
1) NaCl ( perhitungan Isotonis )
V = W x E x 111,1
= ( 2/100 x 25 ml ) x 0,21 x 111,1
= 0,5 x 0,21 x 111,1
= 11,66 ml = 12 ml
Artinya jika 0,5 gram penisilin + 12 ml Aqua Pro Injection (Isotonis)
Maka NaCl yang belum isotonis :
25 ml – 12 ml = 13 ml x 0,9 % b/v NaCl pengisotonis = 0,12 gram NaCl
2) Aqua pro injeksi
- per unit ad 1 ml
- per batch ad 25 ml
b. Formulasi
R/ penisilin 0,5 gram
NaCl pengisotonis 0,12 gram
API ad. 25 ml
mf ampul no. XV

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan sediaan injeksi ini
adalah:
a. Kertas saring
b. Labu erlenmeyer
c. Beaker glass
d. Kaca arloji
e. Spatel

24
f. Autoklaf
g. Oven
h. Timbangan digital
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan sediaan injeksi ini
adalah:
a. Penisilin
b. Aqua pro Injeksi

D. Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan pembuatan sediaan injeksi dilakukan dengan cara:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mensterilisasikan alat yang akan digunakan dalam oven.
3. Masing-masing obat dan bahan disterilisasikan.
4. Pembuatan aqua pro injeksi.
5. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang.
6. Pelarutan bahan aktif dan tambahan dengan aqua pro injeksi dengan labu
erlenmayer.
7. Pengisian sediaan larutan injeksi ke dalam ampul dengan spuit.
8. Penutupan ampul dengan memanaskan ujung ampul.
9. Sediaan jadi disterilisasi dengan autoklaf.

E. Evaluasi Sediaan Injeksi penisilin


Evaluasi sediaan injeksi penisilin hterdiri dari evaluasi yang dilakukan selama
proses pembuatan dan setelah proses pembuatan sediaan. Adapun evaluasi sediaan
injeksi pensilin , sebagai berikut:
1. Evaluasi Organoleptik
Pada evaluasi organoleptik sediaan ini, dilakukan evaluasi terhadap bentuk,
warna, bau, dan rasa. Dari evaluasi yang dilakukan, hasil akhir maupun hasil
sediaan saat pembuatan menunjukan hasil yang sama dengan karakteristik sediaan
yang diinginkan yaitu bentuk larutan, warna jernih, tidak berbau, dan rasa sedikit
pahit.
2. Evaluasi pH
Pada evaluasi pH sediaan ini dilakukan dengan cara mencelupkan pH universal ke

25
dalam larutan sediaan dan mencocokan warna yang terbentuk pada pH universal
dengan trayek warna. Dari hasil evaluasi di dapat pH yang tidak melebihi batas
pH sediaan yang diinginkan, yaitu 6. Hal ini menunjukan sediaan memiliki pH
yang baik dan sesuai untuk sediaan injeksi pensilin .
3. Evaluasi kejernihan
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kejernihan dari larutan sediaan injeksi
yang terbentuk. Evaluasi ini dilakukan dengan cara mengocok ampul, lalu
membalik ampul dengan cepat, dan mengamati di depan kertas/papan yang
berlatar belakang hitam/putih dengan lampu neon. Dari evaluasi ini diperoleh
larutan sediaan injeksi yang jernih.
4. Evaluasi keseragaman volume
Evaluasi ini dilakukan dengan mengamati volume yang terdistribusi pada masing-
masing ampul. Dari evaluasi ini didapat bahwa sediaan volume injeksi
terdistribusi secara merata ke dalam masing-masing ampul.
5. Evaluasi kebocoran
Evaluasi ini dilakukan untuk mengamati kebocoran ampul yang terjadi pada saat
setelah penutupan ampul. Evaluasi ini dilakukan dengan mencelupkan sediaan
ampul ke dalam larutan metilen blue, apabila sediaan injeksi dalam ampul berubah
menjadi warna biru, hal itu menandakan terjadinya kebocoran pada kemasan
ampul. Pada evaluasi ini, didapatkan hasil yang negatif yang berarti tidak adanya
kebocoran kemasan ampul.

26
BAB IV

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

a. Injeksi, adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lender.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah
obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.

b.

No
Bahan Fungsi Lazim
.

1 Penisilin Zat aktif 0,5% - 2%

2. NaCl Pengisotonis 0,9%

3. Aqua pro injeksi Pembawa

c. Proses sterilisasi akhir menggunakan autoklaf, yang disebabkan bahan aktif tahan
pemanasan. Dengan otoklaf suhu tidak terlalu tinggi dan waktu sterililasi tidak
terlalu cepat. Sehingga bahan tidak cepat rusak dan waktu lebih efisien. Selain itu,
dalam proses pembuatan, alat yang digunakan harus dalam keadaan steril.

d. Wadah yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini adalah ampul. Hal ini
dikarenakan ampul digunakan untuk dosis tunggal (1x pemakaian). Pada kemasan
sediaan injeksi penisilin pun terdapat logo bulat berwarna merah dengan pinggiran
hitam dan huruf k dalam lingkaran tersebut. Hal tersebut dicantumkan dalam
kemasan sediaan injeksi karena sediaan/larutan dibuat dalam bentuk injeksi dan

27
semua sediaan injeksi merupakan obat keras yang harus digunakan atau diperoleh
dengan menggunakan resep dokter.

28
DAFTAR PUSTAKA

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edis 2. Jakarta:


Dekpes RI

Syamsuni. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC


Sulistiawati. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai