PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sediaan steril adalah sediaan terapeutis yang bebas mikroorganisme baik
vegetatif maupun spora nya, baik patogen ataupun non patogen, yang dalam
pembuatannya menggunakan teknologi steril. Sedangkan produk non steril adalah
sediaan bahan obat yang pemakaiannya memalui oral/mulut dan bisa digunakan untuk
pemakaian luar, pada sediaan ini bahan obat tidak diharuskan steril tapi hanya saja
bersih dan apabila sediaan ini diminum melalui mulut, apabila terdapat partikel-
partikel kecil,partikel tersebut akan bisa dirusak oleh enzym-enzym pencernaan.
Contoh sediaan non steril adalah kapsul-kapsul dan puyer, minyak telon.
Sebagai salah satu bentuk sediaan steril, Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh
dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan
atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh
yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki
efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki
kemurnian yang dapat diterima.
Penisilin merupakan golongan antibiotika betalaktam yang telah lama dikenal.
Pada tahun 1970, telah didapatkan golongan ketiga betalaktam, yaitu asam 6-
aminopenisilanat dengan mesilinam sebagai antibiotika pertama. Penisilin terdiri dari
cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas
antimikrobanya dalam suasana asam dan harus diberikan parenteral. Penisilin lainnya
akan hilang aktivitasnya bila dipengaruhi oleh enzim betalaktamase; dalam hal ini,
penisilinase akan memecah cincin betalaktam. Radikal tertentu pada gugus amino inti
6-aminopenisilanat (6-APA) dapat mengubah sifat kerentanan terhadap asam dan
1
terhadap penisilinase, serta mengubah spectrum antimikroba (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK UNSREGC, 2009).
Dari berbagai macam bentuk sediaan penicilin, bentuk sediaan injeksi lah atau
parenteral yang dipilih. Hal ini dikarenakan penicilin di absorbsi secara cepat setelah
pemberian parenteral, sehingga memberikan efek anastetik yang cepat pada pasien
yang membutuhkan terapi anestetik sebelum dilakukannya tindakan. Selain itu, alasan
lainnya ialah bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar,
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut (oral) atau bila obat
itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain.
B. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna
larutan sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain
dalam sediaan itu.
3. Bebas dari partikel asing. Partikel asing yang bukan penyusun obat. Sumber
partikel bisa berasal dari air, bahan kimia, personil yang bekerja, serat dari alat
atau pakaian personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
4. Keseragaman volume atau berat.
5. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul
6. Stabil yang artinya sediaan tidak mengalami degradasi fisika. Misal jika bentuk
sediaan larutan maka sediaan tersebut tetap berada dalam bentuk larutan (bukan
suspensi).
4
baju steril khusus yang bebas dan partikel dan bebas serat. Baju petugas
dilengkapi dengan penutup rambut, masker, sepatu dan sarung tangan steril
dengan tujuan menurunkan kontaminasi partikel dan bakteri selama bekerja di
ruang aseptik.
2. Inkompatibilitas farmakologi
5
terlihat secara nyata, seperti presipitasi, kekeruhan, perubahan warna atau
viskositas. Inkompatibilitas fisika lebih terkait pada perubahan kelarutan atau
interaksi dengan wadah daripada perubahan molekular senyawa obat itu
sendiri (Trissel, 2003). Suatu senyawa obat bisa dipertahankan dalam cairan
selama konsentrasinya kurang dari konsentrasi cairan. Obat tidak mudah
mengalami presipitasi dari bentuk larutan supersaturi secepatnya, tapi dapat
terjadi sewaktu-waktu. Inkompatibiltas farmakologi dapat terjadi akibat
interaksi obat–obat, interaksi obat dengan penyakit yang diderita pasien.
Adanya interaksi farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat
sehingga terjadi toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan
menjadi subterapeutik.
1. Problem sterilitas
Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan cara–
cara aseptik dapat mengakibatkan masuknya mikroorganisme ke dalam
sediaan.
Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada saat mematahkan
ampul, rambut, atau kain petugas
Masalah–masalah yang dapat muncul terkait preparasi sediaan iv admixture
adalah kesesuaian alat transfer yang digunakan untuk pemindahan volume yang
dibutuhkan dari satu atau lebih SVP ke wadah infus, seperti suntikan dan
jarumnya. Untuk mencegah infeksi karena masalah–masalah tersebut hal-hal
yang dapat dilakukan adalah:
1. Menghisap obat dari ampul dengan cepat agar tidak terjadi kontaminasi
larutan. Ampul jangan pernah dibiarkan dalam keadaan terbuka.
2. Mencegah jarum menyentuh daerah yang terkontaminasi misalnya sisi luar
ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan perawat, bagian atas
wadah obat atau permukaan meja.
3. Mencegah spuit terkontaminasi dengan tidak menyentuh badan penghisap
atau bagian dalam karet, dan menjaga ujung spuit tertutup per tutup atau
jarum (Potter dan Pery, 2005).
6
F. Pengertian Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral bisa didefinisikan sebagai obat steril, larutan, atau suspensi
yang dikemas dengan cara yang sesuai untuk pemberian melalui suntikan
hiperdermis, baik dalam bentuk siap pakai maupun bentuk yang perlu ditambahkan
pelarut yang sesuai atau agen pensuspensi. Klasifikasi sediaan injeksi sebagai berikut
(Ria, 2012):
1. Larutan sejati dengan pembawa air.
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak.
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran.
4. Suspensi steril dengan pembawa air.
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak.
6. Emulsi steril.
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air.
7
G. Sediaan Parenteral Yang Digunakan Secara Operasional
Sediaan farmasi parenteral yang digunakan secara operasional di rumah sakit
terbagi dalam lima kategori umum (Lecvhuk, 1992):
1. Infus
Infus adalah produk parenteral yang digunakan untuk injeksi ke dalam
pembuluh darah vena melalui intravena. Infus dikemas dalam wadah Large
Volume Parenteral (LVP) plastik atau gelas yang cocok untuk intravena. Sistem
infus menyediakan kecepatan aliran cairan yang terus menerus dan teratur. Infus
bisa diberikan dengan atau tanpa bahan tambahan.
2. Suntikan
Obat suntik atau Small Volume Parenteral (SVP) digunakan untuk pemberian
parenteral. Farmasis rumah sakit biasa terkait dalam penyediaan SVP, distribusi,
dan mengontrol produk komersial yang tersedia di rumah sakit dan
penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan intravena admixtures.
3. Sediaan mata
Sediaan mata termasuk larutan atau suspensi steril yang ditujukan untuk
tetesan topikal pada mata atau salep untuk diaplikasikan pada area mata.
4. Larutan dialisis dan irigasi
Produk larutan dialisis dan cairan irigasi harus memenuhi semua syarat standar
infus. Pencampuran sediaan irigasi biasanya dengan antibiotik, kadang–kadang
dilakukan di bagian farmasi.
5. Larutan untuk terapi inhalasi
Sediaan ini digunakan melalui respirator atau alat terapi respiratori lainnya
untuk terapi saluan pernafasan.
8
jaringan, dll. Contoh: pemberian obat secara i.v untuk mendapatkan efek yang
segera.
3. Untuk menjamin dosis dan kepatuhan terhadap obat, khususnya untuk penderita
rawat jalan.
4. Untuk mendapatkan efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain,
mungkin karena obat tidak dapat diabsorbsi atau rusak oleh asam lambung atau
enzim jika diberikan secara oral.
5. Untuk memberikan obat pada keadaan rute lain yang lebih disukai tidak
memungkinkan, misalnya pada penderita yang saluran cerna bagian atasnya sudah
tidak ada karena dioperasi.
6. Untuk menghasilkan efek secara lokal jika diinginkan untuk mencegah atau
meminimalkan efek/reaksi toksik sistemik. Contoh: pemberian metotreksat secara
injeksi intratekal pada penderita leukemia.
7. Untuk pemberian obat pada penderita yang tidak sadarkan diri atau tidak dapat
bekerja sama (gila). Contoh: pemberian obat penenang pada orang gila.
8. Untuk memperbaiki dengan cepat cairan tubuh atau ketidakseimbangan elektrolit
atau untuk mensuplai kebutuhan nutrisi.
9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diinginkan, misalnya anestesi lokal pada
pencabutan gigi.
9
dokter dan perawat yang kompeten.
K. Penggolongan Injeksi
Umumnya injeksi digolongkan sebagai berikut :
1. Injeksi intradema atau intrakutan. Umumnya larutan atau suspensi dalam air,
digunakan untuk diagnosa, volume lebih kurang 100 ul sampai 200 ul.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma. Umumnya larutan isotonus dengan kekuatan
sedemikian rupa hingga volume yang disuntikan tidak lebih dari 1 ml. dapat
ditambahkan vasokostriktor seperti Epinefrina untuk melokalisir efek obat.
Jika tidak mungkin disuntikan infuse, volume injeksi 3x1 sampai 4x1 sehari masih
dapat disuntikan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase ke dalam
injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase. Cara ini disebut
hipodermoklisa.
3. Injeksi intramuskulus. Larutan atau suspensi dalam air atau dalam minyak, volume
sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan
dengan perlahan – lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravenus. Umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Injeksi intravenus yang
diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml, disebut infusi. Emulsi
minyak air dapat diberikan intravenus jika dilakukan pemeriksaan yang teliti
terhadap ukuran butiran minyak. Sedemikian berupa emulsi air – minyak, tidak
boleh disuntikan dengan cara ini.
Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, intravenus tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika dari 10 ml, harus bebas pirogen.
10
5. Injeksi Intrarterium umunya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml, digunakan jika efek obat
diperlukan segera dalam periferi. Tidak boleh mengandung bakterisida.
11
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling
kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang
dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan
selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan
cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk
injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan
dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika
dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan
cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
b. Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Zat pembawa tidak berair diperlukan apabila:
1) Bahan obatnya sukar larut dalam air
2) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
3) Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
1) Harus jernih pada suhu 100
2) Tidak berbau asing / tengik
3) Bilangan asam 0,2 - 0,9
4) Bilangan iodium 79 – 128
5) Bilangan penyabunan 185 – 200
7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa
padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing
atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v ,
hanya boleh secara i.m.
3. Zat tambahan
Penambahan zat tambahan dalam sediaan injeksi dilakukan dengan maksud:
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal
12
pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan
disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh,
sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan
bahan tersebut. Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1) Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal
obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2) Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit
jika disuntikkan.
pH dapat diatur dengan cara :
1) Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk
golongan sulfa.
2) Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat
untuk obat tetes mata.
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1) Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan
tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan
tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2) Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu -
0,520C.
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan
NaCl 0,9 % b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9
% b/v disebut " hipotonis ".
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik
keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat
sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi
akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan
menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah
itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa
aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
13
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit
hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
c. Untuk mendapatkan larutan yang isoioni
Isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama
dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-.
Isoioni diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus
intravena.
d. Sebagai zat bakterisida
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika :
1) Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui
penyaring bakteri steril.
3) Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 –
1000 selama 30 menit.
4) Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.
Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika :
1) Sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2) Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes
mata Atropin Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah
bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3) Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal,
intraarterium dan intrakor.
e. Sebagai pemati rasa setempat (anastetik local)
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan ,
yang disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam. Misalnya Procain
dalam injeksi Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-
compleks, Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.
f. Sebagai stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk:
1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya
gas N2 atau gas CO2
14
b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan
terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-
metabisulfit/Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C,
Adrenalin dan Apomorfin.
2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas.
Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen
Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang lepas dari
gelas/wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
4) Menambah/menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal
dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
15
Wadah kaca untuk sediaan injeksi memiliki syarat sebagai berikut:
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik untuk sediaan injeksi terbuat dari bahan polietilen, polipropilen.
N. Penandaan
Pada etiket tertera nama sediaan untuk sediaan cair yang tertera persentase
atau jumlah zat yang aktif, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal
kadaluarsa; nama pabrik pembuat dan pengimpor serta nomor lot atau bets yang
menunjukan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang
riwaayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi,
pengisian, pengemasan dan penandaan.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
O. Praformulasi Bahan
1. Bahan aktif / bahan obat
Bahan obat yang digunakan pada sediaan injeksi ini adalah penisilin dengan
praformulasi sebagai berikut:
a. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
Penisilin adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani infeksi bakteri.
Obat ini bekerja dengan membunuh bakteri penyebab infeksi atau
menghentikan pertumbuhannya.
Penggunaan :
Berhubung tidak mengakibatkan hipersensitasi, penisilin banyak
digunakan dalam banyak sediaan topikal. .
Efek samping :
Pusing ,Diare, Mual dan muntah, Nyeri perut, Insomnia,
Perdarahan,Mudah memar, Gatal , Ruam.
16
Dosis:
Penisilin untuk injeksi Intravena 0,5% pada sediaan ampul 2, 5 dan
10 ml
b. Tinjauan Sifat Fisika kimia Bahan Obat
Penisilin
Pemerian : Putih atau hampir putih, serbuk kristal
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
etanol 96% dan dimetilenklorida
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan: anestetikum lokal
Titik Leleh : 66°C-70°C, tanpa pengeringan sebelumnya
1. Penisilin
Penisilin (Inggris:Penicillin atau PCN) adalah sebuah kelompok
antibiotika β-laktam yang digunakan dalam penyembuhan penyakit
infeksi karena bakteri, biasanya berjenis Gram positif.[1] Penisilin bekerja
dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri, dengan
menghambat digabungkannya asam N-asetilmuramat non esensial ke
dalam struktur mukopeptida yang biasanya membuat sel menjadi kaku
dan kuat. Cara kerja ini juga berarti bahwa penisilin hanya akan aktif
bekerja pada satuan patogen yang sedang tumbuh dengan aktif.[2] Sebutan
"penisilin" juga dapat digunakan untuk menyebut anggota spesifik dari
kelompok penisilin. Semua penisilin memiliki dasar rangka Penam, yang
memiliki rumus molekul R-C9H11N2O4S, di mana R adalah rangka
samping yang beragam.
Pemerian : serbuk hablur putih tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, kloroform, etanol,
dan tidak larut dalam eter.
Titik Leleh : 74°C–79 °C ( FI ed.IV, 1995: 498).
pH : 4-5,5; dalam sediaan injeksi 5-7.
Penyimpanan : dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis
ganda terlindung dari cahaya, sebaiknya dalam wadah dosis tunggal
17
(British Pharmacopoiea, 2009)
Stabilitas : Disimpan dalam suhu lebih kecil dari 40oC, lebih
baik antara 15-30oC, hindari penyimpanan pada pendinginan.
Larutan penisilin tahan terhadap asam dan hidrolisis alkali dapat
dipanaskan pada otoklaf, larutan untuk anestesi spinal harus di
otoklaf pada 15psi dan pada suhu 121oC selama 15 menit.
2. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dipakai dalam sediaan ini adalah aqua pro injeksi
sebagai pelarut dan NaCl sebagai pengisotonis. Adapun praformulasi bahan
tambahan sebagai berikut:
a. Aqua Pro Injeksi
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat
(timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3,
SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus
bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang
disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
antimikroba atau bahan tambahan lainnya.
Pemerian : Cairan jernih / tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Kelarutan : Kurang larut dalam pelarut polar
Indikasi : Pembawa dalam larutan obat suntik
Stabilitas dan
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat jika dalam wadah tertutup kapas
lemak, harus digunakan dalam wadah tiga hari setelah pembuatan.Untuk
dosis tunggal, simpan dalam wadah gelas tipe 1 atau 2, tidak lebih dari
1000 ml
Inkompatibilitas : Aqua pro injeksi inkompatibel terhadap besi alkali,
Kalsium oksida, Magnesium oksida.
Cara sterilisasi : Aquadst dipanaskan sampai mendidih, lalu ditutup
dengan kapas yang dilapisi kasa (yang telah steeril) biarkan selama 30
menit.Angkat dinginkan.
18
b. NaCl
Rumus molekul : NaCl
Bobot molekul : 58,44
Pemerian : Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk kristal
putih, tiap 1g setara dengan 17,1 mmol NaCl.
Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit mudah larut dalam air
mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
Indikasi : Pengisotonis
% pemakaian
Lazim : 0,3% NaCl
Stabilitas dan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Inkompatibilitas : NaCl inkompatibel terhadap perak, garam molekul,
timah hitam.
Cara sterilisasi : sterilisasi bahan dengan menggunakan Autoklaf.
19
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMECAHAN MASALAH
Aspek / Alternatif
No Masalah Keputusan
Parameter Formula Proses Uji Mutu
2. Bahan Bagaimana Aqua pro Aquadest cair Uji Aqua pro injeksi;
pembawa menentukan injeksi dalam kejernihan karena dapat
bentuk pembawa erlenmeyer melarutkan zat aktif dan
yang baik untuk dipanaskan cocok untuk larutan
zat aktif injeksi sampai injeksi karena tidak
penisilin ? mendidih,tutup mengandung
dengan kapas mikroba/jasad renik
steril yang
dilapisi kasa
steril,biarkan 30
menit
20
aseptis: cepat. Sehingga bahan
kalor basah, tidak cepat rusak dan
kalor kering waktu lebih efisien.
Selain itu, dalam proses
pembuatan, alat yang
digunakan harus dalam
keadaan steril.
21
7. Wadah Bagaimana Ampul Pengisian dalam Uji wadah Ampul, karena
menentukan wadah kaca digunakan untuk dosis
wadah yang tunggal (1x pemakaian)
cocok?
Ampul
Vial
Botol
Infus
8. Penandaan Bagaimana Penulisan pada .
K K
menentukan kemasan,etiket
karena
penandaan atau dan brosur
sediaan/larutan dibuat
penggolongan
dalambentuk injeksi
sediaan injeksi
dan semua sediaan
lidokain HCl?
injeksi merupakan obat
keras yang harus
K digunakan atau
diperoleh dengan
menggunakan resep
dokter
B. RANCANGAN FORMULASI
Bentuk sediaan yang cocok adalah bentuk Larutan, karena didalam Pembuatan
larutan sejati adalah bahan aktif yang kelarutannya didalam air adalah sangat mudah
larut atau mudah larut dalam air sampai agak sukar larut. Bentuk sediaan injeksi
dipilih karena bahan aktif digunakan secara parenteral,dengan volume pemberian
yang kecil.
Karena yang akan dibuat adalah sediaan Larutan sejati penisilin , maka air
yang digunakan sebagai pembawa ( medium dispersi ) bukanlah aquadest biasa,
namun API bebas O2 dan CO2. Dan juga tidak digunakan API ( Aqua Pro Injeksi)
biasa, karena sifat fisika dari bahan aktif itu sendiri yaitu mudah teroksidasi dan
22
tereduksi. Dimana API bebas O2 dan CO2 digunakan untuk bahan yang mudah
teroksidasi dan tereduksi. Selain itu, alasan dipilihnya aqua pro injeksi sebagai pelarut
ialah karena Aqua pro injeksi dapat melarutkan zat aktif dan cocok untuk larutan
injeksi karena tidak mengandung mikroba/jasad renik.
metode sterilisasi yang digunakan adalah autoklaf (nonaseptis), karena bahan
aktif dapat disterilisasi dengan metode ini dan tahan pemanasan. Dengan otoklaf suhu
tidak terlalu tinggi dan waktu sterililasi tidak terlalu cepat. Sehingga bahan tidak cepat
rusak dan waktu lebih efisien. Selain itu, dalam proses pembuatan, alat yang
digunakan harus dalam keadaan steril.
Karena sediaan injeksi dibuat dalam sediaan parenteral yang langsung
berkontakan dengan cairan tubuh, maka sediaan harus dibuat menjadi isotonis. Hal ini
dilakukan dengan cara menambahkan/menggunakan NaCl dalam formulasi sediaan.
Zat NaCl dipilih sebagai pengisotonis karena bahan aktif bercampur dengan NaCl,
dan NaCl adalah zat pengisotonis yang tepat yang dapat mencegah sediaan menjadi
hipotonis.
pH sediaan juga perlu diperhatikan. Karena apabila pH sediaan tidak sesuai
dengan pH tubuh maka akan menyebabkan sensasi yang tidak enak ketika dilakukan
proses penginjeksian ke dalam tubuh. Rasa sakit apabila pH sediaan terlalu asam dan
kerusakan sel apabila pH terlalu basa. pH sediaan injeksi penisilin ini ialah 5-7.
Apabila dibandingkan dengan pH tubuh manusia, pH tersebut tidaklah sesuai. Hal ini
dikarenakan pH sediaan sudah ditentukan demikian dalam literatur yang diacu. Selain
itu, pH sediaan sebaiknya tidak diubah menyesuaikan pH tubuh. Hal ini dikarenakan
syarat untuk injeksi volume kecil adalah sedapat mungkin isohidri, serta lebih
diutamakan menjaga pH untuk mempertahankan stabilitas obat, kelarutan obat, dan
efek farmakologi.
Wadah yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini adalah ampul.
Hal ini dikarenakan ampul digunakan untuk dosis tunggal (1x pemakaian). Pada
kemasan sediaan injeksi penisilin pun terdapat logo bulat berwarna merah dengan
pinggiran hitam dan huruf k dalam lingkaran tersebut. Hal tersebut dicantumkan
dalam kemasan sediaan injeksi karena sediaan/larutan dibuat dalam bentuk injeksi
dan semua sediaan injeksi merupakan obat keras yang harus digunakan atau diperoleh
dengan menggunakan resep dokter.
23
a. Perhitungan formula injeksi penisilin:
1. Ampul per unit : 1 ml
Ampul per batch : ( n+2 ) x V’ + ( 2 x 3 ml )
= ( 15 + 2 ) x 1,1 + 6 ml
= 24,7 ml ≈ 25 ml
24
f. Autoklaf
g. Oven
h. Timbangan digital
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan sediaan injeksi ini
adalah:
a. Penisilin
b. Aqua pro Injeksi
D. Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan pembuatan sediaan injeksi dilakukan dengan cara:
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mensterilisasikan alat yang akan digunakan dalam oven.
3. Masing-masing obat dan bahan disterilisasikan.
4. Pembuatan aqua pro injeksi.
5. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang.
6. Pelarutan bahan aktif dan tambahan dengan aqua pro injeksi dengan labu
erlenmayer.
7. Pengisian sediaan larutan injeksi ke dalam ampul dengan spuit.
8. Penutupan ampul dengan memanaskan ujung ampul.
9. Sediaan jadi disterilisasi dengan autoklaf.
25
dalam larutan sediaan dan mencocokan warna yang terbentuk pada pH universal
dengan trayek warna. Dari hasil evaluasi di dapat pH yang tidak melebihi batas
pH sediaan yang diinginkan, yaitu 6. Hal ini menunjukan sediaan memiliki pH
yang baik dan sesuai untuk sediaan injeksi pensilin .
3. Evaluasi kejernihan
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kejernihan dari larutan sediaan injeksi
yang terbentuk. Evaluasi ini dilakukan dengan cara mengocok ampul, lalu
membalik ampul dengan cepat, dan mengamati di depan kertas/papan yang
berlatar belakang hitam/putih dengan lampu neon. Dari evaluasi ini diperoleh
larutan sediaan injeksi yang jernih.
4. Evaluasi keseragaman volume
Evaluasi ini dilakukan dengan mengamati volume yang terdistribusi pada masing-
masing ampul. Dari evaluasi ini didapat bahwa sediaan volume injeksi
terdistribusi secara merata ke dalam masing-masing ampul.
5. Evaluasi kebocoran
Evaluasi ini dilakukan untuk mengamati kebocoran ampul yang terjadi pada saat
setelah penutupan ampul. Evaluasi ini dilakukan dengan mencelupkan sediaan
ampul ke dalam larutan metilen blue, apabila sediaan injeksi dalam ampul berubah
menjadi warna biru, hal itu menandakan terjadinya kebocoran pada kemasan
ampul. Pada evaluasi ini, didapatkan hasil yang negatif yang berarti tidak adanya
kebocoran kemasan ampul.
26
BAB IV
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
a. Injeksi, adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lender.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah
obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
b.
No
Bahan Fungsi Lazim
.
c. Proses sterilisasi akhir menggunakan autoklaf, yang disebabkan bahan aktif tahan
pemanasan. Dengan otoklaf suhu tidak terlalu tinggi dan waktu sterililasi tidak
terlalu cepat. Sehingga bahan tidak cepat rusak dan waktu lebih efisien. Selain itu,
dalam proses pembuatan, alat yang digunakan harus dalam keadaan steril.
d. Wadah yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi ini adalah ampul. Hal ini
dikarenakan ampul digunakan untuk dosis tunggal (1x pemakaian). Pada kemasan
sediaan injeksi penisilin pun terdapat logo bulat berwarna merah dengan pinggiran
hitam dan huruf k dalam lingkaran tersebut. Hal tersebut dicantumkan dalam
kemasan sediaan injeksi karena sediaan/larutan dibuat dalam bentuk injeksi dan
27
semua sediaan injeksi merupakan obat keras yang harus digunakan atau diperoleh
dengan menggunakan resep dokter.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Dekpes RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Dekpes RI
29