Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cara Pembuatan Ekstrak

Secara garis besar, tahapan pembuatan ekstrak yaitu pembuatan serbuk simplisia,
pemilihan pelarut atau cairan penyari, proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi, separasi
dan pemurnian, penguapan atau pemekatan, pengeringan ekstrak dan penentuan rendemen
ekstrak.
1. Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan simplisia yang kontak
dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan sampai derajat kehalusan serbuk yang
optimal.
2. Pemilihan pelarut atau cairan penyari
Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan terekstraksi dan berada dalam
ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia yang akan diekstraksi atau yang diduga berkhasiat
akan memudahkan proses pemilihan cairan penyari.
3. Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraksi
Cara ekstraksi yang dipilih ikut menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh. Dalam memilih cara
ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu menyari senyawa aktif sebanyak-banyaknya
dan secepat-cepatnya hingga diperoleh efisiensi ekstraksi.
4. Separasi dan pemurnian
Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang diperlukan terhadap
ekstrak dalam rangka meningkatkan kadar senyawa aktifnya. Separasi dapat dilakukan dengan
cara-cara tertentu seperti dekantasi, penyaringan, sentrifugasi, destilasi dan lain-lain. Pemurnian
ekstrak dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam ekstrak
akan terpisah dari zat-zat yang diinginkan.
5. Penguapan atau pemekatan
Penguapan atau pemekatan merupakan proses meningkatkan jumlah zat terlarut dalam ekstrak
dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan cara penguapan, tetapi tidak sampai kering.
6. Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat seperti tablet, kapsul, pil
dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak dapat dilakukan dengan penambahan bahan
tambahan (non-native herbal drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan (native
herbal drug preparation).
7. Penentuan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai parameter standar
mutu ekstrak pada tiap bets produksi maupun parameter efisiensi ekstrak.
B. Hal yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak

Faktor yang berpengaruh terhadap mutu ekstrak secara garis besar ada dua, yaitu faktor
biologi dan faktor kimia.
1. Faktor biologi: Faktor biologi yang mempengaruhi mutu ekstrak berhubungan dengan bahan
baku simplisia yang digunakan. Hal-hal yang berpengaruh antara lain : identitas jenis (species),
lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan hasil tumbuhan, penyimpanan bahan tumbuhan.

2. Faktor kimia
a. Faktor internal
Ø Jenis senyawa aktif dalam bahan)
Ø Komposisi kualitatif senyawa aktif
Ø Komposisi kuantitatif senyawa aktif
Ø Kadar total rata-rata senyawa aktif
b. Faktor eksternal
Ø Metode ekstraksi
Ø Perbandingan ukuran alat ekstraksi
Ø Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
Ø Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
Ø Kandungan logam berat
Ø Kandungan pestisida

C. Parameter dan Metode Uji Ekstrak

Untuk menjamin mutu ekstrak pada setiap bets produksi, harus ada parameter yang diukur
dan dan dijamin dalam keadaan konstan. Namun berbeda dengan obat kimia yang kadar zat
aktifnya tertentu, penjaminan mutu ekstrak belum dapat dilakukan terhadap bahan aktifnya.
Parameter yang dapat ditentukan yaitu
a. Parameter spesifik
Parameter spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun hanya dimiliki oleh
ekstrak tanaman yang bersangkutan. Parameter spesifik meliputi.
Ø Identitas ekstrak
Contoh :
Ekstrak kental Rimpang temulawak (Extractum Curcumae Xanthorrhizae Rhizomae Spsissum).
Ekstrak kental rimpang temulawak adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang tumbuhan Curcuma
xanthorrhiza Roxb., suku Zingiberaceae.
Ø Organoleptik ekstrak: Pemerian ekstrak yaitu bentuk, warna, bau, dan rasa.
Ø Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Kandungan kimia, kurkumin, desmetoksikurkumin, minyak atsiri dengan kandungan utama
xanthorizol dan oleoresin

b. Parameter Non spesifik


Parameter non spesifik merupakan pengujian fisika, kimia dan mikrobiologi yang
dilakukan terhadap ekstrak yang dilakukan untuk menjamin mutu ekstrak pada setiap bets
produksi.
Parameter yang diuji antara lain :
Ø Susut pengeringan
Ø Bobot jenis
Ø Kadar air
Ø Kadar abu
Ø Sisa pelarut
Ø Residu pestisida
Ø Cemaran logam berat
Ø Cemaran mikroba (ALTB, MPN Coliform, Uji angka kapang khamir dan uji cemaran
aflatoksin).
c. Uji Kandungan Kimia Ekstrak
Uji ini dilakukan jika kandungan kimia ekstrak dan metode ujinya telah diketahui.
Pengujian yang dilakukan antara lain : pola kromatogram esktrak, kadar total golongan kandungan
kimia dan kadar kandungan kimia tertentu.

D. Perkolasi

Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari bahan alam,
terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (termolabil). Ekstraksi dilakukan dalam bejana
yang dilengkapi kran untuk mengeluarkan pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan
maserasi terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di pakai
untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada perkolasi pelarut dibuat
mengalir.
Penambahan pelarut dilakukan secara terus menerus, sehingga proses ekstraksi selalu
dilakukan dengan pelarut yang baru. Dengan demikian diperlukan pola penambahan pelarut secara
terus menerus, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan pola penetesan pelarut dari bejana
terpisah disesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar, atau dengan penambahan pelarut dalam
jumlah besar secara berkala. Yang perlu diperhatikan jangan sampai bahan kehabisan pelarut.
Proses ekstraksi dilakukan sampai seluruh metabolit sekunder habis tersari, pengamatan sederhana
untuk mengindikasikannya dengan warna pelarut, dimana bila pelarut sudah tidak lagi berwarna
biasanya metabolit sudah tersari. Namun untuk memastikan metabolit sudah tersari dengan
sempurna dilakukan dengan menguji tetesan yang keluar dengan KLT atau spektrofotometer UV.
Penggunaan KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih baik
menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi metabolit habis
tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat, sedangkan dengan spektrofotometer ditandai
dengan tidak adanya puncak.
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut (perkulator) yang
memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu
dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk
kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap
banyak. Jika pada maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena
akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka
pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi selalu dipertahnkan.
Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat
diekstraksi mencapai 95%) (Voight,1995).

E. Jenis-jenis Perkolator

Jenis-jenis dari percolator yaitu:


a. Perkolator bentuk corong
b. Percolator bentuk tabung
c. Percolator bentuk paruh
Dasar pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari.
Jumlah bahan yang disari tidak boleh lebih dari 2/3 tinggi perkolator.

F. Hal – hal yang Perlu Diperhatikan Pada Metode Perkolasi

1. Pembuatan ekstrak cair dengan penyari etanol dilakukan tanpa pemanasan.


2. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir sebaiknya dibiarkan ditempat sejuk
selama 1 bulan, kemudian disaring sambil mencegah penguapan.
3. Untuk ekstrak cair dengan penyari air, segera dihangatkan pada suhu 90oC, dienapkan dan
diserkai kemudian diuapkan pada tekanan rendah tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh
konsentrasi yang dikehendaki.
4. Bagian leher percolator diberikan kapas atau gabus bertoreh. Kapas atau gabus bertoreh
diusahakan tidak basah oleh air kecuali bila penyari mengandung air. Untuk penggunaan gabus,
sebaiknya dilapisi dengan kertas saring yang bagian tepinya digunting supaya dapat menempel
pada dinding percolator.
5. Pemindahan massa ke percolator dilakukan sedikit demi sedikit sambil ditekan. Penekanan
bertujuan untuk mengatur kecepatan aliran penyari. Bila zat tidak tersari sempurna, penekanan
dilakukan dengan agak kuat. Selain itu, bila perkolat tidak menetes, massa terlalu padat atau serbuk
simplisia terlalu halus, maka percolator harus dibongkar. Lalu dimasukkan kembali dengan
penekanan agak longgar bila perlu dicampur dengan sejumlah kerikil yang bersih.
6. Cairan penyari yang dituangkan harus selalu dijaga agar selapis cairan penyari selalu ada
dipermukaan massa, diusahakan agar kecepatan cairan penyari sama dengan kecepatan sari
menetes.
7. Penambahan cairan penyari dilakukan setelah massa didiamkan selama 24 jam.
8. Kecepatan aliran percolator diatur 1 mL/menit.
DAFTAR PUSTAKA

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 382, 442, diterjemahkan oleh
Soendari Noerno Soewandhi, Gadjah Mada University Press:Yogyakarta
Mhd. Riza Marjoni. 2016. Dasar – Dasar Fitokimia. Jakarta : Penerbit Buku Kesehatan
Anonim. 2014. Penuntun Praktikum Fitokimia I. Bandung : ITB
Tobo, Fachruddin. 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia. Makassar : Laboratorium
Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas
Prof.Dr.Endang. 2016. Analisis Fitokimia. Jakarta : Penerbit EGC
Sirait, Midian. 2016. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung : ITB
Najbi, Ahmad. 2018. Ekstraksi Senyawa Bahan Alam. Yogyakarta : Deepublish
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press

Anda mungkin juga menyukai