BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun
1660. Akan tetapi perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya
pada saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin ( Perancis ) dan Friedleader
( Jerman ), seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan
larutan atau suspensi ke dalam tubuh untuk tujuan terapeutik atau diagnostik.
Injeksi dapat dilakukan ke dalam aliran darah, ke dalam jaringan atau organ.
Pelarut yang digunakan pada pembuatan sediaan injeksi adalah disesuaikan
dengan kelarutan zat aktif yang digunakan, untuk zat aktif yang larut dengan
air pelarut yang digunakan adalah berupa air pro injeksi, sedangkan untuk zat
aktif yang larut lemak pelarut yang digunakan adalah minyak pro injeksi.
2. Tujuan praktikum
Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat
dan mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.
injeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian injeksi
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang
dimaksudkan unutk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum
digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang
diberikan dengan disuntikkan.
Obat–obat dapat disuntikkan ke dalam hampir seluruh organ atau bagian tubuh
termasuk sendi (intaarticular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung
(intraspinal) ke dalam cairan spinal(intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan
gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik
dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalm otot
(intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau di bawah kulit (subkutan).
Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-
besaran adalah air untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan
dengan cara penyulingan atau osmosis terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar
yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidal
lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak boleh mengandung zat
penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus bebas
pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang
akan disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba
dapat tumbuh. Air untuk obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24
jam sesudah penampungan. Tentunya harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen
dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan
dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1
liter.seperti air untuk obat suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat
antimikroba atau zat tambahan lain. Air ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat
pada total daripada air untuk obat suntik karena terjadinya pengikisan zat padat dari
lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini dimaksudkan untuk digunakan
sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntikyang telah disteril dan dikemas.dalam
penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk membentuk obat
suntik yang diinginkan.
2. Injeksi Subkutan
Umumnya larutannya isotonis, pH nya sebaiknya netral dimaksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis.
Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. disuntikkanpada jaringan
dibawah kulit ke dalam alveola.
3. Injeksi Intramuskular
Merupakan larutan atau suspensi dalam air atau minyak atau emulsi. Disuntukkan
masuk ke otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4 ml.
4. Injeksi Intradermal
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit
(0.1-0.2 ml).
BAB III
PRAFORMULASI
1. Zat aktif
NAMA BAHAN AKTIF Vitamin K
SINONIM Menadion
Dosis Maksimum --
1. ORGANOLEPTIS
3. STABILITAS
2. Zat tambahan
Oleum arachidis
OLEUM ARACHIDIS
Kelarutan :
praktis tidak larut dalam etanol (95 %) , mudah larut dalam kloroform, dalam eter , dan dalam eter
minyak tanah
Botanical description :
Annual herbaceous plant 30-70 cm in height, looks like a bean. After pollination buttons burrow
into the soil to a depth of 5 cm, where the fruits ripen. Originally from Brazil, peanuts are now
cultivated throughout the tropics and subtropics.
The active substances : In medicine used oil, consisting of glitseridov different fatty acids, especially
oil.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari sediaan yang telah kita buat kita membuat injeksi vitamin K yang tanpa
menggunakan bahan tambahan lain selain pelarut sediaan.
Dari hasil pengamatan sediaan kami mengalami pengendapan zat aktif, sehingga ketika
hendak akan dilakukan injeksi harus di kocok terlbih dahulu.
Untuk pengamatan Sediaan injeksi ada beberapa hal parameter yang harus di penuhi
diantaranya :
Kalau dari persyaratan di atas terpenuhi maka sediaan tersebut sangat baik untuk di
berikan kepada pasien.
Pirogen biasanya ikut dalam sediaan injeksi dimungkinkan bisa berasal dari pelarut
injeksi atau ikut pada saat pencampuran oleh karena itu pada saat pencampuran zat
dilakukan dalam ruang yang steril (white area) Dan jika adanya pirogen dan zat iritan
tersebut berasal dari pelarut biasanya ha tersebut diatasi dengan sterilisasi bahan pelarut
Sediaan yang telah kami buat, kita melakukan sterilisasi akhir agar adanya pirogen dan
iritan dapat di minimalisis dan bahkan di hilangi dari dalam sediaan tersebut,
2. Kejernihan sediaan
3. Warna sediaan
Warna sediaan yang kita peroleh berwarna kuning karena pengaruh warna dasar dari
pelarut. Sediaan diusahakan memiliki warna yang jernih.
4. Isotonisitas.
Pada saat pembuatan zat isotonisitas dari sediaan yang kita buat tidak kita cek
isotonisitasnya, karena untuk sediaan volume kecil isotonisitas tidak mempengaruhi
isotonisitas dari tubuh, namun jika bisa diusahakan tonisitasnya stara dengan tubuh.
5. pH
ph stablitas sediaan yang kita buat adalah 3. Hail ini kita lakukan karena stabilitas
vitamin K pada rentang tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan pembuatan sediaan injeksi vitamin K dengan
menggunakan pelarut bukan air dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembuatan sediaan injeksi vitamin K menggunakan :
Zat aktif : Vitamin K
Pelarut :oleum arachidis
2. Syarat yang harus dipenuhi dari pelarut minyak, yaitu :
Minyak untuk injeksi adalah minyak lemak nabati / ester asam lemak
tinggi, alam / sintetik, harus jernih pada suhu 100 C.
Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9.
Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan tidal lebih dari 128.
Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak lebih dari 200
Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan
baik.
Isotonisitas.
Pada saat pembuatan zat isotonisitas dari sediaan yang kita buat tidak kita cek
isotonisitasnya, karena untuk sediaan volume kecil isotonisitas tidak mempengaruhi
isotonisitas dari tubuh, namun jika bisa diusahakan tonisitasnya stara dengan tubuh.
pH
ph stablitas sediaan yang kita buat adalah 3. Hail ini kita lakukan karena stabilitas
vitamin K pada rentang tersebut.
Evaluasi wadah
Wadah cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran, hanya saja
vial yang digunakan berwarna bening, seharusnya cokelat atau warna gelap.
Hal ini diakibatkan keterbatasan alat.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas
Indonesia
Moh. Anief. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Taketomo, Carol dkk. 1992. Pediatric Dosage Handbook. Ohio : American Pharmaceutical
Assosiation
Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress
Suryani, Nelly M.Si, Apt. dan Sulistiawati, Farida M.Si, Apt..2007. Penuntun Praktikum
Teknologi Sedian Steril. Jakarta : UIN Press
LAMPIRAN
K INFUS GLUKOSA ®
GLUKOSA 5%