Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah Teknologi Sediaan Steril yang berjudul “Injeksi dan Infus” bisa selesai pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Dosen teknologi sediaan steril Ferawati
Suzalin., S.Farm, Apt., Msc yang telah membimbing kami dan teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan
baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palembang, 15 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan
steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.

Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen
yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti
yang umum digunakan, menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai
sediaan yang diberikan dengan disuntikan. Obat-obat dapat disuntikan ke dalam
hampir seluruh organ atau bagian tubuh termasuk sendi (intrasricular), ruang
cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan
spinal (intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke
dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan
ke dalam vena (intravena), ke dalam otot (intramuskular), ke dalam kulit
(intradermal) atau dibawah kulit (subkutan).

Infus adalah teknik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet


tajam yang kaku, seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan
pada spuit.
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam
tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving
seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu
keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan
dasar tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini
merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam
kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan order
dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang
dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa
faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan
dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan
diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang
benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan
mempertahankan sistem.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu injeksi dan Infus?
2. Bagaimana penggolongan sediaan injeksi dan macam-macam cairan infus?
3. Apa saja syarat sediaan injeksi dan tujuan pemberian terapi cairan/infus?
4. Bagaimana cara penyuntikan dan pembuatan sediaan injeksi dan cara
pemakaian infus?
5. Apa saja keuntungan dan kerugian dari sediaan injeksi dan komposisi cairan
infus, indikasi, dan kapan penggunaan?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian sediaan injeksi dan infus.
2. Mengetahui penggolongan sediaan injeksi dan macam-macam cairan infus.
3. Mengetahui syarat sediaan injeksi dan tujuan pemberian terapi cairan/infus.
4. Memahami dan mengetahui cara penyuntikan dan pembuatan sediaan injeksi
dan cara pemakaian infus.
5. Mengetahui keuntungan dan kerugian dari sediaan injeksi dan komposisi
cairan infus, indikasi, dan kapan penggunaan.
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Sediaan Injeksi dan Infus


Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
(FI Edisi III, 1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi
yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler. (FI Edisi IV, 1995)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh. (Yuda, 2010)
Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum
langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium,
kalsium, kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat.
(Wahyuningsih, 2005)
Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh
darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan
menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu,
2009)
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005)

2.2 Penggolongan Sediaan Injeksi dan Macam-Macam Cairan Infus


 Penggolongan Sediaan Injeksi
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis
yang berbeda yaitu :
1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain.
Misalnya :
 Inj. Vit. C, pelarutnya aqua pro injection
 Inj. Camphor oil, pelarutnya olea neutralisata ada injection
 Inj. Luminal , pelarutnya Sol . Petit atau propilenglikol dan air.
2. Sedian padat kering ( untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak
mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan
yang di peroleh setelah penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi
persyaratan injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril.
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk
larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai. Misalnya : Inj. Procaine
Penicilline G steril untuk suspensi.
4. Sedian berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
di suntikan secara intervena atau kedalam saluran spinal. Dalam FI III
disebut suspesi steril (zat padat yang telah di suspensikan dalam
pembawa yang cocok dan steril ). Misalnya : Inj. Suspensi hidrokortison
asetat steril.
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengenceran
atau bahan tambahan lain. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi.
 Macam-macam Cairan Infus
Saat ini jenis cairan untuk terapi parenteral sudah tersedia banyak
sekali dipasaran. Kondisi orang sakit membutuhkan cairan yang berbeda
sesuai dengan penyakitnya. Cairan sebagai terapi seharusnya tepat sehingga
dicapai efek yang optimal. Pemberian cairan yang salah bisa memperberat
penyakit pasien. Rancangan cairan disesuaikan dengan kondisi patologis.
(Darmawan, 2007). Adapun jenis cairan yang sering digunakan dalam
pemberian terapi intravena berdasarkan kelompoknya adalah sebagai
berikut: (Leksana, 2010)
1. Cairan Kristaloid
Cairan dengan berat molekul rendah ( < 8000 Dalton ) dengan atau tanpa
glukosa, mempunyai tekanan osmotik rendah, sehingga cepat
terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler, dan mengandung elektrolit:
Ringer lactate, Ringer’s solution, NaCl 0,9%, Tidak mengandung
elektrolit: Dekstrosa 5%. Cairan ini rata-rata memiliki tingkat osmolaritas
yang lebih rendah dengan osmolaritas plasma. Contoh cairan tersebut
adalah
1. Normal Saline
2. Ringer Laktat (RL)
3. Dekstrosa
4. Ringer Asetat (RA)
2. Cairan Koloid
Cairan dengan berat molekul tinggi ( > 8000 Dalton ), merupakan larutan
yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran
kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya
pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek
samping lebih banyak, dan lebih mahal. Mekanisme secara umum
memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar
dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat
hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena
itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah
volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan tekanan osmose plasma. Contohnya adalah
1. Albumin
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
3. Dextran
4. Gelatin
3. Cairan Khusus
Cairan ini dipergunakan untuk indikasi khusus atau koreksi. Adapun
macam-macamnya adalah sebagai berikut : mannitol, asering, ka-en 1b,
ka-en 3a & ka-en 3b, ka-en mg3, ka-en 4a, ka-en 4b, otsu-ns, martos-10,
aminovel-600, pan-amin g, tutofusin ops.

2.3 Syarat Sediaan Injeksi dan Tujuan Pemberian Terapi Cairan/Infus


 Syarat Sediaan Injeksi
Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair:
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk
meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat,
kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH 7,4, agar tidak terasa
sakit dan penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama
dengan tekanan osmose darah/ cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan
tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit
hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun
yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau
lebih sekali penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.
 Tujuan Pemberian Terapi Cairan/Infus
Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus): (Setyorini, 2006)
a. Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuat melalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekanan vena sentral (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan diistirahatkan.

2.4 Cara Penyuntikan & Pembuatan Sediaan Injeksi dan Cara


Pemakaian Infus
 Cara Penyuntikan
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c)
Dimasukkan ke dalan kulit yang sebenarnya, digunakan untuk
diagnosa. Misalnya deteksi alergi terhadap suatu zat/obat. Volume yang
disuntikkan antara 0,1 – 0,2 ml.
2. Injeksi subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveola.
Volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 mL. Umumnya larutan
bersifat isotonis, sedang pH netral, bersifat depo (absorbsinya lambat).
Dapat diberikan dalam jumlah besar ( volume 3-4 liter/hari dengan
penambahan enzim hialuronudase), bila pasien tersebut tidak dapat
diberikan infus intravena. Cara ini disebut “Hipodermaklisa”.
3. Injeksi intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan/ otot. Injeksi dalam
bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini.
Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi
atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek
lama. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikan perlahan-lahan
untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena (i.v)
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya
berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh,
sebab akan menyumbat pembuluh darah vena. Dibuat isotonis, kalau
terpaksa dapat sedikit hipertonis maka disuntiknya lambat/ perlahan-
lahan dan tidak memperngaruhi sel darah, volume antara 1-10 mL. Jika
dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 mL, tidak boleh mengandung
bakterisida, dan jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen. Pemberian
lebih dari 10 mL umumnya disebut infus intravena/ infusi/infundabilia.
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Disuntikkan kedalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume yang
disuntikkan 1-10 mL . Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, Tidak
boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan
gawat.
7. Injeksi intratekal (it), intraspinal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sum-sum tulang belakang pada
dasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumba vertebra) yang berisi cairan
cerebrospinal. Berupa larutan, harus isotonis, harus benar-benar steril,
bersih sebab jaringan syaraf di daerah ini sangat peka.
8. Injeksi intratikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. Bentuk
suspensi / larutan dalam air.
9. Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di mata bawah. Berupa suspensi /
emulsi tidak lebih dari 1 mL.
10. Injeksi intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam
bentuk larutan susupensi dalam air.
11. Injeksi intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat :
bahaya infeksi besar.
12. Injeksi peridural (p.d), ekstra dural, epidural.
Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dan sum-sum tulang belakang.
 Cara Pembuatan Sediaan Injeksi
a. Persiapan pembuatan obat suntik
1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik
atau dilakukan sterilisasi akhir. Pada pembuatan kecil-kecilan alat
yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji
yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus. Untuk
pembuatan besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus
direncanakan.
2. Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat karena
dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-
masing dalam Aqua p.i yang sudah dijelaskan cara pembuatannya,
kemudian dicampurkan.
b. Pembuatan larutan injeksi
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan
rusak atau mengurai. Caranya : Zat pembawa, zat pembantu, wadah,
alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang
diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik
hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
2. Cara non-aseptik
Dilakukan sterilisasi akhir. Caranya : Bahan obat dan zat pembantu
dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring
hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat
larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat
mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara
yang cocok.
 Cara Pemakaian Infus
1. Dalam pemakaian infus perlu dipersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan
dan alat-alatnya, meliputi ; Standar infuse, Set infuse, Cairan sesuai
program medic, Jarum infuse dengan ukuran yang sesuai, Pengalas
Torniket, Kapas alcohol, Plester, Gunting, Kasa steril, Betadine, Sarung
tangan.
2. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pemasangan infus, yang terdiri dari:
Cuci tangan, hubungkan cairan dan infus set dengan memasukkan ke
bagian karet atau akses selang ke botol infuse.
3. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem slang hingga cairan memenuhi selang dan udara
selang keluar.
4. Letakkan pangalas di bawah tempat ( vena ) yang akan dilakukan
penginfusan.
5. Lakukan pembendungan dengan torniker ( karet pembendung ) 10-12 cm
diatas tempat penusukan dan anjurkan pasien untuk menggenggam
dengan gerakan sirkular (bila sadar).
6. Gunakan sarung tangan steril.
7. Disinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol.
8. Lakukan penusukan pada vena dengan meletakkan ibu jari di bagian
bawah vena da posisi jarum (abocath) mengarah ke atas.
9. Perhatikan keluarnya darah melalui jarum (abocath / surflo) maka tarik
keluar bagian dalam (jarum) sambil meneruskan tusukan ke dalam vena.
10. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan
bagian atas vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah
tidak keluar.
11. Kemudian bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang
infuse.
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sesuai dengan dosis yang
diberikan.
13. Lakukan fiksasi dengan kasa steril Tuliskan tanggal dan waktu
pemasangan infus serta catat ukuran jarum. Lepaskan sarung tangan dan
cuci tangan.

2.5 Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Injeksi dan Komposisi


Cairan Infus, Indikasi, dan Kapan Penggunaan
 Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Injeksi
 Keuntungan :
a. Bekerja cepat, misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock
anfilaksis.
b. Dapat digunakan jika obat rusak, jika kena cairan lambung,
merangsang jika ke cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh
cairan lambung.
c. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
d. Dapat digunakan sebagai depo terapi
 Kerugian :
a. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan
pencegahan.
b. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang
digunakan per oral.
 Komposisi Cairan Infus, Indikasi, dan Kapan Penggunaan
1. Cairan Kristaloid
A. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
1) Resusitasi
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor,
diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen
interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial
karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
2) Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah
banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang
hilang tersebut.
3) Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah
besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan
NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
4) Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal
menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan
metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan
glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi: Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan.
Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal,
hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction: Edema jaringan pada penggunaan volume besar
(biasanya paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan
akumulasi natrium.
B. Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml): Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl =
109-110, Basa = 28-30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : Keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat
adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa
dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan
kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik.
Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf
dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan
kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk
syok perdarahan.
Indikasi: Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan
dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang
disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik,
karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi
akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi: Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
Adverse Reaction: Edema jaringan pada penggunaan volume yang
besar, biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian: Hati-hati pemberian pada penderita edema
perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-
eklamsia.
C. Dekstrosa
Komposisi: Glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan: 100, 250, 500 ml.
Indikasi: Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk
keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada
keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari
25 mg/100ml).
Kontraindikasi: Hiperglikemia.
Adverse Reaction: Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah
dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
D. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup
banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana
laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat di
metabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang
memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL
efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan
syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme
asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan
profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada
dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada
diare.
Indikasi: Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi sudah
seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya
laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat
karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini
terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut
(resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik;
pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat
induksi anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas
kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan
komplikasi dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi,
misalnya ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang
menganalisis efek pemberian 350 ml RA secara cepat (dalam waktu
2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal terhadap
parameter-parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan
pemberian RA dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan
hipovolemia sentral, yang umum terjadi setelah anestesi
umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba
membandingkan efek pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap
metabolisme maternal dan fetal, serta keseimbangan asam basa pada
20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan epidural
sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA
lebih baik dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat
memperbaiki asidosis laktat neonatus (kondisi yang umum terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami eklampsia atau
pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke
iskemik/hemoragik akut, sehingga umumnya para dokter spesialis
saraf menghindari penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran
terhadap edema otak. Namun, Hahn dan Drobin (2003)
memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya
pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke akut,
terutama bila ada dugaan terjadinya edema otak.
Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu
tubuh lebih baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50,
55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang signifikan pada
parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan
darah sistolik-diastolik).
2. Cairan Koloid
A. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah
protein 69-kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (cotoh:
albumin 5%).
Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena
volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah,
resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama
yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya
anafilaksis lebih kecil.
Indikasi :
1) Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok
hipovolemia, hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi,
trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal
akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.
2) Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS
di terapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan
efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara
bersamaan.
3) Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan
malnutrisi, kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok),
berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.
4) Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan
komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya
asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan
yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama,
sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat
mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya
bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ
dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-
organ tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : Gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
B. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi: Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu
amilosa dan amilopektin.
Indikasi: Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat
menurunkan permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat
menurunkan resiko kebocoran kapiler.
Kontraindikasi: Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan
resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek
antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat
meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan HES
pada sepsis masih terdapat perdebatan. Muncul spekulasi tentang
penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian
menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena:
1) Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid,
disamping itu HES tetap bisa digunakan untuk menambah volume
plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas.
2) Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan
albumin menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil
dibandingkan kristaloid.
3) Dengan menjaga COP, dapat mencegah komplikasi lebih lanjut
seperti asidosis refraktori.
4) HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat
menguntungkan pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi
dengan menghambat adesi molekuler.
Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak
boleh digunakan pada sepsis karena :
a) Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid
maupun koloid (HES), yang manifestasinya menyebabkan
kerusakan alveoli.
b) HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan
dengan gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia.
c) HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan
koagulasi, ARF, pruritus, dan liver failure. Hal ini terutama
terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh:
transplantasi ginjal).
d) Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan
dengan gelatin pada pasien dengan sepsis.
Efek samping : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo
endotelial jika digunakan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
C. Dextran
Komposisi: Dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari
bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media
sukrosa.
Indikasi :
1) Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis,
iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
2) Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan
menurunkan viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet.
Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai
efek anti trombus paling poten jika dibandingkan dengan gelatin
dan HES.
Kontraindikasi: Pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung,
gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
Efek samping: Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran
juga sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat
akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis
tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan.
Contoh: hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.
D. Gelatin
Komposisi: Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi: Penambah volume plasma dan mempunyai efek
antikoagulan. Pada sebuah penelitian invitro dengan
tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin memiliki efek
antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES.
Kontraindikasi: Haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium,
sehingga harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
Efek samping: Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada
penelitian dengan 20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin
mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan dengan
starches.
Contoh: Haemacel, gelofusine.
3. Cairan Khusus
A. Mannitol
D-Manitol. C6H14O6
Indikasi: Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema
serebral, meningkatkan diuresis pada pencegahan dan/atau
pengobatan oliguria yang disebabkan gagal ginjal, menurunkan
tekanan intraokular, meningkatkan ekskresi uriner senyawa toksik,
sebagai larutan irigasi genitouriner pada operasi prostat atau operasi
transuretral.
B. Asering
Indikasi: Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar,
syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi: Setiap liter asering mengandung:
1) Na 130 mEq
2) K 4 mEq
3) Cl 109 mEq
4) Ca 3 mEq
5) Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

a) Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada


pasien yang mengalami gangguan hati.
b) Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis
laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus.
c) Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh
sentral pada anestesi dengan isofluran.
d) Mempunyai efek vasodilator
e) Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10
ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus
sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral.
C. KA-EN 1B
Indikasi:
1) Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui,
misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak
memadai, demam).
2) Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV.
Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100
ml/jam pada anak-anak.
3) Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan
lebih dari 100 ml/jam.

Komposisi : Tiap 1000 ml isi mengandung

a) Sodium klorida 2,25 g


b) Anhidrosa dekstros 37,5 g.
c) Elektrolit (meq/L) : Na+ 38,5; Cl- 38,5; Glukosa 37,5 g/L; kcal/L:
150.
D. KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi: Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan
harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk
mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas.
1) Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
2) Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
3) Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B.

Kompisisi:

KA-EN 3A: Tiap liter isi mengandung


a) Sodium klorida 2,34 g
b) Potassium klorida 0,75 g, sodium laktat 2,24 g
c) Anhydrous dekstros 27 g.
d) Elektrolit (mEq/L) : Na+ 60; K+ 10; Cl- 50; laktat- 20; glukosa:
27 g/L; kcal/L : 108.

KA-EN 3B: Tiap liter isi mengandung

a) Sodium klorida 1,75g


b) Ptasium klorida 1,5g
c) Sodium laktat 2,24g
d) Anhydrous dekstros 27g
e) Elektrolit (mEq/L): Na+ 50; K+ 20; Cl- 50; laktat- 20; glukosa 27
g/L; kcal/L 108.
E. KA-EN MG3
Indikasi :
1) Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air
dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti
ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
2) Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
3) Mensuplai kalium 20 mEq/L
4) Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400
kcal/L.

Komposisi : Tiap liter isi mengandung bahan

a) Sodium klorida 1,75g


b) Potassium klorida 1,5g
c) Sodium laktat 2,24g
d) Anhydrous dekstros 100g
e) Elektrolit (mEq/L) : Na+ 50; K+ 20; Cl- 50; laktat- 20, glukosa
100 g/L; kcal/L: 400.
F. KA-EN 4A
Indikasi :
1) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
2) Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
3) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml): Na 30 mEq/L; K 0 mEq/L; Cl 20
mEq/L; Laktat 10 mEq/L; Glukosa 40 gr/L
G. KA-EN 4B
Indikasi:
1) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia
kurang 3 tahun
2) Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan
risiko hipokalemia
3) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi: Na 30 mEq/L; K 8 mEq/L; Cl 28 mEq/L; Laktat 10
mEq/L; Glukosa 37,5 gr/L.
H. Otsu-NS
Indikasi:
1) Untuk resusitasi
2) Kehilangan Na > Cl, misal diare
3) Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis
diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar).
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L; Na+ = 154; Cl - =
154.
I. Otsu-RL
Indikasi:
1) Resusitasi
2) Suplai ion bikarbonat
3) Asidosis metabolik
Komposisi : Mengandung elektrolit mEq/L; Na+ = 130; Cl - =
108.7; K+ = 4; Ca++ = 2.7; Laktat = 28.
J. Martos-10
Indikasi:
1) Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita
diabetik
2) Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti
tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
3) Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

Komposisi : Mengandung 400 kcal/L.

K. Amiparen
Indikasi:
1) Stres metabolik berat
2) Luka bakar
3) Infeksi berat
4) Kwasiokor
5) Pasca operasi
6) Total Parenteral Nutrition
7) Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

Komposisi : Setiap liter Amiparen isi mengandung

a) L-leucine 14g
b) L-isoleucine 8g
c) L-valine 8g
d) Lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent 10,5g)
e) L-threonine 5,7g
f) L-tryptophan 2g
g) L-methionine 3,9g
h) L-phenylalanine 7g
i) L-cysteine 1g
j) L-tyrosine 0,5g
k) L-arginine 10,5g
l) L-histidine 5g
m)L-alanine 8g
n) L-proline 5g
o) L-serine 3g
p) Aminoacetic acid 5,9g
q) L-aspartic acid 30 w/w%
r) Total nitrogen 15,7g
s) Sodium kurang lebih 2 mEq
t) Acetate kira-kira 1220 mEq
u) Sodium bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator.
L. Aminovel-60
Indikasi:
1) Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
2) Penderita GI yang dipuasakan
3) Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma
dan pasca operasi)
4) Stres metabolik sedang
5) Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm).

Komposisi : Tiap liter Aminovel 600 berisi

a) Amino acid (L-form) 50g


b) D-sorbitol 100g
c) Ascorbic acid 400mg
d) Inositol 500mg
e) Nicotinamide 60mg
f) Pyridoxine HCl 40mg
g) Riboflavin sodium phosphate 2,5mg
h) Elektrolit : Sodium 35 mEq; Potassium 25 mEq; Magnesium 5
mEq; Acetate 35 mEq; Maleate 22 mEq; Chloride 38 mEq.
i) Setiap 50g asam amino berisi : L-isoleucine 3,2gram; L-leucine
2,4g; L-lysine (calculated as base) 2g; L-methionine 3g; L-
phenylalanine 4g; L-threonine 2g; L-tryptophan 1g; L-valine
3,2g; L-arginine (calculated as base) 6,2g; L-histidine (calculated
as base) 1g; L-alanine 6g; Glycine 14g; L-proline 2g
M. PAN-AMIN G
Indikasi:
1) Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
2) Nutrisi dini pasca operasi
3) Tifoid.

Komposisi: Tiap liter infuse mengandung

a) L-arginine HCl 2,7g


b) L-histidine HCl H2O 1,3g
c) L-isoleucine 1,8g
d) L-leucine 4,1g
e) L-lysine HCl 6,2g
f) L-methionine 2,4g
g) L-phenyilalanine 2,9g
h) L-threonine 1,8g
i) L-tryptophane 0,6g
j) L-valine 2g
k) Glycine 3,4g
l) D-sorbitol 50g
m)Aair.
N. TUTOFUSIN OPS
Per liter :
i. Natrium 100 mEq
ii. Kalium 18 mEq
iii. Kalsium 4 mEq
iv. Magnesium 6 mEg
v. Klorida 90 mEq
vi. Asetat 38 mEq,
vii. Sorbitol 50 gram.

Indikasi :

1) Air & elektrolit yang dibutuhkan pada fase sebelum, selama, &
sesudah operasi.
2) Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi,
intra operasi dan pasca operasi.
3) Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit pada keadaan dehidrasi
isotonik dan kehilangan cairan intraselular.
4) Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial

Kontraindikasi :

a) Insufisiensi ginjal
b) Intoleransi Fruktosa & Sorbitol
c) Kekurangan Fruktosa-1-6-difosfate
d) Keracunan Metil alkohol

Hati-hati pada :

 Penyakit ginjal atau jantung


 Retensi cairan
 Hipernatremia

Anda mungkin juga menyukai