Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan
bagian yang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang
lain. Sedangkan bagian yang cair merupakan bagian terbesar di dalam tubuh yang
berada di intraseluler, ekstraseluler, dan bahkan di dalam bagian padat pun berisi
cairan.
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur
sedemikian rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.
Sekitar 60% tubuh manusia dewasa adalah cairan, terutama berupa larutan ion dan
zat-zat lain
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan suatu hubungan yang erat
dan bergantung satu dengan yang lainnya. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan pada salah satunya, maka akan memberikan pengaruh pada yang
lainnya. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dapat terjadi pada
keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorpsi, ekskresi keringat yang
berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari (insensible water loss)
secara berlebihan oleh paru-paru, pendarahan, berkurangnya kemampuan pada
ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Dalam
keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume cairan tubuh
yang hilang dengan segera dapat digantikan.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan yang ada didalam tubuh. Elektrolit adalah ion
yang terdapat dalam cairan tubuh yang dapat berupa kation (misalnya Na +, K+,
Ca2+, Mg2+) atau anion (misalnya Cl–, HCO3 –, HPO4 –, SO4 –, dan laktat)
Elektrolit bisa diperoleh dari makanan dan minuman, seperti buah,
sayuran, minuman elektrolit atau minuman isotonik, infused water, air mineral,
atau suplemen tertentu. Selain dari makanan dan minuman, pada pasien yang

1
kekurangan cairan elektrolit dan sedang dalam kondisi tidak bisa menerima
asupan nutrisi secara oral atau dalam keadaan tidak sadarkan diri cairan elektrolit
juga bisa diberikan secara parenteral atau lewat pembuluh darah, yaitu melalui
infus.
Infus adalah sebuah metode pemberian obat yang dilakukan secara
langsung melalui pembuluh darah. Terapi ini biasanya menjadi pilihan terbaik jika
kondisi tubuh pasien sudah tidak memungkinkan minum obat secara oral (lewat
mulut), salah satu sediaan infus yang sering digunakan yaitu infus Ringer Laktat
Ringer laktat merupakan jenis cairan kristaloid yang mengandung kalsium,
kalium, laktat, natrium, klorida, dan air. Cairan ringer laktat umumnya diberikan
untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang, Selain itu, cairan ini juga sering
digunakan sebagai cairan pemeliharan ketika sedang menjalani perawatan di
rumah sakit.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.2 Maksud
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui preparasi formulasi sediaan steril infus
yang baik sehingga dapat menghasilkan sediaan infus yang steril dengan
karakteristik sesuai standar yang telah ditentukan
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tehnik dan cara dalam pembuatan
sediaan steril infus yang steril dengan karakteristik sesuai standar yang
telah ditentukan
1.2.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui preparasi formulasi sediaan steril infus yang
baik sehingga dapat menghasilkan sediaan infus yang steril dengan
karakteristik sesuai standar yang telah ditentukan
2. Mahasiswa dapat mengetahui tehnik dan cara dalam pembuatan sediaan
steril infus yang steril dengan karakteristik sesuai standar yang telah
ditentukan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Infus
Infus adalah sediaan parenteral volume besar yang ditujukan untuk
diberikan secara intravena yang sering disebut intravena (I.V) cairan atau cairan
infus. Infus atau cairan infus dikemas dalam wadah yang mempunyai kapasitas
dari 150 sampai 1000 mL. Infus tipe ini dengan wadah kapasitas 250 ml tersedia
dengan pengisian 50 ml dan 100 mL larutan obat ketika digunakan dalam teknik
“piggyback” (Turco, et al, 1974).
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena
dalam volume relatif banyak,mengacu kepada injeksi untuk pemberian intravena
dan dikemas dalam wadah 100 mL atau lebih (Tungadi, 2017).
2.1.2 Tujuan Pemberian Infus
Cairan intravena umumnya digunakan untuk sejumlah kondisi klinik.
Berikut tujuan pemberian infus menurut Gennaro et al (1990), antara lain:
1. Memperbaiki kerusakan keseimbangan elektrolit
2. Mempebaiki kerusakan cairan tubuh (pengganti cairan)
3. Berperan dalam penyediaan nutrisi dasar
4. Dasar untuk penyediaan total nutrisi parenteral
5. Digunakan untuk pembawa substansi obat
2.1.3 Metode Pemberian Infus
Menurut Gennaro et al (1990), pemberian infus dapat diberikan dalam tiga
metode yaitu:
1. Injeksi intravena langsung
Volume kecil (1-50 mL) dan obat disuntikkan ke dalam vena dalam waktu
singkat.
2. Metode penggantian volume

3
Alat kontrol volume ditujukan untuk infus berselang larutam obat dan
jumlah tepat pengontrolan laju aliran, alat atau metode ini meliputi alat
kalibrasi, plastik tempat penampungan cairan langsung dibawah wadah
intravena yang sebelumnya dipasang atau lebih yang dilekatkan pada
penyediaan cairan yang bebas. Pada kasus lain obat yang diberikan
pertama disusun kembali bila obat merupakan padatan steril dan
disuntikkan ke dalam tempat suntikan dari unit pengontrol volume lalu
dilarutkan dalam 50-150 mL dengan cairan pertama atau cairan yang
terpisah. Pemberian seluruh cairan yang mengandung obat 30-60 menit
dan menghasilkan konsentrasi puncak pada darah diikuti oleh penurunan
bila dosis dihentikan. Prosedur untuk pemberian infus intravena berselang
dengan suatu alat pengintrol volume sebagai berikut :
a. Menggunakan teknik aseptik, alat penusuk volume kontrol
dimasukkan ke dalam cairan intravena utam pada wadah cairan yang
terpisah
b. Udara dihilangkan dari pipa alat pengontrol volume dengan membuka
klem sampai cairan mengalir.
c. Klem dibuka di atas tempat kalibrasi dan chamber kalibrasi diisi
dengan 25-50 mL cairan dari wadah utama cairan yang terpisah.
d. Klem di atas chamber ditutup
e. Klem di atas chamber dibuka untuk mencukupkan larutan hingga
volume yang diinginkan (50-150 mL) lalu ditutup
f. Aliran dimulai jika klem bawah unit volume kontrol dibuka
3. Metode Piggyback
Metode ini menunjukkan berselang intravena dari larutan kedua, campuran
obat ini melalui tempat penusukan vena dan sistem intravena yang telah
dibuat sebelumnya. Dengan cara ini obat akan masuk pada vena mulai dari
bagian atas cairan intravena yang pertama. Teknimk piggyback tidak
hanya mengurangi keperluan untuk penusukan vena yang lain, tapi juga
menghasilkan pengenceran obat dan konsentrasi puncak dari darah dalam
waktu yang singkat biasanya 30-60 menit. Pengenceran obat membantu

4
mengurangi iritasi dan konsentrasi serumyang tinggi sebelumnya
merupakan pertimbangan penting dalam infeksi serius yang memerlukan
terapi obat yang tepat. Keuntungan ini lebih mempopulerkan metode
piggyback dari terapi intravena terutama untuk penggunaan berselang
antibiotik. Dalam penggunaan teknik piggyback unit kedua yaitu
menghilangkan udara dan jarumnya disuntikkan masuk ke dalam tempat
suntik dari obat primer atau ke dalam tempat suntikan pada akhir dari
aliran primer.Infus piggyback lalu dijalankan. Jika telah lengkap, cairan
infus pertama dapat dijalankan.
2.1.4 Syarat-syarat Infus
Infus yang digunakan harus memiliki beberapa syarat yaitu harus steril,
bebas pirogen dan bebas dari partikulat, dikemas dalam wadah dosis tunggal
dalam wadah gelas atau plastik yang sesuai (Turco, et al, 1974). Kecuali
dinyatakan lain, infus intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapat
larutan untuk intravena harus jernih dan praktis bebas partikel (Dirjen POM,
1979).
Semua bahan-bahan yang diketahui mempunyai perlindungan terhadap
epidermis tubuh harus bebas dari mikroorganisme, pirogen, dan zat pengiritasi.
Dengan injeksi volume besar, pH dan tekanan osmotik cairan sebaiknya secara
fisiologis bercampur dengan cairan tubuh. Dan emulsi untuk infus intravena,
setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan fase (Tungadi,
2017).
2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Infus
Keuntungan pemberian secara intravena : (Ansel, 1989)
1. Dapat digunakan untuk pemberian obat agar bekerja cepat, seperti pada
keadaan gawat.
2. Dapat digunakan untuk penderita yang tidak dapat diajak bekerja sama
dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan melalui oral.
3. Penyerapan dan absorbsi dapat diatur

5
Beberapa kemungkinan terjadinya kerugian dalam pembuatan infus seperti
(Ansel, 1989)
1. Emboli udara
2. Inkompatibilitas obat
3. Hipersensitivitas
4. Infiltrasi atau ekstravasasi
5. Sepsis
6. Thrombosis atau phlebitis
7. Pemakaian sediaan lebih sulit dan lebih tidak disukai oleh pasien.
8. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapat ditarik lagi.
9. Lebih mahal daripada bentuk sediaan non sterilnya karena lebih ketatnya
persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis
bebas partikel)
2.1.6 Definisi Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai
akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya
dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba (Lachman,
1994).
2.1.7 Metode Sterilisasi
Metode-metode sterilisasi menurut Ansel (1989) , yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam
autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven
pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada
penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring
atau dengan mekanispe penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan
yang tidak tahan panas.

6
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak
tahan terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara
memaparkan gas etilen oksida atau protilen oksida. Gas-gas ini sangat
mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan
dengan aman bila diencerkan dengan gas iner seperti karbondioksida, atau
hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan
untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama
dan sinar-sinar katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena
memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi
pada produk-produk dan wadahwadah (Hadieotomo,R.S. 1985).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Aqua Pro Injeksi ( Depkes RI, 1979 )
Nama Resmi : AQUA PRO INJECTION
Rumus Kimia : H2O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 18,02 g/mol


Kelarutan : Larut dalam etanol
Stabilitas : Stabil dalam semua keadaan baik minyak, dingin
atau panas
Inkompatibilitas : Dalam formulasi sediaan, aqua pro injeksi dapat
bereaksi dengan obat atau bahan yang terurai
terhidrolisis ais, dapat bereaksi dengan logam alkali,
kalsium dioksida dan magnesium.
Kegunaan : Pembawa atau pelarut
2.2.1 Kalium Klorida ( Rowe, 2009)
Nama Resmi : POTASSIUM CHLORIDE
Rumus Kimia : KCl

7
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 74,55 g/mol


pH : 7
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton dan eter, larut dalam
20 bagian etanol (90%), 14 bagian gliserin, 2,8
bagian air, dan 1,8 bagian air pada suhu 1000C
Stabilitas : Tablet kalium klorida menjadi semakin keras saat
disimpan di kelembaban rendah. Kalium klorida
stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup baik
di tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Kalium klorida bereaksi hebat dengan bromin
trifluorida dan dengan campuran asam sulfat dan
kalium permanganat. Itu adanya asam klorida,
natrium klorida, dan magnesium klorida
menurunkan kelarutan kalium klorida dalam air.
Larutan berair bentuk kalium klorida mengendap
dengan garam timbal dan perak. Larutan kalium
klorida berair intravena tidak cocok dengan protein
hidrolisat.
2.2.2 Kalsium Klorida (Rowe, 2009)
Nama Resmi : CALCIUM CHLORIDE
Rumus Kimia : CaCl2
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 110.98 g/mol

8
pH : 4,5–9,2
Kelarutan : Larut bebas dalam air dan etanol (95%), sukar larut
dalam dietil eter
Stabilitas : Kalsium klorida stabil secara kimiawi;
bagaimanapun, seharusnya demikian terlindung dari
kelembaban. Simpan dalam wadah kedap udara di
tempat yang sejuk dan kering tempat.
Inkompatibilitas : Kalsium klorida tidak cocok dengan karbonat
terlarut, fosfat, sulfat, dan tartrat. Bereaksi hebat
dengan bromin trifluorida, dan reaksi dengan seng
melepaskan gas hidrogen yang dapat meledak. Ini
memiliki reaksi eksotermik dengan air, dan saat
dipanaskan dekomposisi itu mengeluarkan asap
beracun klorin.
2.2.3 Natrium Klorida ( Rowe, 2009)
Nama Resmi : SODIUM CHLORIDA
Rumus Kimia : NaCl
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 58,44 g/mol


Kelarutan : Larut dalam 2-8 bagian air, dalam 2-6 bagian air
mendidih, 10 bagian gliserol, sukar larut dalam
metanol (95%)
Stabilitas : Larutan natrium klorida encer stabil tetapi dapat
menyebabkan pemisahan partikel kaca dari jenis
wadah kaca tertentu. Larutan berair dapat disterilkan
dengan autoklaf atau filtrasi. Bahan padat tersebut
stabil dan harus disimpan di tempat tertutup dengan
baik wadah, di tempat yang sejuk dan kering

9
Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida encer bersifat korosif
terhadap besi. Mereka juga bereaksi membentuk
endapan dengan perak, timbal, dan garam merkuri.
Kuat zat pengoksidasi membebaskan klorin dari
larutan natrium yang diasamkan khlorida. Kelarutan
metil paraben pengawet antimikroba menurun dalam
larutan natrium klorida berair (23) dan viskositas gel
karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau
hidroksipropil selulosa direduksi dengan
penambahan natrium klorida.
2.2.4 Natrium Laktat ( Rowe, 2009)
Nama Resmi : SODIUM LACTATE
Rumus Kimia : C3H5NaO3
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 112.06 g/mol


pH : 7
Kelarutan : Dapat bercampur dengan etanol 95% dan dengan air
Stabilitas : Natrium laktat harus disimpan dalam wadah tertutup
baik di tempat yang sejuk, tempat yang kering.
Sodium lactate mudah terbakar dan terurai
Pemanasan.
Inkompatibilitas : Tidak sesuai dengan zat pengoksidasi, iodida, dan
albumin. Bereaksi hebat dengan asam fluorida dan
asam nitrat.

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Teknologi Sediaan Steril mengenai “Infus Ringer Laktat”
dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Maret 2021 bertempat di Laboratorium
Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.1 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu : autoklaf, batang
pengaduk, botol infus, corong gelas, gelas beaker, gelas ukur 100 mL, kaca arloji,
oven, pipet tetes, rubber pipet, spatula, dan timbangan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu : alkohol, aluminium
foil, aquadest, benang, kalium klorida, kalsium klorida, kertas perkamen, kertas
saring, natrium klorida, natrium laktat, dan tisu.
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Disiapkan Disiapkan air bebas CO2 dari bebas pirogen
Menurut Dirjen POM (1995), Aqua Pro Injeksi bebas CO2 dibuat dengan
memanaskan aquadest sejumlah 500 ml dalam gelas beaker kemudian
ditutup dengan aluminium foil lalu disterilkan dalam oven. Menurut
Scoville (1969), karbo aktif digunakan untuk menghilangkan pirogen dari
larutan dengan mekanisme absorbsi.
3. Dilakukan sterilisasi pada alat dan bahan
a. Sterilisasi dengan oven

11
Semua obat dan wadah dibungkus dengan aluminium foil. Kemudian
oven diset pada suhu 170oC, lalu masukkan alat dan wadah. Sterilisasi
selama 1 jam, lalu keluarkan.
b. Sterilisasi dengan autoklaf
Alat dan bahan yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas
perkamen lalu diikat dengan benang. Disiapkan autoklaf pada suhu
121oC, benang dalam autoklaf diisi air, lalu masukkan alat-alat dalam
keranjang. Disterilisasi selama 20 menit.
4. Ditimbang bahan dengan kaca arloji diantaranya NaCl 3,06 g, KCl 0,15 g,
CaCl2 0,102 g, dan Na laktat 1,53 g.
5. Dilarutkan NaCl, KCl, CaCl2 dan Na laktat dalam gelas beaker dengan air
bebas CO2.
6. Dipanaskan pada suhu 60oC sembari diaduk agar NaCl terlarut sempurna
7. Ditambahkan karbo aktif sejumlah 0,5 g kedalam larutan yang dipanskan
pada suhu 60oC, karena karbo aktif bekerja aktif pada suhu 60oC.
8. Dipanaskan dan diaduk setelah 15 menit. Dilakukan penyaringan larutan
untuk memisahkan karbo aktif dari partikulat.
9. Dimasukkan larutan sejumlah 500 ml dalam botol infus, lalu disterilkan
sediaan akhir pada autoklaf 121oC selama 20 menit.
10. Diberi etiket dan brosur

12
BAB IV
FORMULASI
4.1 Rancangan Formula
Natrium Klorida 0.6%
Natrium Laktat 0.3%
Kalium Klorida 0.03%
Kalsium Klorida 0.02%
Aqua Pro Injeksi ad 500 mL
4.2 Perhitungan Tonisitas
1. Rumus Catelyn
Diketahui : BM Na Laktat = 112.06 g/mol
BM NaCl = 58.44 g/mol
BM KCl = 74.55 g/mol
BM CaCl2 = 110.98 g/mol
Fd Na Laktat =2
Fd NaCl =2
Fd KCl =2
Fd CaCl2 =3
Ditanya : Tonisitas
Penyelesaian:
b
g % xk
= [(F- v M ]
100 ml ¿( )
M k
0.6 x 2 0.3 x 2 0.03 x 2 0.02 x 3
= [(0.031-( + + + )¿ ¿)]
58.44 112.06 74.55 110.98
= (0.031-0.027) x 29.22
= 0.004 x 29.22
= 0.11 g/100 mL (Hipotonis)

13
NaCl yang akan ditambahkan yaitu;
0.11 g
x 500 mL = 0.55 g
100 mL
2. Rumus PTB
Diketahui : PTB Na Laktat = 0.31
PTB NaCl = 0.576
PTB KCl = 0.439
PTB CaCl2 = 0.2
Ditanya : Tonisitas
0.52−ac
W =
b
= 0.52−¿ ¿
0.52−0.455
=
0.576
= 0.11 (Hipotonis)
NaCl yang ditambahkan yaitu;
0.11 g
x 500 mL = 0.55 g
100 mL
4.3 Perhitungan Equivalensi Elektrolit
1. NaCL Na+ + Cl-
0.6 g
0.6% =
100 mL
3g
=
500 mL
3000 mg
=
500 mL
3000 mg
mEq =
58.5
= 51.28 mEq
2. KCl K+ + Cl-
0.03 g
0.03% =
100 mL
30 mg
=
100 mL

14
150 mg
=
500 mL
150 mg
mEq =
74.55
= 2.01 mEq

3. CaCl2 Ca2+ + 2Cl-


0.02 g
0.02% =
100 mL
20 mg
=
100 mL
100 mg
=
500 mL
120 mg
mEq =
110.99
= 0.9 mEq
4. Na Laktat Na+ + C3H5O3-
0.3 g
0.3% =
100 mL
300 mg
=
100 mL
1500 mg
=
500 mL
1500 mg
mEq =
112.0
= 13.38 mEq
Jumlah mEq
1. Na+ = NaCl + Na Laktat
= 51.28 + 13.38
= 64.06 mEq
2. Cl- = NaCl + 2CaCl2 + KCl
= 51.28 + 2(0.9) + 2.01
= 55.09 mEq
3. K+ = KCl

15
= 2.01 mEq
4. Ca2+ = CaCl2
= 0.9 mEq
5. Laktat = Na Laktat
= 13.38 mEq
4.4 Perhitungan Bahan
1. NaCl 0.6%
0.6 g
= x 500 mL
100 ml
=3g
2. Na Laktat 0.3%
0.3 g
= x 500 mL
100 ml
= 1.5 g
3. CaCl2 0.02%
0.02 g
= x 500 mL
100 ml
= 0.1 g
= 0.1 + 2%
= 0.102 g
4. KCl 0.03%
0.03 g
= x 500 mL
100 ml
= 0.15 g
5. Arang aktif 0.1%
0.1 g
= x 500 mL
100 ml
= 0.5 g
4.5 Hasil

16
Gambar 4.5: Infus RL

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, dilakukan percobaan pembuatan sediaan infus
Ringer Laktat. Menurut Nuryanto et al (2015) Infus cairan intravena (intravenous
fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, dengan
menggunakan sebuah jarum ke dalam sebuah pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk memperbaiki keseimbangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Adapun Ringer Laktat menurut Iqbal et al (2018) yaitu merupakan larutan
isotonik, larutan kristaloid dan diklasifikasikan sebagai larutan buffer atau
penyeimbang cairan tubuh. Menurut Kemenkes (2014) dan Ansel (2011)
komposisi dari ringer laktat yaitu kalsium klorida, kalium klorida, natrium klorida
dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Kadar dari zat-zat tersebut dibuat sama
dengan larutan fisiologis. Selain sebagai penambah elektrolit tubuh atau

17
penambah cairan tubuh, larutan ringer laktat juga digunakan sebagai pembawa
untuk obat lain (Ansel, 2011).
Formulasi yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada formulasi
Hartsmann’s (seperti yang tertera pada formulasi). Menurut Kemenkes (2014),
tiap 100 mL mengandung 285.0-315.0 mg Na (sebagai NaCl dan C3H5NaO3),
14.1-17.3 mg K (sebagai KCl), 4.90-6.00 mg Ca (setara dengan 18.0-22.0 mg
CaCl2.2H2O), 368.0-408.0 mg Cl (sebagai NaCl, KCl, dan CaCl 2.2H2O), dan tidak
kurang dari 231.0-261.0 mg laktat (C3H5O3, setara dengan 290.0-330.0 mg
C3H5NaO3). Injeksi ringer laktat tidak boleh mengandung anti mikroba dan juga
larutan pendapar.
Natrium klorida, juga dikenal sebagai garam dan garam dapur, merupakan
senyawa ionik dengan rumus NaCl. Garam ini mengandung ion Na+ dan Ion Cl-.
Menurut Matfin et al (2009) dan O’Callaghan (2009), Natrium adalah kation
utama dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram
berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan
intrasel. Sedangkan Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, di
mana Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam
cairan intrasel (Yaswir et al, 2012). Menurut Ansel (2011), larutan NaCl 0.9%
isotonik dengan cairan tubuh. Adapun kadar normal ion Na+ dan Ion Cl- yaitu 135-
147 mEq dan 100-106 mEq. Fungsi dari NaCl pada sediaan ini yaitu sebagai
replacement fluid serta dapat mengatasi hiponatremia, serta ion Cl- berperan dalam
pengaturan pH cairan fisiologis (Klutts et al, 2006).
Menurut Shaki et al (2014), Kalium klorida (KCl) adalah senyawa yang
larut dalam air yang umumnya berfungsi untuk mencegah atau mengobati
kehilangan kalium yang parah (Hipokalemia) atau kehilangan kalium yang parah
dari berbagai etiologi. Menuru Rowe (2009), Kalium klorida banyak digunakan
dalam berbagai parenteral dan formulasi farmasi nonparenteral. Penggunaan
utamanya, dalam preparat parenteral dan oftalmikus, adalah menghasilkan larutan
yang isotonik. Kalium klorida juga digunakan sebagai terapi dalam pengobatan
hipokalemia. Kalium Klorida mengandung ion K + yang mana sekitar 98% jumlah
kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel

18
sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%)
(Priest et al, 1996). Selain itu, garam KCl juga dapat digunakan ketika
hipokloremia alkalosis setelah diare yang panjang dan muntah atau untuk terapu
adrenal steroid dengan diuretik tertentu (Tungadi, 2017). Konsentrasi normal ion
K+ yaitu 3.8-5.0 mEq.
Menurut Kiser et al (2012), Kalsium klorida (CaCl2) intravena biasanya
digunakan oleh praktisi rawat inap untuk berbagai indikasi mulai dari kelainan
elektrolit hingga alat bantu cardiac life support. Ion kalsium juga digunakan pada
keadaan hipokalsemia dan juga ion Ca merupakan antispasmodik untuk otot
halus. Kadar ion Ca normal yaitu 5 mEq (Tungadi, 2017). Secara terapeutik,
injeksi kalsium klorida 10% (sebagai bentuk dihidrat) digunakan untuk mengobati
hipokalsemia (Rowe, 2009).
Natrium laktat dalam air berdisosiasi menghasilkan ion natrium (Na +) dan
laktat (C3H5O3–). anion laktat memberikan efek alkalisasi yang dihasilkan dari
pengangkatan secara simultan oleh hati ion laktat dan hidrogen. Di hati, laktat
dimetabolisme menjadi glikogen yang akhirnya diubah menjadi karbon dioksida
dan air dengan metabolisme oksidatif. Menurut Rowe (2009), Sodium laktat
banyak digunakan dalam kosmetik, produk makanan dan aplikasi farmasi
termasuk parenteral dan topikal formulasi. Secara terapeutik, natrium laktat
digunakan dalam infus sebagai suatu komponen larutan Ringer-laktat; sebagai
alternatif natrium hidrogenkarbonat dalam asidosis ringan; sebagai agen rehidrasi;
dan sebagai pembawa konsentrat elektrolit atau obat-obatan dalam perfusi/larutan
infus.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, larutan ringer laktat yang
dihasilkan dapat dikatakan baik. Hal ini berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan
serta syarat-syarat dari larutan infus, yakni larutan infus harus memiliki
kejernihan yang baik (Lachmann, 1994) dan bebas partikulat ((Dirjen POM, 1994)

19
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian kami, didapatkan hasil formulasi bahwa infus Ringer
Laktat dengan volume 500 ml dengan zat aktif Natrium Laktat, dan bahan
tambahan lainnya seperti Nacl, Kalium klorida, Kalsium klorida, dan Aqua Pro
Injeksi, menghasilkan larutan formula yang jernih dan bebas partikulat.
6.2 Saran
6.2.1 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar Asisten lebih membimbing para praktikan dan
mengoreksi jika ada kesalahan yang dibuat oleh praktikan. Kerja sama antara
asisten dan praktikan juga agar dapat lebih ditingkatkan.
6.2.2 Saran Untuk Jurusan

20
Diharapkan agar pihak Jurusan memiliki kontribusi dalam pengadaan
Laboratorium yang lebih lengkap dan nyaman agar para mahasiswa dapat
maksimal dalam melakukan praktikum.
6.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan agar alat-alat dan bahan-bahan yang ada di Laboratorium lebih
diperlengkap lagi demi kelancaran dalam proses praktikum.
6.2.4 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan agar praktikan lebih memahami dan memperkuat mengenai
teori pembuatan sediaan agar pada saat pembuatan dapat memudahkan dalam
proses pembuatannya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press
Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD)
Di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Gennaro, A.R. 1990. Remingtons Pharmaceuticals Sciences, 18th ed. Mack Publ.
Co, Easton
Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi Dasar-dasar Praktik. Jakarta:  Gramedia
Iqbal U, Anwar H, Scribani M. Ringer's lactate versus normal saline in acute
pancreatitis: A systematic review and meta-analysis. J Dig Dis. 2018
Jun;19(6):335-34
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V Buku II. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Kiser, Tyree H et al. 2012. Managing the Intravenous Calcium Shortage:
Evaluation of Calcium Chloride Stability in 0.9% Sodium Chloride and
Dextrose 5% Water Polyvinyl Chloride Bags. Hosp Pharm. 47(1):27–30
Klutts J.S. and Scott M.G, ‘Physiology and disorders of Water, Electrolyte, and
AcidBase Metabolism’ In: Tietz Text Book of Clinical Chemistry and
Molecular Diagnostics, 4 th Ed. Vol.1, Elsevier Saunders Inc.,
Philadelphia, 2006, pp. 1747-1775.
Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri,.
Edisi Kedua Jakarta: UI Press.
Lukas, S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : penerbit C.V ANDI OFFSET
Matfin G. and Porth C.M, ‘Disorders of Fluid and Electrolyte Balance’ In:
Pathophysiology Concepts of Altered Health States, 8th Edition, McGraw
Hill Companies USA, 2009, pp. 761-803.
Nuryanto et al. 2015. Rancang Bangun Otomatis Sistem Infus Pasien. E-journal
Teknik Elektro dan Komputer 4(4): 12-22
O’Callaghan C. 2009. Sains Dasar Ginjal dan Gangguan Fungsi Metabolik
Ginjal’ At a Glance Sistem Ginjal, Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Priest G, Smith B and Heitz, 9180 Electrolyte Analyzer Operator’s Manual’ 1st
Ed, AVL Scientifi Corporation, USA, 1996, pp. 1-120.
Rowe, R.C. et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed,
London: The Pharmaceutical Press
Shaki H, Farahania EV, Shojaosadatia SA, Ganjia F. 2014. Optimizing
Formulation Variables of KCl Loaded Waxy Microspheres. Iran J Pharm
Sci 10(1): 37-54
Tungadi, Robert. 2017. Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Sagung Seto
Turco and Robert E. King. 1974. Sterile Dosage Forms. Philadelphia: Lea &
Febiger
Yaswir, Rismawati., Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan
Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal
Kesehatan Andalas. 1(2): 80-5

Anda mungkin juga menyukai