Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Sediaan Parenteral
Sediaan parenteral merupakan salah bentuk sediaan farmasi yang masih
banyak digunakan, terutama digunakan di puskesmas dan rumah sakit. Sediaan
parenteral merupakan salah satu produk steril yakni sediaan dalam bentuk terbagi-
bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup (Lachman & Lieberman, 1994).
Salah satu contoh sediaan parenteral yaitu sediaan injeksi. Sediaan injeksi
merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral.
Sediaan injeksi disuntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke
dalam atau melalui kulit atau selaput lendir (Lukas, 2006).
Sediaan injeksi yang paling rentang terkontaminasi mikroorganisme adalah
sediaan injeksi dosis ganda karena penggunaannya secara berulang-ulang. Wadah
dosis ganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
per bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau
kemurnian bagian yang tertinggal. Menurut persyaratan USP sediaan dosis ganda
dipersyaratkan mampu steril hingga 28 hari setelah penusukan pertama. Oleh
karena itu sediaan steril dosis ganda harus terjaga sterilitasnya sampai dengan 28
hari. Beberapa usaha yang dilakukan untuk menjaga sterilitas sediaan wadah dosis
ganda antara lain dengan penambahan antimikroba (Ansel, 2005).
2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi
Menurut Tungadi (2017), terdapat beberapa keuntungan dari sediaan
injeksi diantaranya:
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang
menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma,
shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral
atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan
antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus
diberikan secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli
karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa
kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus dimana diinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk
parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular
dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan
cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan
dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
Adapun kerugian sediaan injeksi:
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk
pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan
efek fisiologisnya.
4. Pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal
dibandingkan metode rute yang lain.
5. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur
dosis.
6. Reaksi sensitivitas lebih sering terjadi pada parenteral daripada bentuk
sediaan lain.
2.1.3 Definisi Infus
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena
dalam volume relatif banyak, mengacu kepada injeksi untuk pemberian intravena
dan dikemas dalam wadah 100 ml atau lebih. Digunakan paling umum terhadap
perbaikan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh dan
penyiapan nutrisi dasar dimana menggunakan metode piggyback dengan wadah
infus tipe mini (Tungadi, 2017).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka
tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan air dan elektrolit
(Anief, 1997).
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian
langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah,
dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia
mengandung 60 air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang
mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam
fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan
ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi
atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan
bikarbonat (Anief, 2008).
2.1.4 Metode Pemberian Infus
Menurut Tungadi (2017) pengaturan berselang antibiotik dan obat lainnya
dapat dicapai melalui tiga metode:
1. Injeksi IV Langsung
Volume kecil (1-50 ml) dan obat disuntikkan ke dalam vena dalam waktu
yang singkat (1-5 ml). Suntikan juga dapat diberikan melalui tempat injeksi karet
yang siap tergantung. Metode ini sesuai untuk sejumlah obat yang terbatas tetapi
terlalu berbahaya untuk kebanyakan obat.
2. Metode Pengontrolan Volume
Alat kontrol volume ditujukan untuk infus berselang larutan obat dengan
jumlah tepat pada pengontrolan laju aliran. Alat atau metode ini meliputi alat
kalibrasi, plastik tempat penampungan cairan langsung di bawah wadah IV yang
sebelumnya dipasang atau lebih sering dilekatkan pada penampungan cairan. Pada
kasus yang lain obat yang diberikan pertama disusun kembali bila obat merupakan
padatan steril dan disuntikkan ke dalam tempat suntikan karet dari unit pengontrol
volume kemudian dilarutkan dalam 50-150 ml dengan cairan pertama atau cairan
yang terpisah. Pemberian seluruh larutan yang mengandung obat 30-60 menit dan
menghasilkan konsentrasi puncak pada darah diikuti oleh penurunan dosis.
Prosedur untuk pemberian infus intravena berselang dengan suatu alat pengontrol
volume sebagai berikut :
1) Menggunakan teknik aseptik, alat penusuk volume kontrol dimasukkan ke
dalam cairan IV pada wadah cairan yang terpisah.
2) Udara dihilangkan dari pipa alat pengontrol volume dengan membuka klem
sampai cairan mengalir.
3) Klem dibuka di atas tempat kalibrasi dan chamber kalibrasi diisi dengan 25-50
ml cairan dari wadah utama cairan yang terpisah.
4) Klem di atas chamber ditutup.
5) Klem di atas chamber dibuka untuk mencukupkan larutan hingga volume yang
diinginkan (50-150 ml) lalu ditutup.
6) Aliran dimulai jika klem bawah pada unit volume kontrol dibuka.
3. Metode Piggyback
Metode piggyback menunjukkan tetesan berselang IV dari larutan kedua,
campuran obat ini melalui tempat penusukan vena dan sistem IV yang telah dibuat
sebelumnya. Dengan cara ini obat akan masuk pada vena mulai dari bagian atas
cairan IV yang pertama. Teknik piggyback tidak hanya mengurangi keperluan
untuk penusukan vena yang lain, tetapi juga menghasilkan pengenceran obat dan
konsentrasi puncak dari darah dalam waktu yang relatif singkat biasanya 30-60
menit. Pengenceran obat membantu mengurangi iritasi dan konsentrasi serum
yang tinggi sebelumnya merupakan pertimbangan penting dalam infeksi serius
yang memerlukan terapi obat yang tepat. Keuntungan ini lebih mempopulerkan
metode piggyback dari terapi IV, terutama untuk penggunaan antibiotik berselang.
Dalam penggunaan teknik piggyback unit kedua yaitu menghilangkan udara dan
jarum disuntikkan masuk ke dalam tempat suntik dari obat primer atau ke dalam
tempat suntikan pada akhir dari aliran primer. Infus piggyback lalu dijalankan.
Jika telah lengkap, cairan infus pertama dapat dijalankan.
2.1.5 Syarat-Syarat Infus
Infus intravena harus bebas pirogen, sedapat mungkin isotonis dengan
darah. Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak diperbolehkan mengandung
bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis
bebas partikel. Emulsi untuk infus intravena, setelah dikocok harus homogen dan
tidak menunjukkan pemisahan fase (Tungadi, 2017).
Semua bahan-bahan yang diketahui mempunyai perlindungan terhadap
epidermis tubuh harus bebas dari mikroorganisme, pirogen dan zat pengiritasi.
Dengan injeksi volume besar, pH dan tekanan osmotik cairan sebaiknya secara
fisiologis bercampur dengan cairan tubuh. Infus dapat dikemas dalam wadah yang
didesain untuk pengosongan secara cepat, mengandung volume lebih dari 1000
ml. Infus dapat dikemas dalam unit dosis tunggal dalam wadah plastik atau gelas
yang cocok dan harus steril dimana bebas pirogen dan bebas dari bahan partikulat.
Karena pemberian volume besar, bahan bakteriostatik tidak pernah diberikan
karena untuk menghindari toksisitas (Tungadi, 2017).
Menurut Ayuhastuti A. (2016) persyaratan infus intravena:
a) Sediaan (dapat berupa larutan/emulsi) harus steril
b) Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan
Hayati.
c) Bebas pirogen
d) Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera
pada Uji Keamanan Hayati.
e) Isotonis (sebisa mungkin)
f) Isohidris
g) Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
h) Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
i) Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
j) Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal.
2.1.6 Infus Ringer Laktat
Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan
untuk cairan pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid. Ringer laktat
digunakan diantaranya untuk luka bakar, syok, dan cairan preload pada operasi.
Sediaan ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, kalium klorida,
natrium klorida dan natrium laktat dalam air untuk injeksi (Kemenkes RI, 2014).
Ringer laktat merupakan cairan yang memiliki komposisi elektrolit mirip
dengan plasma. Satu liter cairan ringer laktat memiliki kandungan 130 mEq ion
natrium setara dengan 130 mmol/L, 109 mEq ion klorida setara dengan 109
mmol/L, 28 mq laktat setara dengan 28 mmol/L, 4 mEq ion kalium setara dengan
4 mmol/L, 3 mEq ion kalsium setara dengan 1,5 mmol/L (Kemenkes RI, 2014).
Anion laktat yang terdapat dalam ringer laktat akan dimetabolisme di hati
dan diubah menjadi bikarbonat untuk mengkoreksi keadaan asidosis, sehingga
ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis. Laktat dalam ringer laktat sebagian
besar dimetabolisme melalui proses glukoneogenesis. Setiap satu mol laktat akan
menghasilkan satu mol bikarbonat. Pasien dengan kondisi hamil memiliki kadar
laktat yang berbeda karena plasenta menghasilkan laktat yang akan menuju
sirkulasi maternal (Agung Priyono, 2014).
2.2 Uraian Bahan
1. NaCl (Dirjen POM, 2020; Rowe et al., 2009)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium klorida, sodium klorida
Rumus Molekul : NaCl
Berat Molekul : 58,44 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur heksahedral atau bentuk kubus, tidak berwarna


                 atau serbuk hablur putih; rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam gliserin; sukar larut
  dalam etanol.
pH larutan : 6,7-7,3
pH stabilitas : 6-7,5 
Stabilitas : Larutan natrium klorida berair stabil tetapi dapat
menyebabkan pemisahan partikel kaca dari jenis wadah
kaca tertentu. Bahan padat stabil dan harus disimpan
dalam wadah yang tertutup rapat, di tempat yang sejuk
dan kering
Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida berair bersifat korosif terhadap
besi, juga bereaksi membentuk endapan dengan garam
perak, timbal, dan merkuri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Elektrolit
2. KCL ( Dirjen POM,1979; Rowe, 2009 )
Nama Resmi : KALII CHLORIDUM
Nama Lain : Kalium Klorida
Rumus Molekul : KCl
Berat Molekul : 74,55 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur berbentuk kubus atau berbentuk prisma : tidak


berwarna atau serbuk butir putih, tidak berbau, rasa asin,
stabil diudara
Kelarutan : Larut dalam 3 bagian air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, praktis tidak larut dalam etanol mutlak P
dan dalam eter
pH larutan : 5,5-7,5
pH stabilitas : 5,0-7,5
Stabilitas : Kalium Klorida stabil dan harus disimpan dalam wadah
tertutup baik ditempat sejuk dan kering
Inkompatibilitas : Bereaksi warna ungu dengan bromine trisulfida dan
dengan campuran asam sulfur dan kalium permanganat.
Larutannya dapat mengendap dengan garam perak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sumber ion kalium 
3. CaCl2 (Dirjen POM, 2020; Rowe et al., 2009)
Nama Resmi : CALCII CHLORIDUM
Nama Lain : Kalsium klorida
Rumus Molekul : CaCl2
Berat Molekul : 110,98 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Granul atau serpihan putih; keras; tidak berbau.


Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air mendidih; mudah larut
dalam air, etanol, dan etanol mendidih
pH larutan : 14,5-9,2
pH stabilitas : 6,0-7,5
Stabilitas : Kalsium klorida stabil secara kimiawi; Namun, itu harus
terlindung dari kelembaban. Simpan dalam wadah kedap
udara di tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Kalsium klorida tidak cocok dengan karbonat larut,
fosfat, sulfat, dan tartrat. Ia bereaksi hebat dengan
bromin trifluorida, dan reaksi dengan seng melepaskan
gas hidrogen yang eksplosif. Ini memiliki reaksi
eksotermik dengan air, dan ketika dipanaskan hingga
terurai, ia mengeluarkan asap klorin yang beracun
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Elektrolit
4. Na Laktat (Rowe et al., 2009; Gennaro,1998)
Nama Resmi : SODIUM LACTATE
Nama Lain : Garam monosodium asam 2- hidroksipropanoat; Lakolin
Rumus Molekul : C3H5NaO3
Berat Molekul : 112,06 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan bening, tidak berwarna, sedikit seperti sirup.


Tidak berbau, atau memiliki sedikit bau dengan rasa asin
yang khas
Kelarutan : Larut dalam methanol 95% dan dalam air, kloroform dan
gliserol. Praktis tidak larut dalam kloroform, eter dan
minyak.
Stabilitas : Natrium laktat harus disimpan dalam wadah tertutup baik
di tempat yang sejuk dan kering. Natrium laktat mudah
terbakar dan terurai saat dipanaskan.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan zat pengoksidasi, iodida, dan
albumin. Bereaksi hebat dengan asam fluorida dan asam
nitrat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Elektrolit
5. Aqua Pro Injeksi (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA STERILE PRO INJECTIONE
Nama lain : Aqua pro injeksi, air untuk injeksi
Rumus molekul : H2O
BM : 18,02 g/mol 
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.Jika disimpan dalam wadah
tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu
hari setelah  pembuatan
Keguaan : Pembawa/pelarut
Dapus
AGUNG KURNIAWAN PRIYONO. 2014. PENGARUH PEMBERIAN RINGER
ASETAT MALAT DAN RINGER LAKTAT TERHADAP KADAR BASE
EXCESS PASIEN OPERASI BEDAH SESAR DENGAN ANESTESI
SPINAL. JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PROGRAM
PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO.
Anggraini, Ayuhastuti. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI.
Anief, M., 1997. Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Edisi ke 3, hal 148,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief, M., 2008, Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Depkes RI
Dirjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Depkes RI
Gennaro, A.R. 1990. Remingtons Pharmaceuticals Sciences: 18th Edition. Marck
Publishing Co: Easton
Kemenkes RI, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V, Buku II, Jakarta.
Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi Kedua, 1091-1098, UI Press, Jakarta.
Lukas S. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J. dan Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Exipients 6th Edition. USA: Pharmaceutical Press
Tungadi, Robert. 2017. Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai