Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara meracik, memformulasi,
mengidentifikasi, membuat, mengkombinasi, menganalisis, serta menstandarkan
obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan
penggunaannya secara aman. Di dalam farmasi terdapat beberapa cabang ilmu
diantaranya adalah teknologi steril.
Teknologi Steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil, Injeksi volume besar, Infus, Tetes
Mata dan Salep Mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau
non patogen, vegetatif atau non vegetatif (tidak ada jasad renik yang hidup dalam
suatu sediaan). Teknologi steril berhubungan dengan proses sterilisasi yang berarti
proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat kimia) agar diperoleh kondisi
steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan mata kuliah tersebut, karena
teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok farmasi.
Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana
menghasilkan atau membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara
sterilisasi kalor basah, kalor kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan
teknik aseptik. Kemudian sediaan steril tersebut dilakukan uji sterilitas, uji
pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Dalam sediaan steril ada pembuatan
infus.
Infus adalah salah satu bentuk sediaan obat dalam dunia farmasi yang
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan sediaan obat lainnya. Infus adalah
sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu
90° selama 15 menit. Selain itu infus dapat digunakan untuk keadaan pengobatan
darurat, untuk pasien yang muntah-muntah atau tidak sadarkan diri, dan tidak bisa
menyebabkan iritasi di dalam lambung dibandingkan dengan sediaan tablet, infus
juga merupakan sediaan dalam farmasi yang wajib bebas dari pirogen dan harus
steril dalam pembuatannya. Sehingga efek obat dapat langsung bekerja karena
langsung berhubungan dengan darah.

1
Laktat dalam ringer laktat sebagian besar dimetabolisme melalui proses
glukoneogenesis. Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbonat.
Pasien dengan kondisi hamil memiliki kadar laktat yang berbeda karena plasenta
menghasilkan laktat yang akan menuju sirkulasi maternal.
Suatu cairan dikatakan sebagai cairan isotonis apabila mereka memiliki
osmolalita sama dengan plasma manusia atau osmolaritas teoritis yang sama
sebagai cairan NaCl fisiologis. Ringer asetat malat, dengan osmolalitas 286
mosm/kg H2O dan osmolaritas 304 osmole/l adalah isotonis. Tekanan osmotik
ditentukan oleh osmolaritas dan osmolalitas dari cairan. Osmolaritas dan
osmolalitas merupakan ukuran dari jumlah konsentrasi molar dari zat terlarut.
Sehubungan dengan Teori tersebut diatas dan penerapan dari teori yang
sudah didapat. Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat
sediaan infus dengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat
menambah wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan
sediaan steril untuk dalam upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.
1.2 Maksud Dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
cara manufacturing sediaan steril tidak hanya melalui teori saja.
1.2.2 Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara preformulasi sediaan larutan
parenteral berupa sediaan infus.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara manufacturing sediaan larutan
parenteral berupa sediaan infus.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara evaluasi sediaan larutan parenteral
berupa sediaan infus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Sediaan Parenteral
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi - bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk
sediaan obat terbagi - bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan -
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam
bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan
dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan
parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c),
intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan
sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya
tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam
pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak
larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari
fase dispersi yang dikontrol dengan hati - hati. Demikian pula obat yang diberikan
secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan
dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap
iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput

3
lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan
sejumah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat
kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes., 1979).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas
dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang
bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya
yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (DepKes.,
1995).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume
besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah
bertanda volume lebih dari 100 mL.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah air
57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous
harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni, H.A., 2006).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III halaman 12, infus intravenous
adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena,
dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak
diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian
langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah,
dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia
mengandung 60 air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang
mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam
fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan

4
ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi
atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan
bikarbonat (Anief., 2008).
Menurut Anief tahun 2008 Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Injeksi intrakutan atau intradermal (i.c)
Biasanya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikan
sedikit (0,1-0,2 mL). digunakan untuk tujuan diagnosa.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma (s.c)
Umumnya larutan isotonus, jumlah larutan yang disuntikan tidak lebih dari
1 mL. Disuntikan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam “alveola”, kulit
mula-mula diusap dengan cairan desinfektan (etanlo 70%). Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti epinefrina 0,1% untuk melokalisir efek obat. Larutan harus
sedapat mungkin isotonus, sedangpH-nya sebaiknya netral, maksudkan untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadi nekrosis
(mengendornya kulit).
Jika tidak disuntikan secara infus, volume injeksi 3 Lt sampai 4 Lt sehari,
masih dapat disuntikkan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase ke
dalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase.
3. Injeksi intramuscular (i.m)
Merupakan larutan atau suspense dalam air atau minyak atau emulsi.
Disuntikkan masuk otot daging dan volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4
mL. Penyuntikan volume besar dilakukan perlahan-lahan untuk mencegah rasa
sakit, sedapat mungkin tidak lebih dari 4 mL. Ke dalam otot dada dapat
disuntikkan sampai 200 mL, sedang otot lain volume yang disuntikkan lebih kecil.
4. Injeksi intravenus (i.v)
Merupakan larutan, dapat mengandung cairan yang tidak menimbulkan
iritasi yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL. Larutan ini
biasanya isotonus atau hipertonus. Bila larutan hipertonus maka disuntikan
perlahan-lahan. Jika larutan yang diberikan banyak umumnya lebih dari 10 mL
disebut infus, larutan diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan

5
50 tetes tiap menit dan lebih baik pada suhu badan. Emulsi minyak-air dapat
diberikan, asal ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro). Bentuk
suspensi atau emulsi makro tidak boleh diberikan melalui intravena.
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non-iritan yang dapat
bercampur dengan air, volume yang disuntikan 1 mL sampai 10 mL dan
digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam daerah perifer.
6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan, hanya digunakan untuk keadaan gawat, dan disuntikan ke
dalam otot jantung atau ventrikulus.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intradural
Berupa laturan harus isotonus, sebab sirkulasi cairan cerebropintal adalah
lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonus.
Larutan harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf daerah anatomi di
sini sangat peka.
8. Injeksi intrakulus
Berupa larutan atau suspense dalam air yang disunikan ke dalam cairan
sendi dalam rongga sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang untuk injeksi selaput lendir
mata bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL.
10. Injeksi yang digunakan lain:
a. Intraperitoneal (i.p) disuntikkan langusng ke dalam rongga perut,
penyerapan cepat, bahaya infeksi besar dan jarang dipakai.
b. Peridural (p.d) ekstra dural, disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak
diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang
belakang.
c. Intrasisternal (i.s) disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang
pada otak.

6
2.1.2 Tetapan Isotonis
Osmolarita (M osmole/Liter) Tonisitas
> 350 Hipertonis
329 – 350 Sedekit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 - 269 Sedikit hipotonis
0 - 249 Hipotonis
Tabel II.1. Tetapan Isotonis
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV (1995)
2.1.3 Syarat-Syarat Infus
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh
lain yakni 7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama
dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh
seperti darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl
0,9 %.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan
demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida
dimana mengandung radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih
terikat, selama itu dapat menimbulkan demam dan pirogen bersifat
termostabil.
2.1.4 Keuntungan Sediaan Infus
1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan.

7
4. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan
koma.
5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
2.1.5 Kerugian Sediaan Infus
1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki
terutama sesudah pemberian intravena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat
praktek dokter oleh perawat yang kompeten.
5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan
yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas
partikel).
2.1.6 Fungsi Pemberian Infus
1. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai
via intravenous. Intravenous seperti protein dan karbohidrat.
2. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual,
muntah, membutuhkann cairan inrravenous.
3. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi.
4. Pembawa obat obat. Contohnya seperti antibiotik (Voight., 1995).
2.1.7 Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai
akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya
dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba (Lachman.,
1994).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan
panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan
bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau

8
sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau
sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan
menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan
yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan
bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan
penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air
tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat –
alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan
minyak-minyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat
ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh
uap air jenuh (Ansel., 1989).
Metode-metode sterilisasi menurut Ansel , yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam
autoklaf dan menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven
pensteril yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat
dipanaskan dengan gas atau listrik dan umumnya temperatur diatur secara
otomatis.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada
penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring
atau dengan mekanispe penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan
yang tidak tahan panas. Sediaan obat yang disterilkan dengan cara ini,
diharuskan menjalani pengesahan yang ketat dan memonitoring karena efek
produk hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh banyaknya mikroba
dalam larutan yang difiltrasi.
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak
tahan terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara
memaparkan gas etilen oksida atau protilen oksida. Gas-gas ini sangat
mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tetapi dapat digunakan dengan

9
aman bila diencerkan dengan gas iner seperti karbondioksida, atau
hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan
untuk sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama
dan sinar-sinar katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena
memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi
pada produk-produk dan wadah-wadah.
2.1.8 Wadah
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia
sekarang ini yang benar - benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat
fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika
diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman.,
1994).
Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan
wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan untuk
wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk masing -
masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya,
polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat. Wadah plastik
digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila
mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan
reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin,
patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang
parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen - polietilen (Lachman.,
1994).
Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk
yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida
tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida - oksida seperti
oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas
yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida,
tetapi gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada
temperatur tinggi (Lachman., 1994).

10
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Natrium laktat (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Rumus molekul : C3CHOHCOONa
Bobot molekul : 112,06 g/mol
Pemerian : Tidak berwarna , bening ; tidak berbau; atau
sedikit berbau dengan bau garam yang
khas ;higroskopis
Kelarutan : Larut dalam methanol 95% dan dalam air,
kloroform dan gliserol.praktis tidak larut dalam
kloroform,eter dan minyak
Stabilitas : Stabil dalam air
pH : 5-7
Titik lebur : 163 - 165
Inkompatibilitas : Novabison sodium,oksitetrasiklin HCl, sodium
karbonat,sodium kalsium edetal, sulfanidin
sodium
Wadah penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup baik dan kering
Khasiat dan penggunaan : Buffering agent, Isotonis agent
2.2.2 Natrium Klorida (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Rumus molekul : NaCl
Bobot molekul : 458,44
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih; rasa asin
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut
dalam air mendidih; larut dalam gliserin;sukar
larut dalam etanol.
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
menyebabkan pengguratan partikel dari tipe
gelas
pH : Antara 5,0 dan 7,5

11
Titik lebur : 801oC (1047 K)
Inkompatibilitas : Logam Hg, Fe dan Ag
Wadah penyimpanan : Dalam wadah kaca atau plastik dosis tunggal,
sebaiknya dari kaca Tipe 1 atau Tipe II
Dosis : Lebih dari 0,9% (Excipient hal 440). Injeksi IV
3-5% dalam 100ml selama 1 jam (DI 2003 hal
1415). Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml.
Na+ dalam plasma = 135-145 mEq/L.
Khasiat dan penggunaan : Pengganti Na+ dan Cl- dalam tubuh
2.2.3 Kalium Klorida (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Rumus molekul : KCl
Bobot molekul : 74,55 g/mol
Pemerian : Hablur bentuk memanjang, prisma atau
kubus,tidak berwarna,atau serbuk granul
putiih;tidak berbau;rasa garam;stabil
diudara;larutan bereaksi netral terhadap lakmus
Kelarutan : Mudah larut dalam air;lebih mudah larut dalam
air mendidih;tidak larut dalam etanol
Stabilitas : stabil diudara; stabil dan harus disimpan dalam
wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering
pH : Antara 4-8
Inkompatibilitas : Larutan KCl IV inkompatibel dengan protein
hidrosilat,perak dan garam merkuri
Wadah penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Dosis : konsentrasi kalium pada rute IV tidak lebih dari
40 mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk
hipokalemia). Untuk mempertahankan
konsentrasi kalium pada plasma 4 mEq/L
(DI,2003:1410). K+ dalam plasma = 3,5-5
mEq/L (steril dosage from hal 251).
Khasiat dan penggunaan : zat antimikroba
2.2.4 Kalsium Klroida (Dirjen POM, 1995 ; Rowe, 2009)
Rumus molekul : CaCl2.2H2O

12
Bobot molekul : 147,02 g/mol
Pemerian : Granul atau serpihan ; putih, keras ; tidak
berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol, dan dalam
etanol mendidih; sangat mudah larut dalam air
panas
Stabilitas : Injeksi kalsium dilaporkan inkompatibel dengan
larutan IV yang mengandung banyak Zat aktif.
pH : Antara 4,5 dan 9,2
Inkompatibilitas : Karbonat, Sulfat, Tartrat, Sefalotin sodium,
CTM dengan tetrasiklin membentuk kompleks
Wadah penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat dan penggunaan : Zat penyerap air dan antimikroba

13
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan, Infus Ringer adalah
larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam
air untuk obat suntik yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan
bantuan peralatan yang cocok. Sediaan infus ringer yang dibuat bersifat
isotonis. Pada sediaan Infus, tidak perlu pengawet karena volume sediaan
besar. Infus harus bebas pirogen karena pirogen menyebabkan kenaikan suhu
tubuh yang nyata, demam, sakit badan, kenaikan tekanan darah arteri, kira-
kira 1 jam setelah injeksi. Untuk menghilangkan pirogen larutan dilakukan
dengan penambahan 0,1% karbon aktif dihitung terhadap volume total
larutan. Sterilisasi yang dilakukan untuk larutan Ringer laktat adalah
termasuk sterilisai akhir.
7.2 Saran
7.2.1 Untuk Jurusan
Diharapkan agar dapat melengkapi fasilitisnya berupa alat-alat dan bahan-
bahan yang menunjang dalam proses praktikum, agar praktikum yang
dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.
7.2.2 Untuk Asisten
Diharapkan agar kerja sama antara asisten dengan praktikan lebih
ditingkatkan dengan banyak memberi wawasan tentang emulsi. Asisten dan
praktikan diharapkan tidak ada missed communication selama proses praktikum
agar hubungan asisten dan praktikan diharapkan selalu
7.2.3 Untuk Praktikan
Praktikan diharapkan dipraktikum selanjutnya bisa melaksanakan praktikum
lebih baik lagi dan tidak membuatkan kesalahan pada saat praktikum. Selain itu,
berhati-hatilah dalam mencampur sediaan dan juga didalam praktikum keseriusan
diutamakan.

14

Anda mungkin juga menyukai