Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

SEDIAAN INJEKSI LIDOKAIN HCL

Disusun Oleh :

Putri Selviani (18330112)


Sherly Auliazon (18330113)
Hendrina Risloviani Parera (18330114)
Farid Hardiyanto (18330118)
Desi Suci Ngercoantini (18330138)
Nency Sigalingging (18330146)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Allah swt karena kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum teknologi sediaan steril injeksi volume kecil lidocain HCL dengan tepat waktu.
Shalawat dan salam kami panjatkan atas diutusnya Nabi Muhammad saw. Yang mana atas
perjuangan beliau kita dapat merasakan kehidupan sekarang ini, sehingga memotivasi kami
untuk membuat laporan ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, khususnya dosen pembimbing kami yang telah memberikan
arahan dan inspirasi untuk membuat laporan ini. oleh itu, kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan
laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dan kami juga menyadari bahwa isis dari penulisan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, dan oleh karena itu saran dan kritikan dari berbagai pihak yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Semoga Allah stw melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiin Ya Robbil Alamin

Jakarta, Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman belanda. Sehingga
teknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi mengalami dinamika yang
begitu cepat. Teknologi steril merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
membuat suatu sediaan (injeksi volume kecil, injeksi volume besar, infuse, tetes mata
dan salep mata) yang steril, mutlak bebas dari jasad renik, patogen, atau non patogen,
vegetative atau non vegetatif. Teknologi steril berhubungan dengan proses sterilisasi
yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi, zat kimia) agar diperoleh
kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan mata kuliah tersebut, Karena
teknologi steril berperan penting dan menjadi mata kuliah pokok farmasi.
Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana menghasilkan atau
membuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara sterilisasi kalor basah,
kalor kering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan teknik aseptik. Kemudian
sediaan steril tersebut dilakukan uji sterilitas, uji pirogenitas (ada atau tidaknya
pirogen). Pada saat kuliah teknologi steril akan kita dapatkan sediaan dalam bentuk
larutan, emulsi, suspense dan semi solid yang steril (bebas dari pirogen).
Sediaan steril untuk mata tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, yakni diantaranya :
eye drops (tetes mata), eye oint (salep mata) dan eye wash/collyrium (pencuci mata).
Sehubungan dengan alasan tersebut diatas dan penerapan dari teori yang sudah didapat.
Kami melakukan praktikum teknologi steril dalam hal ini membuat sediaan
injeksidengan harapan semoga dalam kegiatan praktikum ini, kami dapat menambah
wawasan, melaksanakan desain dan rancangan serta pembuatan sediaan steril untuk
dalam upaya meningkatkan pengetahuan ilmu farmasi.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun desain dan pembuatan sediaan steril
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memanfaatkan dan melaksanakan pengkajian praformulasi
untuk sediaan steril
2. Mahasiswa mampu melaksanakan desain sediaan salep mata, tetes mata,
injeksi volume kecil, dan injeksi volume besar
3. Mahasiswa mampu menyusun SOP dan intruksi kerja pembuatan sediaan
salep mata, tetes mata, injeksi volume kecil, dan injeksi volume besar
4. Mahasiswa mampu melaksanakan SOP dan intruksi kerja pembuatan sediaan
salep mata, tetes mata, injeksi volume kecil, dan injeksi volume besar
5. Mahasiswa mampu menyusun laporan pembuatan sediaan salep mata, tetes
mata, injeksi volume kecil, dan injeksi volume besar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Injeksi
Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi, emulsi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir
(Depkes RI, 1995 dan Dra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt). Injeksi terbagi menjadi dua jenis,
yaitu larutan injeksi volume besar ( Large Volume parenteral ) dan volume kecil (Small
Volume Parenteral). Larutan injeksi volume besar digunakan untuk intravena dengan
dosis tungga dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml. Larutan
injeksi volume kecil adalah sediaan parenteral volume kecil yang dikemas dalam wadah
bertanda volume 100 ml atau kurang dan biasa disebut dengan injeksi.

Persyaratan sediaan injeksi :


1. Aman, injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek
toksik
2. Harus jernih, injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel
asing, serat dan benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan
penyaringan. Alat-alat penyaringan harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga
tidak terdapat partikel dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan
yang jernih diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan tidak
melepaskan partikel.
3. Sedapat mungkin isohidris, artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan
cairan tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke
badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.
4. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan
tekanan osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan
osmosa larutan natrium klorida 0,9%.
5. Tidak berwarna, pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya
penambahan zat warna dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan
tersebut, kecuali bila obatnya memang berwarna.
6. Steril, suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk
tidak vegetatif (spora).
7. Bebas pirogen, hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan
volume besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang
mengandung pirogen dapat menimbulkan demam (Voight, 1995 dan Dra.
Rr.Sulistiyaningsih, Apt).

Keuntungan sediaan injeksi :


1. Efek terapi lebih cepat.
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3. Cocok untuk keadaan darurat.
4. Untuk obat-obatan yang rusak untuk cairan lambung.

Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam beberapa jenis,
yaitu :

1. Injeksi intraderma atau intrakutan Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan


epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam
air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa.
Injeksi subkutan atau hipoderma Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut
dibawah permukaan kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan
harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi
jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).

2. Injeksi intramuscular Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada


lengan atau daerah gluteal. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau
minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan
perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
3. Injeksi intravena Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah,
berupa larutan isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena
harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan
menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar, umumnya
lebih dari 10 ml, disebut infus. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi
intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas
pirogen.
4. Injeksi intraarterium Injeksi intraarterium dimasukkan langsung ke dalam pembuluh
darah perifer, digunakan jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan,
dapat mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 ml.
Tidak boleh mengandung bakterisida.
5. Injeksi intrakardial Dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya
digunakan untuk keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intratekal atau subaraknoid Injeksi intratekal digunakan untuk menginduksi spinal
atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid, biasanya
volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik untuk
wadah dosis tunggal.
7. Injeksi intraperitonial Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapannya
cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang dipakai.
8. Injeksi intraartikulus Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material seperti
obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang teriritasi. Injeksi berupa larutan
atau suspensi dalam air.
9. Injeksi subkonjungtiva Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir
bawah mata, umumnya tidak lebih dari 1 ml.
10. Injeksi intrasisternal dan peridual Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan
lapisan dura dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan peralatan
yang rumit (Depkes RI, 1979 dan Dra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt)
BAB III
METODE PRAKTIKUM

Anda mungkin juga menyukai