Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM III

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“INJEKSI VOLUME BESAR”

Oleh :

KELOMPOK 2/A3A
1. Ni Luh Sridevi Intan Sari 18021009
2. Audrey Chevio Andini Putri 18021010
3. Ni Wayan Mita Arisia 18021011
4. Ni Komang Vera Vidianti 18021012
5. Luh Ayu Anisa Dewi 18021013
6. Komang Ayu Purnama Sari 18021014
7. I Dewa Ayu Diah Yuniantari 18021015
8. Ni Kadek Vinka Lionita 18021016

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2021
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan untuk mampu:
1. Melakukan perhitungan dan penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan untuk
membuat sediaan injeksi volume besar.
2. Menuliskan perhitungan tonisitas dan osmolaritas sediaan injeksi volume besar.
3. Menuliskan prosedur pembuatan injeksi volume besar.
4. Melakukan pembuatan sediaan injeksi volume besar.
5. Melakukan evaluasi sediaan injeksi volume besar.

II. DASAR TEORI


Istilah sterilisasi yang digunkan pada sediaan-sediaan farmasi berarti penghancuran
secara lengkap semua mikroba dan sporasporanya dari sediaan lima metode yang umum
digunakan untuk mensterilkan produk farmasi yaitu sterilisasi uap, sterilisasi panas kering,
sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas dan sterilisasi dengan radiasi pengionan. Metode
yang digunakan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan farmasi saat ditentukan oleh sifat
sediaan dan zat aktif yang dikandungnya. Walau demikian , apapun cara yang digunakan
produk yang dihasilkan harus memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifitas cara,
peralatan, dan petugas ( Ansel,1989)
Steril berarti keadaan yang bebas dari mikroorganisme, baik bentuk vegetatif, non
vegetatif (spora), patogen maupun non patogen secara teoritis, steril arhnya absolut dari
mikroorganisme. Tidak ada istiah sebagian steril ataupun hampir steril. Pada kenyataannya,
istilah steril bukan mutlak bebas mikroba 100% namun suatu obat dapat dikatakan steril
apabila memenuhi syarat sterilitas (Ansel,1989)
Suatu sediaan diisyaratkan harus steril, karena obat-obatan ini akan berhubungan
langsung dengan bagian tubuh yang rentang terhadap injeksi, seperti darah, mata dan
sebagainya. Berbeda dengan rute peroral dimana proses pencegahan infeksi akan terjadi
disaluran cerna. Penyuntikan sediaan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme hidup, akan
menimbulkan banyak masalah dan komplikasi, terutama terhadap pasien kepada pasien yang
lain melalui jarum suntik bekas digunakan yang tidak disterilkan dengan baik. Kontaminasi
mikroba ini juga sangat berbahaya pada penggunakan untuk luka terbuka, luka bakar, obat
mata dan obat-obatan lain yang akan digunakan untuk selaput mukosa tubuh. (amstrong., dkk,
1986)
Menurut Farmakope Indonesia 5, injeksi adalah larutan yang diberikan secara
parenteral. Walaupun secara terminologi injeksi adalah berupa larutan, tapi beberapa sediaan
injeksi juga dapat berupa suspensi. Sediaan injeksi berupa suspensi ini tidak bisa diberikan
dengan rute intravena dan intratekal. Sehingga secara umum dapat didefinisika bahwa injeksi
adlah sediaan steril berupa larutan, suspensi, emulsi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan (disuntikkan) dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. (amstrong., dkk, 1986)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi dan suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. (FI Hal 13) Injeksi (obat suntik)
adalah sediaan bebas parogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Injeksi
diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau
wadah dosis ganda. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal. 399)
Syarat-syarat obat suntik : (Amstrong,1986)
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan
2. Harus jernih, tidak ada parikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
4. Sedapat mungkin isotidris, pH larutan injeksi harus sama dengan pH cariran
tubuh agar bila diinjeksikan tidak terasa sakit dan penyerapan obat optimal
5. Sedapat mungkin isonitas, tekanan osmose larutan harus sama dengan tekanan
osmose darah dan cairan tubuh agar tidak sulit bila diinjeksikan
6. Harus teliti dan bebas pyrogen
Istilah intrademal berasalh dari kata “intra” yang artinya lipis dan “dermis” yang berarti
sensitif, lapisan pembukuh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat
pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi
disinic lambat dan dibatasi efek siskemik yang dapat dibandingkan karena absorbsinya
terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau
untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme. (Agoes, 2009)
Bentuk sediaan injeksi yang beredar di pasaran saat ini berupa sediaan injeksi volume
kecil, sediaan injeksi volume besar, dan sediaan injeksi berbentuk serbuk untuk
direkonstruksi. Sediaan injeksi volume kecil adalah ampul 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml, dan 20 ml,
serta vial 2 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml, 20 ml, dan 30 ml. Sediaan ini dapat digunakan untuk
penyuntikan secara intramuscular, intravena, intradermal, subkutan, intraspinal, intrasisternal
atau intratekal. Sediaan volume besar biasanya tersedia dalam volume 100 ml atau lebih
(Agoes, 2009).
Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Obat suntik
ditempatkan dalam wadah dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis ganda lebih dikenal
dengan vial. Vial dilengkapi dengan penutup karet plastik untuk memungkinkan penusukan
jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila jarum ditarik kembali dari wadah,
lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali dan melindungi isi dari pengotoran udara
bebas (Ansel, 2005)
Infus cairan intravena adalah pemerian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jaringan ke dalam pembuluh vena untuk mengantikan kehilangan cairan tau zat-zat makanan
dari tubuh. Tujuan dari sediaan infus adlah memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
secara adekuat melalui oral, memperbaiki keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume
komponen-komponen darah, memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam
tubuh, kemudian memonitoring tekanan vena sentral (cvp), memberikan numisi pada saat
sistem pencernaan mengalami gangguan (Perry&Potter, 2005)
Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung kevena
pasien. Biasanya cairan steril menggandung elektrolit, nutrient, vitamin atau obat-obatan.
Tetapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum ke
dalam pembuluh darah vena untuk menggantikkan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh (Brummer&Sudarth, 2012)
Terapi intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat
menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme
dan memberikan medikasi (Perry&Potter, 2005)
Infus adalah larutan dalam jumlah terhitung mulai dari 100 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit
dapat menjadi mealalui makanan dan minuman kemudian dikeluarkan dalam jumlah yang
relatif sama. Rasionya dalam tubuh adalah air 57%, lemak 20,8%, protein 17,0%, serta
mineral dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera
mendapatkan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. (Lukas, Syamsuni, H.A, 2006)

Pada modul praktikum ini, akan dipandu untuk melakukan pembuatan sediaan obat
steril
dalam bentuk injeksi volume besar, disebut juga sediaan infus steril. Sediaan infus,
merupakan salah satu bentuk sediaan steril yang cara penggunaannya disuntikkan ke dalam
tubuh dengan merobek jaringan tubuh melalui kulit atau selaput lendir (Syamsuni, 2007).
Pembuatan sediaan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya
kontaminasi mikroba ataupun bahan asing. Persyaratan sediaan injeksi antara lain: isotonis,
isohidris, bebas dari endotoksin bakteri dan bebas pirogen (Lachman,1993).
Injeksi terbagi menjadi dua jenis, yaitu larutan injeksi volume besar (Large Volume
Parenteral) dan volume kecil (Small Volume Parenteral). Larutan injeksi volume besar
digunakan untuk intravena dengan dosis tunggal dan dikemas dalam wadah bertanda volume
lebih dari 100 ml. Larutan injeksi volume kecil adalah sediaan parenteral volume kecil yang
dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang dan biasa disebut dengan injeksi
(Departemen Kesehatan RI, 1995). Kemampuan membuat sediaan obat steril injeksi volume
besar penting untuk dimiliki jika bekerja di industri farmasi khususnya pada divisi Riset dan
Pengembangan Sediaan Steril atau di bagian produksi sediaan obat steril.
1) Persyaratan infus intravena
a) Sediaan (dapat berupa larutan/emulsi) harus steril (FI IV, hlm 855)
b) Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji
Keamanan Hayati.
c) Bebas pirogen (FI IV, hlm 908)
d) Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang
tertera pada Uji Keamanan Hayati.
e) Isotonis (sebisa mungkin)
f) Isohidris
g) Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
h) Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
i) Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
j) Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal

2) Langkah-langkah praktikum yang akan dilakukan antara lain:


a) Preformulasi zat aktif
b) Perhitungan tonisitas dan osmolaritas sediaan
c) Pendekatan formula
d) Preformulasi bahan tambahan (eksipien)
e) Persiapan alat/wadah/bahan
f) Penimbangan bahan
g) Prosedur pembuatan

Pembuatan sediaan obat selalu diawali dengan preformulasi bahan aktif artinya data
mengenai bahan aktif dicari selengkap mungkin, antara lain: pemerian, kelarutan, stabilitas
terhadap cahaya, pH, air/hidrolisis dan udara/oksidasi. Dengan demikian dapat merancang
permasalahan dan penyelesaian sediaan berdasarkan data-data preformulasi bahan aktif untuk
menjamin keberhasilan pembuatan sediaan.
Sediaan obat yang akan dibuat adalah infus. Infus adalah sediaan steril, dapat berupa
larutan atau emulsi, bebas pirogen, sedapat mungkin isotonis dengan darah, disuntikkan
langsung ke dalam vena dalam volume yang relatif besar. Infus intravena harus jernih dan
praktis bebas partikel (The Departement of Health, Social Service and Public Safety, 2002 –
British Pharmacope 2009). Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak boleh mengandung
bakterisida atau dapar (Lachman, 1993). Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan
infus intravena,yaitu:
1. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi (Departemen Kesehatan RI,1995).
2. Bebas pirogen (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis dan isohidris terhadap darah.
4. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
5. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
6. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai yang ada pada etiket sediaan.
7. Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan lain,
syarat injeksi meliputi:
- Keseragaman volume
- Keseragaman bobot
- Pirogenitas
- Sterilitas
- Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
- Penanda: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan mosmol/L

(Departemen Kesehatan RI,1995).


PREFORMULASI

1. Manitol ( zat aktif )

Rumus molekul C6H14O6


Rumus struktur

Sinonim Cordycepic acid; C*PharmMannidex; E421;


Emprove; manna sugar; D-mannite; mannite;
mannitolum; Mannogem; Pearlitol
Fungsi Zat aktif
Pemerian Serbuk hablur atau granul mengalir bebas,
putih, tidak berbau, rasa manis
Data kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam larutan
basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar
larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
eter.
Ph 4,5 – 7,0
Kerapatan /density Density (bulk) 0.430 g/cm3 for powder; 0.7
g/cm3 for granules Density (tapped) 0.734
g/cm3 for powder; 0.8 g/cm3 for granules
Density (true) 1.514 g/cm3
Titik leleh/titik lebur 166-16880C
Inkompatibilitas Manitol tidak kompatibel dengan xylitol infus
dan dapat membentuk kompleks dengan
beberapa logam seperti aluminium, tembaga,
dan besi.
Dosis diagnostikum, iv, 200 mg per kg berat badan
sebagai larutan 15 % sampai 25%, dalam
waktu 3 sampai 5 menit. Diuretikum, infusi,
sehari 50 g sampai 100 g sebagai larutan 5 %
sampai 20% dengan kecepatan 30 ml sampai
50 ml per jam
Organoleptis Bentuk:serbuk hablur
Warna:putih
Bau :tidak berbau
Rasa:rasa manis
Bobot molekul 182.17
Khasiat dan penggunaan Diuretic

Penyimpanan Disimpan dalam wadah tertutup baik

Sumber HOPE 5 th hal 449-453

2. Nacl
Rumus Molekul Nacl
Sinonim Sodium chloride, Alberger; chlorure de
sodium; common salt; hopper salt; natrii
chloridum; natural halite; rock salt;
saline;salt; sea salt; garam meja
Fungsi Agen tonisitas
Pemerian Bubuk kristal putih atau tidak berwarna
kristal; memiliki rasa garam. natrium
klorida padat tidak mengandung air
kristal meskipun, di bawah 08 C, garam
dapat mengkristal
sebagai dihydrate.
Kelarutan Larut dalam etanol 95%, gliserin, air
PH 6,7-7,3 (larutan jenuh)
Kerapatan/density y2.17 g / cm3 sampai 1.20 g / cm3 untuk
larutan jenuh. Density (bulk) 0,93 g / cm3
Density (mengetuk) 1,09 g / cm3
Titik leleh/titik lebur 8040C
Inkompatibilitas Bersifat korosif dengan besi, dapat
bereaksi membentuk endapan dengan
perak, timah, merkuri dan garam. kuat
oksidator membebaskan klorin dari
larutan diasamkan natrium klorida.
Kelarutan antimikroba pengawet methyl-
paraben menurun dalam larutan natrium
klorida berair dan viskositas gel
karbomer dan solusi dari hidroksietil
selulosa atau hidroksipropil selulosa
berkurang dengan penambahan natrium
klorida.
Bobot molekul 58,44
Stabilitas Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil
dapat menyebabkan pengguratan partikel
dari tipe gelas
Kosentrasi /dosis lebih dari 0,9% (Excipient hal 440). Injeksi
IV 3-5% dalam 100ml selama 1 jam (DI
2003 hal 1415). Injeksi NaCl mengandung
2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam plasma = 135-
145 mEq/L (steril dosage form hal 251 )
Khasiat/kegunaan Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh
Farmakologi berfungsi untuk mengatur distribusi air,
cairan dan keseimbangan elektrolit dan
tekanan osmotik cairan tubuh
Penyimpanan solution natrium klorida berair stabil
tetapi dapat menyebabkan pemisahan
partikel kaca dari jenis wadah kaca.
Larutan berair dapat disterilkan dengan
autoklaf atau filtrasi. Bahan padat stabil
dan harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, di tempat yang sejuk dan kering.
Telah terbukti bahwa karakteristik
pemadatan dan sifat mekanik tablet
dipengaruhi oleh kelembaban relatif dari
kondisi penyimpanan dimana natrium
klorida disimpan
Sumber FI IV hal. 584, Martindale 28 hal. 635,
Excipient hal. 440

3. Aqua pro injection

Rumus molekul H2O


Rumus struktur H-O-H
Sinonim Air steril untuk injeksi
Fungsi Sebagai pelarut
Pemerian Cairan,Jernih,Tidak berwarna,tidak berbau
Kelarutan -
PH 5-7
Kerapatan/density 1gr/cm³
Tititk didih 100oC
inkompatibilitas Bereaksi dengan obat dan bahan tambahan
yang mudah terhidrolisis atau kelembapan
pada suhu tinggi,bereaksi kuat dengan logam
alkali
Kestabilan Stabil dalam setiap keadaan ( es, cairan, uap
panas)
organoleptis Bentuk : Larutan
Warna : Jernih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Tidak berasa
Khasiat : sebagai pelarut dalam injeksi
Kegunaan Sebagai pembawa dan pelarut
penyimpanan Dalam wadah tertutup,kedap,disimpan dalam
wadah tertutup kapas berlemak,harus
digunakan dalam waktu 30 hari setelah
pembuatan.
Sumber FI III hal 412

4. Karbo adsorben
Sinonim Karbon aktif
Fungsi Adsorbsi pirogen
Pemerian Serbuk halus, bebas dari butiran, hitam; tidak
berbau; tidak berasa
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
Inkompatibilitas Dapat menurunkan ketersediaan hayati
beberapa obat seperti loperamid dan
riboflavin. Reaksi hidrolisis dan oksidasi
dapat dinaikkan
Penyimpanan Dapat mengadsrbsi air. Sebaiknya disimpan
dalam wadah tertutup kedap, ditempat sejuk
dan kering.
organoleptis Serbuk sangat halus, bebas dari butiran;
hitam; tidakberbau; tidak berasa.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
Sumber FI III hal .133

5. NaOH

Pemerian Putih atau praktis putih, massa melebur,


berbentuk pellet, serpihan, batang, atau
bentuk lain; keras, rapuh, dan menunjukkan
pecahan hablur; bila dibiarkan di udara akan
cepat menyerap CO2 dan lembab (FI IV:589)
Kelarutan Larut dalam air dan etanol (FI IV:589)
Stabilitas 1. Panas : Melebur pada suhu 318oC

2. Hidrolisis/ oksidasi : -

3. Cahaya : Stabil terhadap cahaya

(HOPE 6 thed., p. 649)

pH pH 12 - 14
Sumber HOPE 6 thed., hlm. 649
PERSIAPAN ALAT/WADAH/BAHAN

1. Alat

No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)

1 Kaca arloji 6 Autoklaf 1210C selama 15 menit

2 Batang pengaduk 4 Autoklaf 1210C selama 15 menit

3 Gelas kimia 1 L (berisi 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit


Aquadest 1 L)

4 Gelas kimia 100 ml 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit

5 Gelas kimia 250 ml 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit

6 Erlenmeyer 250 ml (berisi 3 Autoklaf 1210C selama 15 menit


aquadest)
7 Corong 4 Autoklaf 1210C selama 15 menit

8 Spatula besi 4 Autoklaf 1210C selama 15 menit

9 Pipet tetes 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit

10 Termometer 200 0C 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit

11 Kertas saring dipotong ukuran 6 Autoklaf 1210C selama 15 menit


(10x10) cm sebanyak 10
lembar

12 Kertas membran 0,22 µm 6 Autoklaf 1210C selama 15 menit

13 Sealer tutup flakon stainless 1 Autoklaf 1210C selama 15 menit

14 Gelas ukur 50 ml 2 Autoklaf 1210C selama 15 menit

15 Tabung reaksi 6 Autoklaf 1210C selama 15 menit

16 Spuit Steril 10 cc 5

2. Wadah

No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi (lengkap)

1 Botol infus flakon 50 ml 10 Autoklaf 121oC selama 15 menit


yang telah di kalibrasi

2 Karet tutup flakon 10 Autoklaf 121oC selama 15 menit


DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan ole Ibrahim, F., Edisi IV,
605-619, Jakarta,UI Press.
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta, UI Press Bandung : Penerbit
ITB
Amstrong, N, A., and James, K. C., 1986. Pharmaceuticalfx perimental Design and Farmasi .
Jakarta, UI Press
Agoes, G. (2009). Teknologi Bahan Alam (Serial Farmasi Industri-2) ed. Revisi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Lachman, Leon.(1993) Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications Volume 2,


2ndedition, New York: Marcell Dekker Inc.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul J., Quinn, Marian E.. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. London: The Pharmaceutical Press.

Sweetman, Sean C., 2009. Martindale 36th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
The Council of The Pharmaceutical Society of Great Britain. The Pharmaceutical Codex,
12thed, Principles and Practice of Pharmaceutics., 1994. London: The
PharmaceuticalPress

The Department of Health, Social Service and Public Safety.2002. British Pharmacopoeia .
London.

Anda mungkin juga menyukai