Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PERCOBAAN VI
UJI STERILITAS

Asisten Penanggung Jawab


apt. Muhammad Fakhrur Rajih., S.Farm

Disusun oleh:
Shift/Kelompok :
A/3 Anggota :
Siti Anggina Ismiyati S 10060319014
Ega Mulya Permata D 10060319015
Daifa Ermanda Mawali 10060319016
Ayu Suci Dewi 10060319018
Ratna Khoerunsa 10060319019
Nabia Shofura Mahardika 10060319020

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2020M/ 1442 H
I. Tujuan Percobaan

1.1 Memahami proses pengujian sterilitas serta dapat menentukan apakah


sediaan/alat yang harus berada dalam kondisi steril, memenuhi syarat
sterilitas sebagai persyaratan resmi dan pengawasan mutu.
1.2 Mengamati sterilitas sediaan yang ditentukan yaitu sediaan optalmik.

II. Teori Dasar


2.1 Definisi Sterilitas

Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba
hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non
patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap
untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis,
tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat) (Depkes RI, 1995).

Sterilisasi biasanya didefenisikan sebagai penghancur sempurna atau


pembersih dari segala bentuk kehidupan dari suatu bahan (DOM, 1987).
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril,
secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai
akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup.
Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai
konotatif relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dasar proyeksi kinetis angka
kematian mikroba (Ansel, 1985).

Prinsip pengujian sterilitas adalah pertumbuhan mikroorganisme


pada media tertentu yang diinokulasi dan diinkubasi pada suhu tertentu
(Djide, 2008). Istilah sterilisasi yang digunakan pada sediaan – sediaan
farmasi berarti, penghancur secara lengkap semua mikroba hidup dan spora
– sporanya atau penghilang secara lengkap mikroba dari sediaan (Ansel,
1985).
Metode sterilisasi panas merupakan metode yang paling dapat
dipercaya dan banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan untuk
bahan yang tahan panas. Metode sterilisasi panas dengan penggunaan uap
air disebut metode sterilisasi panas lembab atau steriisasi basah yaitu
pengodogan dalam air, uap mengalir dan uap dalam tekanan. Metode
sterilisasi panas tanpa kelembapan (tanpa penggunaan uap air) disebut juga
sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering yaitu pemijaran, jilatan api
(flaming) dan tanur uap panas ( Sylvia, 2008)

Lima metode umum yang digunakan untuk mensterilkan produk


farmasi (Ansel, 1985) :

a. Sterilisasi Uap (Lembab panas)

b. Sterilisasi panas kering

c. Sterilisasi dengan penyaringan

d. Sterilisasi gas

e. Sterilisasi dengan radiasi pengionan.

Metode yang digunakan untuk mendapatkan sterilitas pada sediaan


farmasi sangat ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang
dikandungnya. Walau demikian, apa pun cara yang digunakan, produk yang
dihasilkan harus memenuhi sterilitas sebagai bukti dari keaktifan cara,
peralatan, dan petugas (Ansel, 1985).

2.2 Bentuk Sediaan Steril

Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroorganisme baik


vegetatif atau bentuk sporanya baik patogen ataupun nonpatogen. Produk
steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril merupakan salah satu
bentuk sediaan farmasi yang banyak dipakai, terutama pada pasien yang
dirawat dirumah sakit. Sediaan steril sangat membantu pada saat pasien
dioperasi, diinfus, disuntuk, mempunyai luka terbuka yang harus diobati dan
sebagainya (Voight, 1995).

Semuanya sangat membutuhkan kondisi steril karena pengobatan


yang langsung bersentuhan dengan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh,
dan dimasukkan langsung ke dalam cairan atau rongga tubuh yang sangat
memungkinkan terjadinya infeksi bila obatnya tidak steril. Oleh karena itu,
dibutuhkan sediaan obat yang steril. Disamping steril, sediaan obat juga
harus dalam kondisi isohidris dan isotonis agar tidak mengiritasi (Voight,
1995).

Bentuk sediaan steril antara lain yaitu injeksi, infus, dan tetes mata:

1. Injeksi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan


sterilberupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit ataumelalui selaput
lendir (Depkes RI, 1979).

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah


injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya
larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah kapiler (Depkes RI, 1995).

Berdasarkan wadahnya, injeksi dibagi menjadi:

a. Ampul

Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang


memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya
adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah
wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara
parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik
bentuk vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan
parenteral menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk
parenteral dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut
hingga pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan
steril yaitu gelas, plastik, elastik (karet), metal. Pengemasan sediaan suntik
harus mengikuti prosedur aseptis dan steril karena pengemas ini langsung
berinteraksi dengan sediaan yang dibuat, termasuk dalam hal ini wadah.
Wadah merupakan bagian yang menampung dan melindungi bahan yang
telah dibuat (Ansel,1989).

Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi


dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah
kekuatan dan efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus
jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan
pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik
ditempatkan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel,
1989).

b. Vial

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang
umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume
0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk
mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume
sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup
dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi
untuk menghisap cairan injeksi (Voight, 1995).

Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial
(takaran ganda):
1) Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga
kemungkinan adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada
mikroorganismenya
2) Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus
dihitung isotonis (0,6% – 0,2%) (Depkes RI, 1995:13)
3) Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya

4) Zat pengawet (Depkes RI, 1995:17) kecuali dinyatakan lain, adalah


zat pengawet yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi
yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik,
dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan
pengawet.

R.Voight (1995) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup dengan


sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan:
a. Efek terapi lebih cepat

b. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan

c. Cocok untuk keadaan darurat

d. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

2. Infus

Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 ml yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang
cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman
dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya dalam tubuh adalah
air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%. Ketika
terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi
untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel (Lukas, 2006).
Adapun penggolongan sediaan infus berdasarkan komposisi dan kegunaannya adalah:
a. Infus Elektrolit

Pada cairan fisiologi tubuh manusia, tubuh manusia mengandung 60% air
dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel) 40% yang mengandung ion-
ion K+, Mg2+, sulfat, fosfat, protein, serta senyawa organik asam fosfat seperti
ATP, heksosa monofosfat, dan lain-lain. Air pun mengandung cairan
ekstraseluler (di luar sel) 20% yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan
terbagi atas cairan interstisial (di antara kapiler dan sel) 15% dan plasma darah
5% dalam sistem peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+,
klorida, dan bikarbonat.
b. Infus Karbohidrat
Infus karbohidrat adalah sediaan infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa
yang cocok untuk donor kalori. Kita menggunakannya untuk memenuhi
kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglikemia, dan lain-lain.
c. Infus Plasma Expander atau Penambah Darah
Larutan plasma expander adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan
untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar,
operasi, dan lain-lain (Lukas, 2006)

3. Tetes Mata

Sediaan tetes mata adalah cairan atau suspensi steril yang mengandung
satu ataulebih zat aktif, tanpa atau dengan penambahan zat tambahan yang
sesuai. Sediaan inidigunakan pada mata dengan cara meneteskan obat tersebut
pada selaput lendir di sekitarkelopak dan bola mata.Sediaan tetes mata
merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan
pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi sediaan,
sepertipenggunaan bahan aktif, pengawet, isotonisitas, dapar, viskositas, dan
pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).

Tetes mata (obat tetes mata) adalah larutan steril atau minyak, suspensi,
atau emulsi ditujukan untuk penggunaan ke dalam kantung konjungtiva. Tetes
tetes mata harus jernih dan bebas dari partikel ketika diperiksa di bawah
kondisivisibilitas yang sesuai.Water for Injection harus digunakan dalam
pembuatan tetes mata berair (Ansel, 1989).

Menurut FI Edisi III (1979) Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa
larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola mata.

2.3 Prinsip Kerja Uji Sterilitas


Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah
mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya
membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi
umumnya disetujui bahwa kontrol yang dilaksanakan selama proses validasi
memberikan jaminan lebih efektifnya proses sterilisasi. Uji ini dilakukan
terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut.
Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau
sebagai bagian dari tangki bulk cairan atau dari bahan bulk lainnya (Lachman,
2008).
Salah satu tujuan uji sterilisasi pembuatan sediaan steril adalah untuk
meminimalkan ketidakpercayaan terhadap pengujian produk akhir. Tiga
prinsip yang terlibat dalam proses uji sterilisasi sediaan steril adalah:
a. Untuk membuat sterilitas kedalam sediaan
b. Untuk menunjukkan tingkat kemungkinan maksimum yang pasti dimana
proses dan metode sterilisasi memiliki sterilisasi yang terpercaya terhadap
semua unit dari batch sediaan.
c. Untuk memberikan jaminan yang lebih luas dan mendukung hasil dari uji
sterilitas sediaan akhir
(Lachman, 2008).
Uji sterilitas bermanfaat untuk mengetahui validitas proses sterilisasi
dan melakukan kontrol kualitas sediaan steril. Uji ini harus direncanakan
dengan baik untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu dapat terjadi
karena kontaminasi lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh
personil. Lingkungan harus didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril
yang telah ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai jumlah
mikroorganisme maupun jumlah partikel yang hidup di udara. Media yang
digunakan untuk uji sterilitas hendaknya dipersiapkan dengan baik dan telah
teruji kemampuannya di dalam menumbuhkan mikroorganisme yang dapat
berupa jamur maupun bakteri. Uji sterilisasi menurut Farmakope Indonesia
Edisi IV dapat dilakukan dengan dua prosedur pengujian yang terdiri dari
metode inokulasi langsung ke dalam media uji dan metode teknik
filtrasimembran. Prosedur berikut dapat digunakan untuk menetapkan
apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi
(untuk penggunaan prosedur uji sterilisasi sebagai bagian dari pengawasan
mutu di pabrik, seperti yang tertera pada Sterilisasi dan Jaminan Sterilitas
Bahan (Lachman, 2008).
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi,
memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah
mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan
menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media.
Dalam Farmakope Edisi IV, disebutkan terdapat 2 media yang dapat
digunakan dalam uji sterilitas sediaan, yaitu media Fluid Thioglycolat dan
Soybean-Casein Digest Medium. (Depkes RI, 1995).
Berikut merupakan komposisi masing-masing media serta manfaat
masing- masing komponen:
a. Thioglikolat cair (Fluid Thioglycolate Media)

Tabel 1.1 Tabel Bahan Media Thioglikolat Cair (Fluid Thioglycolate Media)

Nama Bahan Jumlah Fungsi


L-sistin P 0,5 Antioksidan
Agar 0,75 Nutrient dan konsistensi
NaCl 2,5 Bahan pengisotonis
Glukosa 5,5 Nutrient
Ekstrak Ragi 5,0 Nutrient
Digesti Pankreas Kasein P 15,0 Nutrient
Na-Tioglikolat/ 0,5 mL Antioksidan
Asam Tioglikolat 0,3 mL Antioksidan
Larutan Na-resazurin 1,0 mL Indikator redoks
Air 1000 mL
pH 7,1 ± 0,2

b. Soybean Casein Digest/Trypticase Soy Broth (TSB)

Tabel 1.3 Tabel bahan media soybean casein digest

Nama Bahan Jumlah Fungsi


NaCl 0,5 Bahan pengisotonis
Digesti Pankreas Kasein P 17 Nutrient
Digesti Peptic Tepung Kedelai 3,0 Nutrient
K-Fosfat Dibasa 2,5 Buffer
Glukosa 2,5 Nutrient
Air 1000 mL
pH 7,3 ± 0,2
(Depkes RI,1995)

III. Alat dan Bahan


ALAT BAHAN
Bunsen Media Fluid Thioglycolat (FTM)
Erlenmeyer Media Tryptic Soybean Broth (TSB)
Inkubator Sediaan optalmik (tetes mata)
Pinset
Pipet ukur 10 mL dan 1 mL
Rak tabung reaksi
Tabung reaksi steril
Vortex
IV. Prosedur Percobaan

Dibersihkan terlebih dahulu area kerja dengan alcohol 70% dikeringkan


dengan tissue. Disiapkan 2 bunsen kemudian dinyalakan apinya sampai
berwarna biru dan diletakan Bunsen berjarak agar tercapai lingkungan yag
steril diantara 2 bunsen tersebut.

Uji Sterilitas Media


Dimasukan 10Ml media FTM dan TSB pada tabung reaksi, lalu diinkubasi
selama 1-7 hari pada suhu 25c, kemudian diamati perubahan yang terjadi

Uji Sterilitas Inokulasi Langsug


Disediakan 4 buah tabung reaksi steril, dimasukan massing-masing 6,0Ml
media FTM dan TSB pada tabung reaksi. Llau diinokulasikan kedalam media
pada tabung 1 dan 2 massing-masing kurang lebih ½ isi sampel uji 1, serta
kedalam media pada tabung 3 dan 4 masing-masing kurang lebih1/2 diisi
samoel uji 2. Kemudian dikocok dcampuran media pada tabung 1 dan 2
masing-masing ½ sampel uji menggunakan v0rtex
V. Hasil Pengamatan

Perhitungan Media yang Digunakan


a. Media Fluid Thioglikolat (FTM)
Preparasi = 29,75 gram/ 1 liter
Media yang akan dibuat sebanyak 20 mL
29,75 𝑔𝑟𝑎𝑚
Media FTM = ×20 mL = 0,595 gram
1000 𝑚𝐿

Pemerian: Serbuk berwarna putih.


b. Media Triptic Soybean Broth (TSB)
Preparasi = 30 gram/ 1 liter
Media yang akan dibuat sebanyak 20 mL
30 𝑔𝑟𝑎𝑚
Media TSB = 1000 𝑚𝐿 × 20 mL = 0,6 gram

Pemerian: Serbuk berwarna orange kecoklatan.


Hasil Pengamatan
Sampel Yang
Digunakan Gambar Keterangan
Control Media Tryptic 1. Di inkubasi pada suhu 25℃
- Soybean Broth (TSB) selama 24 jam
2. Warna media :
Sebelum : Kuning
Sesudah : Kuning bening
3. Kejernihan :
Jernih
4. Endapan :
Tidak terdapat endapan
Sediaan Optalmik Media Tryptic Soybean 1. Di inkubasi pada suhu 25℃
(Obat Tetes Mata) Broth (TSB) selama 24 jam
2. Warna media :
Sebelum : Kuning
Sesudah : Kuning bening
3. Kejernihan :
Jernih
4. Endapan :
Tidak terdapat endapan

- Control Media Fluid 1. Di inkubasi pada suhu 37℃


Tioglycolate (FTM) selama 24 jam
2. Warna media :
Sebelum : Bagian atas berwarna
merah muda
Sesudah : Bagian atas berwarna
merah muda bening
3. Kejernihan :
Jernih
4. Endapan :
Tidak terdapat endapan
Sediaan Optalmik Media Fluid 1. Di inkubasi pada suhu 37℃
( Obat Tetes Mata) Tioglycolate (FTM) selama 24 jam
2. Warna media :
Sebelum : Bagian atas berwarna
merah muda
Sesudah : Bagian atas berwarna
merah muda bening
3. Kejernihan :
Jernih
4. Endapan :
Tidak terdapat endapan

VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini mengenai tentang uji sterilitas, dimana proses
pengujian sterilitas memahami untuk menentukan apakah sedian atau alat
yang digunakan harus berada dalam kondisi steril. Uji sterilitas merupakan
suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan atau bahan farmasi
atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan steril.
Dengan demikian sediaan dan peralatan tersebut harus bebas dari
mikroorganisme. Jadi, hanya dikenal sediaan dan peralatan tersebut steril
atau tidak steril, tidak ada istilah hampir atau setengah steril.

Menurut Farmakope edisi IV (1995), uji sterilitas digunakan untuk


menetapkan apakah suatu bahan/sediaan farmasi yang diharuskan steril
memenuhi syarat sesuai dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada
masing- masing monografi, dimana untuk penggunaannya sesuai dengan
prosedur pengujian sterilitas sebagai bagian dari pengawasan mutu pabrik,
seperti yang tertera dalam sterilisasi dan jaminan sterilitas bahan.

Uji sterilitas ini dapat dilakukan pada sediaan obat seperti obat tetes
mata, injeksi, infus maupun pada alat kesehatan seperti kasa steril, jarum
suntik, benang bedah, dan lain-lain. Pada percobaan uji sterilitas kali ini,
sampel yang digunakan adalah obat tetes mata. Obat tetes (Guttae) sendiri
adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspense, dimaksudkan
untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan
yang dihasilkan penetes baku dalam Farmakope Indonesia. Sediaan obat
tetes dapat berupa tetes mulut (Guttae Oris), tetes telinga (Guttae
Auriculares), tetes hidung (Guttae Nasales), tetes mata (Guttae
Ophthalmicae). Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau
suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir
mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata harus memenuhi
syarat – syarat yang telah ditentukan, yaitu :

1. Steril

2. Sedapat mungkin isohidris

3. Sedapat mungkin isotonis

4. Larutan jernih

5. Bebas partikel asing, benang dan serat.

Dari syarat yang telah disebutkan, salah satunya adalah steril. Untuk
itulah uji sterilitas ini dilakukan.

Obat tetes mata mutlak diperlukan dalam keadaan steril, terlebih


apabila digunakan ketika sistem pertahanan mata turun karena pada saat itu
obat tetes mata sering digunakan, oleh karena itu obat tetes mata mutlak
diperlukan dalam keadaan steril. Cara penggunaan yang kurang benar akan
menimbulkan resiko pada penggunanya. Pada umumnya untuk sediaan
tetes mata dicantumkan pembatasan daya tahannya 30 hari setelah dibuka.
Uji sterilitas dilakukan setelah sediaan digunakan oleh mahasiswa farmasi
dan mahasiswa nonfarmasi untuk membandingkan cara penggunaan dari
sediaan tetes mata yang benar dan kurang benar.

Pada uji sterilitas media yang digunakan yaitu media Fluid


Thioglycolat (FTM) dengan preparasi 29,75 gr/1 liter. Sebelum dilakukan
pengamatan serbuk berwaena putih. Lalu media Triple Soybean Broth
(TSB) dengan preparasi 30 gr/1 liter, sebelum dilakukan pengamatan
berwarna orange kecoklatan.

Pada uji sterilitas inokulasi langsung menggunakan sampel obat tetes


mata dengan media Fluid Thioglycolat (FTM) dan Triple Soybean Broth
(TSB). Warna sampel berwarna bening, warna pembangding media FTM
yang tidak diisi sampel uji yaitu berwarna merah muda dimana bagian
bawah lebih kemerah dan jernih, sedangkan warna pembanding TSB yang
tidak diisi sampel uji yaitu berwarna kream kecoklat-coklatan dan jernih.
Setelah semua media di fortex dan diinkubasi selama 24 jam, dimana
menandakan bahwa sediaan optalmik tersebut steril dikarenakan warna
sampel + media hampir sama dengan pembanding.

VII. Kesimpulan

Setelah dilakukan praktikum uji sterilitas, lalu dibandingkan dengan


pembanding praktikan dapat menyimpulkan bahwa media yang digunakan
yaitu media FTM dan TSB dan sampel yang diuji yaitu obat tetes mata dalam
keadaan steril yang ditandai dengan tidak terjadinya kekeruhan (jernih) pada
media setelah dilakukan uji sterilitas
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C., (1985), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press,


Jakarta.

Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat, UI


Press, Jakarta.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Djide, Natsir, dkk, (2008). Mikrobiologi Farmasi Terapan. Fak. MIPA-


UH : Makassar

Lukas, S. (2006). Formulasi Steril, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Lachman, L., Herbert, A.L., and Joseph, L.K. (2008) Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, UGM Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai