Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
Semester III | Tahun Ajaran 2020/2021

Asisten Penanggung Jawab


Dinanda Yussepina W., S.Farm

Praktikan
Kelompok A-3

1. Daifa Ermanda Mawali (10060319016)


2. Ayu Suci Dewi (10060319018)
3. Ratna Khoerunisa (10060319019)
4. Nabila Shofura Mahardhika (10060319020)
5. Levina Geby Dwi Putri Alamsyah (10060319021)
6. Fakhrul Akbar Arrahim (10060319023)
7. Alya Hermawanfutri (10060319024)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E — Farmasetika


Program Studi Farmasi – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Islam Bandung
1442H/2020
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

Modul 4
EMULSIFIKASI

I PRINSIP PERCOBAAN
1.1 Evaluasi Stabilitas emulsi

Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan emulsi dengan pemeriksaan


organoleptis/membiarkan emulsi tanpa diberi kontak dengan udara dan tidak
digoyang selama -/+ 24 jam Kemudian diamati yang terjadi pada emulsi.

1.2 Penentuan HLB butuh minyak

Membuat 5 jenis emulsi dengan menggunakan emulgator dari golongan


surfaktan yaitu tween 80 dan span 80 dengan nilai HLB butuh minyak yang
berbeda-beda. Kemudian mengamati ketidakstabilan 5 jenis emulsi selama 4
hari, yang paling stabil menunjukan HLB untuk minyak tersebut.

II TUJUAN PERCOBAAN

2.1 Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan untuk membuat
emulsi.

2.2 Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan.

2.3 Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.

2.4 Menentukan HLB butuh suatu minyak.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 1 dari 48
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

III LANDASAN TEORI


3.1 Emulsi
Emulsi adalah suatu system koloid yang fase terdispersinya dan medium
pendispersinya berupa cairan yang tidak bercampur minyalnya minyal dalam air atau air
dalam minyak. Karena kedua fase tersebut tidak dapat bercampur, keduannya akan
terpisah. Untuk menjaga emulsi tersebut stabil perlu ditambahkan emulgator atau zat
pengemulsi (emulsifying agent) (Sumardjo, 2009).
Emulsi terdiri dari dua jenis, minyak dalam air dan air dalam minyak. Disebut
minyak dalam air jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawanya. Sedangkan air dalam minyak jika air atau larutan air
yang merupakan faseterdispersi dan minyak atau bahan yang mengandung minyak
merupakan fase pembawa (Depkes RI, 1995).
Secara umum, emulsi terdiri dari komponen dasar dan komponen tambahan.
Komponen dasar terdiri dari fase dispers yaitu zat cair yang terbagi menjadi butiran
kecil kedalam zat cair lain, fase luar yaitu zat cair yang berfungsi sebagai pendukung
emulsi, dan emulgator yang menstabilkan emulsi. Sedangkan komponene tambahan
meliputi preservative yaitu metil dan propil paraben, asam benzoate, asam sorbet, dll.
Dan antioksidan contohnya yaitu asam askorbat , asam sitrat, L. tocoperol, propil galat,
dan asam galat (Sumardjo,2009)

3.1.1 Tipe-Tipe Emulsi


Tipe-tipe emulsi menurut Gennaro (1969: 298), yaitu:
a. M/A (minyak/air) Suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai tetesan-tetesan
dalam fase air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
b. A/M (air/minyak) Jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium
pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
c. Emulsi Ganda Dikembangkan berdasarkan pencegahan pelepasan bahanaktif.
Dalam tipe emulsi ini dihadirkan 3 fase yang disebut bentuk emulsi A/M/A atau
M/A/M atau disebut “emulsi dalam emulsi”.Emulsi mana yang terjadi, tergantung
dari emulgatornya. Jika emulgator larut dalam air, maka terbentuk emulsi O/W.
Jika emulgator larut dalam minyak maka terbentuk emulsi W/O.

3.1.2 Komponen Emulsi


Komponen emulsi menurut Syamsuni (2006: 119), yaitu:
a. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi, terdiri atas:
1) Fase dispers/fase internal/fase diskontinu/fase terdispersi/fase dalam, yaitu zat
cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 2 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

2) Fase eksternal/fase kontinu/fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
3) Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
b. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,
odoris, colouris, pengawet (preservative), dan anti oksidan.

3.1.3 Metode Pembuatan Emulsi


Menurut Jenkiens et al (1957: 328), metode pembuatan emulsi yaitu:
a. Metode kontinental, metode perbandingan 4,2,1 karena dalam metode ini, 4
bagian minyak diemulsikan, 2 bagian air ditambahkan, dan 1 bagian akasia.
b. Metode inggris, metode ini menggunakan proporsi yang sama dengan metode
continental, tapi urutan pencampurannya berbeda.

3.1.4 Keuntungan dan Kerugian Emulsi


Keuntungan emulsi menurut Lachman (1994: 1032), yaitu:
a. Beberapa bahan obat menjadi lebih mudah di absorbs bila obat-obat tersebut
diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.
b. Emulsi memiliki derajat elegasi tertentu dan mudah dicuci bila diinginkan.
c. Pembuatan emulsi dapat mengontrol viskositas dan derajat kekasaran dari
emulsi.
Kekurangan emulsi menurut Jenkins (1957: 314), emulsi memiliki cracked
(pecahan) dan bagian terdistribusi di dalam fase internal adalah bahan yang harus
selalu dikocok dalam mikstura. Sedangkan, menurut Ansel (1989: 377), kerugian
emulsi yaitu, adanya penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase
menjadi satu lapisan.

3.1.5 Ketidakstabilan Emulsi


Ketidakstabilan emulsi menurut Gennaro (1996: 307), yaitu:
a. Creaming dan sedimentasi, Creaming adalah gerakan ke atas dari tetesan relatif zat
terdispersi ke fase kontinu,sedagkan sedimentasi adalah proses pembalikan yaitu
gerakan ke bawah dari partikel.
b. Agregasi dan koalesensi, dalam agregasi (flokulasi) tetesan yang terdispersi datang
bersama namun tidak bercampur. Koalaesensi komplit penyatuan tetesan, diarahkan
untuk mengurangi jumlah tetesan dan pemisahan dua fase yang tidak saling
bercampur.
c. Inversi, emulsi dikatakan membalik ketika perubahan emulsi dari M/A ke A/M atau
sebaliknya terjadi. Inversi kadang-kadang terjadi dengan penambahan elektrolit
atau dengan mengubah rasio fase volume.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 3 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

3.1.6 Metode Untuk Menentukan Tipe Emulsi


Menurut Martin (1990: 509), cara menentukan tipe emulsi adalah sebagai berikut:
a. Tes Pengenceran Tetesan
Metode ini berdasarkan prinsip bahwa emulsi bercampur dengan luar akibatnya,
jika air ditambahkan ke dalam emulsi M/A, air akan terdispersi cepat dalam emulsi. Jika
minyak ditambahkan tidak akan terdispersi tanpa pengadukan yang kuat. Begitu pula
dengan emulsi A/M.
b. Uji Kelarutan Cat
Uji ini berdasarkan prinsip bahwa dispersi cat secara seragam melalui emulsi jika
cat larut dalam fase luar. Amaran, cat larut air secara cepat mewarnai emulsi M/A tapi
tidak mewarnai emulsi tipe A/M. Sudan III, cat larut minyak dengan cepat mewarnai
emulsi A/M, tidak tipe M/A.
c. Uji Arah Creaming
Creaming adalah fenomena antara 2 emulsi yang terpisah dari cairan aslinya
dimana salah satunya mengapung pada permukaan lainnya. Konsentrasi fase terdispersi
adalah lebih tinggi dalam emulsi yang terpisah. Jika berat jenis relatif tinggi dari kedua
fase diketahui, maka arah creaming dari fase terdispersi menunjukkan adanya tipe
emulsi M/A. jika cream emulsi menuju ke bawah berarti emulsi A/M. hal ini
berdasarkan asumsi bahwa mimyak kurang padat daripada air.
d. Uji Hantaran Listrik
Uji hantaran listrik berdasarkan pada prinsip bahwa air menghantarkan arus listrik
sedangkan minyak tidak. Jika elektrode ditempatkan pada emulsi menghantarkan artus
listrik, maka emulsi M/A. jika sistem tidak menghantarkan arus listrik, maka emulsi
adalah A/M.
e. Tes Fluoresensi
Banyak minyak jika dipaparkan pada sinar UV berfluoresensi, jika tetesan emulsi
dibentangkan dalam lampu fluoresensi di bawah mikroskop dan semuanya
berfluoresensi, menunjukkan emulsi A/M. Tapi jika emulsi M/A, fluoresensinya
berbintik-bintik.

3.2 Emulgator
Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang
stabil. Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutui rasa tak
enak (Anief, 2007).

3.2.1 Macam-Macam Emulgator


Menurut Gennaro (1996: 300-301), macam-macam emulgator yaitu:
a. Bahan pengemulsi sintetik

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 4 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

1) Anionik, pada sub bagian ini ialah surfaktan bermuatan (-). Bahan pengemulsi
ini rasanya tidak menyenangkan dan mengiritasi saluran pencernaan.
2) Kationik, aktivitas permukaan pada kelompok ini bermuatan (+). Komponen
ini bertindak sebagai bakterisid dan juga menghasilkan emulsi antiinfeksi
sepertimpada lotion kulit dan krem.
3) Non ionik, merupakan surfaktan tidak berpisah ditempat tersebar luas
digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika kerja keseimbangan molekul
antara hidrofik dan lipofilik
b. Emulgator alam
Banyak emulgator alam (tumbuhan, hewan). Bahan alam yang diperkirakan
hanyalah gelatin, lesitin dan kolesterol.
Gelatin merupakan suatu protein yang sejak lama digunakan sebagai emulgator.
Lesitin adalah bahan yang berasal dari hewan (telur) dan kacang kedele.
Kolesterol merupakan bahan yang diperoleh antara lain dari lemak bulu domba
dan sebagai konstituen utama dalam adeps lanae (Syamsuni, 2006: 130).
c. Padatan terbagi halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekelilin tetesan
terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutr kasar, mempunyai
stabilitas pisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai
emulgator dari efek yang ditimbulkan dari pewarna dan serbuk halus.
Menurut Syamsuni (2006: 127-131), macam-macam emulgator yaitu:
a. Emulgator Alam
Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Emulgator dari tumbuh-tumbuhan (Gom arab, tragakan, agar-agar, chondrus,
emulgator lain).
2) Emulgator hewani (Kuning telur dan adeps lanae).
3) Emulgator dari mineral (Magnesium Aluminium Silikat (Veegum), Bentanoit).
b. Emulgator Buatan atau Sintetis
1) Sabun
2) Tween 20, 40, 60, 80.
3) Span 20, 40, 80.

3.2.2 Mekanisme Kerja Emulgator


Menurut Lachman (1994: 1034), mekanisme kerja emulgator adalah sebagai
berikut:
a. Penurunan Tegangan Permukaan
Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antar muka yang
dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka adalah
yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang memperhatikan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 5 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak efisien dalam
menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali,
bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi.
b. Pembentuk Lapisan Antarmuka
Pembentukan lapisan-lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan tetesan air
atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu lapisan tipis
monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebutpada permukaan fase dalam
suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur
dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga
sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung berkumpul pada
antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan
monomolekuler. Jika kensentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk
suatu lapisan yang kaku antara fase-fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang
bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun
menggabungnya tetesan-tetesan emulsi.
c. Penolakan Elektrik
Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar
mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas. Disamping
itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan
yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang
dapat timbul dari gugus-gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan
bola-bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul
surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-
molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan
minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat
permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini
gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada
permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik
rangkap. Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu
pengaruh tolak menolak antara tetesan-tetasan minyak, sehingga mencegah
penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara langsung
untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan, potensial zet
dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan dengan surfaktan
sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil perhitungan. Tambahan
pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan perubahan potensial lapisn
rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yng berhubungan dengan besarnya
potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung penolakan total atara
tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari jeruk antara tetesan tersebut.
d. Padatan Terbagi Halus
Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan terdispersi

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 6 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai stabilitas fisik.
Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator.

3.3 HLB
Tipe suatu emulsi yang dihasilkan bergantung pada sifat emulgator (zat pengemulsi)
yang digunakan dalam suatu formula . karakteristik ini dikenal sebagai Hidrophile –
Lipophile Balance (HLB). Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai
suatu bagian hidrofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan
dalam mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe
emulsi. suatu metode telah dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat aktif
permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan HLB nya.
Dengan metode ini setiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukan
polaritas dari zat tersebut Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya
lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan nlebih lipofilik. umumnya
zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6
dan menghasilkan emulsi air-dalam-minhyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai
harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak – dalam – air. (Martin,
Alfred, 1994)

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 7 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

IV ALAT DAN BAHAN

Alat:
- Cawan penguap
- Gelas ukur
- Gelas plastic
- Rotary stirrer
- Tabung sedimentasi
- Timbangan
- Water bath
-

Bahan:
- Air
- Minyak
- Setil alkohol
- Span 80
- Tween 80

V PROSEDUR KERJA

Ditentukan HLB butuh minyak dengan rentang HLB lebar :


R/ Minyak 20 g
Emulgator total 10 g ( Tween 80 dan Span 80)
Setil Alkohol 2g
Air ad 100 g

Dibuat 5 (lima) larutan seri tipe emulsi dengan ketentuan adalah :

Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh


1 5
2 7
3 9
4 11
5 13

Dihitung jumlah tween 80 dan span 80 yang dibutuhkan untuk membuat ke lima tipe
emulsi tersebut.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 8 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

Ditimbang masing-masing:minyak,air,tween 80,span 80 dan setil alkohol sejumlah


yang dibutuhkan.

Kemudian kedua fase dipanaskan dalam cawan penguap diatas penangas air sampai
suhu mencapai 60℃ - 70℃.

Dimasukan fase air dan fase minyak kedalam matkon (gelas plastik) secara
bersamaan,lalu diaduk menggunakan rotary stirrer selama 5 menit dengan
kecepatan 500 rpm.

Setelah 5 menit, emulsi dimasukan ke dalam tabung sedimentasi dan diberi label sesui
dengan nilai HLB masing-masing (diusahakan tinggi emulsi sama setiap sedimentasinya).

Diamati kestabilan emulsi selama 4 hari bila terjadi creaming ukur tinggi emulsi yang
membentuk krim.

Ditentukan nilai HLB yang paling stabil.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 9 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M
VI DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Tabel Nilai HLB Butuh Emulsi

Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh

1 5
2 7
3 9
4 11
5 13

Tipe Nilai Jumlah Tween Jumlan Span Tinggi Cream (cm)


Emulsi HLB 80 (gr) 80 (gr) Hari ke - 1 Hari ke - 2 Hari ke - 3 Hari ke - 4

1 5 0.65 9.35 15 29 35 50
2 7 2.52 7.48 12 14 15 15
3 9 4.39 5.61 10 10 18 18
4 11 6.26 3.74 0 0 0 2
5 13 8.13 1.87 0 16 6 7

Perhitungan dan Penimbangan Bahan

Setil Alkohol
Tipe Emulsi Nilai HLB Butuh Minyak (gr) Tween 80 (gr) Span 80 (gr) Air (gr)
(gr)

1 5 20 0.65 9.35 2 68
2 7 20 2.52 7.48 2 68
3 9 20 4.39 5.61 2 68
4 11 20 6.26 3.74 2 68
5 13 20 8.13 1.87 2 68

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 10 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M
Diketahui :

Emulgator total = 10 g

HLB Tween 80 = 15

HLB Span 80 = 4,3

Misalkan: Jumlah Tween 80 = a

Jumlah emulgator total = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

10 g = a + Jumlah Span 80

Jumlah Span 80 = (10 – a) gram

1. Tipe Emulsi 1 ( HLB butuh minyak =5 )

Jumlah emulgator = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

(gram emulgator total × HLB butuh ) = ( gram T80 × HLB T80) +


( gram S80 × HLB S80 )
( 10 gram × 5 ) = ( a gram × 15 ) + ( (10 – a ) gram × 4,3)
50 gram = 15 a gram + ( 43 – 4,3 a ) gram
50 gram = 43 gram + ( 15 a – 4,3 a ) gram
( 50 - 43 ) gram = 10,7 a gram
7 gram = 10,7 a gram
7
a = 10,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,65 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 0,65 gram


Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 10 – a) gram
= ( 10 – 0,65 ) gram
= 9,35 gram

2. Tipe Emulsi 2 ( HLB butuh minyak = 7 )

Jumlah emulgator = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

(gram emulgator total × HLB butuh ) = ( gram T80 × HLB T80) +

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 11 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M
( gram S80 × HLB S80 )
( 10 gram × 7 ) = ( a gram × 15 ) + ( (10 – a ) gram × 4,3)
70 gram = 15 a gram + ( 43 – 4,3 a ) gram
70 gram = 43 gram + ( 15 a – 4,3 a ) gram
( 70 - 43 ) gram = 10,7 a gram
27 gram = 10,7 a gram
27
a = 10,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 2,52 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,52 gram


Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 10 – a) gram
= ( 10 – 2,52 ) gram
= 7,48 gram

3. Tipe Emulsi 3 ( HLB butuh minyak = 9 )

Jumlah emulgator = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

(gram emulgator total × HLB butuh ) = ( gram T80 × HLB T80) +


( gram S80 × HLB S80 )
( 10 gram × 9 ) = ( a gram × 15 ) + ( (10 – a ) gram × 4,3)
90 gram = 15 a gram + ( 43 – 4,3 a ) gram
90 gram = 43 gram + ( 15 a – 4,3 a ) gram
( 90 - 43 ) gram = 10,7 a gram
47 gram = 10,7 a gram
47
a = 10,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 4,39 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 4,39 gram


Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 10 – a) gram
= ( 10 – 4,39 ) gram
= 5,61 gram

4. Tipe Emulsi 4 ( HLB butuh minyak = 11 )

Jumlah emulgator = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

(gram emulgator total × HLB butuh ) = ( gram T80 × HLB T80) +

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 12 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M
( gram S80 × HLB S80 )
( 10 gram × 11 ) = ( a gram × 15 ) + ( (10 – a ) gram × 4,3)
110 gram = 15 a gram + ( 43 – 4,3 a ) gram
110 gram = 43 gram + ( 15 a – 4,3 a ) gram
( 110- 43 ) gram = 10,7 a gram
67 gram = 10,7 a gram
67
a = 10,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 6,26 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 6,26 gram


Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 10 – a) gram
= ( 10 – 6,26 ) gram
= 3,74 gram

5. Tipe Emulsi 5 ( HLB butuh minyak = 13 )

Jumlah emulgator = Jumlah Tween 80 + Jumlah Span 80

(gram emulgator total × HLB butuh ) = ( gram T80 × HLB T80) +


( gram S80 × HLB S80 )
( 10 gram × 13 ) = ( a gram × 15 ) + ( (10 – a ) gram × 4,3)
130 gram = 15 a gram + ( 43 – 4,3 a ) gram
130 gram = 43 gram + ( 15 a – 4,3 a ) gram
( 130 - 43 ) gram = 10,7 a gram
87 gram = 10,7 a gram
87
a = 10,7 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 8,13 𝑔𝑟𝑎𝑚

Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 8,13 gram


Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 10 – a) gram
= ( 10 – 8,13 ) gram
= 1,87 gram

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 13 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

VII PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang Emulsi dimana menurut Anief
(2004: 132) emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Menurut Gennaro (1969: 298) emulsi memiliki beberapa
tipe yaitu M/A (minyak/air), suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai
tetesan-tetesan dalam fase air dan di istilahkan emulsi minyak dalam air dan A/M
(air/minyak), dimana jika air adalah fase terdispersi dan minyak adalah medium
pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang
sangat penting karena mutu dan kestabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh
emulgator yang digunakan. Mekanisme kerja dari emulgator adalah menurunkan
tegangan permukaan, serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-
globul fase pendispersi. Emulgator yang digunakan pada percobaan ini merupakan
emulgator yang termasuk golongan surfaktan, yaitu Tween 80 dan Span 8
Mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang
digunakan, mekanisme kerja dari emulgator adalah menurunkan tegangan antar
permukaan, air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-
globul fase pendispersi. Dalam pembuatan emulsi, pemilihan emulgator
merupakan faktor yang sangat penting karena mutu dan kestabilan emulsi banyak
dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Emulgator yang digunakan pada
percobaan ini merupakan emulgator yang termasuk golongan surfaktan.
Adapun tujuan utama dari percobaan ini adalah untuk membuat emulsi atau
sediaan yang stabil dengan cara menentukan HLB butuh minyak dan untuk
menentukan ketidakstabilan emulsi. Karena emulsi yang tidak stabil akan bekerja
tidak efektif. Hal tersebut bisa menyebabkan kerugian terhadap pasien karena
dosis dari suatu obat sediaan farmasi akan menjadi tidak tepat. Ketika obat yang
mengandung minyak dan air jika saat dituangkan dalam sendok, ternyata yang
tertuang hanya bagian minyak yang sebagian besar dalam minyak tersebut tedapat
banyak zat aktif maka pasien bisa saja mengalami overdosis yang nantinya akan

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 14 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

menimbulkan efek samping. Sedangkan jika hanya air yang tertuang maka obat
tersebut tidak akan bereaksi dalam tubuh pasien.
Adapun beberapa cara lain dalam metode pembuatan emulsi seperti Metode
gom kering atau bisa disebut metode continental dimana zat pengemulsi (gom
arab) dengan minyak, kemudian ditambahkan air untuk pembentukan corpus
emulsi, baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia; metode gom basah atau
metode inggris dimana zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air agar membentuk
suatu mucillago, lalu perlahan lahan minyak dicampurkan untuk membentuk
emulsi, setelah itu diencerkan dengan sisa air; metode botol atau botol forbes
dimana disini digunakan untuk minyak menguap dan zat zat yang bersifat minyak
dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental), minyak dan sebuk gom
dimasukkan ke dalam botol kering, kemudian ditambahkan 2 bagian air, tutup
botol kemudian campuran tersebut dikocok kuat, lalu tambahkan sisa air sedikit
demi sedikit sambil dikocok

R/ Minyak 20 g
Emulgator total 10 g
(Tween 80 dan Span 80)
Setil alcohol 2 g
Air ad. 75 g
Pada percobaan emulsi tercantum R/ dimana menurut Anief (2010: 1-9) R/
adalah recipe yang memiliki arti ambilah. Selain itu tercantum ad. yang dimana
menurut Anief (2010: 1-9) ad. memiliki arti hingga. Resep tersebut dapat diartikan
ambilah minyak sebanyak 20 gram, emulgator total sebanyak 10 gram (campuran
dari Tween 80 dan Span 80), Setil alkohol sebanyak 2 gram, kemudian tambahkan
air hingga 100 gram.
Untuk membuat emulsi yang sesuai nilai HLB yang dibutuhkan,
penggunaan surfaktan sangat diperlukan. Namun nilai HLB yang dimiliki
surfaktan tidak ada yang sama persis dengan nilai HLB yang dibutuhkan untuk
membuat emulsi tersebut. Maka dari itu solusinya pengunaan kombinasi surfaktan
dengan nilai HLB rendah dan tinggi akan memberikan hasil yang lebih baik. Hal

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 15 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

ini disebabkan karena dengan mengunakan kombinasi emulgator yang akan


diperoleh nilai HLB butuh minyak, misalnya pada emulsi tersebut dengan
mengunakan kombinasi Tween 80 (HLB 15) dan Span 80 (HLB 4,3 ).
Dibuat lima larutan seri tipe emulsi dengan ketentuan masing-masing nilai
HLB berturut-turut adalah 5, 7, 9, 11 dan 13. Digunakan HLB yang berbeda-beda
supaya dapat menentukan pada HLB berapa emulsi stabil. Stabil tidaknya emulsi
dapat dilihat dari ketidakstabilan emulsi dimana beberapa contoh ketidakstabilan
emulsi menurut Gennaro (1996: 307) yaitu creaming, sedimentasi, agregasi,
koalensi dan inversi. Ketidakstabilan emulsi selain yang disebutkan oleh Gennaro
(1996: 307) terdapat juga ketidakstabilan demulsifikasi yaitu proses lanjutan dari
koalensi. Flokulasi dan creaming merupakan ketidakstabilan emulsi yang bersifat
reversible. Sedangkan koalensi dan demulsifikasi merupakan ketidakstabilan
emulsi yang bersifat ireversibel, ditambah surfaktan agar tercampur. Setelah itu
dihitung jumlah Tween 80 dan Span 80 yang dibutuhkan untuk membuat kelima
tipe emulsi tersebut dan diperoleh hasil perhitungan larutan Tween 80 dan Span
80 yang selanjutnya ditimbang. Pada saat penimbangan dilakukan masing-masing
penimbangan minyak, air, Tween 80, Span 80 dan asetil alkohol sejumlah yang
dibutuhkan. Menurut Syamsuni (2006: 127-131), Tween 80 dan Span 80
merupakan suatu emulgator buatan atau sintesis yang dimana menurut Syamsuni
(2006: 199), emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi. Selain Tween 80 dan Span 80 terdapat juga setil alkohol
yang menurut Rowc (2009: 155) berfungsi sebagai bahan pengemulsi, setil
alkohol juga mampu menyerap air, menigkatkan stabilitas dan meningkatkan
konsistensi pada emulsi sehingga viskositasnya meningkat sehingga dapat
menstabilkan emulsi. Setil alkohol akan membentuk suatu film yang tidak larut
diatas lapisan bawah yang sama. Adapun minyak yang digunakan dalam
percobaan ini adalah paraffin.
Dicampurkan bahan-bahan sesuai dengan fasenya yaitu fase minyak,
dicampurkan paraffin dengan Span 80 dan setil alcohol sedangkan pada fase air
dicampurkan air dengan Tween 80. Span 80 dimasukkan ke dalam minyak karena
bersifat lipofilik. Sedangkan Tween 80 dimasukkan dalam air karena bersifat

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 16 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

hidrofilik. Setelah dilakukan pencampuran masing-masing dipanaskan dalam


cawan penguap keduanya diatas penangas air 60 C – 70 C. Pemanasan dilakukan
karena menurut Dirjen POM (1995: 551) bertujuan untuk membantu
kelarutannya. Selain itu, pencampuran antara fase cair dan fase minyak dilakukan
pada suhu 60 C – 70 C selain itu, surfaktan akan mudah rusak jika dilakukan
pemanasan pada suhu lebih dari 70 C.
Dimasukan fase air kedalam fase minyak didalam matkum (gelas plastik)
dan diaduk menggunakan rotary stirrer selama 5 menit dengan kecepatan 500 rpm
yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan dengan mekanisme pengadukan.
Selain itu, pengadukan dilakukan agar hasil emulsi yang diperoleh stabil. Setelah
itu, dimasukan emulsi ke dalam tabung sedimentasi dan diberi label sesuai dengan
nilai HLB masing-masing (usahakan tinggi emulsi sama di setisp tabung
sedimentasinya). Apabila waktu pengadukan kurang dari 5 menit, dikhawatirkan
ada fase minyak yang belum berubah menjadi globul yang kecil (globul masih
berukuran besar). Globul minyak yang berukuran besar akan berpengaruh pada
proses pembungkusan minyak oleh surfaktan menjadi misel. Jika misel tidak
terbentuk sempurna, nantinya akan lebih mudah terjadi ketidakstabilan emulsi
seperti creaming yang membuat emulsi tidak stabil.
Diamati kestabilan emulsi selama 4 hari. Bila terjadi creaming diukur tinggi
emulsi yang membentuk cream. Menurut Martin (1993), dalam farmasi, creaming
mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan jika dikonsumsi tanpa
pengocokan yang sempurna sebelum digunakan berakibat pemberian dosis yang
berbeda.
Dalam pengamatan emulsi selama 4 hari tidak ada yang stabil, namun
pada tipe emulsi 4 dengan nilai HLB butuh 11 di hari 1-3 tidak muncul creaming,
tapi pada hari ke 4 creaming mulai muncul setinggi 2 cm, hal ini dapat
disimpulkan bahwa HLB minyak mendekati nilai 11 dan juga tidak stabil pada
hari ke-4 sehingga menimbulkan creaming. Nilai HLB butuh ini juga mendekati
nilai HLB paraffin yaitu 12. Jika ingin stabil, maka nilai HLB butuh harus sama
dengan HLB surfaktan atau mendekati HLB surfaktan .
Adapun faktor kesalahan dari percobaan yang bisa mengakibatkan creaming

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 17 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

adalah adanya intensitas pencampuran yang berbeda dan pengadukan yang kurang
merata, suhu yang tidak konstan, ketidaktelitian dalam pengamatan kestabilan
emulsi, HLB butuh yang digunakan tidak sesuai untuk paraffin dan suhu yang
tidak sama dari kedua fase ketika dicampur dimana kenaikan temperatur dapat
mengurangi tegangan antarmuka dan viskositasnya

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 18 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

VIII KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil perhitungan jumlah tween 80 dan span 80 yang dibutuhkan pada


masing – masing HLB butuh adalah:

HLB BUTUH JUMLAH TWEEN 80 JUMLAH SPAN 80


(gram) (gram)

5 0,65 9,35

7 2,52 7,48

9 4,39 5,61

11 6,26 3,74

13 8,13 1,87

2. Dari semua emulsi yang dibuat, emulsi yang mendekati stabil adalah pada
tipe emulsi 4 dengan nilai HLB butuh yaitu 11. Karena nilai HLB
butuhnya mendekati nilai HLB minyak. Selain itu pada fase 4 ini tidak
terjadi tpembentukan cream dari hari pertama sampai hari ke 3.
3. Semua emulsi yang dibuat memiliki tipe O/W atau minyak dalam air.
4. HLB butuh minyak pada percobaan ini yaitu 12.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 19 dari 9
Laporan Praktikum Farmasi Fisika 1442H/2020
M

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. (2010). Penggolongan Obat Berdarkan Khasiat dan Penggunaan. Yogyakarta:


UGM Press.
Anief, M. A. (2007). Farmasetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: UGM Press.
Ansel, H.C. (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.
Gennaro, A. R. (1990). Remingtons Pharmaceuticals Science 18th ed. Marc Public Co. Easton
Jenkins, G. L, et al. (1957). Scoviels The Art Of Compounding. London: Pharmaceutical Press.
Lachman, L., et al. (1957). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Martin, A. et al. (1990). Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.
Martin, A. et al. (1993). Farmasi Fisik. Jakarta: UI Press.
Martin, Alfred, (1994), “Farmasi Fisik”, Jakarta: UI Press.
Rismakan. (2012). Perhitungan HLB. WordPress.
Rowe, R.C., et al. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. London:
Pharmaceutical Press.
Sumardjo, Damin. (2009). Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata
1Fakultas Bioekssakta. EGC, Jakarta
Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit E – Farmasetika | Program Studi Farmasi | Fakultas MIPA – Unisba Halaman 20 dari 9

Anda mungkin juga menyukai