Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN


CAIR-SEMI PADAT (FTSC-SP)
PERCOBAAN IV
EMULSI

Disusun oleh :
1. Anisa Rachmawati (1504005)
2. Aprilia Wulandari (1504006)
3. Azzi Nur Romandhoni (1504007)
4. Bayu Setio Aji (1504008)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2017
EMULSI

I. TINJAUAN PUSTAKA
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdispersi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur.
(Ansel, 2005)
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan
yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur
tetapi saling antagonik. Pada bagian emulsi biasanya terdapat tiga bagian
utama yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butiir-butir yang
biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang
terdiri dari air dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga
agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air.
(Winarno, 1992).
Emulsi adalah suspensi yang stabil dari suatu bahan cair di dalam bahan
cair lain, dimana bahan-bahan cair itu tidak tercampur. Kemantapan emulsi
diperoleh dengan penyebaran butir sangat halus bahan cair, yang disebut fase
dioperasi, menembus bahan lain, yang disebut fase tetap. Emulsi stabil
apabila cairan tersebut dapat menahan tanpa mengalami perubahan, untuk
waktu yang cukup lama,tanpa butir fase dispersi berkmpul satu sama lain atau
mengendap.
(Earle, 1969).
Emulsi merupakan sediaan berupa campuran yang terdiri dari 2 fase
cairan yang satu terdispersi didalam suatu larutan sangat halus dan merata
dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.sifat
fisika dari suatu emulsidan kestabilannya tidak dapat dipertimbangkan secara
terpisah. Oleh karena itu, bagian ini berkenaandengan sifat-sifat fisika yang
lebih penting dari emulsi, perubahan-perubahannya terhadap pengaruh luar
dan hubungannya dengan kestabilan emulsi.
(Lachman, 1994)
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di
sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar
mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase
terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu emulsi tipe M/A dimana
tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M di mana fase intern
adalah air dan fase extern adalah minyak.
(Anief, 2006)
Surfaktan (surface active agent) adalah suatu zat yang bersifat aktif
permukaan yang dapat menurunkan tegangan antar muka, antara minyak dan
air karena strukturnya yang amphifilik, yaitu adanya dua gugus yang
memiliki derajat polaritas yang berbeda pada molekul yang sama. Gugus
hidrofilik bersifat mudah larut dalam air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat
mudah larut dalam minyak.
(Pratomo 2005).

A. Tipe- Tipe Emulsi :


1. Tipe emulsi O/W atau M/A
Emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau
terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai
fase eksternal.
2. Tipe emulsi W/O atau M/O
Emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau
terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak
sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, 2006)
B. Macam- Macam Emulsi :
1. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang
tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan
terbagi dalam tetesan- tetesan kecil lebih mudah dicerna.
2. Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor
misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki.
Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan
efek lokal.
3. Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat
melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi.
(Anief, 1988)

C. Komponen Emulsi
Adalah pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi.
Terdiri dari:
1. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam
zat cair lain.
2. Fase kontinue/ fase exsternal/ fase luar
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
3. Emulgator
a. Emulgator
Emulgator menstabilkan dengan cara menempati antara
permukaan antara tetesan minyak dan air. Emulgator juga
mengurangi tegangan antar muka antara fase sehingga
meningkatakan proses emulsifikasi selama pencampuran.
1) Gom Arabikum
Menambahakan sekaligus 1 1/2 bagian kepada gom
itu, kemudian digerus sampaidiperoleh suatu masa yang
homogen.
2) Merah telur
Merah telur digerus dalam mortar dengan 3ml air dan
kemudian ditambahkansedikit-sedikit minyaknya. Setelah
diencerkan disaring dengan air kas.
3) Tragakan
Mula-mula tragakan digerus dengan air yang 20 kali
banyaknya, kepada mucilago ini ditambahkan bergantian
sejumlah kecil minyak dan air, sangatlah perlu
menamabahkan minyak dalam jumlah lebih kecil. 1 gram
tragakan = 10 gram gom arab.
4) Carboxymethyloellulose (CMC)
Larutannya dibuat dengan jalan menuangi zat dengan
air didih dan membiarkannya beberapa.
4. Komponen Tambahan
a. Pemanis dan Pewarna
Yaitu ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada elik
sir. Dapat ditambahkan gliserol, sorbitol & propilenglikol
sebagai pengganti gula.
(Anonim, 2009).
b. Pengawet
Yaitu untuk menjaga agar eliksir tahan lama dan tetap stabil
dalam penyimpananyang lama. Eliksir dengan kadar alkohol
10%-12% dapat berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi
pengawet yang dapat digunakan Alkohol > 15% (batas max
penggunaan alkohol 15%), Propilen glikol 15- 30%, Metil
paraben 0,1- 0,25%, Propil paraben 0,1- 0,25%, dan As. Benzoat
0,1- 0,5%
Kriteria pengawet yang ideal yaitu efektif terhadap mikroba
dan berspektrum luas, stabil secara fisika, kimia, dan
mikrobiologi terhadap life time produk dan tidak toksik, cukup
melarut, tersatukan dengan komponen formula lainnya, rasa dan
bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan. Sebagai
pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya
metil p- hidroksibenzoat dan propil p- hidroksibenzoat.
Pemakaian pengawet ini didasarkan atas rentang kerja pengawet
tsb pada pH 4-8. Kombinasi keduanya sering digunakan, karena
dapat memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur dan anti
bakteri.
(Rowe, 2009)
c. Pelarut
Yaitu cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut
zat pembawa. Pelarut utama digunakan etanol untuk mempertinggi
kelarutan.

D. Emulsi Yang Tidak Memenuhi Persyaratan :


1. Creaming
Terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu bagian
mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan
terdispersi kembali.
2. Koalesensi dan cacking (breaking)
Pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan
butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang
memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH
b. Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyarian
c. Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
3. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi O/W menjadi W/O
secara tiba-tiba atau sebaliknya sifatnya irreversible.

E. Evaluasi Sediaan Emulsi


1. Organoleptis
Diamati dengan cara pancar indera, apakah sediaan elixir
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan sediaan elixir yang benar,
yaitu bau dan rasa yang sedap, tidak ada pertikel yang tidak larut.
2. Uji Densitas ( Bobot jenis)
Dengan menggunakan piknometer :
a. Timbang pikno bersih.
b. Letakkan kaca arloji dan isi dengan elixir yang akan diuji.
c. Masukkan pikno yang berisi sampel kedalam beaker glass
dengan 200 ml air es -> 20˚C.
d. Segera ambil teteskan cairan yang berada diluar kapiler dengan
kertas saring menyedot sisi ujunga kapiler terus tutp kapiler
dengan tudung cepat-cepat.
e. Biarkan pada suhu ruangan, baru bagian luar pikno dilab.
f. Timbang pikno dengan isinya.
g. Bobot jenis dihitung dengan rumus
(𝑝+𝑒)−𝑝
Bj =
𝑣𝑝
Keterangan :
p + e = Berat pikno + elixir
p = Berat pikno kosong
vp = Volume piknometer
3. Viskositas
a. Viskometer kapiler / ostwold
Dengan cara waktu air dari cairan yang diuji dibandingkan
dengan waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang
viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat dua
tanda tersebut.
(Moectar, 1990)
b. Viskometer hoppler
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola
maksimum, terjadi keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya
berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah
menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung
gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan
jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel.
(Moechtar,1990)
c. Viskometer cup dan pob
Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara
dinding luar dari bob dan dinding dalam dari cup dimana bob
masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini adalah
terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi
disepanjang keliling bagian tube sehingga menyebabkan
penueunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini menyebabkan
bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini disebut
aliran sumbat.
(Moechtar,1990)
d. Viskometer cone dan plate
Dengan cara sampel ditempatkan ditengah-tengah,
kemudian dinaikan hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut
digerakkan oleh motor dengan bermacam kecepatan dan
sampelnya digeser pada ruangan yang sangat sempit antara
papan yang didalam kemudian kerucut yang berputar.
4. pH
Sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter, yaitu
disesuaikan dengan pH usus karena sediaan diabsorbsi di usus jadi
pH sediaan harus sama dengan pH usus.

F. Monografi bahan :
1. Oleum lecoris Aselli/ Minyak Ikan
a. Warna : Kuning pucat
b. Rasa : khas, agak manis
c. Bau : khas, tidak tengik
d. Pemerian : Cairan
e. Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P,
mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam eter minyak
tanah P.
f. Bobot jenis : 0,917 g/ml sampai 0,924 g/ml
g. pH larutan : < 1,2
h. Khasiat dan penggunaan : Sumber vitamin A dan vitamin D
(Anonim, 1979)
2. Glycerolum/ Gliserin
a. Warna : Jernih, Tidak berwarna
b. Rasa : Manis diikuti rasa hangat
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Cairan seperti sirup, higroskopik
e. Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan
etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam
minyak lemak.
f. Bobot jenis : 1,255 g/ml sampai 1,260 g/ml, sesuai
dengan kadar 98,0% sampai 100,0%
C3H8O3
g. Khasiat : Zat tambahan
(Anonim, 1979)
3. Gummi Arabicum/ Gom Arab
a. Warna : Putih sampai putih kekuningan
b. Rasa : Tawar seperti lendir
c. Bau : Tidak berbau
d. Pemerian : Serbuk
e. Kelarutan :Mudah larut dalam air, menghasilkan
Larutan yang kental dan tembus cahaya.
Praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
f. Khasiat : Zat pengemulsi
(Anonim, 1979)
4. Oleum Cinnamomi/ Minyak Kayu Manis
a. Warna : Kuning
b. Rasa : Rasa khas
c. Bau : Bau khas
d. Pemerian : Cairan, suling segar.
e. Kelarutan : Dalam etanol Larutkan 1 ml dalam 8 ml
etanol (70%) P, opalesensi yang terjadi
tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang
dibuat dengan menambahkan 0,5 ml perak
nitrat 1 N ke dalam campuran 0,5 ml
natrium klorida 0,02 N dan 50 ml air.
f. Khasiat : Zat tambahan, karminativum
(Anonim, 1979)
5. Aqua destilata/ Air Suling
a. Warna : Tidak berwarna
b. Bau : Tidak berbau
c. Pemerian : Cairan jernih
d. Kegunaan : Zat tambahan atau pelarut
(Anonim, 1979)
II. FORMULASI STANDAR

Oleum Lecoris Aselli 100 gram

Glycerolum 10 gram

Gummi Arabicum 30 gram

Oleum Cinnamomi gtt VI

Aqua destilata ad 215

(Anonim, 1978)

III. FORMULASI PENGEMBANGAN

Oleum Lecoris Aselli 140 gram

Glycerolum 14 gram

Gummi Arabicum 42 gram

Oleum Cinnamomi 9 tetes

Sodium Benzoat 0,1%

Essen dan Flavour q.s

Aqua destilata ad 300 ml

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
1. Mortir dan stamfer
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Pipet
5. Timbangan analitik
6. Cawan porselin
7. Batang pengaduk
8. Termometer
9. Piknometer
10. Viskosimeter
11. pH strip

B. Bahan :
1. Oleum lecoris Aselli
2. Glycerolum
3. Gummi arabicum
4. Oleum Cinnamomi
5. Sodium benzoat 0,1%
6. Essen dan Flavour
7. Aqua destilata

V. DOSIS
100
 Untuk mencapai kadar emulsi 100%, maka = 300 𝑋 100% = 33,3%
100%
 Dosis 1 X pakai untuk mencapai 100%, maka = 33,3% 𝑋 5𝑚𝑙 = 15 𝑚𝑙

 Untuk pemakaian 15-30 hari, maka di buat :


Dosis 1 x pakai x 15 hari = 15 x15
= 225 ml

VI. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


100 𝑔𝑟
1. Oleum lecoris Aselli = 215 𝑚𝑙 𝑋 300 𝑚𝑙 = 139,53 𝑔𝑟

10 𝑔𝑟
2. Glycerolum = 215 𝑚𝑙 𝑋 300 𝑚𝑙 = 13,95 𝑔𝑟

30 𝑔𝑟
3. Gummi Arabicum = 215 𝑚𝑙 𝑋 300 𝑚𝑙 = 41,86 𝑔𝑟

6 𝑔𝑡𝑡
4. Oleum Cinnamomi = 215 𝑚𝑙 𝑋 300 𝑚𝑙 = 8,37 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 = 8 tetes
0,1%
5. Sodium Benzoat = 215 𝑚𝑙 𝑋 300 𝑚𝑙 = 0,139 𝑔𝑟 → 139 𝑚𝑔

6. Essen dan Flavour q.s

7. Aqua destilata ad 300 ml

VII.Cara Kerja
Masukkan Gummi Arabicum ke dalam mortir, aduk

engan sebagian
Tambahkan Oleum
dengan lecorisOleum
sebagian Aselli,lecoris
aduk ad homogen
Aselli, aduk ad homogen

Tambahkan dengan
Tambahkan sebagian
dengan air aquades
sebagian

Aduk searah ad terbentuk korpus emulsi (warna putih susu)

Tambahkan sedikit demi sedikit sisa Oleum lecoris Aselli dan Oleum
Cinnamomi, aduk ad homogen + gliserol

Aduk ad homogen

Tambahkan sisa air yang sudah dicampur dengan bahan pewarna


dan pengaroma dan pengawet

Masukkan ke dalam wadah yang suda ditara dan beri etiket


VIII. ETIKET

Apotek STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


Jl. Ir. Soekarno Km. 1 Buntalan, Klaten (0272) 334455
SIA : 100/SIA/X/2010
Apoteker : Drs. H. Sunyoto, M.Sc., Apt
No. SIPA : KP.01.03.1.3.5778

No. 03 Tgl. 14/11/2017

Ana (15 th)

2 x Sehari 1 Sendok teh


Sesudah Makan

“Kocok Dahulu”

IX. PROSEDUR KERJA KONTROL KUALITAS


1. Organoleptik
Amati emulsi yang sudah dibuat

catat hasil pengamatan berupa warna, bau


dan rasa emulsi

2. Homogenitas

Amati elixir dibawah lampu atau cahaya

Amati ada partikel atau tidak

amati sediaan homogen atau tidak


3. Berat Jenis
Cara kerja :
Timbang berat pikno kosong dan kering + tutupnya (misal P gram)

Isi pikno dengan air hingga penuh, lalu direndam dalam es hingga
suhunya 20 dibawah suhu percobaan karena pemuaian.
Lalu air yang menempel di pikno dibersihkan

Timbang pikno beserta isinya (misal p+a gram)

Hitung massa air {(p+a)-p} gram

Volume pikno tersebut sama dengan volume air

Bj = (berat piknometer + air) – berat piknometer kosong


volume piknometer

Volume piknometer = (berat piknometer + air) – berat piknometer kosong


bj
Hitung bj
Dengan cara :
Timbang berat pikno kosong dan kering + tutupnya

Isi pikno dengan emulsi hingga penuh, lalu direndam dalam es


hingga suhunya 20 dibawah suhu percobaan

Pikno ditutup, suhu dinaikkan hingga suhu percobaan. Mestinya


bagian emulsi tumpah karena pemuaian. Lalu emulsi yang
menempel di pikno dibersihkan

Timbang pikno besrta isinya

Bj = (berat piknometer + emulsi) – berat piknometer kosong


volume piknometer

4. pH : diukur dengan PH strip


Tuanglah elixir dalam wadah

Ukur ph menggunakan ph strip

Catat hasil pada lembar hasil, lakukan 3 kali


replikasi
5. Viskositas : Viskosimeter
Dengan cara :
Viskometer dibersihkan, larutan elixir sebanyak
150ml dimasukkan dalam cup

Rotor dimasukkan dalam cup, kemudian


dinyalakan

Lihat skala yang ditunjukkan oleh jarum sesuai


nomor rotor yang digunakan, ditunggu hingga
konstan. Dicatat skalanya

Lakuka replikasi uji viskositas sebnyak 3 kali

X. HASIL
1. Organoleptis
Uji Organoleptis Hasil Pengamatan
Warna Merah Muda
Bau Khas minyak ikan
Rasa Manis

2. Homogenitas
 Homogen

3. Berat Jenis
p p+a a p p+e e
Replikasi I 22,200 45,900 23,700 22,200 46,600 24,400
Replikasi II 22,200 45,900 23,700 22,200 46,600 24,400
Replikasi III 22,200 46,000 23,800 22,200 46,700 24,500
Rata-rata 22,200 45,933 23,733 22,200 46,633 24,433
(𝑝+𝑎)− 𝑝 (𝑝+𝑒)− 𝑝
Vp = Bj =
𝐵𝑗 𝑉𝑝
45,933 𝑔 − 22,00 𝑔 46,633 𝑔 −22,200 𝑔
= 𝑔 =
0,99 ⁄𝑚𝑙 23,973 𝑚𝑙
𝑔
= 23,973 ml = 1,019 ⁄𝑚𝑙

*) Keterangan : p = piknometer kosong


p+a = piknometer + air
a = air
p+e = piknometer + elixir
e = elixir
Vp = volume piknometer
Bj = berat jenis

4. pH
Replikasi I 5
Replikasi II 5
Replikasi III 5
pH Rata-Rata 5

5. Viskositas
Replikasi I 4,5 dap’s
Replikasi II 4,5 dap’s
Replikasi III 4,5 dap’s
Viskositas Rata-Rata 4,5 dap’s

6. Tipe emulsi = Air dalam Minyak (A/M)


X. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan cair berupa
sediaan emulsi. Menurut Lachman (2009) Emulsi adalah suatu dispersi
dimana fase terdispersinya terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang
terdispersi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur sehingga perlu
ditambah emulgator.
Formulasi emulsi dalam praktikum kali ini adalah Oleum Lecoris
Aselli sebagai fase minyak, glycerolum sebagai wetting agent (pembasah),
gummi arabicum sebagai emulgator, oleum cinnamomi sebagai fase minyak,
sodium benzoat yang diganti nipagin sebagai pengawet, zat pewarna (merah)
serta perasa (strawberry) dan Aqua destillata sebagai pelarut .
Pada pembuatan emulsi perlu ditambahkan bahan pengawet karena
sediaan ini mengandung air dalam jumlah yang besar sehingga mudah
ditumbuhi mikroorganisme yang dapat merusak kestabilan emulsi. Bahan
pengawet yang digunakan adalah Nipagin dengan kadar 0,1 %. Bahan
pengawet ini dipilih karena dianggap merupakan bahan pengawet yang tidak
bereaksi dengan bahan-bahan penyusun emulsi yang dibuat.
Dalam pembuatan sediaan emulsi, gummi arabicum sebagai
emulgator dilarutkan dalam aquadestilata dan oleum lecoris aselli sedikit
sedikit agar sediaan homogen. Proses ini perlu ketekunan dan konsistensi
dalam mengaduk. Pengadukan sebaiknya dilakukan dengan searah, kuat, dan
konstan dalam kecepatannya agar emulsi yang dihasilkan tidak pecah atau
homogen. Pengadukan di hentikan saat terbentuk corpus emulsi ditandai
dengan sedian emulsi menjadi seperti bubur.
Setelah sediaan jadi, dilakukan uji kontrol kualitas yaitu uji
organoleptis, homogenitas, berat jenis, pH, dan viskositas. Uji organoleptis
meliputi pengujian warna, bau, dan rasa. Didapatkan warna sediaan merah
muda, rasa manis, dan bau khas minyak ikan.
Uji homogenitas dilakukan di bawah sinar atau cahaya dengan tujuan
untuk mengetahui bahwa komponen obat atau formula emulsi sudah
tercampur dengan baik. Hasil uji homogenitas emulsi yang dibuat di dapatkan
hasil sediaan emulsi sudah homogen.
Uji berat jenis dilakukan dengan alat piknometer pada suhu 25C sesuai
dengan Farmakope Indonesia Edisi IV, dibuat dalam 3 replikasi dan
𝑔
didapatkan hasil rata-rata pada berat jenis emulsi yaitu 1,019 ⁄𝑚𝑙 .
Berdasarkan farmakope edisi III Bj emulsi harus mendekati Bj air yaitu 1
𝑔
⁄𝑚𝑙 agar sediaan tidak mudah terpisah. Dari percobaan ini, emulsi yang
𝑔
dihasilkan memiliki Bj mendekati Bj air yaitu 1,019 ⁄𝑚𝑙 .
Uji pH dilakukan dengan menggunakan Ph strip dalam 3 kali replikasi
dengan hasil semua replikasi meunjukkan pH 5 untuk emulsi yang telah
dibuat, hal ini sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi III bahwa sediaan
emulsi dengan komponen terbesar air memiliki pH netral yaitu 6,5 - 8,5.
Uji viskositas dan kekentalan yang bertujuan untuk mengetahui
kekentalan pada sediaan. Pada uji viskositas didapat hasil viskositas yaitu 4,5
dPa’s. Dan yang terakhit dilakukan uji tipe emulsi yang bertujuan untuk
mengetahui apakah emulsi ini termasuk emulsi tipe m/a atau a/m. Emulsi
Minyak Ikan diteteskan sedikit pada kertas saring, Tipe a/m : meninggalkan
noda pada kertas saring dan Tipe m/a : Tidak meninggalkan noda atau
tersebar merata pada kertas saring. Pada uji tipe emulsi, tipe emulsi yang
didapat adalah tipe m/a (minyak dalam air) karena jumlah minyak lebih
sedikit sehingga minyak terdispersi dalam air.

I. KESIMPULAN
A. Praktikan telah mampu membuat sediaan emulsi minyak ikan sebanyak
300 ml
B. Hasil uji kontrol kualitas sediaan emulsi yang dibuat adalah :
1. Uji Organoleptis :
a. Warna : Merah Muda
b. Bau : Khas minyak ikan
c. Rasa : Manis
2. Homogenitas : Homogen

3. Berat Jenis : 1,019 g/ml

4. pH :5
5. Viskositas : 4,5 dap’s
6. Tipe emulsi : Minyak dalam air (M/A)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi II. Jakarta : Departemen Kesehatan


RI. Jakarta
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta
Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Ansel, Howard, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, UI
Press, Jakarta
Banker, G.S and Anderson, N.R.1986. The theory and Practice of Industrial
Pharmacy. Lea and Febinger. Philadelpia.
Moh. Anief. 1988. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Rowe C Raymond, Paul J Sheskey, and Marian E Quinn, 2009, Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition, Pharmaceutical Press, London

Anda mungkin juga menyukai