CREAM
DISUSUN OLEH:
I. TINJAUAN PUSTAKA
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Stabilitas krim rusak
jika terganggu sistem campurannya terutama terutama disebabkan perubahan
suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara
berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak
tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika
diketahui pengencer yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptic.
(Anonim, 1979).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdistribusi dalam dasar yang serasi. Istilah ini
secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi A/M atau
M/A.
(Anonim, 1995).
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang
dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya
tidak melalui mulut, kerongkongan dan kearah lambung. Menurut definisi
tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung,
obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya.
(Anief, 1999).
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak
(A/M) dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A) sebagai pengemulsi
dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe
A/M digunakan : sabun monovalen, tween, natrium laurysulfat, emulgidum
dam lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci dengan air, ditujukan untuk
penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian
obat melalui vagina.
(Anief, 1994).
A. Tipe Krim
Penggolongan krim, yaitu :
a. Tipe A/M (air terdispersi dalam minyak)
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai
krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari butiran. Cold cream
mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
b. Tipe M/A (minyak terdispersi dalam air)
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan
untuk maksud membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak.
Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) meninggalkan
lapisan berminyak/film pada kulit.
B. Fungsi Krim
Fungsi krim :
1. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.
2. Sebagai bahan pelumas bagi kulit.
3. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung
dengan zat-zat berbahaya.
(Anief, 1999)
5. Pengemulsi
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau
dikehendaki. Sebagai bahan pengemulsi dapat digunakan emulgide,
lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol,
trietanolamin stearat, polisorbat dan PEG.
G. Monografi Bahan
A. Acidum Stearicum (FI III hal 157)
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur,
putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol
(95%), dalam 2 bagian kloroform dan dalam 3 bagian
eter.
B. Cera Alba (FI III hal 140)
Pemerian : Zat padat, lapisan tipis bening, putih kekuningan, bau
khas lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%) dingin, larut dalam kloroform, dalam eter
hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri.
C. Vaselinum Album (FI III hal 633)
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap setelah
zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk,
hampir tidak berasa.
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%), larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam eter minyak tanah,
larutan kadang-kadang beropalesensi lemah.
D. Triethanolaminum (FI III hal 612)
Pemerian : Cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau
lemah mirip amoniak, higroskopik.
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam wadah etanol (95%),
larut dalam kloroform.
E. Propylenglycolum (FI III hal 534)
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
agak manis, higroskopik.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan
dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat
campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak
lemak.
Khasiat : Sebagai pelarut.
F. Sulfadiazin
Pemerian : Serbuk putih kekuningan atau putih agak merah jambu,
hampir tidak berbau, tidak berasa.
Khasiat : Penggunaan antibakteri.
G. Paraffin liquidum
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berflourensi, tidak
berwarna, tidak berbau hampir tidak mempunyai rasa.
Khasiat : Laksativum.
H. Aqua Destillata (FI III hal 96)
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
(Anief, 2008)
III. FORMULA PENGEMBANGAN
Sulfadiazine 1%
Paraffin liquid 1%
Parfum 0,1 %
Asam stearat 15,0 %
Cera alba 2%
Vaselin album 8%
Trietanolamin 1,5 %
Propilenglikol 8%
Aquadest 65,5 %
s. vanisihing cream base
Gerus ad halus
Masukkan propilenglikol dan TEA yang selanjutnya sudah dilarutkan dalam air
hangat, aduk ad homogen
Beri etiket
VII. ETIKET
Apotek STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN
Jl. Ir. Soekarno Km.1 Buntalan klaten (0272) 334455
Apoteker : Drs. Sunyoto, Bsc., M. Sc., Apt
SP : KP. 01.03.1.3.5778
No : VI Tanggal : 28-11-2017
Nama : Ny. Nova
2. Homogenitas
Oleskan Krim pada objek glass atau kertas saring
3. Daya lengket:
Cara kerja :
Oleskan krim pada salah satu obyek glass dengan luas tertentu setipis
mungkin.
Letakkan obyek glass lain diatas olesan hingga tertutup semua dengan
posisi obyek glass terpasang di alat uji dan tekanlah dengan bahan 50gr
selama 5 menit.
Lepaskan beban pada alat uji sehingga kedua obyek glass tersebut
terpisah.
Catat waktu yang dibutuhkan sampai kedua obyek glass tersebut terpisah.
Olesi kertas tersebut dengan krim yang akan dicoba pada salah satu
muka seperti lazimnya orang menggunakan krim.
Pada kertas saring yang lain dengan ukuran yang sama dibuat
tengahnya luas area 3cm x 3cm, kemudian diluar area 3cm x 3cm
dibuat batas dengan arsiran parafin padat yang telah dilelehkan.
Lihatlah kertas yang dibasahi fenolftalein pada waktu 15, 30, 45, dan
60 detik, 3 menit, 5 menit. Adakah noda merah pada kertas.
Bila tidak ada noda merah berarti krim dapat memberikan proteksi
terhadap cairan KOH 0,1 N.
IX. HASIL
1. Organoneptis
Organoleptis Hasil Pengamatan
Warna Putih
Bau Harum Parfum
Bentuk Semi padat
2. Homogenitas
Homogen
3. Daya Lengket
Replikasi Waktu
I 1,32 detik
II 0,43 detik
III 0,35 detik
Rata-rata 0,70 detik
4. Daya Sebar
Penambahan Diameter Rata-rata
Beban Replikasi Replikasi Replikasi
I II III
Tanpa beban 6 cm 6 cm 6 cm 6 cm
50 gram 6,475 cm 6,475 cm 6,475 cm 6,475 cm
100 gram 6,875 cm 6,875 cm 6,875 cm 6,875 cm
150 gram 7,125 cm 7,125 cm 7,125 cm 7,125 cm
200 gram 7,325 cm 7,325 cm 7,325 cm 7,325 cm
250 gram 7,575 cm 7,575 cm 7,575 cm 7,575 cm
300 gram 7,725 cm 7,725 cm 7,725 cm 7,725 cm
350 gram 8,125 cm 8,125 cm 8,125 cm 8,125 cm
400 gram 8,125 cm 8,125 cm 8,125 cm 8,125 cm
6
5
4
3
2
1
0
0 100 200 300 400 500
Beban (gram)
5. Viskositas
Replikasi Hasil
Replikasi II 50 dpa’s
Replikasi II 50 dpa’s
6. Daya Proteksi
Waktu Daya Proteksi Kesimpulan
Replikasi Replikasi Replikasi
I II III
15 detik Tidak ada Tidak ada Tidak ada
30 detik Tidak ada Tidak ada Tidak ada
45 detik Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada noda
60 detik Tidak ada Tidak ada Tidak ada merah
7. pH
Replikasi pH
Replikasi I 5
Replikasi II 5
Replikasi III 5
pH Rata-Rata 5
X. PEMBAHASAN
Krim adalah sediaan semipadat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim, 1979). Krim
juga dapat berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan
dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anonim, 1978). Pada percobaan ini,
praktikan membuat sediaan krim beserta uji kontrol kualitasnya.
Sediaan krim dimaksudkan untuk pengobatan luar. Zat aktif yang
terkandung dalam krim ini adalah Sulfadiazin yang berkhasiat sebagai
antibakteri. Menurut Mitsul (1997) komponen krim secara umum mengandung
fase minyak, fase air, emulgator dan bahan-bahan lainnya. Dalam formula krim
ini, yang merupakan fase minyak adalah asam stearat yang merupakan fase
minyak golongan asam lemak yang berbentuk kristal, berwarna putih atau
sedikit kuning, mengkilat, praktis tidak larut dalam air, berfungsi sebagai
emulsifying agent (Rowe et al., 2009). Selain itu juga terdapat paraffin liquid
sebagai fase minyak hidrokarbon. Fase air dalam formula ini adalah (golongan
humektan) sebanyak 8% dari sediaan yang dibuat. Trietanolamin atau sering
disebut TEA banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal, terutama dalam
pembentukan emulsi (emulgator emulsi m/a). TEA terbentuk sebagai cairan
kental yang jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat, dan berbau sedikit
amoniak (Rowe et al., 2009). Vaselin album dan cera alba sebagai basis krim.
Pembuatan krim ini menggunakan peraturan krim nomor 4, yaitu "krim-
krim yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus digerus sampai
dingin" bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya harus di lebihkan 10-
20% (untuk mencegah kekurangan bobotnya) (Syamsuni, 2013). Pembuatan
krim ini, basis krim dan asam stearat sebagai fase minyak dilebur diatas
waterbath dengan jumlah yang dilebihkan 10%. Kemudian zat aktif, basis dan
larutan TEA+Propilenglikol dicampur dan digerus ad dingin. TEA dan
propilenglikol dilarutkan dalam air hangat. Hal ini dikarenakan pembuatan krim
ini menggunakan cara pada umumnya, dimana fase minyak dilebur diatas WB
dan fase air dilarutkan dalam air hangat kemudian digerus bersama dalam
lumpang panas ad terbentuk basis krim.
Setelah terbentuk basis krim dan telah ditambahkan parfum secukupnya,
krim ditimbang sebanyak 50 gram kemudian dilakukan uji kontrol kualitas. Uji
kontrol kualitas krim yang dilakukan yaitu :
1. Uji organoleptis
Pengamatan sediaan krim dilakukan dengan mengamati dari segi warna,
bau dan tekstur krim (Sharon, et al., 2013). Sediaan krim yang dibuat
memiliki tekstur lembut semi padat. Beraroma wangi parfum dengan warna
putih.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass. Sejumlah
krim dioleskan pada objek glass dan diamati adanya butiran kasar (Ditjen
POM, 1979). Setelah dilakukan uji homogenitas, dapat disimpulkan bahwa
krim yang dibuat tidak terdapat partikel kasar atau dengan kata lain krim
sudah homogen.
3. Uji daya lengket
Hasil uji daya lengket sediaan krim pada 3 replikasi berturut-turut yaitu
1,32 detik, 0,43 detik, dan 0,35 detik sehingga didapatkan daya lengket rata-
rata sebesar 0,70 detik. Krim dikatakan baik jika daya lekatnya itu tidak
terlalu lama, mengingat komposisi terbesar krim adalah air. Sehingga krim
ini termasuk tipe emulsi m/a, mudah dicuci dengan air.
4. Uji daya sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan
menyebar pada kulit, dimana suatu basis krim memiliki daya sebar yang
baik untuk menjamin pemberian bahan obat yang memuaskan. Perbedaan
daya sebar sangat berpengaurh pada kecepatan difusi zat aktif dalam
melewati membran. Semakin luas membran tempat sediaan menyebar, maka
koefisien difusi makin besar yang mengakibatkan difusi obat pun semakin
meningkat. Sehingga semakin besar daya sebar suatu sediaan, maka hasil
semakin baik (Hasyim, et al., 2012). Hasil pengukuran daya sebar pada
percobaan ini diperoleh 8 diameter dari 8 kali penambahan beban yaitu 0
gram, 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram, 250 gram, 300 gram, 350
gram dan 400 gram secara berturut-turut adalah 6 cm, 6,475 cm, 6,875 cm,
7,125 cm, 7,325 cm, 7,575 cm 7,725 cm, 8,125 cm dan 8,125 cm. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semakin bertambah beban, semakin luas pula
penyebaran krim, dan semakin bagus.
5. Uji viskositas
Pengukuran viskositas krim dilakukan dengan menggunakan viskometer
VT 04. Nilai viskositas krim yang telah dibuat adalah 50 dpa’s. Viskositas
dapat dipengaruhi oleh kombinasi antara asam stearat dan TEA. Semakin
besar konsentrasi asam stearat dan TEA yang digunakan, maka akan
semakin tinggi viskositas krim yang dihasilkan (Desti, 2014).
6. Uji daya proteksi
Hasil pengujian kemampuan proteksi menunjukkan tidak ada noda merah
pada krim yang dibuat. Basis krim yang baik dapat melindungi kulit dari
pengaruh luar seperti asam-basa, debu dan sinar matahari pada waktu
pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda merah setelah
penambahan KOH. Dalam sediaan krim yang dibuat dari 3 kali replikasi
semuanya menunjukkan tidak adanya noda merah sehingga krim yang
dibuat dapat melindungi dari KOH.
7. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH stik. pH sediaan diharapkan
sesuai dengan ph kulit karena digunakan secara topikal. pH yang terlalu
asam akan menyebabkan iritasi dan tidak boleh terlalu basa karena
menyebabkan kulit bersisik (Dureja, 2010). pH sediaan diharapkan berkisar
antara 4,5-7 (Tranggono dan Latifah, 2007). pH sediaan yang dilakukan ini
adalah 5 dengan 3 kali replikasi. Rentang ini masih aman untuk digunakan
karena sesuai dengan rentang yang diharapkan.
XI. KESIMPULAN
A. Praktikan telah mampu membuat sediaan krim Sulfadiazin sebanyak 50
gram.
B. Hasil uji kontrol kualitas sediaan salep yang dibuat adalah :
1. Uji Organoleptis :
a. Warna : Putih
b. Bau : Harum parfum
c. Bentuk : Semi padat
2. Homogenitas : Homogen
3. Daya Lengket : 0,7 detik
4. Daya sebar : 6 cm – 8,125 cm
5. Viskositas : 50 dpa’s
6. Daya proteksi : Dapat melindungi dari KOH
7. pH :5
DAFTAR PUSTAKA