I. JUDUL PERCOBAAN :
Emulsifikasi
Ketidakstabilan emulsi :
a. Floktulasi dan creaming
Pemisahan emulsi menjadi beberapa lapisan cairan, masing masing lapisan menjadi fase dispersi
yang berbeda.
b. Cracking atau breaking
Merupakan pecahnya emulsi, dan bersifat irreversible.
c. Infersi fase
Berubahnya tipe emulsi minyak dalam air menjadi air dalam minyak atau sebaliknya.
A. HLB
Tipe suatu emulsi yang dihasilkan bergantung pada sifat emulgator ( zat pengemulsi) yang
digunakan dalam suatu formula . karakteristik ini dikenal sebagai Hidrophile – Lipophile
Balance (HLB). Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik
dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara
yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi . suatu metode telah dipikirkan dimana zat
pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan
HLB nya . Dengan metode ini setiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukan
polaritas dari zat tersebut. Walaupun angka tersebut telah ditentukan sampai kira-kira 40, kisar
lazimnya antara 1 dan 20 . Bahan-bahan yang sangat polar atau hidrofilik angkanya lebih besar
daripada bahan-bahan yang kurang polar dan nlebih lipofilik . umumnya zat aktif permukaan itu
mempunyai harga HLB yang ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air-dalam-
minhyak. Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan
emulsi minyak – dalam – air . tipe aktivitas yang diharapkan dari surfaktan dengan harga HLB
yang telah ditetapkan terdapat dalam tabel berikut :
AKTIVITAS HLB
ANTIBUSA 1 SAMPAI 3
PENGEMULSI (W/O) 3 SAMPAI 6
ZAT PEMBASAH 7 SAMPAI 9
PENGEMULSI (O/W) 8 SAMPAI 18
PELARUT 15 SAMPAI 20
DETERGEN 13 SAMPAI 15
B. Stabilitas Emulsi
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika : (a) fase dalam atau fase
terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan , (b) jika
bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut
akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan (c) jika semua atau sebagian dari
cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang berbeda pada
permukaan atau pada dasar emulsi , yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan
fase dalam disamping itu suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan
pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia lainnya.
Agregasi atau penggabungan. Agregat dari bulatan fase dalam mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi daripada partikel-
partikelnya sendiri. Terjadinya bulatan-bulatan seperti itu disebut “creaming” dari emulsi
tersebut dan apabila tidak terjadi penggabungan maka akan merupakan proses yang bolak-balik .
Kerusakan yang lebih besar daripada creaming pada suatu emulsi adalah penggabungan bulatan-
bulatan fase dalam dan pemisahan fase tersebut menjadi suatu lapisan . Pemisahan fase dalam
dari emulsi tersebut disebut “pemecahan” (breaking) emulsi dan emulsinya disebut “pecah” atau
“retak” (cracked) . Hal ini bersifat reversibel karena lapisan lapisan pelindung di sekitar bulatan-
bulatan fase terdispersi tidak ada lagi . Usaha untuk menstabilkan kembali emulsi tersebut
dengan pengocokan , dari dua lapisan yang memisah umumnya gagal. Biasanya diperlukan zat
pengemulsi tambahan dan pemrosesan kembali dengan mesin yang sesuai untuk dapat
memproduksi emulsi kembali . Umumnya harus berhati-hati guna melindungi emulsi terhadap
efek dingin dan panas . Apabila terjadi pembekuan kemudian mencair , emulsi akan menjadi
kasar dan kadang-kadang pecah . Panas yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang sama.
ALAT :
Lumpang dan Alu
Cawan penguap
Pipet Tetes
Timbangan
Beaker Glass
Tabung Sedimen
Penangas Air
Gelas ukur
BAHAN :
Parafin Liquid
Tween 80
Span 80
Air
Sudan III
Methylene Blue
V. CARA KERJA :
1. Tentukan HLB butuh minyak yang sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan emulsi
(HLB 5,6,10,dan12) dengan formula :
Parafin liq : 30%
Tween 80 5%
Span 80
Air : Ad 50ml
2. Buat;ah satu seri emulsi dengan HLB butuh masing-masing 5,6,10,dan 12.
3. Hitung jumlah tween 80 dan span 80 yang dibutuhkan untuk masing-masing harga HLB butuh.
4. Timbang masing-masing bahan yang diperlukan untuk setiap formula.
5. Panaskan Lumpang dan alu dengan cara menambahkan sejumlah air panas kedalamnya.
6. Campurkan Parafin liq dan span (Fase minyak) kemudian panaskan diatas penaNgas air.
7. Panaskan sejumlah air kemudian campurkan dengan tween 80 yang sebelumnya sudah
dimasukan kedalam lumpang (fase air)
8. Tambahkan fase minyak sedikit demi sedikit kedalam fase air sambil terus diaduk
9. Emulsi yang sudah homogen dimasukkan kedalam tabung sedimentasi, dan diberi tanda masing-
masing HLB.
10. Amati parameter kestabilan emulsi dengan cara menghitung volume sedimentasi (F) dengan
menggunakan persamaan :
F = Vu/Vo
Vu = volume sedimentasi
Vo = volume awal
VII. PERHITUNGAN :
Formula :
Parafin liq = 30%
Tween 80
Span 80 5%
Air add 50 ml
HLB butuh 5
5
Span 80 4.3 10 ( 10 : 10.7 ) x 100 % = 93.458 %
Emulgator = ( 5 : 100 ) x 50 = 2,5 g
ween 80 = 6.5420% x 2,5 = 0.1635 g
Span 80 = 93.458 % x 2,5 = 2,3364 g
Parafin = 30% x 50 = 15 g
Air sisa = 50 – ( 0,1653 + 2,3364 + 15 ) = 32,5 ml
HLB butuh 6
HLB butuh 10
10
HLB butuh 12
Tween 80 15 7.7 ( 7.7 : 10.7 ) x 100 % =
71.962 %
12
HLB 6
F= 38,5 / 38,5 = 1
HLB 10
F= 41,5 / 41,5 = 1
HLB 12
F= 42,5 / 42,5 = 1
• Hari Pertama
HLB 5
F= 26,5 / 38,5 = 0,69
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31,5 / 41,5 = 0,76
HLB 12
F= 23,5 / 42,5 = 0,55
• Hari Kedua
HLB 5
F= 26,5 / 38,5 = 0,69
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 22 / 42,5 = 0,52
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 21 / 42,5 = 0,49
• Hari Keenam
HLB 5
F= 24,5 / 38,5 = 0,64
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 21 / 42,5 = 0,49
Hari Ketujuh
HLB 5
F= 22,5 / 38,5 = 0,64
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 20,5 / 42,5 = 0,48
VIII. PEMBAHASAN
Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya emulgator, dalam percobaan ini emulgator
yang digunakan adalah Tween 80 dengan HLB butuh 15,0 (bersifat hidrofil) dan Span 80
(bersifat lipofil).
Proses penggerusan yang kuat dan konstan dalam pembuatan emulsi ini sangat penting, untuk
memperkecil partikel-partikel dari fase minyak dan air. Sehingga memudahkan partikel-partikel
tersebut terdispersi dalam fase kontinunya.
Emulsi yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB surfaktan dan HLB butuh
minyak. HLB butuh minyak adalah HLB karakteristik yang menurut grifin setara dengan HLB
surfaktan yang dapat membentuk emulsi tipe tertentu yang stabil.
Diperlukan suhu ± 700 untuk membuat emulsi , hal ini dimaksudkan untuk menurunkan
viskositas dari partikel-partikel minyak dan menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat
membentuk corpus dengan fase air.
Fase air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat menurunkan viskositas dan
tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase mudah untuk dibuat dalam tetesan-
tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah terbentuk.
Menurut hasil percobaan semua emulsi yang dibuat menunjukkan tipe (O/W). Pada saat
pengujian dengan Sudan III, emulsi yang telah tersedia ditetesi dengan Sudan III lalu diamati
dengan mikroskop, fase lipofilnya akan berwarna merah. Pada saat pengujian dengan
menggunakan metilen blue, fase hidrofilnya akan berwarna biru, sedangkan lipofilnya tidak
berwarna.
Dari hasil pengamatan selama 7 hari, semua emulsi bersifat kurang stabil. Pada HLB 5, 10, dan
12 terjadi pengkriman. Peristiwa tersebut terjadi jika densitas fase terdispersi lebih kecil dari fase
kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi O/W. kecepatan sedimentasinya negative sehingga
terjadi pengkriman ke atas. Pada HLB 6 terjadi pemecahan , itu mungkin terjadi karena faktor
lumpang dan alu yang kurang panas saat penggerusan atau juga karena proses penggerusan yang
kurang kuat dan penambahan fase minyak yang terlalu lama. Pengkriman berbeda dengan
pemecahan karena pengkriman merupakan proses reversible (apabila dikocok akan membentuk
emulsi kembali ) sedangkan pemecahan bersifat ireversibel. Emulsi dengan HLB butuh 5, 10,
dan 12 bersifat reversibel sedangkan emulsi dengan HLB butuh 6 bersifat ireversibel.
Berdasarkan literature (Martin 5th , edisi Indonesia hal 563) RHLB Parafin untuk emulsi O/W
adalah 10, dan RHLB Parafin untuk Emulsi W/O adalah 4. Karena semua emulsi yang dibuat
merupakan tipe O/W maka seharusnya Emulsi yang stabil kita dapatkan dari HLB butuh 10.
Namun pada percobaan nilai F yang paling mendekati 1 ada pada emulsi dengan HLB 6. Hal itu
mungkin terjadi dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam membuat emulsi dan juga dapat
dikarenakan kesalahan dari alat-alat yang digunakan.
IX. KESIMPULAN
Dari semua emulsi yang dibuat , emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB butuh 6,
karena nilai F nya paling mendekati 1
Semua emulsi yang dibuat memiliki tipe O/W atau minyak dalam air.
X. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , edisi keempat. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Martin, Alfred, dkk. 2008. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi kelima. Jakarta: EGC
Posting Komentar
Mengenai Saya
@SusantocR7
Lihat profil lengkapku
Menu
▼ 2013 (6)
o ▼ November (6)
My Biodata
LAPORAN RESMIPRAKTIKUM FARMASI FISIKA II“Emulsi...
Jurnal Penelitian Tentang Efek Farmakologi Tanaman...
Mikrobiologi-Tortora 10th edition
Farmakognosi - Simplisia
E-book Farmasi
► 2014 (1)