Disusun Oleh:
KELOMPOK C2.3
Aisyah Prida Laily (182210101123)
Hasnia Pratiwi (182210101124)
Anisya Widiastuti (182210101125)
Liananta Fawzia W (182210101127)
Wulan Fitria Dewi (182210101131)
Muftinatul Hasanah (182210101132)
Dhea Nanda Aliefia (182210101141)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunianya penulis dapat menyelesaikan pembuatan jurnal berjudul “Sediaan Pasta Gigi
Natrium Bikarbonat”
Dalam penyusunan, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar - besarnya kepada dosen pembimbing serta
teman – teman yang terlibat hingga penulis dapat menyelesaikan jurnal ini. Jurnal ini tentu
mempunyai kekurangan karena itu kepada para pembaca khususnya dosen pembimbing mata
kuliah dimohon untuk memberi kritik dan saran yang bersifat membangun demi
bertambahnya wawasan penulis di bidang ini. Akhir kata penulis berharap agar jurnal ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum .......................................................................................................... 2
1.3. Manfaat Praktikum ....................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................... 3
2.1. Dasar Teori .................................................................................................................... 3
2.2. Evaluasi Produk Referen ............................................................................................... 6
2.3. Studi Praformulasi Bahan Aktif ..................................................................................... 7
BAB III. STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF ............................................................................... 9
3.1. Sifat Fisika Kimia Bahan Aktif yang Dipilih .................................................................... 9
3.2. Alasan Pemilihan Bahan Aktif dan Bentuk Sediaannya................................................. 9
3.2.1. Alasan Pemilihan Bahan Aktif ............................................................................... 9
3.2.2. Perbandingan Bahan Aktif................................................................................... 10
3.2.3. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan ....................................................................... 10
BAB IV. STUDI PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN .................................................................. 12
5.1. Susunan Formulasi ...................................................................................................... 21
5.2. Expired Date Sediaan (ED)........................................................................................... 22
BAB VI. METODE.......................................................................................................................... 23
6.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................ 23
6.2 Prosedur Pembuatan .................................................................................................. 23
6.3 Evaluasi Sediaan Pasta ................................................................................................ 25
6.4 Kemasan ...................................................................................................................... 27
BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 29
7.1. Formula ....................................................................................................................... 29
7.2. Prosedur Pembuatan .................................................................................................. 30
7.3. Evaluasi Sediaan .......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 38
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
bila dikombinasi dengan zat atau bahan tumbuhan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi
yang stabil, efektif dan aman.
Natrium bikarbonat merupakan salah satu bahan yang dapat mencegah karies selain
fluor, karena memiliki sifat alkali atau menetralkan asam, sehingga dapat menetralkan
asam yang diproduksi oleh bakteri plak. Bahan ini juga dapat menetralkan kondisi
lingkungan asam bakteri rongga mulut yang mana rongga mulut memiliki pH kritis yakni
4,5 sampai 5,5. Ketika pH rongga mulut berada pada pH kritis maka email akan mengalami
proses demineralisasi yang akan menyebabkan terjadinya karies. Natrium bikarbonat yang
memiliki sifat menetralkan akan meningkatkan pH rongga mulut hingga mendekati pH
netral menyebabkan matriks email gigi akan terhindar dari demineralisasi bakteri plak.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal ( FI V Jilid I, halaman 52). Pasta biasanya
digunakan dengan menambahkan sejumlah serbuk yang tidak larut yang signifikan
(biasanya 50% atau lebih) pada basis salep konvensional sehingga akan mengubah aliran
plastis dari salep menjadi aliran dilatan. Pasta terbagi menjadi dua kelas seperti sediaan
salep untuk penggunaan luar. Pasta berlemak seperti pasta Zno dan pasta tidak berlemak
mengandung gliserin dengan pektin, gelatin, tragakan dan lain-lain. Pasta biasanya sangat
kaku atau kaku dan kurang berlemak dibandingkan dengan salep dimana bahan- bahan
serbuk seperti pati, Zno dan kalsium karbonat pada basisnya memiliki jumlah yang besar.
Suatu sediaan farmasi berupa pasta memiliki keunggulan dibandingkan dengan sediaan
farmasi bentuk lainnya, keunggulan yang pertama yaitu pasta dapat mengikat cairan lebih
baik dari pada unguentum (salep). Yang kedua pasta lebih melekat pada kulit. Pasta
memiliki sifat melindungi, membentuk lapisan yang dapat menyerap dan
menetralkanbahan kimia tertentu yang berbahaya sebelum mecapai permukaan kulit.
Sifat ini karena adanya bahan tak terlarut pada formulasi pasta. Kemudian yang ketiga
pasta dapat membentuk lapisan pelindung untuk menutupi luka pada kulit, serta
mencegah luka yang lebih parah dari kulit yang tergores. Yang keempat yaitu pasta
memiliki kemampuan menyerap eksudat oleh sifat alami serbuk / komponen penyerap
lain ketika dioleskan.salah satu jenis pasta yaitu pasta gigi yang mempunyai komposisi
dapat membersihkan polis gigi. Pasta mempunyai komposisi sebagai berikut:
1. Bahan pembersih dan penghalus 20-40% disebut bahan abrasiv.
Bahan ini merupakan pembersih gigi fungsinya adalah menghilangkan kotoran
dan sisa makanan dari permukaan gigi, mengkilapkan permukaan gigi yang juga
memberi rasa enak pada pemakai. Contohnya. Kalsium karbonat, kalsium fosfat,
dimana basa terhidrat, aluminia terhidrat natrium metafosfat. Penggunaan kalsium
karbonat bisa sampai 40% dalam sediaan pasta gigi.
2. Bahan pelembab adalah humektan 10-30%.
Bahan ini digunakan untuk mempertahankan mencegah dan mencegah
mengerasnya pasta pada udara terbuka agar tetap dalam keadaan lembab
konsistensi lunak contoh bahannya adalah gliserol, sorbitol, dan propilenglikol
3. Surfaktan (1-2%)
Bahan aktif permukaan ditambahkan dalam formula pasta untuk membuat buih
untuk mendukung proses misalnya natrium lauril sulfat yang biasa digunakan kurang
3
lebih 2%. Na-lauril sulfat digunakan sebagai deterjen, bahan pembusaan dalam
pembersih gigi 1-2%, pH 7-9,5 (1% larutan berair).
4. Bahan Pengikat (1-5%)
Pada semua pengikat adalah koloid hidrofilik. Konsisten yang baik pada pasta
gigi memer- lukan pengental Agent seperti CMC (Carboxi Metil Celulose), tragakan,
natrium CMC 1-6%. Bahan ini digunakan untuk mencegah terpisahnya bahan yang
digunakan sebagai pengikat 1-6% dalam larutan atau padatan sesuai kebutuhan. pH
6,5-8,5 (USP), 6-8 (BP).
5. Bahan pengaroma dan pemanis (1-5%)
Untuk menutupi rasa tidak enak dari bahan aktif dan bahan lain contoh Cinamo,
papermint, menthol, gliserol, dan sorbitol. Selain sebagai pelembab bisa sebagai
pemanis. Natrium sakarin sering digunakan untuk sediaan produk pembersih mulut
dengan konsentrasi 0,02% - 5%. Bahan harus bercampur dengan pembersih gigi yang
lain dan harus meninggalkan perubahan yang esensial selama umur sediaan atau
umur produk dari pembersih gigi. Peppermintsebagai pengaroma dari pembersih gigi
umum digunakan. Bahan dasar pengaroma tidak digunakan sendiri beberapa jenis
pengaroma dicampur dengan minyak esensial lainnya untuk memodifikasi
pengaroma dan menghasilkan aroma yang jelas.
6. Pengawet
Dibawah kondisi yang diharapkan, larutan berair dari poliol-poliol sering terjadi
pertumbuhan mikroba dan jamur. Kemudian larutan humektan harus mengandung
pengawet yang ditambahkan, jika disimpan dalam periode waktu yang lama untuk
digunakan dalam pembuatan pembersih gigi. Pengawet digunakan untuk
menghambat pertumbuhan jamur.
Pembuatan pasta dilakukan dengan dua metode yaitu metode pertama
pencampuran komponen dari pasta dicampur bersama sama dengan segala cara sampai
sediaan yang rata tercapai. Sedangkan pada metode yang kedua peleburan semua atau
beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan meleburkannya secara bersamaan,
kemudian didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen
komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang
mengental setelah didinginkan dan diaduk. Karakteristik Pasta Gigi yang penting dari
pasta gigi adalah konsistensi, kemampuan menggosok, penampilan, pembentukan busa,
rasa, stabilitas dan keamanan (Butler, 2000).
a. Konsistensi
4
Konsistensi menggambarkan reologi dari pasta. Konsistensi yang ideal dari
pasta gigi yaitu mudah dikeluarkan dari tabung, cukup keras sehingga dapat
mempertahankan bentuk pasta minimal selama 1 menit. Konsistensi dapat diukur
melalui densitas, viskositas dan elastisitas.
b. Kemampuan menggosok
Pasta gigi dapat memiliki kemampuan menggosok yang sangat bervariasi.
Pasta gigi yang ideal harus memiliki kemampuan menggosok yang cukup untuk
membersihkan dan membersihkan partikel atau noda dan mengkilatkan permukaan
gigi.
c. Penampilan
Pasta gigi yang biasanya lembut, homogen, mengkilat, bebas dari gelembung
udara dan memiliki warna yang menarik.
d. Pembentukan busa
Surfaktan yang digunakan harus dapat mensuspensikan dan membersihkan
sisa makanan melalui proses gosok gigi.
e. Rasa
Rasa dan aroma merupakan hal yang paling diperhatikan konsumen dan
merupakan hal yang penting untuk melihat apakah konsumen akan membeli atau
tidak.
Contoh bahan aktif yang dapat digunakan dalam sediaan pasta gigi yaitu natrium
bikarbonat. Natrium bikarbonat disebut juga sebagai sodium bikarbonat, natrium
hidrogen karbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya
kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah
digunakan sejak lama. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk
serbuk. Struktur natrium bikarbonat sebagai berikut :
5
untuk berbagai obat. (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 629-630).
Pasta gigi yang mengandung sodium bikarbonat dapat menurunkan gingivitis. Gingivitis
merupakan suatu peradangan yang terjadi pada gusi yang ditandai dengan peningkatan
produksi cairan sulkus gusi dan perdarahan pada saat probing. Sodium bikarbonat
disebut juga baking soda atau soda kue. Pada saat ini, sodium bikarbonat merupakan
salah satu bahan yang digunakan dalam beberapa pasta gigi sebagai bahan abrasif. Tiap
pabrik menggunakan bahan abrasif yang beragam baik dari komposisi kimianya maupun
dari ukuran partikel dan bentuknya. American Dental Association merekomendasikan
sodium bikarbonat sebagai bahan abrasif yang memuaskan dalam mencegah pewarnaan
pada gigi.
Sodium 75 gram ,
Systema PT LION
3 monofluorofosfat, 2 x sehari 120 gram,
Nano WINGS
Erythriol 190 gram
6
Enzim
PT. Enzim Amiglukosidase 50 gram, 100
Enzim
6. Bioteknologi glukose-oksidase, 2 x sehari gram, 124
Fresh Mint
Indonesia dan gram
laktoperoksidase
7
gigi, sakit dalam air 25 Titik didih
gigi g/100 ml, tidak 200°C
larut etanol, (terurai)
eter Titik leleh
625°C
(1.157°F;
898 K)
Mencega Dapat menyebabkan Pemerian: serbuk, Berat
h karies fluorosis terutama pada putih, tidak berbau. molekul :
pada gigi anak-anak dibawah 8 Kelarutan : larut 41,99
tahun jika dalam air, tidak g/mol
Sodium kandungannya terlalu larut dalam etanol. Titik didih :
3.
Flouride banyak. 1704°C
Titik leleh :
993°C
Densitas:
2,78 g/ml
8
BAB III. STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF
3.1. Sifat Fisika Kimia Bahan Aktif yang Dipilih
Bahan aktif yang dipilih dalam sediaan kali ini yaitu natrium bikarbonat, dengan uraian
sifat fisika kimia sebagai berikut :
1. Natrium Bikarbonat (Martindale 36th ed, halaman 1973)
9
memiliki pH kritis yakni 4,5 sampai 5,5. Ketika pH rongga mulut berada pada pH kritis
maka email akan mengalami proses demineralisasi yang akan menyebabkan
terjadinya karies. Natrium bikarbonat yang memiliki sifat menetralkan akan
meningkatkan pH rongga mulut hingga mendekati pH netral menyebabkan matriks
email gigi akan terhindar dari demineralisasi bakteri plak (Putt M, et all, 2008).
Faktor lain yang menyebabkan efek antibakteri natrium bikarbonat adalah
kemampuannya mengubah tekanan osmotik. Sifat hipertonik bahan ini
menyebabkan komponen hipotonik sel bakteri akan kehilangan air, sehingga
menyebabkan dehidrasi dan dapat membunuh sel bakteri. Selain itu baking soda
juga mampu merusak struktur matriks bakteri dan juga merusak ikatan antara
bakteri dan permukaan gigi (Silhacek K, 2005).
3.2.2. Perbandingan Bahan Aktif
Mekanisme bahan aktif berbeda, natrium bikarbonat bekerja sebagai bahan
abrasif terhadap plak, sebagai buffer terhadap keasaman rongga mulut dan sebagai
bahan bakterisid. Hal ini menyebabkan natrium bikarbonat efektif dalam
menurunkan plak dan gingivitis. Sedangkan sodium monofluorofosfat kurang efektif
dibandingkan dalam menurunkan gingivitis. Sodium monofluorofosfat memiliki tiga
mekanisme, yaitu meningkatkan resistensi enamel, mempermudah remineralisasi
dan mencegah glikolisis bakteri sehingga ion yang dihasilkan lebih banyak bekerja
menggantikan hidroksiapatit yang hilang saat pembentukan kavitas, sehingga lebih
baik dalam pencegahan karies dibanding dengan plak dan gingivitis, namun salah
satu mekanismenya adalah mencegah glikolisis bakteri yang akhirnya menyebabkan
bakteri mati dan plak berkurang.
3.2.3. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan
Pasta adalah sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal (FI V Jilid I, halaman 52). Pasta gigi dibuat
dalam bentuk sediaan pasta merupakan suatu sediaan semi padat yang terdiri dari
bahan penggosok, pembersih dan bahan tambahan lain yang bertujuan agar zat
aktif dapat bekerja pada permukaan gigi untuk melindungi dari kerusakan yang
disebabkan oleh bakteri mulut seperti Streptococcus aureus tanpa merusak gigi
atau membran mukosa mulut. Kelebihan pasta dibanding sediaan topikal yang lain
yaitu pasta mengikat cairan sekret lebih baik dibandingkan unguentum, bahan obat
dalam sediaan pasta lebih melekat sehingga meningkatkan daya kerja lokal,
konsentrasi pasta lebih kental dari salep, dan daya absorpsi pasta lebih besar dan
kurang berlemak dibandingkan dengan sediaan salep (Lieberman, 1994).
10
Pasta gigi adalah suatu pasta yang pemanfaatannya menggunakan sikat gigi
dengan tujuan untuk membersihkan permukaan gigi (dentifrice). Untuk
membersihkan gigi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk sediaan
seperti serbuk gigi, pasta gigi, cairan atau bentuk padat (Sandi, 2012). Bentuk
sediaan yang sering digunakan adalah bentuk pasta dan serbuk. Pasta gigi lebih
disenangi dibandingkan bentuk sediaan serbuk, sebab lebih mudah pemakaiannya
dan lebih mudah menyebar diatas sikat gigi. Pasta gigi juga tergolong sediaan yang
mudah diukur jumlahnya sehingga penggunaannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan karena penyimpanannya dalam tube dan konsistensinya
lebih menarik.
11
BAB IV. STUDI PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN
1. Na Sakarin
(Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th Edition hal 641-643, Farmakope Indonesia V
hal 1119)
Pemerian :
Hablur atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak aromatik; rasa sangat manis
walau dalam larutan encer. Larutan encernya lebih kurang 300 kali semanis sukrosa.
Bentuk serbuk biasanya mengandung sepertiga jumlah teoritis air hidrat akibat
perekahan.
Kelarutan :
Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol. Kelarutan dalam air (1:1,2), tidak
larut dalam propan-2-ol, kelarutan dalam propilen glikon (1:50) dan kelarutan dalam
etanol (1:102)
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan :
Natrium sakarin adalah agen pemanis intens yang digunakan dalam minuman, produk
makanan, dan formulasi farmasi seperti tablet, gel, suspensi, cairan, pasta dan obat
kumur. Natrium sakarin jauh lebih larut dalam air daripada sakarin, dan lebih sering
digunakan dalam farmasi. Daya pemanisnya sekitar 300 kali lipat dari sukrosa. Natrium
sakarin meningkatkan sistem rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa
karakteristik rasa yang tidak menyenangkan.
Stabilitas :
Sakarin Na stabil di bawah kisaran kondisi normal yang digunakan dalam formulasi.
Dekomposisi signifikan terjadi ketikaterpapar suhu tinggi (125°C) pada pH rendah (pH 2)
selama lebih dari 1 jam. Tingkat 84% adalah bentuk Sakarin Na paling stabil karena bentuk
76% akan mengering lebih lanjut dalam kondisi sekelilingnya.
12
Inkompatibilitas :
Sakarin Na tidak mengalami pencoklatan Maillard.
Acceptable Daily Intake: 2,5 mg/kgBB
% konsentrasi : 0.04 – 0.25 %
Alasan dipilih Sakarin Na sebagai pemanis adalah karena rasa sakarin Na 300- 600 kali
lebih manis dan sangat mudah larut dalam air, selain itu sakarin Na memiliki warna putih
sehingga tidak mempengaruhi warna sediaan. Selain itu sakarin cocok digunakan sebagai
pemanis intens dalam formulasi farmasi seperti tablet, gel, suspensi, cairan, pasta dan
obat kumur.
2. HPMC
Pemerian :
Serbuk halus tidak berbau dan tidak berasa, putih atau hampir putih
Kelarutan :
Larut dalam air dingin; praktis tidak larut dalam kloroform, etanol (95%), dan eter, tetapi
larut dalam campuran etanol dan dichloromethane, campuran metanol dan
dichloromethane, dan campuran air dan alkohol.
Penyimpanan :
Kegunaan :
HPMC banyak digunakan dalam oral, ophthalmic, nasal, dan topikal formulasi farmasi.
Dalam sediaan pasta gigi digunakan sebagai binder agent.
Stabilitas :
13
Merupakan bahan yang stabil, meskipun higroskopis setelah pengeringan. Larutan stabil
pada pH 3–11. Dengan meningkatnya suhu dapat mengurangi viskositas larutan. HPMC
mengalami transformasi sol-gel yang dapat dibalik saat pemanasan dan pendinginan.
Larutan relatif tahan terhadap enzim, memberikan stabilitas viskositas yang baik selama
penyimpanan jangka panjang. Namun, penggunaan larutan rentan terhadap kerusakan
mikroba dan harus diawetkan dengan pengawet antimikroba.
Inkompatibilitas :
Inkompatibel dengan beberapa agen pengoksidasi. Karena nonionik, HPMC tidak akan
kompleks dengan garam logam atau organik ionik untuk membentuk presipitasi yang
tidak larut.
% konsentrasi : 2-5%
Alasan pemilihan HPMC sebagai bahan pengikat karena sifat merekatnya yang baik.
Selain itu, HPMC menghasilkan cairan yang lebih jernih dibandingkan dengan metil
selulosa sehingga tidak mempengaruhi warna sediaan. Serta memiliki stabilitas
kekentalan yang baik pada suhu ruang meskipun dalam penyimpanan yang cukup lama.
3. Sorbitol (C6H14O6)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 679-680, Farmakope Indonesia
Edisi V hal 1210)
Pemerian :
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam metanol dan dalam asam
asetat, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.
Penyimpanan :
Larutan dapat disimpan dalam wadah kaca, plastik, aluminium, dan baja tahan karat.
Larutan untuk injeksi dapat disterilkan dengan autoklaf. Bahan bersifat higroskopis dan
harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan kering
14
Kegunaan :
Stabilitas :
Sorbitol secara kimiawi relatif inert dan kompatibel dengan sebagian besar eksipien.
Sorbitol stabil di udara tanpa adanya katalis dan dalam asam encer dan basa dingin.
Sorbitol tidak menjadi gelap atau terurai pada suhu tinggi atau dengan adanya amina,
serta tidak mudah terbakar, tidak korosif, dan tidak mudah menguap.
Inkompatibilitas :
Sorbitol akan membentuk khelat yang larut dalam air dengan banyak ion logam divalen
dan trivalen dalam kondisi sangat asam dan basa. Penambahan polietilen glikol cair ke
larutan sorbitol, dengan agitasi yang kuat, menghasilkan gel lilin yang larut dalam air
dengan titik leleh 35–40°C. Larutan sorbitol juga bereaksi dengan besi oksida menjadi
berubah warna. Sorbitol meningkatkan laju degradasi penisilin dalam larutan netral dan
air.
4. Gliserin (C3H8O3)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 283-285; Farmakope Indonesia
Edisi V hal 507-508)
Pemerian :
Cairan ; jernih seperti sirup; tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah
(tajam atau tidak enak). Higriskopik; netral terhadap lakmus.
Kelarutan :
Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter,
dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Larut dalam air, tidak larut dalam
minyak, larut dalam metanol, larut dalam etil asetat (1:11), dalam eter (1:500), larut
etanol (95%), praktis tidak larut dalam benzena dan kloroform, dan sedikit larut dalam
aseton.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :
15
Pengawet antimikroba; cosolvent; humektan; pemlastis; pelarut; agen pemanis; agen
tonisitas.
Bobot jenis : tidak kurang dari 1,249
BM : 92,09
Titik didih : 290 oC
Titik lebur : 17,8 oC
Stabilitas :
Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi atmosfer dalam
kondisi penyimpanan biasa, tetapi membusuk pada pemanasan dengan evolusi akrolein
beracun. Campuran dari gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol adalah stabil
secara kimiawi.
Inkompatibilitas :
Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan zat pengoksidasi kuat seperti kromium
trioksida, kalium klorat, atau kalium permanganat. Dalam larutan encer, reaksi
berlangsung lebih lambat dengan beberapa produk oksidasi sedang terbentuk. Perubahan
warna gelap
gliserin terjadi dengan adanya cahaya, atau kontak dengan seng oksida atau bismut nitrat.
Kontaminan zat besi dalam gliserin bertanggung jawab atas penggelapan dalam warna
campuran yang mengandung fenol, salisilat, dan tanin. Gliserin membentuk kompleks
asam borat, asam gliseroborat, yaitu asam lebih kuat dari asam borat.
% konsentrasi : ≤ 30 %
Alasan digunakan sorbitol dan gliserin sebagai humektan karena lebih efektif dalam
mencegah terjadinya pengeringan dan pengerasan pasta, serta dapat melindungi
komponen-komponen yang terikat kuat di dalam bahan yang belum mengalami kerusakan
termasuk kadar air, kadar lemak, dan komponen lain.
16
Praktis tidak larut dalam etanol (95%) dan air. Kelarutan dalam air meningkat dengan
adanya amonium garam atau karbon dioksida. Kehadiran alkali hidroksida mengurangi
kelarutan.
Penyimpanan :
Harus disimpan di wadah yang tertutup serta di tempat sejuk dan kering.
Kegunaan :
Kalsium karbonat, digunakan sebagai eksipien farmasi, terutama digunakan dalam bentuk
sediaan padat sebagai pengencer. Ini juga digunakan sebagai basis untuk sediaan obat
gigi, sebagai agen buffering, dan sebagai bantuan pelarutan dalam tablet yang dapat
terdispersi.
Titik Lebur : 825 oC.
pH :9
Stabilitas : Kalsium karbonat stabil dalam penyimpanan yang normal.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan asam dan garam amonium.
Alasan digunakan kalsium karbonat karena lebih efektif dalam menurunkan
pewarnaan gigi serta pembentukan pewarnaan pada gigi. Hal ini karena kalsium karbonat
merupakan bahan abrasif yang bersifat unik. Bentuk partikel kalsium karbonat yang datar,
bertepi tajam, dan tipis menyebabkan partikelnya menjadi lebih mudah tumpul dan
hancur menjadi partikel halus sehingga dapat menghilangkan pewarnaan pada gigi.
Pemerian :
Putih atau krim sampai kristal berwarna kuning pucat, serpihan, atau bubuk halus, rasa
sabun, rasa pahit, dan bau samar zat-zat berlemak.
Kelarutan :
Bebas larut dalam air, memberikan larutan opalescent ; praktis tidak larut dalam
kloroform dan eter.
Kegunaan : Wetting agent/zat pembasah dalam sediaan pasta gigi
17
Titik Lebur : 204–207 oC (untuk substansi yang murni)
pH : 7-9,5
Stabilitas dan Penyimpanan :
Sodium lauryl sulfate stabil dalam kondisi penyimpanan normal. Namun, dalam larutan,
dalam kondisi ekstrim, yaitu pH 2,5 atau lebih rendah, ia mengalami hidrolisis menjadi
lauril alkohol dan natrium bisulfat. Bahan curah harus disimpan dalam wadah tertutup
b/aik dari oksidator kuat di tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas :
Bereaksi dengan surfaktan kationik, menyebabkan hilangnya aktivitas bahkan dalam
konsentrasi terlalu rendah untuk menyebabkan pengendapan. Sodium lauril sulfat tidak
kompatibel dengan garam dari polivalen ion logam, seperti aluminium, timah, seng, dan
endapan dengan garam kalium.
% konsentrasi : 1-2%
Alasan dipilih SLS sebagai agen pembasah karena lebih efektif dalam menurunkan
tegangan permukaan cairan, sehingga lebih mudah menyebar dari tetesan ke permukaan
yang menyebabkan turunnya tegangan antar muka kedua cairan.
7. Metilparaben/Nipagin (C8H8O3)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 441-442, Farmakope Indonesia
Edisi V hal 845)
Pemerian :
Hablur kecil tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau berbau khas
lemah, sedikit rasa terbakar
Kelarutan :
Sukar larut dalam air, dalam benzen dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam
etanol dan dalam eter, praktis tidak larut dalam minyak mineral
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya di tempat yang sejuk dan kering
18
Kegunaan :
Stabilitas :
Larutan aqueous metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf pada 120°C
selama 20 menit, tanpa dekomposisi. Larutan aqueous pada stabil pH 3–6 (dekomposisi
kurang dari 10%) hingga sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sementara larutan aqueous
pada pH 8 atau lebih dapat mengalami hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60
hari penyimpanan di suhu kamar)
Inkompatibilitas :
Aktivitas antimikroba dari methylparaben dan paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80, sebagai hasil dari miselisasi.
Inkompatibel dengan zat lain, seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragacanth,
natrium alginat, minyak atsiri, sorbitol, dan atropine, serta bereaksi dengan berbagai gula
dan alkohol gula terkait. Methylparaben berubah warna dengan adanya besi dan
mengalami hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.
% konsentrasi : 0.02 – 0.3%
8. Propylparaben/Nipasol (C10H12O3)
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 596-597, Farmakope Indonesia
Edisi V hal 1073)
Pemerian :
Sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air mendidih, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter
19
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :
Menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Kemanjuran pengawet menurun
dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif
melawan ragi dan jamur daripada melawan bakteri. Paraben juga lebih aktif melawan
bakteri Gram-positif daripada melawan bakteri Gram-negatif. Aktivitas propylparaben
meningkat Ketika dikombinasikan dengan metilparaben.
Titik didih : 295°C
Titik lebur : 95-98°C
Stabilitas :
Larutan aqueous propylparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa
dekomposisi. Larutan aqueous stabil pada pH 3–6 (dekomposisi kurang dari 10%)
hingga sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sementara larutan pada pH 8 atau lebih dapat
mengalami hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan di suhu
kamar)
Inkompatibilitas :
Aktivitas antimikroba dari propilparaben dan paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, sebagai hasil dari miselisasi. Propilparaben berubah warna
dengan adanya besi dan mengalami hidrolisis oleh basa lemah dan asam kuat.
% konsentrasi : 0.01 – 0.6%
Alasan dipilih nipagin dan nipasol sebagai pengawet karena keduanya dapat
dikombinasikan, dimana kombinasi keduanya dapat memberikan efek pengawet lebih
baik karena penambahan nipagin dapat meningkatkan aktivitas nipaso
20
BAB V. SUSUNAN FORMULASI
5.1. Susunan Formulasi
Konsentrasi Skala Kecil Skala Besar
No Nama Bahan baku Kegunaan
(%) (75 gram) (300 gram)
1 Natrium bikarbonat Bahan aktif 1,6 1,2 g 4,8 g
2 Kalsium karbonat Bahan abrasif 40 30 g 120 g
3 Gliserin Humektan 18 13,5 g 54 g
4 Sorbitol Humektan 10 7,5 g 30 g
5 Peppermint Perasa 4 3g 12 g
6 HPMC Pengikat/Basis 2 1,5 g 6g
7 Sodium lauril sulfat Surfaktan 1 0,75 g 3g
8 Na sakarin Pemanis 0,2 0,15 g 0,6 g
9 Nipagin Pengawet 0,18 0,135 g 0,54 g
10 Nipasol Pengawet 0,02 0,015 g 0,06 g
11 Aquadest Pelarut 23 17,25 ml 69 ml
21
3. Gliserin : 13,5 g x 4 = 54 g
4. Sorbitol : 7,5 g x 4 = 30 g
5. Peppermint :3g x 4 = 12 g
6. HPMC : 1,5 g x 4 =6g
7. Sodium lauril sulfat : 0,75 g x 4 =3g
8. Na Sakarin : 0,15 g x 4 = 0,6 g
9. Nipagin : 0,135 g x 4 = 0,54 g
10. Nipasol : 0,015 g x 4 = 0,06 g
11. Aquadest : 17,25 ml x 4 = 69 ml
22
BAB VI. METODE
6.1 Alat dan Bahan
a. Alat:
- Neraca analitik
- Mortir dan stamper
- Alat-alat gelas
- Waterbath
- pH meter
- Viskometer
- Lempeng kaca
b. Bahan:
- Natrium bikarbonat
- Kalsium karbonat
- Gliserin
- Sorbitol
- Na Sakarin
- Sodium lauril sulfat
- HPMC
- Nipagin
- Nipasol
- Peppermint
- Aquadest
6.2 Prosedur Pembuatan
HPMC dikembangkan dengan cara ditambah air sedikit demi sedikit sambil terus
diaduk hingga terbentuk massa gel, selanjutnya diaduk homogen (Campuran 1)
23
CaCO3 digerus terlebih dahulu dan ditambah campuran nipagin dan nipasol dalam
gliserin, ditambahkan sorbitol dan diaduk homogen (campuran 2)
Di campurkan larutan Na Sakarin, SLS dan natrium bikarbonat dengan sisa air
(campuran 3)
24
6.3 Evaluasi Sediaan Pasta
1. Uji organoleptis
Uji ini dilakukan dengan melakukan pengamatan sediaan pasta secara kualitatif yang
meliputi:
- Warna
- Rasa
- Bau
- Bentuk sediaan
2. Uji Homogenitas
3. Uji viskositas
4. Uji pH
pH meter yang telah dikalibrasi, dimasukkan dalam beaker glass yang telah berisi
campuran pasta
25
5. Uji busa
Amati busa yang terjadi selama 30 menit untuk melihat kestabilan busanya
Pasta sebanyak 1 gram diletakkan pada lempeng kaca berskala, lalu diatasnya
ditutup lempeng kaca dan diberi beban 5 gram lalu diamkan
Beban ditambah dengan beban 5 gram tiap 2 menit, hingga pasta tidak dapat
melebar lagi diameter sebarnya
26
6.4 Kemasan
Kemasan Tube
27
Kemasan Box
28
BAB VII. HASIL DAN PEMBAHASAN
7.1. Formula
Komposisi 20 g (skala 200 g (skala
No. Bahan Fungsi
(%) kecil) besar)
1 CaCo3 Bahan abrasive 40 8 80
2 CMC Na Gelling agent 1 0,2 2
3 Gliserin Humektan 25 5 50
4 Na Lauril Sulfat Surfaktan 1 0,2 2
5 Na Sakarin Pemanis 0,2 0,04 0,4
6 Na Benzoat Pengawet 0,1 0,02 0,2
7 Minyak Cengkeh Bahan aktif 0,2 0,04 0,4
8 Peppermint oil Flavoring agent 0,1 0,02 0,2
9 Aquades Pembawa qs qs qs
Alasan pemilihan bahan Na-CMC sebagai gelling agent adalah karena Na-CMC
termasuk turunan selulosa yang mudah mengembang dalam air panas dan
membentuk cairan jernih yang bersifat netral. Na-CMC juga memiliki stabilitas yang
baik pada saat suasana asam dan basa.
Alasan pemilihan bahan gliserin sebagai humektan, karena gliserin lebih efektif
dalam mencegah terjadinya pengeringan dan pengerasan pasta, serta dapat
melindungi komponen-komponen yang terikat kuat di dalam bahan yang belum
mengalami kerusakan termasuk kadar air, kadar lemak, dan komponen lain.
Alasan pemilihan bahan kalsium karbonat sebagai bahan abrasive karena lebih
efektif dalam menurunkan pewarnaan gigi serta pembentukan pewarnaan pada
gigi. Hal ini karena kalsium karbonat merupakan bahan abrasif yang bersifat unik.
Bentuk partikel kalsium karbonat yang datar, bertepi tajam, dan tipis menyebabkan
partikelnya menjadi lebih mudah tumpul dan hancur menjadi partikel halus
sehingga dapat menghilangkan pewarnaan pada gigi.
Alasan pemilihan bahan SLS sebagai surfaktan karena lebih efektif dalam
menurunkan tegangan permukaan cairan, sehingga lebih mudah menyebar dari
tetesan ke permukaan yang menyebabkan turunnya tegangan antar muka kedua
cairan.
Alasan pemilihan bahan Na sakarin sebagai pemanis karena rasa Na sakarin 300-
600 kali lebih manis dan sangat mudah larut dalam air, memiliki warna putih
sehingga tidak mempengaruhi warna sediaan. Selain itu cocok digunakan sebagai
29
pemanis intens dalam formulasi farmasi seperti tablet, gel, suspensi, cairan, pasta
dan obat kumur.
Alasan pemilihan bahan Na benzoat sebagai pengawet karena dapat menahan
bakteri dan jamur dalam kondisi asam. Sehingga dapat menghambat pertumbuhan
dan kelangsungan hidup mikro-organisme.
Alasan pemilihan bahan oleum caryophylli (minyak cengkeh) sebagai bahan aktif
karena mengandung zat antiseptik yang dapat membunuh kuman dalam lubang gigi
manusia. Selain itu mengandung antimikroba, antijamur, antivirus, serta afrodisiak.
Alasan pemilihan bahan oleum menthae piperitae (minyak peppermint) sebagai
flavoring agent karena dapat memberikan rasa mint dan menghasilkan sensasi
dingin, sehingga nafas menjadi lebih segar.
Alasan pemilihan aquades sebagai zat pembawa karena aquadest banyak
digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut dalam pengolahan, formulasi
dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) , zat pembawa, dan
reagen analitik ( HPE 6th Edition, halaman 766). Aquadest secara kimiawi stabil di
semua keadaan fisik (es, cair, dan uap air). Air merupakan cairan yang memiliki pH
netral, tidak berwarna atau bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa atau
hambar. Aquadest banyak digunakan pada formulasi sediaan farmasi karena
sifatnya yang aman, sehingga tidak menimbulkan efek toksik. Aquadest tidak
mengurangi atau menambahkan aktivitas suatu bahan. Sehingga, aktivitas bahan
lainnya tidak akan terganggu dengan adanya penambahan aquadest.
7.2. Prosedur Pembuatan
Pada video terdapat 2 proses pembuatan pasta gigi yaitu pembuatan pasta gigi
pada skala kecil dan skala besar. Pada tahap pertama pembuatan skala kecil, dilakukan
penimbangan bahan aktif dan bahan-bahan tambahan lainnya. Penimbangan untuk
bahan- bahan aktif dan tambahan sebagai berikut CMC Na (gelling agent) : 0,2g ; Gliserin
(Humectant) : 5g ; Na Lauril Sulfat(surfaktan) : 0,2 g ; Na sakarin (pemanis) : 0,04 g ; Na
Benzoat (pengawet) : 0,02 g ; minyak cengkeh (bahan aktif) : 0,04 g ; CaCO3 (bahan
abrasif) : 8g ; Peppermint oil (flavoring agent) : 0,02 g ; dan aquades (pembawa).
Kemudian, CMC Na sebagai gelling agent dikembangkan dalam air panas 20x bobotnya.
Pada pencampuran CMC Na secara umum, supaya terbentuk gelling agent adalah ditabur
pada air panas sebanyak 20x bobotnya dan didiamkan 15 menit. Pada video praktikum
tidak didiamkan dahulu karena CMC Na yang digunakan pada video adalah jenis produk
yang lebih canggih dan terbaru dimana tidak perlu didiamkan terlebih dahulu karena
30
sudah dapat mengembang dengan baik. Setelah itu, Na Sakarin dan Na Benzoat dilarutkan
dalam aquadest. Kemudian Na Lauril Sulfat (SLS) dimasukkan, lalu diaduk pelan sampai
larut. Pada proses pengadukan Na Lauril Sulfat tidak dilakukan pengadukan dengan cepat
karena untuk menghindari hasil pasta yang bulky (berbuih voluminous) yang membuat
sediaan pasta gigi tidak stabil dalam penyimpanan. Kemudian, dimasukkan gliserin ke
dalam campuran Na Sakarin-Na Benzoat-Na Lauril Sulfat, lalu diaduk hingga homogen.
Setelah itu, CaCO3 yang sudah dihaluskan ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam CMC
Na. Namun, sebelum ditambahkan ke dalam CMC Na, dalam pembuatan skala kecil CaCO3
perlu dioven terlebih dahulu. Menurut HPE halaman 91, kalsium karbonat stabil dan harus
disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat yang sejuk dan kering. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ketika kalsium karbonat dalam penyimpanannya tidak tertutup
rapat, maka akan ada kemungkinan penyerapan kelembapan. Sehingga, dalam
pembuatan skala kecil sebaiknya kalsium karbonat dioven terlebih dahulu sebelum
dihaluskan. Kemudian, ditambahkan campuran gliserin, Na Benzoat, Na Sakarin, SLS, dan
aquadest diaduk hingga homogen. Apabila sudah homogen, dimasukkan minyak
peppermint dan minyak cengkeh lalu diaduk hingga homogen.
Pada pembuatan pasta gigi skala besar, tahap pertama yang dilakukan yaitu
penimbangan bahan aktif dan bahan-bahan tambahan lainnya. Penimbangan untuk
bahan- bahan aktif dan tambahan sebagai berikut CMC Na (gelling agent) : 2g ; Gliserin
(Humectant) : 50 g ; Na Lauril Sulfat(surfaktan) : 2 g ; Na sakarin (pemanis) : 0,4 g ; Na
Benzoat (pengawet) : 0,2 g ; minyak cengkeh (bahan aktif) : 0,4 g ; CaCO3 (bahan abrasif) :
80 g ; Peppermint oil (flavoring agent) : 0,2 g ; dan aquades (pembawa). Tahap selanjutnya
yaitu dilakukan pengembangan CMC Na. Setelah CMC Na dikembangkan, lalu dilakukan
penambahan Na Benzoat langsung ke dalam mortir tanpa dilarutkan ke dalam campuran
Na sakarin, gliserin, dan aquadest. Setelah itu, ditambahkan juga Na Sakarin ke dalam
mortir. Hal ini berbeda dengan tahap pencampuran pada skala kecil. Pada dasarnya teknik
pencampuran pasta bersifat lebih bebas karena yang diharapkan adalah sediaan
bercampur dan homogen sehingga pencampurannya dapat dilakukan tidak urut antara Na
Benzoat, Na sakarin, dan bahan-bahan lainnya sehingga tidak masalah jika Na sakarin dan
Na benzoat akan dilarutkan dahulu dengan gliserin dan aquadest atau langsung dicampur
dalam bentuk serbuk. Prinsip akhir dari pencampuran pasta adalah semua bahan
dicampurkan sampai homogen dengan harapan tidak terbentuk busa yang cukup
voluminous. Kemudian, ditambahkan CaCO3 sedikit demi sedikit dan digerus hingga
homogen. Namun sebelum itu, dalam pembuatan skala besar, kalsium karbonat perlu
diayak terlebih dahulu untuk mengatasi adanya penggumpalan karena penyerapan
31
kelembaban. Namun pada skala lab pembuatannya dalam jumlah sedikit, sehingga tidak
perlu diayak karena dengan jumlah yang sedikit tersebut masih tidak terlihat apakah ada
gumpalan atau tidak dan jika terdapat gumpalan masih dapat diatasi dengan
penggerusan. Kemudian jika sudah homogen, dimasukkan minyak peppermint dan minyak
cengkeh. Setelah itu, ditambahkan gliserin dan sisa aquadest dan digerus hingga
homogen. Kemudian pada tahap akhir, ditambahkan Na Lauril Sulfat (SLS). Pada
pembuatan skala besar, Na lauril sulfat ditambahkan pada proses akhir dan tanpa
dilarutkan dengan aquadest. Hal ini dilakukan karena ketika SLS dicampur dengan air dan
dilakukan dengan sistem pengadukan yang cepat maka akan menghasilkan pasta yang
bulky (berbuih voluminous) yang membuat sediaan pasta gigi tidak stabil dalam
penyimpanan sehingga ditambah di akhir dan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.
7.3. Evaluasi Sediaan
Uji evaluasi pada pasta gigi yang harus dilakukan antara lain adalah: uji organoleptis,
uji homogenitas, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar, uji moisture content, uji tinggi busa,
uji ekstrudability, uji abrasive, dan uji stabilitas. Pada praktikum kali ini hanya dilakukan 7
uji, tidak dilakukan uji abrasive dan untuk uji ekstrudability tidak dilakukan karena
keterbatasan alat yang tersedia sedangkan untuk uji stabilitas tidak dilakukan karena
keterbatasan waktu pada uji ini memerlukan waktu yang relatif lama. Berikut
pembahasan uji evaluasi pada sediaan pasta gigi:
a. Uji pH
Prinsipnya gigi tidak sama dengan kulit. Pada kulit bisa menyebabkan
iritasi jika pHnya diluar 4,5 - 6,5. Pada gigi prinsipnya jika sediaan terlalu asam,
akan mempengaruhi email gigi, bisa merusak atau mengikis email gigi.
Menurut SNI 8861:2020 mengenai sediaan pasta gigi, syarat pH pasta gigi
dewasa adalah 6-10. Jadi diperbolehkan jika pH pasta gigi terlalu basa, asalkan
tidak terlalu basa kuat (pH hingga 10 diperbolehkan). Prinsip pengujian pH
menurut SNI 8861:2020 yaitu metode pengukuran pH secara elektrometri
berdasarkan aktivitas ion hidrogen dengan menggunakan metode pengukuran
secara potentiometri pada suhu 25 oC. Prosedur kerjanya adalah ditimbang (5
± 0,05) g sampel dan dipindahkan ke dalam gelas piala 250 mL. Dilarutkan
dengan 100 mL air suling dan dihomogenkan. Dikondisikan larutan untuk
mencapai kesetimbangan pada suhu (23 ± 2,0) oC. Kemudian diukur dengan
alat pH meter. Pada pengujian ini digunakan larutan standar Buffer pH 4, 7 dan
10. Pada hasil praktikum, uji pH menunjukkan pH 8 sehingga memenuhi
32
persyaratan. Dapat dikatakan bahwa sediaan pasta gigi sudah baik dalam segi
pH
b. Uji Organoleptis
Uji ini dilakukan dengan melakukan pengamatan sediaan pasta secara
kualitatif yang meliputi warna, rasa, bau, dan bentuk sediaan. Sediaan pasta
homogen (tidak terlihat adanya gelembung udara, gumpalan, dan partikel
yang terpisah) dan tetap stabil dari segi konsistensi, warna , rasa, dan bau
selama waktu penyimpanan.
c. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah partikel
sudah terdispersi secara homogen pada medium pendispersi atau belum serta
menganalisis tingkat atau perubahan homogenitas pada sediaan pasta gigi
yang mungkin terjadi karena beberapa faktor. Misalnya faktor penyimpanan
selama berminggu-minggu dan human error, misalnya kurang halus dalam
mengayak butiran dan kurangnya pengadukan. Indikator pasta gigi yang
homogen apabila tidak terdapat butiran kasar diatas gelas obyek. Cara
pengujiannya yaitu sediaan pasta dioleskan pada kaca transparan atau object
glass lalu diamati homogenitas sediaan, jika tidak ada partikel yang berbentuk
butiran kasar atau partikel yang saling bergabung maka sediaan dikatakan
homogen. Pada praktikum terlihat bahwa hasil dari uji homogenitas
menunjukkan bahwa pada object glass tidak terdapat butiran kasar sehingga
dapat dikatakan sediaan sudah homogen.
d. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar adalah pengujian yang berguna untuk mengetahui
seberapa besar sebaran pasta jika diaplikasikan pada sikat gigi. Kemampuan
menyebar adalah karakteristik penting dalam formulasi karena mempengaruhi
transfer bahan aktif pada daerah target dengan dosis yang tepat, kemudahan
penggunaan, tekanan yang diperlukan agar dapat keluar dari kemasan, dan
penerimaan oleh konsumen. Standar untuk uji daya sebar adalah 5-7 cm
(Husnul Warnida dkk, 2016). Uji daya sebar dilakukan dengan mengoleskan
pasta gigi sebesar 1 gram pada kaca lalu menutupnya lagi dengan kaca
transparan selanjutnya diberi beban seberat 200 g, lalu mengukur diameter
olesan. Pada praktikum didapatkan hasil untuk diameter daya sebar 4 cm. Hal
ini menunjukkan bahwa uji daya sebar pada sediaan pasta gigi telah
memenuhi persyaratan karena masuk dalam rentang yang ditentukan.
33
e. Uji Viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari suatu
sediaan pasta gigi. Viskositas merupakan suatu parameter yang
menggambarkan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin
besar tahanannya, maka viskositas juga akan semakin besar. Standar viskositas
sediaan pasta gigi, yaitu 200-500 dPas (Yuliastri dkk, 2019). Caranya dengan
Memasukkan sampel ke dalam beaker glass. Dipilih spindel yang cocok, dalam
hal ini adalah spindle nomor 2. Dimasukkan spindel dalam sediaan pasta.
Dinyalakan viscometer hingga menunjukkan viskositas tertentu. Pada
praktikum didapatkan hasil uji viskositas sediaan pasta gigi yaitu 320 dPas. Hal
ini menunjukkan bahwa uji viskositas sediaan pasta gigi memenuhi
persyaratan.
f. Uji moisture content
Uji moisture content adalah uji untuk mengukur kadar air dalam
sediaan pasta gigi, uji ini dilakukan dengan cara 10 gram pasta gigi dimasukkan
alat uji dan ditunggu sampai ada bunyi, hasil kadar air pasta gigi yang dibuat
pada praktikum adalah 13,10. Nilai kadar air mempengaruhi kandungan fosfat,
semakin tinggi kadar air semakin tinggi pula kadar fosfat dalam sediaan pasta
gigi (Lestari, D., dkk., 2010). Selain itu kadar air pada pasta gigi mempengaruhi
homogenitas jika semakin tinggi kadar air maka akan lebih mudah melarutkan
bahan sehingga tidak ada yang menggumpal dan sediaan menjadi homogen
(Qomariah, R, 2017). Tetapi kadar air dalam sediaan pasta gigi juga tidak boleh
terlalu tinggi karena akan berpengaruh pada viskositas sediaan.
g. Uji tinggi busa
Uji tinggi busa dugunakan untuk menunjukan kemampuan surfaktan
untuk menghasilkan busa. Pada praktikum kali ini menggunakan surfaktan
natrium lauril sulfat. Pada evaluasi ini digunakan air untuk mengentahui
banyaknya busa yang dihasilkan pada sediian pasta gigi tersebut (Zakiah, I.,
dkk., 2016). Hasil uji tinggi busa sediaan memiliki volume 45 ml, hal ini
menunjukkan bahwa surfaktan bekerja dengan baik dalam menghasilkan busa.
Untuk syarat atau standar tinggi busa yang memenuhi syarat yaitu maksimal
15 mm (sediaan dipasaran) (Marlina, D., dkk., 2017). Hasil uji tidak diketahui
dalam satuan mm melainkan ml jadi tidak bisa ditentukan tinggi busa
memenuhi standar atau tidak
h. Uji ekstrudability
34
Extrudabulity adalah suatu gaya yang dibutuhkan untuk mendorong
pasta gigi hingga dapat keluar dari tube (Robby, 2011). Uji ekstrudability
dilakukan dengan cara memasukkan pasta gigi ke dalam tube kemudian
ditekan kuat dengan alat sehingga isi dari tube bisa keluar. Semakin banyak isi
yang keluar maka kualitasnya semakin bagus.
i. Uji abrasive
Uji ini dilakukan dengan cara pasta gigi seukuran kacang polong
diletakkan pada kaca objek mikroskop bersih dan ditambahkan setetes air
suling. Kapas bersih dioleskan pada sampel pasta gigi dengan gerakan maju
mundur sebanyak 30 kali dengan sapuan pendek. Preparat dibuat dengan hati-
hati dibilas dan dikeringkan dengan tisu lembut. Preparat yang sudah dibuat
diperiksa di bawah mikroskop. Jumlah goresan pada permukaan slide
ditentukan dan diberi peringkat pada skala 0 (tidak ada goresan) sampai 5
(tingkat goresan tinggi). Beberapa penelitian yang mengevaluasi hubungan
antara potensi abrasif pasta gigi dan perubahan pada email menunjukkan
bahwa semakin kecil potensi abrasif pasta gigi, semakin sedikit pula kerusakan
email. Namun, semakin tinggi potensi abrasif semakin baik pula penghilangan
noda (Ogboji, J., et al., 2018)
j. Uji stabilitas
Nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu
yang singkat dapat diperoleh dengan melakukan uji stabilitas dipercepat.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan
dalam waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sediaan sampel pada
kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasa
terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian suatu sediaan pada uji
dipercepat selama tiga bulan diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan
bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun
(Setiawan, Tri., 2010).
Pengujian yang dilakukan pada uji dipercepat antara lain (Setiawan, Tri., 2010):
Suhu yang dinaikkan
Setiap kenaikan suhu 10°C akan mempercepat reaksi dua sampai tiga
kalinya, namun secara praktis cara ini agak terbatas karena
kenyataannya perubahan yang terjadi pada suhu yang jauh diatas
normal seperti pemisahan fase dan kerusakan fisik sediaan jarang
terjadi pada suhu normal.
35
Kelembaban yang dinaikkan
Umumnya uji ini dilakukan untuk menguji produk dan kemasannya.
Jika terjadi perubahan pada produk dalam kemasannya karena
pengaruh kelembaban, maka hal ini menandakan bahwa kemasannya
tidak memberikan perlindungan yang cukup dari atmosfer
Cycling test
Tujuan dari uji ini adalah sebagai simulasi adanya perubahan suhu
setiap tahun bahkan setiap harinya. Oleh karena itu, pada uji ini
dilakukan pada suhu atau kelembaban pada interval waktu tertentu
sehingga produk dalam kemasannya akan mengalami stres yang
bervariasi daripada stres statis. Misalnya dengan menyimpan sediaan
pada suhu 4°C selama 24 jam lalu menyimpannya pada suhu 40°C
selama 24 jam, waktu penyimpanan pada dua suhu yang berbeda
tersebut dianggap sebagai satu siklus dan dilakukan sebanyak 6 siklus
(selama 12 hari). Perlakuan selama 12 hari tersebut akan
menghasilkan stres yang lebih tinggi dari pada menyimpan pada suhu
4°C atau 40°C saja.
Centrifugal test
Tujuan dilakukan centrifugal test adalah untuk mengetahui terjadinya
pemisahan fase daei sediaan pasta. Sampel disentrifugasi pada
kecepatan 3750 rpm selama 5 jam atau 5000-10000 rpm selama 30
menit. Hal ini dilakukan karena perlakuan tersebut sama dengan
besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap penyimpanan pasta selama
setahun.
36
KESIMPULAN
Dalam pembuatan pasta gigi, formula dasar yang dapat digunakan yaitu bahan aktif,
bahan abrasive, gelling agent, surfaktan, pengawet, humektan, flavoring agent, pemanis, dan
pembawa. Pemilihan bahan-bahan tersebut disesuaikan dengan interaksi antarbahan atau
stabilitasnya dan kebutuhan dari pasien. Uji yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi suatu
sediaan pasta gigi diantaranya uji organoleptis, uji homogenitas, uji abrasive, uji daya sebar, uji
pH, uji moisture content, uji viskositas, uji tinggi busa, uji ekstrudabilitas, dan uji stabilitas.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil untuk uji organoleptis sediaan yaitu warna
putih, bau peppermint, konsistensi kental, rasa segar sedikit manis dan hasil uji homogenitas
yaitu sediaan sudah homogen. Untuk hasil dari uji pH yaitu 8, uji viskositas 320 dPas, daya
sebar 4 cm, %MC 13,10, uji busa 45 ml. Nilai-nilai yang didapatkan pada masing-masing uji
tersebut telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga dapat dikatakan bahwa
sediaan pasta gigi yang dibuat sudah baik dan memenuhi spesifikasi.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
Marlina, D., dkk. 2017. Formulasi Pasta Gigi Gel Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis)
Dengannatrium CMC Sebagai Gelling Agentdan Uji Kestabilan Fisiknya, JPP (Jurnal
KesehatanPalembang). Volume 12 No. 1.
Ogboji, J.et al. 2018. Formulation, Physicochemical Evaluation and Antimicrobial Activity of
Green Toothpaste on Streptococcus Mutans. International Journal of Advanced
Chemistry, Vol. 6, No.1.
Pubchem. 2020. Sodium Monofluorophosphate. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound
/Sodium-monofluorophosphate [online]. Diakses pada 14 November 2020
Pubchem. 2020. Sodium flouride. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Sodium-
flouride [online]. Diakses pada 15 November 2020
Qomariah, R. 2017. Formulasi Pasta Gigi Ekstrak Etanol Bunga Turi (Sesbania grandiflora L.)
dengan Basis Natrium Karboksi Metil Selulosa dan Aktivitas Terhadap Bakteri
Streptococcus mutans, [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Robby Benidictus, (2011). Pengaruh Penambahan Sodium Carboxymethylcelluloce (Cmc Na)
10% Sebagai Gelilling agent, Gliserol dan Sorbitol Sebagai Humectant Terhadap Sifat
Fisis Basis Sediaan Gel Toothpaste: Aplikasi Desain Faktorial. [Skripsi]. Yogyakarta:
Universitas Dharma.
Sandi, Eka Oktyo. 2012. Perbedaan Penggunaan Bahan Pengikat Na-CMC dan HPMC terhadap
Sifat Fisik, Kimia dan Uji Hedonik Sediaan Pasta Gigi Enzim Papain Papaya (Carica
papaya L.). Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Setiawan, Tri. 2010. Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai Spf Krim Tabir Surya yang
Mengandung Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis L.), Oktil Metoksisinamat Dan
Titanium Dioksida [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Susanto, Agus., Ina Hendiani., dan Mutiara Siti Fatimah. 2018. Efek pasta gigi kalsium karbonat
dan hydrated silica terhadap pewarnaan gigi perokok. Laporan penelitian: 36
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Six Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Tantiningrum, Sumeita. 2019. Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Gel Ekstrak Daun Kemangi
(Ocimum bacilicum L.). Jurnal Farmasindo Politeknik Indonusa Surakarta. 3(1): 3
Yuliastri, Wa Ode, dkk. 2019. Formulasi Pasta Gigi Herbal Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus
altilis) Dan Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap bakteri Streptococcus mutans. Jurnal
Mandala Pharmacon Indonesia. 5(1): 10-14.
Zakiah, I., dkk.2016. Formulasi Sediaan Pasta Gigi yang Mengandung Minyak Serai Wangi
(Cymbopogon winterianus jowitt) sebagai Anti Plak dan Karies Gigi Serta Uji Aktivitas
terhadap Streptococcus mutans. Prosiding Farmasi. Volume 2, No.2.
39