Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Farmasi fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat fisikokimia molekul
obat, kinetika dan orde reaksi, kelarutan dan faktor yang mempengaruhinya, difusi dan
disolusi, stabilitas, sistem dispersi (koloid, emulsi, dispersi padat), mikromeritik, viskositas
dan rheologi, emulsifikasi, serta fenomena antar permukaan dan penentuan tegangan
permukaan yang banyak dijumpai dalam bidang kefarmasian (Moechtar, 1990).
Salah satu materi dalam farmasi fisika adalah emulsifikasi. Emulsifikasi merupakan
proses terbentuknya emulsi,dimana emulsi adalah sediaan berupa campuran terdiri dari dua
fase cairan dalam system dispers; fase cair yang satu terdispersi sangat halus dan merata
dalam fase cairan lainnya; umumnya dimantapkan oleh zat pengemulsi (Depkes RI, 1978).
Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak sediaan farmasi yang berupa emulsi,
sebab eulsi memiliki banyak kelebihan diantaranya dapat menyatukan 2 fase berbeda,
mengurangi rasa pahit dari zat aktif obat, dan tentunya mempercepat absorbs secara oral
dalam tubuh (Jufri. M, 2004).
Dalam pembuatan emulsi pemilihan emulgator sangat penting, karena mempengaruhi
mutu dan kestabilan suatu emulsi. Salah satu emulgator yang banyak digunakan adalah
surfaktan. Mekanisme kerja emulgator semacam ini berdasar atas kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan monomolekuler
pada permukaan globul fase terdispersi. Disamping itu juga HLB butuh minyak juga perlu
kita ketahui. (Rowe,R.C, 2009).
Setelah mengetahui pentingnya mempelajari emulsifikasi, maka perludilakukanlah
percobaan ini, untuk menguji dan menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam
pembuatan emulsi, mengevaluasi ketidakstabilan emulsi, mengamati laju peisahan,volume
sedimentasi, waktu redispersi serta penentuan tipe emulsi.
II.2. Maksud dan Tujuan
II.2.1. Maksud
Mengetahui dan memahami kestabilan dari suatu sediaan emulsi serta tipe-tipe
emulsi.
II.2.2. Tujuan
Untuk mengetahui formulasi sediaan emulsi serta menguji kestabilan emulsi melalui
uji volume sedimentasi laju pemisahan dan tipe suatu emulsi.
II.3. Prinsip Percobaan
Pembuatan emulsifikasi menggunakan parafin cair dengan span 80 sebagai fase
minyak, serta air dan tween 80 sebagai fase air dengan adanya uji laju pemisahan, volume
sedimentasi, uji redispersi dan penentuan tipe emulsi dengan adanya penambahan metylen
blue.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Dasar Teori
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung
paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didispersikan
sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat stabil dengan dengan adanya suatu zat

1.

2.
a.
b.

3.

pengemulsi.Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1 m,


walaupun partikel terkecil 0,01 m dan sebesar 100m bukan tidak biasa dalam beberapa
sediaan (Martin, A. 1990).
Tipe emulsi, salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai
contoh : air ), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh : minyak ). Bila fase
minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air, sistem tersebut dikenal
sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase minyak bertindak sebagai fase
kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi obat untuk
pemberian oral biasanya dari tipe o/w dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi
o/w. Zat pengemulsi tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat
nonionik, akasia, (gom), tragacanth, dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang
dipergunakan termasuk tipe o/w. Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa saus salad
merupakan emulsi tipe w/o (Lachman, L. 1994).
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori yang melihat
proses terjadinya emulsi dari sudut pandan yang berbeda. Teori tersebut diantaanya :
Teori tegangan permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang di sebut daya
kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik-menarik antara molekul-molekul yang
tidak sejenis, yang disebut daya adesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada
permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan Tegangan
permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya terjadinya perbedaan
tegangan budan batab 2 cairan yang tidak dapat bercampur( immiscisble liquid). Tegangan
yang terjadi antar dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas (interfacial tension).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin
sulitnya kedua zat tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang
dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan
bahwa peambahan emulgator akan menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi pada
bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur(Tungadi, R.
2014).
Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi2 kelompok yakni :
Kelompok hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
Kelompok lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang disenanginya. Kelompok
hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil kedalam minyak. Dengan demikian emulgator
seolah-oleh menjadi tali pengikat antara air dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut
akan membuat suatu keseimbangan. Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan
yang bersarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah HLB (hydrophyl
lipophyl balance) yaitu angka yang menunjukan perbandingan antara kelompok lipofil dan
kelompok hidrofil. Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka
pada air, itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian
sebaliknya(Rowe. R 2009).
Teori interfacial film

III
len blue

a.
b.
c.
4.

a.
b.
c.

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan di serap pada batas antara air dan minyak,
sehingga terbentuk lapisan fil yang akan membungkus partikel fase dispersi. Dengan
terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dipersi menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas
maksimum pada emulsi,syarat emulgator yang di pakai adalah :
Dapat membuat lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk menutup semua
permukaan partikel fase dispersi
Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi
Dapat membentuk lapisan film denhan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel
denhan segera
Teori electrik double layer (lapisan listrik rangkap)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan
permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunya
muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap
partikel minyak dilindungu oleh 2 batan glapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng
tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyekubungi
setiap partikel minyak mempunya susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama
partikelakan tolak-menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik
disebabkan oleh sala satu dari ketiga cara dibawah ini :
Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
Terjadinnya absorbsi ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya

Jenis emulgator
a. Produk alam, karakternya pada permukaan adalah film multimolekuler.
b. Zat padat terbagi halus, karakternya pada permukaan adalah solipart.
c. Surfaktan (anionik, kationik, ionik), semuanya ataupun pada imimnya surfaktan mempunyai
harga HLB yang di tetapkan antara 3-6 meghasilkan emulsi A/M, HKB antara 8-18
menghasilkan emulsi M/A.
Kegunaan suatu emulgator ditinjau dari harga HLBnya sebagai berikut (Syamsuni, 2006) :
Harga HLB
Kegunaan
13
Anti foaming agent
46
Emulgator tipe w/o
79
Bahan pembasah (wetting agent)
8 18
Emulgator tipe o/w
13 15
Detergent
10 18
Kelarutan (solubilizing agent)
Sistem HLB adalah metode untuk menentukan HLB-butuh suatu bahan dengan
menggunakan berbagai bahan pengemulsi standar dengan nilai HLB tertentu sebagai alat
bantu
Cara menentukan tipe emulsi :
a. Metode zat warna
Kedalam emulsi ditambahkan zat warna tertentu, yang larut dalam air atau minyak.
: Zat warna merah yang larut dalam minyak tetapi tidak larut dalam air.
: Zat biru yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam minyak

b. Metode electrical conductivity


Metode ini berdasarkan bahwa air dapat menghantarkan arus listrik sedangkan minyak
tidak dapat menghantarkan arus listrik.

c. Metode pengenceran fase


Setetes emulsi dilihat pada mikroskop dan ditetesi air, bila segera terencerkan makan
tipe emulsi adalah M/A dan jika tidak terencerkan maka tipe emulsi adalah A/M.
Ketidakstabilan emulsi :
a. Floktulasi dan creaming, pemisahan emulsi menjadi beberapa lapisan cairan, masing masing
lapisan menjadi fase dispersi yang berbeda.
b. Cracking atau breaking, merupakan pecahnya emulsi, dan bersifat irreversible.
c. Infersi fase, berubahnya tipe emulsi minyak dalam air menjadi air dalam minyak atau
sebaliknya.

Gambar Ketidakstabilan Emulsi


A. HLB
Tipe suatu emulsi yang dihasilkan bergantung pada sifat emulgator (zat pengemulsi)
yang digunakan dalam suatu formula . karakteristik ini dikenal sebagai Hidrophile
Lipophile Balance (HLB). Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu
bagian hidrofilik dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam
mempengaruhi dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. suatu metode
telah dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat digolongkan susunan
kimianya sebagai keseimbangan HLB nya. Dengan metode ini setiap zat mempunyai harga
HLB atau angka yang menunjukan polaritas dari zat tersebut. Walaupun angka tersebut telah
ditentukan sampai kira-kira 40, kisar lazimnya antara 1 dan 20. Bahan-bahan yang sangat
polar atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan
nlebih lipofilik. umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan
antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air-dalam-minhyak. Sedangkan zat-zat yang
mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air. tipe
aktivitas yang diharapkan dari surfaktan dengan harga HLB yang telah ditetapkan terdapat
dalam tabel berikut (Martin, Alfred, 1994) :
AKTIVITAS
HLB
ANTIBUSA
1 SAMPAI 3
PENGEMULSI (W/O)
3 SAMPAI 6
ZAT PEMBASAH

7 SAMPAI 9

PENGEMULSI (O/W)
PELARUT
DETERGEN

8 SAMPAI 18
15 SAMPAI 20
13 SAMPAI 15

B. Stabilitas Emulsi
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika (Anief, M. 2007):
a. Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari
bulatan-bulatan,
b. Jika bulatan-bulatan atau agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi
tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan
c. jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu
lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan hasil dari
bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam disamping itu suatu emulsi mungkin sangat
dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisika dan kimia
lainnya (Anief, M. 2007).
Agregasi atau penggabungan. Agregat dari bulatan fase dalam mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi
daripada partikel-partikelnya sendiri. Terjadinya bulatan-bulatan seperti itu disebut
creaming dari emulsi tersebut dan apabila tidak terjadi penggabungan maka akan
merupakan proses yang bolak-balik. Kerusakan yang lebih besar daripada creaming pada
suatu emulsi adalah penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase tersebut
menjadi suatu lapisan. Pemisahan fase dalam dari emulsi tersebut disebut pemecahan
(breaking) emulsi dan emulsinya disebut pecah atau retak (cracked). Hal ini bersifat
reversibel karena lapisan lapisan pelindung di sekitar bulatan-bulatan fase terdispersi tidak
ada lagi. Usaha untuk menstabilkan kembali emulsi tersebut dengan pengocokan, dari dua
lapisan yang memisah umumnya gagal. Biasanya diperlukan zat pengemulsi tambahan dan
pemrosesan kembali dengan mesin yang sesuai untuk dapat memproduksi emulsi kembali.
Umumnya harus berhati-hati guna melindungi emulsi terhadap efek dingin dan panas .
Apabila terjadi pembekuan kemudian mencair, emulsi akan menjadi kasar dan kadangkadang pecah. Panas yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang sama.
II.2. Uraian Bahan
1. Air suling (Dirjen POM : 1979)
Nama Resmi
: Aqua destillata
Nama Lain
: Aquades, air suling
RM\BM
: H2O\18,02
Rumus Molekul
: H
H
O
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
Penggunaan
: Sebagai fasa cair
2.

Alkohol(Dirjen POM : 1979)


Nama Resmi
: Aethanolum
Nama Lain
: Etanol, alcohol
RM/BM
: C2H6O / 46,07
RS

an

Pemerian
: Cairantakberwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p, dan dalameter p.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Untuk mensterilkan alat
3. Span 80 (Dirjen POM : 1979)
Nama Resmi
: Sorbotin Monooleat
Nama lain
: Span 80
Rumus Molekul
:

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak


: Praktis tidak larut, tetapi terdispersi dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, seidikit larut
dalam minyak kapas.
Peyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai emulgator tipe minyak
HLB butuh
: 4,3
4. Tween 80 (Dirjen POM : 1979)
Nama Resmi
Nama lain
RM/BM
Rumus Molekul

: Polyoxyethyllene sorbitan monooleate


: Tween 20
: C32H60O10 / 1310 g/mol
:

: Cairan kentalseperti minyak, jernih kuning, bau karakteristik dari asam lemak
: Mudah larut dalam air, dalam etanol 95 % P, dalam etanol P, sukar larut dalam parafin cair P
dan dalam minyak biji kapas P.
Peyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai emulgator tipe air
HLB butuh
: 15,0
5. Parafin (Dirjen POM : 1979)
Nama Resmi
: Paraffinum Liquidum
Nama lain
: Parafin cair
Rumus Molekul
:

: Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi, tidak berwarna, hampr tidak berbau, hampir
tidak berasa.
: Tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan
: Sebagai fase minyak

mpat

6.

MetilenBiru (Dirjen POM : 1979)


NamaResmi
: MethylthioniniChloridum
Nama lain
: Birumetilen, Metilenbiru
RM/BM
: C16H18CIN3S.2H2O / 372,90
Rumus Molekul
:

: Serbuk hablur mengkilat seperti logam atau suram kehijauan tua atau serbuk warna coklat,
hamper tidak berbau, dan higroskopik
: Larutdalam 40 bagian air, dalam 110 bagianetanoldandalam 450 kloroform P.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Lautan uji tipe emulsi
II.3. Prosedur Kerja
Buatlah suatu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing masing 5,6,7,10,11, dan
12.Kemudiantimbang masing masing minyak, air, tween dan span sejumlah yang
dibutuhkan, campukan minyak dengan span, campurkan air dengan tween, panaskan
keduanya diatas tangas air bersuhu 600. Setelah itu tambahkan campuran minyak kedalam
campuran air dan segera diaduk menggunakan pengaduk elektik selama 2 menit.Setelah 2
menit masukkan emulsi dalam tabung sedimentasi dan beri tanda sesuai dengan nilai HLB
masing masing.Upayakan tinggi emulsi dalam tabung sama dan catat waktu mulai
memasukkan emulsi kedalam tabung. Kemudian amati jenis kestabilannya dan tentukan pada
nilai HLB berapa emulsi tampak relatif stabil.

BAB III
METODE KERJA
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Hari/Tanggal : Senin, 24 November 2014
Pukul
: 13.30 wita
: Laboratorium Farmasi Fisika, Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu ilmu Kesehatan Dan
Keolahragaan, Univesitas Negeri Goontalo
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
No
Alat
Gambar
1.
Batang Pengaduk

2.
Cawan Porselin

3.
Gelas Kimia

4.
Gelas Ukur

5.
Kaca arloji

6.
Neraca Analitik

7.
Pengaduk elektrik

8.
Penangas air

9.
Pipet tetes

10.
Sendok tanduk

11.
stopwatch

III.2.2 Bahan
1.
Aluminium foil

2.

Aquadest

3.

Metylen Blue

4.

Paraffin cair

5.

Span 80

6.

Tissue

7.
Tween 80

III.1.
1.
2.
3.

Cara Kerja
Disiapkan alat dan bahan
Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
Dihitung HLB butuh dari tween 80 dan span 80 dengan HLB butuh masing masing
5.5, 6.5, 7.5, 10.5, 11.5, dan 12.5
4. Ditimbang masing masing bahan yang akan digunakan
5. Dilarutkan tween kedalam air sebagai fase air dan span kedalam paraffin cair sebagai fase
minyak pada masingmasing HLB.
6. Dipanaskan masingmasing fase air dan fase minyak
7. Dicampurkan larutan fase minyak kedalam fase air
8. Diaduk dengan menggunakan pengaduk elektrik selama 2 menit
9. Dituangkan kedalam gelas ukur dan dihitung laju pemisahannya
10. Dihitung volume sedimentasinya pada t10, t20 dan t30 pada masingmasing HLB
11. Dikocok kembali lalu dihitung waktu redispersi darimasingmasing HLB
12. Ditetesi dengan menggunkan metylen blue.
13. Diamati kelarutan metylen blue.
14. Ditentukan tipe emulsi

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
V.1. Hasil Pengamatan
V.1.1. Laju pemisahan
No
1.

HLB butuh
5,5

Laju pemisahan
3 menit

2.
3.
4.
5.
6.
V.1.2. Volume Sedimentasi
No

HLB
butuh

1.
5,5

2.

7,5

3.

10,5

4.

6,5

5.

11,5

6.

12,5

7,5
10,5
6,5
11,5
12,5
Waktu
(t)
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30

5 menit
6 menit
7 menit
5 menit
14 menit
Volume
awal
(V0)
34 ml
34 ml
34 ml
32 ml
32 ml
32 ml
38 ml
38 ml
38 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml
35 ml

Volume Vu

Volume
pemisahan

9 ml
8 ml
7,5 ml
7 ml
6 ml
5 ml
6 ml
5 ml
4 ml
8 ml
7 ml
6 ml
8 ml
7 ml
6 ml
10 ml
9 ml
8 ml

0,26 ml
0,25 ml
0,22 ml
0,22 ml
0,18 ml
0,16 ml
0,16 ml
0,13 ml
0,10 ml
0,21 ml
0,2 ml
0,17 ml
0,21 ml
0,2 ml
0,17 ml
0,28 ml
0,26 ml
0,23 ml

V.1.3. Waktu redispersi


No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

HLB butuh
5,5
6,5
7,5
10,5
11,5
12,5

Laju pemisahan
26 detik
6 detik
12 detik
5 detik
4 detik
5 detik

V.1.4. Tipe emulsi


No

HLB butuh

Sampel + metylen blue

1.

10,5

2.

11,5

3.

12,5

1.

IV.2. Perhitungan
HLB butuh 5,5
Paraffin cair
Tween 80
Span 80
Tween 80
Span 80

2.

Air
HLB butuh 7,5
Paraffin cair
Tween 80
Span 80

= x 30 = 6 gram
= 15
1,2
5,5
= 4,3
9,5 +
10,7
= x 3% = 3,36 %
= x 30 = 1,008 g
= x 3% = 2,64 %
= x 30 = 0,792 g
= 30 (1,008 + 0,792) = 28,2 g

= x 30 = 6 gram
= 15
3,2
7,5
=4,3
7,5 +

Tween 80
Span 80

3.

Air
HLB butuh 10,5
Paraffin cair
Tween 80
Span 80
Tween 80
Span 80

4.

Air
HLB butuh 6,5
Paraffin cair
Tween 80
Span 80
Tween 80
Span 80

5.

Air
HLB butuh 11,5
Paraffin cair
Tween 80

10,7
= x 3% = 0,096 %
= x 30 = 0,2 g
= x 3% = 2,1 %
= x 30 = 0,64 g
= 30 (0,2 + 0,64) = 29,16 g
= x 30 = 6 gram
= 15
6,2
10,5
= 4,3
4,5 +
10,7
= x 3% = 1,738 %
= x 30 = 0,5214 g
= x 3% = 1,261 %
= x 30 = 0,3783 g
= 30 (0,5214 + 0,3783) = 29,10 g
= x 30 = 6 gram
= 15
2,2
6,5
= 4,3
8,5
+
10,7
= x 3% = 0,6 %
= x 30 = 0,18 g
= x 3% = 2,3 %
= x 30 = 0,69 g
= 30 (0,18 + 0,69) = 29,13 g
= x 30 = 6 gram
= 15

7,2
11,5

Span 80

= 4,3
10,7

Tween 80
Span 80

6.

= x 3% = 2,0 %
= x 30 = 0,69 g
= x 3% = 0,9 %
= x 30 = 0,2 g
= 30 (0,69 + 0,2) = 29,11 g

Air
HLB butuh 12,5
Paraffin cair
= x 30 = 6 gram
Tween 80
= 15
8,2
12,5
Span 80
= 4,3
2,5+
10,7

Tween 80
Span 80

= x 3% = 2,2 %
= x 30 = 0,66 g
= x 3% = 0,7 %
= x 30 = 0,21 g
= 30 (0,66 + 0,21) = 29,13 g

Air
IV.3 Pembahsan
Menurut Diejen POM, 1979, emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair
atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang pembuatan emulsi
(emulsifikasi) menggunakan parafin cair dengan span 80 sebagai fase minyak, serta air dan
tween 80 sebagai fase air, untuk menguji laju pemisahan, volume sedimentasi, uji redispersi
dan penentuan tipe emulsi dengan adanya penambahan metylen blue pada emulsi yang telah
dibuat.
Didalam emulsi untuk mencampurkan dua fase yang tidak saling bercampur dapat
digunakan emulgator yang berfungsi untuk menstabilkan fase air dan minyak yang tidak
saling bercampur tersebut (Ketua Panitia, 1978). Emulgator yang digunakan pada praktikum
ini adalah tween 80 dan span 80, untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak
dan fase air, dengan memperkecil ukuran partikel yang besar dan berukuran seragam
sehingga dapat bercampur saat dilakukan pengadukan (Jufri. M, 2004). Langkah pertama
dalam praktikum ini adalah membuat emulsi dengan HLB butuh masing masing
5.5,6.5, 7.5, 10.5, 11.5, dan 12.5. Kemudian dihitung jumlah tween 80, span 80, air dan
parafin yang dibutuhkan masing-masing HLB butuh yaitu untuk air ( HLB 5.5 : 28,2 g, HLB
6.5 : 29,13 g, HLB 7,5 : 29,10 g, HLB 10,5 : 29,10 g, HLB 11,5 : 29,11 g. HLB 12,5 :
29,13) parafin cair 6 g, tween 80 (untuk HLB 5.5 : 1,008 g, HLB 6.5 : 0,18 g, HLB 7,5 :
0,252 g, HLB 10,5 : 0,521 g, HLB 11,5 : 0,6 g. HLB 12,5 : 0,66 g) span 80 (untuk HLB 5.5 :
0,792 g, HLB 6.5 : 0,69 g, HLB 7,5 : 0,6426 g, HLB 10,5 : 0,378 g, HLB 11,5 : 0,2 g. HLB
12,5 : 0,21 g).
Langkah selanjutnya ditimbang bahan, dan dilarutkan masing-masing bahan pada fase
yang sesuai. Tween 80 dilarutkan dalam air sebagai fase air dan span 80 dilarutkan ke dalam
minyak sebagai fase minyak. Hal ini disebabkan karena tween 80 memiliki HLB 15,6 dan
Span 80 memiliki HLB 4,3, semakin tinggi harga HLB maka semakin polar atau hidrofilik
sediaan itu dan sebaliknya semakin rendah harga HLB maka semakin nonpolar atau
hidrofobik seidiaan tersebut. Sehingga tween 80 larut dalam air dan span 80 larut dalam
minyak (Ansel, 2008).
Setelah itu dicampurkan kedua fase yaitu fase minyak dan fase cair kedalam gelas
kimia dan diaduk dengan menggunakan ultra turax selama kurang lebih 2 menit, hal ini
bertujuan untuk menghomogenkan antara fase minyak dan fase air (Jufri. M, 2004)
Langkah selanjutnya adalah uji laju pemisahan untuk melihat waktu yang diperlukan
sebuah emulsi untuk kembali terpisah, mengetahui faktor-faktor seperti ukuran partikel dari
fase terdispersi, serta perbedaan dalam kerapatan antar fase, dan viskositas fase luar. Laju
pemisahan ditingkatkan oleh makin besarnya ukuran partikel fase dalam, makin besarnya
perbedaan kerapatan antara kedua fase maka akan berkurangnya viskositas dari fase
luar (Martin. A, 2008).
Dari hasil uji laju pemisahan diperoleh dari masing-masing HLB hasil yang berbedabeda, dimana untuk HLB 5,5 selama 3 menit, HLB 6,5 selama 7 menit, HLB

7,5 selama 5 menit, HLB 11,5 selama 5 menit, HLB 12,5 selama 14 menit. Perbedaan laju
pemisahan dari masing-masing HLB tersebut dipengaruhi oleh makin besarnya ukuran
partikel fase dalam, serta makin besarnya perbedaan antara kedua fase dan berkurangnya
viskositas dari fase luar (Martin. A, 2008).
Setalah itu dilakukan uji redispersi dengan mengocok kembali fase minyak dan air
yang telah tercampur, uji ini bertujuan untuk melihat waktu dimana emulsi dapat terdispersi
kembali menjadi dua fase yang homogen. Dari hasil pengujian diperoleh hasil yang berbeda
pada tiap Waktu redispersi untuk masing-masing HLB berbeda-beda dimana pada HLB
5,5 selama 26 detik, pada HLB 6,5 selama 6detik, pada HLB 7,5 selama 12 detik, pada HLB
10,5 selama 5 detik, pada HLB 11,5 selama 4 detik dan pada HLB 12,5 selama 5 detik. Dari
hasil uji redispersi diketahui bahwa fase minyak dan fase air dapat bercampur kembali, hal ini
dikarenakan pada campuran fase minyak dan air terdapat zat pemantap emulsi atau disebut
emulgator (Depkes RI, 1978).
Selanjutnya dihitung volume pemisahan pada t10, t20, t30 hal ini bertujuan agar dapat
diketahui rasio dari volume pemisahan akhir Vo terhadap volume mula-mula dari emulsi Vo
sebelum terjadi pengendapan, dengan rumus perhitungan , dimana Vu adalah volume
pengendapan dan V0 adalah volume awal (Martin, A. 2008). Dari hasil pengamatan diperoleh
hasil pada t10, t20, t30 untuk HLB 5,5didapatkan hasil yang berturut-turut yakni 0,26, 0,25,
dan 0,22. Pada HLB 7,5didapatkan 0,22, 0,18, dan 0,16, pada HLB 10,5 didapatkan 0,16,
0,13 dan 0,10, untuk HLB 6,5 didapatkan 0,21, 0,20 dan 0,17, pada HLB 11,5 didapatkan
0,21, 0,20 dan 0,17, pada HLB 12 didapatkan 0,28, 0,26 dan 0,23. Setelah dibandingkan
dengan literature volume sedimentasi berkisar dari <1 sampai >1 dan apabila volume suatu
endapan terjadi flokulasi maka volume akhir dari endapan (F) adalah lebih kecil dari volume
awal, hal ini terjadi karena hasil flokulat yang terbentuk adalah sebegitu longgarnya dan
lunak sehingga volume yang dapat dicapai lebih besar dari volume emulsi awal (Martin. A,
2008).
Kemudian untuk uji pada masing masing HLB ditetesi dengan menggunakan metylen
blue, hal ini bertujuan untuk membuktikan emulsi pada HLB tersebut tergolong tipe W/O dan
O/W. Hasil yang didapatkan untuk HLB 10,5, 11,5 dan 12,5 yaitu terjadi perubahan warna,
perubahan warna tersebut menandakan bahwa HLB tipe 10,5, 11,5 dan 12,5 merupakan tipe
emulsi minyak dalam air. Hal ini dikarenakan metylen blue dapat memberikan warna biru
pada emulsi tipe o/w karena metylen blue larut dalam air. Jika air merupakan fase luar, yakni
jika emulsi tersebut bertipe o/w, zat warna tersebut akan melarut didalam dan berdifusi
merata ke seluruh bagian dari air tersbut. Jika emulsi tersebut tipe w/o, partikel-partikel
warna akan tinggal bergerombol pada permukaan (Martin. A, 2008).
Ada beberapa kemungkinan kesalaha yang terjadi. Kemungkinan keslahan terjadi
ketika metilen blue yang seharusnya larut dalam air, terlarut dalam emulsi fase minyak, hal
ini disebabkan beberapa kemungkinan kesalahan, diantaranya kurang mahirnya praktikan
dalam menggunakan alat, atau HLB butuh kombinasi antar tween 80 dan span 80 tidak
sesuai, hal ini yang menyebabkan terjadinya kesalahan tersebut.

BAB VI
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan untuk menguji kestabilan suatu emulsi dengan
penambahan surfaktan Tween-80 dan Span-80 pada uji laju pemisahanhasil yang didapatkan
bervariasi yaitu untuk HLB 5.5adalah 3 menit, HLB 6.5 adalah 7 menit , HLB 7.5 adalah
5 menit, HLB 10.5 adalah 6 menit, HLB 11.5 5menit dan HLB 12.5 adalah 14 menit.
Pada uji volume sedimentasi didapatkan hasil pada HLB 5.5 didapatkan hasil 0.26,
0.25, dan 0.22 ml. Pada HLB 6.5 didapatkan 0.21, 0.2, dan 0.17, pada HLB 7.5 didapatkan
0.22, 0.18 dan 0.16, untuk HLB 10.5 didapatkan 0.16, 0.18dan 0.16, pada HLB
11.5 didapatkan 0.21, 0.2 dan 0.17, pada HLB 12.5didapatkan 0.28, 0.26 dan 0.23.
Pada uji redispersi hasil yang didapatkan waktu redispersi dari masing-masing HLB
berbeda-beda, untuk HLB 5.5 selama 26 detik, untuk HLB 6.56detik, untuk HLB
7.5 selama 12 detik, untuk HLB 10.5 selama 5 detik, untuk HLB 11.5 selama 4 detik dan
untuk HLB 12.5 selama 5 detik.
Pada uji penentu tipe emulsi hasil yang didapatkan yaitu terjadi perubahan warna biru
yang merata dari emulsi pada HLB-HLB yang diujikan, perubahan warna tersebut
menandakan bahwa HLB tipe 10.5,11.5 dan 12.2 merupakan tipe emulsi minyak dalam
air.
V.2 Saran
Disarankan kepada praktikan untuk lebih teliti dalam melakukan percobaan agar di
dapatkan hasil yang sesuai serta alat dan bahan yang akan digunakan agar dilengkapi untuk
menunjang jalannya percobaan.

Anda mungkin juga menyukai