Anda di halaman 1dari 14

Metode Pengeringan Simplisia

Kebutuhan pasar terhadap bahan baku obat dengan bahan alam akhir-akhir
ini terus mengalami peningkatan yang sangat berarti. Hal ini diduga akibat dari
adanya trend baru di masyarakat untuk menggunakan bahan-bahan alam sebagai
pengganti penggunaan bahan-bahan sintetik. Meningkatnya permintaan tanaman
obat juga disebabkan oleh berkembangnya industri obat tradisional maupun modern,
farmasi dan juga kosmetika yang menggunakan tanaman obat sebagai bahan
bakunya. Bahan yang digunakan dapat dalam bentuk segar maupun dalam keadaan
kering atau biasa disebut simplisia.

Simplisia merupakan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Untuk menunjang kegiatan industri, suatu produksi harus diawali
dengan memperoleh bahan baku yang tepat, baik dari segi kualitas maupun dari
segi kualitas. Selain itu juga harus ditunjang oleh pengolahan pascapanen yang baik
dan benar sehingga dapat memberikan kualitas yang optimal, mempunyai kadar zat
berkhasiat tinggi, stabil, efisien dan mempunyai penampilan fisik yang menarik.

Pascapanen merupakan salah satu tahapan pengolahan dari bahan-bahan


yang telah dipanen yang harus dilakukan secara baik dan benar karena akan
mempengaruhi kualitas, kuantitas dan zat berkhasiat yang terkandung di dalam
bahan tersebut. Secara umum, tahap pengolahannya meliputi sortasi basah,
pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, sortasi kering, pengemasan dan
penyimpanan.

Proses pengeringan merupakan faktor yang paling kritis yang sangat


menentukan dalam pengolahan pascapanen tanaman obat. Cara pengeringan harus
disesuaikan dengan jenis bahan tanamannya, misalnya daun, bunga, kulit, rimpang,
akar ataupun buah. Pengeringan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan
kadar air bahan sampai ketingkat yang diinginkan. Berikut ini adalah metode
pengeringan simplisia yang biasa digunakan:
A. Persiapan bahan

1. Penyortiran basah

2. Rimpang dicuci sampai bersih

3. Dilakukan perajangan dengan ketebalan berkisar 3-4 mm

Perajangan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan dan memperluas


permukaan bahan agar proses pengeringan dapat berlangsung secara efektif.

4. Blansing

Blansing bertujuan untuk memberikan penampakan yang menarik pada


produk rimpang dengan cara mematikan enzim-enzim yang aktif sehingga tidak
terjadi pencoklatan pada irisan rimpang. Proses blansing diawali dengan
menyiapkan air yang dipanaskan pada suhu sekitar 90-95 oC. Kemudian irisan
rimpang dimasukkan ke dalam air yang telah dipanaskan tersebut dengan takaran
300 – 350 g dalam setiap 1 L air. Proses blansing dilakukan selama 5 sampai 10
menit sambil diaduk secara perlahan. Setelah selesai, rimpang tersebut diangkat
dan ditiriskan terlebih dahulu sebelum dikeringkan.

B. Pengeringan

1. Pengeringan matahari langsung

Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari langsung merupakan


cara tradisional yang banyak digunakan oleh para petani. Cara pengeringan
simplisia dengan sinar matahari langsung adalah cara yang paling mudah dan
berbiaya murah. Untuk pengeringan ini, sebaiknya digunakan alas yang dapat
menggunakan anyaman bambu, tikar ataupun rak agar bahan yang dikeringkan tidak
terkontaminasi dengan pengotor lainnya. Bahan yang dijemur sebaiknya ditata rapi
agar tidak menumpuk yang dapat menghambat proses pengeringan bahan.
Pengeringan rimpang menggunakan sinar matahari langsung umumnya dilakukan
selama 3 – 5 hari, tergantung kondisi cuaca atau hingga kadar airnya di bawah 10%.
Selama pengeringan sebaiknya bahan juga dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali
agar pengeringannya lebih merata.
Kelebihan pengeringan dengan sinar matahari langsung antara lain adalah:

1. Biaya proses pengeringan murah

Kelemahan pengeringan dengan sinar matahari langsung antara lain adalah:

1. Memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil yang benar-benar


kering, dan sangat bergantung pada kondisi cuaca
2. Pengeringan memerlukan tempat yang luas
3. Suhu dan waktu pengeringan berfluktuasi dan sulit dikontrol
4. Mudah terkontaminasi pengotor

Kawaji, dkk (2010) telah melakukan penelitian mengenai pengeringan


rimpang temulawak menggunakan sinar matahari langsung yang diberi perlakuan
berupa: tanpa ditutup kain, ditutup kain putih dan ditutup kain hitam. Hasil pengujian
Analisa kadar kurkuminoid oleoresin temulawak dengan perlakuan diberi kain dapat
dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil analisa kadar kurkuminoid oleoresin temulawak dengan perlakuan diberi kain pada
pengeringan matahari langsung (Kawaji, dkk, 2010).

Sampel Kadar (%)


Sinar matahari langsung tanpa penutup kain 2,2369
Sinar matahari langsung kain penutup hitam 2,5262
Sinar matahari langsung kain penutup putih 2,7826

Kadar kurkuminoid pada sampel yang dikeringkan dengan sinar matahari


langsung yang diberi perlakuan tanpa kain, dengan penutup kain hitam dan penutup
kain putih berturut-turut yaitu 2,2369 %, 2,5262 %dan 2,7826 %. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa dengan perlakuan penggunaan kain penutup dapat melindungi
kandungan kurkuminoid pada temulawak dari suhu dan sinar UV yang dihasilkan
selama proses pengeringan. Kurkuminoid memiliki sifat sensitive terhadap cahaya,
sehingga dengan penggunaan kain penutup dapat mengurangi terjadinya penurunan
kurkuminoid akibat sinar UV yang dihasilkan selama proses pengeringan.

Apabila dilihat dari perlakuan penutup kain putih dan penutup kain hitam,
perlakuan penutup kain putih memiliki kadar kurkuminoid yang lebih tinggi daripada
perlakuan penutup kain hitam. Hal tersebut diakibatkan karena warna kain putih
bersifat memantulkan semua spektrum cahaya. Sedangkan warna hitam mempunyai
sifat menyerap semua spektrum cahaya yang menyebabkan warna hitam kurang
efektif dalam melindungi kandungan kurkuminoid pada temulawak.

2. Pengeringan Efek Rumah Kaca (Greenhouse Solar dryer)

Pengeringan menggunakan sinar matahari secara langsung memiliki banyak


kelemahan antara lain memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil
kering, sangat bergantung pada cuaca sehingga Ketika terjadi hujan maka bahan
yang sedang dikeringkan harus cepat-cepat ditutup agar tidak terkena hujan dan
ketika mulai panas kembali maka bahan akan dijemur lagi sehingga memerlukan
tenaga yang banyak dan kurang efisien. Selain itu, masalah lain yang timbul adalah
sulitnya mengontrol suhu dan waktu pengeringan karena sangat bergantung pada
kondisi alam. Karena pengeringan dilakukan secara terbuka, maka potensi untuk
terkontaminasi kotoran juga cukup tinggi. Oleh sebab itu, dikembangkan metode
pengeringan dengan memanfaatkan efek rumah kaca atau biasa disebut dengan
greenhouse solar dryer.

Pengering efek rumah kaca secara umum berbentuk bangunan dengan rangka
dan pada dinding serta atapnya (cover) menggunakan material yang dapat
menyerap panas matahari dan mentransfernya ke dalam ruangan pengering efek
rumah kaca serta memiliki retensi panas yang tinggi. Untuk material cover
greenhouse yang digunakan dalam jangka pendek, PVC film (umumnya dapat
digunakan hingga 3-4 tahun) dapat dipilih karena memiliki harga yang murah.
Sedangkan untuk jangka panjang (hingga 10 tahun), dapat menggunakan plastic
rigid berbahan polikarbonat atau fiberglass yang dilapisi PVC, karena fiberglass
polos dapat menguning seiring dengan waktu, sehingga mengurangi transmisi
cahaya (Odhiambo, 2015).

Di dalam pengering efek rumah kaca, terdapat rak-rak yang digunakan untuk
menaruh bahan yang akan dikeringkan sehingga lebih efisien tempat. Penggunaan
rak-rak tersebut juga dapat menjawab permasalah dari pengeringan matahari
langsung yang memerlukan tempat yang luas. Karena pengeringan dilakukan di
dalam ruangan yang secara umum tertutup, maka bahan yang dikeringkan akan
terhindar dari hujan sehingga tidak perlu tenaga tambahan untuk menutup dan
menjemur kembali bahan yang dikeringkan seperti pada pengeringan sinar matahari
langsung.

Kelebihan pengering efek rumah kaca :

 Bahan yang dikeringkan terhindar dari kontaminasi


 Bahan terlindung dari perubahan cuaca
 Efisiensi lebih tinggi daripada pengeringan matahari langsung

Kelemahan pengering efek rumah kaca :

 Masih bergantung pada cuaca karena memanfaatkan sinar matahari

Kawaji, dkk (2010) juga melakukan penelitian tentang pengeringan rimpang


temulawak menggunakan solar dryer yang diberi perlakuan berupa: tanpa ditutup
kain, ditutup kain putih dan ditutup kain hitam. Hasil pengujian Analisa kadar
kurkuminoid oleoresin temulawak dengan perlakuan diberi kain dapat dilihat pada
tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil analisa kadar kurkuminoid oleoresin temulawak dengan perlakuan diberi kain pada
pengeringan solar dryer (Kawaji, dkk, 2010)

Sampel Kadar (%)


Solar dryer tanpa penutup kain 2,5019
Solar dryer kain penutup hitam 2,8053
Solar dryer kain penutup putih 3,1769

Kadar kurkuminoid pada masing-masing sampel yang dikeringkan dengan


solar dryer yang diberi perlakuan berupa tanpa ditutup kain, ditutup kain hitam dan
ditutup kain putih berturut-turut adalah 2,5019%, 2,8053%, 3,1769%. Sampel yang
dikeringkan dengan solar dryer yang diberi perlakuan ditutup kain putih memiliki
kadar tertinggi dengan nilai sebesar 3,1769% yang menunjukkan bahwa perlakuan
menggunakan penutup kain putih dapat melindungi kandungan kurkuminoid pada
temulawak dari degradasi akibat suhu dan sinar UV yang dihasilkan selama proses
pengeringan.
Aritesty dan Wulandani (2014) telah melakukan penelitian mengenai performa
Pengering efek rumah kaca (greenhouse effect solar dryer) jenis rak untuk
mengeringkan rimpang temulawak (curcuma xanthorizza roxb.). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pada pengeringan 60 kg rajangan rimpang temulawak pada
temperature ruangan pengering 47,2 oC membutuhkan waktu pengeringan selama 30
jam untuk menurunkan kadar air dari 80% ke 8-11%.

3. Tray Dryer dan Oven

Tray dryer / cabinet dryer merupakan salah satu alat pengering yang
tersusun dari beberapa buah tray di dalam sebuah rak. Tray dryer memiliki manfaat
yang sangat besar untuk kapasitas kecil, karena bahan yang dikeringkan akan
berkontak langsung dengan udara panas. Tetapi, alat tray dryer membutuhkan
tenaga kerja dan biaya operasi yang besar dalam proses pengeringan, sehingga alat
tray dryer ini sering digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan yang bernilai
tinggi.

Tray dryer termasuk ke dalam sistem pengering konveksi yang


menggunakan aliran udara panas untuk mengeringkan bahan yang diproses. Proses
pengeringan bahan terjadi ketika aliran udara panas bersinggungan langsung
dengan permukaan bahan yang akan dikeringkan. Bahan yang akan dikeringkan
ditempatkan pada setiap rak yang tersusun sedemikian rupa agar bisa dikeringkan
dengan baik.udara panas yang digunakan sebagai fluida kerja diperoleh dari
pembakaran bahan bakar ataupun listrik. Kelembaban relatif udara sebagai faktor
pembatas kemampuan udara dalam menguapkan air dari bahan sangat diperhatikan
dengan memberi pengaturan pada pemasukan dan pengeluaran udara dari alat tray
dryer ini.

Prinsip kerja tray dryer yaitu dengan menggunakan udara panas (air drying)
yang disirkulasikan dengan bantuan fan/blower dan heater. Udara dari luar
dimasukkan ke dalam sistem menggunakan fan/blower lalu dipanaskan
menggunakan heater sehingga udara panas tersebut mengalir melalui bahan yang
dikeringkan. Aliran udara panas tersebut menguapkan air yang terkandung di dalam
bahan. Kemudian, aliran udara yang tersebut membawa uap air keluar dari sistem
ataupun sehingga kelembaban di dalam ruangan pengering tetap terkontrol.
Penggunaan tray dryer listrik lebih memudahkan untuk mengatur suhu pengeringan
serta kelembaban ruang pengeringan, sehingga pengeringan dapat terkontrol
dengan baik dan dapat menghasilkan produk pengeringan yang berkualitas baik.

Pada dasarnya oven memiliki prinsip kerja yang mirip dengan tray dryer.
Oven berukuran lebih kecil daripada tray dryer sehingga kapasitas pengeringannya
juga kecil. Oven konvensional umumnya tidak memiliki sistem sirkulasi udara dan
hanya memanfaatkan radiasi panas dari dinding sumber panas sebagai pemanasan
utama. Namun saat ini oven sudah lebih berkembang yang mana juga dilengkapi
dengan fan dan humiditifier yang terkontrol untuk menjaga parameter suhu dan
kelembaban udara selama proses pengeringan berlangsung.

Keunggulan :

 Sederhana dan biaya instalasi rendah


 Tidak bergantung pada cuaca
 Suhu dan kelebaban dapat terkontrol
 Bahan terjaga dari kontaminasi

Kelemahan :

 Biaya operasi relatif mahal

Manalu, dkk (2012) telah melakukan penelitian tentang kondisi proses


pengeringan temulawak untuk menghasilkan simplisia standar. Kondisi pengeringan
yang dilakukan pada penelitian tersebut adalah pada suhu 50 oC, 60oC dan 70oC
dengn RH 20%, 30% dan 40%. Kegiatan penelitian diawali dengan mempersiapkan
bahan dengan cara mengiris temulawak dengan ukuran tebal sekitar 3-4 mm. Irisan
tersebut kemudian direndam di dalam air bersuhu 95 oC (diblansir) selama 5 menit.
Kemudian temulawak disusun sedemikian rupa di wadah dan dikeringkan di oven.

Hasil pengujian kadar air keseimbangan temu lawak dapat dilihat pada tabel
3 berikut ini.
Tabel 3. Kadar air keseimbangan (% bb) simplisia temulawak (Manalu, dkk, 2012)

Kondisi
20% 30% 40%
Pengeringan
70oC 7.0 7.7 7.9
60oC 7.8 8.2 9.0
50oC 8.1 9.0 10.3

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan kadar air
keseimbangan yang rendah diperlukan suhu udara pengeringan yang tinggi dan RH
udara pengeringan yang rendah.

Sedangkan untuk hasil Analisa kadar kurkumin simplisia temulawak dapat


dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Kadar kurkumin simplisia temulawak pada berbagai kondisi pengeringan (Manalu, dkk, 2012)

RH Rata-rata
Suhu
20% 30% 40% menurut suhu
70oC 2.26% 3.58% 2.14% 2.66%
60oC 3.07% 4.67% 5.18% 4.31%
50oC 7.56% 7.60% 7.99% 7.72%

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi


suhu pengeringan maka semakin rendah kadar kurkuminnya. Pada kondisi suhu 50
o
C dan 60 oC juga terlihat kecenderungan bahwa semakin rendah RH maka semakin
rendah kadar kurkumin simplisia temulawak.

Dari hasil penelitian tersebut, kondisi proses pengeringan temulawak


menggunakan oven direkomendasikan pada suhu 50 oC dan RH 30% atau bila dibuat
suatu interval yaitu pada rentang suhu 50-60 oC dan RH 20-30%.

Diagram alir penyiapan bahan dan pengeringan bahan simplisia rimpang


menggunakan pengering oven dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.
Rimpang Segar

Sortir Basah

Pencucian

Perajangan
(tebal 3-4 mm)

Blancing
(suhu 95 selama 5 menit)
o

Penirisan

Pengeringan
(suhu 50-60oC dan RH 20-30%)

Sortir Kering

Simplisia
Gambar 1. Diagram alir proses pengeringan simplisia rimpang
menggunakan oven
Pengeringan Simplisia Daun

Tanaman obat yang berasal dari daun dapat digunakan secara langsung
dalam kondisi segar ataupun dalam kondisi telah dikeringkan. Apabila herba daun
akan digunakan secara langsung dalam kondisi segar, maka daun harus dicuci
terlebih dahulu baru setelah itu diproses lebih lanjut menjadi bentuk sediaan. Dalam
proses pengeringan, daun yang dipanen pada umur muda biasanya dikeringkan
secara perlahan, mengingat kandungan air di dalamnya masih cukup tinggi,
sehingga memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis dengan cepat. Selain itu,
jaringan yang dimiliki oleh daun muda masih sangat lunak sehingga daun sangat
mudah rusak ataupun hancur. Sedangkan untuk daun yang dipanen pada umur tua
diberi perlakuan khusus berupa proses pelayuan yang dilanjutkan dengan proses
pengeringan secara perlahan agar diperoleh warna yang menarik.

Pada proses pengeringan daun, bila pengeringannya dilakukan dengan sinar


matahari, sebaiknya bahan yang dikeringkan tidak langsung terkena cahaya
matahari karena akan mengubah senyawa klorofilnya, sehingga produk yang
dihasilkan akan berwarna agak kecoklatan. Apabila menggunakan pengering
mekanik, suhu sebaiknya diatur agar tidak melebihi 40 oC, karena pada suhu tersebut
senyawa klorofilnya tidak akan rusak. Setelah bahan kering, bahan sebaiknya dijaga
agar tetap kering dan dingin untuk mencegah terjadinya proses fermentasi atau
timbulnya jamur. Pada dasarnya, peralatan pengeringan yang digunakan untuk
mengeringkan simplisia daun dan rimpang ataupun simplisia lainnya adalah sama
dan hanya berbeda pada pengondisiannya saja. Jadi, pengeringan simplisia daun
juga dapat menggunakan pengeringan matahari langsung (dijemur), memanfaatkan
pengering efek rumah kaca, tray dryer, oven maupun alat pengering lainnya.

Secara visual, daun yang telah dikeringkan menggunakan matahari ataupun


alat pengering tidak berbeda warnanya, namun setelah digiling menjadi serbuk, akan
terlihat bahwa pengeringan menggunakan oven akan menghasilkan warna yang
lebih baik, yaitu hijau, sedangkan pengeringan dengan matahari akan menghasilkan
warna kecoklatan. Hal tersebut dikarenakan suhu penjemuran dengan matahari
berfluktuasi dengan kisaran 25-50 oC, sehingga penguapan air tidak merata.
Sedangkan untuk pengeringan menggunakan oven, suhu yang konstan dan stabil
menyebabkan penguapan air juga stabil. Kisaran sugu pengeringan untuk herba
daun adalah sekitar 20oC – 40oC.

Diagram alir penyiapan bahan dan pengeringan bahan simplisia daun secara
umum dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

Daun Segar

Sortir Basah

Pencucian

Penirisan

Pengeringan
suhu rendah

Simplisia
Gambar 2. Diagram alir proses pengeringan simplisia daun secara umum

Rivai, dkk (2011) telah melakukan penelitian tentang pengaruh cara


pengeringan terhadap mutu herba meniran. Cara pengeringan yang diuji adalah
pengeringan angin pada suhu kamar, pengeringan oven pada suhu 40 oC dan
pengeringan oven pada suhu 60oC yang dikeringkan hingga kadar air < 10% dan
sampel segar sebagai kontrol. Data pengaruh cara pengeringan terhadap perolehan
kadar ekstraktif, kadar senyawa fenolat total dan aktivitas antioksidan (IC 50) pada
herba meniran dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Pengaruh cara pengeringan terhadap perolehan kadar ekstraktif, kadar senyawa fenolat total dan
aktivitas antioksidan (IC50) pada herba meniran (Rivai, dkk, 2011)

Cara Lama Kadar Ekstraktif Kadar Fenolat IC50 (mg/mL)


Pengeringan Pengeringan (mg/g) (mg/g)
Segar - 249,008 ± 0,345 4,980 ± 0,012 2,186
Kering angin 7 hari 194,925 ± 0,181 0,975 ± 0,002 4,030
(±25oC)
Kering Oven 9 jam 202,190 ± 1,725 1,014 ± 0,015 1,395
40oC
Kering Oven 3,5 jam 162,865 ± 0,982 0,814 ± 0,008 2,751
60oC

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengeringan herba


meniran menyebabkan penurunan yang nyata perolehan ekstraktif, kadar senyawa
fenolat dan aktivitasantioksidan dibandingkan dengan herba meniran yang segar.
Cara – cara pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perolehan kadar ekstraktif, kadar senyawa fenolat dan aktivitas antioksidan. Diantara
cara pengeringan di atas, yang terbaik adalah dengan menggunakan cara
pengeringan dalam oven pada suhu 40oC.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan

1. Luas permukaan

Semakin luas permukaan bahan yang dikeringkan, maka pengeringan bahan


akan semakin cepat. air menguap melalui permukaan bahan yang dikeringkan,
sedangkan air yang berada di bagian tengah bahan akan merembes ke bagian
permukaan dan kemudian menguap. Untuk meningkatkan kecepatan pengeringan,
bahan umumnya dipotong-potong menjadi bagian kecil-kecil / tipis-tipis. Pemotongan
bahan tersebut menyebabkan luas permukaan bahan yang berhubungan dengan
medium pemanas meningkat sehingga air akan mudah menguap.

2. Perbedaan suhu udara sekitar

Semakin besar perbedaan suhu antara bahan dan medium pemanas, maka
pemindahan panas ke dalam bahan akan semakin cepat dan penguapan air dari
bahan juga akan semakin cepat pula. Namun perbedaan suhu yang terlalu tinggi dan
tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan akan menyebabkan terjadinya keadaan
yang mana bagian luar/permukaan bahan sudah kering namun pada bagian dalam
bahan masih basah atau biasa disebut dengan case hardening.

3. Kecepatan Aliran Udara

Semakin tinggi kecepatan aliran udara, maka penghilangan uap udara


permukaan bahan juga semakin tinggi. Aliran udara selain dapat mengambil uap air
juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan bahan yang dikeringkan,
sehingga akan mencegah terjadinya udara jenuh di sekitar permukaan bahan yang
dapat memperlambat proses pengeringan.

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara pada proses pengeringan, maka pengeringan


akan semakin cepat. Hal tersebut dikarenakan semakin kecil tekanan udara berarti
kerapatan udara juga rendah sehingga uap air lebih mudah untuk keluar dari bahan.

5. Kelembaban udara

Semakin tinggi kelembaban udara, maka proses pengeringan akan semakin


lambat. Begitu juga sebaliknya, jika kelembaban udara rendah, maka proses
pengeringan akan semakin cepat. hal tersebut terjadi karena udara yang kering
dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan memiliki keseimbangan
kelembaban nisbi masing-masing, kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan
tidak akan kehilangan air / pindah ke atmosfer atau tidak akan mengambil uap air
dari atmosfer.
Referensi:

Ariterty, Elsamila & Wulandani, Dyah. 2014. Performance of the Rack Type-
Greenhouse Effect Solar Dryer for Wild Ginger (Curcuma xanthorizza Roxb.)
Drying. Energy Procedia 47 (2014) 94 – 100.

Kawiji, dkk. 2010. Kajian Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan
Oleoresin Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb) dengan Variasi Teknik
Pengeringan dan Warna Kain Penutup. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian,
Vol. III, No. 2.

Manalu, Lamhot P., dkk. (2012). Penentuan Kondisi Proses Pengeringan


Temulawak untuk Menghasilkan Simplisia Standar. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri Vol. 23, No.2.

Odhiambo, Orodi. 2015. Greenhouse Solar Dryers. Diakses dari:


https://www.researchgate.net/publication/286417592

Rivai, Harrizul. 2011. Pengaruh Cara Pengeringan terhadap Mutu Herba Meniran
(Phyllanthus nuriri LINN.). Majalah Farmasi Indonesia, (22)1, 73 – 76, 2011.

Teknologi Pascapanen Tanaman Obat. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan


Pascapanen Pertanian.

Anonim. 2013. Jenis-Jenis Alat Pengering. Diakses dari:


http://westryantindaon.blogspot.com/2013/07/pengeringan.html

Anda mungkin juga menyukai