Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 3
FRAKSINASI DENGAN KROMATOGRAFI KOLOM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 9

KELAS : G

1. Adella Oktavia Tri Ajeng (201810410311340)


2. Savana Sonia Savira (201810410311341)
3. Pungky Setyo Lestari (201810410311342)
4. Novita Dewi Anggraeni (201810410311343)
5. Ghina Mazyyah Faizun (201810410311344)

DOSEN PEMBIMBING :
apt. Siti Rofida, M. Farm.
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDY FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropikal yang memiliki kawasan hutan
yang cukup luas. Keberadaan kawasan hutan ini merupakan aset nasional
yang harus terus dikelola dan dikembangkan kearah lebih baik, agar dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan (Sofia, 2007).
Menurut Sari (2010), bagian tumbuhan herba yang digunakan untuk
obat-obatan adalah akar, umbi, batang, daun, pucuk, bunga, dan buah.
Dimana bagian tersebut ada yang dapat langsung digunakan sebagai obat dan
ada pula yang harus melalui proses pengolahan.
Buah jambu biji (Psidium guajava) merupakan tanaman buah jenis
perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman jambu ini
berasal dari Brazilia Amerika Tengah, lalu menyebar ke Thailand dan ke
negara Asia lainnya seperti Indonesia.Jambu biji sering disebut juga Jambu
Klutuk, Jambu Siki, atau Jambu Batu. Banyak sekali macam-macam jenis
buah jambu yang ada di Indonesia. (Oktaviyani, 2018)
Fraksinasi adalah pemisahan antara zat cair dengan zat cair
berdasarkan tingkat kepolarannya. Ekstrak dipartisi dengan menggunakan
peningkatan polaritas seperti petroleum eter, n-heksana, kloroform, etil asetat,
dan etanol. Pemilihan pelarut pada ekstraksi bergantung pada sifat analitnya
dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit
yang sifat lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relatif
nonpolar seperti n-heksana sedangkan analit yang semipolar terlarut pada
pelarut yang semipolar. (Rendiani, 2014)
Proses pemisahan preparatif adalah kromatografi kolom. Cara ini
memungkinkan sampel berupa campuran seberat banyak gram untuk
dipisahkan. Pipa kaca dengan keran di bagian bawah kolom digunakan untuk
mengatur aliran cairan; ukuran kolom ditentukan oleh volume fluida yang
akan ditransfer. Perbandingan panjang dan diameter kolom kira-kira 8: 1, dan
potensi serapannya adalah 25-30 kali berat bahan yang akan dipisahkan.
Teknik tersebut biasa digunakan untuk memisahkan senyawa organik atau

2
konstituen yang sulit menguap, serta logam dan senyawa organik yang jarang
digunakan (Yazid, 2005).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi suatu ekstrak menggunakan
kromatografi kolom.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jambu Biji
Buah jambu biji (Psidium guajava) merupakan tanaman buah jenis
perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman jambu ini
berasal dari Brazilia Amerika Tengah, lalu menyebar ke Thailand dan ke
negara Asia lainnya seperti Indonesia.Jambu biji sering disebut juga Jambu
Klutuk, Jambu Siki, atau Jambu Batu. Banyak sekali macam-macam jenis
buah jambu yang ada di Indonesia. (Oktaviyani, 2018)
Jambu biji tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat
terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam
sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan
pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun.
(Harianja, 2014)

2.2 Jambu Biji (Psidium guajava L.)


Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae Figure 1 Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji

2.3 Morfologi
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup
banyak. Tanaman jambu biji (P. Guajava L.) ditemukan pada ketinggian 1 m
sampai 1.200 m dari permukaan laut. Jambu biji berbunga sepanjang tahun.

4
Perdu atau pohon kecil, tinggi 2 m sampai 10 m, percabangan banyak.
(Saputra, 2014)
Umumnya umur tanaman jambu biji hingga sekitar 30–40 tahun.
Tanaman ini sudah mampu berbuah saat berumur sekitar 2–3 tahun meskipun
ditanam dari biji. Batang yang berwarna pirang licin, terkelupas, di antaranya
berkayu keras, tidak mudah patah, kuat dan padat. Batang dan cabang-
cabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat atau cokelat keabu-abuan.
Batang yang muda (ujung-ujung ranting) jelas bersegi empat. (Ramdhani,
2016)
Daun jambu biji berupa daun tunggal, bertangkai pendek, helai daun
berbentuk bulat memanjang, pangkal daun bulat sampai rata, tepi rata, agak
menggulung ke atas, ujung runcing sampai meruncing, permukaan atas agak
licin, pertulangan daun menyirip, ibu tulang daun dan tulang cabang
menonjol pada permukaan bawah; permukaan atas berwarna hijau kecoklatan,
permukaan bawah berwarna hijau; bauk has; mula-mula tak berasa lama-lama
kelat dan pahit. (Farmakope Herbal Indonesia II, Hal. 146)
Bunga tersusun dengan anak payung yang terdiri atas 1-3 bunga dan
terdapat dalam ketiak-ketiak daun. Kelopak bangun lonceng atau corong
dengan tepi yang tetap, mahkota berwarna putih, lekas gugur. Benang sari
banyak, warna seperti tangkai putih krem. Bakal buah tenggelam beruang 4-5.
Buahnya buah buni yang bulat/seperti buah pir, waktu muda hijau kalau
masak kuning (krem) dengan daging buah yang kuning/ krem pula atau merah
muda. Aroma buah biasanya harum saat buah matang. Berakar tunggang,
berserabut cukup banyak dan tumbuh relatif cepat. Perakaran jambu biji
cukup kuat dan penyerapan unsur haranya cukup efektif sehingga mampu
berbuah sepanjang tahun. (Ramdhani, 2016)

2.4 Kandungan Kimia


Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut
Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung
nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari
sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi

5
mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia
dalam ekstrak daun jambu biji putih adalah senyawa flavonoid, tanin,
triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012). (Maulana,
2015)

2.4.1. Tanin
Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa komplek yang
tersebar hampir pada semua tumbuhan dan biasanya terdapat pada bagian
daun, buah, akar serta batang. Secara kimia, tanin merupakan senyawa
komplek yang tersusun dari polifenol yang sukar dipisahkan dan tidak
membentuk kristal. Tanin dan senyawa turunannya bekerja dengan jalan
menciutkan selaput lendir pada saluran pencernaan dan di bagian kulit
yang luka. Pada perawatan untuk luka bakar, tanin dapat mempercepat
pembentukan jaringan yang baru sekaligus dapat melindunginya dari
infeksi atau sebagai antiseptik. (Maulana, 2015)

2.4.2. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Pada umumnya alkaloid mencangkup senyawa yang bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,
sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering sekali beracun bagi
manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. (Maulana, 2015)
Alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Secara kimia
alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Fungsi alkaloid dalam
tumbuhan masih sangat kabur, meskipun masin-masing senyawa telah
dinyatakan terlibat sebagai pengatur tumbuh, atau penghalau atau penarik
serangga. (Maulana, 2015)

2.4.3. Saponin
Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid,
triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk

6
dalam air dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan
sebagai steroid, triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon,
dan bagian aglikon dari saponin disebut sebagai sapogenin yang umumnya
oligosakarida. Steroid saponin hormon dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok dengan reseptor yang mengikat mereka, glukokortikoid,
kortikoid, mineral, androgen, estrogen, prostagen, vitamin D derivate
seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid dalam studi klinis
modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan analgesik agen.
(Rahmatullah, 2018)
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan
saponin titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan
molekul karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan suatu
aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek
meningkatkan jumlah trombosit (Prihatman, 2011). Kandungan saponin
dapat memicu pembentukan kolagen, yaitu protein structural yang
berperan dalam proses penyemuhan luka. (Rahmatullah, 2018)

2.4.4. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar
yang ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga
membentuk susunan C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam
ditemukan dalam bentuk glukosida, dengan unit flavonoid terikat pada
suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol
yang saling berikatan melalui ikatan glukosida. (Rahmatullah, 2018)
Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya larut
dalam pelarut polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid dapat
digunakan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang
melindungi sel terhadap efek kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid
juga dapat mempengaruhi kenaikan jumlah trombosit dan memiliki

7
bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti bakteri, anti peradangan
dan alergi. (Rahmatullah, 2018)
Quercetin merupakan golongan flavonoid yang dapat menaikkan
jumlah trombosit karena terkandung asam amino serin dan threonin yang
mampu membentuk trombopoetin yang berfungsi dalam proses maturase
megakariosit menjadi trombosit. (Rahmatullah, 2018)
Flavonoid quercetin sebagai antiinflamasi yang mampu menghambat
enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga produksi
prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan jumlah
prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang ke area
luka akan berkurang yang menandakan bahwa proses penyembuhan fase
inflamasi dipersingkat, sehingga dapat segera memasuki faseproliferasi.
(Rahmatullah, 2018)

2.4.5. Steroid
Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi
Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid
memberikan warna hijau biru. (Maulana, 2015)

2.4.6. Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit,
kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat. (Maulana,
2015)

2.5 Manfaat Jambu Biji


Vitamin C melimpah di jambu biji. Dari segi kandungan vitamin C,
buah jambu biji putih mengandung sekitar 116-190 mg, sedangkan jambu biji
merah mengandung 87 mg per 100 gram jambu biji. Vitamin C merupakan

8
antioksidan yang membantu dalam melawan serangan radikal bebas penyebab
penuaan dini dan kanker. (Oktaviyani, 2018)
Jambu biji memiliki banyak manfaat, diantaranya berpotensi untuk
dikonsumsi sebagai buah segar atau disulap menjadi sejumlah makanan dan
minuman. Lebih lanjut, buah jambu biji dapat digunakan untuk mengobati
(terapi) berbagai penyakit, antara lain melancarkan pencernaan, menurunkan
kolesterol, antioksidan, mengurangi kelelahan dan kelesuan, demam berdarah,
dan sariawan. Bagian tumbuhan lain, seperti daun, kulit akar, dan batang,
serta buah muda, memiliki khasiat obat untuk mengobati disentri, keputihan,
sariawan, kurap, diare, pingsan, tukak lambung, gusi bengkak, dan radang
mulut. , serta kulit yang terbakar sinar matahari. (Oktaviyani, 2018)
Ekstrak etanol daun jambu biji juga diuji aktivitas antioksidannya, serta
aktivitasnya sebagai sumber antibakteri pada diare. Jambu biji kaya akan
serat, terutama pektin (serat larut air). Serat pangan memiliki peran fisiologis
dalam meningkatkan massa feses, memperlambat waktu pengosongan
lambung, meningkatkan rasa kenyang setelah makan, menurunkan
penyerapan glukosa, dan meningkatkan ekskresi asam empedu. (Oktaviyani,
2018)
Kami terkadang makan buah jambu biji, tapi kami tidak tahu apa isi
buahnya. Buah jambu biji memberikan sejumlah nutrisi yang dapat digunakan
sebagai suplemen makanan. Jambu biji memiliki kandungan vitamin C dua
kali lipat dari jeruk manis, yang hanya memiliki 49 mg per 100 g buah.
Vitamin C terkonsentrasi di kulit halus dan padat serta daging bagian luar.
Kandungan vitamin C jambu biji memuncak tepat sebelum matang.
(Oktaviyani, 2018)

2.6 Tinjauan Fraksinasi


Fraksinasi adalah pemisahan antara zat cair dengan zat cair berdasarkan
tingkat kepolarannya. Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan
polaritas seperti petroleum eter, n-heksana, kloroform, etil asetat, dan etanol.
Pemilihan pelarut pada ekstraksi bergantung pada sifat analitnya dimana
pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang sifat

9
lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relatif nonpolar
seperti n-heksana sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang
semipolar. (Rendiani, 2014)
Teknik pemisahan ekstraksi cair-cair ini biasanya dilakukan
denganmenggunakan corong pisah (separatory funnel). Kedua pelarut yang
saling tidak bercampur tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah,
kemudian digojok dan didiamkan. Solut atau senyawa organik akan
terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing bergantung pada kelarutannya
terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan
atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan membuka kunci pipa
corong pisah. (Lita, 2016)

2.7 Kromatografi Kolom


Proses pemisahan preparatif adalah kromatografi kolom. Cara ini
memungkinkan sampel berupa campuran seberat banyak gram untuk
dipisahkan. Pipa kaca dengan keran di bagian bawah kolom digunakan untuk
mengatur aliran cairan; ukuran kolom ditentukan oleh volume fluida yang
akan ditransfer. Perbandingan panjang dan diameter kolom kira-kira 8: 1, dan
potensi serapannya adalah 25-30 kali berat bahan yang akan dipisahkan.
Teknik tersebut biasa digunakan untuk memisahkan senyawa organik atau
konstituen yang sulit menguap, serta logam dan senyawa organik yang jarang
digunakan (Yazid, 2005).
Kromatografi kolom memisahkan senyawa dengan cara yang sama
seperti metode kromatografi lainnya, berdasarkan perbedaan gaya antara
molekul dalam sampel dan fase gerak, dan antara komponen dan fase diam.
Teknik ini didasarkan pada kombinasi fase diam dan fase gerak yang dipilih,
menghasilkan interaksi yang sama. (Rubiyanto, 2017)

2.7.1. Fase Diam


Pada kromatografi kolom, fase diam memiliki rasio berat (fase diam:
sampel = 30: 1 dapat ditingkatkan 5: 1 untuk sampel yang sulit

10
dipisahkan). Fase gerak 63 m harus ditekan atau dihisap untuk ukuran
partikel 63-250 m. (Buana, 2020).

2.7.2. Fase Gerak


Dalam kromatografi kolom, eluen atau pelarut juga dapat digunakan
untuk proses bergerak. Pemilihan langkah mobile menggunakan kombinasi
pencarian literatur dan trial and error dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). Pengepakan kolom basah dan kering (pengepakan). Sampel
terlebih dahulu dilarutkan, kemudian dituangkan di atas kolom untuk
preparasi sampel (preparasi sampel). Sampel kemudian dilarutkan,
dihomogenisasi dalam fase diam (1: 3), dan akhirnya dikeringkan. Selama
periode stasioner, itu diratakan (Buana, 2020).

2.7.3. Prinsip Kerja Kromatografi Kolom


Sebagai fase gerak, zat cair dapat mengangkut sampel senyawa yang
bergerak melalui fase diam, sehingga terjadi interaksi berupa adsorpsi
senyawa tersebut oleh padatan dalam kolom. Jumlah / lamanya waktu
suatu bagian dalam sampel ditahan oleh padatan penyerap dalam kolom
menentukan kecepatan bergeraknya. Hasil yang diperoleh berupa pecahan
majemuk (eluen) yang disimpan di bagian bawah kolom (Rubiyanto,
2017).
Fasa diam dan fasa gerak perlu dibedakan dengan benar dan sesuai
untuk mencapai pemisahan yang sempurna. Polaritas dan kelarutan adalah
dua variabel yang mempengaruhi pilihan kedua fasa.

2.7.4. Teknik Kromatografi Kolom


1. Dibuat bubur adsorben yang berasal dari padatan yang telah kita pilih.
2. Bubur adsorben dituang ke dalam kolom gelas ukuran panjang ± 40
cm dan diameter ± 2 cm (dimensi kolom dapat disesuaikan dengan
kebutuhan) yang dibagian ujung bawahnya dilengkapi dengan kran,
secara hati-hati. Bagian bawah ditahan dengan glass wool atau
sejenisnya untuk menghindari lolosnya adsorben dari dalam kolom.

11
3. Dijaga jangan sampai terjadi gelembung udara pada bagian dalam
kolom. Hasil akhir penuangan bubur adsorben berbentuk padat dan
kompak tanpa lubang atau retakan. Bila hal ini terjadi maka kolom
tersebut dikatakan rusak dan tidak dapat dipergunakan.
4. Padatan kolom yang terbentuk dijaga supaya tetap basah oleh pelarut
dengan menuangkan pelarut dengan hati-hati dan terhindar dari
kekeringan permukaan. Umumnya langkah ini dilakukan sehari
semalam sebelum kolom dapat dipergunakan.
5. Bila akan dipergunakan pelarut yang berbeda sebagai fase gerak (yang
demikian ini disebut eluen) maka kolom harus dicuci terlebih dahulu
dengan pelarut yang dimaksud dengan cara mengalirkan secara
berulang-ulang pelarut tersebut ke dalam kolom serta didiamkan
bebeapa saat sebagai langkah aktivitas kolom.
6. Pada saat penuangan cuplikan dilakukan melalui bagian tepi tabung
kolom serta perlahan – lahan, tidak langsung ke permukaan padatan
karena dapat merusak permukaan padatan.
7. Laju alir fase gerak diatur dengan menentukan kecepatan penetesan
cairan setiap satuan waktu. Fraksi yang ditampung (eluen) diharapkan
akan bervolume sama dalam selang waktu tertentu.
(Rubiyanto, 2017)

12
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Bagan Alir


Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan
mengganti-ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen
tersebut akan digunakan untuk fraksinasi.

Siapkan 50-70 gram silica gel (sesuai diameter kolom yang digunakan)

Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml

Silika gel dimasukkan ke dalam labu erlemeyer, kemudian ditambahkan


sedikit eluen. Kocok selama 15 menit.

Campuran butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai


setinggi 10 cm dari atas

Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium


foil, biarkan semalam.

Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan, kemudian ekstrak
ditambahkan sedikit pelarut (etanol/methanol) ad larut dicampur dengan silica gel
sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai homogen dan kering.

Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica gel

Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke dalam kolom (diatas
permukaan silica gel), lalu ditambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen dialirkan/diteteskan
sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh dengan eluen, sementara penetesan
tetap dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.

13
Penampungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml

Dilakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no.1,10, 20, 30, 40, dst).
Pada uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak pada
kromatografi kolom

Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diataranya dapat digabung

Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial
diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no.15 dilakuakan uji KLT).

Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan


noda pada analisis dengan KLT

Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram, dianalisis


dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis dan dihitung rf masing-masing spot noda.

Dokumentasikan pada UV 254, UV 365 dan visual

Plat KLT (no.15) di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf, uap amonia,


anisaldehid-asam sulfat, FeCl3, dan KOH 10%.

14
3.2 Deskripsi Prosedur Kerja
1. Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan
mengganti-ganti eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen
tersebut akan digunakan untuk fraksinasi.
2. Siapkan 50-70 gram silica gel (sesuai diamter kolom yang digunakan).
3. Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml.
4. Silika gel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan
sedikit eluen, kocok selama 15 menit.
5. Campuran butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm
dari atas.
6. Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan alumunium
foil dibiarkan selama semalam.
7. Timbang ekstrak sebanyak 1 % dari jumlah silica gel yang digunakan,
kemudian ekstrak ditambahkan sedikit pelarut (etanol/methanol) ad larut
dicampur dengan silica gel sama banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas
pengaduk sampai homogen dan kering.
8. Eluen dialirkan sampai permukaanya 0,5 cm diatas permukaan silica gel.
9. Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke dalam
kolom (diatas permukaan silica gel), lalu ditambah eluen kira-kira setinggi
3 cm. Eluen dialirkan/diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom
terisi penuh dengan eluen, sementara penetesan tetap dilakukan. Kecepatan
penetesan diatur.
10.Penampungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.
11.Melakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial no.1, 10, 20, 30,
40, dst). Pada uji KLT, fase gerak yang ditambahkan adalah sama dengan
fase gerak pada kromatografi kolom.
12.Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat
digabung.
13.Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan
pada vial diantaranya (bila vial no 10 dan 20 berbeda, maka vial no.15
dilakukan uji KLT).

15
14.Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada
analisis dengan KLT.
15.Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram, dianalisis
dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis dan dihitung Rf masing-masing
spot noda.
16.Dokumentasikan semua hasil pada UV 254, 365 dan visual.
17.Plat KLT (No. 15) di derivatisasi dengan pereaksi Dragendorf, uap
amonia, anisaldehid-asam sulfat, FeCl3, dan KOH 10%.

16
17
18
19
20
21
22
23
DAFTAR PUSTAKA

Nellyani, Lita. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi n-
Heksana serta Etil Asetat Rimpang Laja Gowah (Alpinia malaccensis
(Burm.f.) Roscoe) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Universitas Sumatera Utara
Devita, Rendiani. 2014. Isolasi Senyawa Flavonoid pada Buah Pare (Momordica
Charantia L.) yang Memiliki Aktivitas Antioksidan. Universitas Islam
Bandung
Harianja, Doni Hartono. 2014. Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan
Jambu Biji (Psidium guajava L.). Universitas Sumatera Utara
Oktaviyani, Anggita. 2018. Karakteristik Fisikokimia Dan Organoleptik Permen
Jelly Dari Ekstrak Jambu (Psididum Guajava L.) Dengan Penambahan
Gelatin Sebagai Gelling Agent. Undergraduate (S1) thesis, University of
Muhammadiyah Malang.
Rahmatullah, Alief Mabrur. 2018. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium Guajava L.) Terhadap Luas Luka Laserasi Pada Tikus Putih
(Rattus Novergicus) Jantan. Undergraduate (S1) thesis, University of
Muhammadiyah Malang.
Anonym. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Saputra, M.Husien Dian. 2014. Pengaruh Perendaman Ekstrak Etanol Daun
Jambu Biji (Psidium Guajava L) Terhadap Keawetan Tahu. Skripsi thesis,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Ramdhani, Agung. 2016. Inventarisasi Lalat Buah (Bactrocera sp.) pada Tanaman
Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) dengan Berbagai Warna dan
Ketinggian Perangkap Studi Kasus di Dusun V, Desa Sei Mencirim,
Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Universitas Medan Area
Maulana, Egi Azikin. 2015. Isolasi Dan Uji Aktivitas Antioksidan
Senyawaflavonoid Dari Ekstrak Daun Jambu Biji Putih (Psidium guajava
L.). Universitas Udayana.
Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi

24
Rubiyanto, D., 2017. Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum dan
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Deepublish
Buana, I., 2020. Kromatografi Kertas dan Kolom. Universitas Trisula Semarang:
s.n.
Sari, N. I. 2010. Studi Etnobotani Tumbuhan Herba Oleh Masyarkat Karo di
Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. (Studi Kasus di Desa Telagah
Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat). Skripsi. Departemen Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra
Utara Medan
Sofia, D. 2007. Keanekaragaman Jenis Anakan Tingkat Semai Dan Pancang Di
Hutan Alam. Karya Tulis. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.

25

Anda mungkin juga menyukai