Anda di halaman 1dari 55

PENGEMBANGAN BAHAN TANAMAN

MENJADI OBAT TRADISIONAL


FITOFARMAKA – 1 (UJI PRAKLINIS)
iNDRA T. Maulana
PENGEMBANGAN
OBAT TRADISIONAL

 Perka BPOM nomor 13


tahun 2014
OBAT HERBAL → FITOFARMAKA

 pada jalur empiris (dalam hal ini Jamu), harus memenuhi


persyaratan tertentu seperti standardisasi, data toksisitas serta
adanya senyawa penanda sebelum dilakukan uji klinik.
 Jalur non empiris (komposisi dan klaim tidak lagi sesuai dengan
riwayat tradisionalnya), harus memenuhi persyaratan tertentu
seperti standardisasi, data toksisitas, data farmakodinamik serta
adanya senyawa penanda sebelum dilakukan uji klinik.
PENANGANAN
Budidaya PASKA PANEN
Tumbuhan PROSES - Pencucian
PANEN - pengeringan
Liar
- Sortasi Kering
- Perajangan
- Pengendalian
mutu
- Penyimpanan

Spesifik
SIMPLISIA
STANDAR
TERSTANDAR SIMPLISIA
DISASI
Non Spesifik
Simplisia yang
terjamin secara
keamanan,
khasiat dan
kualitasnya
SIMPLISIA
TERSTANDAR

- Keamanan Formulasi
Ada Data Empiris
- kualitas

- Efek farmakologi
Pengujian Praklinis
- Dosis Formulasi
- Toksisitas
- teratogenik
Formulasi

- Tahap 1 Registrasi Izin


Pengujian Klinis - Tahap 2
- Tahap 3

Obat Herbal Jamu


Registrasi Izin Terstandar
- Tahap 4

Obat diedarkan

Fitofarmaka
1. Pemilihan simplisia
TAHAP -TAHAP 2. Skrining Senyawa Aktif
PENGEMBANGAN 3. Penanganan Pasca Panen
OBAT 4. Skrining Aktifitas Farmakologi
TRADISIONAL 5. Uji farmakodinamik
MENJADI 6. Uji toksisitas pada hewan coba
FITOFARMAKA 7. Pengembangan formulasi (sediaan obat)
8. Uji klinis pada manusia
PEMILIHAN SIMPLISIA
BERKHASIAT

Syarat Tanaman dijadikan sebagai bahan


simplisia
 Aman
 Berkualitas
 Berkhasiat
SKRINING SIMPLISIA

 Skrining senyawa aktif


 maupun Skrining aktivitas dari tanaman itu
sendiri
 Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan
tahapan awal dalam mengidentifikasi kandungan kimia
metabolit sekunder yang terdapat dalam bahan simplisia
 Tahapan ini bertujuan untuk memastikan adanya
kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam
bahan yang berperan memberikan efek farmakologi yang
SKRINING diharapkan

SENYAWA  Metode yang digunakan untuk penapisan fitokimia harus


memenuhi beberapa persyaratan berikut ini :
AKTIF a. Sederhana dan cepat
b. Menggunakan peralatan yang sedikit mungkin
c. Selektif untuk kelompok senyawa tertentu
d. Memberikan informasi tambahan mengenai
keberadaan suatu senyawa tertentu dalam kelompok
senyawa yang sedang diperiksa
PENANGANAN PASCA
PANEN SIMPLISIA

 Bahan Simplisia meskipun


diperoleh dari lokasi budidaya,
namun belum tentu akan
menghasilkan OT memenuhi
standar apabila penanganan
pasca panennya bermasalah
 Oleh karena itu, penanganan
pasca panen juga perlu
menjadi perhatian utama
dalam rangka menjaga mutu
dan kualitas dari produk OT
yang akan dibuat
PENANGANAN PASCA
PANEN SIMPLISIA

 Sortasi
 pencucian
 Perajangan
 Penyimpanan
 Pengendalian mutu
UJI FARMAKODINAMIKA

 Farmakodinamika Adalah Ilmu


Yang Mempelajari Cara Kerja
Obat, Efek Obat Terhadap Fungsi
Berbagai Organ Dan Pengaruh
Obat Terhadap Reaksi Biokimia
Dan Struktur Organ
 Maka tujuan dari uji
farmakodinamika adalah untuk
menganalisa pengaruh obat
terhadap komponen tubuh dan
tubuh itu sendiri
 Uji farmakodinamika pertama kali
dilakukan terhadap hewan
melalui studi praklinis
Uji pra klinis
 Uji praklinis merupakan tahapan uji
yang dilakukan untuk membuktikan
keamanan dan khasiat dari suatu
bahan obat yang dilakukan terhadap
hewan uji sebelum nantinya
dilanjutkan ke uji klinis kepada
manusia
 Selain terhadap hewan uji, saat ini
pengembangan uji praklinis juga
dapat dilakukan secara invitro
menggunakan Cell line
Uji Praklinis

 Uji praklinis dilakukan sebelum melalui


tahapan uji klinik
 Sebelum melakukan uji praklinis, maka
terlebih dahulu mengurus ethical
clearance yang dikeluarkan oleh
komite etik yang berwenang
memberikan izin uji terhada[ hewan
 Uji praklinis yang dilakukan meliputi :
❑Uji khasiat dari bahan alam
❑Uji Toksisitas tingkat 1 (akut), tingkat 2
(subkronis), dan tingkat 3 (kronis)
TAHAPAN ❑Uji Toksisitas Khusus (uji teratogenik, uji
UJI reproduksi, uji mutagenik, uji
tumorgenisitas dan karsinogenisitas, uji
PRAKLINIS iritan/ sensitivitas pada kulit dan mata,
uji perilaku)
Uji khasiat dari bahan alam

 Uji yang bertujuan untuk melihat khasiat atau efek


farmakologi yang dihasilkan oleh suatu bahan obat
 Penetapan khasiat yang akan diuji didasarkan pada
beberapa hal diantaranya pengalaman empiris,
kandungan kimia bahan yang dikaitkan dengan
efek farmakologi, hasil penelitian pendahuluan
 Uji khasiat dilakukan dengan cara diberikan dosis
secara bertingkat : dari mulai dosis rendah hingga
tinggi
UJI TOKSISITAS
Uji Toksisitas

 Uji toksisitas dilakukan dalam rangka


menelaah resiko yang mungkin terjadi yang
ditimbulkan oleh suatu bahan yang akan
dijadikan obat
 Uji toksisitas bertujuan untuk menekan
munculnya resiko bahaya apabila suatu
bahan tersebut saat digunakan oleh
manusia
2 Tipe Uji toksisitas
 Uji Kualitatif (deskriptif)
 Uji toksisitas ini diukur berdasarkan munculnya
gejala yang dihasilkan akibat Respon tubuh
terhadap suatu senyawa tertentu yang tidak
spesifik
 Uji ini sifatnya deskriptif, dan seringkali
pengukurannya dikonversikan terhadap
angka dengan ekivalensi tertentu.
 Uji Kuantitatif (dapat diukur)
 Uji toksisitas yang menghasilkan parameter uji
dalam satuan angka
 Hasil uji nantinya akan dikonversi menjadi
satuan dosis
Uji Kualitatif
Granuloma

Fibrosis granuloma
Karsinogenik

 Uji ini dilakukan untuk menganalisis


efek karsinogenik dari bahan
 Efek karsinogenik disebabkan
adanya zat di dalam bahan yang
dapat menyebabkan
terganggunya homeostasis sel
sehingga memicu pertumbuhan sel
yang abnormal
 Zat karsinogenik penting ditetapkan
untuk mengurangi dampak
terjadinya kanker akibat
penggunaan bahan
Teratogenik
 Uji yang dilakukan untuk melihat
pengaruh bahan obat terhadap
janin yang berada dalam kandung
 Pada Uji toksisitas ini, Obat diberikan
selama masa organogenesis suatu
hewan bunting
 Cara pemberian : berulang
 Tujuan pengujian
 Menentukan apakah suatu obat
dapat menyebabkan kelainan /
cacat bawaan pada janin yang
dikandung oleh hewan bunting
 Menentukan apakah cacat
tersebut terkait dosis obat yang
diberikan
Kewajiban uji teratogenik
 Contoh kasus Thalidomid (tahun
1950)
 Thalidomide semula digunakan untuk
mengatasi rasa mual pada ibu hamil
 Ternyata obat tersebut justru
menyebabkan terhentinya
perkembangan anggota badan
janin
 Kasus tersebut bahkan disebut
sebagai kasus tragedi thalidomide
 Kasus teratogenik dapat
menyebabkan :
 Bayi lahir tanpa tangan dan kaki
 Anggota badan terbentuk
sebagian
 Bentuk-bentuk tidak sempurna
dari hidung, mata, telinga
 Jantung dan saluran pencernaan
tidak berfungsi dengan baik
 LD 50, dosis yang dapat mematikan
50 % populasi hewan uji
 LC (Konsentrasi Letal), konsentrasi
bahan yang terdapat diluar tubuh
UJI organisme yang menyebabkan
Kuantitatif respon berupa kematian hewan uji
 NOEL, No Observed Effect level
 NOAEL, No Observed Adverse Effect
level
TAHAPAN  Pengujian Tingkat 1 (Akut)
PENGUJIAN  Pengujian Tingkat 2 (Subkronis)
TOKSISITAS  Pengujian Tingkat 3 (Kronis)
Pengujian Tingkat 1
(Akut)

 Uji LD 50, LC50


 Uji Iritasi Mata, Kulit
 Skrining Pertama
terhadap Mutagenisitas
TINGKAT 1

 Uji Toksisitas Tingkat 1


disebut juga Toksisitas Akut
Meliputi Uji dosis-respon LC
untuk mencari LD50 dan
LC50, serta kemungkinan
adanya kerusakan organ
 Lama pengujian 24 – 240
jam

LD 50
Uji toksisitas akut
 Uji toksisitas akut merupakan metode pengujian
untuk mengukur seberapa besar tingkat
toksisitas yang muncul dalam waktu 24 jam
setelah suatu obat diberikan dengan dosis
tunggal (dosis yang akan digunakan pada
terapi)
 Parameter yang dihasilkan dari uji toksisitas akut
adalah Dosis kematian 50 (lethal dose 50) atau
dikenal LD50.
 Tehnik Pengujian : Suatu bahan obat diberikan
dengan dosis tunggal kepada suatu hewan
percobaan, kemudian hewan uji diamati
selama 24 jam. Apabila dalam 24 jam tidak ada
yang mati, maka pengamatan dilanjutkan
hingga 14 hari kedepan dan dilakukan dengan
dosis bertingkat hingga diperoleh LD 50
 Hewan uji yang digunakan minimal 2 spesies
Kriteria LD

Sumber : Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah Feni Sulastry (mahasiswi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO)
Uji Iritasi Mata dan kulit
 Dikenal dengan uji Draize test
 Iritasi mata
 Untuk iritasi mata, bahan obat dimasukkan kedalam
salah satu mata hewan uji, mata yang lainnya
digunakan sebagai kontrol
 Jenis hewan uji sebaiknya kelinci albino
 Waktu pemantauan selama 24 jam, 48 jam hingga 96
jam
 Gejala yang diamati : kekeruhan kornea, edema, reaksi
terhadap cahaya, pelebaran vaskular, dan kemerahan
 Iritasi kulit
 Dilakukan pada kulit punggung atau kulit telinga,
 Evaluasi sama dengan uji iritasi mata 24, 48 hingga 96 jam
 Diukur skor keparahan secara numerik
Uji Mutagenisitas

 Dilakukan dengan uji


 SAL (Ames Salmonella/microsome mutagenesis assay) atau
dikenal dengan uji Ames Test
 Uji essei untuk aberasi kromosom
 ABS = Assay for chromosome abberation
 SCE = Sister chromated exchange induction
 MOLY = Mouse lymphoma L5178Y cell mutagenesis
assay
 Yang diamati : kondisi kromosom, dimana kromosom
akan terputus sehingga terjadi pertukaran antar bagian
kromosom
 Hewan Uji, sel sumsum tulang tikus, sel limfosit tikus
penderita kanker
Disebut juga sebagai uji subkronis meliputi :
Skrining Kedua terhadap Mutagenisitas
Uji teratogenik dan Uji reproduktif
Uji farmakokinetik
Pengujian Uji perilaku
Tingkat 2 Uji interaksi, adanya efek sinergi, efek
antagonis dan aditif
Uji tingkat dua ini semuanya dilakukan
dalam kurun waktu sekitar 2,5 tahun
 Dosis uji bervariasi 3 sampai 4 konsentrasi
Dosis tinggi, dilakukan untuk melihat LD
50 dan NOAEL
Dosis rendah, dilakukan untuk melihat
NOEL
 Hewan uji : tikus, anjing atau kera
Uji Tingkat 2  Observasi : setiap organ tubuh, mortalitas,
morbiditas, mata, konsusmsi makanan,
berat badan, respons neurologis, perilaku
tidak normal, respirasi, elektro kardiogram
(EKG), elektro-encefalogram (EEG),
hematologi, biokimia darah, analisis urin &
tinja, kerusakan organ makroskopis
 Merupakan metode uji toksisitas berulang
dimana suatu hewan uji diberikan dosis
obat setiap hari selama beberapa waktu
tertentu
 Tujuan pengujian
 Menelaah kemunculan efek samping
Uji Toksisitas apabila suatu obat dikonsumsi secara
Subkronik berulang dalam jangka waktu panjang
 Menelaah efek toksi yang sebelumnya tidak
terdeteksi pada saat uji toksisitas akut
 Mempelajari adanya efek kumulatif dan efek
reversibilitas
LAMA PENGUJIAN SUB KRONIS

 Untuk Pemakaian klinis 1 – 3 hari → lama pengujian adalah 14


hari
 Untuk pemakaian klinis 7 hari → lama pengujian 28 hari
 Untuk pemakaian klinis 4 minggu → lama pengujian 90 hari
 Untuk pengujian minimal 1 bulan → lama pengujian 6 bulan
Uji Tingkat 3
 Dilakukan dalam jangka panjang mewakili sebagian besar usia
hidup hewan uji
 dikenal juga uji toksisitas kronis
 Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh obat apabila dikonsumsi
selama usia hidup pasien
 Pengamatan : rentang dosis yang menyebabkan efek ringan dan
berat
 Rentang sempit → bahan berbahaya
 Rentang lebar → rentang kurang berbahaya
 Pada uji ini dilakukan juga Uji karsinogenisitas, Uji teratogenik dan
reproduksi, dan Uji mutagenisitas
 Uji karsinogenisitas pada tikus dilakukan selama kurang lebih 2
tahun
 Dilakukan juga uji profil farmakokinetika
 Merupakan uji toksisitas yang dilakukan
selama sebagian besar masa hidup hewan.
 Pada uji toksisitas kronis ini, selain dipantau
terkait adanya efek samping yang
Uji Toksisitas ditimbulkan apabila suatu obat dikonsumsi
Kronis sepanjang masa hidup pasien, juga
dilakukan pemantauan terhadap efek
farmakodinamika obat.
Uji mutagenesis
 Uji yang dilakukan untuk menganalisis
adanya perubahan genetik yang terjadi
akibat mengkonsumsi bahan obat
 Perubahan genetik tersebut
kemungkinan terjadi disebabkan karena
adanya senyawa yang dapat
mempengaruhi organisme di dalam
tubuh yang dapat memicu perubahan
gen dalam sel
 Hasil akhir : mutasi pada
 Sel genetik → terjadi mutan
 sel somatik → terjadi kanker
 Sel embrio → terjadi monster atau
cacat bawaan
Organisme berbeda jauh dari
manusia

Masyarakat penyayang
Kendala Uji binatang sangat menentang
Toksisitas uji toksisitas demikian
Keadaan laboratorium
berbeda dengan realitas
HASIL UJI PRAKLINIS
 Hasil uji preklinik adalah
 kepastian dosis lazim penggunaan untuk sediaan bahan alam
 Dosis maksimum
 Dosis Letal
 Efek samping
 Efek teratogenik
 Efek mutagenik
 Efek karsinogenik
 Oksitoksik (menyebabkan efek samping berbahaya, namun belum
diketahui zat apa dalam tanaman tersebut yang menyebabkan efek
berbahaya)
 Mencari formula efektif sediaan
 Setiap tumbuhan memiliki sifat kekhasannya
masing – masing
 Penggunaan bahan yang banyak dalam obat
tradisional kadang kala menguntungkan namun
juga dapat merugikan
Pengembangan
formulasi  Adanya efek samping
(sediaan obat)  Interaksi Antar Senyawa Kimia
 Dasar dari formulasi sediaan obat tradisional
adalah gejala yang muncul dari kondisi penyakit
tertentu
KEUNIKAN SIFAT OBAT TRADISIONAL

 salah satu produk Ayurveda, ada yang bahannya terdiri


dari 50 jenis tumbuhan, digiling dengan menggunakan
bahan semacam mika sampai beberapa hari.
 Hasil penelitian menunjukkan ternyata metode tersebut
menyebabkan partikel – partikel mika berupa butiran
halus masuk kedalam campuran obat tradisional
sehingga mempercepat daya serap nya oleh tubuh

*Buletin DRN No. 31, 1996


KEUNIKAN SIFAT OBAT TRADISIONAL

 Suatu campuran obat tradisional cina untuk


pengobatan atopic eczema yang bahannya terdiri dari
10 komponen tumbuhan.
 Setelah diteliti seorang ilmuwan inggris, ternyata ketika
dalam bentuk campuran, maka obat tradisional
tersebut benar – benar efektif seperti yang diharapkan,
namun apabila digunakan sendiri – sendiri, justru malah
khasiatnya tidak muncul

*Buletin DRN No. 31, 1996


PENGEMBANGAN
FORMULA
 Bahan aktif utama
 Bahan aktif Komplementer
 Bahan Pembantu :
 Antihigroskopisitas
 Korigen
 Penstabil
 Pensuspensi
 pengemulsi
 Pengawet
 Dll

Anda mungkin juga menyukai