Anda di halaman 1dari 23

STEP 1

1. Tolerabilitas : dari kata toleransi, farmakologi obat  sejauh mana obat/agen lain yg
masuk ke tubuh manusia bisa muncul efek samping ke tubuh manusia, yg dicek : kadar
tertinggi yg bisa diterima tubuh manusia
2. Uji preklinik : uji yg dilakukan pada hewan coba untuk menentukan keamanan dan
khasiat suatu bahan yg diujikan, sebelum dilakukan uji klinik

STEP 2

1. Apa definisi dari uji preklinik?


2. Apa saja syarat dari uji preklinik?
3. Apa landasan hukum dilakukannya uji preklinik?
4. Apa saja macam-macam, tujuan, dan tahapan dari uji preklinik?
5. Apa saja kendala dalam uji preklinik?
6. Bagaimana uji farmakodinamik untuk obat tradisional?
7. Bagaimana prinsip dasar dalam penggunaan hewan coba?
8. Apa saja hewan yg dapat dijadikan sebagai hewan coba dan syarat hewan coba?

STEP 3
1. Apa definisi dari uji preklinik?
Uji yg dilakukan sebelum uji klinik, menjadi syarat uji bagi suatu obat yg akan
didapatkan profil farmakokinetik, farmakodinamik, dan toksisitas. Yg pertama diujikan
pada reseptor pada kultur sel terlebih dahulu. Ada uji in vitro  menentukan khasiat obat
(uji aktivitas enzim, anti kanker menggunakan sel lain, anti mikroba pada benih mikroba,
anti inflamasi). Pada uji toksisitas masih dilakukan pada hewan percobaan dan belum ada
pengganti cara ujinya. Obat aman akan dilanjutkan pada uji preklinik. Jika berhenti pada
uji preklinik menjadi OHT, jika lanjut uji klinik menjadi fitofarmaka. Pemberian pada
hewan coba disesuaikan dengan pemberian yg akan diberikan pada manusia
Ada in vitro (di luar tubuh hewan coba, dilakukan di bahan kultur menggunakan bahan
biologi) dan in vivo
Contoh uji in vitro  antibakteri menggunakan kultur bakteri, uji antihelmintic
menggunakan kultur cacing, uji anti kanker menggunakan kultur sel kanker 
dilanjutkan ke uji in vivo

2. Apa saja syarat dari uji preklinik?


Syarat uji preklinik :
- Standarisasi dan senyawa penanda, contoh : flavonoid
Syarat uji klinik :
- Data toksisitas
- Data farmakodinamik

OHT harus memenuhi bukti empiris dan data non klinik, dilengkapi dengan data
preklinik  ada 11 uji in vivo sebagai evaluator BPOM untuk eval keamanan dan data
toksisitas

Penelitian berupa RCT dan dilakukan pada laboratorium.

Uji toksisitas oral akut  efek toksik singkat pada dosis oral dalam 24 jam, BPOM 
cara penggunaan dosis oral. Dilaporkan reaksi pada hewan cobanya apakah mati atau
hidup dan dievaluasi gejala toksisitas  data efek samping, organ yg terdampak

Uji farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas  tahapan uji preklinik

3. Apa landasan hukum dilakukannya uji preklinik?


- UU RI no 36 tahun 2009 pada pasal 44 ayat 4 “penelitian pada hewan harus dijamin
untuk melestarikan hewan dan mencegah dampak buruk yg tidak langsung bagi
kesehatan manusia”
- Kepmenkes tahun 2005 tentang pedoman nasional penelitian kesehatan
- Peraturan BPOM RI no 7 tahun 2014 tentang pedoman uji toksisitas non klinik secara
in vivo
- Pasal 66 UU no 18 tahun 2009 bagian kedua tentang kesejahteraan hewan
4. Apa saja macam-macam, tujuan, dan tahapan dari uji preklinik?
Tujuan
Tujuan uji preklinik utk mengetahui adanya toksisitas calon obat manusia, merancang uji
utk mengetahui toksisitas, mengetahui kebenaran khasiat suatu bahan
Macam-macam
- Uji farmakologik  utk melihat kerja farmakodinamik dan farmakokinetik, cara
kerja, manfaat obat pada tubuh manusia
- Uji ketoksikan/toksisitas  melihat efek toksisitas akut, kronik, spesifik
- Uji teratogenik  mengetahui apakah berpotensi menimbulkan kecacatan janin
- Uji mutagenic  jarang dilakukan
- Uji karsinogenik  mengetahui apakah berpotensi menginduksi sel kanker pada sel
normal

Tahapan

- Seleksi/pemilihan  memilih obat tradisional yg memiliki manfaat sebagai calon


obat
- Uji farmakologik
- Uji ketoksikan/toksisitas
- Uji teratogenic
- Uji mutagenic
- Uji karsinogenik

 Uji eksperimental in vitro  bersifat parsial, tidak semua uji bisa dilakukan in vitro,
opsional, utk klarifikasi klaim obat
 Uji eksperimental in vivo  membuktikan klaim obat yg sebelumnya, jamu ke OHT
dibuktikan klaim jamu
 Uji toksisitas  akut (mengetahui LD50 obat, semakin tinggi LD50 semakin aman
dan tahapan mematikan membutuhkan dosis yg tinggi), subkronik (mengamati
kelainan akibat konsumsi obat yg diamati, efek akumulasi obat pada penggunaan
jangka panjang), khusus (melihat keamanan konsumsi obat, contoh : teratogenik,
mutagenic, karsinogenik)

5. Apa saja kendala dalam uji preklinik?


- Bahan baku yg sulit, contoh : simplisia dalam jumlah besar
- Kurang riset yg baik pada BBOT
- Banyak tanaman obat yg belum dibudidaya sehingga ketersediaan sedikit
- Pengujian toksisitas, butuh waktu dan finansial
- Frekuensi pada hewan coba dan perbandingannya, modifikasi
Uji in vitro masih terbatas sedangkan uji coba hewan banyak yg tidak setuju
- Kondisi fisiologis dan patologis hewan

6. Bagaimana uji farmakodinamik untuk obat tradisional?


Dilakukan berdasar kelas terapinya sesuai dengan patofisiologi penyakit  ada syarat-
syarat tertentu
Periksa sediaan uji, bahan-bahan
Contoh : antihipertensi menggunakan hewan spontan hipertensi atau diinduksi hipertensi
terlebih dahulu  dilihat efek farmakologi
Antidislipidemia  hewan standar/ induksi hiperlipidemi pada hewan
Obat diperantarai reseptor : pendudukan reseptor, obat menghasilkan farmakologi jika
berikatan dengan reseptor spesifik  efek pada tubuh, seperti gembok dan anak kunci
(menggunakan reseptor spesifik)
Obat tidak diperantarai reseptor :
Secara fisika  adsorbsi, osmosis, surfaktan, larut dalam lemak dan membran
secara kimia  aktivitas asam basa, oksidasi dan reduksi, khelat
metabolism  contoh antibiotic
secara kompetisi  kompetisi reseptor spesifik
Dikaitkan dengan uji jamur tiram di scenario

7. Bagaimana prinsip dasar dalam penggunaan hewan coba?


Prinsip 5F :
- Freedom from hunger and thirst (bebas lapar dan haus)  harus perhatikan kualitas
makan dan minum
- Freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan)  harus disesuaikan
lingkungannya dengan nyaman, contoh : ukuran kandang
- Freedom from pain, injury, and disease (bebas rasa sakit, trauma, penyakit) 
tindakan diusahakan non invasive seminimal mungkin
- Freedom from fear and distress (bebas ketakutan dan stress)  diberikan masa
adaptasi
- Freedom to express natural behavior (bebas mengekspresikan tingkah laku alami) 
disesuaikan dengan kebiasaan alami hewan di alam

Prinsip 3R :

- Replacement : usaha mengganti hewan coba dengan yg lain


- Reduction : meminimalkan jumlah hewan coba
- Refinement : perlakuan yg pantas agar bebas 5F

8. Apa saja hewan yg dapat dijadikan sebagai hewan coba dan syarat hewan coba?
- Mencit : utk mengevaluasi toksisitas akut dan karsinogenik, kurang darah utk
pemeriksaan patologi
- Tikus : uji toksikologi
- Hewan primata : kera, orangutan
- Kelinci : utk penelitian vit A

Syarat hewan coba :

- Bebas mikroorganisme pathogen  bisa mengganggu


- Reaksi imunitas baik
- Kepekaan terhadap suatu penyakit
- Tidak terancam punah
- Reproduksi cepat

STEP 4

STEP 5

1. Apa definisi dari uji preklinik?


2. Apa saja syarat dari uji preklinik?
3. Apa landasan hukum dilakukannya uji preklinik?
4. Apa saja macam-macam, tujuan, dan tahapan dari uji preklinik?
5. Apa saja kendala dalam uji preklinik?
6. Bagaimana uji farmakodinamik untuk obat tradisional?
Dikaitkan dengan uji jamur tiram di scenario
7. Bagaimana prinsip dasar dalam penggunaan hewan coba?
8. Apa saja hewan yg dapat dijadikan sebagai hewan coba dan syarat hewan coba?

STEP 6
(Belajar mandiri)

STEP 7

1. Apa definisi dari uji preklinik?


Pengertian Uji preklinik pada Peraturan BPOM No. 13 tahun 2014 tentang Pedoman Uji
Klinik Obat Herbal
“Uji Nonklinik adalah uji yang dilakukan pada hewan coba untuk menilai
keamanan serta profil farmakodinamik produk yang diuji”
Peraturan BPOM No. 13 tahun 2014 tentang Pedoman Uji Klinik Obat Herbal

2. Apa saja syarat dari uji preklinik?


Ada ketentuan-ketentuan umum pada uji toksisitas, mencakup :
Sediaan Uji
1. Sediaan uji yang berupa zat kimia memerlukan informasi berikut: a. Identitas bahan
b. Sifat fisiko- kimia c. Kemurnian d. Kadar cemaran
2. Sediaan uji yang berupa simplisia tanaman obat memerlukan informasi berikut: a.
Nama latin dan nama daerah tanaman b. Deskripsi daerah penanaman c. Bagian
tanaman yang digunakan d. Pemerian simplisia e. Cara pembuatan dan penanganan
simplisia f. Kandungan kimia simplisia
Penyiapan Sediaan Uji

1. Formulasi dalam media cair


a. Jika sediaan uji larut dalam air, sediaan uji harus dibuat dalam bentuk larutan
dalam air
b. Bila sediaan uji tidak larut dalam air, sediaan uji dibuat dalam bentuk suspensi
menggunakan gom arab 3 - 5%, CMC (carboxy methyl celullose) 0,3 – 1,0% atau
dengan zat pensuspensi lain yang inert secara farmakologi
c. Bila tidak dapat dilakukan dengan cara – cara tersebut diatas, sediaan uji
dilarutkan dalam minyak yang tidak toksik, misalnya minyak zaitun atau minyak
jagung.
2. Campuran pada makanan
Pada uji toksisitas dengan pemberian berulang seperti pada uji toksisitas subkronis,
dengan pertimbangan kepraktisan, sediaan uji dapat diberikan dengan mencampur
dalam makanan atau minuman hewan uji. Dosis yang diberikan harus tetap,
berdasarkan berat badan dan perhitungan jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi setiap hari.
3. Sediaan uji simplisia tanaman obat
Pada uji toksisitas dengan pemberian berulang seperti pada uji toksisitas subkronis,
dengan pertimbangan kepraktisan, sediaan uji dapat diberikan dengan mencampur
dalam makanan atau minuman hewan uji. Dosis yang diberikan harus tetap,
berdasarkan berat badan dan perhitungan jumlah makanan dan minuman yang
dikonsumsi setiap hari.
Dosis Uji
Dosis Uji harus mencakup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim pada
manusia
Hewan Uji
Hewan uji dipertimbangkan berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang
serupa dengan manusia, kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara penanganan
sewaktu dilakukan percobaan.
PerKBPOM No. 7 tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo
Sebelum dilakukannya Uji Preklinik perlu dilakukan standardisasi terhadap bahan baku
dan produk jadi untuk menjamin konsistensi khasiat kadar zat aktif atau senyawa
penanda/marker harus konsisten sejak bahan baku hingga menjadi produk jadi, dimana
teknologi pengolahan bahan baku banyak faktor yang mempengaruhi yaitu :
BPOM.(2020). Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) di Masa Pandemi
COVID-19

3. Apa landasan hukum dilakukannya uji preklinik?


PerKBPOM No. 7 tahun 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo
- Pada peraturan ini disampaikan pedoman dari uji toksisitas non klinik seperti uji
toksisitas akut oral, uji toksisitas subkronik oral, uji toksisitas kronik oral, uji
teratogenisitas, uji sensitisasi kulit, uji iritasi mata, uji iritasi akut dermal, uji iritasi
mukosa vagina, uji toksisitas akut dermal dan uji toksisitas subkronik dermal
PerKBPOM No. HK.00.05.3.1818 tentang Uji Biokivalensi
- Pada peraturan ini tercantum pedoman daru uji ekivalensi untuk membuktikan
kesetaraannya terhadap produk obat inovatornya

Per BPOM No. 18 tahun 2021 tentang Pedoman Uji Farmakodinamik Praklinik Obat
Tradisional
“berisi pedoman dilakukannya uji farmakodinamik praklinik obat tradisional berdasarkan
kelas terapi”
Peraturan KBPOM No.13 tahun 2014 tentang Pedoman Uji Klinik Obat Herbal

.
4. Apa saja macam-macam, tujuan, dan tahapan dari uji preklinik?

Uji praklinik, yaitu uji pada hewan coba, meliputi :


- Uji toksisitas akut dan subkronik/kronik, untuk membuktikan keamanan
- Uji toksisitas khusus seperti uji teratogenic, mutagenic, iritasi, sensitisasi, dan lain-
lain
- Uji farmakodinamik, untuk membuktikan khasiat
Bila hasil uji praklinik menunjukkan aman dan berkhasiat serta telah dilakukan
standardisasi, maka untuk bahan yang memiliki Riwayat empiris dapat didaftarkan OHT.
Apabila diinginkan untuk menjadi FF maka harus dilanjutkan ke tahap uji klinik. Untuk
herbal yang tidak memiliki Riwayat empiris, tidak dapat didaftarkan sebagai OHT,
melainkan harus dilanjutkan ke tahap uji klinik menjadi FF.
BPOM.(2020). Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) di Masa Pandemi
COVID-19

Katzung et.al.2012.Farmakologi Dasar &Klinik Edisi 12. New York : Lange Medical
Publication

Uji toksisitas  mendeteksi efek toksi suatu zat pada sisem biologi dan untuk
memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.
a. Uji toksisitas akut oral  efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah
pemberian sediaan uji yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dosis
berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam. Prinsip : sediaan uji dalam beberapa
tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis per
kelompok dan diamati efek toksik dn kematian. Tujuan: mendeteksi toksisitas
intrinsic suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies, memperoleh
informasi baha setelah pemaparan suatu zat sexara akut, memperoleh informasi awal
yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis, merancang uji toksisitas
selanjutnya, memperoleh LD50 suatu bahan/sediaan, serta penentuan penggolongan
bahan/sediaan dan perlabelan
b. Uji toksisitas subkronis oral  efek toksi yang muncul setelah pemberian sediaan uji
dengan dosis berulang yangd iebrikan secara oral pada hewan uji dengan dosis
berulang yang diberikan secara oral pada hewan uji selama Sebagian umur hewan,
tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan. Prinsip : sediaan uji dalam ebberapa
tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu
dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari  hewan yang mati bila belum rigor
mortis segera otopsi dan amati makropatologi dan histopatologi. Tujuan : deteksi
efek toksik yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, kemungkinan adanya efek
toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu,
informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksi, dan mempelajari efek kumulatif
dan reversibilitas zat tersebut.
c. Uji Toksisitas Kronik Oral mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian
sediaan uji secara berulang sampai seluruh umur hewan. Prinsip : sediaan uji
diberikan tidak kurang dari 12 bulan . Tujuan : untuk mengetahui profil efek toksik
setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu panjang, menetapkan
tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik.
d. Uji teratogenisitas  pengujian untuk memperoleh informasi adanya abnormalitas
fetus yang terjadi karena pemberian sediaan uji selama masa pembentukan organ
fetus (masa organogenesis). Prinsip : pemberian sediaan uji dalam beberapa tingkat
dosis pada beberapa kelompok hewan bunting selama paling sedikit masa
organogenesis dari kebuntingan, satu dosis per kelompok.
e. Uji Sensitisasi Kulit  identifikasi zat yang berpotensi menyebabkan sensitisasi kulit.
Prinsip: hewan uji diinduksi dengan dan tanpa Freund’s Complete Adjuvant (FCA)
secara injeksi intradermal dan topical untuk membentuk respon imun, kemudian
dilakukan uji tantang (challenge test). Tingkat dan derajat reaksi kulit dinilai
berdasarkan skala Magnusson dan Kligman.
f. Uji Iritasi mata  uji hewan uji (kelinci albino) deteksi efek toksi yang muncul
setelah pemaparan sediaan uji pada mata. Prinsip : sediaan uji dalam dosis tunggal
dipaparkan kedalam salah satu mata pada beberapa hewan uji dan mata yang tidak
diberi perlakuan sebagai kontrol
g. Uji Iritasi Akut dermal  efek toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji
pada dermal selama 3 menit sampai 4 jam. Prinsip : pemaparan sediaan uji dalam
dosis tunggal pada kulit hewan uji dengan area kulit yang tidak diberi perlakuan
sebagai kontrol. Tujuan: menentukan adanya efek iritasi kulit serta untuk menilai
dan mengevaluasi karakteristik suatu zat apabila terpapar pada kulit
h. Uji Iritasi Mukosa Vagina  menguji sediaan uji yang kontak langsung dengan
jaringan vagina dan tidak dapat diuji dengan cara lain. Prinsip : uji iritasi mukosa
vagin adalah sediaan uji dibuat ekstrak dalam larutan NaCl 0,9% atau minyak zaitun
dan selanjutnya ekstrak dipaparkan kedalam lapisan mukosa vagina hewan uji selama
tidak kurang dari 5 kali pemaparan dengan selang waktu antar pemaparan 24
jam.Tujuan : mengevaluasi keamanan alat-alat kesehatan yang kontak dengan
mukosa vagina.
i. Uji toksisitas Akut Dermal  deteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat
setelah pemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute dermal.
Prinsip : beberapa kelompok hewan uji menggunakan satu jenis kelamin dipapar
dengan sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis awal dipilih berdasarkan hasil uji
pendahuluan. Tujuan : deteksi toksisitas intrinsic suatu zat, memperoleh informasi
bahaya setelah pemaparan suatu zat melalui kulit secara akut dan untuk memperoleh
informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan nilai LD50 suatu zat,
penentuan penggolongan zat , menetapkan informasi pada label dan informasi
absorbs pada kulit.
j. Uji Toksisitas Subkronis Dermal  deteksi efek toksi yang muncul setelah
pemberian sediaan uji dengan dosis berulang yang diberikan melalui rute dermal pada
uji selama Sebagian umur hewan tetapi tidak lebih dari 10% seluruh umur hewan.
Prinsip: sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari yang
dipaparkan melalui kulit Tujuan: deteksi efek toksik zat yang belum terdeteksi pada
uji toksisitas akut dermal, deteksi efek toksi setelah pemaparan sediaan uji melalui
kulit secara berulang dalam jangka waktu tertentu, mempelajari adanya efek
kumulatif dan efek reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji melalui kulit secara
berulang.
PerBPOM No. 7 tahun 2014 Pedoman Uji Toksisitas Non Klinik secara In Vivo

5. Apa saja kendala dalam uji preklinik?


Uji-uji praklinis memiliki keterbatasan yang perlu diketahui, mencakup :
1) Uji toksisitas memerlukan banyak waktu dan mahal. Mungkin diperlukan 2-6 tahun
untuk mengumpulkan dan menganalisis data toksisitas sebelum obat dapat dianggap
siap untuk dicobakan pada manusia
2) Mungkin diperlukan hewan dalam jumlah besar untuk memperoleh data praklinis
yang sahih. Para ilmuwan wajar khawatir akan situasi ini, tapi telah ada kemajuan-
kemajuan kearah pengurangan jumlah yang diperlukan tanpa mengurangi kesahihan
data. Metode in vitro dengan biakan sel dan jaringan serta model computer semakin
sering digunakan, tetapi nilai prediktifnya masih terbatas. Bagaimanapun, Sebagian
elemen dalam masyarakat mencoba menghentikan semua percobaan hewan
berdasarkan anggapan yang tekberdasar bahwa hal ini tidak diperlukan
3) Ekstrapolasi data indeks terapetik dan toksisitas dari hewan ke manusia cukup
bersifat prediktif untuk banyak data tetapi tidak untuk semua toksisita. Untuk
meningkatkan prosesnya, perusahaan farmasi AS terbesar dengan arahan dari Food
and Drug Administration (FDA) untuk saling berbagi secara internal metode-metode
laboratorium untuk memperkirakan keamanan suatu pengobatan seblum diajukan ke
FDA./ Pada tahun 2007, kelompok ini menyampaikan kepada FDA serangkaian bio-
marker untuk kerusakan ginjal dini.
4) Karena alasan statistic efek samping yang jarang kecil kemungkinannya terdeteksi
pada uji praklinis
Katzung et.al.2012.Farmakologi Dasar &Klinik Edisi 12. New York : Lange Medical
Publication
6. Bagaimana uji farmakodinamik untuk obat tradisional?
PerBPOM No. 18 tahun 2021 tentang Uji Farmakodinamik PraKlinik Obat Tradisional
Uji Farmakodinamik praklinik Obat tradisional berdasarkan kelas terapi
- Patofisiologi
- Metodologi pengujian (prinsip uji, metode uji <alat, bahan dan hewan uji ;
pengelompokkan hewan uji, induksi hewan uji, prosedur pemberian sediaan uji,
pengukuran parameter hipertensi>, Evaluasi)

Uji Farmakodinamik praklinik Obat tradisional berdasarkan kelas terapi


A) Antihipertensi
B) Antidislipidemi
C) Antiobesitas
D) Antihiperurisemia
E) Antihiperglikemia
- Patofisiologi  DM  peningkatan kadar glukosa daarah (hiperglikemia) yang
menahun (kronik)  timbul karena defisiensi insulin atau karena adanya resistensi
insulin.
- Metodologi Pengujian
o Prinsip Uji  hewan standar DM / hewan yang diinduksi hiperglikemi 
penggunaan streptozotosi (STZ) dosis tertentu  merusak Sebagian pancreas
 hewan uji diberikan sediaan uji selama waktu tertentu dan diamati
penurunan kadar glukosa darah.
o Metode Uji
 Alat, bahan, dan hewan uji
 Pengelompokkan hewan uji  kelompok kontrol normal, kelompok
kontrol negative (hewan uji hiperglikemi) , kelompok kontrol positif
(hewan uji hiperglikemi) diberi obat standar (obat konvensional),
kelompok perlakuan (hewan uji hiperglikemia) diberi sediaan uji
 Induksi hewan uji DM tipe II
 Prosedur pemberian sediaan uji  diberi sediaan uji dengan dosis
yang ditentukan secara oral selama 14 hari atau lebih
 Pengukuran parameter hiperglikemi
o Evaluasi  pengukuran penurunan kadar glukosa darah  membandingkan
perbedaan perubahan parameter uji pada kelompok uji dengan kelompok
kontrol
F) Antidiare non spesifik
G) Anti inflamasi
H) Pereda Batuk
I) Pereda Nyeri
J) Pereda Demam
PerBPOM No. 18 tahun 2021 tentang Uji Farmakodinamik PraKlinik Obat Tradisional

Dikaitkan dengan uji jamur tiram di scenario


Terdapat Jurnal yang menyatakan adanya efek antidiabetes pada Uji farmakodinamik
jamur tiram putih

Hasil skrining fitokimia pada penelitian ini menunjukkan bahwa jamur tiram ini positif
mengandung flavonoid, saponin, alkaloid, dan triterpenoid.
Pada penelitian ini Jamur tiram menunjukkan adanya efek hipoglikemik. Efek
hipoglikemik yang ditunjukkan disebabkan oleh adanya efek sinergis dari kandungan
fitokimia pada Jamur tiram putih.
Alkaloid  menurunkan kadar glukosa dengan cara mengurangi resistensi insulin dengan
adanya protein kinase C-dependent up-regulasi pada reseptor insulin
Flavonoid  bekerja langsung terhadap sel beta pancreas dengan memicu pengaktifkan
kaskade signal cAMP untuk memperkuat sekresi insulin
Saponin  modulasi saluran kalsium dan peremajaan sel Beta pancreas
Tripenoid  menstimulasi insulin-dependent dan melindungi sel Beta pancreas dari
stress oksidatif dan berperan sebagai anti insulin resisten
Azhari,Dwinthasari Meilinda et.al.2016. Uji Aktivitas Serbuk Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus (Jacq.) P.Kumm) terhadap Kadar Glukosa Darah pada Model
Hewan Hiperkolesteerolemia-Diabetes. Galenika Journal of Pharmacy. Vol.2 (2). Hlm.
96-102.
7. Bagaimana prinsip dasar dalam penggunaan hewan coba?
Pasal 74 UU No.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
(1) Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hewan sebagai hewan laboratorium dan
hewan model penelitian dan/atau pemanfaatan organ hewan untuk kesejahteraan manusia
diterapkan ilmu kedokteran perbandingan.
(2) Penerapan ilmu kedokteran perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan:
a. di bawah penyeliaan dokter hewan yang kompeten;
b. berdasarkan etika hewan dan etika kedokteran hewan; dan
c. dengan mempertimbangkan kesejahteraan hewan.

Pengelolaan hewan Uji


1. Pemilihan dan penanganan hewan Uji
Sebaiknya hewan model yang sudah teruji  bila tidak ada pemilihan jenis hewan
mempertimbangkan sensitifitas,cara metabolism sediaan uji ayng serupa dengan
manusia serta mudah tidaknya penanganan saat pengujian.
Kriteria hewan Uji Farmakodinamik

No. Jenis Hewan Bobot minimal Rentang Umur


1. Mencit 20g 6-8 minggu
2. Tikus 120g 6-8 minggu
3. Marmut 250g 4-5 minggu
4. Kelinci 1800g 8-9 bulan

2. Pemeliharaan dan Aklitimasi Hewan Uji


Ruangan yangdigunakan  memenuhi persyaratan suhu, kelembaban, cahaya dan
kebisingan.
o Suhu ruangan 22°±3°C
o Kelembaban relative 30-17%
o Penerangan 12 jam terang 12 jam gelap

Hewan Uji Bobot badan (g) Luas Kandang Tinggi Kandang


2
minimal (cm ) minimal (cm)
Mencit 15-25 80 15
Tikus 100-200 150 20
Marmut 250-350 300 20
Kelinci 2000-4000 400 40
Sebelum perlakuan hewan uji coba diaklitimasi terlebih dahulu selama 5-7 hari.
Seluruh hewan uji yang digunakan sebaiknya ditentukan nilai normal terhadap
parameter yang akan diujikan.
3. Uji pendahuluan keberhasilan dan kestabilan induksi hewan uji
Apabila hewan uji memerlukan induksi dengan metode uji tertentu, sebaiknya
dilakukan uji pendahuluan pada saat induksi untuk memastikan keberhasilan induksi
yang dibuktikan secara statistic dan klinik.
4. Randomisasi dan Cara Penandaan Hewan Uji
Dilakukan randomisasi dengan secara acak ke dalam setiap kelompok setelah
pengacakan tidak ada perbedaan yang signifikan.

Cara penandaan hewan untuk membedakan antara hewan satu dengan yang lain
5. Cara memegang (Handling) Hewan Uji
6. Pengambilan dan Penanganan Darah Hewan Uji
a. Pengambilan Darah Hewan Uji
i. Ekor  saluran perpendicularis pada permukaan ekor melalui vena
lateral atau arteri ventral ekor

ii. Mata  lokasi pengambilan darah pada sinus retroorbitalis mata


dengan menggunakan pipet Pasteur atau tabung hematokrit.
iii. Vena Jugularis  setelah hewan dianestesi  diambil di v. jugularis
secara perlahan-lahan menggunakan alat suntik steril, dan satu alat
suntik digunakan untuk satu hewan

iv. Intrakardium  dilakukan pada hewan yang terbius  metode


terminal (di akhir uji)  darah yang dibutuhkan banyak
v. Vena Saphena  bisa terbius atau tidak asal hewan restraint dengan
baik  kak belakang dapat diakses  lokasi : v. saphena lateral yang
terletak di dorsal kaki belakang lalu menyilang lateral diatas art.
Tarsal.

vi. V. submandibularis  diaplikasikan pada mencit  dikendalikan


dengan menahan tengkuk  lokasi sejajar dengan canthus lateral mata
dan diatas titik keabuan di garis rahang (jawline)
b. Penanganan Darah Hewan Uji  darah dimasukkan kedalam tabung sentrifus
7. Cara mengorbankan Hewan Uji
Pada prinsipnya hewan uji dimusnahkan/dikorbankan sesuai dengan kaidah-kaidah
cara dan teknik pengorbanan hewan sesuai dengan Deklarasi Helsinki (2008) dan
American Veterinary Medical Association (2020), dengan tahapan sebagai berikut :
a. Prinsip Euthanasia
Dilakukan anestesi terlebih dahulu  hewan dipegang hati-hati tanpa
menimbulkan rasa takut, lalu hewan dikorbankan dengan salah satu Teknik di
tempat yang terpisah dari hewan lain, dan dijaga agar tidak ada hewan hidup
disekitarnya.
b. Mengorbankan Hewan Uji dengan salah satu cara berikut :
i. Dislokasi leher untuk hewan kecil seperti mencit/tikus
ii. Cara anestesi secara inhalasi dengan obat bius halogenated (seperti
halothane, isofluranem sevoflurane) atau CO2. Penggunaan eter untuk
anesstesi dan euthanasia sudah tidak direkomendasikan
iii. Cara anestesi dengan metode penyuntikan.  menggunakan obat bius
dengan dosis yang disarankan untuk euthanasia(dosis letal) misalnya
dengan ketamin dan xylazine, urethane atau pentobarbital.
iv. Caa pengeluaran darah (eksanguinasi) melalui v. jugularis atau a.
karotis yang sebelumnya dianestesi terlebih dahulu.
c. .
8. Pemusnahan Hewan Uji
a. Rendering  penghancuran jaringan hewan uji secara mekanik dan
pemanasan
b. Insinerasi (Pembakaran)  pirolisis, gasifikasi atau bentuk lain dari hasil
pemanasan, dan dengan penghancuran karkas secara utuh menjadi abu
c. Penguburan  seluruh bangkai dikubur dalam tanah dengan kedalaman yang
aman dari risiko penggalian antara lain oleh hewan liar di sekitar lokasi
penguburan
PerBPOM No. 18 tahun 2021 tentang Pedoman Uji Farmakodinamik Praklinik Obat
Tradisional
8. Apa saja hewan yg dapat dijadikan sebagai hewan coba dan syarat hewan coba?
Konversi Dosis antar Jenis Subjek Uji berdasarkan Laurence dan Bacharach (1964)

Mencit Tikus Marmut Kelinci Satwa Anjing Manusia


(20g) (200g) (400g) (1,5kg) Primata (12kg) (70kg)
(4kg)
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9
(20g)
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0
(200g)
Marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5
(400g)
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2
(1,5kg)
Satwa 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1
Primata
(4kg)
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1
(12kg)
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0
(70kg)
Pada prinsipnya jenis hewan yang digunakan untuk uji farmakodinamik sebaiknya adalah
hewan model yang sudah teruji (established). Bila hewan model ini belum ada , maka
pemilihan jenis hewan harus mempertimbangkan sensitifitas, cara metabolism sediaan uji
yang serupa dengan manusia, serta mudah tidaknya penanganan saat pengujian.
Hewan yang digunakan pada uji farmakodinamik harus diketahui asal perolehan, jenis
dan galur, jenis kelamin, usia, berat badan dan harus sehat. Biasanya digunakan hewan
dengan variasi bobot tidak lebih dari 20% serta belum pernah digunakan dalam pengujian
lain.
KRITERIA HEWAN UJI YANG DIGUNAKAN DALAM UJI FARMAKODINAMIK

No. Jenis Hewan Bobot minimal Rentang Umur


1. Mencit 20g 6-8 minggu
2. Tikus 120g 6-8 minggu
3. Marmut 250g 4-5 minggu
4. Kelinci 1800g 8-9 bulan
PerBPOM No. 18 tahun 2021 tentang Pedoman Uji Farmakodinamik Praklinik Obat
Tradisional

Anda mungkin juga menyukai