Anda di halaman 1dari 34

LBM 2 UJI PRE KLINIK

STEP 1

- Hewan coba  alat atau media untuk sebagai sarana percobaan/ penelitian
- Uji preklinik  tahap penelitian yg dimulai sebelum uji klinis, yg nantinya akan didapatkan
obat herbal berstandar

STEP 2

1. Definisi dari uji preklinik ?


2. Sebutkan dan jelaskan macam2 uji preklinik?
3. Tujuan uji preklinik apa saja ?
4. Manfaat uji preklinik ?
5. Langkah-langkah uji pre klinik ?
6. Criteria obat tradisional untuk uji preklinik ?
7. sebutkan kriteria hewan coba?
8. Klasifikasi hewan coba ?

STEP 3

Uji preklinik

1. Definisi dari uji preklinik ?


- tahap penelitian yg dimulai sebelum uji klinis, yg nantinya akan didapatkan obat herbal
berstandar

2. Sebutkan dan jelaskan macam2 uji preklinik?


- Uji teratogenik apakah calon obat tradisional berstandar memiliki dampak pada janin yg
akan dilahirkan
- Uji mutagenic  pada mutasi gen, apakah calon obat yg akan diuji punya potensi untuk
bermutasi gen atau tidak
- Uji farmakokinetik untuk mengetahui ADME dari obat yg ingin diuji
- Uji farmakodinamik secara in vivo (pakai sel di dalam tubuh) dan in vitro(cthmembuat
kultur peneilitan pada sel kanker, sel diluar)  untuk mengetahui obat tersebut
mempunyai efek armakologi seperti yg diharapkan / tidak
- Uji farmasetika  untuk tau formulasi, standarisasi ,dan bentuk sediaan yg paling cocok dan
sesuai dengan cara penggunaannya
- Uji toksisitas untuk mengetahui efek dari suatu obat yg akan dijadikan obat herbal
berstandardan untuk mengetahui keamanan dari obat yg diujikan

Dijabarkan lagi menjadi 


toksisitas umum (akut, subakut, dan kronis

ada dosis tunggalpemberian 1kali diamati 24 jam/ pemberian berulang selama 1 hari penuh dan
diamati selama 14 hari

berulang 

ada jangka pendek(rata2 5 hari / 5 kali dalam seminggu / diberikan 10%dari masa hidup
hewan coba  fase subakut / subkronis

jangka panjang diberikan berulang selama sebagian masa hidupnya dan diamati selama masa
hidup-diberikan 3-6 bulan ; cth dipapari obat selama 18 bln utk mencit atau tikus 24 bulandan masih
memeperpanjang percobaan tp tdk ada manfaat utk uji karsinogenik uji toksisitas kronis

toksisitas khusus mutagenic, teratogenik(merusak janin), karsinogenik(untuk memunculkan sel


kanker)

syaratnya uji toksisitas khusus:

1.obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial timbul efek khusus spt kanker dan cacat
bawaan

2. obat tradisional potensial digunakan untuk wanita subur

3.OT secara epidemiologi diduga terkait dgn penyakit tertentu contohnya kanker

4.OT digunakan secara kronik

3. Indicator (cara penilaian) uji masing- masing uji preklinik (uji farmakodinamik dan uji
toksisitas )sesuai system organ yang terkena ?
4. Langkah-langkah uji pre klinik ?

- Uji toksisitas Memakai hewan coba; dianjurkan 2-3 spesies; sampel pada hewan untuk
dikonversikan atau diterapkan pd manusia
Secara akut untuk tau letal dosis nya LD50  dari 100 hewan coba, ada 50 hewan coba
yg mati
Secara subakut  untuk mengetahui organ yg terkena; 1-3 bulan, memakai 2 spesies hewan
Secara kronis  untuk mengetahui organ yg terkena selama lbh dari 6 bulan
- Uji teratogenik  untk melihat perilaku pada perilaku janin, kelainan pada janin, pre, in dan
post kelahiran,biasanya pada hewan betina
- Uji karsingenik  dilakukan selama 2 th

Pada mencit

Dosis tunggal 2mgu –1 bulan


Dosis berulang  1-4mgu (manusia) ; 4mgu-3bln (pada hewan coba)

1-6bln  uji toksisitas secara umum u/ tau kemaanannya ketika diterapkan pd manusia

- Uji farmakodinamik  untuk menelusuri suatu kerja secara invivo dan in vitro,cara
pemberian disesuaikan seperti pada manusia
- Uji farmakokinetik  untuk tau ADME

5. Criteria obat tradisional untuk uji preklinik ?


1. Obat diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya
2. Berdasar pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu.( banyak dipakai tp blm di uji)
3. Merupakan alternate jarang untuk penykit tertentu.

Hewan coba

6. sebutkan kriteria hewan coba?


- Sehat mutlak
Bebas dari mikroorganisme dan tdk adanya suatu pathogen
Perform dari hewan dikaitkan dengan genetiknya
- Disesuaikan dengan tujuan penelitian; BB juga harus disesuaikan ; biasanya yg sering
digunakan mencit galur wistar
- Jenis
- Umur
- Minimal 2 spesies (rodent pengerat dan non rodentnonpengerat)
- Kesesuaian dengn kondisi yg diinginkan (cth uji fertilitas pake yg jangan galur wistar pake yg
spraguedoi untuk antiinflamasi lebih tenang pada hewan cobanya; antidiabet pake sapi /
babi
- Antiemetic merpati  bisa dirangsang muntah terus menerus
- Antihipertensi  kucing / anjing  system kardiovaskuler mirip dengan manusia
- Antipiretik  kucing / ayam

Perlakuan hewan coba ada 4 R :


- Reduction: penggunaan jumlah binatang disesuaikan
- Refinement:meminimalisir dari nyeri
- Replacement: jk ada hewan coba tdk bisa dimasukkan ; harus segera digantikan
- Responsibility : hewan berespon sesuia dengan apa yg diharapkan
7. Klasifikasi hewan coba beserta alasan ?rodent dan rodent

STEP 7

Uji preklinik

1. Definisi dari uji preklinik ?


Preclinical trial - a laboratory test of a new drug or a new medical
device, usually done on animal subjects, to see if the hoped-for
treatment really works and if it is safe to test on humans.
2. (PEER.tamu.edu)
Definisi:Uji Praklinik
Uji praklinik, atau disebut juga studi/ pengembangan/ penelitian
praklinik/ non-klinik, adalah tahap penelitian yang terjadi sebelum uji
klinik atau pengujian pada manusia. Uji praklinik memiliki satu tujuan
utama yaitu mengevaluasi keselamatan produk baru.

Ada banyak produk yang menjalani uji praklinik. Beberapa produk yang
paling umum menjalani uji praklinik adalah obat-obatan, peralatan
medis, kosmetik, dan solusi terapi gen. Penting untuk dicatat bahwa
obat juga melalui banyak serangkaian pengujian lainnya ketika menjalani
uji praklinik.

Informasi yang diperoleh dengan menafsirkan data dalam uji praklinik


sangat bermanfaat untuk mendeteksi untuk mencegah produk
berbahaya dan beracun agar tidak memasuki lingkungan dan
masyarakat. Melalui penelitian ini, peneliti dapat mempercepat
penemuan obat dan meringkas proses pengembangan obat.

Kebanyakan uji praklinik melibatkan penggunaan hewan. Binatang


seperti tikus, ayam, monyet, dan kelinci percobaan (guinea pig) biasanya
digunakan dalam uji praklinik. Para peneliti menguji produk pada hewan
dan kemudian mengamati efeknya pada kesehatan hewan. Produk
hanya lulus uji praklinik jika tidak memengaruhi hewan dengan cara yang
berbahaya. Pengujian pada manusia hanya disetujui jika produk tidak
memiliki efek berbahaya yang teramati pada hewan

Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang
akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro
dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek
farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan coba
disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Menurut pedoman
pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara
satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua
spesies. Uji farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek
pada manusia, sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya

Uji praklinik, atau disebut juga studi/ pengembangan/ penelitian praklinik/ non-
klinik, adalah tahap penelitian yang terjadi sebelum uji klinik atau pengujian pada
manusia. Uji praklinik memiliki satu tujuan utama yaitu mengevaluasi keselamatan
produk baru.
Ada banyak produk yang menjalani uji praklinik. Beberapa produk yang paling
umum menjalani uji praklinik adalah obat-obatan, peralatan medis, kosmetik, dan
solusi terapi gen. Penting untuk dicatat bahwa obat juga melalui banyak serangkaian
pengujian lainnya ketika menjalani uji praklinik.
Informasi yang diperoleh dengan menafsirkan data dalam uji praklinik sangat
bermanfaat untuk mendeteksi untuk mencegah produk berbahaya dan beracun agar
tidak memasuki lingkungan dan masyarakat. Melalui penelitian ini, peneliti dapat
mempercepat penemuan obat dan meringkas proses pengembangan obat.
Kebanyakan uji praklinik melibatkan penggunaan hewan. Binatang seperti tikus,
ayam, monyet, dan kelinci percobaan (guinea pig) biasanya digunakan dalam uji
praklinik. Para peneliti menguji produk pada hewan dan kemudian mengamati
efeknya pada kesehatan hewan. Produk hanya lulus uji praklinik jika tidak
memengaruhi hewan dengan cara yang berbahaya. Pengujian pada manusia hanya
disetujui jika produk tidak memiliki efek berbahaya yang teramati pada hewan.
Uji farmakologi merupakan salah satu persyaratan uji untuk calon obat. Dari
uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi) dan profil
farmakokinetik (meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat) calon
obat. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci,
marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini
sangat berjasa bagi pengembangan obat.
Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan
dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi
farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat
yang akan diuji pada manusia.
Tahap-Tahap Pengembangan dan Penilaian Obat
 Meneliti dan skrining bahan obat.
 Mensintesis dan meneliti zat/senyawa analog dari obat yang sudah ada dan
diketahui efek farmakologinya
 Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi struktur
 Dikembangkan obat alami dengan serangkaian pengujian yang dilaksanakan
secara sistematik, terencana dan terarah untuk mendapatkan data farmakologik
yang mempunyai nilai terapetik

2. Sebutkan dan jelaskan macam2 uji preklinik?


(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)

Tambahan penjelasan untuk uji toksisitas


Teratogenesis
Utk obat yg kemungkinan dikonsumsi oleh ibu hamil, maka wajib melakukan uji
TERATOGENIK. Hewan uji biasanya tikus jenis SD dan juga kelinci (keduanya harus
dilakukan, tdk boleh hanya rodent saja), dibuntingkan dan sengaja dipejani obat
dengan dosis bervariasi, diamati efek samping yang muncul di janin dan korpora
lutea yg mencerminkan adanya abortus, cacad menetap pada organ tertentu. Perlu
skill tinggi utk membungtingkan hewan uji, memejankan senyawa saat masa
pembentukan organ janin/organogenesis yg lamanya tgt hewan, melakukan bedah
cesar sblm akhir kehamilan hewan, mengamati uterus, janin satu persatu hingga
organ dalam dan pertulangan janin. Satu hewan bias jadi punya 11-13 janin, maka
harus dilakukan pengamatan kecacadan organ pada semua janin, melakukan
histopatologi semua organ semua janin.

Hasil : keamanan/ketidakamanan senyawa bagi ibu hamil dan janin.

Uji teratogenik
Istilah untuk menyatakan toksisitas suatu zat:
Dosis Letal (LD)
 Jumlah yang betul-betul masuk ke dalam tubuh organism uji yang menyebabkan respons
berupa kematian organism uji
 Untuk mencari dosis aman  menggunakan LD50 (dosis yang mematikan 50% organism
uji)
Konsentrasi letal (LC)
 Konsentrasi zat yang berada di luar tubuh organism yang menyebabkan respons berupa
kematian organisme uji
 Mempermudah menentukan konsentrasi zat yang aman yang boleh ada di lingkungan
Istilah toksisitas yang lain  untuk menentukan dosis aman :
NOEL (no observed effect level)
NOAEL (no observed adverse effect level)
Uji Toksisitas
Tujuan: menilai efek akut, subakut, dan kronis
Uji dilakukan berdasarkan waktu  merupakan kendala utama
3 (tiga) kelompok uji toksisitas:
1) Uji akut/ uji tingkat I  uji jangka pendek
2) Uji subkronis/ uji tingkat II
3) Uji kronis/ uji tingkat III
Tujuan Observasi yang
dilakukan :
Skrining kedua
terhadap mutagenisiti
Uji teratologi & uji
reproduktif Uji
teratologi & uji
reproduktif
Uji farmakokinetik
Uji perilaku Uji perilaku
Uji interaksi, seperti
sinergisme,
antagonisme dan aditivisme semuanya diselesaikan dalam waktu dua-setengah tahun
Tujuannya untuk menguji :
Mutagenisiti pada mamalia
Karsinonegisiti pada tikus selama 2 tahun
Karsinonegisiti pada tikus selama 2 tahun
Farmakokinetika pada manusia bila relevan
Klinis pada manusia
Data epidemiologis untuk efek terhadap
ekposur akut dan kronis
Pengujian suatu zat, tergantung pada
penggunaannya dan kemungkinan eksposur
yang dapat diterima kemungkinan eksposur
yang dapat diterima manusia/masyarakat

Organ Diperiksa Secara Patologi pada Uji Subkhronis& Khronis

Respons yang dilihat : respons sangat ringan sampai pada yang parah (kematian)
Yang penting :
 respons dapat diukur secara kuantitatif
 Respons yag diteliti akan memperlihatkan korelasi matematis yang konsisten
 Terdapat variasi respons antar spesies Terdapat variasi respons antar spesies
Respons yang sering dilihat : kematian
 karena kesulitan dalam menentukan hewan uji mati atau immobil saja
 perhatikan periode waktu observasi sehingga waktu terjadi kematian diketahu
Interaksi yang dapat terjadi :
1) Interaksi Kimia
 Interaksi karena reaksi kimiawi yang menimbulkan senyawa baru yang bersifat lebih toksis
2) Interaksi Biologis
 interaksi yang terjadi dengan tubuh organisme yang menimbulkan efek berlebih maupun
berkurang
Interaksi sangat dipengaruhi oleh dosis xenobiotik
3) Interaksi antar xenobiotik dapat menimbulkan efek
 Aditif
 Sinergistik
 Antagonistik
3. Indicator (cara penilaian) uji masing- masing uji preklinik (uji farmakodinamik dan uji
toksisitas )sesuai system organ yang terkena ?
4. Langkah-langkah uji pre klinik ?
(hafid)

5. Criteria obat tradisional untuk uji preklinik ?

Hewan coba

6. sebutkan kriteria hewan coba?


Kesehatan hewan  bebas dari penyakit
Disesuaikan dengan tujuan penelitian
Kebutuhan bahan makanan

(Bersahabat dengan hewan coba UGM)

 Berat badan lebih kecil dari 1 kg


 Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup
banyak
 Mudah dipegang dan dikendalikan
 Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
 Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
 Lama hidup relative singkat
 Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)
Menurut U.S National Research Committee on Animal Model for Aging,
mendefinisikan hewan model sebagai hewan yang secara normative biologi atau
perilaku dapat dipelajari, secara spontan atau proses patogenesis dapat diinvestigasi
dan secara fenomena pada satu atau beberapa kejadian menggambarkan fenomena
pada manusia dan beberapa spesies
Hewan model diartikan secara lugas sebagai hewan yang memodelkan manusia
(modelling human) atau lebih tepat diistilahkan ”model manusia” (Hau, 2004).

 Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan bebas dari


mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh
hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian,
sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh
karenanya, berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan
percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified
pathogen free (SPF) dan gnotobiotic.
 Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini
ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
 Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat suseptibilitas
hewan terhadap penyakit.
 Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat
genetiknya.
Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema dalam hal penyediaan hewan
percobaan, misalnya penyakit, lingkungan, seleksi dan pengelolaan (Sulaksono, 1987).
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science Second Edition. Boca
Raton: CRC Press

Perlakuan teradap hewan coba sesuai dengan animal walfare


a. Manajemen Pemeliharaan Hewan Coba (mencit,tikus,kelinci)
Ruang Hewan Laboratorium
1) Persyaratan ruang
Standar ruang hewan percobaan adalah luas lantai ± 20 m2 berbentuk segiempat siku-siku, dengan
tinggi 2,5-3,0 m. Ruang ini memberi kemudahan pemeliharaan lingkungan, pengawasan hewan dan
tidak mengganggu hewan yang dipiara di dalamnya (Mangkoewidjojo, 2006).
2) Persyaratan kandang
Hewan laboratorium harus dikandangkan dengan kondisi secara biologis optimal dan keperluan
hidupnya memadai (nyaman fisik, fisiologis dan biologis).
Ada 2 sistem hygiene untuk perkandangan HL, yaitu:
§ Sistem terbuka
Tidak memerlukan persyararatan dan hygiene yang ketat untuk mencegah masuknya agen
infeksius.
§ Sistem tertutup
Dalam system Barier/SPF (Spesific Pathogen Free) hewan diisolasi secara “Kedap udara luar”
untuk mencegah agen infeksius (Mangkoewidjojo, 2006).
Ukuran panjang dan lebar kandang sebaiknya lebih panjang dari panjang tubuh hewan termasuk
ekornya. Agar tidak berdesakan, pengisian kandang hendaknya tidak lebih dari 20 ekor hewan coba
berukuran kecil(Kusumawati,2004).
Lokasi kandang hendaknya tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitar sehingga limbahnya
tidak menimbulkan polusi.selain itu perlu dipertimbangkan pula kenyamanan hidup hewan agar
kandang bebas dari kebisingan , polusi, air yang menggenang dan banjir. Konatruksi bangunan harus
memiliki ventilasi yang baik sehingga suhu dan kelembabannya sesuai dengan kebutuhan hewan
(Kusumawati,2004).
Bisa dipelihara secara individual atau kelompok. Sebaiknya kandang dibuat dari logam tahan
karat, logam divalganisasi atau plastik.
Hewan Berat badan(g) Luas lantai/ekor(cm2) Tinggi kandang(cm)
Mencit <10 39 12,7
10-15 52 12,7
15-20 77 12,7
>25 97 12,7
Tikus <100 110 17,8
100-200 148 17,8
200-300 187 17,8
300-400 258 17,8
400-500 387 17,8
>500 452 17,8
Kelinci (kg) (m2) (cm)
<2 0,14 35,6
2-4 0,28 35,6
4-5,4 0,37 35,6
>5,4 0,46 35,6
(Mangkoewidjojo, 2006)
3) Faktor lingkungan
Suhu, kelembaban relatif, kualitas udara harus dipertahankan stabil. Harus diperhitungkan daya
tampung maksimal ruang.
Hewan Suhu Kelembapan relatif
Mencit 18-260C 40-70℅
Tikus 18-260C 40-70℅
Kelinci 16-260C 60℅
Ventilasi ruang mampu mengalirkan udara 15-20 kali setiap menit. Penerangan bisa diatur terang
gelap 12 jam bergantian. Hewan harus terhindar dari suara bising baik yang terdengar ataupun tidak
(ultrasonik) (Mangkoewidjojo, 2006).
Pakan dan air minum
1) Pakan
Pakan bervariasi tergantung hewan itu. Hewan briding, hewan muda atau hewan yang lebih tua. Pakan
berbentuk pelet sering digunakan daripada tepung untuk mengurangi perubahan komposisi dan
diperlukan untuk membuat aus gigi.Pakan sebaiknya disimpan pada suhu 15-160C dan dihabiskan
paling lama 4-6 minggu.
Hewan g/hewan/hari
Mencit 3-4
Tikus 15-20
Kelinci 30-300(40g/kg bb)
(Mangkoewidjojo, 2006)
2) Air minum
Air minum tersedia tanpa dibatasi dan dapat diberikan dalam botol dengan pipa yang dilengkapi ”klep”
peluru bulat yang terletak di ujung pipa. Untuk mencegah pertumbuhan kuman, air minum dapat
diasamkan atau dikhlorisasi (Mangkoewidjojo, 2006).

Alas tidur dan kebersihan


1) Alas tidur
Alas tidur harus dapat menyerap kebasahan dan bau dengan baik, serta bebas dari bahan kimia
pencemar. Meskipun alas tidur harus bersifat higroskopis, tetapi tidak boleh sampai menimbulkan
dehidrasi terutama pada anak mencit/tikus. Alas tidur harus lunak, tidak tajam, murah, mudah diganti,
dan dapat digunakan untuk sarang. Bahan-bahan alas tidur yang bermanfaat misalnya kayu pasahan,
sekam, tongkol jagung yang digerus. Untuk hewan SPF harus disterilkan dengan autoklaf
(Mangkoewidjojo, 2006).
2) Pembersihan dan disinfeksi
Disinfektan yang dapat bekerja baik misalnya:
Na hipochlorid 0,1 ℅, Larutan etanol 25 ℅, Larutan Na hidroksida 30 mM, Larutan glutaraldehid 0,01
℅.
Kandang, rak kandang, botol, dan alat lain harus dibersihkan paling sedikit sekali seminggu. Alas tidur
harus diganti kurang lebih dua kali seminggu (Mangkoewidjojo, 2006).
a. Manajemen pemeliharaan (Mangkoewidjojo,1988)
hewan coba: ayam&itik
1) KANDANG
§ Jika dipelihara di dalam laboratorium dalam jumlah sedikit ditempatkan dalam kandang kecil atau
dalam “batere”.
§ Kandang batere mempunyai lantai dari anyaman kawat dan miring sehingga setiap telur yang keluar
menggelinding menjauhi ayam.
§ Terdapat tempat air pada satu sisi dan tempat makan di sisi lain.
§ Kandang dapat menampung sampai 6 ekor dewasa, tergantung pada besarnya.
§ Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi, lebih baik menggunakan kandang dari kayu atau bambu.
§ Jika ayam dikandangkan di dalam suatu bangunan, tinja dikumpulkan di baki yang digantungkan di
bawah kandang.
§ Teknik pengandangan menggunakan deep litter dengan atap dan ventilasi merupakan suatu cara
yang kurang cocok untuk itik karena itik menghasilkan tinja yang sangat encer.
§ Untuk kandang deep litter yang sering menggunakan kawat sebaiknya jangan sampai menonjol
sehingga dapat melukai ayam/ itik.
§ Untuk pemeliharaan ayam dan itik yang di laboratorium jangan sampai ada hewan liar yang dapat
masuk.
CARA MEMBERSIHKAN KANDANG
§ Baki yang digantungkan di bawah harus dibersihkan dan disikat setiap hari atau setiap tinja yang
terkumpul pada kawat harus segera disikat supaya tidak terbentu kerak yang keras.
§ Kandang harus steril, dengan memasaknya dalam bak besar sesudah dipakai dan sebelum ditempati
ayam ataupun itik baru.
§ Jika itik dipelihara di laboratorium, cairan tinja tersebut harus disemprot setiap hari untuk
menghilangkan tinja sebelum kering dan membentuk kerak keras. Sehingga lantai perlu
pembuangan air yang sangat baik agar lantai cepat kering dan kotoran mudah dibersihkan.
2) ALAT-ALAT MAKAN DAN MINUM
§ Itik minum banyak air dibandingkan dengan ayam.
§ Itik menggunakan air untuk mencelupkan makanannya sehingga air cepat kotor dan tempat air
harus dibersihkan tiap hari lalu diisi dengan air bersih.
§ Ayam yang dikandangkan dalam kandang kawat “batere” untuk tempat makan dan minumnya harus
cukup besar untuk keperluan ayam, dan mudah dilepas untuk dibersihkan. Air harus disediakan
terus-menerus.
3) PAKAN
Makanan yang harus diberikan untuk mempertahankan kondisi fisik ayam dan itik yang baik,
produksi telur, dan daya tetas normal, ransum makanan harus mengandung semua zat makanan
esensial. Umumnya lebih murah membeli makanan daripada membeli alat untuk membuat pellet dan
berbagai bahan makanan, serta menghabiskan waktu untuk membuat ransum di bagian penelitian.
Kandungan protein dalam makanan ayam dan itik yang diinginkan sangat erat hubungannya dengan
kandungan energi. Keperluan protein untuk unggas naik jika kandungan energi makanan
meningkat. Itik dan anak itik dapat hidup baik dengan makanan mengandung protein 2-3% lebih
rendah dibanding dengan kadar yang diperlukan untuk ayam dan anak ayam. Seekor ayam dan itik
dewasa makan 85-115 gram tiap hari.
4) CARA MENTERNAKKAN (Mangkoewidjojo,1988)
§ Biasanya tidak perlu menternakkan ayam atau itik di laboratorium, kecuali ada persyaratan untuk
memperoleh kualitas tinggi, misalnya telur fertil hamper SPF atau SPF.
§ Jika perlu menternakkan unggas di laboratorium, lebih baik memelihara kelompok kecil. Satu
kelompok terdiri dari satu jantan dan 9-15 betina tergantung besarnya bangsa unggas yang dipakai
makin kecil jumlahnya.
§ Telur untuk ayam yang ditetaskan secara alami, baik bangsa besar maupun ayam kate mudah
mengeram. Sedangkan untuk telur itik biasanya dierami oleh entok.
§ Telur ayam menetas pada hari ke-21, telur itik pada hari ke-28, dan telur entok pada hari ke-35
pengeraman.
5) PENGENDALIAN PENYAKIT
Prinsip yang membantu kesehatan dan efisiensi tubuh, yaitu : keseimbangan badan, dan kekuatan dan
ketegapan biakan, cukup makanan, lingkungan yang cocok, pemberantasan dan pengendalian
penyakit menular (Mangkoewidjojo,1988).
b. Sebelum atau selama penelitian
Hewan laboratorium yang akan digunakan untuk penelitian harus yang memiliki kualitas standart
agar hasil penelitian valid. Oleh karena itu harus diperhatikan dan dipenuhi persyaratan standar meliputi
fasilitas hewan laboratorium, ransum makanan, perkembangbiakan dan reproduksi, pemeliharaan dan
lingkungan penelitian juga harus disebutkan secara khusus kondisi suhu, cahaya, kelembapan udara
ruang penelitian
Sebelum memulai eksperimen, hewan laboratorium harus diamati, dicatat penampilan hewan sehari-
hari pada umumnya catatan ini mencakup
§ Berat badan, umur, kelamin, konsumsi makanan, kondisi waktu dtang dan tanggal kedatangan
§ Kesehatan hewan
§ Pengobatan yang pernah diberikan (jika ada)
§ Pemasok hewan
Hewan harus diamati dengan teratur selama penelitian berlangsung. Sewaktu hewan dapat
mengalami peubahan fisik, fisiologik atau metabolika, kebiasaan sehari-hari bahkan kematian. Semua
data harus dicatat. Data yang penting meliputi:
§ Kelainan umum, fisik, tingkah laku, konsumsi makan dan minum
§ Kelainan mata baik diperiksa dengan atau tanpa alat
§ Kulit dan rambut
§ Mulut, gigi, tenggorkan (pada hewan besar)
§ Adanya lesi dan benjolan
§ Adanya infeksi, abses
§ Kesakitan,dare, batuk, muntah
§ Leleran dari mata hidung atau dari bagian badan yang lain
Lebih baik jika diambil sampel darah, urin, tinja untuk mengevaluasi pengaruh prosedur uji.
Pengambilan sampel lebih baik dilakukan pada siang hari untuk menghindari perubahan karena ritme
diurnal (Mangkoewidjojo, 2006).
Apabila hewan mati atau sekarat sebalum penelitian berakhir maka harus dinekropsi dan diambil
sampel jaringannya untuk pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan protokol penelitian, termasuk
pemeriksaan histopatologik(Mangkoewidjojo, 2006).
Pada akhir eksperimen, dokter hewan atau orang berkompeten harus memutuskan hewan
dibiarkan hidup atau harus dieutanasi. Tidak boleh ada hewan dibiarkan hidup jika sekiranya menunjukkan
nyeri permanen atau menderita, hewan tidak dibenarkan digunakan lebih dari satu kali eksperimen yang
dapat menimbulkan nyeri atau menderita (Mangkoewidjojo, 2006).
Cara handling dan restraint
§ Mencit: Pertama-tama tempatkan pada
permukaan kasar agar mencit dapat
berpegangan, lalu untuk mengambilnya,
tarik mundur ekornya dengan pelan dan
lembut. Pegang bagian kulit longgar di
belakang leher dengan ibu jari dan telunjuk,
sementara jari kelingking membelit ekor,
seperti ditunjukkan oleh gambar di samping
(Nichols, 2006).
§ Tikus: Genggam bagian bahu, dengan ibu jari dan telunjuk pada leher sehingga kepala tikus menghadap
atas.
§ Marmut: Dengan tangan kanan, senggam daerah bahu sehingga jemari mengelilingi dada. Sementara
tangan kiri mensupport bagian bawah tubuh marmut.
§ Kelinci Jangan pernah membawa kelinici dengan memegang telinganya. Pegang bagian kulit longgar
pada belakang leher dan tangan kiri mensupport bagian bawah tubuh kelinci. Atau cara
menggendongnya dengan menempatkan kepala kelinci diantara siku dan bagian tubuh kita, sementara
tangan hingga pergelangan menjaga tubuhnya, dan dengan tangan kiri memegang bagian kaki. Cara
ini membuat kelinci diam dan tidak meronta.
· Ayam dan itik: Anak ayam dan itik harus dipegang erat tetapi hati-hati dengan meletakkan tangan
dipunggung dan melingkari badan. Jika unggas dewasa atau sedang tumbuh ada di dalam kandang,
harus ditangkap dengan menggunakan kedua tangan. Untuk menangkap tangan ditempatkan di kedua
sisi ungas dengan ibu jari di atas sayapuntuk menekan sayap dan mencegah kibasan dari sayap.
Unggas harus dipegan erat tetapi hati-hati. Unggas yang dipelihara di dalam kandang harus digiring
perlahan-lahan ke satu sisi dengan membuat sekat di satu sudut. Dengan unggas menghadap ke arah
pemegang, satu tangan ditempatkan di bawah dada dan memegang kaki erat-erat. Tangan lain
diletakkan di atas punggung untuk mencegah unggas berkibas-kibas (Mangkoewidjojo,1988)
§ Kucing: Pegang kaki depan kucing dengan tangan kanan sementara tubuhnya “dikunci” dengan
menempatkan diantara siku dan bagian tubuh kita. Tangan kiri emngontrol kepala denga memegang
mandibula (Sonsthagen, 1991).
Penandaan (identifikasi) hewan laboratorium

Beberapa cara penandaan hewan lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan
berbeda dengan kelompok lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang
(kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu : dengan ear tag (anting bernomor), tatoo pada ekor,
melubangi daun telinga dan elektronik transponder.

Pengambilan darah
Pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat menyebabkan shok
hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit
darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilakukan
sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1%
dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan pemberian
darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari total volume darah. Contohnya: Bobot 25g, total
volume darah 1,875 ml, maksimum pengambilan darah 0,1875 ml, maka pemberian exsanguination
0,9375 ml.

Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu:
- vena lateral dari ekor
- sinus orbitalis mata
- vena saphena
- langsung dari jantung
- vena pectoralis externa yang ada di bagian ventral sayap (unggas)
Apabila hewan mati atau sekarat sebalum penelitian berakhir maka harus dinekropsi dan diambil
sampel jaringannya untuk pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan protokol penelitian, termasuk
pemeriksaan histopatologik(Mangkoewidjojo, 2006).
Pada akhir eksperimen, dokter hewan atau orang berkompeten harus memutuskan hewan
dibiarkan hidup atau harus dieutanasi. Tidak boleh ada hewan dibiarkan hidup jika sekiranya menunjukkan
nyeri permanen atau menderita, hewan tidak dibenarkan digunakan lebih dari satu kali eksperimen yang
dapat menimbulkan nyeri atau menderita (Mangkoewidjojo, 2006).
c. Euthanasi
1. Metode yang digunakan harus berperikemanusiaan
2. Tidak berpengaruh pada pemeriksaan organ atau jaringan yang memang tertulis dalam protokol
eksperimen
3. Metode harus terpecaya, efektif, ekonomis, mudah dilaksanakan dan harus aman bagi petugas
laboratorium
4. Harus dilakukan oleh petugas yang mendapat perlatihan yang memadai
5. Hewan harus ditangani dengan hati-hati untuk meminimalkan penderitaan “berteriak” atau teramon
yang dapat menyebabkan takut hewan lain
Metode yang dipakai pada euthnasi adalah metode fisik-mekanik atau metode farmako-kimia termasuk
inhalasi. Sesudah hewan mati dilakukan mikropsi jika eksperimen perlu pemeriksaan lebih lanjut, sampel
jaringan diambil dan dofiksas dalam formalin bufer 10% untuk pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan
histopatologik sangat penting dalam ekspentasi mengevaluasi uji keamanan suatu obat/uji toksikologik,
karena bukti morfologik jaringan dalam proses patologik merupakan perubahan paling konsisten yang
dapat diidentifikasi akibat prosestoksik jaringan untuk pemeriksaan lain non-histopatologik, disiapkan
sesuai prosedur yang diperlukan tanpa disfiksasi dalam formalin (Mangkoewidjojo, 2006).
3. Legislasi yang mengatur Laboratory Animal Walfare
a. Pasal 66 UU No. 18 Tahun 2009:
Bagian Kedua: Kesejahteraan Hewan
Pasal 66
(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan
penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
 secara manusiawi yang meliputi:
a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan di bidang konservasi;
b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan
dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya
d. sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan,
serta rasa takut dan tertekan;
e. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan
tertekan serta bebas dari penganiayaan;
f. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari
penganiayaan dan penyalahgunaan;
g. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari
rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
h. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.
(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua
jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat
merasa sakit.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Penjelasan Pasal 66 ayat 4:
Ayat (4)
Termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain, adalah pengembangan
KomiteKesejahteraan Hewan Nasional untuk membina komisi kesejahteraan hewan laboratorium di
berbagai instansi dalamrangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan.

7. Klasifikasi hewan coba beserta alasan ?rodent dan rodent

1. Exploratory (penyelidikan) : untuk memahami mekanisme biologis,


apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang
berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) : untuk memahami lebih banyak masalah biologis yang
kompleks.
3. Predictive (perkiraan) : bertujuan untuk menentukan dan mengukur akibat dari
perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk
memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.

Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan kondisi
yg diinginkan. Contohnya :
- untuk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan
Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg pengamatan
akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.
- Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni dengan
penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika sasarannya nyeri tekanan
digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus akan dijepit ekornya atau telapak
jarinya dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit
atau tikus krn hewan akan diletakkan di hot plate.
- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya banyak kemiripan
dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan adanya keterbatasan subyek uji
- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang utk muntah
berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah sekali.
- Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia
- Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah kulitnya
shg melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki tikus sering dipotong
utk menimbang udem yg terbentuk
- utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya setelah
disuntik pyrogen
- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam makan
ayam) krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi dg biokimiawi di
keluarga burung.
- Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di dalam air,
hewan diuji dg berenang dan lari di treadmill.
- Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.
- Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau paru-paru
tikus setelah dipejankan benzo(a)pirena
Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang menghasilkan 50%
efek maksimum.

• Mice, Mus muscullus


• Ordo Rodentia
• Karakteristik biologis yang spesifik
• 84% dalam persentase penggunaan hewan coba untuk dunia pendidikan dan penelitian
biomedis, dengan 58% mencit dan 26% tikus (Carlsson, 2006)
• Hewan laboratorium yang paling umum
• Tersedia dalam jumlah yang mudah untuk dipenuhi, mudah dikembangbiakkan à periode
gestasi pendek (18-21 hr), aktivitas reprod panjang (2-14 bln), masa estrus tjd antara tengah
malam-jam 4 pagi, betina baru bisa reprod sempurna ketika umur 7-8 minggu, masa
menyusui ± 3 minggu
• Telah banyak literature yang mendukung àStrain dan Stok dari hewan telah ditentukan,
sampai mencit dan tikus transgenic, mikroflora yang hidup telah teridentifikasi
• Ukuran yang kecil (efisiensi time, cost & space) (Hau, 2004)

REFERENSI:
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science Second
Edition. Boca Raton: CRC Press.
Sulaksono, M. E. (1987). Dilema Pada Hewan Percobaan Untuk Pemeriksaan Produk
Biologis. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.
Cara pemilihan
Mencit
Bila dibutuhkan hewan coba dalam jumlah banyak, misalnya pada evaluasi
terhadap toksisitas akut dan kemampuan karsinogenik, maka hewan yang
paling sesuai untuk itu adalah mencit. Kekurangannya adalah kesulitan
memperoleh darah dalam jumlah yang cukup untuk rangkaian pemeriksaan
hematologi.

Tikus
Tikus tampaknya merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi karena berat
badannya dapat mencapai 500 gram sehingga lebih mudah dipegang,
dikendalikan atau dapt diambil darahnya dalam jumlah yang relative besar.

Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki :


berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang 18-25
cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga relatif kecil dan
tidak lebih dari 20-23 mm (Depkes 2011).
Menurut Besselsen (2004) dan Depkes (2011) taksonomi tikus adalah:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Ordo : Rodensia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

Ada dua sifat utama yang membedakan tikus dengan hewan percobaan
lainnya, yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak
lazim pada tempat bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga
mempermudah proses pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung,
dan tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Selain itu, tikus hanya mempunyai kelenjar keringat di telapak kaki. Ekor tikus
menjadi bagian badan yang paling penting untuk mengurangi panas tubuh.
Mekanisme perlindungan lain adalah tikus akan mengeluarkan banyak ludah
dan menutupi bulunya dengan ludah tersebut (Sirois 2005).

Terdapat tiga galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu yang
biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu (Malole dan Pramono 1989) :
- galur Sprague dawley berwarna albino putih, berkepala kecil dan ekornya
lebih panjang dari badannya,
- galur Wistar ditandai dengan kepala besar dan ekor yang lebih pendek, dan
- galur Long evans yang lebih kecil daripada tikus putih dan memiliki warna
hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley berjenis
kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague Dawley dengan
jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang sangat
berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan
memberikan respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian
(Kesenja 2005). Tikus putih galur ini mempunyai daya tahan terhadap penyakit
dan cukup agresif dibandingkan dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner
1983).

Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewan-
hewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan manifestasi
toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan untuk uji fertilitas
karena produktivitasnya rendah.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press) dan
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56395/Bab%20II
%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai