Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan coba atau hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium
adalah hewan yang khusus ditemukan untuk keperluan penelitian biologik.
Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau
obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian
ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Dalam menggunakan
hewan percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang cukup
mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis dalam hal penggunaan
hewan percobaan laboratorium. Pengelolaan hewan percobaan diawali
dengan pengadaan hewan, meliputi pemilihan dan seleksi jenis hewan yang
cocok terhadap materi penelitian.

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa


kasih sayang dan berperikemanusiaan. Penanganan yang tidak wajar
terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan,
memberikan penyimpanan hasil.

Setelah diberikan penanganan yang sesuai, kemudian dilakukan


penandaan hewan coba. Dasar diadakannya penandaan hewan percobaan
adalah bentuk karakterisktik hewan atau spesies itu identik atau mempunyai
identitas diri sama dengan hewan lainnya. Maka dari itu dilakukan
penandaan terhadap hewan percobaan yang dinyatakan dengan mg/g untuk
per kilo gram bobot tubuh hewan percobaan, sehinggan perlu diketahui
berat dari setiap hewan percobaan yang akan digunakan dalam percobaan
dan setiap hewan diberi tanda titik atau garis pada bagian tubuhnya dengan
pewarnaan untuk dapat mengenalinya. Cara penandaan hewan di
laboratorium dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang
diperlukan berbeda dengan kelompok hewan lainnya. Penandaan ini dapat
dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang, sehingga tanda
tersebut tidak mudah hilang.

1
Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan
percobaan tentu mempengaruhi respon terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang
akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum
senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus
melalui proses absorpsi terlebih dahulu. Pemberian obat ikut juga dalam
menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya reapsorpsi suatu obat.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistematik atau efek local
dapat dipilih diantara berbagai cara untuk memberikan obat.

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal


yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan
membahas dalam farmakologi sistem organ untuk perhitungan dosis dan
pembuatan sediaan uji. Obat dengan rute pemberian obat. Adapun yang
melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui
kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang
ditampakkan pertama kali. Seiring berkembangnya waktu, ilmu
pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam bidang kesehatan
atau farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan ini tentu
harus dilakukan sebuah penelitian. Praktikum ini bertujuan untuk
mengembangkan ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru dan
mengetahui perhitungan dalam pemberian dosis terhadap hewan uji dengan
sediaan yang akan dipakai pada saat pemberian dosis terhadap hewan uji
tersebut.

Dalam praktikum tidak luput dari adanya uji coba. Uji coba biasanya
dilakukan pada mahkluk hidup seperti hewan percobaan sebelum akhirnya
dilakukan pada manusia. Penggunaan hewan percobaan terus berkembang
hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai
pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di
bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran
kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia. Tidak

2
semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian atau praktikum,
harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan
yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di
samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh
karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai
hewan percobaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penandaan hewan percobaan?
2. Bagaimana cara menentukan dosis untuk hewan coba ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana cara memberi penandaan pada hewan
percobaan.
2. Untuk mengetahui berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efek
yang ditimbulkan.
3. Mengidentifikasi hewan percobaan serta mengelompokanya untuk
diberi penandaan yang pada umumnya berdasarkan pada bobot hewan
percobaan (mg/g).

3
BAB II
DASAR TEORI
A. Dasar Teori
Dasar dilakukan penandaan hewan percobaan adalah bentuk
karakteristik hewan satu spesies itu identik atau mempunyai identitas diri
sama dengan demikian dilakukan penandaan terhadap hewan percobaan
karena dosis obat yang diberikan pada hewan percobaan dinyatakan dalam
mg/kg BB atau g/kg BB tubuh hewan sehingga perlu diketahui berat dari
tiap hewan percobaan yang akan digunakan dalam percobaan dan tiap
hewan diberi tanda (titik/garis) dengan warna untuk mengidentifikasinya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1) Diberi nama:dengan ditulis nomor pada tubuhnya
2) Diberi tanda:Pewarnaan pada bulu (dengan asam pikrat). Tata letak
di bagian tubuh tertentu, misal: kaki
3) Tanda pada ekor berdasarkan tat nomor romawi
4) Dengan tahu nomor. Di ekor dengan laser (Animal
Idenification Marking System)
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam
ilmu kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan
pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena
itu dikatakan farmakologi merupakan seni menimbang (the art of
weighing).
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu
kondisi tertentu, misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan
otot rangka selama pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai
keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat,
menformulasi, menyimpan dan menyediakan obat.
Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah
hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada

4
manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan
umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini
berisi tentang segi etik percobaan yang meng-gunakan manusia (1964)
antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum
percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau
diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan per-
cobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program
keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis.
Dalam bidang farmakologis hewan mempunyai peranan sangat penting
dalam proses penentuan khasiat, keamanan obat atau bahan obat. Dalam
praktikum farmakologis yang digunakan adalah mencit dan tikus. Setiap
jenis hewan tersebut mempunyai karakteristik. Seperti karakteristik utama
mencit: Mudah ditangani, bersifat penakut, fotopobik, cenderung
berkumpul dengan sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk
bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari daripada siang hari, kehadiran
manusia dapat menghambat aktivitas mencit, suhu tubuh normal 37,4oC,
laju respirasi 163 tiap menit. Sedangkan untuk karakteristik utama tikus. :
Relatif resisten terhadap infeksi sangat cerdas, tenang, dan mudah
ditangani, ia tidak begitu fotopobik seperti tidak begitu besar, aktivitas tidak
demikian terganggu dengan adanya manusia disekitarnya, suhu tubuh
normal 37,5oC, laju respirasi normal 210 tiap menit. Bila diperlakukan kasar
(atau apabila ia mengalami defisiensi nutrisi) tikus menjadi galak dan sering
menyerang pemegang.
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di
mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis
yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan,
yaitu :
o Hewan liar.
o Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara
terbuka.

5
o Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang
dipelihara dengan sistim barrier (tertutup).
o Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman.
Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil
percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang
bebas kuman.Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan
penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan.
Taksonomi hewan coba :
1. Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2. Tikus
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata (Craniata)
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegitus

6
BAB III
METODOLOGI
A. Alat Dan Bahan
a. Alat
Ram Kawat

Sarung Tangan

Masker

Toples

7
Spidol

Spatula Logam

b. Bahan
Asam Pikrat

c. Hewan Percobaan
Mencit

8
Tikus

B. Prosedur
1. Penandaan pada ekor (menggunakan spidol)

2. Penandaan pada bulu (menggunakan asam pikrat)

9
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
I. Perhitungan dosis untuk hewan coba
1. Diketahui dosis simvastatin untuk dewasa 10 mg.
Bobot tablet rata2 125 mg.
Ditanyakan :
a. Dosis pada mencit 30 gram
b. Berat tablet yang diserbukkan yang harus ditimbang untuk
membuat larutan stok 100 ml
c. Volume pemberian sediaan utk mencit 20 gram
Jawab :
a. Konversi kemencit = 10 × 0,0026 = 0,026/20 g BB mencit
30 g
Konversi BB = × 0,026 = 0,039 mg/30 g BB mencit
20 g
0,026
b. Konversi ke tablet = × 125 mg = 0,325 mg
10 mg
100 ml
Larutan stok 100 ml = × 0,325 = 162,5 mg
0,2 ml
20 g
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 0,2 = 0,1333 ml
30 g

2. Diketahui dosis paracetamol untuk mencit 20 gram 1.3


mg/20gram bb mencit
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis tikus 300 gram?
b. Buat larutan stok 100 ml
c. Berapa volume pemberian tikus 400 gram
Jawab :
a. Konversi ketikus = 1,3 mg × 7,0 = 9,1 mg/200 g BB tikus
300 g
Konversi BB = × 9,1 = 13,65 mg/300 g BB tikus
200 g
100 ml
b. Larutan stok 100ml = × 9,1 = 455 mg
2 ml
400 ml
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 2 = 4 ml
200 ml

10
3. Diketahui dosis furosemid untuk dewasa 20mg.
Bobot rata2 tablet 135mg.
Ditanyakan:
a. Dosis pada mencit 28 g?
b. Berat tablet yang diserbukan yg harus ditimbang untuk
c. Berapa volume pemberian sediaan untuk mencit 35g?
Jawab :
a. Konversi ke mencit = 20 mg × 0,0026 = 0,052 mg / 20 g
BB mencit
28 g
Konversi BB mencit = × 0,052 = 0,0728 mg
20 g
0,052 g
b. Konversi ke tablet = × 135 mg = 0,351 mg
20 g
100 ml
Larutan stok = × 0,351 mg = 175,5 mg/100 ml
0,2 ml
35 g
c. Volume pemberian untuk mencit 35 g = × 0,2 ml =
20 g

0,35 ml
4. Diketahui dosis ketorolac injeksi untuk 70 kgbb manusia
adalah 30mg/ml.
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis tikus 270 gram?
b. Berapa volume ketorolac injeksi yg harus diambil untuk
membuat larutan stok 100 ml
c. Berapa volume pemberian tikus 150 gram
Jawab :
a. Konversi ke tikus = 30 mg × 0,018 = 0,54 mg / 200 g BB
tikus
270 g
konversi BB = × 0,54 mg = 0,729 mg / 270 g BB
200 g

Tikus
0,79 mg
b. Konversi ke injeksi = × 1 ml = 0,0243 ml /2 ml
30 mg

11
100 ml
Larutan stok = × 0,0243 ml = 1,215 ml / 100 ml
1 ml
150 g
c. Volume pemberian tikus 150 g = × 1 ml = 0,75 ml
200 g

5. Diketahui dosis asam mefenamat untuk tikus 200 gram


9 mg/200gram bb tikus
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis mencit 32 gram?
b. Buat larutan stok 50 ml
c. Berapa volume pemberian mencit bobot 22 gram
Jawab :
a. konversi ke mencit = 9 mg × 0,14 = 0,99 mg / 20 g BB
mencit
32 g
konversi BB = × 0,99 mg = 1,584 mg / 32 g BB mencit
20 g
50 ml
b. larutan stok 50 ml = × 0,99 mg = 247,5 mg/50 ml
0,2 ml
22 g
c. volume pemberian mencit 22 g = × 0,2 ml = 0,22 ml
20 g

6. Diketahui dosis metamizole sodium injeksi untuk dewasa 15


mg/kgBB.
Sediaan yang tersedia adalah bentuk ampul 2 ml dimana tiap
ml mengandung 500 mg metamizol sodium.
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis pada mencit 26 gram?
b. Berapa volume metamizol injeksi yg harus diambil untuk
membuat larutan stok 50 ml
c. Berapa volume pemberian untuk mencit 20 gram
Jawab :
( 15 mg × 70 = 1050 mg / 70 g BB manusia )
a. konversi kemencit = 1050 mg × 0,0026 mg = 2,73 mg / 20g
BB mencit
26 g
Konversi BB = × 2,73 mg = 3,549 mg / 26g BB mencit
20 g

12
3,549 mg
b. Konversi sediaan keinjeksi = × 2 ml = 0,007098
1000 mg

ml / 2 ml
50 ml
Larutan stok 50 ml = × 0,007098 mg = 1,7745 mg /
0,2 ml

50 ml
20 g
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 0,2 ml = 0,2 ml
20 g

II. Penandaan mencit


No. Gambar

1. Penandaan hewan coba (mencit) pada ekor dengan


spidol

2.

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini membahas mengenai penandaan hewan


percobaan dan perhitungan dosis pembuatan sediaan uji. Adapun hewan

13
yang digunakan adalah mencit, pada dasarnya penandaan hewan bisa
dilakukan dengan menandai ekor, tubuh mencit atau pada kaki, dengan
spidol permanent atau dengan asam pikrat. Pada dasarnya dilakukan
penandaan bertujuan untuk mengetahui kelompok hewan yang
diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Pada praktikum ini
menggunakn metode tato pada ekor dan perwarnaan pada tubuh dan
kakinya, digunakan spidol transparan tujuannya agar tanda tersebut
bertahan lama tidak mudah luntur, tubuh dan kaki mencit digunakan asam
pikrat sebagai zat pewarna nya, asam pikrat digunakan sebagai cat warna
pada hewan atau mikroorganisme karena pewarnaan asam dapat terjadi
karena bila senyawa pewarna bermuatan negative pada dasarnya pewarnaan
adanya ikatan ion antara komponen seluler dengan senyawa aktif perwarna
yang disebut kromogen. Kelebihan dengan cara ini : Tanda lebih terlihat
sehingga lebih mudah untuk membedakan mencit yang satu dengan yang
lainnya, spidol lebih mudah didapatkan. Sedangkan kekurangan dari cara
ini : Spidol kurang tahan lama disbanding dengan asam pikrat. Dan
penandaan pada bulu mencit bagian tubuhnya, kaki kanan, dan kaki kiri
dengan menggunakan asam pikrat. Kekurangan dengan menggunakan asam
pikrat : pola kurang jelas bentuknya karena pada bulu dan harus asam
pikratnya harus dibuat terlebih dahulu. Sedangkan untuk kelebihan nya
yaitu lebih tahan lama (kurang lebih 1 bulan), ketahanannya dibandingkan
spidol . hal tersebut terjadi karena asam pikrat memiliki warna yang cukup
terang dan non iritasi pada mencit sehingga untuk menandai mencit satu
dengan yang lainnya akan terlihat.

Sedangkan penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah


dibidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu.
Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau
keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan
reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Katzung, 1989).
Mencit dan tikus adalah hewan percobaan yang sering dan banyak di

14
gunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk
percobaan karena hewan ini mudah ditangani.

Percobaan kedua yaitu tentang perhitungan dosis serta pembuatan sediaan


uji. Dosis Jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu
tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat. Rute pemberian
obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam tubuh,
sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan
timbulnya efek yang merugikan.

Pada pemberian dosis pada hewan coba, dosis yang diberikan harus sesuai
dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang
mempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen
terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau
aktif. Salah satu faktor yangmempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri,
misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang
mempengaruhi, antara lain:

1. Stabilitas pada pH lambung,


2. stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan,
3. stabilitas terhadap flora usus
4. kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
5. ukuran molekul,6.derajat ionisasi pada pH salauran cerna,
6. kelarutan bentuk non-ion dalam lemak,
7. stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna, dan
8. stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

Kebutuhan dosis untuk ukuran hewan coba dapat dihitung dengan cara
dosis dari manusia yang telah diketahui dikonversi ke dosis hewan coba
sehingga didapat dosis hewan.Selanjutnya untuk mengetahui volume
larutan yang diperlukan dapat dihitung dengan cara mengalikan jumlah
dosis dengan jumlah hewan coba dan ditambah dengan pembawa.

15
Berdasarkan hasil pengamatan dari soal yang telah dikerjakan
mendapatkan hasil yaitu :

1. Diketahui dosis simvastatin untuk dewasa 10 mg.


Bobot tablet rata2 125 mg.
Ditanyakan :
a. Dosis pada mencit 30 gram
b. Berat tablet yang diserbukkan yang harus ditimbang untuk
membuat larutan stok 100 ml
c. Volume pemberian sediaan utk mencit 20 gram
Jawab :
a. Konversi kemencit = 10 × 0,0026 = 0,026/20 g BB mencit
30 g
Konversi BB = × 0,026 = 0,039 mg/30 g BB mencit
20 g
0,026
b. Konversi ke tablet = × 125 mg = 0,325 mg
10 mg
100 ml
Larutan stok 100 ml = × 0,325 = 162,5 mg
0,2 ml
20 g
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 0,2 = 0,1333 ml
30 g

2. Diketahui dosis paracetamol untuk mencit 20 gram 1.3


mg/20gram bb mencit
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis tikus 300 gram?
b. Buat larutan stok 100 ml
c. Berapa volume pemberian tikus 400 gram
Jawab :
a. Konversi ketikus = 1,3 mg × 7,0 = 9,1 mg/200 g BB tikus
300 g
Konversi BB = × 9,1 = 13,65 mg/300 g BB tikus
200 g
100 ml
b. Larutan stok 100ml = × 9,1 = 455 mg
2 ml
400 ml
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 2 = 4 ml
200 ml

16
3. Diketahui dosis furosemid untuk dewasa 20mg.
Bobot rata2 tablet 135mg.
Ditanyakan:
a. Dosis pada mencit 28 g?
b. Berat tablet yang diserbukan yg harus ditimbang untuk
c. Berapa volume pemberian sediaan untuk mencit 35g?
Jawab :
a. Konversi ke mencit = 20 mg × 0,0026 = 0,052 mg / 20 g
BB mencit
28 g
Konversi BB mencit = × 0,052 = 0,0728 mg
20 g
0,052 g
b. Konversi ke tablet = × 135 mg = 0,351 mg
20 g
100 ml
Larutan stok = × 0,351 mg = 175,5 mg/100 ml
0,2 ml
35 g
c. Volume pemberian untuk mencit 35 g = × 0,2 ml =
20 g

0,35 ml
4. Diketahui dosis ketorolac injeksi untuk 70 kgbb manusia
adalah 30mg/ml.
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis tikus 270 gram?
b. Berapa volume ketorolac injeksi yg harus diambil untuk
membuat larutan stok 100 ml
c. Berapa volume pemberian tikus 150 gram
Jawab :
a. Konversi ke tikus = 30 mg × 0,018 = 0,54 mg / 200 g BB
tikus
270 g
konversi BB = × 0,54 mg = 0,729 mg / 270 g BB
200 g

Tikus
0,79 mg
b. Konversi ke injeksi = × 1 ml = 0,0243 ml /2 ml
30 mg
100 ml
Larutan stok = × 0,0243 ml = 1,215 ml / 100 ml
1 ml

17
150 g
c. Volume pemberian tikus 150 g = × 1 ml = 0,75 ml
200 g

5. Diketahui dosis asam mefenamat untuk tikus 200 gram


9 mg/200gram bb tikus
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis mencit 32 gram?
b. Buat larutan stok 50 ml
c. Berapa volume pemberian mencit bobot 22 gram
Jawab :
a. konversi ke mencit = 9 mg × 0,14 = 0,99 mg / 20 g BB
mencit
32 g
konversi BB = × 0,99 mg = 1,584 mg / 32 g BB mencit
20 g
50 ml
b. larutan stok 50 ml = × 0,99 mg = 247,5 mg/50 ml
0,2 ml
22 g
c. volume pemberian mencit 22 g = × 0,2 ml = 0,22 ml
20 g

6. Diketahui dosis metamizole sodium injeksi untuk dewasa 15


mg/kgBB.
Sediaan yang tersedia adalah bentuk ampul 2 ml dimana tiap
ml mengandung 500 mg metamizol sodium.
Ditanyakan :
a. Berapakah dosis pada mencit 26 gram?
b. Berapa volume metamizol injeksi yg harus diambil untuk
membuat larutan stok 50 ml
c. Berapa volume pemberian untuk mencit 20 gram
Jawab :
( 15 mg × 70 = 1050 mg / 70 g BB manusia )
a. konversi kemencit = 1050 mg × 0,0026 mg = 2,73 mg /
20g BB mencit
26 g
Konversi BB = × 2,73 mg = 3,549 mg / 26g BB mencit
20 g

18
3,549 mg
b. Konversi sediaan keinjeksi = × 2 ml =
1000 mg

0,007098 ml / 2 ml
50 ml
Larutan stok 50 ml = × 0,007098 mg = 1,7745
0,2 ml

mg / 50 ml
20 g
c. Volume pemberian mencit 20 g = × 0,2 ml = 0,2
20 g

ml

Pemberian obat di atas diberikan secara oral kepada hewan percobaan


dalam bentuk tablet. Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian
obat yang umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun adapun
kerugiannya ialah banyak factor yang dapat mempengaruhi
bioavabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama.

19
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, dapat disimpulkan dari hasil praktikum yang dilakukan penandaan
untuk hewan percobaan digunakan menggunakan spidol dan asam pikrat.
Bagian tubuh mencit yang digunakan untuk penanda pada bagian ekor,
punggung, bulu, kaki kanan dan kai kiri. Dari kedua penanda tersebut
masing- masing memilki kekurangan dan kelebihan dari keduanya. Yang
lebih efekitif atau bagus dengan menggunakan asam pikrat yang memilki
warna lebih terang dan non iritasi.
Dan berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dalam perhitungan
dosis dan pemberian sediaan uji terhadap hewan percobaan dapat
disimpulkan bahwa hasilnya berbeda- beda dan hasil pemberian obat pada
hewan uji harus dilakukan konversi terlebih dahulu dari dosis hewan untuk
manusia. Selain itu, pada masing-masing hewan uji dengan berat badan
tertentu juga memiliki volume pemberian maksimum. Supaya hasil yang
didapat sesuai untuk penggunaan dosis pada hewan percobaan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Gan gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI
Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Sukandar, E. Y, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi.
Bandung: Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.
Katzung, B., G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:Salemba Medika
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi & Keperawatan
Edisi II. Jakarta:Leskonfi
Dirjen POM. 2013. ISO INDONESIA Volume 48. Jakarta: PT. ISFI
Malole, M. B. M. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan Di Laboratorium:
Bogor

21

Anda mungkin juga menyukai