Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi yang berkaitan dengan ilmu kesehatan dan
kimia. Farmasi adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi
kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan,
peracikan dan distribusi obat, pada perkuliahan farmasi sebenarnya tidak jauh
berbeda jika dibandingkan dengan jurusan kedokteran, dalam farmasi kita
lebih mempelajari segala hal yang berhubungan dengan obat (Gibson, 2001).
Ilmu farmasi juga di ajarkan tentang farmakologi dan toksikologi yang
membahas tentang pokok-pokok prinsip dasar kerja obat. Oleh karena itu
diperlukannya suatu alat atau obyek tertentu untuk dapat membantunya dan
yang dapat pula dipergunakan sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya
adalah dengan mempergunakan hewan-hewan percobaan (Subjadi Bagad,
2007).
Farmakologi atau yang bisa disebut dengan “ilmu khasiat obat” adalah
merupakan ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dalam seluruh aspeknya
baik sifat kimiawinya, fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya
dalam organisme hidup.
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu
pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau
obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan
sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan mempergunakan
hewan-hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan
hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang
diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan
sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat
sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus
dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan
dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan
lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
Dalam praktikum ini kita memakai hewan coba karna hewan coba sangat
penting digunakan dalam penelitian terhadap obat-obatan maupun anatomi,
beberapa hal yang akan dilakukan diantaranya, cara perlakuan terhadap hewan
coba dalam memberi obat, makanan dan minuman secara oral. Serta
pengenalan karakteristik dari hewan coba.
1.2 Tujuan percobaan
Untuk mengetahui cara-cara penggunaan dan perlakuan hewan coba
mencit (Mus musculus) dan Tikus (Rattus novergicus).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Dalam arti luas farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa
terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu
kedokteran senyawa tersebut disebut obat, dan lebih menekankan pengetahuan
yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat. Karena itu dikatakan
farmakologi merupakan seni menimbang (the art of weighing). Obat
didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati,
mendiagnosis penyakit/gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu,
misalnya membuat seseorang infertil, atau melumpuhkan otot rangka selama
pembedahan hewan coba. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus
dengan farmasi, yaitu ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan
menyediakan obat (Marjono,2011 hal 76).
Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam
mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu
pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit
seperti: malaria, filariasis, demam berdarah, TBC, gangguan jiwa dan
semacam bentuk kanker (Sulaksono,1992:318).
Hewan coba/hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah
hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat
manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi
tentang segi etik percobaan yang menggunakan manusia (1964) antara lain
dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum percobaan di
bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap
manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan percobaan mempunyai
mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat
manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono,1992:321).
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di
mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis
yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan,
yaitu :
1. Hewan liar
2. Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
3. Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara
dengan sistim barrier (tertutup)
4. Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang
`dipelihara dengan sistem isolator
Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas
disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan.
Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil
percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang
bebas kuman (Sulaksono,1987 :323).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain (Malole,1989:475) :
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri: umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon
hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan
yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil
percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara
pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu
mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang
akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum
senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus
melalui proses absorpsi terlebih dahulu.
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang
masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2,
yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008:127).
Semua jenis hewan percobaan harus ditempatkan dalam lingkungan yang
stabil dan sesuai dengan keperluan fisiologis, termasuk memperhatikan suhu,
kelembaban dan kecepatan pertukaran udara yang ekstrim harus dihindari.
Kebanyakan hewan coba tidak dapat berkembangbiak dengan baik pada
kamar lebih tinggi dari suhu 300C. Mencit, tikus dan marmut maksimum
perkembangbiakannya pada suhu 300C, kelinci pada suhu 2500C
(Malole,1989:481).
a. Pengawasan status kesehatan
Standar kebersihan hewan percobaan yang diperlukan sama dengan
manusia harus dijaga agar dapat hidup sehat. Dinding dan lantai
misalnya harus tahan air dan mudah dicuci. Lantai harus dibuat
sedemikian rupa agar air dapat mengalir dan cepat kering sesudah dicuci.
Bahan bangunan yang dipakai untuk membangun gedung harus kuat dan
tahan lama.
b. Pengawasan orang yang akan merawat hewan percobaan
Jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kamar penelitian/
pemeliharaan harus dibatasi karena semakin banyak yang masuk dapat
menyebabkan jumlah mikroorganisme patogen dan dapat saling
mengkontaminasi.
c. Pengawasan makanan dan minuman
Kualitas makanan baik dapat diperoleh jika nilai komponen ransum telah
diketahui. Misalnya, tikus dan mencit memerlukan ransum yang
mengandung 20% protein sedangkan kelinci dan marmut hanya
memerlukan 14-15% protein.
d. Pengawasan sistem pengolahan dan pembiakan
Dalam keadaan ideal, semua harus ideal. Misalnya, kandang hewan coba
harus diketahui batas masimalnya, makanan dan minuman yang harus
selalu diperhatikan. Kebanyakan pemberian makanan/minuman bisa
mencemari kandang dan memberi lingkungan tidak sehat.
e. Pengawasan kualitas hewan
Kualitas genetik hewan coba penting dalam penelitian dasar. Sering
bahwa hewan coba inbreed mempunyai kualitas genetik lebih tinggi dan
lebih bermanfaat dibandingkan hewan percobaan outbreed. Tetapi itu
tidak selalu benar.
Adapun tujuan penggunaan hewan percobaan sejalan dengan arah
bidang ilmu ialah sebagai berikut: (Malole.1989:482-483)
1. Bidang toksikologi
Pengujian toksikologi dengan menggunakan hewan percobaan yang
dilakukan di lingkungan industri bertujuan agar bahan kimia yang
dibubuhkan pada bahan makanan tepat dalam arti aman buat konsumen,
efektif daya kerjanya dan masih mendatangkan keuntungan bagi
perusahaan. Status kesehatan berdasarkan pemeriksaan yaitu :
a. Ektoparasit dan endoparasit
b. Patologi
c. Profil hematologi dan kimia darah
d. Penyakit menular
2. Bidang patologi
Para ahli patologi memakai hewan percobaan terutama untuk meneliti
atau mengamati adanya perubahan-perubahan patologik jaringan tubuh
yang disebabkan oleh :
a. Terjadinya kontak antar spesies (infeksi mikroorganisme atau invasi
parasit pada hewan atau menusia).
b. Stress karena faktor lingkungan (suhu, kelembaban, sanitasi, ventilasi,
kepadatan dan lain-lain).
c. Keracunan makanan
d. Defisiensi makanan (defisiensi vit. A, defisiensi vit. E)
Hewan percobaan juga dimanfaatkan oleh ahli patolgi untuk
penelitian tentang tumor dan kanker bahkan hewan percobaan juga
dimanfaatkan sebagai lahan untuk menanam dan menghasilkan sel–sel
tumor ini dapat dimanfaatkan oleh ahli mikrobiologi untuk membuat
biakan jaringan guna membiakkan virus, selain itu dapat juga digunakan
untuk mendeterminasi penyakit berdasarkan perubahan-perubahan
jaringan dan organ tubuh yang terjadi setelah hewan percobaan tersebut
mendapat perlakuan (keracunan karena mengisap chloroform, keracunan
aflatoksin melalui ransum).
3. Bidang parasitologi
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian parasitologi
dikehendaki berkualitas baik, sebelum melangkah untuk melakukan
penelitian dalam bidang parasitologi, kita perlu mengetahui interaksi
antar parasit sendiri.misalnya pada hewan mencit yang diberi antibiotik
untuk mengusir mikroflora dalam usus dan kemudian diganti oleh
mikroorganisme tertentu.
4. Bidang imunologi
Respon imun pada hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu termasuk perihal infeksi oleh bakteri, virus
maupun parasit, stress, faktor diet / ransum dan peradangan non spesifik.
2.2 Uraian Hewan Coba
2.2.1 Klasifikasi hewan coba
Menurut Malole dan Promono (1989), mencit hidup di berbagai daerah
mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam kandang
atau hidup bebas sebagai hewan liar. Mencit liar lebih suka suhu lingkungan
yang tinggi namun dapat beradaptasi dengan baik pada suhu yang rendah. Bulu
mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit lebih pucat, mata
berwarna hitam dan kulit berpigmen. Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa setelah dibudidayakan dan diseleksi selama puluhan tahun,
sekarang mencit memiliki warna bulu dan galur dengan bobot badan yang
bervariasi. Tikus putih (Rattus novergicus) sangat baik sebagai hewan
percobaan, lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan
musiman, dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Menurut Arrington
(1972) dan Priambodo (1995), mencit dan tikus masih merupakan satu famili,
yaitu termasuk ke dalam famili Muridae. Klasifikasi mencit dan tikus di
sajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus) dan Tikus Putih (Rattus
novergicus)
Klasifikasi Mencit tikus
Kingdom Animalia Animalia
Filum Chordata Chordata
Sub filum Vertebrata Vertebrata
Kelas Mamalia Mamalia
Ordo Rodentia Rodentia
Genus Mus Rattus
Spesies Mus musculus Rattus novergicus
Berdasarkan sifat genetiknya terdapat tiga macam mencit (Malole dan
Promono, 1989) :
1) Random Breed Mice yaitu mencit yang dikawinkan secara acak dengan
mencit yang tidak ada hubungan keturunan,
2) Inbreed mice yaitu mencit hasil perkawinan antar saudara sebanyak lebih
dari 20 turunan, dan
3) F1-Hybrid yaitu mencit hasil perkawinan antara dua galur yang inbreed.
Berdasarkan lingkungan hidupnya mencit dibagi dalam empat kategori :
1) mencit bebas hama yaitu mencit yang bebas dari mikroorganisme yang
dapat dideteksi,
2) mencit yang hanya mengandung mikroorganisme tertentu,
3) mencit yang bebas mikroorganisme patogen tertentu, dan
4) mencit biasa yaitu mencit yang dipelihara tanpa perlakuan khusus.
Tabel 2. Karakteristik Biologi Mencit (Mus musculus) dan Tikus Putih
(Rattus novergicus)
Karakteristik Mencit Tikus
Lama hidup 1-3 bulan 2-3 tahun
Lama bunting 19-21 hari 20-22 hari
Kawin sesudah beranak 19-24 jam 1-24 jam
Umur disapih 21 hari 21 hari
Umur dewasa 35 hari 40-60 hari
Umur dikawinkan 8 minggu 10 minggu
Siklus estrus 4-5 hari 4-5 hari
Ovulasi 12-14 jam 8-11 jam
Jumlah anak 6-15 ekor Rata-rata 9-20
Putting susu 5 pasang 12 putting, 3 pasang

2.2.2 Bobot Badan Hewan Coba


Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat
berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya.Farmakope Indonesia
edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang
digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak <5kg
Marmo : 300-500 gram
Merpati :100-200 gram
2.3 Cara Penanganan Hewan Coba
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan
kanan, biarkan menjangkau/ mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan,
dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian,
mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan
(Malole, 1989).
2.4 Cara Mengorbankan Hewan Coba
1. Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa sakit yang
hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami
kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan
dengan kebutuhan.
2. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian
sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada
dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara
yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan
kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan
percobaan dalam rangkaian percobaan.
3. Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas
karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan pemberian pentobarbital
natrium pada takaran letalnya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1) Kandang mencit
2) Penutup kasar (kawat)
3) Kotak/kandang tikus
4) Kain kasar
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1) Mencit (Mus musculus)
2) Tikus Putih (Rattus novergicus)
3.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dalam percobaan ini, yaitu :
1) ujung mencit atau tikus diangkat dengan tangan kanan
2) selanjutnya mencit atau tikus dibiarkan mencengkram alat penutup
kandang yang kasar (kawat) sehingga tertahan ditempat,
3) lalu ibu jari dan jari elunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin,
4) kemudian ekor dari mencit atau tikus dipindahkan diantara jari manis dan
jari kelingking tangan kiri dan mencit atau tikuspun siap diberi perlakuan
dengan tangan kanan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

G gambar 4.1 Mencit (Mus musculus) Gg gambar 4.2 Tikus (Rattus novergicus)

4.2 Pembahasan
Mencit (Mus musculus) adalah salah satu anggota kelompok hewan
animalia. Hewan ini ditandai dengan ciri berikut : jinak, takut cahaya, aktif
pada malam hari, mudah berkembang biak, siklus hidup yang pendek, dan
tergolong poliestrus (Fransius, 2008). Mencit atau mus musculus adalah
hewan yang paling umum digunakan pada penelitian laboratorium sebagai
hewan percobaan, yaitu sekitar 40-80%. (Aditya, 2006).
Mencit memiliki banyak keunggulan sebagai hewan percobaan yaitu
siklus hidup yang relative pendek, jumlah anak pe kelahiran banyak, variasi
sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penangannya (Fransius, 2008).
Pada paktikum kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan hewan coba mencit dan tikus. Selanjutnya dilakukan penanganan
terhadap hewan coba sesuai prosedur yaitu pertama ujung mencit atau tikus
diangkat dengan tangan kanan. Selanjutnya mencit atau tikus dibiarkan
mencengkeram alat penutup kandang yang kasar (kawat) sehingga tertahan
ditempat. Lalu ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat
mungkin, kemudian ekor dari mencit atau tikus dipoindahkan di antara jari
manis dan jari kelingking tangan kiri dan mencit atau tikus pun siap diberi
perlakuan dengan tangan kanan.
Menurut Malole (1989), cara memegang mencit sebagai yaitu Mencit
dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan,
biarkan menjangkau/ mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit
tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan,
dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian,
mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.
Adapun keuntungan dari penggunaan hewan coba yaitu muidah ditangani,
mudah dikembangbiakan, mudah dipelihara, reaksi obat yang diberikan lebih
cepat menimbulkan efek. Sedangkan kerugiannya yaitu aktivitas terganggu
bila ada manusia dan lebih resisten terhadap infeksi, galak, bila makanan
kurang dia bisa memakan sejenisnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum tadi dapat disimpulkan bahwa penanganan hewan
percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki sifat – sifat biologis
yang berbeda, tentunya dengan penanganan yang berbeda pula.
5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan membawa mencit atau
hewan percobaan yang terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara
keseluruhan dan fisiologisnya. Agar dalam percobaan memberikan hasil yang
baik.
LAMPIRAN
1. Gambar hewan coba

2. Gambar perlakuan

H mencit dielus-elus Kulit mencit ditengkuk

ekor mencit dililitkan di jari kelingking


3. Skema kerja
Mencit
- Disiapkan hewan coba yang akan digunakan
- Dikeluarkan mencit dari kandangnya
- Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan
- Ekor dililitkan dengan menggunakan jari-jari tangan
- Dipegang tengkuk leher mencit
- Pegang bagian kulit mencit dileher atas mencit menggunakan
2 jari
- Jepit tengkuknya seerat mungkin dengan ibu jari dan telunjuk
- Pastikan mencit tidak kebalik saat diberikan perlakuan
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, 2006. Jurnal Skripsi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta

Arrington (1972) dan Priambodo (1995). Introductory Animal


Science, The Breeding, Care and Management of Experimental
Animal. The Interstate Printers and Publishers, Inc. Denville

Fransius, 2008. Penampilan Reproduksi Mencit (Mus musculus) Yang


Diberi Peternakan. Bogor: Institusi Pertanian Bogor

Gibson, 2001. Sinopsis Farmakoloi. Jakarta: EGC


Malole dan Promono (1989). Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan
Laboratorium. Bogor: IPB

Mangkoewidjojo (1988). Pemeliharaan, Pembiakan Dan Penggunaan


Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press

Marjono,2011 hal 76. Mekanisme Trauma Sistem Saraf. Jakarta :


Dian Rakyat

Priyanto, 2008:127. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi


dan Keperawatan, Edisi II, Leskonfi. Jakarta

Subjadi Bagad, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Sulaksono,1992:318. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan


Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan
Biomedis. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai