FITOKIMIA
Disusun oleh :
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yaitu :
1. Mendapatkan data skrining fitokimia ekstrak kulit batang kayu secang yang
berhasil dipisahkan.
2. Menentukan aktivitas antibakteri ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L)
terhadap Escherichia coli.
2. Tinjauan pustaka
2.1 Secang
Secang (Caesalpinia sappan L) merupakan perdu yang umumnya tumbuh di tempat
terbuka sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut seperti di darah pegunungan
yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin, tingginya 5 – 10 m, batangnya berkayu, bulat dan
berwarna hijau kecoklatan. Pada batang dan percabangannya terdapat duri-duri tempel
yang bentuknya bengkok dan letaknya terebar.
Daun secang merupakan daun majemuk menyirip ganda dengan panjang 25 – 40 cm,
jumlah anak daunnya 10 -20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak
bertangkai berbentuk lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi daun rata dan hampir
sejajar. Panjang anak daun 10 – 25 mm, lebar 3 – 11 mm, dan berwana hijau.
Bunga secang adalah bunga majemuk berbentuk malai, bunganya keluar dari ujung
tangkai dengan panjang 10 – 40 cm, mahkota bunga berbentuk tabung berwarna kuning.
Buah secang adalah buah polong, panjang 8 – 10 cm, lebar 3 – 4 cm, ujung seperti paruh
berisi 3 – 4 biji, jika masak berwarna hitam. Bijinya bulat memanjang dengan panjang 15
– 18 mm dan lebar 8 – 11 mm, tebalnya 5 – 7 mm, warnanya kuning kecoklatan. Akar
secang adalah akar tunggang berwarna coklat kotor.
2.3.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan senyawa organic yang paling banyak ditemukan di
alam. Alkaloid pada umumnya tidak volatile dan tidak berwarna, selain itu juga
merupakan basa bebas yang sebagian besar tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik seperti eter, klorofom, methanol, dan petroleum eter (Robinson,1991).
2.3.2 Saponin
Saponin terdiri atas gugus glikosida yang terdapat pada tanaman dan merupakan
surfaktan alami atau deterjen yang terdapat di dalam tumbuhan (Davidson, 2001). Lebih
lanjut, Robinson (1991) menjelaskan bahwa saponin memiliki struktur yang meliputi 2
bagian yaitu lipofil dan hidrofil. Kehadiran dua gugus ini menyebabkan saponin
memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan, seperti sifat yang
dimiliki sabun.
2.3.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan anti oksidan yang menetralisir radikal bebas yang menyerang
sel-sel tubuh kita. Radikal bebas dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung dan
penuaan dini. Flavonoid dapat ditemukan pada jeruk, kiwi, apel, anggur merah, brokoli
dan teh hijau. Flavonoid adalah bagian dari senyawa fenolik yang terdapat pada pigmen
tumbuh-tumbuhan. Kesehatan manusia sangat mengandalkan flavonoid sebagai
antioksidan untuk mencegah kanker. Manfaat utama flavonoid adalah untuk melindungi
struktur sel, membantu memaksimalkan manfaat vitamin C, mencegah keropos tulang,
sebagai antibiotik dan antiinflamasi. Pada banyak mikroorganisme seperti virus dan
bakteri, kehidupan dan fungsi selnya terancam karena keberadaan flavonoid yang
bertindak langsung sebagai antibiotik (Fadhli, 2008).
2.3.6 Antraquinon
Biosintesa senyawa antrakinon diselidiki di dalam mikroorganisme. Dan
disimpulkan bahwa biosintesa pada tumbuhan tinggi terjadi melalui proses yang
serupa, salah satu contoh yang sederhana ialah pembentukan turunan antrakinon
dari asam asetat yang diberi label dalam Peniccilium islandicum, jenis Penicillium
yang dikenal menghasilkan bermacam-macam turunan antrakinon. Terjadinya proses
biosintesa emodin atau senyawa antrakinon lainnya dapat diikuti dengan memberi
label (tanda) pada asam asetat, yang dimaksud dengan memberi label adalah
menggunakan senyawa yang sebagian unsur-unsurnya diberi muatan radio aktif
dengan menggunakan isotopnya yang radioaktif.
2.3.7 Terpenoid
Terpenoid atau isoprenoid yaitu suatu subklas dari prenyllipids (terpenes,
prenylquinones, dan sterol) yang merupakan kelompok tertua produk molekul kecil
disintesis oleh tanaman dan mungkin menjadi kelompok yang paling luas produk alami.
Terpenoid dapat digambarkan sebagai terpenes diubah, di mana kelompok metil
dipindahkan atau dihapus, atau atom oksigen ditambahkan. Selama abad ke-19, bahan
kimia bekerja pada terpentin yang menyebabkan nama terpena hidrokarbon dengan rumus
umum C10H16. Terpenes ini sering ditemukan di pabrik minyak atsiri yang berisi "Quinta
bahan penting", aroma tanaman.
terpenoid secara universal hadir dalam jumlah kecil dalam organisme hidup dan
memainkan peran penting dalam fisiologi tanaman serta fungsi penting dalam semua
membran selular. Terpenoid juga dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok molekul
yang strukturnya didasarkan pada jumlah dan berbagai unit isoprena (methylbuta-1 ,3-
diena, bernama hemiterpene, dengan 5 atom karbon).
Terpenoid adalah luar biasa beragam tetapi semua berasal melalui kondensasi dari
derivatif terfosforilasi universal hemiterpene, isopentenyl difosfat (IPP), dan difosfat
dimethylallyl (DMAPP) memberikan geranyl pirofosfat (GPP).
Pada tanaman yang lebih tinggi, IPP berasal dari asam jalur mevalonic klasik di
sitosol, tapi dari jalur fosfat methylerythritol di plastida. Hal ini berlaku umum bahwa
kolam sitosol IPP berfungsi sebagai prekursor seskuiterpen, triterpenes, sterol dan
politerpena sedangkan kolam Plastida IPP menyediakan precursor mono-, di-dan
tetraterpenes ( Bohlmann J et al. , Proc Natl Acad Sci USA 1998, 95, 4126). Beberapa
pengecualian telah diuraikan menunjukkan bahwa interaksi antara kedua jalur biosintesis
mungkin ada (Dudareva N et al., Proc Natl Acad Sci USA 2005, 102, 933).
2.4. Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal yang berkembang biak dengan
cara membelah diri dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Bakteri termasuk
golongan organisme prokariotik, yaitu tubuhnya terdiri atas sel yang tidak mempunyai
selaput pembungkus inti yang strukturnya lebih sederhana dari eukariotik (Fardiaz, 1989;
Supani, 1996). Ukurannya hanya sekitar 0,3 – 2 mµ m. (1µ m – 1/1000 mm). Walaupun
tubuhnya hanya terdiri atas satu sel, bakteri dapat menjalankan sistem biosintesisnya
sendiri dan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu banyak ahli yang menggolongkan
bakteri sebagai tumbuh- tumbuhan. Namun sebagian mengklasifikasikan bakteri ke dalam
kelompok monera atau protista (Anonim, 2003). Bakteri ada yang bersifat patogen dan
ada pula yang tidak (Poerwa darminta, 1976).
Berdasarkan bentuk dasarnya, bakteri dibagi menjadi 3 yaitu: batang (basil), bulat
(kokus), dan lengkung (koma/vibrion, dan spiral). Umumnya sel- sel bakteri yang
berbentuk batang dan bulat seringkali membentuk kumpulan sel. Kumpulan sel yang
mungkin di bentuk oleh sel- sel berbentuk batang antara lain diplobasil (berpasangan dua-
dua) dan streptobasil (seperti rantai). Sedangkan kumpulan sel yang mungkin dibentuk
oleh sel- sel yang berbentuk bulat antara lain diplokokus (berpasangan dua- dua),
streptokokus (seperti rantai), stafilokokus (bergerombol), tetrakokus (seperti bujur
sangkar dengan empat sel) dan sarkina (seperti kubus delapan sel).
Umumnya sel bakteri berbentuk bulat mempunyai diameter sekitar 0,7 – 1,3 mikron,
sedangkan sel bakteri yang berbentuk batang lebarnya sekitar 0,2 – 2,0 mikron dan
panjangnya 0,7 – 3,7 mikron. Ukuran sel bakteri sering kali dipengaruhi oleh umur
bakteri, perubahan lingkungan dan cara pewarnaan sel bakteri (Timotius, 1982).
Adapun bagian- bagian sel bakteri dibagi menjadi tiga golongan yaitu: dinding sel,
protoplasma (membran sel, mesosom, ribosom, nukleoid, endospora, dan lain- lain) dan
bagian sel yang terletak di luar dinding sel (kapsul, flagel) (Volk, 1993).
Berdasarkan pewarnaan gram, bakteri dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu
bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif yang umum dikenal adalah
Bacillus, Streptococcus, dan Staphylococcus. Sedangkan bakteri gram negatif yang umum
dikenal adalah E.coli dan Salmonella. Kedua golongan tersebut mempunyai dinding sel
yang berbeda- beda susunan kimianya. Dinding sel bakteri gram negatif lebih rumit
susunannya daripada bakteri gram positif.
Bakteri yang digunakan dalam percobaan ini adalah E. coli. E. coli merupakan bakteri
gram negatif yang berbentuk batang lurus dengan ukuran 1,1 – 1,5 μm x 2,0 – 6,0 μm
yang motil dengan peritrikus dan nonmotil. Bakteri ini dapat tumbuh dengan mudah pada
media nutrien sederhana serta dapat memfermentasi laktosa yang menghasilkan asam dan
gas (Pelctzar, J.M., 1998).
2.4. Antibakteri
Antibakteri adalah sifat suatu senyawa kimia atau biologi yang dapat membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Antibakteri dapat dimasukkan dalam
agen kemoterapi. Bahan atau senyawa kimia yang mematikan bakteri disebut bakterisidal,
sedangkan bahan atau senyawa kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut
bakteriostatik. Bahan antimikroba dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah,
namun bersifat bakteriosidal pada konsentrasi tinggi (Volk, 1993) cara kerja senyawa
yang memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik pada organisme yang rentan adalah
dengan merusak dinding sel, mengubah molekul protein atau asam nukleat, menghambat
kerja enzim dan menghambat kerja enzim dan menghambat sintesis asam nukleat dan
protein (Jawet, 1960).
Ada tiga kondisi yang harus dipenuhi untuk mengetahui efek antibakteri dalam
ekstrak tumbuhan.
1. Harus ada kontak antara ekstrak tumbuhan dengan dinding sel bakteri.
2. Kondisinya harus memungkinkan bagi bakteri untuk tumbuh dengan baik jika
tidak ada senyawa antibakteri
3. Harus ada beberapa cara untuk menentukan jumlah pertumbuhan bakteri
(Berghe, 1991).
Salah satu cara untuk menentukan efek antibakteri suatu bahan atau senyawa
kimia adalah dengan metode difusi agar. Metode yang biasanya digunakan adalah metode
Kirby – Bauer (1966). Prinsip kerja pada metode ini yaitu adanya kontak langsung antara
medium pada cawan yang telah diinakulasi bakteri dengan cakram yang berisi sampel
ekstrak yang akan diuji.Setelah cawan diinkubasi, diameter zona terang yang muncul
disekitar cawan yang mengandung senyawa anti bakteri diukur dan disebut sebagai
diameter daerah hambatan (DDH) (Lay, 1994) Potensi senyawa antibakteri dapat
diketahui dengan mengukur zona radikal. Cara difusi ini dikenal dua pengertian yaitu
zona radikal dan zona iradikal.
3.2 Metoda
3.2.1 Kadar Air
Sebanyak ± 1 g sampel (kayu secang) dipotong kecil- kecil, dimasukkan ke dalam
cawan petri yang sudah ditimbang dengan neraca analitik Metller, kemudian dimasukkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit, lalu diangkat dan dimasukkan kedalam
desikator. Diukur beratnya, dan diulangi tiap 30 menit sampai berat konstan, dihitung
kadar air sampel (kayu secang).
3.2.2 Ekstraksi
3.2.2.1 Ekstraksi Methanol
Kulit batang secang dipotong kecil – kecil kemudian digrinder dan ditimbang
sebanyak 50 gram ditambah 480 ml methanol : 120 ml H 2O, dimasukkan dalam
Erlenmeyer 1000 ml yang ditutup alumunium foil setelah itu dishaker dengan kecepatan
122 mot 1/min selama 1 jam 45 menit, lalu disimpan dalam kulkas. Kemudian dishaker
setiap hari selama 30 menit dalam waktu 1 minggu dan sampel disaring dengan kertas
saring. Setelah itu dievaporasi sampai volume mencapai 1/10 volume awal, sehingga hasil
yang didapat berupa fraksi methanol.
3.2.2.2 Ekstraksi Air Asam
Filtrat dari fraksi methanol ditambah dengan H2SO4 sampai asam (di tes dengan
lakmus). Hasil yang diperoleh diekstraksi dengan CHCl3 dengan 3x pengulangan,
pengulangan yang digunakan 50 ml, 30 ml, 20 ml. Hasil yang didapat berupa air asam
CHCl3 dan disimpan dalam kulkas.
3.2.2.3 Ekstraksi Etil Asetat
Ampas yang diperoleh dari ekstraksi methanol ditambah dengan etil asetat sampai
ampas terendam oleh pelarut dan dishaker selama 1 jam. Filtrat yang diperoleh disaring
dan ditampung dalam erlenmeyer, dan hasil yang diperoleh berupa fraksi etil asetat.
3.2.2.4 Ekstraksi Air Basa
Filtrat yang diperoleh dari fraksi air asam ditambah dengan NH4OH sampai pH 10 (di
tes dengan lakmus). Diekstraksi dengan methanol : CHCl3 yaitu 3 : 1. Lapisan atas (fraksi
air basa) ditampung dalam botol sampel kemudian disimpan dalam kulkas.
3.2.2.5 Ekstraksi CHCl3 – Methanol
Filtrat yang diperoleh dari fraksi air asam ditambah dengan NH4OH sampai pH 10 (di
tes dengan lakmus). Diekstraksi dengan methanol : CHCl3 dengan perbandingan 3 : 1.
Lapisan bawah (fraksi CHCl3 – methanol) ditampung dalam botol sampel kemudian
disimpan dalam kulkas.
4.2 Hasil
4.2.1 Kadar Air
Tabel 1. Kadar Air
Cawan
Kadar Air
I II III
Cawan (g) 47.6148 33.5428 49.5485
Cawan + Sampel (g) 48.614 34.5444 50.5483
Massa Sampel (g) 0.9992 1.0016 0.9998
Penurunan I (24jam)
Cawan + Sampel (g) 48.5190 34.4516 50.4576
Massa Penurunan Sampel
0.0950 0.0928 0.0907
(g)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kadar Air
Pada percobaan praktikum kali ini, diteliti kandungan kadar air dalam kulit batang
secang. Percobaan dilakukan pertama-tama mengeringkan kulit batang secang yang
dibagi dalam 3 cawan ini di dalam oven selama 24 jam. Setelah itu, cawan dan kulit
batang secang dikeluarkan, didinginkan di desikator sampai massanya konstan, lalu
ditimbang massanya. Setelah itu, kulit batang secang dikeringkan kembali di dalam oven
selama 60 menit. Setelah itu, cawan dan kulit batang secang dikeluarkan dan didinginkan
di desikator sampai massanya konstan, lalu ditimbang juga massanya. Perlakuan ini
diulangi sampai penurunan massanya konstan atau penurunan massanya semakin sedikit.
Proses pengeringan ini bertujuan untuk mempercepat penguapan air dalam sampel
sehingga diperoleh kadar air yang konstan.
Pada percobaan kadar air ini, terdapat kesulitan untuk menentukan massa konstannya,
dikarenakan ketidaktelitian neraca dalam penimbangan massa, sehingga tidak didapat
massa yang benar-benar konstan sehingga cuma 3 data yang diambil yaitu, data yang
paling mendekati massa konstan. Dalam hasil percobaan, didapat kadar air kulit batang
secang dalam cawan I sebesar 9,56%; pada cawan II sebesar 9,37%; dan pada cawan III
sebesar 9,12%. Sehingga didapatkan kadar air total berdasarkan 3 cawan yang didapat
yaitu sebesar 9,35%. Hasil percobaan yang didapat sudah memenuhi standar literatur,
karena kandungan kadar air total yang didapat tidak lebih dari 10%. Hal tersebut
bertujuan agar pertumbuhan jamur dalam ekstrak tidak cepat terjadi. Besarnya kadar air
berpengaruh terhadap bobot simpan suatu sampel, sehingga semakin kecil kadar air suatu
bahan maka semakin lama bobot simpannya serta kandungan senyawa yang terdapat
dalam bahan tersebut akan semakin optimal.
Gambar 6. Daerah Diameter Hambatan Antibakteri dari Ekstrak Air-Basa Secang terhadap E.coli
Daerah Diameter Konsentrasi (ppm)
25000 50000 75000 100000
Hambatan (cm)
Cawan I 0,740 0,910 1,100 0,900
Cawan II 0,810 1,105 0,905 1,00
Cawan III 0,705 0,800 0,900 0,110
Rata – rata 0,751 0,938 0,968 1,003
Menurut (cornner dan buchat, 2001), daya hambat yang menentukan tingkat
efektivitas antibakteri
dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Aktivitas kuat mempunyai DDH > 1,1 cm
2. Aktivitas lemah mempunyai DDH 0,6-0,8 cm
3. Sedangkan ekstrak yang mempunyai DDH < 0,6 cm berarti tidak menghambat
bakteri.
Hal diatas memperkuat dugaan bahwa ekstrak polar dari secang memiliki potensi
yang baik sebagai antibakteri. Menurut Pelezar dan Chan (1988 dalam Tyastanti, 2007),
semakin besar konsentrasi suatu zat yang terdapat dalam cakram akan memperbesar
kemampuan difusi zat tersebut pada suatu media sehingga mempermudah penetrasi zat
dalam menghambat pertumbuhan bakteri, dan begitu juga dengan percobaan pada aktivitas
antibakteri pada secang diperoleh semakin meningkatnya aktivitas antibakteri seiring
dengan semakin tinggi konsentrasi yang diberikan.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan terhadap kulit batang kayu secang,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak kulit batang kayu secang mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan
antraquinon.
2. Kulit batang kayu secang fraksi air basa memiliki aktifitas antibakteri karena mampu
menghambat pertumbuhan bakteri E. Coli, dengan diameter daerah hambatan sebesar
0,751 pada dosis 25000, 0,938 pada dosis 50000, 0,968 pada dosis 75000, sedangkan
pada dosis 100000 menunjukkan penghambatan dengan DDH sebesar 1,003.
5.2 Saran
Dari hasil percobaan diatas, maka disarankan :
1. Dilakukan pemurnian dari berbagai fraksi dari senyawa antibakterinya, agar
diperoleh aktivitas antibakteri paling optimal.
2. Dilakukan uji sisa pelarut yang belum digunakan khususnya fraksi metanol yang
tidak menimbulkan antibakteri
3. Dilakukan percobaan lanjutan dengan menggunakan senyawa murni yang telah
dideteksi untuk diketahui nilai Konsentrasi Hambatan Minimun (KHM).
6. Daftar Pustaka