PROPOSAL
OLEH
NIM : 2016-41-062
UNIVERSITAS PATTIMURA
2020
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak
berpasangan di orbit elektron terluarnya, dan oleh karena itu mereka menjadi sangat reaktif
dan tidak stabil. Untuk mencapai kestabilannya, radikal bebas ini akan bereaksi dengan
atom lain atau molekul di sekitarnya untuk menstabilkan elektronnya (berpasangan dengan
elektron dari atom atau molekul lain). Seperti itu reaksi akan terus berlangsung dalam
tubuh manusia dan menyebabkan reaksi berantai yang merusak struktur sel, dan jik a tidak
2018). Beberapa penyakit seperti kanker, artritis, serangan jantung koroner, diabetes
melitus, dan keterbelakangan fungsi otak bisa disebabkan oleh radikal bebas. Jumlah
radikal bebas yang berlebihan dapat menyerang senyawa apa pun, seperti lipid dan protein
dan dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit terkait degeneratif. Oleh karena itu,
pembentukan radikal bebas dalam tubuh kita harus dikurangi sebanyak mungkin dengan
Di zaman modern belakangan ini, penggunaan produk herbal telah meningkat secara
Organisasi Kesehatan Dunia, 80% populasi dunia saat ini menggunakan obat-obatan herbal
untuk beberapa aspek kesehatan primer perawatan (Masid,et al.,2012). Banyak bahan alami
tanaman obat (Fahrudina & Pratiwi 2015). Berdasarkan pemanfaatannya buah dari
belimbing wuluh sering digunakan masyarakat sebagai penyedap makanan untuk memberi
rasa asam. Buahnya yang asam membuat belimbing wuluh kerap digunakan sebagai bahan
campuran dalam berbagai masakan tradisional. Buah belimbing wuluh juga memiliki
khasiat untuk dijadikan sebagai obat dalam mengatasi berbagai penyakit seperti;
kolesterol, asam urat, diabetes melitus, batuk, jerawat, dan sariawan. (Harjana, 2011;
Kurniawati & Lastri, 2016; Saputra & Angraini, 2016; Winarto, 2004) Selain buah, daun,
bunga dan kulit batang belimbing wuluh juga sangat berpotensi untuk dikembangkan
sebagai produk pangan. Bunga belimbing wuluh memiliki potensi untuk dijadikan sebagai
obat untuk penyakit demam tifoid (salah satu penyakit pada saluran pencernaan) karena
memiliki senyawa antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi penyebab penyakit tifoid
(Ardananurdin, Winarsih, & Widayat, 2004). Ekstrak etanol kulit batang belimbing wuluh
Staphylococcus epidermidis yang merupakan penyebab penyakit infeksi pernafasan. Hal ini
disebabkan karena kulit batang tersebut mengandung senyawa antibakteri seperti fenolik,
steroid saponin,dan triterpen saponin (Muhtadi, Ambarwati, & Yuliani, 2012) Daun
belimbing wuluh memiliki kandungan bahan aktif berupa flavonoid yang berperan dalam
aktifitas farmalogikal yang berfungsi sebagai antioksidan dan antidiabetes (Kurniawati &
Lastri, 2016). Tanaman obat sudah lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang
berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan. Kebutuhan akan tanaman obat terus
meningkat sejalan dengan munculnya kecenderugan untuk kembali ke alam dan adanya
anggapan bahwa efek samping yang ditimbulkan tidak sebesar obat sintesis. Hal ini
ditambahkan juga oleh Winarti & Nurjanah (2005) bahwa produksi tanaman biofarmaka di
Indonesia selama beberapa tahun terakhir cukup meningkat. Dalam hal ini, Belimbing Asam
antibacterial dan antioksidan (Yuliansyah & Faris, 2015). Antioksidan adalah senyawa
donor elektron yang berperan peran penting untuk menghambat proses oksidasi yang
senyawa radikal bebas dan oleh karena itu berperan penting untuk melindungi tubuh kita
dari berbagai penyakit (Percival, 1998). Ada peningkatan minat pada sumber antioksidan
alami seperti butilated hydroxy anisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT)
terakumulasi dalam tubuh dan mengakibatkan liver dan karsinogenesis (Whysner, 1994). Di
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telaah diuraikan sebelumnya, masalah penelitian ini
adalah
Berapa total fenolik dan flavonoid dari ekstrak etanol daun belimbing asam
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui kandungan total fenolat dan kandungan total flavonoid dari ekstrak
Belimbi L.).
D. MANFAAT PENELITIAN
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA
Belimbing asam merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing ( Averrhoa )
Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik di Negara
asalnya sedangkan diIndonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang -kadang tumbuh secara
liar di ladang atau tepi hutan (Kurdi A,2010). Belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) Tanaman ini
dikenal dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng, blimbing buloh, limbi, libi, tukurela
dan malibi. Nama asingnya bilimbi, cucumber tree dan kamias. Daun majemuk menyirip ganjil
dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong,
ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau,
permukaan bawah warnanya lebih muda (Kurdi A,2010). Belimbing wuluh disebut juga belimbing
asam adalah sejenis pohon yang diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku (Suryaningsih
2016).Belimbing wuluh merupakan tanaman jenis buah dan obat tradisional. Ekstrak metanol buah
belimbing wuluh diantaranya mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, fenol, dan
triterpenoid. Selain itu juga diketahui bahwa ekstrak metanol buah belimbing wuluh memiliki
flavonoid, fenol, alkaloid, tanin, dan kumarin (Valsan dan Raphael 2016).
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Geraniales
Suku : Oxalidaceae
Marga : Averrhoa
Pada sel daun terdapat vakuola yang di dalam nyaterdapat air, namun dapat terlarut berbagai
zat seperti gula, berbagai garam, protein, alkaloid, zat penyamak atau tanin dan zat warna. Jumlah
tanin dapat berubah-ubah sesuai dengan musim serta pigmen dalam vakuola adalah flavonoid
(Hidayat, 1995). Daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format dan peroksida
(Wijayakusuma dan Dalimarta, 2006). Peroksida merupakan senyawa pengoksidasi yang reaksinya
ekstrak etanol daun belimbing wuluh mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan tanin,
sedangkan kulit batang belimbing wuluh mengandung alkaloid, flavonoid, dan saponin. Daya
antibakteri daun dan kulit batang belimbing wuluh diperoleh dari kandungan zat aktifnya antara lain
flavonoid, alkaloid, dan saponin serta tanin pada daun (Lidyawati dan Ruslan, 2006).
a. Flavonoid
Menurut Marais dkk. (2006) flavonoid biasanya digunakan untuk menjelaskan produk
yang dihasilkan tanaman yang termasuk ke dalam senyawa dengan rumus kimia C6-C3-C6.
Flavonoid memiliki ikatan glikosida yang dapat didegradasi oleh aktifitas enzim yang
didapatkan dari bahan tanaman baik dalam bentuk segar maupun kering. Ekstraksi flavonoid
dibutuhkan pelarut yang sesuai dengan kepolarannya. (Marston dan Hostettmann, 2006).
Menurut Harborne (1987), flavonoid merupakan senyawa fenol dan umumnya terdapat dalam
tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Ikatan senyawa
flavonoid dengan gula menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi (misalnya glikosida) yang
dapat terjadi di dalam tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa polar, maka flavonoid
umumnya larut dalam pelarut etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton,
Flavonoid di alam merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan
menggunakan etanol 70%. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan
flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1988). Flavonoid yang terdiri dari rangkai
karbon C6-C3-C6, memiliki beberapa bentuk dasar, yang dilihat dari posisi cincin
aromatiknya.Menurut Grotewold (2006), flavonoid dibagi menjadi tiga bentuk dasar antara
Kegunaan dari flavonoid bagi kesehatan diantaranya adalah menangkal radikal bebas,
mengikat logam dalam tubuh, menstimulus sistem imun, mencegah nitrasi tirosin, sebagai
b. Saponin
Saponin merupakan glikosida triterpena dan sterol yang terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tumbuhan. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang bersifat seperti sabun dan
darah merah (Harborne, 1987). Saponin terdiri dari glikosida yang aglikonnya disebut
sapogenin (Gunawan dan Mulyani, 2004). Menurut struktur dari aglikonnya, saponin
dibedakan menjadi dua macam, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Gambar 3).
Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu
oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi
tidak larut dalam eter (Farnsworth, 1966). Saponin triterpenoid mengandung aglikon
triterpen dan satu (atau lebih) bagian gula (seperti heksosa, metilpentosa, dan pentosa) di
c. Tanin
Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih
dari 1000) dan bersifat polar (Hagerman, 2002). Tanin ada dalam tumbuhan
berpembuluh, pada angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Pada kulit kayu
tidak ditemukan senyawa tanin, karena kulit kayu merupakan bagian dari parenkim dasar
dan berperan dalam pertumbuhan ke arah luar. Tanin memiliki efek beragam pada sistem
Senyawa polar dapat terlarut oleh pelarut polar, sedangkan senyawa non-polar dapat terlarut
oleh pelarut non-polar. Sifat tersebut dikenal dengan istilah like dissolve like (Pecsok dkk.,
1976). Menurut Harborne (1987), metode ekstraksi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu
ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi,
reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik, dan
ultrasonik (Harborne, 1987). Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan
keberhasilan dan efisiensi ekstraksi yang dilakukan, sehingga diperlukan pertimbangan yang
tepat untuk memilih metode ekstraksi. Salah satu parameter yang harus diperhatikan adalah
konstituen kimia yang terkandung dalam simplisia yang meliputi karakteristik kepolaran dan
sifat termolabil senyawa aktif dalam simplisia (Handa, 2008). Selain itu, waktu ekstraksi juga
menjadi parameter yang krusial, karena dengan waktu yang terlalu singkat ekstraksi belum
terjadi dengan sempurna, sedangkan jika waktu ekstraksi terlalu berlebih dapat menimbulkan
resiko ikut terekstraknya konstituen lain yang sebenarnya tidak diinginkan (Handa, 2008).
Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu. Selain itu, dikenal juga istilah
Menggunakan metode ini, serbuk simplisia beserta pelarutnya dimasukkan dalam wadah
tertutup, lalu dibiarkan pada suhu ruang (27oC) minimal selama 3 hari, sehingga metode ini
sederhana dan mudah dilakukan (Handa, 2008; Meloan, 1999). Sebelum diekstrak, simplisia
harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan tumbuhan dilakukan dalam keadaan terawasi
untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Tumbuhan yang dikeringkan
harus dilakukan secepat-cepatnya dengan aliran udara yang baik. Setelah tumbuhan kering,
tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama sebelum dianalisis (Harborne, 1987).
Ekstraksi menggunakan pelarut yang sedikit dan dilakukan berulang kali akan menghasilkan
hasil ekstraksi yang lebih baik daripada ekstraksi satu kali dengan pelarut yang banyak (Pecsok
dkk., 1976).
Menurut Darwis (2000), maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut
organik yang digunakan pada suhu ruangan (27oC). Proses ini sangat menguntungkan dalam
isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan. Pemilihan
pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan
kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut (Darwis, 2000). Kelebihan metode maserasi
menurut Tiwari dkk. (2011) yaitu metodenya sederhana, tidak memerlukan alat yang rumit,
relatif murah, dan dengan metode ini dapat menghindari kerusakan komponen senyawa karena
tidak menggunakan panas sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas. Kelemahan
metode ini antara lain adalah dari segi waktu yang lebih lama dan penggunaan pelarut yang tidak
efektif dan efisien karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak. Menurut Voigt (1994),
pembuatan ekstrak dengan metode maserasi mengikuti syarat yaitu bahan dihaluskan dengan cara
Metode penyarian yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan etanol. Etanol
merupakan pelarut yang netral terhadap senyawa yang terkandung dalam simplisia dan mampu
mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri (Ansel, 1989). Etanol 70% dipilih karena bersifat semi-
polar, diharapkan zat-zat seperti saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan steroid dapat tersari
berdasarkan sifat kepolaran masing-masing (Harper, 2004). Dalam ekstraksi dapat digunakan
berbagai macam pelarut, pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi senyawa dapat
dipertimbangkan berdasarkan suhu didihnya agar mudah dihilangkan (Agoes, 2007). Farida dan
Nisa (2015) menyatakan bahwa ekstraksi dilakukan dengan memperhatikan suhu degradatif
senyawa yang diinginkan dan kestabilannya. Menurut Pecsok dkk. (1976) ekstraksi dapat
memisahkan dua atau lebih senyawa tergantung pada perbedaan dalam koefisien penyebaran
(distribution coefficients) atau konstanta dielektrikum (Dielectric Constant) yang dimiliki pelarut
Kepolaran
Konstanta
Titik didih
Pelarut Titik beku (oC) dielektrikum
o
( C)
(Debye unit)
Diethyl ether 35 -116 4,3
Acetone 56 -95 20,7
Chloroform 61 -64 4,8
Metanol 65 -98 32,6
Ethyl acetate 77 -84 6,0
Ethanol 78 -117 24,3
Benzene 80 5,5 2,3
Isopropanol 82 -89 18,3
Air 100 0 78,5
Sumber : Pecsok dkk. (1976)
menjadi dua golongan yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar (Lide, 2005). Konstanta
dielektrik atau permitivitas merupakan nisbah antara perpindahan partikel elektrik dalam
suatu medium dengan kekuatan medan listriknya (Lide, 2005). Konstanta dielektrik dapat
memberi gambaran kasar mengenai polaritas suatu pelarut karena semakin tinggi konstanta
dielektrik suatu pelarut, polaritas senyawa tersebut juga semakin besar (Jacob dan de la
Torre, 2015). Penelitian Pendit dkk. (2016) menunjukkan nilai rerata aktivitas antibakteri
ekstrak daun belimbing wuluh tertinggi diperoleh dari perlakuan pelarut etanol 70% dan rasio
bahan:pelarut (b/v) 1:5 sebesar 13,13 mm. Sedangkan nilai rerata aktivitas antibakteri ekstrak
daun belimbing wuluh terendah diperoleh dari perlakuan pelarut air dan rasio bahan:pelarut
(b/v) 1:4 sebesar 11,38 mm. Hal ini karena senyawa antibakteri (saponin, tanin, dan
flavonoid) yang terkandung di dalam ekstrak daun belimbing wuluh lebih larut ke dalam
pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air karena kepolaran senyawa target (saponin,
tanin, flavonoid) sama dengan etanol. Kemampuan ekstrak dari jenis pelarut yang berbeda
terhadap aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh senyawa antibakteri yang bersifat polar
(hidrofilik) dan non-polar (hidrofobik) (Parekh dkk., 2005). Etanol merupakan pelarut yang
memiliki sifat semipolar. Hal ini menyebabkan komponen aktif dengan kepolaran yang
beragam dapat terekstraksi lebih sempurna. Menurut Harborne (1987), golongan senyawa
flavonoid dan tanin serta saponin dapat diekstraksi dengan baik menggunakan etanol 70%
F. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak
berpasangan dalam orbital luarnya (Wijaya, 1996). Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,
molekul oksigen, atau ion logam transisi (Yuwono, 2009). Radikal bebas cenderung untuk
mengadakan reaksi berantai. Reaksi berantai dapat terjadi ketika radikal bebas menyerang
molekul stabil yang ada didekatnya kemudian mengambil elektron dari molekul tersebut dan
molekul yang telah kehilangan elektronnya akan menjadi radikal dan menyerang molekul stabil
lainnya(Percival,1998). Suatu radikal bebas umumnya dijumpai sebagai zat antara yang tidak
dapat diisolasi, memiliki usia pendek, sangat reaktif dan memiliki energi yang tinggi (Fessenden
dan Fessenden, 1995). Sebagai zat antara, radikal ini di dalam sel hidup dapat ditemukan pada
neutrofil, monosit, makrofag dan eusinofil akan menghasilkan suatu radikal bebas yaitu radikal
hidroksil (Hidayat, 2000). Radikal bebas dalam jumlah yang normal bermanfaat bagi kesehatan
misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos,
pembuluh darah, serta organ-organ dalam tubuh, sedangkan apabila radikal bebas berlebih dapat
Pengertian dari senyawa oksidan dan radikal bebas sering menjadi rancu karena keduanya
memiliki sifat yang mirip dan aktivitas kedua senyawa ini sering menimbulkan akibat yang sama
walaupun dengan proses yang berbeda. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron yang dapat
menarik elektron (Syahbana dan Bahalwan, 2002). Kemiripan sifat antara oksidan dan radikal bebas
yaitu adanya sifat radikal bebas untuk menarik elektron disekitarnya (penerima elektron).
Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui bahwa
tidak semua oksidan merupakan radikal bebas dan radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan
H. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat proses oksidasi, yaitu suatu reaksi
kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan
radikal bebas dan memicu reaksi rantai sehingga menyebabkan kerusakan sel tubuh dan ketengikan
(Brown, 2000). Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah
terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Pokorny, Yanishlieva, dan
Gordon, 2001).
oksidasi reduksi. Molekul antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas (R*) dan membentuk
molekul yang tidak reaktif (RH) sehingga reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat
dihentikan (Belitz dan Groch, 1999). Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah
menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi,
dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak yang bersifat tidak
stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap propagasi,
radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2).
hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3) (Pokorny et al., 2001).
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut untuk
menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang
bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Dengan adanya antioksidan, reaksi oksidasi
lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan
radikal (reaksi 4)
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Secara umum antioksidan dapat digolongkan dengan dua
cara, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi :
rantai radikal bebas dengan berfungsi sebagai pendohor atom H atau elektron
pada radikal bebas dan berdampak pada pembentukan produk yang lebih stabil.
Antioksidan primer (AH) dapat memutuskan tahap inisiasi dengan cara bereaksi
dengan sebuah radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi dengan cara
dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya enzim DNA-repair
2. Berdasarkan sumbernya
1) Antioksidan alami, yaitu antioksidan yang diperoleh dari bahan alam, merupakan
sintetik, yaitu antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan
komersial. Antioksidan sintetik yang paling sering digunakan adalah Propil Galat
(PG), Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT) dan Tert-butil
3. Berdasarkan sasaran
2) Chain-breaking antioxidant
Mekanisme :
L∙ + AH → LH + A∙
LO∙ + AH → LOH + A∙
Antioksidan (AH) akan mencegah terjadinya tahap inisiasi dan tahap propagasi. Tahapan
inisiasi yaitu ketika radikal bereaksi dengan lipid (L∙) sedangkan tahap propagasi, yaitu ketika
radikal bereaksi dengan alkoksi (LO∙) ataupun peroksil (LOO∙) (Madhavi et al., 1996).
dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan hidrofilik yang merupakan antioksidan yang
bekerja dalam sitosol dan cairan ekstrasel (contohnya vitamin C, asam urat, glutation, sistein,
kreatinin); serta antioksidan lipofilik, merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel
dan diterpen fenolik memiliki efek antioksidan yang baik (Pokorny et al., 2001). Aktivitas
1) Aktivitas penangkapan radikal seperti ROS atau radikal lain seperti radikal yang
dihasilkan dari peroksidasi lipid (R’, RO’, ROO’) dengan proses transfer elektron
2) Interaksi dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000). Pengujian aktivitas
I. Metode DPPH
adalah senyawa radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari
suatu senyawa antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Kubo, Masuoka, Xiao, dan Haraguchi,
2002).
Gambar 7. Struktur DPPH (Molyneux, 2004).
Kestabilan radikal DPPH disebabkan oleh adanya delokalisasi pasangan elektron secara
serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. DPPH dapat
memberikan serapan karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada struktur kimianya
dan dengan adanya delokalisasi elektron pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour,
Ebrahimzadeh, dan Nabavi, 2009). Penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan
menyebabkan elektron pada radikal DPPH menjadi berpasangan sehingga terjadi penghilangan
warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Adanya senyawa antioksidan
menyebabkan perubahan warna larutan DPPH dari warna ungu gelap menjadi warna kuning
(Dehpour et al., 2009). Makin kuat senyawa antioksidan untuk menangkal radikal DPPH, makin
Parameter untuk menunjukkan aktivitas antioksidan suatu senyawa adalah harga efficient
concentration (EC50) atau harga Inhibition Concentration (IC50), yaitu konsentrasi suatu zat
antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi
suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50% (Molyneux, 2004). Makin kecil
harga IC50 menunjukkan makin besarnya kemampuan antioksidan suatu senyawa yang
Tabel I. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH (Blois cit., Fidrianny, Darmawati, Sukrasno,
Intensitas Sangat kuat Kuat Sedang Lemah IC50 < 50 µg/mL 50-100 µg/mL 101-150
µg/mL >150 µg/mL Kelebihan dari metode DPPH adalah metode ini merupakan metode yang
mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alokasi waktu
Penelitian total fenolik dan flavanoid serta aktivitas antioksida ekstraksi etanol
Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret 2021 sampai dengan mei 2021.
Alat
Blender
Saringan
Freezer
Labu takar
Centrifuge
Labu ukur
Pipet tetes
Corong pisah
Stopwhacth
Spektrofotometer (spec?)
Tabung reaksi
Spatula
Erlemeyer
Bahan
Metanol
Aquades
Reagen folin-ciocalteo
Natrium karbonat
Asam galat
NaNO2 5%
AgCL3.6H2O
NaOH
1,1-difenil-2prilhidrasil(DPPH)
Kertas saring
C. Persiapan Sampel.
Daun di kumpulkan di dua kota yaitu di kota Ambon dan kota Tual.
D. Ekstraksi.
Sampel (0,1 g) diekstraksi secara terpisah untuk 2 jam dengan 80%
20) pada suhu kamar di orbital pengocok diatur pada 200rpm, seperti yang
Screening fitokimia
1. Total fenolik
100 g / mL dijalankan dengan sampel uji, dari mana standar kurva telah
diplot. Hasil dinyatakan dalam mg asam galat setara dalam 1 g sampel
radikal bebas aktivitas ekstrak daun belimbing dan trolox diukur dalam bentuk
catatan:
50% dari yang ada di kontrol.Aktivitas antioksidan diuji dengan metode yang
telah dilakukan oleh Dudonne et al, (2009). dengan sedikit modifikasi. Sampel
metanol dalam larutan DPPH diukur pada panjang gelombang yang sama.
Uji antioksidan dilakukan dengan treeplicated. Aktivitas antioksidan
o Pujimulyani, D., 2003, Pengaruh bleanching terhadap sifat antioksidan sirup kunir putih
o Bussman R.W., Glenn A., Meyer K., Kuhlman A., Townesmith A.,2010, Herbal mixture in
o Mazid M., Khan T.A., Mohamad F., 2012, Medicinal plants of rural India; a review of use by
o Fahrunnida dan Pratiwi, Rarastoeti (2015):”Kandungan Saponin, Buah, Daun dan Tangkai
o Winarti dan Nurdjanah (2005):”Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan
o Whysner, L., Wang, C.X., Zang E., 1994, Dose response of promotion by butilated
hydroxyanisole in chemically initiated tumors of the rat fore stomach, J. Food Chem Toxicol,
32 , 215 -222
o Ni Putu Adriani Astiti et al, Int. Journal of Pharmaceutical Sciences and Medicine (IJPSM),
applying an improved ABTS radical cation decolorization assay,” Free Radical Biology and
Medicine,vol.26,no.9-10,pp.1231–1237,1999.
o Wijaya, A., 1996, Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan, Forum Diagnosticum,
o Winarsi, W., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius, Yogyakarta, pp. 13,77.
o Prior, R. L., Wu, X, dan Schaich, K., 2005, Standarized Methods for Determination of
Antioxidants Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements, J. Agric. Food
o Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Kokasih
o Sulistiyowati, Cahyono, B., dan Swastawati, F., 2013, Penentuan Total Senyawa Fenolat dan
Aktivitas Antioksidan pada Asap Cair Ampas Tebu dan Kulit Tebu (Sacharum officinarum)
o Sunardi, I.K., 2007, Uji Aktvitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi,
o Pokorny, J., Yanishlieva, N., dan Gordon, M., 2001, Antioxidant in Food; Practical
o Hidayat, M.R., 2000, Daya Tangkap Radikal Oksida Nitrit Senyawa Pentagamavunon-0 dan
o Himawati, E.R., 2001, Antioksidan dan Peredam Radikla Bebas Biologis, Majalah Farmasi
o Kristina, H.D.,Ariviani, S., dan Khasanah, L.U.,2012, Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah
Sanggani (Melastoa malabathricum Auct. Non Linn) dengan Variasi Jenis Pelarut, J.
o Kubo, I., Masuoka, N., Xiao, P., dan Haraguchi,H., 2002, Antioxidant Capacity of Dodecyl
o Kuncahyo, I., dan Sunardi, 2007, Uji Aktivitas Ekstrak Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi,
o Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1995, Kimia Organik, Jilid I, diterjemahkan oleh
o Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
o Brown, A., 2000, Understanding Food: Principles and Preparation, Wadsworth Thomson
o Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Nabavi, S.F., 2009, Antioxidant Activity of Methanol
Extract of Ferula Assafoetida and its Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60 (4), 405-
412. .
o Ansel, C.H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, UI Press, Jakarta, pp. 607-
609.