Anda di halaman 1dari 31

TPC,TFC DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL

DAUN BELIMBING ASAM (Averrhoa bilimbi L) dari Ambon dan Tual

PROPOSAL

OLEH

NAMA : BERNADETA MATURAN

NIM : 2016-41-062

UNIVERSITAS PATTIMURA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

2020
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak

berpasangan di orbit elektron terluarnya, dan oleh karena itu mereka menjadi sangat reaktif

dan tidak stabil. Untuk mencapai kestabilannya, radikal bebas ini akan bereaksi dengan

atom lain atau molekul di sekitarnya untuk menstabilkan elektronnya (berpasangan dengan

elektron dari atom atau molekul lain). Seperti itu reaksi akan terus berlangsung dalam

tubuh manusia dan menyebabkan reaksi berantai yang merusak struktur sel, dan jik a tidak

dihentikan, akan mengakibatkan berbagai penyakit terkait degeneratif ( Ni Putu Adriani

2018). Beberapa penyakit seperti kanker, artritis, serangan jantung koroner, diabetes

melitus, dan keterbelakangan fungsi otak bisa disebabkan oleh radikal bebas. Jumlah

radikal bebas yang berlebihan dapat menyerang senyawa apa pun, seperti lipid dan protein

dan dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit terkait degeneratif.  Oleh karena itu,

pembentukan radikal bebas dalam tubuh kita harus dikurangi sebanyak mungkin dengan

menerapkan antioksidan. Senyawa antioksidan berperan penting untuk melindungi tubuh

kita dari efek samping radikal bebas.

Di zaman modern belakangan ini, penggunaan produk herbal telah meningkat secara

signifikan di Negara negara maju serta di beberapa negara lain. Menurut perkiraan

Organisasi Kesehatan Dunia, 80% populasi dunia saat ini menggunakan obat-obatan herbal

untuk beberapa aspek kesehatan primer perawatan (Masid,et al.,2012). Banyak bahan alami

yang menggunakan obat-obatan untuk berbagai macam pengobatan penyakit


(Bussman,2010) salah satunya Tanaman belimbing asam yang dapat dijadikan sebagai

tanaman obat (Fahrudina & Pratiwi 2015). Berdasarkan pemanfaatannya buah dari

belimbing wuluh sering digunakan masyarakat sebagai penyedap makanan untuk memberi

rasa asam. Buahnya yang asam membuat belimbing wuluh kerap digunakan sebagai bahan

campuran dalam berbagai masakan tradisional. Buah belimbing wuluh juga memiliki

khasiat untuk dijadikan sebagai obat dalam mengatasi berbagai penyakit seperti;

kolesterol, asam urat, diabetes melitus, batuk, jerawat, dan sariawan. (Harjana, 2011;

Kurniawati & Lastri, 2016; Saputra & Angraini, 2016; Winarto, 2004) Selain buah, daun,

bunga dan kulit batang belimbing wuluh juga sangat berpotensi untuk dikembangkan

sebagai produk pangan. Bunga belimbing wuluh memiliki potensi untuk dijadikan sebagai

obat untuk penyakit demam tifoid (salah satu penyakit pada saluran pencernaan) karena

memiliki senyawa antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi penyebab penyakit tifoid

(Ardananurdin, Winarsih, & Widayat, 2004). Ekstrak etanol kulit batang belimbing wuluh

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Klebsiella pneumoniae dan

Staphylococcus epidermidis yang merupakan penyebab penyakit infeksi pernafasan. Hal ini

disebabkan karena kulit batang tersebut mengandung senyawa antibakteri seperti fenolik,

steroid saponin,dan triterpen saponin (Muhtadi, Ambarwati, & Yuliani, 2012) Daun

belimbing wuluh memiliki kandungan bahan aktif berupa flavonoid yang berperan dalam

aktifitas farmalogikal yang berfungsi sebagai antioksidan dan antidiabetes (Kurniawati &

Lastri, 2016). Tanaman obat sudah lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang

berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan. Kebutuhan akan tanaman obat terus

meningkat sejalan dengan munculnya kecenderugan untuk kembali ke alam dan adanya

anggapan bahwa efek samping yang ditimbulkan tidak sebesar obat sintesis. Hal ini
ditambahkan juga oleh Winarti & Nurjanah (2005) bahwa produksi tanaman biofarmaka di

Indonesia selama beberapa tahun terakhir cukup meningkat. Dalam hal ini, Belimbing Asam

juga memiliki komponen farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer,

antibacterial dan antioksidan (Yuliansyah & Faris, 2015). Antioksidan adalah senyawa

donor elektron yang berperan peran penting untuk menghambat proses oksidasi yang

difasilitasi oksigen. Senyawa antioksidan dapat mencegah efek buruk yang ditimbulkan

senyawa radikal bebas dan oleh karena itu berperan penting untuk melindungi tubuh kita

dari berbagai penyakit (Percival, 1998). Ada peningkatan minat pada sumber antioksidan

alami seperti butilated hydroxy anisole (BHA) dan butylated hydroxytoluene (BHT)

terakumulasi dalam tubuh dan mengakibatkan liver dan karsinogenesis (Whysner, 1994). Di

sini aktivitas antioksidan metanol,etanol, etil asetat, diklorometana, n-heksana, petroleum

eter dan ekstrak air

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telaah diuraikan sebelumnya, masalah penelitian ini

adalah

 Berapa total fenolik dan flavonoid dari ekstrak etanol daun belimbing asam

(Averrhoa bilimbi L.) pada ekstrak menggunakan pelarut berbeda

 Bagaimana aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol daun belimbing

asam(Averrhoa Bilimbi L.) menggunkan metode DPPH dan ABTS

C. TUJUAN PENELITIAN

 Mengetahui kandungan total fenolat dan kandungan total flavonoid dari ekstrak

etanol daun belimbing asam(Averrhoa Bilimbi L.)


 Mengetahui aktivitas antioksidan pada ekstrak daun belimbing asam( Averrhoa

Belimbi L.).

D. MANFAAT PENELITIAN

Menginformasikan kepada pembaca tentang kandungan total fenolik dan flavonoid

pada ekstrak etanol daun belimbing asam( Averrhoa Belimbi L.).

Menjadi sumber antioksidan alami yang dapat digunakan oleh masyrakat

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Belimbing Asam(Averhoa blimbi L.)

Belimbing asam merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing ( Averrhoa )

Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik di Negara

asalnya sedangkan diIndonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang -kadang tumbuh secara

liar di ladang atau tepi hutan (Kurdi A,2010). Belimbing wuluh ( Averrhoa bilimbi L.) Tanaman ini

dikenal dengan nama daerah limeng, selemeng, beliembieng, blimbing buloh, limbi, libi, tukurela

dan malibi. Nama asingnya bilimbi, cucumber tree dan kamias. Daun majemuk menyirip ganjil

dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong,

ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau,

permukaan bawah warnanya lebih muda (Kurdi A,2010). Belimbing wuluh disebut juga belimbing
asam adalah sejenis pohon yang diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku (Suryaningsih

2016).Belimbing wuluh merupakan tanaman jenis buah dan obat tradisional. Ekstrak metanol buah

belimbing wuluh diantaranya mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, fenol, dan

triterpenoid. Selain itu juga diketahui bahwa ekstrak metanol buah belimbing wuluh memiliki

aktivitas antioksidan (Hasanuzzaman et a. 2013). Daun belimbing wuluh mengandung senyawa

flavonoid, fenol, alkaloid, tanin, dan kumarin (Valsan dan Raphael 2016).

Berikut Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh (Dasuki, 1991).

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Geraniales

Suku : Oxalidaceae

Marga : Averrhoa

Jenis : Averrhoa bilimbi L


B. Fitokimia Daun

Pada sel daun terdapat vakuola yang di dalam nyaterdapat air, namun dapat terlarut berbagai

zat seperti gula, berbagai garam, protein, alkaloid, zat penyamak atau tanin dan zat warna. Jumlah

tanin dapat berubah-ubah sesuai dengan musim serta pigmen dalam vakuola adalah flavonoid

(Hidayat, 1995). Daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format dan peroksida

(Wijayakusuma dan Dalimarta, 2006). Peroksida merupakan senyawa pengoksidasi yang reaksinya

mampu membunuh mikroorganisme (Soekardjo, 1995). Berdasarkan penapisan fitokimia, simplisia

ekstrak etanol daun belimbing wuluh mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan tanin,

sedangkan kulit batang belimbing wuluh mengandung alkaloid, flavonoid, dan saponin. Daya
antibakteri daun dan kulit batang belimbing wuluh diperoleh dari kandungan zat aktifnya antara lain

flavonoid, alkaloid, dan saponin serta tanin pada daun (Lidyawati dan Ruslan, 2006).

a. Flavonoid

Menurut Marais dkk. (2006) flavonoid biasanya digunakan untuk menjelaskan produk

yang dihasilkan tanaman yang termasuk ke dalam senyawa dengan rumus kimia C6-C3-C6.

Flavonoid memiliki ikatan glikosida yang dapat didegradasi oleh aktifitas enzim yang

didapatkan dari bahan tanaman baik dalam bentuk segar maupun kering. Ekstraksi flavonoid

dibutuhkan pelarut yang sesuai dengan kepolarannya. (Marston dan Hostettmann, 2006).

Menurut Harborne (1987), flavonoid merupakan senyawa fenol dan umumnya terdapat dalam

tumbuhan terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Ikatan senyawa

flavonoid dengan gula menyebabkan banyaknya bentuk kombinasi (misalnya glikosida) yang

dapat terjadi di dalam tumbuhan. Flavonoid merupakan senyawa polar, maka flavonoid

umumnya larut dalam pelarut etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton,

dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain (Markham, 1988).

Flavonoid di alam merupakan senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan

menggunakan etanol 70%. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan

flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1988). Flavonoid yang terdiri dari rangkai

karbon C6-C3-C6, memiliki beberapa bentuk dasar, yang dilihat dari posisi cincin

aromatiknya.Menurut Grotewold (2006), flavonoid dibagi menjadi tiga bentuk dasar antara

lain ditunjukkan oleh Gambar 2.


Gambar 2. Struktur Flavonoid (Keterangan : 1. Flavonoid, 2. Isoflavonoid, dan 3. Neoflavonoid)

(Sumber :Grotewold, 2006)

Kegunaan dari flavonoid bagi kesehatan diantaranya adalah menangkal radikal bebas,

mengikat logam dalam tubuh, menstimulus sistem imun, mencegah nitrasi tirosin, sebagai

antialergi, antibakterial,dan antikarsinogenik (Merken dkk., 2001).

b. Saponin

Saponin merupakan glikosida triterpena dan sterol yang terdeteksi dalam lebih dari 90

suku tumbuhan. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang bersifat seperti sabun dan

dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel

darah merah (Harborne, 1987). Saponin terdiri dari glikosida yang aglikonnya disebut

sapogenin (Gunawan dan Mulyani, 2004). Menurut struktur dari aglikonnya, saponin

dibedakan menjadi dua macam, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid (Gambar 3).

Saponin steroid tersusun dari suatu aglikon steroid (sapogenin) yang terikat pada suatu

oligosakarida yang biasanya heksosa dan pentosa mudah larut dalam air dan alkohol, tetapi

tidak larut dalam eter (Farnsworth, 1966). Saponin triterpenoid mengandung aglikon

triterpen dan satu (atau lebih) bagian gula (seperti heksosa, metilpentosa, dan pentosa) di

dalamnya (Khakimov dkk., 2016).


Gambar 3. Struktur Saponin Steroid (kiri) dan Saponin Triterpenoid (kanan)

(Sumber : Sumardjo, 2009)

c. Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih

dari 1000) dan bersifat polar (Hagerman, 2002). Tanin ada dalam tumbuhan

berpembuluh, pada angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Pada kulit kayu

tidak ditemukan senyawa tanin, karena kulit kayu merupakan bagian dari parenkim dasar

dan berperan dalam pertumbuhan ke arah luar. Tanin memiliki efek beragam pada sistem

biologis karena dapat mengendapkan protein sehingga dinding bakteri menggumpal

(Hagerman, 2002 ; Harborne, 1987). Struktur tanin ditunjukkan Gambar 4.

Gambar 4. Struktur Inti Tanin (Sumber: Robinson, 1995)

C. Manfaat Daun Belimbing Asam(Averrhoa Bilimbi L.)

Secara tradisional tanaman ini banyak di manfaatkan mengatasi berbagai


penyakit seperti batuk, diabetes,rematik,gondongan,sariyawan, sakit gigi, gusi
berdarah, jerawat sebagai tekanan darah tinggi selain itu juga bisa mentembuhkan
kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan dan randang rectum(Arland 2006).

D. Maserasi sebagai Metode Ekstraksi Senyawa


Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa terlarut (solut) ke dalam pelarut (solvent).

Senyawa polar dapat terlarut oleh pelarut polar, sedangkan senyawa non-polar dapat terlarut

oleh pelarut non-polar. Sifat tersebut dikenal dengan istilah like dissolve like (Pecsok dkk.,

1976). Menurut Harborne (1987), metode ekstraksi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu

ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi,

reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik, dan

ultrasonik (Harborne, 1987). Pemilihan metode ekstraksi yang sesuai sangat menentukan

keberhasilan dan efisiensi ekstraksi yang dilakukan, sehingga diperlukan pertimbangan yang

tepat untuk memilih metode ekstraksi. Salah satu parameter yang harus diperhatikan adalah

konstituen kimia yang terkandung dalam simplisia yang meliputi karakteristik kepolaran dan

sifat termolabil senyawa aktif dalam simplisia (Handa, 2008). Selain itu, waktu ekstraksi juga

menjadi parameter yang krusial, karena dengan waktu yang terlalu singkat ekstraksi belum

terjadi dengan sempurna, sedangkan jika waktu ekstraksi terlalu berlebih dapat menimbulkan

resiko ikut terekstraknya konstituen lain yang sebenarnya tidak diinginkan (Handa, 2008).

Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu. Selain itu, dikenal juga istilah

remaserasi yang berarti pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama dan seterusnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

Menggunakan metode ini, serbuk simplisia beserta pelarutnya dimasukkan dalam wadah

tertutup, lalu dibiarkan pada suhu ruang (27oC) minimal selama 3 hari, sehingga metode ini

sederhana dan mudah dilakukan (Handa, 2008; Meloan, 1999). Sebelum diekstrak, simplisia

harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan tumbuhan dilakukan dalam keadaan terawasi

untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Tumbuhan yang dikeringkan

harus dilakukan secepat-cepatnya dengan aliran udara yang baik. Setelah tumbuhan kering,

tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama sebelum dianalisis (Harborne, 1987).

Ekstraksi menggunakan pelarut yang sedikit dan dilakukan berulang kali akan menghasilkan
hasil ekstraksi yang lebih baik daripada ekstraksi satu kali dengan pelarut yang banyak (Pecsok

dkk., 1976).

Menurut Darwis (2000), maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut

organik yang digunakan pada suhu ruangan (27oC). Proses ini sangat menguntungkan dalam

isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel, sehingga

metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi

senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang digunakan. Pemilihan

pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan

kelarutan senyawa bahan alam pelarut tersebut (Darwis, 2000). Kelebihan metode maserasi

menurut Tiwari dkk. (2011) yaitu metodenya sederhana, tidak memerlukan alat yang rumit,

relatif murah, dan dengan metode ini dapat menghindari kerusakan komponen senyawa karena

tidak menggunakan panas sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas. Kelemahan

metode ini antara lain adalah dari segi waktu yang lebih lama dan penggunaan pelarut yang tidak

efektif dan efisien karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak. Menurut Voigt (1994),

pembuatan ekstrak dengan metode maserasi mengikuti syarat yaitu bahan dihaluskan dengan cara

dipotong-potong atau dibuat serbuk, kemudian disatukan dengan bahan pengekstraksi.

E. Pelarut yang digunakan saat Ekstraksi

Metode penyarian yang digunakan adalah maserasi dengan menggunakan etanol. Etanol

merupakan pelarut yang netral terhadap senyawa yang terkandung dalam simplisia dan mampu

mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri (Ansel, 1989). Etanol 70% dipilih karena bersifat semi-

polar, diharapkan zat-zat seperti saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan steroid dapat tersari

berdasarkan sifat kepolaran masing-masing (Harper, 2004). Dalam ekstraksi dapat digunakan
berbagai macam pelarut, pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi senyawa dapat

dipertimbangkan berdasarkan suhu didihnya agar mudah dihilangkan (Agoes, 2007). Farida dan

Nisa (2015) menyatakan bahwa ekstraksi dilakukan dengan memperhatikan suhu degradatif

senyawa yang diinginkan dan kestabilannya. Menurut Pecsok dkk. (1976) ekstraksi dapat

memisahkan dua atau lebih senyawa tergantung pada perbedaan dalam koefisien penyebaran

(distribution coefficients) atau konstanta dielektrikum (Dielectric Constant) yang dimiliki pelarut

tersebut (Tabel 1).

Tabel 1. Berbagai pelarut yang umum digunakan dalam ekstraksi

Kepolaran

Konstanta
Titik didih
Pelarut Titik beku (oC) dielektrikum
o
( C)
(Debye unit)
Diethyl ether 35 -116 4,3
Acetone 56 -95 20,7
Chloroform 61 -64 4,8
Metanol 65 -98 32,6
Ethyl acetate 77 -84 6,0
Ethanol 78 -117 24,3
Benzene 80 5,5 2,3
Isopropanol 82 -89 18,3
Air 100 0 78,5
Sumber : Pecsok dkk. (1976)

Berdasarkan nilai konstanta dielektriknya, pelarut organik dapat dibedakan

menjadi dua golongan yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar (Lide, 2005). Konstanta

dielektrik atau permitivitas merupakan nisbah antara perpindahan partikel elektrik dalam

suatu medium dengan kekuatan medan listriknya (Lide, 2005). Konstanta dielektrik dapat

memberi gambaran kasar mengenai polaritas suatu pelarut karena semakin tinggi konstanta

dielektrik suatu pelarut, polaritas senyawa tersebut juga semakin besar (Jacob dan de la

Torre, 2015). Penelitian Pendit dkk. (2016) menunjukkan nilai rerata aktivitas antibakteri
ekstrak daun belimbing wuluh tertinggi diperoleh dari perlakuan pelarut etanol 70% dan rasio

bahan:pelarut (b/v) 1:5 sebesar 13,13 mm. Sedangkan nilai rerata aktivitas antibakteri ekstrak

daun belimbing wuluh terendah diperoleh dari perlakuan pelarut air dan rasio bahan:pelarut

(b/v) 1:4 sebesar 11,38 mm. Hal ini karena senyawa antibakteri (saponin, tanin, dan

flavonoid) yang terkandung di dalam ekstrak daun belimbing wuluh lebih larut ke dalam

pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air karena kepolaran senyawa target (saponin,

tanin, flavonoid) sama dengan etanol. Kemampuan ekstrak dari jenis pelarut yang berbeda

terhadap aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh senyawa antibakteri yang bersifat polar

(hidrofilik) dan non-polar (hidrofobik) (Parekh dkk., 2005). Etanol merupakan pelarut yang

memiliki sifat semipolar. Hal ini menyebabkan komponen aktif dengan kepolaran yang

beragam dapat terekstraksi lebih sempurna. Menurut Harborne (1987), golongan senyawa

flavonoid dan tanin serta saponin dapat diekstraksi dengan baik menggunakan etanol 70%

karena polaritas sama.

F. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak

berpasangan dalam orbital luarnya (Wijaya, 1996). Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen,

molekul oksigen, atau ion logam transisi (Yuwono, 2009). Radikal bebas cenderung untuk

mengadakan reaksi berantai. Reaksi berantai dapat terjadi ketika radikal bebas menyerang

molekul stabil yang ada didekatnya kemudian mengambil elektron dari molekul tersebut dan

molekul yang telah kehilangan elektronnya akan menjadi radikal dan menyerang molekul stabil

lainnya(Percival,1998). Suatu radikal bebas umumnya dijumpai sebagai zat antara yang tidak

dapat diisolasi, memiliki usia pendek, sangat reaktif dan memiliki energi yang tinggi (Fessenden

dan Fessenden, 1995). Sebagai zat antara, radikal ini di dalam sel hidup dapat ditemukan pada

membran plasma pada organel-organel seperti mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasma,


dan sitosol. Reaksi-reaksi enzimatik dalam proses fagositosis oleh sel-sel fagositik termasuk

neutrofil, monosit, makrofag dan eusinofil akan menghasilkan suatu radikal bebas yaitu radikal

hidroksil (Hidayat, 2000). Radikal bebas dalam jumlah yang normal bermanfaat bagi kesehatan

misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos,

pembuluh darah, serta organ-organ dalam tubuh, sedangkan apabila radikal bebas berlebih dapat

mengakibatkan stress oksidatif (Yuwono, 2009

G. Oksidan dan Radikal Bebas

Pengertian dari senyawa oksidan dan radikal bebas sering menjadi rancu karena keduanya

memiliki sifat yang mirip dan aktivitas kedua senyawa ini sering menimbulkan akibat yang sama

walaupun dengan proses yang berbeda. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron yang dapat

menarik elektron (Syahbana dan Bahalwan, 2002). Kemiripan sifat antara oksidan dan radikal bebas

yaitu adanya sifat radikal bebas untuk menarik elektron disekitarnya (penerima elektron).

Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui bahwa

tidak semua oksidan merupakan radikal bebas dan radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan

dengan senyawa oksidan non radikal (Winarsi, 2007).

H. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat proses oksidasi, yaitu suatu reaksi

kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan

radikal bebas dan memicu reaksi rantai sehingga menyebabkan kerusakan sel tubuh dan ketengikan

(Brown, 2000). Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah

terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Pokorny, Yanishlieva, dan

Gordon, 2001).

Aktivitas penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi berdasarkan keseimbangan reaksi

oksidasi reduksi. Molekul antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas (R*) dan membentuk
molekul yang tidak reaktif (RH) sehingga reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat

dihentikan (Belitz dan Groch, 1999). Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah

menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi,

dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak yang bersifat tidak

stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap propagasi,

radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2).

Selanjutnya, radikal peroksida akan menyerang asam lemak kemudian menghasilkan

hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3) (Pokorny et al., 2001).

Inisiasi : RH →R*+H* (reaksi 1)

Propagasi : R* + O2 → ROO* (reaksi 2)

ROO* + RH → ROOH + R* (reaksi 3)

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut untuk

menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang

bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Dengan adanya antioksidan, reaksi oksidasi

lemak akan mengalami terminasi melalui reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan

radikal (reaksi 4)

Terminasi : ROO* + ROO*→ non radikal (reaksi 4)

R* + ROO* → non radikal

R* + R* → non radikal (Pokorny et al., 2001).

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Secara umum antioksidan dapat digolongkan dengan dua

cara, yaitu :

1. Berdasarkan fungsi :

a) Antioksidan primer, yaitu antioksidan yang berperan dalam menghentikan reaksi

rantai radikal bebas dengan berfungsi sebagai pendohor atom H atau elektron
pada radikal bebas dan berdampak pada pembentukan produk yang lebih stabil.

Antioksidan primer (AH) dapat memutuskan tahap inisiasi dengan cara bereaksi

dengan sebuah radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi dengan cara

bereaksi dengan radikal peroksil atau alkoksida Contohnya tokoferol, flavonoid,

dan asam askorbat (Halim, 2011).

b) Antioksidan sekunder, yaitu antioksidan yang kerjanya menghambat kerja

peroksidan dengan mekanisme reaksi berupa penyerapan sinar UV, deaktivasi

ion logam (dengan pembentukan senyawa kompleks) (Pokorny et al., 2001).

c) Antioksidan tersier, yaitu antioksidan yang berfungsi memperbaiki kerusakan sel

dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya enzim DNA-repair

dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul

yang disebabkan oleh radikal bebas (Pribadi, 2009).

2. Berdasarkan sumbernya

1) Antioksidan alami, yaitu antioksidan yang diperoleh dari bahan alam, merupakan

senyawa metabolit sekunder tumbuhan seperti senyawa golongan alkaloid, fenolik,

flavonoid (Mishra et al., 2007). Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas

antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon.

Aktivitas antoksidan alami bergantung pada struktur kimia senyawa penyusunnya

dan kemampuan senyawa tersebut untuk menangkap radikal kemudian

menstabilkannya selama reaksi berlangsung (Pokorny et al., 2001). Antioksidan

sintetik, yaitu antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan

komersial. Antioksidan sintetik yang paling sering digunakan adalah Propil Galat

(PG), Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT) dan Tert-butil

hidrokuinon (Bendra, 2012). Penggunaan antioksidan sintetik bagi kesehatan


manusia tidak disarankan lagi karena dapat memberikan efek samping yang

berbahaya yaitu karsinogenesis.

3. Berdasarkan sasaran

1) Preventive antioxidant, yaitu antioksidan yang kerjanya mencegah terbentuknya

oksidan dan mencegah tertimbunnya oksidan. Contoh antioksidan ini adalah

enzim peroksidase (glutation peroksidase), senyawa yang mengandung gugus

sulfidril (glutation, sistein, kaptopril), superoksidan dismutase (SOD) dan katalase

(Madhavi, Deshpande, dan Salunkhe, 1996).

2) Chain-breaking antioxidant

Mekanisme :

L∙ + AH → LH + A∙

LO∙ + AH → LOH + A∙

LOO∙ + AH→ LOOH + A∙

Antioksidan (AH) akan mencegah terjadinya tahap inisiasi dan tahap propagasi. Tahapan

inisiasi yaitu ketika radikal bereaksi dengan lipid (L∙) sedangkan tahap propagasi, yaitu ketika

radikal bereaksi dengan alkoksi (LO∙) ataupun peroksil (LOO∙) (Madhavi et al., 1996).

4. Berdasarkan sifat fisiko-kimia,

dibedakan menjadi dua, yaitu antioksidan hidrofilik yang merupakan antioksidan yang

bekerja dalam sitosol dan cairan ekstrasel (contohnya vitamin C, asam urat, glutation, sistein,

kreatinin); serta antioksidan lipofilik, merupakan antioksidan yang bekerja pada membran sel

(contohnya vitamin E, B-karoten, bilirubin, protein pengikat logam (transferin, laktoferin,


seruplasmin, dan albumin) (Himawati, 2001). Senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat

dan diterpen fenolik memiliki efek antioksidan yang baik (Pokorny et al., 2001). Aktivitas

senyawa fenoik khususnya flavonoid melputi tiga mekanisme, yaitu:

1) Aktivitas penangkapan radikal seperti ROS atau radikal lain seperti radikal yang

dihasilkan dari peroksidasi lipid (R’, RO’, ROO’) dengan proses transfer elektron

melalui atom hidrogen. 2. Mencegah spesies senyawa reaktif memproduksi katalis

transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal.

2) Interaksi dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000). Pengujian aktivitas

antioksidan dapat dilakukan secara in-vitro dengan metode conjugated diene,

metode penangkapan radikal hidroksil, metode Ferric Reducing Ability of Plasma

(FRAP), dan metode Trapping Antioxidant Parameter (TRAP) (Shivaprasad,

Mohan, Kharya, Shiradkar, dan Lakshman, 2005).

I. Metode DPPH

Metode DPPH merupakan metode analisis kapasitas antioksidan yang sederhana

menggunakan senyawa pendeteksi yaitu DPPH (1,1-diphenyl-2pikrilhydrazil). Senyawa DPPH

adalah senyawa radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari

suatu senyawa antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Kubo, Masuoka, Xiao, dan Haraguchi,

2002).
Gambar 7. Struktur DPPH (Molyneux, 2004).

Kestabilan radikal DPPH disebabkan oleh adanya delokalisasi pasangan elektron secara

menyeluruh (Sulistiyowati, Cahyono, dan Swastawati, 2013). Radikal DPPH memberikan

serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. DPPH dapat

memberikan serapan karena memiliki gugus kromofor dan auksokrom pada struktur kimianya

dan dengan adanya delokalisasi elektron pada DPPH akan memberikan warna violet (Dehpour,

Ebrahimzadeh, dan Nabavi, 2009). Penangkapan radikal bebas oleh senyawa antioksidan

menyebabkan elektron pada radikal DPPH menjadi berpasangan sehingga terjadi penghilangan

warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil. Adanya senyawa antioksidan

menyebabkan perubahan warna larutan DPPH dari warna ungu gelap menjadi warna kuning

(Dehpour et al., 2009). Makin kuat senyawa antioksidan untuk menangkal radikal DPPH, makin

pudar warna yang teramati (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).


Gambar 8. Reduksi DPPH oleh senyawa antioksidan (Prakash, Rigelhof, dan Miller,2001).

Parameter untuk menunjukkan aktivitas antioksidan suatu senyawa adalah harga efficient

concentration (EC50) atau harga Inhibition Concentration (IC50), yaitu konsentrasi suatu zat

antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi

suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan 50% (Molyneux, 2004). Makin kecil

harga IC50 menunjukkan makin besarnya kemampuan antioksidan suatu senyawa yang

digunakan (Kristina, Ariviani, dan Khasanah, 2012).

Tabel I. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH (Blois cit., Fidrianny, Darmawati, Sukrasno,

2014). Ikuti konvensi

Intensitas Sangat kuat Kuat Sedang Lemah


IC50 < 50 µg/mL 50-100 µg/mL 101-150 µg/mL >150 µg/mL

Intensitas Sangat kuat Kuat Sedang Lemah IC50 < 50 µg/mL 50-100 µg/mL 101-150

µg/mL >150 µg/mL Kelebihan dari metode DPPH adalah metode ini merupakan metode yang

mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak

tanaman (Koleva et al., 2002).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alokasi waktu

Penelitian total fenolik dan flavanoid serta aktivitas antioksida ekstraksi etanol

daun belimbing asam dilaksanakan di laboraturium Kimia FKIP UNPTTI.

Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret 2021 sampai dengan mei 2021.

B. Alat dan bahan

Alat

 Neraca analitik (spek ditulis)

 Blender

 Saringan

 Freezer

 Labu takar

 Centrifuge

 Labu ukur

 Pipet tetes

 Corong pisah

 Stopwhacth

 Spektrofotometer (spec?)

 Tabung reaksi

 Spatula
 Erlemeyer

Bahan

 Daun belimbing asam

 Metanol

 Aquades

 Reagen folin-ciocalteo

 Natrium karbonat

 Asam galat

 NaNO2 5%

 AgCL3.6H2O

 NaOH

 1,1-difenil-2prilhidrasil(DPPH)

 Kertas saring

C. Persiapan Sampel. 

Daun di kumpulkan di dua kota yaitu di kota Ambon dan kota Tual.

sampel di dikeringkan selama bulan maret 2021. Sampel dibersihkan,

ditimbang dan digiling/blender. sampel tadi kemudian diayak untuk

mendapatkan ukuran yang seragam, kemudian disimpan wadah kedap udara,

dan disimpan dalam freezer (−20∘C) sampai analisis lebih lanjut.

D. Ekstraksi.
Sampel (0,1 g) diekstraksi secara terpisah untuk 2 jam dengan 80%

metanol dan dengan air suling (masing-masing 2 mL, dengan perbandingan 1:

20) pada suhu kamar di orbital pengocok diatur pada 200rpm, seperti yang

diadaptasi dari metode sebelumnya. Campuran kemudian disentrifugasi pada

1400 × g selama 20 menit dan supernatan dituangkan ke dalam botol berukuran

15mL. Pelet diekstraksi kembali dalam kondisi yang sama. Supernatan dulu

digabungkan dan digunakan untuk eksperimen tentang penentuan kandungan

fenolik dan flavanoid serta aktivitas antioksidan,

Screening fitokimia

E. Penentuan Kandungan Fenolik Total. 

1. Total fenolik

konten ditentukan dengan menggunakan reagen Folin-Ciocalteu

sebagai diadaptasi dari metode sebelumnya dengan sedikit modifikasi

tions. Ekstrak (300 L) dicampur dengan 2.25mL Folin-Pereaksi Ciocalteu

(sebelumnya diencerkan 10 kali lipat dengan suling air) dan didiamkan

pada suhu kamar selama 5 menit. Kemudian kami menambahkan 2,25

mL larutan natrium karbonat (60 g / L) untuk ini. Setelah 90 menit pada

suhu kamar, absorbansi diukur pada 725nm menggunakan

spektrofotometer. kadar asam galat dalam kisaran konsentrasi 0 sampai

100 g / mL dijalankan dengan sampel uji, dari mana standar kurva telah
diplot. Hasil dinyatakan dalam mg asam galat setara dalam 1 g sampel

kering (mg GAE / g).

F. Penentuan Kandungan Flavonoid Total. 

1. Total kandungan flavonoid

kandungan flavonoid ditentukan dengan metode kolorimetri

dijelaskan sebelumnya dengan sedikit modifikasi. Secara singkat,0,5 mL

ekstrak dicampur dengan 2,25 mL akuades dalam tabung reaksi

dilanjutkan dengan penambahan 0,15 mL NaNO 2 5% larutan. Kami

menambahkan 0,3mL larutan 10% AlCl 3 ⋅6H 2 O. untuk ini setelah 6

menit, dan diamkan selama 5 menit sebelum 1,0 mL NaOH 1 M

ditambahkan dan didiamkan selama 5 menit lagi. Campuran itu

tercampur pusaran, dan absorbansi diukur segera pada 510nm

menggunakan a spektrofotometer. Standar rutin dalam konsentrasi

kisaran 0–100 g / mL dijalankan dengan sampel uji, dari yang mana

kurva standar telah diplot. Hasilnya diekspresikan sebagai mg rutin setara

dalam 1 g sampel kering (mg RE / g)

G. Aktivitas pembersihan radikal bebas DPPH


Aktivitas antioksidan dinilai melalui berbagai uji in vitro. Pemulungan

radikal bebas aktivitas ekstrak daun belimbing dan trolox diukur dalam bentuk

hydrogen berdonasi atau pemulungan radikal menggunakan radikal stabil 1,1-

difenil-2-picrylhydrazil (DPPH). Persentase pemulungan aktivitas radikal bebas

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%Penghambatan = (Sebuah sampel kontrol -A ) x 100%

catatan:

A control = Absorbansi larutan kosong

A sample = Absorbansi sampel

H. Penentuan Nilai IC50

Paruh maksimal konsentrasi hambat (IC 50 ) nilai-nilai ditentukan

sebagai konsentrasi campuran uji yang memberikan pengurangan absorbansi

50% dari yang ada di kontrol.Aktivitas antioksidan diuji dengan metode yang

telah dilakukan oleh Dudonne et al, (2009). dengan sedikit modifikasi. Sampel

uji(10 mg) dilarutkan dalam 1 mL metanol Reaksinya campuran terdiri dari 1

mL DPPH 6 x 10 -5 M dan 33μL larutan sampel dalam metanol. Setelah 20

menit inkubasi pada 37 ° C, absorbansi campuran reaksi diukur pada panjang

gelombang 515 nm menggunakan spektrofotometer (UV Genesis 21+) dan

diperoleh nilai absorbansi sampel. Kosong sampel yang terdiri dari 33 mL

metanol dalam larutan DPPH diukur pada panjang gelombang yang sama.
Uji antioksidan dilakukan dengan treeplicated. Aktivitas antioksidan

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

% Aktivitas antioksidan = [( Kosong - Sampel ) / Kosong A ] x 100


DAFTAR PUSTAKA

o Percival, M. 1998. Antioxidant, Advanced Notrition Publication, Inc

o Pujimulyani, D., 2003, Pengaruh bleanching terhadap sifat antioksidan sirup kunir putih

(Curcuma mangga, Val.), Agritech., 23 (3), 137-141.

o Bussman R.W., Glenn A., Meyer K., Kuhlman A., Townesmith A.,2010, Herbal mixture in

traditional medicine in Nothern Peru, J. Ethnobiol ethnomed, 2010; 6:10

o Mazid M., Khan T.A., Mohamad F., 2012, Medicinal plants of rural India; a review of use by

indian folks, Indo Glob J. Pharm Sci;( 2): 286-304.

o Fahrunnida dan Pratiwi, Rarastoeti (2015):”Kandungan Saponin, Buah, Daun dan Tangkai

Daun Belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L)”. Jurnal Pendidikan Biologi, Pendidikan

Geografi, Pendidikan Sains, Vol.2, No,1.

o Winarti dan Nurdjanah (2005):”Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan

fungsional”. Jurnal Litbang Pertanian, Vol 24, No. 2, pp 47-55

o Yuliansyah dan Fariz Muhammad. (2015): “Pengaruh Penambahan Sari Belimbing

wuluh(Averrhoa bilimbi L) sebagai Acidifter dalam PakanTernak Kualitas Internal Telur

Ayam Petelur”. Jurnal Nutrisi Ternak,Vol.1, No.1.

o Whysner, L., Wang, C.X., Zang E., 1994, Dose response of promotion by butilated

hydroxyanisole in chemically initiated tumors of the rat fore stomach, J. Food Chem Toxicol,

32 , 215 -222

o Ni Putu Adriani Astiti et al, Int. Journal of Pharmaceutical Sciences and Medicine (IJPSM),

Vol.3 Issue. 11, November- 2018, pg. 1-6


o R.Re,N.Pellegrini,A.Proteggente,A.Pannala,M.Yang,andC. Rice-Evans, “Antioxidant activity

applying an improved ABTS radical cation decolorization assay,” Free Radical Biology and

Medicine,vol.26,no.9-10,pp.1231–1237,1999.

o Wijaya, A., 1996, Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidan, Forum Diagnosticum,

Prodia Diagnostic Educational Servica, (1), 1-12.

o Winarsi, W., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius, Yogyakarta, pp. 13,77.

o Yuwono, A., 2009, Antioxidant and Health Disease,

http://farmacology/specialistmedic/internist, diakses pada 14 November 2013

o Prior, R. L., Wu, X, dan Schaich, K., 2005, Standarized Methods for Determination of

Antioxidants Capacity and Phenolics in Foods and Dietary Supplements, J. Agric. Food

Chem, 55, 2698A-J.

o Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, diterjemahkan oleh Kokasih

Padmawinata, ITB, Bandung, pp. 47.

o Sulistiyowati, Cahyono, B., dan Swastawati, F., 2013, Penentuan Total Senyawa Fenolat dan

Aktivitas Antioksidan pada Asap Cair Ampas Tebu dan Kulit Tebu (Sacharum officinarum)

serta Identifikasi Komponen penyusunnya, Chem, Info, 1 (1), 362-369.

o Sunardi, I.K., 2007, Uji Aktvitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi,

L.,) terhadap 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), Seminar Nasional Teknologi, Teknologi

Farmasi Fakultas Teknik Universitas Setia Budi, Yogyakarta

o Markham, K.R., 1988, Techniques of Flavonoids Identification, diterjemahkan oleh

Padwanita, K., Penerbit ITB, Bandung, pp. 1, 15, 103.

o Pokorny, J., Yanishlieva, N., dan Gordon, M., 2001, Antioxidant in Food; Practical

Applications, Wood Publishing Limited, Cambrodge, England, pp. 1-123.


o Pribadi, I., 2009, Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Psidium guajava L., dengan Metode

DPPH serta Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Totalnya

https://etd.eprints.ums.ac.id/58931/1/K100050061.pdf, diakses pada 20 Desember 2013

o Hidayat, M.R., 2000, Daya Tangkap Radikal Oksida Nitrit Senyawa Pentagamavunon-0 dan

Turunannya, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

o Himawati, E.R., 2001, Antioksidan dan Peredam Radikla Bebas Biologis, Majalah Farmasi

Indonesia, 12 (1), 55-60.

o Kristina, H.D.,Ariviani, S., dan Khasanah, L.U.,2012, Ekstraksi Pigmen Antosianin Buah

Sanggani (Melastoa malabathricum Auct. Non Linn) dengan Variasi Jenis Pelarut, J.

Teknosains Pangan, 1(1), 105-109.

o Kubo, I., Masuoka, N., Xiao, P., dan Haraguchi,H., 2002, Antioxidant Capacity of Dodecyl

Gallate, SNT, 1-9.

o Kuncahyo, I., dan Sunardi, 2007, Uji Aktivitas Ekstrak Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi,

L.) terhadap DPPH, SNT, 1-9.

o Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S., 1995, Kimia Organik, Jilid I, diterjemahkan oleh

Pudjaatmaka, A.H., edisi ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 436444.

o Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,

edisi 2, diterjemahkan oleh Padmawinata, K., Penerbit ITB, Bandung, pp. 6.

o Brown, A., 2000, Understanding Food: Principles and Preparation, Wadsworth Thomson

Learning ,USA, pp. 675-677.

o Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Nabavi, S.F., 2009, Antioxidant Activity of Methanol

Extract of Ferula Assafoetida and its Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60 (4), 405-

412. .

o Ansel, C.H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, UI Press, Jakarta, pp. 607-

609.

Anda mungkin juga menyukai