1 PENDAHULUAN
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid
bersifat polar karena mengandung sejumlah hidroksil yang tak tersulih atau suatu
gula (Markham 1988 dalam Silaban 2009). Flavonoid dalam buah-buahan,
sayuran, teh, tanaman obat, telah menarik perhatian terbesar dan telah dipelajari
secara ekstensif, karena sangat efektif untuk dijadikan antioksidan dengan
toksisitas lebih rendah dari antioksidan sintetik misalnya BHA dan BHT
(Pekkarinenet et al. 1999 dalam Cai et al. 2010).
Penelitian pada daun api-api (Avicennia marina (Forsk.) Vierh) pernah
dilakukan oleh Afzal et al. (2011) mengenai manfaat dari ekstrak daun api-api
sebagai antifungi dan penyakit alergi kulit. Yusuf (2010) juga melakukan
penelitian pada kulit batang api-api (Marina marina Nesh) yang ternyata
mengandung senyawa triterpenoid yang efektif dijadikan antimikroba. Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Purnobasuki (2004), api-api (Avicennia officinalis)
mengandung senyawa saponin yang berkhasiat sebagai aktivitas sitotoksik,
antimikroba, dan antiperadangan. Penelitian tentang kandungan flavonoid sebagai
antioksidan pada daun dan kulit batang Avicennia marina (Forks.)Vierh. belum
dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
kandungan flavonoid yang terkandung dalam daun dan kulit batang api-api yang
dapat digunakan sebagai pengganti antioksidan sintetik.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komponen bioaktif, kadar
flavonoid total, dan aktivitas antioksidan daun dan kulit batang pohon api-api
(Avicennia marina (Forks.)Vierh.).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
bunga yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu serta
berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).
Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam Genus Avicennia
menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan pengobatan,
pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Tumbuhan api-api ini banyak
mengandung senyawa aktif, yaitu triterpenoid, steroid, alkaloid, senyawa
flavonoid, saponin, dan tanin (Yusuf 2010). Api-api termasuk pepohonan semak
hingga medium dengan ketinggian 2 – 5 meter dan banyak ditemukan di ujung
aliran sungai atau di area pasang terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang
cukup tinggi dan pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30 (Afzal et
al.2011). Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga pertengahan perairan
payau di semua kawasan pasang surut berlumpur hampir mendekati pantai
(Bengen 2000).
Api-api biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dijadikan obat
berbagai penyakit. Batang api-api dijadikan obat rematik dan cacar. Getah kulit
batang dijadikan obat sakit gigi, bagian buah dijadikan obat untuk sariawan (Bayu
2009). Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung
senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid yang
sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan
antibiotik (Wibowo et al. 2009).
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat
memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan berdasarkan
fungsinya dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder,
antioksidan tersier, oxygen scavenger, dan chelators (Kumalaningsih 2006).
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal bebas
dalam tubuh penyebab penyakit karsinogenik, kardiovaskuler dan penuaan dini
(Rohman dan Riyanto 2005). Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak
memiliki sistem pertahanan antioksidan yang berlebihan, sehingga apabila terjadi
5
Antioksidan BHT memilki nilai IC50 yang sangat kuat pada konsentrasi
5,85 ppm (Jacoeb et al. 2011). Penggunaan BHT secara terus menerus pada bahan
makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, oleh
karena itu penggunaan BHT sudah mulai dilarang di beberapa negara antara lain
Jepang, Rumania, Swedia, dan Australia (Rita et al. 2009).
A B
Isoflavon dalam akar, hanya terdapat tidak ada uji warna yang khas
dalam satu suku
2.6.4 Saponin
Saponin adalah golongan glikosida dan sterol yang apabila dihidrolisis
secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut
sapogenin atau genin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk
busa dan menghemolisis darah (Silaban 2009). Hemolisis darah merah oleh
saponin ini merupakan hasil interaksi antara saponin dengan senyawa-senyawa
yang terdapat pada permukaan membran sel, seperti kolesterol, protein dan
fosfolipid. Saponin larut dalam air, sedikit larut atau tidak sama sekali dalam
etanol dan metanol pekat yang dingin (Harborne 1984).
Komponen saponin berperan dalam mereduksi kolesterol dan melawan
kanker kolon. Saponin juga memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem
imun, dan mengatur tekanan darah (Astawan dan Kasih 2008). Beberapa
penilitian menunjukan bahwa ekstrak saponin yang diisolasi mampu digunakan
sebagai agen pengendali nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens, tetapi aman
bagi mamalia (Wiesman dan Chapagain 2003). Penelitian Cui et al. (2004)
17
3 METODOLOGI
tabung Kjeldahl, buret, mortar, kertas saring Whatman 42, alumunium foil,
kompor listrik, corong kaca, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, gelas piala,
rotary vacuum evaporator, vortex, inkubator, penangas air, spektrofotometer UV-
VIS, orbital shaker, kapas bebas lemak, tabung soxhlet, plastik, homogenizer,
botol vial, waterbath, syringe dan alat penguji DPPH.
Penghalusan sampel
Penyaringan
Filtrat Residu
Evaporasi
2) Tahap destilasi
Larutan yang telah jernih didinginkan kemudian ditambah 50 ml akuades
dan 20 ml NaOH 40 %, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 2 % yang mengandung
indikator bromcherosol green 0,1 % dan methyl red 0,1% dengan perbandingan
2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke
dalam alat destilasi hingga tertampung 40 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan
hasil destilat berwarna hijau kebiruan.
3) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,09 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan
dicatat. Perhitungan kadar protein api-api adalah sebagai berikut:
a) Uji alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi
24
Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi
Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi
Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.
b) Uji steroid/triterpenoid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform 99,98 % dalam tabung
reaksi. Asetat pekat diencerkan menggunakan air dan alkohol ditambahkan
sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 3 tetes ke dalam
campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid dan triterpenoid yaitu
dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian
berubah menjadi biru dan hijau.
c) Uji flavonoid
Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil
alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang
sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel
mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning
atau jingga pada lapisan amil alkohol.
diperoleh dengan memasukkan y=50 serta nilai A dan B yang telah diketahui.
Nilai x sebagai IC50 dapat dihitung dengan persamaan : y = A + B Ln (x)
Y = persen inhibisi
X = konsentrasi sampel (ppm)
A = slope, B = intercept
27
Gambar 7 Daun pohon api-api yang diambil dan dijadikan sebagai sampel
Daun api-api yang didapat pada bagian atas berwarna hijau muda dan
bagian bawah berwarna abu-abu keperakan. Bentuknya elips dengan panjang rata-
rata daun yang didapat berkisar 5-10 cm. Daun api-api memiliki ruas atau tulang
daun yang sejajar dan teratur. Teksurnya tidak lunak apabila disentuh dengan
tangan. Kulit batang api-api yang digunakan berwarna cokelat muda, tipis dan
berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan
dan sedikit berair (Lampiran 1).
Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Karakterisasi bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja,
tetapi juga pada sifat kimia, karena sifat fisik maupun kimia dari bahan baku yang
digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakterisasi sifat kimia
dilakukan untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam bahan, misalnya
kandungan nilai gizi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan
manusia.
28
1) Kadar air
Daun api-api memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,2 %
dan kulit batang api-api sebesar 55 % (Lampiran 2). Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil analisis kadar air yang telah diuji sebelumnya oleh Jacoeb et
al. (2011), yakni kadar air daun api-api sebesar 68,16 %. Hasil tersebut sedikit
berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009), yaitu
sebesar 70,59 %. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor internal
dan eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi perbedaan yang terjadi, yakni
sifat tumbuhan yang berada di wilayah Jakarta dengan wilayah Subang. Faktor
eksternal seperti habitat dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi kimia api-api.
29
2) Kadar abu
Hasil pengukuran kadar abu menggunakan bobot kering pada daun dan
kulit batang api-api menunjukkan bahwa daun api-api mengandung mineral atau
zat anorganik sebesar 14,91 % dan kulit batang api-api memiliki kadar abu
sebesar 9,6 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Wibowo et al.(2009) bahwa kadar abu pada daun api-api sebesar 15,61
%. Hasil serupa dikemukakan oleh Jacoeb et al. (2011), yaitu sebesar 13,97 %.
Tinggi dan rendahnya kadar abu pada tumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan yang berbeda satu sama lainnya. Setiap lingkungan
perairan dapat menyediakan sumber mineral yang berbeda-beda bagi organisme
akuatik yang hidup didalamnya. Tumbuhan api-api merupakan tumbuhan sejati
yang hidupnya hanya mampu di wilayah mangrove atau estuari. Bengen (2000)
menjelaskan bahwa wilayah estuari merupakan wilayah perairan dimana terjadi
peralihan atau pencampuran antara air tawar dan air laut yang menyebabkan
banyaknya mineral yang terkandung di dalamnya.
3) Kadar protein
Hasil pengukuran bobot kering kadar protein menunjukkan bahwa daun
api-api dan kulit batangnya memiliki kadar protein sebesar 11,04 % dan 6,4 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut sedikit berbeda menurut Wibowo et al. (2009) bahwa
protein api-api sebesar 17,31 %. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jacoeb et
al. (2011) yang menyatakan bahwa daun api-api memiliki kandungan protein
sebesar 11,53 %. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor,
yaitu habitat, umur, dan laju metabolisme. Daun memiliki kadar protein yang
tinggi karena di daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan banyak
jaringan serta organ yang bekerja. Kulit batang cenderung memiliki kadar protein
yang rendah dari daun dikarenakan kulit batang hanya terdapat jaringan sistem
pembuluh yang bertitik beratkan pada kerja sistem angkut mineral, unsur hara dan
menjaga kesetimbangan akibat adanya garam.
4) Kadar lemak
Kadar lemak daun api-api 2,21 % dan kulit batang api-api sebesar 1,55 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et
30
al. (2011), yaitu kadar lemak daun api-api sebesar 2,45 %. Berbeda halnya dengan
penelitian Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 1,16 %. Perbedaan tersebut
dibenarkan oleh Yunizal et al. (1998) bahwa kadar lemak yang rendah dapat
disebabkan karena kandungan air dalam daun dan kulit batang pohon api-api
sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun
drastis. Faktor lain seperti umur, habitat, dan perbedaan lokasi pengambilan
sampel juga menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kadar lemak suatu
bahan.
Alkaloid:
-Dragendorff + - Endapan merah atau jingga
-Meyer + - Endapan putih kekuningan
-Wagner - - Endapat coklat
Keterangan: (-) hasil negatif; (+) hasil ada namun tidak pekat; (++) hasil ada dan pekat
31
a) Alkaloid
Komponen alkaloid didefinisikan sebagai substansi dasar yang memiliki
satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan tergabung dalam suatu sistem
siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984). Alkaloid ditemukan pada daun
api-api, namun tidak ditemukan pada kulit batang api-api. Alkaloid umumnya
larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar) (Lenny 2006). Penelitian
ini dilakukan dengan pelarut metanol (polar) yang justru menunjukkan adanya
kandungan alkaloid pada daun api-api walaupun hasil yang ditunjukkan (Tabel 2)
tidak terlalu pekat, hal ini menunjukkan bahwa daun api-api tidak mengandung
alkaloid (sesungguhnya) yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung
protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Alkaloid tidak dihasilkan pada kulit batang
api-api dengan ditandai hasil negatif pada Tabel 2.
b) Steroid/triterpenoid
Hasil uji fitokimia untuk daun dan kulit batang api-api menunjukkan
adanya senyawa steroid/triterpenoid, ditunjukkan oleh hasil yang cukup pekat
(Tabel 2). Steroid/triterpenoid dapat diketahui keberadaanya dengan perkursor
kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984). Hasil pada Tabel 2
menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid walaupun menggunakan
pelarut metanol yang bersifat polar, hal ini dapat terjadi mengingat metanol
merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak komponen lainnya, meskipun
bersifat non polar ataupun semipolar. Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan
bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan
hasil yang berbeda nyata.
c) Flavonoid
Hasil pengujian flavonoid terhadap daun dan kulit batang api-api (Tabel 2)
menunjukkan bahwa bagian tersebut sama-sama memiliki kandungan flavonoid,
hal itu ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pekat pada lapisan amil
alkohol yang telah diuji (Lampiran 3). Flavonoid merupakan senyawa polar yang
dapat larut pada pelarut polar, hal ini dibuktikan dengan terlarutnya senyawa
flavonoid menggunakan pelarut metanol. Flavonoid umumnya merupakan
komponen larut air, sehingga dapat diekstrak dengan pelarut polar dan tertinggal
32
pada lapisan aqueous (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang
potensial dan sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan
Kasih 2008), dan hal ini pun terbukti dari hasil penelitian Simamora (2011) yang
menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi dari buah apel
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat.
d) Tanin
Hasil pengujian fitokimia untuk uji tanin menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api sama-sama mengandung tanin. Hasil uji tanin untuk daun
terlihat ada, namun tidak pekat apabila dibandingkan dengan hasil yang
ditunjukkan oleh kulit batang api-api (Tabel 2). Tanin di dalam tumbuhan dapat
berfungsi sebagai penyamak apabila jaringan rusak, karena sifat tanin yang
mampu menyambung silangkan protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena rasanya yang pahit.
Fungsi utama tanin di dalam tumbuhan adalah penolak hewan pemakan tumbuhan
(Harborne 1987). Tumbuhan api-api termasuk tumbuhan mangrove yang memiliki
rasa pahit dan banyak digunakan penduduk sekitar untuk obat nyamuk.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit
batang api-api (Avicennia marina)
% Inhibisi
Sampel IC50 (ppm)
200 400 600 800
(ppm)
% Inhibisi
Sampel IC50 (ppm)
2 4 6 8
(ppm)
tinggi pula persen inhibisi atau daya hambatnya. Ekstrak daun dan kulit batang
pohon api-api pada Gambar 9 sama-sama menunjukkan hasil yang serupa dengan
larutan BHT pada Gambar 10, grafik akan bergerak naik ke atas dengan naiknya
konsentrasi yang digunakan. Nilai IC50 yang ditunjukkan pada Tabel 3 untuk daun
dan kulit batang api-api, serta larutan BHT pada Tabel 4 sama-sama menunjukkan
bahwa ketiga ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat
(<50 ppm), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang api-
api dapat digunakan sebagai antioksidan alami pengganti antioksidan sintetik
seperti antioksidan BHT.
dengan melihat kadar total flavonoid yang terkandung di dalamnya. Kadar total
flavonoid yang terkandung di beberapa tanaman ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan flavonoid yang terkandung dalam
daun api-api lebih tinggi bila dibandingkan tanaman Aegle marmelos, seledri dan
tempuyung, namun lebih rendah dari tanaman jati belanda. Kadar total flavonoid
kulit batang api-api juga lebih tinggi dari kulit batang Aegle marmelos. Perbedaan
hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis tanaman, habitat, umur
tanaman, jumlah sampel yang diekstrak, dan lamanya pengekstraksian.
Jenis tanaman
Bagian
tanaman Api-api Aegle marmelosa Seledrib Jati Belandac Tempuyungc
F-OH + R F-O + RH
5.1 Kesimpulan
Penghitungan bobot kering didapatkan daun pohon api-api mengandung
air 69,2 %, abu 14,91 %, protein 11,04 %, dan lemak 2,21 %. Sedangkan kulit
batang pohon api-api mengandung air 55 %, abu 9,6 %, protein 6,4 %, dan lemak
1,55 %. Ekstrak kasar daun mengandung senyawa bioaktif alkaloid,
steroid/triterpenoid, flavonoid, dan tanin. Ekstrak kasar kulit batang mengandung
steroid/triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan tanin.
Kadar flavonoid total daun 1,18 % dan kulit batang 0,67 %. Nilai IC50
ekstrak daun pohon api-api sebesar 36,35 ppm dan ekstrak kulit batang pohon api-
api sebesar 51,51 ppm. Adanya kandungan flavonoid yang tinggi pada daun api-
api serta nilai IC50 yang rendah, menunjukkan bahwa daun api-api memiliki
aktivitas antioksidan yang cukup kuat bila dibandingkan dengan kulit batang api-
api. Hal tersebut membuktikan bahwa daun api-api dapat digunakan sebagai
antioksidan dan menjadi antioksidan pengganti BHT, karena sama-sama memiliki
aktivitas antioksidan yang kuat (<50 ppm). Selain sebagai antioksidan, flavonoid
dalam daun dan kulit batang api-api dapat digunakan sebagai antimikrobial,
antifungial, antiinflamasi dan obat-obatan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan, farmasi serta kecantikan seperti kosmetika.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan berupa fraksinasi senyawa aktif lainnya, yaitu alkaloid dan
triterpenoid yang dapat digunakan sebagai antimikroba. Pengujian senyawa
flavonoid pada daun dan kulit batang pohon api-api terhadap anti-inflamasi juga
perlu dilakukan mengingat daun dan kulit batang tersebut biasa digunakan
penduduk setempat sebagai obat luka dan obat cacar.
KANDUNGAN FLAVONOID KULIT BATANG DAN DAUN
POHON API-API (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) SEBAGAI
SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN
SILVIA HANDAYANI
SILVIA HANDAYANI
C34080083
Skripsi
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Tanggal Pengesahan:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Silvia Handayani
C34080083
KATA PENGANTAR
Silvia Handayani
C34080083
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI..............................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................ix
LAMPIRAN................................................................................................................x
1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Tujuan ...............................................................................................................2
3 METODOLOGI ...................................................................................................18
3.1 Waktu dan Tempat...........................................................................................18
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................................18
3.3 Prosedur Penelitian ..........................................................................................19
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel.........................................................20
3.3.2 Analisis proksimat ..................................................................................20
a) Analisis kadar air (AOAC 2005)........................................................20
b) Analisis kadar abu (AOAC 2005). .....................................................21
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005).................................................21
d) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) ..................................................22
3.3.3 Ekstraksi dari tumbuhan api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) .....23
3.3.4 Uji komponen fitokimia (Harborne 1987)..............................................23
a) Uji alkaloid .........................................................................................23
b) Uji steroid/triterpenoid .......................................................................24
c) Uji flavonoid.......................................................................................24
d) Uji fenol hidrokuinon .........................................................................24
e) Uji tanin ..............................................................................................24
f) Uji saponin ..........................................................................................24
3.3.5 Uji kadar flavonoid total.........................................................................25
3.3.6 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.....................................25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................27
4.1 Karakteristik Api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) ...............................27
4.2 Kandungan Gizi...............................................................................................28
1) Kadar air.....................................................................................................28
2) Kadar abu ...................................................................................................29
3) Kadar protein .............................................................................................29
4) Kadar lemak ...............................................................................................29
4.3 Komponen Bioaktif Ekstrak Kasar..................................................................30
a) Alkaloid......................................................................................................31
b) Steroid/triterpenoid ....................................................................................31
c) Flavonoid....................................................................................................31
d) Tanin ..........................................................................................................32
4.4 Aktivitas Antioksidan ......................................................................................32
4.5 Kandungan Flavonoid Api-api sebagai Antioksidan.......................................35
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................39
5.1 Kesimpulan......................................................................................................39
5.2 Saran ................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................40
LAMPIRAN..............................................................................................................45
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sifat berbagai golongan flavonoid. .............................................................14
2. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar api-api (A. marina (Forks.)Vierh.)..........30
3. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan
kulit batang api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.).............................32
4. Hasil uji aktivitas antioksidan larutan BHT................................................34
5. Kadar flavonoid beberapa tanaman (%)......................................................36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pohon api-api (Avicennia marina (Forks.)Vierh.) ........................................3
2. Struktur kimia butylated hydroxytoluene (BHT) ..........................................7
3. Mekanisme perubahan warna DPPH akibat pengaruh antioksidan ..............8
4. Struktur dasar flavonoid..............................................................................13
5. Struktur dasar senyawa flavonoid dan proses peredaman
radikal bebas oleh senyawa flavonoid ........................................................16
6. Proses penelitian secara garis besar ............................................................19
7. Pohon api-api yang diambi dan dijadikan sebagai sampel .........................27
8. Hasil data proksimat tumbuhan api-api (A. marina (Forks.)Vierh.)...........28
9. Grafik perbandingan aktivitas antioksidan antara ekstrak kasar
daun dan kulit batang api-api dengan persen inhibisinya ..........................33
10. Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisi.........................34
11. Mekanisme pengkhelatan logam radikal bebas
oleh flavonoid.............................................................................................37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 PENDAHULUAN
tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, buah dan biji. Flavonoid
bersifat polar karena mengandung sejumlah hidroksil yang tak tersulih atau suatu
gula (Markham 1988 dalam Silaban 2009). Flavonoid dalam buah-buahan,
sayuran, teh, tanaman obat, telah menarik perhatian terbesar dan telah dipelajari
secara ekstensif, karena sangat efektif untuk dijadikan antioksidan dengan
toksisitas lebih rendah dari antioksidan sintetik misalnya BHA dan BHT
(Pekkarinenet et al. 1999 dalam Cai et al. 2010).
Penelitian pada daun api-api (Avicennia marina (Forsk.) Vierh) pernah
dilakukan oleh Afzal et al. (2011) mengenai manfaat dari ekstrak daun api-api
sebagai antifungi dan penyakit alergi kulit. Yusuf (2010) juga melakukan
penelitian pada kulit batang api-api (Marina marina Nesh) yang ternyata
mengandung senyawa triterpenoid yang efektif dijadikan antimikroba. Begitu pula
penelitian yang dilakukan oleh Purnobasuki (2004), api-api (Avicennia officinalis)
mengandung senyawa saponin yang berkhasiat sebagai aktivitas sitotoksik,
antimikroba, dan antiperadangan. Penelitian tentang kandungan flavonoid sebagai
antioksidan pada daun dan kulit batang Avicennia marina (Forks.)Vierh. belum
dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
kandungan flavonoid yang terkandung dalam daun dan kulit batang api-api yang
dapat digunakan sebagai pengganti antioksidan sintetik.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komponen bioaktif, kadar
flavonoid total, dan aktivitas antioksidan daun dan kulit batang pohon api-api
(Avicennia marina (Forks.)Vierh.).
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
bunga yang pendek dan pucat. Buah berbentuk kotak, berkatup, berbiji satu serta
berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).
Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam Genus Avicennia
menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan pengobatan,
pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Tumbuhan api-api ini banyak
mengandung senyawa aktif, yaitu triterpenoid, steroid, alkaloid, senyawa
flavonoid, saponin, dan tanin (Yusuf 2010). Api-api termasuk pepohonan semak
hingga medium dengan ketinggian 2 – 5 meter dan banyak ditemukan di ujung
aliran sungai atau di area pasang terendah. Cukup toleran dengan salinitas yang
cukup tinggi dan pertumbuhan optimal terdapat pada salinitas 0-30 (Afzal et
al.2011). Spesies ini ditemukan dari daerah hilir hingga pertengahan perairan
payau di semua kawasan pasang surut berlumpur hampir mendekati pantai
(Bengen 2000).
Api-api biasa dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dijadikan obat
berbagai penyakit. Batang api-api dijadikan obat rematik dan cacar. Getah kulit
batang dijadikan obat sakit gigi, bagian buah dijadikan obat untuk sariawan (Bayu
2009). Mangrove sejati ini banyak mengandung senyawa aktif yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang api-api mengandung
senyawa aktif alkaloid, triterpenoid, saponin, tanin, glikosida, dan flavonoid yang
sangat potensial digunakan sebagai antioksidan, antimikroba, antifungi, dan
antibiotik (Wibowo et al. 2009).
2.2 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat
memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan berdasarkan
fungsinya dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder,
antioksidan tersier, oxygen scavenger, dan chelators (Kumalaningsih 2006).
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal bebas
dalam tubuh penyebab penyakit karsinogenik, kardiovaskuler dan penuaan dini
(Rohman dan Riyanto 2005). Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak
memiliki sistem pertahanan antioksidan yang berlebihan, sehingga apabila terjadi
5
Antioksidan BHT memilki nilai IC50 yang sangat kuat pada konsentrasi
5,85 ppm (Jacoeb et al. 2011). Penggunaan BHT secara terus menerus pada bahan
makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, oleh
karena itu penggunaan BHT sudah mulai dilarang di beberapa negara antara lain
Jepang, Rumania, Swedia, dan Australia (Rita et al. 2009).
A B
Isoflavon dalam akar, hanya terdapat tidak ada uji warna yang khas
dalam satu suku
2.6.4 Saponin
Saponin adalah golongan glikosida dan sterol yang apabila dihidrolisis
secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut
sapogenin atau genin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya dalam membentuk
busa dan menghemolisis darah (Silaban 2009). Hemolisis darah merah oleh
saponin ini merupakan hasil interaksi antara saponin dengan senyawa-senyawa
yang terdapat pada permukaan membran sel, seperti kolesterol, protein dan
fosfolipid. Saponin larut dalam air, sedikit larut atau tidak sama sekali dalam
etanol dan metanol pekat yang dingin (Harborne 1984).
Komponen saponin berperan dalam mereduksi kolesterol dan melawan
kanker kolon. Saponin juga memiliki aktivitas antimikroba, merangsang sistem
imun, dan mengatur tekanan darah (Astawan dan Kasih 2008). Beberapa
penilitian menunjukan bahwa ekstrak saponin yang diisolasi mampu digunakan
sebagai agen pengendali nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens, tetapi aman
bagi mamalia (Wiesman dan Chapagain 2003). Penelitian Cui et al. (2004)
17
3 METODOLOGI
tabung Kjeldahl, buret, mortar, kertas saring Whatman 42, alumunium foil,
kompor listrik, corong kaca, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, gelas piala,
rotary vacuum evaporator, vortex, inkubator, penangas air, spektrofotometer UV-
VIS, orbital shaker, kapas bebas lemak, tabung soxhlet, plastik, homogenizer,
botol vial, waterbath, syringe dan alat penguji DPPH.
Penghalusan sampel
Penyaringan
Filtrat Residu
Evaporasi
2) Tahap destilasi
Larutan yang telah jernih didinginkan kemudian ditambah 50 ml akuades
dan 20 ml NaOH 40 %, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam
erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 2 % yang mengandung
indikator bromcherosol green 0,1 % dan methyl red 0,1% dengan perbandingan
2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke
dalam alat destilasi hingga tertampung 40 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan
hasil destilat berwarna hijau kebiruan.
3) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,09 N sampai warna larutan
pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan
dicatat. Perhitungan kadar protein api-api adalah sebagai berikut:
a) Uji alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N
kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi
24
Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi
Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi
Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.
b) Uji steroid/triterpenoid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform 99,98 % dalam tabung
reaksi. Asetat pekat diencerkan menggunakan air dan alkohol ditambahkan
sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 3 tetes ke dalam
campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid dan triterpenoid yaitu
dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian
berubah menjadi biru dan hijau.
c) Uji flavonoid
Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil
alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang
sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel
mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning
atau jingga pada lapisan amil alkohol.
diperoleh dengan memasukkan y=50 serta nilai A dan B yang telah diketahui.
Nilai x sebagai IC50 dapat dihitung dengan persamaan : y = A + B Ln (x)
Y = persen inhibisi
X = konsentrasi sampel (ppm)
A = slope, B = intercept
27
Gambar 7 Daun pohon api-api yang diambil dan dijadikan sebagai sampel
Daun api-api yang didapat pada bagian atas berwarna hijau muda dan
bagian bawah berwarna abu-abu keperakan. Bentuknya elips dengan panjang rata-
rata daun yang didapat berkisar 5-10 cm. Daun api-api memiliki ruas atau tulang
daun yang sejajar dan teratur. Teksurnya tidak lunak apabila disentuh dengan
tangan. Kulit batang api-api yang digunakan berwarna cokelat muda, tipis dan
berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan
dan sedikit berair (Lampiran 1).
Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku
yang digunakan. Karakterisasi bahan baku ini tidak terbatas pada sifat fisik saja,
tetapi juga pada sifat kimia, karena sifat fisik maupun kimia dari bahan baku yang
digunakan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Karakterisasi sifat kimia
dilakukan untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam bahan, misalnya
kandungan nilai gizi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan
manusia.
28
1) Kadar air
Daun api-api memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 69,2 %
dan kulit batang api-api sebesar 55 % (Lampiran 2). Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil analisis kadar air yang telah diuji sebelumnya oleh Jacoeb et
al. (2011), yakni kadar air daun api-api sebesar 68,16 %. Hasil tersebut sedikit
berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo et al. (2009), yaitu
sebesar 70,59 %. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor internal
dan eksternal. Faktor internal sangat mempengaruhi perbedaan yang terjadi, yakni
sifat tumbuhan yang berada di wilayah Jakarta dengan wilayah Subang. Faktor
eksternal seperti habitat dan kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi
perbedaan komposisi kimia api-api.
29
2) Kadar abu
Hasil pengukuran kadar abu menggunakan bobot kering pada daun dan
kulit batang api-api menunjukkan bahwa daun api-api mengandung mineral atau
zat anorganik sebesar 14,91 % dan kulit batang api-api memiliki kadar abu
sebesar 9,6 % (Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Wibowo et al.(2009) bahwa kadar abu pada daun api-api sebesar 15,61
%. Hasil serupa dikemukakan oleh Jacoeb et al. (2011), yaitu sebesar 13,97 %.
Tinggi dan rendahnya kadar abu pada tumbuhan dapat disebabkan oleh perbedaan
habitat dan lingkungan yang berbeda satu sama lainnya. Setiap lingkungan
perairan dapat menyediakan sumber mineral yang berbeda-beda bagi organisme
akuatik yang hidup didalamnya. Tumbuhan api-api merupakan tumbuhan sejati
yang hidupnya hanya mampu di wilayah mangrove atau estuari. Bengen (2000)
menjelaskan bahwa wilayah estuari merupakan wilayah perairan dimana terjadi
peralihan atau pencampuran antara air tawar dan air laut yang menyebabkan
banyaknya mineral yang terkandung di dalamnya.
3) Kadar protein
Hasil pengukuran bobot kering kadar protein menunjukkan bahwa daun
api-api dan kulit batangnya memiliki kadar protein sebesar 11,04 % dan 6,4 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut sedikit berbeda menurut Wibowo et al. (2009) bahwa
protein api-api sebesar 17,31 %. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Jacoeb et
al. (2011) yang menyatakan bahwa daun api-api memiliki kandungan protein
sebesar 11,53 %. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi adanya beberapa faktor,
yaitu habitat, umur, dan laju metabolisme. Daun memiliki kadar protein yang
tinggi karena di daun terjadi proses fotosintesis yang membutuhkan banyak
jaringan serta organ yang bekerja. Kulit batang cenderung memiliki kadar protein
yang rendah dari daun dikarenakan kulit batang hanya terdapat jaringan sistem
pembuluh yang bertitik beratkan pada kerja sistem angkut mineral, unsur hara dan
menjaga kesetimbangan akibat adanya garam.
4) Kadar lemak
Kadar lemak daun api-api 2,21 % dan kulit batang api-api sebesar 1,55 %
(Lampiran 2). Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et
30
al. (2011), yaitu kadar lemak daun api-api sebesar 2,45 %. Berbeda halnya dengan
penelitian Wibowo et al. (2009), yaitu sebesar 1,16 %. Perbedaan tersebut
dibenarkan oleh Yunizal et al. (1998) bahwa kadar lemak yang rendah dapat
disebabkan karena kandungan air dalam daun dan kulit batang pohon api-api
sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun
drastis. Faktor lain seperti umur, habitat, dan perbedaan lokasi pengambilan
sampel juga menjadi faktor penting yang dapat mempengaruhi kadar lemak suatu
bahan.
Alkaloid:
-Dragendorff + - Endapan merah atau jingga
-Meyer + - Endapan putih kekuningan
-Wagner - - Endapat coklat
Keterangan: (-) hasil negatif; (+) hasil ada namun tidak pekat; (++) hasil ada dan pekat
31
a) Alkaloid
Komponen alkaloid didefinisikan sebagai substansi dasar yang memiliki
satu atau lebih atom nitrogen yang bersifat basa dan tergabung dalam suatu sistem
siklis, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1984). Alkaloid ditemukan pada daun
api-api, namun tidak ditemukan pada kulit batang api-api. Alkaloid umumnya
larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok
pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar) (Lenny 2006). Penelitian
ini dilakukan dengan pelarut metanol (polar) yang justru menunjukkan adanya
kandungan alkaloid pada daun api-api walaupun hasil yang ditunjukkan (Tabel 2)
tidak terlalu pekat, hal ini menunjukkan bahwa daun api-api tidak mengandung
alkaloid (sesungguhnya) yang bersifat racun, tetapi hanya mengandung
protoalkaloid dan pseudoalkaloid saja. Alkaloid tidak dihasilkan pada kulit batang
api-api dengan ditandai hasil negatif pada Tabel 2.
b) Steroid/triterpenoid
Hasil uji fitokimia untuk daun dan kulit batang api-api menunjukkan
adanya senyawa steroid/triterpenoid, ditunjukkan oleh hasil yang cukup pekat
(Tabel 2). Steroid/triterpenoid dapat diketahui keberadaanya dengan perkursor
kolesterol yang bersifat non polar (Harborne 1984). Hasil pada Tabel 2
menunjukkan adanya senyawa steroid/triterpenoid walaupun menggunakan
pelarut metanol yang bersifat polar, hal ini dapat terjadi mengingat metanol
merupakan pelarut polar yang dapat mengekstrak komponen lainnya, meskipun
bersifat non polar ataupun semipolar. Schmidt dan Steinhart (2001) menyatakan
bahwa kandungan steroid pada ekstrak polar dan non polar tidak menunjukkan
hasil yang berbeda nyata.
c) Flavonoid
Hasil pengujian flavonoid terhadap daun dan kulit batang api-api (Tabel 2)
menunjukkan bahwa bagian tersebut sama-sama memiliki kandungan flavonoid,
hal itu ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pekat pada lapisan amil
alkohol yang telah diuji (Lampiran 3). Flavonoid merupakan senyawa polar yang
dapat larut pada pelarut polar, hal ini dibuktikan dengan terlarutnya senyawa
flavonoid menggunakan pelarut metanol. Flavonoid umumnya merupakan
komponen larut air, sehingga dapat diekstrak dengan pelarut polar dan tertinggal
32
pada lapisan aqueous (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa aktif yang
potensial dan sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan (Astawan dan
Kasih 2008), dan hal ini pun terbukti dari hasil penelitian Simamora (2011) yang
menunjukkan bahwa seluruh komponen flavonoid yang diisolasi dari buah apel
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat.
d) Tanin
Hasil pengujian fitokimia untuk uji tanin menunjukkan bahwa daun dan
kulit batang api-api sama-sama mengandung tanin. Hasil uji tanin untuk daun
terlihat ada, namun tidak pekat apabila dibandingkan dengan hasil yang
ditunjukkan oleh kulit batang api-api (Tabel 2). Tanin di dalam tumbuhan dapat
berfungsi sebagai penyamak apabila jaringan rusak, karena sifat tanin yang
mampu menyambung silangkan protein. Sebagian besar tumbuhan yang banyak
bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan, karena rasanya yang pahit.
Fungsi utama tanin di dalam tumbuhan adalah penolak hewan pemakan tumbuhan
(Harborne 1987). Tumbuhan api-api termasuk tumbuhan mangrove yang memiliki
rasa pahit dan banyak digunakan penduduk sekitar untuk obat nyamuk.
Tabel 3 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan ekstrak kulit
batang api-api (Avicennia marina)
% Inhibisi
Sampel IC50 (ppm)
200 400 600 800
(ppm)
% Inhibisi
Sampel IC50 (ppm)
2 4 6 8
(ppm)
tinggi pula persen inhibisi atau daya hambatnya. Ekstrak daun dan kulit batang
pohon api-api pada Gambar 9 sama-sama menunjukkan hasil yang serupa dengan
larutan BHT pada Gambar 10, grafik akan bergerak naik ke atas dengan naiknya
konsentrasi yang digunakan. Nilai IC50 yang ditunjukkan pada Tabel 3 untuk daun
dan kulit batang api-api, serta larutan BHT pada Tabel 4 sama-sama menunjukkan
bahwa ketiga ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat
(<50 ppm), sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun dan kulit batang api-
api dapat digunakan sebagai antioksidan alami pengganti antioksidan sintetik
seperti antioksidan BHT.
dengan melihat kadar total flavonoid yang terkandung di dalamnya. Kadar total
flavonoid yang terkandung di beberapa tanaman ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan flavonoid yang terkandung dalam
daun api-api lebih tinggi bila dibandingkan tanaman Aegle marmelos, seledri dan
tempuyung, namun lebih rendah dari tanaman jati belanda. Kadar total flavonoid
kulit batang api-api juga lebih tinggi dari kulit batang Aegle marmelos. Perbedaan
hasil tersebut dikarenakan adanya perbedaan jenis tanaman, habitat, umur
tanaman, jumlah sampel yang diekstrak, dan lamanya pengekstraksian.
Jenis tanaman
Bagian
tanaman Api-api Aegle marmelosa Seledrib Jati Belandac Tempuyungc
F-OH + R F-O + RH
5.1 Kesimpulan
Penghitungan bobot kering didapatkan daun pohon api-api mengandung
air 69,2 %, abu 14,91 %, protein 11,04 %, dan lemak 2,21 %. Sedangkan kulit
batang pohon api-api mengandung air 55 %, abu 9,6 %, protein 6,4 %, dan lemak
1,55 %. Ekstrak kasar daun mengandung senyawa bioaktif alkaloid,
steroid/triterpenoid, flavonoid, dan tanin. Ekstrak kasar kulit batang mengandung
steroid/triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan tanin.
Kadar flavonoid total daun 1,18 % dan kulit batang 0,67 %. Nilai IC50
ekstrak daun pohon api-api sebesar 36,35 ppm dan ekstrak kulit batang pohon api-
api sebesar 51,51 ppm. Adanya kandungan flavonoid yang tinggi pada daun api-
api serta nilai IC50 yang rendah, menunjukkan bahwa daun api-api memiliki
aktivitas antioksidan yang cukup kuat bila dibandingkan dengan kulit batang api-
api. Hal tersebut membuktikan bahwa daun api-api dapat digunakan sebagai
antioksidan dan menjadi antioksidan pengganti BHT, karena sama-sama memiliki
aktivitas antioksidan yang kuat (<50 ppm). Selain sebagai antioksidan, flavonoid
dalam daun dan kulit batang api-api dapat digunakan sebagai antimikrobial,
antifungial, antiinflamasi dan obat-obatan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan, farmasi serta kecantikan seperti kosmetika.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan berupa fraksinasi senyawa aktif lainnya, yaitu alkaloid dan
triterpenoid yang dapat digunakan sebagai antimikroba. Pengujian senyawa
flavonoid pada daun dan kulit batang pohon api-api terhadap anti-inflamasi juga
perlu dilakukan mengingat daun dan kulit batang tersebut biasa digunakan
penduduk setempat sebagai obat luka dan obat cacar.
40
DAFTAR PUSTAKA
Afzal M, Masood R, Jan G, Majid A, Fiaz M, Shah AH, Alam J, Mehdi FS,
Abbasi FM, Ahmad H, Islam M, Inamullah, Amin NU. 2011. Efficacy
of Avicennia marina (Forsk.) Vierh. leaves extracts againts some
atmospheric fungi. African Journal of Biotechnology 10(52): 10790-
10794.
Bayu A. 2009. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber produk alam laut.
Oseana.Vol XXXIV No.2 (15-23).
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed rev ke-4. Verlag:
Springer.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor:
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB.
Cui CB, Xu C, Gu QQ, Chu SD, Ji HH, Jing G. 2004. A new furostanol saponin
from the water-extract of Dioscorea nipponica Mak., the raw material
of the traditional Chinese herbal medicine wei ao xin. Chinese
Chemical Letters 15(10):1191-1194.
41
Erukainure OL, Oke OV, Ajiboye AJ, Okafor OY. 2011. Nutritional qualities and
phytochemical constituents of Clerodendrum volubile, a tropical non-
conventional vegetable. International Food Research Journal
18(4):1393-1399.
Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.
Herawati, Akhlus S. 2006. Kinerja BHT sebagai antioksidan minyak sawit pada
perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo 2(1):1-8.
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Kumar JIN, Sajish PR, George B, Viyol S, Kumar RN. 2011b. Nutrient dynamic
in an Avicennia marina (Forsk.) Vierh. mangrove forest in
Vamleshwar, Near Narmada Estuary, West Coast of Gujarat, India.
Global Journal of Enviromental Research Vol 5(1): 32-38.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh
M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Oktariana EW. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol rimpang lengkuas
merah (Alpinia galanga) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil). [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Porto DD, Henriques AT, Fett-Neto AG. 2009. Bioactive alkaloids from South
American Psychotria and related species. The Open Bioactive
Compounds Journal 2:29-36.
Pratt DE, Hudson BJF. 1990. Natural antioxidants not exploited comercially. Di
dalam : B.J.F.Hudson, editor. Food Antioxidants. London: Elsevier
Applied Science.
Rafi M, Arief Z. 2006. Metode cepat penentuan kadar flavonoid total dalam obat
herbal secara spektrofotometri derivative ultraviolet. Ringkasan Hasil
Penelitian Dosen Muda, Institut Pertanian Bogor.
Rita A, Tania SU, Heri H, Albana AM, Rini R. 2009. Produksi antioksidan dari
daun simpur (Dillenia indica) menggunakan metode ekstraksi tekanan
tinggi dengan sirkulasi pelarut. Di dalam: SNTKI2009. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Oktober
2009. Bandung: Perhimpunan Teknik Kimia Indonesia. hlm 1-8.
43
Silaban LW. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kulit
Buah Sentul (Sandoricum Koetjape (Burm. F.) Merr) Terhadap
Beberapa Bakteri Secara In Vitro. [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara
Waji RA, Sugrani A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam: flavonoid
(quercetin). [makalah]. Makasar: Program S2 Kimia, FMIPA,
Universitas Hasanuddin.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press.
Yusuf S. 2010. Isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa triterpenoid dari
kulit batang kayu api-api betina (Avicennia Marina Nessh). Jurnal
Penelitian Sains,13(2) (C) 13205.
45
LAMPIRAN
46
(Sampel daun)
2,77 gram
Kulit Batang: % Kadar air U1 = x 100 % = 55,4 %
5 gram
Lampiran 3 Gambar hasil uji fitokimia daun dan kulit batang pohon api-api
(Avicennia marina), serta perubahan warna pada reaksi
peredeman DPPH
Sebanyak 0,0079 mg kristal DPPH dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml.
• BHT 2 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 2 ppm = V2 x 8 ppm
= 5 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 4 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 4 ppm = V2 x 8 ppm
= 10 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 6 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 6 ppm = V2 x 8 ppm
= 15 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 8 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 8 ppm = V2 x 8 ppm
= 20 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
SILVIA HANDAYANI
DAFTAR PUSTAKA
Afzal M, Masood R, Jan G, Majid A, Fiaz M, Shah AH, Alam J, Mehdi FS,
Abbasi FM, Ahmad H, Islam M, Inamullah, Amin NU. 2011. Efficacy
of Avicennia marina (Forsk.) Vierh. leaves extracts againts some
atmospheric fungi. African Journal of Biotechnology 10(52): 10790-
10794.
Bayu A. 2009. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber produk alam laut.
Oseana.Vol XXXIV No.2 (15-23).
Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry. Ed rev ke-4. Verlag:
Springer.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor:
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB.
Cui CB, Xu C, Gu QQ, Chu SD, Ji HH, Jing G. 2004. A new furostanol saponin
from the water-extract of Dioscorea nipponica Mak., the raw material
of the traditional Chinese herbal medicine wei ao xin. Chinese
Chemical Letters 15(10):1191-1194.
41
Erukainure OL, Oke OV, Ajiboye AJ, Okafor OY. 2011. Nutritional qualities and
phytochemical constituents of Clerodendrum volubile, a tropical non-
conventional vegetable. International Food Research Journal
18(4):1393-1399.
Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.
Herawati, Akhlus S. 2006. Kinerja BHT sebagai antioksidan minyak sawit pada
perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet. Akta Kimindo 2(1):1-8.
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Kumar JIN, Sajish PR, George B, Viyol S, Kumar RN. 2011b. Nutrient dynamic
in an Avicennia marina (Forsk.) Vierh. mangrove forest in
Vamleshwar, Near Narmada Estuary, West Coast of Gujarat, India.
Global Journal of Enviromental Research Vol 5(1): 32-38.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh
M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Oktariana EW. 2007. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol rimpang lengkuas
merah (Alpinia galanga) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil). [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.
Porto DD, Henriques AT, Fett-Neto AG. 2009. Bioactive alkaloids from South
American Psychotria and related species. The Open Bioactive
Compounds Journal 2:29-36.
Pratt DE, Hudson BJF. 1990. Natural antioxidants not exploited comercially. Di
dalam : B.J.F.Hudson, editor. Food Antioxidants. London: Elsevier
Applied Science.
Rafi M, Arief Z. 2006. Metode cepat penentuan kadar flavonoid total dalam obat
herbal secara spektrofotometri derivative ultraviolet. Ringkasan Hasil
Penelitian Dosen Muda, Institut Pertanian Bogor.
Rita A, Tania SU, Heri H, Albana AM, Rini R. 2009. Produksi antioksidan dari
daun simpur (Dillenia indica) menggunakan metode ekstraksi tekanan
tinggi dengan sirkulasi pelarut. Di dalam: SNTKI2009. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Oktober
2009. Bandung: Perhimpunan Teknik Kimia Indonesia. hlm 1-8.
43
Silaban LW. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kulit
Buah Sentul (Sandoricum Koetjape (Burm. F.) Merr) Terhadap
Beberapa Bakteri Secara In Vitro. [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi,
Universitas Sumatera Utara
Waji RA, Sugrani A. 2009. Makalah kimia organik bahan alam: flavonoid
(quercetin). [makalah]. Makasar: Program S2 Kimia, FMIPA,
Universitas Hasanuddin.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press.
Yusuf S. 2010. Isolasi dan penentuan struktur molekul senyawa triterpenoid dari
kulit batang kayu api-api betina (Avicennia Marina Nessh). Jurnal
Penelitian Sains,13(2) (C) 13205.
45
LAMPIRAN
46
(Sampel daun)
2,77 gram
Kulit Batang: % Kadar air U1 = x 100 % = 55,4 %
5 gram
Lampiran 3 Gambar hasil uji fitokimia daun dan kulit batang pohon api-api
(Avicennia marina), serta perubahan warna pada reaksi
peredeman DPPH
Sebanyak 0,0079 mg kristal DPPH dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml.
• BHT 2 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 2 ppm = V2 x 8 ppm
= 5 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 4 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 4 ppm = V2 x 8 ppm
= 10 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 6 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 6 ppm = V2 x 8 ppm
= 15 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml
• BHT 8 ppm = V1 x M1 = V2 x M2
= 20 ml x 8 ppm = V2 x 8 ppm
= 20 ml dilarutkan dalam metanol p.a hingga 20 ml