Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL

TUGAS AKHIR I

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN CENGKEH


(Syzygium aromaticum L.) PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS –
WEBSTER

GHINA HANIFAH

24041116027

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2020
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN CENGKEH
(Syzygium aromaticum L.) PADA MENCIT BETINA GALUR
SWISS – WEBSTER

TUGAS AKHIR

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi S1
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Garut

Garut, Maret 2020

Oleh:

Ghina Hanifah

24041116027

Disetujui Oleh:

Genialita Fadhilla, M.Si., Apt. Asman Sadino, M.Farm., Apt.


Pembimbing utama Pembimbing serta

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal berjudul “UJI

TOKSISITAS AKUT EKSTRAK ETANOL DAUN CENGKEH (Syzigium

aromaticum L.) PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER”.

Proposal Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Prodi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Garut.

Penyelesaian proposal penelitian tugas akhir ini tentunya tidak lepas dari

bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung

sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan baik sehingga dengan kerendahan

hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Siva

Hamdani, MARS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Garut; Genialita Fadhilla, M.Si., Apt selaku pembimbing utama, Asman

Sadino, M.Farm., Apt selaku pembimbing serta yang telah memberikan bimbingan,

petunjuk serta saran dalam penyusunan proposal ini; Segenap civitas Akademika

Farmasi Universitas Garut; Keluarga serta orang-orang terdekat yang senantiasa

tiada henti memberikan semangat, kasih sayang, do’a serta nasehatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini begitu banyak

kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

bagi penulis untuk penyusunan proposal yang lebih baik lagi.

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
II TINJAUAN PUSTAKA… ................................................................. 4
2.1 Tinjauan Botani ........................................................................ 4
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan ...................................................... 4
2.1.2 Nama Daerah ................................................................... 4
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ....................................................... 5
2.1.4 Kandungan Kimia. ........................................................... 5
2.1.5 Aktivitas Farmakologi. ..................................................... 5
2.1.6 Ekologi dan Penyebaran. .................................................. 6
2.2 Toksikologi .............................................................................. 6
2.2.1 Uji Toksisitas ................................................................... 6
2.2.2 Cara Pemberian Sediaan Uji ............................................. 9
2.3 Ekstraksi ................................................................................... 10
2.3.1 Metode Ekstraksi ............................................................. 10
2.4 Dosis Lethal 50. ........................................................................ 13
III METODE PENELITIAN ................................................................... 15
IV RENCANA PENELITIAN ................................................................ 17
4.1 Alat .......................................................................................... 17
4.2 Bahan ....................................................................................... 17
4.3 Hewan Uji ................................................................................ 17
4.4 Penyiapan Bahan. ..................................................................... 17
4.4.1 Pengumpulan Bahan ........................................................ 17
4.4.2 Determinasi ...................................................................... 18
4.4.3 Pengolahan Bahan. ........................................................... 18

iii
4.5 Karakteristik Simplisia.............................................................. 18
4.5.1 Penetapan Kadar Air. ....................................................... 19
4.5.2 Penetapan Kadar Abu Total. ............................................. 19
4.5.3 Penetapan Kadar Abu Larut Air. ...................................... 20
4.5.4 Penetapan Kadar Abu Larut Asam. .................................. 20
4.5.5 Susut Pengeringan. ........................................................... 20
4.5.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol. .................................. 21
4.5.7 Penetapan Kadar Sari Larut Air. ....................................... 21
4.6 Penafisan Fitokimia. ................................................................. 21
4.6.1 Alkaloid. .......................................................................... 22
4.6.2 Flavonoid. ........................................................................ 22
4.6.3 Saponin. ........................................................................... 22
4.6.4 Tanin. .............................................................................. 23
4.6.5 Kuinon. ............................................................................ 23
4.6.7 Steroid dan Triterpenoid. .................................................. 24
4.7 Ekstraksi. .................................................................................. 24
4.8 Perhitungan Dosis. .................................................................... 24
4.9 Penyiapan Hewan Uji. .............................................................. 25
4.10 Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Cengkeh. ........ 26
4.10.1 Pengelompokan Hewan. ................................................. 26
4.10.2 Batas Uji. ....................................................................... 26
4.10.3 Penyiapan Sediaan Uji.................................................... 27
4.10.4 Pemberian Sediaan Uji. .................................................. 27
4.10.5 Pengamatan. ................................................................... 27
4.10.6 Analisis Data. ................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Obat tradisional merupakan warisan budaya Indonesia yang digunakan

masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, selain itu juga obat

tradisional digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit. Semakin

meningkatnya harga obat dan terbatasnya daya beli masyarakat, menjadikan obat

tradisional sebagai alternatif untuk melakukan pengobatan sendiri. Berdasarkan

data WHO, sistem pengobatan tradisional masih melekat pada masyarakat sekitar

80% dari penduduk dunia.1

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman yang banyak

digunakan masyarakat sebagai rempah-rempah dan mempunyai banyak khasiat.

Kandungan yang terdapat didalam cengkeh (Syzygium aromaticum L.) berupa

minyak atsiri (eugenol, caryophyllene, furfural, vanillin, methyl salicylate,

pyrocatechol, methyl keton & valeric aldehydes, eugenin, isoeugenitol,

isoeugenitin, eugenitin, tannin, mucilage, sitosterol, estigmaterol, resins, cellulose,

pinene, oleanolic acid & fixed oil). Eugenol merupakan salah satu kandungan yang

berperan penting didalam cengkeh. Metabolit sekunder dari daun cengkeh

mengandung saponin, alkaloid, flavonoid dan tannin. Metabolit sekunder yang

diduga mempunyai efek toksik yaitu flavonoid. Flavonoid adalah salah satu jenis

senyawa yang bersifat racun atau alelopati. Flavonoid mempunyai sifat khas yaitu

bau yang sangat tajam, rasanya pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organic, serta

mudah terurai pada temperatur tinggi.2

1
2

Sebanyak 95% daerah di Indonesia memiliki tanaman Cengkeh (Syzygium

aromaticum L.) yang tersebar di seluruh provinsi. Pada masyarakat, cengkeh

biasanya digunakan sebagai rempah bumbu masakan, tetapi di bidang industri

farmasi cengkeh digunakan sebagai bahan obat seperti anestetik, obat rematik dan

obat batuk. Selain itu juga cengkeh berkhasiat sebagai antiseptik, antibakteri,

antifungi, antiinflamasi, pencegah kanker, pereda stress umum, pembersih darah,

gangguan pencernaan, kesehatan kardiovaskular. Namun untuk pengujian toksisitas

akut dari daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) belum dilaporkan.3

Uji toksisitas akut adalah salah satu uji praklinik, uji ini dilakukan untuk

menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam waktu yang singkat

setelah pemberian dalam dosis tertentu. Data kuantitatif yang diperoleh dari uji

toksisitas akut ini adalah LD50, suatu senyawa dapat digolongkan sebagai bahan

yang sangat toksik hingga bahan yang tidak toksik. Pada penelitian sebelumnya

mengenai ekstrak bunga cengkeh dengan LD50 didapatkan 1,75 g/kgbb dimana

berdasarkan derajat ketoksikan termasuk pada kategori sedikit toksik dengan nilai

rentang LD50 yaitu sebesar 1,2 g/kgbb – 2,4 g/kgbb. Maka dari itu penulis akan

menguji toksisitas akut dari daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) untuk

menguji keamanannya sehingga dapat digunakan untuk memberi informasi yang

berkaitan dengan derajat bahaya sediaan uji bila terjadi pemaparan pada manusia.

Sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan manusia. 4

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang dapat

diidentifkasikan adalah apakah ekstrak etanol Daun Cengkeh (Syzygium

aromaticum L.) mengandung efek toksik secara akut pada mencit betina Galur
3

Swiss Webster dan berapakah nilai LD50 pada pengujian ekstrak etanol daun

cengkeh (Syzygium aromaticum L.).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai LD50 ekstrak etanol

daun cengkeh pada mencit betina Galur Swiss Webster . Manfaat dari penelitian ini

adalah sebagai bahan rujukan ilmiah mengenai tingkat keamanan ekstrak etanol

daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) sebagai tanaman obat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

Tinjauan botani pada tumbuhan Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)

meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi tanaman, kandungan

kimia, dan efek farmakologis.

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan cengkeh (Syzygium aromaticum L.) sebagai berikut.

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

Familia : Caryophillaceae / Myrtaceae

Genus : Syzygium

Species : Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perry

2.1.2 Nama Daerah

Nama Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dikenal dengan nama

daerah seperti bunga rawan (Sulawesi), bungeu lawing (Sumatra) dan

cengkeh (Jawa). Istilah lain dari cengkeh diantaranya sinke, cangke,

cengke, gomode, sake, singke, sangke, dan hungo lawa.

2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) merupakan tanaman pohon

dengan batang besar berkayu keras yang tingginya mencapai 20-30 m.

4
5

Tanaman ini mampu bertahan hidup hingga lebih dari 100 tahun dan

tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan ketinggian 600 – 1000 meter

diatas permukaan laut.

Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) mempunyai 4 jenis

akar, bertangkai tebal dengan Panjang tangkai sekitar 2-3 cm. Daun

cengkeh berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, bertepi rata tulang

dan daun menyirip, Panjang daun 6-13 cm, lebarnya 2,5-5 cm. Daun

cengkeh muda berwarna hijau muda, sedangkan daun cengkeh tua

berwarna hijau kemerahan.

2.1.4 Kandungan Kimia

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) mengandung berbagai senyawa

kimia antara lain minyak atsiri, (eugenol, caryophyllene, furfural, vanillin,

methyl salicylate, pyrocatechol, methyl keton & valeric aldehydes,

eugenin, isoeugenitol, isoeugenitin, eugenitin, tannin, mucilage,

sitosterol, estigmaterol, resins, cellulose, pinene, oleanolic acid & fixed

oil. Eugenol adalah senyawa bioaktif utama dari cengkeh. Eugenol

terdapat sebanyak 9381-14650 mg/100 g cengkeh. 3

2.1.5 Aktivitas Farmakologi

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) memiliki efek farmakologi

yaitu sebagai anestetik, obat rematik, obat batuk, antiseptik, antibakteri,

antifungi, antiinflamasi, pencegah kanker, Pereda stress umum, pembersih

darah, gangguan pencernaan, kesehatan kardiovaskular. 3


6

2.1.6 Ekologi dan Penyebaran

Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) tumbuh ditempat yang beriklim

tropis lembab atau subtropis dengan curah hujan sebesar 2.332 mm/tahun.

Tanaman cengkeh tumbuh optimum pada suhu sekitar 20-30 derajat

celcius, pohon dengan batang besar berkayu keras yang tingginya

mencapai 20-30 meter. Tanaman ini mampu bertahan hidup hingga lebih

dari 100 tahun dan tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan ketinggian

600 – 1000 meter diatas permukaan laut.

2.2 Toksisitas

Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan

kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam

lingkungan.5

2.2.1 Uji Toksisitas

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat

pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis respon yang khas

dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi

informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi

pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis

penggunaannya demi keamanan manusia dengan menggunakan hewan

uji sebagai model untuk melihat adanya reaksi biokimia, fisiologik dan

patologik pada manusia terhadap suatu sediaan uji. 6

Untuk pengujian toksisitas dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :


7

i) Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek

toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan

uji yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal, atau dosis

berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam.

Prinsip uji toksisitas akut yaitu, sediaan uji dalam beberapa

tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji dengan

satu dosis per kelompok, kemudian dilakukan pengamatan terhadap

adanya efek toksik dan kematian. Hewan yang mati selama

percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk

dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas.

Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas

intrinsik suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies,

memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara

akut, memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk

menetapkan tingkat dosis, merancang uji toksisitas selanjutnya,

memperoleh nilai LD50 suatu bahan/sediaan, serta penentuan

penggolongan bahan/sediaan dan pelabelan. 6

ii) Uji Toksisitas Subkronis

Uji toksisitas subkronik adalah suatu pengujian untuk

mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji

dengan dosis berulang yang diberikan secara oral pada hewan uji

selama sebagian umur hewan, tetapi tidak lebih dari 10% seluruh

umur hewan.
8

Prinsip dari uji toksisitas subkronis adalah sediaan uji dalam

beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok

hewan uji dengan satu dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari,

bila diperlukan ditambahkan kelompok satelit untuk melihat adanya

efek tertunda atau efek yang bersifat reversibel. Selama waktu

pemberian sediaan uji hewan harus diamati setiap hari untuk

menentukan adanya toksisitas. Hewan yang mati selama periode

pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis

(kaku) segera diotopsi, dan organ serta jaringan diamati secara

makropatologi dan histopatologi. Pada akhir pemberian sediaan uji,

semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan

pengamatan secara makropatologi pada setiap organ dan jaringan.

Selain itu juga dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis

dan histopatologi.6

iii) Uji Toksisitas Kronis

Uji toksisitas kronis adalah suatu pengujian untuk mendeteksi

efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara

berulang sampai seluruh umur hewan. Uji toksisitas kronis pada

prinsipnya sama dengan uji toksisitas subkronis, tetapi sediaan uji

diberikan selama tidak kurang dari 12 bulan. Tujuan dari uji toksisitas

kronis adalah untuk mengetahui profil efek toksik setelah pemberiaan

sediaan uji secara berulang selama waktu yang Panjang, untuk

menetapkan tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik

(NOAEL). Uji toksisitas kronis harus dirancang sedemikian rupa


9

sehingga dapat diperoleh informasi toksisitas secara umum meliputi

efek neurologi, fisiologi, hematologi, biokimia klinis dan

histopatologi.6

2.2.2 Cara pemberian sediaan uji

Pada dasarnya pemberian sediaan uji harus sesuai dengan cara

pemberian atau pemaparan yang diterapkan pada manusia misalnya

peroral (PO), topical, injeksi, intravena (IV), injeksi intaperitonial (IP),

injeksi subkutan (SK), injeksi intrakutan (IK), inhalasi, melalui rektal,

dll. Pada pengujian ini, pemberian sediaan uji nya melalui oral.6

Kategori efek toksik yang diuji terhadap LD50 meliputi :

Tabel 1.1

Penggolongan dosis toksisitas

Tingkat Toksisitas LD50 Oral Klasifikasi

1 ≤ 1 mg/kg Sangat Toksik

2 1 – 50 mg Toksik

3 50 – 500 mg Toksik Sedang

4 500 – 5000 mg Toksik Ringan

5 5 – 15 g Praktis Tidak Toksik

6 ≥ 15 g Relatif Tidak

Membahayakan

Kategori toksisitas akut yang digunakan dalam pengujian toksisitas

adalah skala hodge dan stemer yang memberikan ukuran toksisitas zat
10

untuk pemberian oral berdasarkan LD50 dan memperkirakan dosis

mematikan untuk manusia.

2.3 Ekstraksi

Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional adalah

metode ekstraksi, pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan

senyawa yang akan diisolasi.4

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara

ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan

medium pengekstraksi (menstruum) yang tertentu pula. 9

Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan adalah

sebagai berikut :

1. Pengelompokan bagian tumbuhan (Daun, Bunga, dll), pengeringan dan

penggilingan bagian tumbuhan.

2. Pemilihan pelarut

3. Pelarut polar : air, etanol, methanol, dan sebagainya.

4. Pelarut semipolar : etil asetat, diklorometan, dan sebagainya

5. Pelarut non polar : n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan sebagainya.

2.3.1 Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut :

1) Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisa dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau


11

pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi termasuk

ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan.9

Proses ekstraksi ini dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara

konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel

tanaman. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan

banyak waktu , pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar

kemungkinan beberapa senyawa hilang. Namun, metode maserasi ini

dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat

termolabil.7

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsipnya

menempatkan serbuk simplisia pada suhu bejana silinder, yang bagian

bawahnya diberi skat berpori. Prosesnya terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya, terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang

jumlahnya 1-5 bahan.9

Metode ini mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya

sampel dapat dialiri dengan pelarut baru sedangkan kerugian dari

metode ini jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut

akan sulit menjangkau seluruh area, selain itu metode ini membutuhkan

banyak pelarut dan memakan banyak waktu.


12

2) Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstrak dengan pelarut organik pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbesar yang relatif

konstan dengan adanya pendingin. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna. Kerugian dari metode ini senyawa termolabil dapat

terdegradasi.9

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak

continue dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya

pendingin balik.9

Kelebihan dari metode ini tidak membutuhkan banyak pelarut

karena sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi dan tidak

memakan banyak waktu. Kekurangannya adaklah senyawa yang

bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh

terus menerus berada pada titik didih.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan secara terus-

menerus) pada temperature ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50°C.9
13

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (tempat penyimpanan infus terendam dalam penangas air)

temperaturnya 96-98°C selama waktu tertentu (15-20 menit).9

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan

temperatur sampai titik didih air.9

2.4 Dosis lethal 50

LD50 (lethal dose) adalah besarnya dosis tunggal sediaan uji yang diperoleh

dari perhitungan statistika yang menyebabkan kematian hewan uji sebanyak

50% akibat pemberian sediaan uji. LD50 dinyatakan sebagai berat sediaan uji

perbobot badan hewan uji.

LD50 (lethal dose) dilakukan untuk mengetahui klasifikasi zat kimia sesuai

dengan toksisitas relatifnya, selain itu LD50 juga berguna dalam evaluasi

dampak keracunan yang tidak disengaja, perencanaan penelitian toksisitas akut

dan kronik pada hewan, dan juga memberikan informasi tentang mekanisme

toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor lingkungan serta variasi respon antar

spesies dan antar strain hewan, memberikan informasi tentang reaktivitas suatu

populasi hewan, memberikan informasi yang dibutuhkan dalam merencanakan

pengujian obat pada manusia dan dalam pengendalian mutu zat kimia, deteksi

pencemaran toksik serta perubahan fisik yang mempengaruhi bioavailabilitas.

Menurut Farmakope Indonesia :

Rumus :

m = a – b ( ∑ Pi – 0,5 )
14

Keterangan :

m = log LD50

a = log dosis terendah yang menyebabkan kematian 100% tiap kelompok

b = beda log dosis yang berurutan

Pi = jumlah hewan yang mati yang menerima dosis sebanyak i dibagi jumlah

hewan seluruhnya yang menerima dosis i


BAB III

METODE PENELITIAN

Pengujian toksisitas akut ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan

Alam dan Laboratorium Farmakologi, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan

Ipa, Universitas Garut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan LD 50 ekstrak

daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) terhadap mencit menggunakan metode

alternatif yaitu Fixed Dose Method. Penelitian ini meliputi pengumpulan bahan dan

determinasi tanaman, ekstraksi menggunakan metode maserasi, penapisan

fitokimia, pemeriksaan karakteristik simplisia, pemeriksaan parameter ekstrak, dan

pengujian toksisitas akut.13

Dalam penelitian ini, hewan uji diberi sediaan uji dengan masing-masing

dosis terendah sampai dosis terbesar (5 mg/kgbb, 50 mg/kgbb, 300 mg/kgbb, 2000

mg/kgbb) dan uji kontrol PGA 1%. Parameter yang diamati yaitu perilaku hewan,

bobot badan, indeks organ dan kematian untuk menentukan LD50.6

Pada pengujian toksisitas akut yang dilakukan pada hewan mencit betina

Galur Swiss Webster. Mencit dibagi kedalam 5 kelompok yaitu 4 kelompok uji dan

1 kelompok pembanding. Tiap kelompok hewan diberikan sediaan dosis tunggal

menggunakan sonde oral. Setelah pemberian sediaan, bobot badan mencit

ditimbang, dan dicatat setiap hari selama 14 hari. Dilakukan juga pengamatan

perilaku hewan terhadap gejala toksik seperti efek motorik, gelantung, retablismen,

katalepsi, fleksi, hafner, pineal, pernafasan, straub, sedatif, tremor, konvulsi,

piloereksi, salivasi, lakrimasi, urinasi, defekasi, dan organ-organ secara

15
16

makroskopis untuk menentukan indeks organ setiap kelompok dimana datanya

dibandingkan secara statistika dengan metode regresi linier.15


BAB IV

RENCANA PENELITIAN

4.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain sonde oral, timbangan

analitik, blender, stopwatch, wadah penyimpanan mencit, corong, pipet tetes,

gelas ukur, gelas kimia, oven 40°C, maserator, vakum evaporator, cawan

penguap, kaki tiga kasa, pembakar spirtus, thermometer, tabung reaksi, rak

tabung reaksi, kawat gantung, pinset, meja platform, set alat bedah.

4.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain daun cengkeh

(Syzygium aromaticum L.), Etanol 96%, PGA 1%, toluene, kloroform p, eter,

Liebermann-Burchard, Dragendorff, Aquadest, FeCl3 1%, Ammonia, HCl,

H2SO4, Gelatin, Na-asetat, NaOH, Na2SO4 anhidrat.

4.3 Hewan Uji

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit betina Galur

Swiss Webster dengan bobot badan 20-25 gram yang berumur 6-8 minggu

yang diperoleh dari peternakan mencit.

4.4 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan untuk penelitian ini meliputi pengumpulan bahan,

determinasi, dan pengolahan bahan.

4.4.1 Pengumpulan Bahan

Bahan yang akan digunakan untuk percobaan ini adalah daun

cengkeh (Syzygium aromaticum L.) yang diperoleh dari Kampung

17
18

Babakan Salam Desa Sukasenang Kecamatan Banyuresmi Kabupaten

Garut Jawa Barat.

4.4.2 Determinasi

Daun cengkeh yang akan digunakan harus dipastikan identitasnya

dengan determinasi. Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium

Bandung, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi

Bandung.

4.4.3 Pengolahan Bahan

Pertama-tama daun cengkeh disortasi basah untuk memisahkan

bagian pengotor dari daun cengkeh dan bagian simplisia yang akan

digunakan dengan bagian yang tidak digunakan. Kemudian dicuci dengan

air mengalir untuk menghilangkan pengotor lainnya. Daun cengkeh yang

sudah dicuci bersih kemudian dirajang untuk memperkecil ukuran partikel

sehingga dapat mempercepat proses pengeringan. Simplisia yang sudah

bersih dikeringkan atau dijemur menggunakan sinar matahari atau

menggunakan alat pengering untuk menurunkan kadar air. Daun cengkeh

yang sudah kering dilakukan sortasi kering untuk memisahkan bahan

pengotor yang masih tersisa. Kemudian serbuk simplisia tersebut

disimpan didalam wadah tertutup rapat.4

4.5 Karakteristik Simplisia

Karakterisasi simplisia pada daun cengkeh meliputi penetapan kadar air,

penetapan abu total, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar abu tidak

larut asam, dan penetapan kadar sari larut etanol. 13


19

4.5.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air simplisia daun cengkeh dilakukan dengan cara

destilasi, yaitu dengan cara memasukan sejumlah sampel uji yang sudah

ditimbang terlebih dahulu. Kemudian sebanyak 200 ml toluene dimasukan

kedalam labu yang berisi sampel uji, lalu labu dipanaskan selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, dilakukan penyulingan yang diatur

dengan kecepatan kurang lebih 2 tetes perdetik pada awal penyulingan

dan dinaikan menjadi 4 tetes perdetik. Penyulingan dihentikan saat

seluruh air telah disuling. Untuk memastikan masih ada air yang belum

tersuling, maka dilakukan lagi penyulingan selama 5 menit. Setelah air

dan toluene dalam tabung penerima memisah, maka dilakukan

perhitungan kadar air dengan cara menghitung volume air terhadap

volume total dalam % (v/b).7

4.5.2 Penetapan Kadar Abu Total

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan menimbang simplisia

daun cengkeh sebanyak 2,5 gram dan digerus halus, lalu dimasukan

kedalam cawan krus silikat yang telah dipijar dan ditara sebelumnya.

Kemudian dipijarkan hingga arangnya habis, lalu didinginkn dan

ditimbang. Jika arangnya tidak dapat hilang, maka ditambahkan air panas,

diaduk dan dilakukan penyaringan dengan kertas saring bebas abu. Sisa

penyaringan dan kertas saring dipijarkan pada krus yang sama. Filtratnya

dimasukan kedalam krus lalu diuapkan, dipijarkan sampai bobot tetap

kemudian kadar abu ditimbang dan dihitung terhadap berat bahan uji yang

dinyatakan dalam % (b/b).7


20

4.5.3 Penetapan Kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total daun cengkeh

dididihkan dengan 25 ml air selama 25 menit. Bagian yang tidak larut

disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air

panas. Kemudian larutannya dipijarkan selama 15 menit sampai bobot

tetap, kemudian ditimbang kadar abu larut air dihitung terhadap berat

bahan uji atau simplisia dinyatakan dalam % (b/b). 7

4.5.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu daun cengkeh

dididihkan dengan 25 ml HCl selama 5 menit. Bagian yang tidak larut

dalam asam dikumpulkan, kemudian disaring menggunakan kertas saring

bebas abu dan dicuci dengan air panas lalu dipijarkan dalam cawan krus

selama 15 menit pada suhu 450°C sampai bobotnya tetap. Kadar abu yang

tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji dinyatakan dalam

% (b/b).7

4.5.5 Susut Pengeringan

Simplisia daun cengkeh ditimbang dan dipanaskan selama 30 menit

kemudian ditara. Simplisia diratakan dengan menggoyangkan botol

hingga membentuk lapisan setebal 5-10 mm, kemudian dimasukkan ke

dalam oven pengering dengan tutup terbuka lalu dikeringkan beserta

tutupnya pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Jika oven pengering

dibuka, cawan harus segera ditutup, kemudian cawan dimasukan ke dalam

desikator dan dibiarkan sampai dingin. Kadar susut pengeringan dihitung

terhadap bobot awal simplisia.7


21

4.5.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Penetapan kadar sari larut etanol dengan cara mengeringkan terlebih

dahulu serbuk simplisia daun cengkeh. Sebanyak 5 gram serbuk simplisia

di maserasi dengan etanol selama 24 jam dengan menggunakan labu

bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan

selama 18 jam. Setelah 24 jam kemudian disaring, sebanyak 20 ml filtrat

diuapkan sampai kering dalam cawan uap yang sudah ditara dan

dipanaskan 105°C, sisanya dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobotnya

tetap, kemudian kadarnya dihitung terhadap bobot yang sudah

dikeringkan dalam persen sari larut etanol. 7

4.5.7 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Serbuk simplisia daun cengkeh terlebih dahulu dikeringkan di udara.

Sejumlah 5 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam labu bersumbat,

ditambahkan 100 ml air jenuh kloroform ke dalamnya, dikocok berkali-

kali selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Setelah 24 jam

kemudian disaring 20 ml, filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan uap

yang sudah ditara dan dipanaskan pada suhu 105°C, sisanya dipanaskan

pada suhu 105°C sampai bobotnya tetap. Kadarnya dihitung terhadap

bobot yang sudah dikeringkan dalam persen sari larut air. 7

4.6 Penafisan Fitokimia

Penafisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap golongan senyawa

alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, steroid/terpenoid, dan tannin. Penafisan

fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak. 12


22

4.6.1 Alkaloid

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia atau ekstrak dilembabkan dengan

cara menambahkan 5 ml ammonia 25% kemudian digerus dalam mortir.

Tambahkan 25 ml kloroform kedalam campuran tersebut dan digerus.

Campuran disaring, kemudian filtratnya diteteskan di atas kertas saring

lalu ditambahkan pereaksi Dragendorff pada tetesan tersebut. Hasil positif

ditunjukkan dengan perubahan warna merah atau jingga pada kertas

saring. Filtrat tersebut diekstraksi kembali dengan menggunakan HCl

10% dan larutan airnya dipisahkan. Kemudian ditambahkan pereaksi

Mayer pada 5 ml larutan air, endapan yang terbentuk diamati dan hasil

positif ditunjukkan dengan adanya endapan putih. 8

4.6.2 Flavonoid

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia atau ekstrak ditambahkan dengan

100 mL air panas, kemudian dididihkan selama 15 menit lalu disaring.

Filtrat diambil sebanyak 5 mL kemudian tambahkan serbuk magnesium

dan 2 mL larutan alkohol-HCl (1:1). Kemudian ditambahkan amil alkohol

dan dikocok dengan kuat dan dibiarkan memisah. Hasil positif

ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, jingga atau kuning pada

lapisan amil alkohol.8

4.6.3 Saponin

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia atau ekstrak ditambahkan

dengan 10 mL air panas dan dididihkan selama 15 menit kemudian

disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL,

kemudian dikocok vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama 10


23

menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil

pada penambahan 1 tetes HCl 2 N.8

4.6.4 Tanin

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia atau ekstrak ditambahkan dengan

100 mL air panas, kemudian dididihkan selama 15 menit lalu disaring.

Disiapkan 3 tabung reaksi masing-masing berisi 5 mL filtrat. Tabung

pertama ditambahkan larutan FeCl3 1%, tabung kedua ditambahkan

gelatin dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi steasny kemudian

dipanaskan dalam penangas air. Hasil positif pada penambahan FeCl3 1%

terdapat warna hijau violet, pada penambahan gelatin menunjukan

endapan putih dan pada penambahan pereaksi steasny yang sudah

dipanaskan menunjukan adanya tannin katekat dengan terbentuknya

endapan merah muda. Lakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan

endapan. Kemudian filtrat dijenuhkan dengan penambahan Na-asetat dan

larutan FeCl3 1%. Hasil positif untuk tannin galat ditandai dengan

terbentuknya warna biru tinta atau hitam kehijauan. 8

4.6.5 Kuinon

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia atau ekstrak kental ditambahkan

100 mL air panas dan dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Sebanyak

5 mL filtrat ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. hasil positif

ditandai dengan terbentuknya larutan merah.

Jika terdapat tannin, sebanyak 2 gram serbuk sampel dimaserasi

dalam 10 mL HCl 10% selama beberapa jam. Larutan disaring dan dibagi

menjadi dua bagian, satu bagian (5 mL) diekstraksi dengan benzene dan
24

bagian lain diekstraksi dengan campuran eter-kloroform (2:1). Kedua fase

organik masing-masing dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat dan

diuapkan sampai sepersepuluhnya. Kedua ekstraksi tersebut masing-

masing dikocok dengan larutan NaOH 30%. Hasil positif ditunjukkan

dengan terbentuknya warna jingga, merah atau violet pada fase air. 8

4.6.6 Steroid dan Triterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia atau ekstrak di maserasi dengan

25 mL eter selama 2 jam lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat diambil dan

diuapkan dengan menggunakan cawan uap diatas penangas air. Kemudian

ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat

kedalam residu. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna merah,

hijau, biru atau violet pada larutan.8

4.7 Ekstraksi

Ekstraksi menggunakan 100 gram simplisia dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 kali dalam 24 jam. Kemudian

ekstrak etanol cair dipekatkan dengan cara diuapkan dengan penguap vakum

putar. Evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat, selanjutnya ekstrak pekat

diuapkan lagi dengan menggunakan penangas sehingga didapat ekstrak kental.

4.8 Perhitungan Dosis

1. Kelompok kontrol

PGA 1% = 1 gram PGA dilarutkan dalam 100 mL.

2. Kelompok Dosis I (5 mg/kgbb)


20
x 5 mg = 0,1 mg / 20 kgbb mencit
1000

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 0,1
Konsentrasi : 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0,2= 0,5 mg/mL
25

Pembuatan sediaan : 0,5 x 10 = 5 mg disuspensikan dalam 10 ml PGA

3. Kelompok Dosis II (50 mg/kgbb)


20
x 50 mg = 1 mg / 20 kgbb mencit
1000

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 1
Konsentrasi : 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0,2= 5 mg/mL

Pembuatan sediaan : 5 x 10 = 50 mg disuspensikan dalam 10 ml PGA

4. Kelompok Dosis III (300 mg/kgbb)


20
x 300 mg = 6 mg / 20 kgbb mencit
1000

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 6
Konsentrasi : 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0,2= 30 mg/mL

Pembuatan sediaan : 30 x 10 = 300 mg disuspensikan dalam 10 ml PGA

5. Kelompok IV (2000 mg/kgbb)


20
x 2000 mg = 40 mg / 20 kgbb mencit
1000

𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 40
Konsentrasi : 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 0,2= 200 mg/mL

Pembuatan sediaan : 200 x 10 = 2000 mg disuspensikan dalam 10 ml PGA

4.9 Persiapan Hewan Uji

Persiapan hewan uji sebelum dilakukan pengujian mencit harus

ditimbang, dipelihara dan di adaptasikan terlebih dahulu selama tujuh hari.

Mencit diberi minum dan makan. Jika mencit sudah dipelihara, dirawat dan

dinyatakan sehat menurut pengamatan visual dengan cara menimbang bobot

badan dan mengamati tingkah laku selama tujuh hari untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan percobaan maka mencit dapat digunakan. Hewan percobaan

yang dilakukan adalah mencit betina dengan berat badan 20-30 gram. Sebelum

percobaan, hewan dipuasakan makan selama 18 jam tetapi air minum tetap

diberikan.6
26

4.10 Pengujian Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Cengkeh

Pengujian toksisitas akut dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

4.10.1 Pengelompokan Hewan

Hewan yang digunakan adalah mencit betina Galur Swiss Webster.

Syarat hewan uji adalah sehat dan berumur 5-6 minggu. Setelah itu,

mencit betina dibagi menjadi 5 kelompok (4 kelompok uji) dan (1

kelompok kontrol) dengan masing-masing kelompok berjumlah 4 ekor

mencit dengan jenis kelamin sama (betina). Hewan dikelompokan secara

acak dengan penyebaran berat badan merata untuk semua kelompok

dengan variasi berat badan tidak melebihi 20% dari rata rata berat badan. 6

Tabel 1.2

Pengelompokan Perlakuan Uji Toksisitas

Kelompok Jumlah Mencit Perlakuan

Pembanding 4 PGA 1%

I 4 5 mg/kgbb

II 4 50 mg/kgbb

III 4 300 mg/kgbb

IV 4 2000 mg/kgbb

4.10.2 Batas Uji

Bila hingga dosis 5000 mg/kgbb (pada mencit) tidak menimbulkan

kematian, maka uji tidak perlu dilanjutkan dengan menggunakan dosis

bahan uji yang lebih tinggi.6


27

4.10.3 Penyiapan Sediaan Uji

Sediaan uji dilarutkan dengan bahan pembawa yang sesuai (ekstrak

daun cengkeh) sesuai dengan dosis yang dikehendaki. 6

4.10.4 Pemberian Sediaan Uji

Hewan uji harus dipuasakan sebelum diberikan perlakuan (mencit

betina dipuasakan selama 3-4 jam, air minum boleh diberikan). Setelah

dipuasakan, hewan ditimbang dan diberikan sediaan uji, sediaan uji

diberikan dalam dosis tunggal dengan menggunakan sonde. Jika tidak

memungkinkan diberikan sekali, sediaan uji dapat diberikan beberapa kali

dalam jangka waktu pemberian zat tidak boleh melampaui 24 jam. Setelah

diberikan perlakuan, pakan boleh diberikan kembali setelah 1-2 jam untuk

mencit. Bila sediaan uji diberikan beberapa kali, maka pakan boleh

diberikan setelah perlakuan tergantung pada lama periode pemberian

sediaan uji tersebut.6

4.10.5 Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Diperhatikan

bobot badan nya, selanjutnya dilihat perilaku hewan berupa pernafasan,

somatomotor, kulit dan bulu, mukosa, mata, dan sebagainya. Pada hari ke

1 dan ke 14 diberikan perhatian khusus akan adanya tremor, kejang,

salivasi, diare, letargi, lemah, tidur, dan koma. Selanjutnya diamati waktu

timbulnya gejala toksik serta saat terjadinya kematian. Hewan uji yang

sekarat dikorbankan dan dimasukan dalam perhitungan sebagai hewan

yang mati. Hewan yang mati dan dikorbankan setelah masa pengamatan

(14 hari). Organ-organ yang diamati seperti jantung, hati, lambung, ginjal
28

uterus/ovarium, limpa, paru-paru, dan otak untuk ditentukan indeks organ

terhadap bobot badan.6

4.10.6 Analisis Data

Data yang diperoleh khususnya indeks organ setiap kelompok

dibandingkan secara statistika dengan metode Regresi Linier.


DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Herbal Indonesia

Edisi iii. Jakarta: Dirjen POM ; 2008

2. Towaha, Juniaty. 2012. Manfaat Eugenol Cengkeh Dalam Berbagai Industri

Di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar : Sukabumi.

3. Nurdjannah, Nanan. 2004. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Indonesia Center for

Agricultural Postharvest Research and Development: Bogor.

4. Makiyah, Arfatul. Tresnayanti, Sumirat. Uji Toksisitas Akut yang Diukur

dengan Penentuan LD50 Ekstrak Etanol Umbi Iles-iles (Amorphophallus

variabilis Bl.) pada Tikus Putih Strain Wistar. Program Studi D3

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

5. Lu.C Frank. Toksikologi Dasar Ed 2. Jakarta: Universitas Indonesia; 1995:

86-93p

6. BPOM. Pedoman Uji Toksisitas Non Klinik secara in vivo. Jakarta. BPOM;

2014

7. Mukhriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.

Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Herbal Indonesia

Edisi III. Jakarta: Dirjen POM; 2013 : 100-106

9. BPOM. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;

1985.

29
30

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Suplemen III Farmakope

Herbal Indonesia. 1 st ed. Jakarta, 2013: 100-107p

11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia,

Jilid VI. Jakarta, 1995:321-337p

12. Fahruddin, 2001, “Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia”, Makassar.

Hlm.10-13.

13. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1978. “Materia Medika”, Jilid

II. BPOM, Jakarta.Hlm, 34-36.

14. BPOM, Depkes RI , 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hlm. 9-11.

15. Loomis, 1978, “Toksikologi Dasar”. Edisi ketiga, IKIP, Semarang Press.

Semarang.Hlm.143-245

Anda mungkin juga menyukai