Anda di halaman 1dari 52

FITRI SRI MARLENI

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA FRAKSI ETIL ASETAT


DAN AIR DARI DAUN JAMBU MAWAR (Syzygium jambos (L.)
Alston) TERHADAP MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS
WEBSTER SECARA IN VIVO

DISUSUN OLEH

FITRI SRI MARLENI


2404114151

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2020
UJI AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA FRAKSI ETIL ASETAT
DAN AIR DARI DAUN JAMBU MAWAR (Syzygium jambos
(L.)Alston) TERHADAP MENCIT JANTAN PUTIH GALURSWISS
WEBSTER SECARA IN VIVO

TUGAS AKHIR

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi S1 Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam,

Universitas Garut

Garut, Febuari 2020

Oleh:

FITRI SRI MARLENI


2404114151

Disetuju Oleh:

Deden Winda Suwandi, M.Farm., Apt. Sitti Fatimah Putri Hasyul,M.Si.,Apt.


Pembingbing Utama Pembingbing Serta
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas

Akhir I yang berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA FRAKSI

ETIL ASETAT DAN AIR DARI DAUN JAMBU MAWAR (Syzygium

jambos(L.)Alston) TERHADAP MENCIT JANTAN PUTIH GALUR SWISS

WEBSTER SECARA IN VIVO’’. Proposal Tugas Akhir I ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat untuk dapat mengikuti Tugas Akhir II pada Prodi S1

Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut.

Dalam menyelesaikan Proposal Tugas Akhir I ini tentunya tidak lepas dari

dari bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung

maupun tidak langsung sehingga Proposal Tugas Akhir I ini dapat terselesaikan

dengan baik sehingga dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Siva Hamdani, MARS selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Garut.

2. Deden Winda Suwandi, M.Farm.,Apt selaku Pembimbing Utama.

3. Sitti Fatimah Putri Hasyul, M.Si.,Apt selaku Pembimbing Serta.

4. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan doa, motivasi

serta dukungannya baik moril maupun materil.

i
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih

selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis kepada

penulis untuk menyelesaikan tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Proposal Tugas Akhirmasih banyak

kekurangan. Dengan segala kerendahan hati, penulis harapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga amal baik semua pihak yang

telah diberikan kepada penulis memperoleh kebaikan dari allah SWT.

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................. . i

DAFTAR ISI ................................................................................................ . ii

BAB

I PENDAHULUAN ................................................................................ . 1

II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... ..4

1.1 Tinjauan Botani ............................................................................... . 4

1.2 Fraksinasi ........................................................................................ . 6

1.3 Diabetes Melitus ............................................................................. . 7

1.4 POCT (Point Of Care Testing) ....................................................... 18

III METODE PENELITIAN ..................................................................... 24

IV RENCANA PENELITIAN ................................................................... 27

4.1 Alat Bahan dan Hewan Uji ............................................................. 27

4.2 Penyiapan Bahan ............................................................................ 28

4.3 Pembuatan Ekstrak Daun jambu Mawar ........................................ 29

4.4 Pembuatan Fraksi Ekstrak Daun Jambu mawar ............................. 30

4.5 Penapisan Fitokimia ....................................................................... 30

iii
4.6 Pemeriksaan karakteristik Simplisia ............................................... 33

4.7 Penyiapan Hewan Uji ..................................................................... 36

4.8 Pengujian Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi Etil Asetat dan Air

dari Daun Jambu Mawar ....................................................................... 36

DAFTAR FUSTAKA .................................................................................. 39

LAMPIRAN ................................................................................................. 42

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Hiperglikemia merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah naik atau

meningkat melebihi dari kadar normalnya. Hiperglikemia umumnya terjadi pada

penyakit Diabetes Melitus (DM). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin, atau keduanya.Kadar glukosa

darah penderita diabetes melitus mengalami kenaikan melebihi batas normal, di

mana keadaan ini berhubungan dengan terjadinya gejala berupa gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang tidak normal dalam tubuh.

Diabetes melitus disebabkan oleh menurunnya produksi hormon insulin oleh

kelenjar pankreas.Prevalensi diabetes melitus terus meningkat, World Health

Organization (WHO) memprediksi penderita diabetes melitus di Indonesia pada

tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS), tahun 2007 menyatakan bahwa diabetes melitus menduduki

peringkat dua sebagai penyebab kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di

daerah perkotaan, dengan persentase 14,7% dan peringkat enam di daerah

pedesaan dengan persentase 5,8%.1,2

Upaya pengobatan diabetes melitus secara klinis biasanya menggunakan

obat-obatan yang berasal dari bahan sintetik seperti glibenklamid, metformin,

glimepiride yang sangat efektif menurunkan kadar glukosa darah. Namun,

dilaporkan penggunaan obat tersebut mengakibatkan efek samping yang tidak

1
2

diinginkan contohnya gangguan pencernaan seperti diare, disfungsi hati,

hepatotoksitas, dan lain-lain. Dengan alasan tersebut, diperlukan obat alternatif

sebagai obat diabetes melitus dengan efek samping yang relatif tidak berbahaya

bagi yang mengkonsumsinya.3

Sebagai alternatif, tidak sedikit masyarakat mengguanakan bahan obat

yang berasal dari bahan alam. Tanaman yang memiliki khasiat sebagai

antihiperglikemia salah satunya adalah famili Myrtaceae dengan genus Syzygium

yaitu tanaman jambu mawar. Beberapa penelitian tentang aktivitas

antihiperglikemia genus Syzygium telah banyak dilakukan. Senyawa flavonoid

dalam ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum) dapat bertindak sebagai

penangkap radikal hidroksil sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah pada

mencit yang diinduksi aloksan secara signifikan. Tanaman jambu air (Syzygium

aquenum) dilaporkan memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan dosis efektif

yaitu 200 mg/KgBB. Ekstrak etanol daun jambu mawar (Syzygium jambos (L)

Alston) dilaporkan memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan dosis efektif yaitu

100 mg/KgBB. Ekstrak n-heksan dan etil asetat daun jambu mawar mengandung

senyawa steroid, terpenoid, fenol, tanin dan flavonoid. Flavonoid merupakan salah

satu jenis metabolit sekunder yang memberikan efek dalam upaya penurunan

kadar glukosa darah. Mekanisme kerja senyawa flavonoid dalam penurunan

glukosa darah sebagai antioksidan yakni mampu melindungi sel-β pankreas dan

menurunkan jumlah radikal bebas pada penderita diabetes melitus.3,4,5,6

Berdasarkan latar belakang di atas maka akan dilakukan penelitian untuk

mengetahui aktivitas antihiperglikemia fraksi etil asetat dan air dari daun jambu
3

mawar (Syzygium jambos (L.) Alston) terhadap mencit jantan galur swiss webster

secara in vivo serta menentukan dosis fraksi etil asetat dan air dari daun jambu

mawar yang efektif sebagai antihiperglikemia.

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai efek pemberian fraksietil asetat dan air dari daun jambu

mawar (Syzygium jambos (L.) Alston) sebagai antihiperglikemia dan dapat

menjadi acuan sebagai alternatif bagi penderita diabetes melitus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Botani

Tinjauan botani dari daun jambu mawar (Syzygium jambos (L.) Alston)

meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi, penyebaran dan ekologi,

kandungan senyawa dari tumbuhan jambu mawar.

1.1.1 Klasifikasi Tumbuhan

Hiraki taksonomi dari tumbuhan jambu mawar, sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Sub Kelas : Rosidae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Mangnoliophyta

Kelas : Mangnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Bangsa : Myrtales

Suku : Myrtaceae

Marga : Syzygium

Varietas : Syzygium jambos (L.)Alston7

4
5

1.1.1 Nama Daerah

Daun jambu mawar di wilayah Indonesia sering dikenal dengan

jambu kraton dan jambu air mawar, sedangkan di Inggris dikenal dengan

(plum rose, rose apple, malabar plum), di Filipina disebut (yambo), di

Francis (jamboisie, jambo pomme rose, pommier rose), di Portugis (jambo

amarelo, jambeiro), di Spanyol (manzana rosa, Manzanita de rose, poma

rosa, pomo), di Thailand (jambu klampok, yamupanawa), di Khmer

(cham’puu), di Laos (Sinotibetan, chieng, kieng) dan di Vietnam dikenal

dengan (bodao, roi, iy).8

1.1.2 Morfologi Tumbuhan

Jambu kraton atau lebih dikenal di Indonesia dengan jambu

mawar adalah kelompok suku jambu-jambuan yang berasal dari Asia

Tenggara, khususnya di wilayah Malaysia. Diberi nama mawar karena

memiliki aroma yang wangi khas seperti mawar. Jambu mawar ini dapat

tumbuh di berbagai macam tipe tanah, bisa ditanam didaerah pantai

sampai pegunungan setinggi 1.200 mdpl. Pohon jambu mawar tidak terlalu

besar,tingginya mencapai 10 m, daun ringkas, susunan bertentangan

bentuk mata lembing, memiliki panjang 9-26 cm, lebar 1,5-6 cm,

permukan daun atas berwarna hijau tua dan berkilau, warna daun

dipermukan bawah berwarna hijau, tangkai daun memiliki panjang 5-6

mm, bahkan bisa mencapai 13 mm panjangnya. Bunga jambu mawar

terletak dalam jambak, 5-10 cm panjang, 4-10 kuntum bunga besar, lebar

5-10 cm, putih atau hampir kehijau-hijauan, memiliki banyak stamen yang
6

bagus. Jambu mawar juga memiliki buah bulat atau bulat telur, dengan

garis tengah antara 2,5-5 cm, bermahkota daun kelopak dan tangkai putik

yang tidak rontok, kuning keputihan, kehijauan atau kemerahan. Bau

wangi seperti aroma bunga mawar pada umumnya, isi warna merah jambu

atau kuning, memiliki warna biji coklat, dan jumlahnya 1-2 biji.9

1.1.3 Penyebaran dan Ekologi

Tumbuhan jambu mawar tumbuh subur hanya di daerah tropis

dan subtropis. Batas biofisika yaitu pada ketinggian 0-2300 meter dan

suhu iklim 18oC-27oC dengan curah hujan antara 1100-2100 mm.

Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara dan paling banyak di daerah

tropis. Rentang penyebarannya termasuk di Australia, Florida, Hawaii,

Prancis, Polinesia, Pulau Pitcairn, Kepulauan Galapagos, Kepulauan Rapa

Nui di Chile, Reunion, Mayott, dan Mauritius di Samudra Hindia.10

1.1.4 Kandungan Senyawa

Kandungan senyawa yang terdapat dalam jambu mawar adalah

senyawa steroid, terpenoid, fenol, tanin dan flavonoid.4

1.2 Fraksinasi

Metode pemisahan yang paling sederhana adalah fraksinasi, yang banyak

digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Fraksi menggunakan dua

pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat

dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut tak bercampur

yang kepolarannya meningkat. Fraksi biasanya melalui dua tahap: (1) air/n-heksan

untuk menghasilkan fraksi non-polar di lapisan organik, (2) air/etil asetat untuk
7

menghasilkan fraksi agar polar dilapisan organik. Lapisan air yang tersisa akan

mengandung bahan alam larut air yang polar. Fraksi dapat memberikan pemisahan

yang sangat baik, terutama untuk senyawa-senyawa yang memiliki kelarutan yang

sangat berbeda.11

1.3 Diabetes Melitus

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok metabolik dengan gambaran

umum hiperglikemia. Hiperglikemia pada diabetes melitus terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik dan gangguan

metabolisme yang ditimbulkan dapat menyebabkan kerusakan sekunder di

berbagai sistem organ, terutama ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah.12

1.3.1 Definisi

Berdasarkan definisi American Diabetes Association (ADA)

pada tahun 2010, Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus

(DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi

dan polifagi disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia

(glukosa puasa >126 mg/dL, atau postprandial >200 mg/dL). Bila DM

tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein,

dan risiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular

meningkat.13
8

1.3.2 Patofisiologi

Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel-β

pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dariDM

tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel-β terjadi lebih dini dan

lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan

sel-β, organ lain seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),

gastrointestinal (defisiensi incretin), sel-α pankreas (hiperglukagonemia),

ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin),

semuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi

glukosapada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleraansi

glukosa ini penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan

konsep tentang :

i) Pengobatan harus ditunjukan guna memperbaiki gangguan

pathogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja.

ii) Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas

kinerja obat pada gangguan multiple dari patofisiologi DM tipe-

2.

iii) Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau

memperlambat progresivitas kegagalan sel-β yang sudah terjadi

pada penyandang gangguan toleransi glukosa.14

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh

delapan hal (ominous octet) berikut :


9

a) Kegagalan Sel-β Pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel-β

sudah sangat berkurang. Otot anti diabetik yang bekerja

melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1

agonis DPP-4 inhibitor.

b) Liver

Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang

berat dan memicu glukoneogenesis sehingga produksi

glukosa dalam keadaan basal oleh liver HGF (Hepatic

glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui

jalur ini adalah metformin, yang menekan proses

glukoneogenesis.

c) Otot

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja

insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan

fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport

glukosa dalam dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen,

dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja dijalur

ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

d) Sel Lemak

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari

insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan

kadar asem lemak bebas FFA (Free Fatty Acid) dalam


10

plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses

glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di

liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.

Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai

lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah

tiazolidindion.

e) Usus

Glukosa yang telan memicu respon insulin jauh lebih besar

dibanding kalau diberikan secara intravena. Efek yang

dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon

GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-

dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga

gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2

didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.

Disamping hal tersebut incretin segela dipecah oleh

keberadaan enzim DPP-4 sehingga hanya bekerja dalam

beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja

DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.

Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam

penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa-

glukosidase yang memecah polisakarida menjadi

monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan

berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat


11

yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa-

glukosidase adalah akarbosa.

f) Sel Alpha Pankreas

Sel-α pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam

hiperglikemia. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon

yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan

meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam

keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding

individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi

glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi

GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor amylin.

g) Ginjal

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam

patogenesis DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram

glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa

terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2

(Sodium Glukose co-Tranporter) pada bagian

convulatedtubulus proksimal. Sedangkan 10% sisanya akan

di absorpsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden

dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam

urin. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen

SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan

menghambat penyebaran kembali glukosa ditubulus ginjal


12

sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang

bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin

adalah salah satu contoh obatnya.

h) Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada

individu yang obesitas baik yang DM atau non-DM,

didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme

kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi

insulin yang juga terdapat di otak. Obat yang bekerja di

jalur ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.14

1.3.3 Epidemiologi

Badan Kesehatan DuniaWorld Health Organization (WHO)

memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi

salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta pada tahun2030. Laporan ini menunjukan adanya

peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun

2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi

adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada

tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data Badan

Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia

yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu
13

pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030

nanti akanada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun.14

Laporan hasil Riset kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007

oleh Departemen Kesehatan, menunjukan bahwa rata-rata prevalensi DM

di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi

terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi

Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan

prevalensi Tolerasi Glukosa Terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di

Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rata-rata

10,2%.14

1.3.4 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan pada pemeriksaan kadar

glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan yaitu dengan

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena

yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler dengan glukometer. Diagnosis DM tidak dapat dinyatakan dengan

adanya glukosuria. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya keluhan

seperti:

i) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

ii) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan,gatal, mata kabur,dan disfungsi

ekreksi pada pria,serta pruritus vulva pada wanita.14


14

Tabel 1.1. Kadar glukosa darah dan puasa diagnosis DM (mg/dl)

Bukan Bukan Pasti


DM
DM DM

Plasma
< 100 100-199 ≥ 200
Kadar glukosa Vena
darah sewaktu
(mg/dl) Darah
< 90 90-199 ≥ 200
Kapiler

Plasma
< 100 100-125 ≥ 126
Kadar glukosa Vena
darah Puasa
(mg/dl) Darah
< 90 90-99 ≥ 100
Kapiler

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau

kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi,

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu

(GDPT).14

Tabel 1.2. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan
prediabetes

Glukosa Glukosa plasma 2 jam


HbA1c (%) darah puasa
setelah TTGO (mg/dL)
(mg/dL)

Diabetes ≥6,5 ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199

Normal <5,7 <100 <140


15

1.3.5 Klasifikasi

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association 2010

(ADA 2010), dibagi menjadi 4 jenis yaitu:

i) Diabetes Melitus Tipe-1 (Insulin Dependent Diabetes


mellitus/IDDM)

DM tipe-1 terjadi karena adanya destruksi sel-β pankreas

karena disebabkan oleh autoimun. Hal ini sekresi insulin

dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang

jumlahnya sedikit dan tidak terdeteksi. Manifestasi klinik

yang terjadi pada penyakit ini adalah ketoasidosis.15

ii) Diabetes Melitus Tipe-2 (Insulin Non-dependent Diabetes


mellitus/NIDDM)

Pada DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia, dimana insulin

tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan

kareana terjadi resistensi insulin karena turunnya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi

glukosa oleh hati. Hal ini terjadi karena resistensi insulin

(respon insulin yang sudah tidak aktif karena kadarnya

masih tinggi dalam darah) yang akan menyebabkan

defisiensi relatif insulin dan dapat mengakibatkan

berkurangnya sekresi insulin.15

iii) Diabetes Melitus Tipe Lain


16

DM tipe ini terjadi karena efek genetik fungsi sel –β, defek

genetik kerja insulin, esokrin pankreas, metabolik endokrin,

infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik

lain.15

iv) Diabetes melitus Gastasional

DM tipe ini terjadi selama massa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapat pertama kali pada massa

kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM

gestasional memiliki resiko lebih besar untuk menderita

DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah

melahirkan.15

1.3.6 Komplikasi

Diabetes melituis yang tidak terkontrol dengan baik akan

menimbulkan komplikasi kronis. Komplikasi kronis DM dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

i) Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran

diameter pembuluh darah. Pembuluh darah akan menebal,

sklerosis dan timbul sumbatan (occlusion) akibat plaque

yang menempel.17Komplikasi makrovaskular yang umum

berkembang pada pasien DM adalah trombosit otak

(pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami


17

penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongestif,

dan stroke.17

ii) Komplikasi Mikrovaskular

Perubahan mikrovaskular melibatkan kelainan struktur

dalam membran pembuluh darah kecil dan kapiler.

Kelainan pembuluh darah ini menyebabkan dinding

pembuluh darah akan menebal dan mengakibatkan

terjadinya penurunan fungsi jaringan.117 Komplikasi

mikrovaskular terutama terjadi pada penderita DM tipe-1

seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati,

dan amputasi.16

1.3.7 Terapi

Terapi diabetes melitus dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi.

i) Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan yaitu dengan

cara mengubah gaya hidup, antara lain:

a. Diet

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes

melitus hampir sama dengan anjuran makan untuk

masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan


18

pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi

yang seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-

25%, dan protein 10-15%. 17

b. Latihan fisik/Olahraga

Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu)

selama kurang lebih 30 menit. Latihan fisik/olahraga harus

sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah

olahraga ringan jalan kaki bias selama 30 menit. Hindarkan

kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasan.17

ii) Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan

makanan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi

farmakologi terdiri dari obat oral dan bentuk sutikan.

a. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral

dibagi menjadi 5 golongan:

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama peningkatan

sekresi insulin oleh sel-β pankreas. Efek samping utama

adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-


19

hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan

resiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal

hati dan ginjal).14

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari

dua macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam

benjoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini

diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral

dan di eksresi secra cepat melalui hati. Obat ini dapat

mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping

yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.14

3. Biguanida

Salah satu conto dari golongan biguanida adalah

metformin. Metformi mempunyai efek utama

mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),

dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.

Metformin merupakan pilihan utama pada sebagian

besar kasus DM tipe-2. Dosis metformin diturunkan

pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60

ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh siberikan

pada beberapa keadaan seperti: GFR <30


20

mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,

PPOK, gagal jantung). Efeksamping yang mungkin

berupa gangguan saluran pencernaan seperti halnya

gejala dispesia.14

4. Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-

gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di

sel otot, lemak dan hati. Golongan ini mempunyai efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.

Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh

sehingga dikontara indiksikan pada pasien dengan gagal

jantung karena dapat memperberat edema atau retensi

cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila

diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.

Obat yang masuk dalam golongan ini adalah

Pioglitazone.14

5. Penghambat Alpha Glukosidase


21

Obat ini bekerja dengan menghambat absorpsi glukosa

dalam usus halus, sehingga mempunyai efek

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Penghambat glukosidase alpa tidak digunakan pada

keadaan: GFR ≤30 mL/menit/1,73 m2, ganguan faal hati

yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping

yang mungkin terjadi berupa bloating(penumpukan gas

dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna

mengurangi efek samping pada awalnya diberikan

dengan dosis keci. Contoh obar golongan ini adalah

acarbose.14

b. Insulin

Terapi insulin untuk substitusi ditunjukan untuk melakukan

koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama

terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah

basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan

terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan

untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin

basal (insulin kerja sedang atau panjang). Penyesuaian

dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan

dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran

terapi belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal

(puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c belum mencapai


22

target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial

(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai

sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat

(rapid acting) yang disuntikan 5-10 menit sebelum makan

atau insulin kerja pendek (short acting) yang disuntikan 30

menit sebelum makan.14

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat

antihiperglikemia oral untuk menurunkan kadar glukosa

darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi

insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat

penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau

metformin (golongan biguanid). Terapi insulin tunggal atau

kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respon

individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah harian.14

1.4 POCT (Point Of Care Testing)

POCT (Point Of Care Testing) adalah salah satu kemajuan teknologi yang

paling penting dalam monitoring kadar glukosa darah pada pasien. POCT (Point

Of Care Testing) glukosa sudah sering digunakan di instalasi kesehatan, instalasi

gawat darurat, bahkan di rumah pasien. Alat ini banyak digunakan karena selain

mudah dan praktis untuk digunakan, hasil dari pemeriksaan glukosa darah juga

dapat diketahui dalam hitungan detik dan membutuhkan sampel yang sedikit.18
23

Pada umumnya prinsip kerja alat ini menggunakan teknologi biosensor,

yang mana muatan listrik yang dihasilkan oleh interaksi kimia antara zat tertentu

dalam darah dan zat kimia pada reagen kering (strip) yang akan diukur dan

dikonversi menjadi angka yang sesuai dengan jumlah muatan listrik. Angka yang

dihasilkan dianggap setara dengan kadar zat yang diukur dalam darah. Beberapa

penelitian menilai keakuratan pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan

glukometer cukup baik dengan sensivitas 70% dan spesifitas 90%.18


BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental secara in vivo yaitu

percobaan yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas anitihiperglikemia fraksi etil

aetat dan air dari daun jambu mawar (Syzygium jambos (L.) Alston). Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Farmakologi Program Studi Farmasi FMIPA

Universitas Garut. Adapun tahap penelitiannya meliputi pengumpulan bahan dan

determinasi daun jambu mawar (Syzygium jambos (L.) Alston) di Herbarium

Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.

Kemudian dilakukan proses pembuatan simplisia, ekstraksi dengan metode

maserasi, fraksinasi dengan metode ECC (Ektraksi Cair-Cair), selanjutnya

dilakukan pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi penetapan kadar air,

penetapan kadar abu total, pemeriksaan kadar abu larut air, pemeriksaan kadar abu

tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, pemeriksaan kadar sari larut

etanol, dan pemeriksaan kadar sari larut air. Selain dilakukan pemeriksaan

karakteristik simplisia juga dilakukan penapisan fitokimia simplisia meliputi

identifikasi senyawa alkaloid, flavonoid, triterpenoid-steroid, saponin, kuinon,

tanin dan dilakukan pengujian aktivitas antihiperglikemia.

Pengujian aktivitas antihiperglikemia fraksi etil asetat dan air dari daun

jambu mawar Syzygium jambos (L.) Alston) dilakukan pada hewan percobaan

dengan metode toleransi glukosa. Sebelum dilakukan penelitian metode toleransi

glukosa mencit terlebih dahulu dahulu dipuasakan 18 jam dengan tetap diberikan

24
25

air minum. Mencit ini kemudian dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari,

kelompok kontrol negatif diberi aquadest, kelompok kontrol positif diberikan

suspensi tragakan 1%, kelompok pembanding diberikan glibenklamid dosis

5mg/70kgBB, kelompok dosisi I diberikan fraksi etil asetat dan air daun jambu

mawar dengan dosis 100 mg/KgBB, kelompok dosis II diberikan fraksi etil asetat

dan air daun jambu mawar dengan dosis 200 mg/KgBB, dan kelompok dosis III

diberikan fraksi etil asetat dan air daun jambu mawar dengan dosis 400 mg/KgBB.

Semua perlakuan diberikan secara oral. Sebelum diberikan sediaan uji semua

mencit diambil darahnya sebagai t-0. Kemudian mencit diberi perlakuan berupa

pemberian obat sesuai dengan kelompoknya. Kemudian larutan glukosa diberikan

pada semua kelompok uji kecuali kelompok kontrol negatif. Pengambilan darah

dilakukan pada menit ke-30, 60, 90 dan 120 setelah pemberian glukosa. Parameter

yang dilihat pada penelitian ini adalah kadar glukosa darah hewan pada waktu-

waktu tertentu menggunakan alat pengukur glukosa darah (glukometer Easy

Touch®).

Data yang diperoleh secara statistik dianalisis dengan menggunakan

program SPSS (Statistical Program For Social Science). Analisis yang digunakan

adalah uji normalitas dengan tarap kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah

data ini terdapat perbedaan bermakna atau tidak berbeda bermakna. Jika data yang

dinyatakan berbeda bermakna, analisis dilanjutkan dengan uji homogenitasuntuk

mengetahuiapakah data tersebut homogen atau tidak homogen. Jika data

dinyatakan homogenanalisis dilanjutkan dengan dengan uji ANOVA (analisi

Variant) dengan syarat jumlah sampel lebih dai tiga kelompok. Kemudian analisis
26

dilanjutkan dengan uji LSD (Last Significant Different). Jika data dinyatakan tidak

homogen analisis dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney.
BAB IV

RENCANA PENELITIAN

4.1 Alat Bahan dan Hewan Uji

4.1.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat

pengukur glukosa darah (Easy Touch®),strip tes gula darah, timbangan

analitik, cawan penguap, pipet tetes, penangas air, alat-alat gelas di

laboratorium, mortir dan stamper, gelas ukur, rotary evaporator, satu set

alat fraksinasi, spatula, botol vial, syringe 1 ml, dan sonde oral untuk tikus.

4.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman

daun jambu mawar (Syzygium jambos (L.) Alston), glukosa, glibenklamid

5 mg, aquades, tragakan 1%, etanol 96%, n-heksan, etil asetat, ammoniak

25%, klorofrom, pereaksi dragendorf, larutan HCL 10%, pereaksi mayer,

larutan alkoho-HCL (1:1), FeCl3 1%, pereaksi steasny, larutan NaOH 1 N,

benzene, larutan eter-klorofrom (2:1), Na2SO4 anhidrat, NaOH 30%, eter

H2SO4 (p), CH3COOH anhidrat, dan toluene.

4.1.3 Hewan Uji

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit

hjantan sehat dengan bobot rata-rata 22-35 gram yang diperoleh dari

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.

27
28

4.2 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan yang dideterminasi, dan

pengolahan bahan menjadi simplisia.

4.2.1 Pengumpulan Bahan

Tanaman yang digunakan sebagai penelitian adalah daun jambu

mawar (syzygium jambos (L.) Alston) yang dikumpulkan dari Arboretum

Daerah Legok Pulus, Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten

Garut, Jawa Barat.

4.2.2 Determinasi

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan identitas dari

bahan-bahan yang dikumpulkan. Determinasi dilakukan di Herbarium

Bandungennse Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi

bandung.

4.2.3 Pengolahan Bahan

i) Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memeriksa kotoran-kotoran

atau bahan-bahan asing lainnya dari simplisia yang akan

digunakan.19

ii) Pencucian

Pencucian dilakukan sampai bersih dengan air mengalir

untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya.19


29

iii) Perajangan

Perajangan dilakukan untuk memudahkan proses

pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.19

iv) Pengeringan

Pengeringan dilakukan pada lemari pengering agar

simplisia tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam

waktu yang lama.19

v) Sortasi Kering

Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan benda-benda

asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal

pada simplisia kering.19

vi) Penggilingan

Penggilingan dilakukan untuk memperkecil ukuran menjadi

serbuk.19

vii) Penyimpanan

Simplisia disimpan di tempat tertutup baik.19

4.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Mawar

Ekstrak etanol daun jambu mawar diperoleh dengan cara ekstrasi cair

dingin, yaitu maserasi selama 3 x 24 jam yang menggunakan pelarut etanol 96%.

Sebanyak 500 gram simplisia dimasukan kedalam alat maserasi, kemudian

ditambahkan etanol sebanyak 5000 mL. kemudian dimaserasi selama satu hari

sambil sesekali diaduk, campuran disaring dengan kain dan kertas saring. Residu
30

yang telah diperoleh dimaserasi kembali dengan etanol 3500 mL selama satu hari,

kemudian residu hasil dari maserasi ini dimaserasi kembali dengan etanol 1750

mL selama satu hari. Ekstrasi cair atau/filtrat yang diperoleh dari proses maserasi

di atas dipekatkan dengan alat penguap vakum rotory evaporator dan di atas

waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.20

4.4 Pembuatan Fraksi Ekstrak Etanol Daun Jambu Mawar

Setelah mendapatkan ekstrak etanol kental, kemudian dilakukan fraksinasi

dengan metode ECC (Ekstraksi Cair-Cair) menggunakan pelarut n-heksan, etil

asetat dan air. Ekstrak kental hasil maserasi dilarutkan dalam air panas (1:4)

selanjutnya akan dilakukan pemisahan menggunakan corong pisah dengan pelarut

yang tidak saling tercampur sama lain yaitu n-heksan, yang dilanjutkan dengan

etil asetat dengan perbandingan (1:1) masing-masing dilakukan 2x pengulangaan.

Fraksi n-heksan dan etil asetat kemudian dipekatkan menggunakan

rotoryevaporatordan waterbath, sementara fraksi air dikeringkan dengan

alatfreeze dry hingga didapatkan serbuk kering.22

4.5 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dari serbuk simplisia meliputi pemeriksaan golongan

senyawa alkaloida, flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid.

4.5.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan cara

menambahkan 5 mL ammonia 35%, kemudian digerus dalam mortir.

Sebanyak 25 mL klorofrom ditambahkan kedalam campuran tersebut dan

digerus kuat. Campuran tersebut disaring. Kemudian filtratnya diteteskan


31

pada kertas saring ditambahkan pereaksi Dragendrof. Hasil positif

ditunjukan dengan perubahan warna merah atau jingga pada kertas saring.

Filtrat diekstraksi kembali dengan larutan HCl 10% dan larutan airnya

dipisahkan. Kemudian ditambahkan pereaksi Mayer pada 5 ml larutan air

hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya endapan putih.19

4.5.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebnyak 1 gram serbuk simplisia dididihkan dalam 100 mL air

panas selama 15 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL

ditambahkan serbuk Mg dan ditambahkan 2 mL larutan alkohol-HCl dan

ditambahkan amil alkohol dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan

memisah. Warna merah jingga atau kuning pada lapisan amil alkohol

menunjukan hasil positif.19

4.5.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan dengan 100 mL

air, kemudian dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Filtrat dimasukan

ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian dikocok secara vertikal

selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Hasil positif ditunjukan

dengan terbentuknya busa yang stabil.19

4.5.4 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan seratus mL air,

kemudian dididihkan selam 15 menit lalu didinginkan dan disaring.

Filtratnya dimasukan ke dalam tabung reaksi pertama 5 mL, kemudian

ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 2 tetes ( hasil positif menunjukan


32

adanya warna biru tua atau kehijauan), filtrat dalam tabung reaksi kedua

ditambahkan dengan glatin ( hasil positif menunjukan adanya endapan

putih). Pada tabung ketiga filtra ditambahkan dengan pereaksi Steasny

(formaldehid 30% : HCl 2 : 1) kemudian dipanaskan dalam penangas air

90oC (positif tanin katekat bila terbentuk endapan merah muda),

selanjutnya endapan pada tabung ketiga disaring dan filtratnya

ditambahkan dengan larutan FeCl3 1% (positif tanin galat bila terbentuk

warna biru tinta atau hitam kehijauan).19

4.5.5 Pemeriksaan Kuinon

Bila tidak ada tanin, sebanyak 1 gram serbuk simplisia dengan

100 mL air, kemudian dididihkan selama 15 menit kemudian disaring.

Sebanyak 5 mL filtrat diambil dan ditambahkan beberapa tetes larutan

NaOH 1N, hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya warna merah. Bila

ada tanin, sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dalam 10 ml HCL 10%

selam 1 jam. Larutan disaring dan dibagi dua, satu bagian diekstraksi

dengan benzene dan bagian lain diekstraksi dengan larutan campuran eter-

klorofrom (2 : 1). Kedua fase organik masing-masing dikeringkan dengan

Na2SO4 anhidrat dan diuapkan sampai sepersepuluh. Kedua ekstrak

masing-masing dikocok dengan larutan NaOH 30%, hasil positif

ditunjukan dengan terbentuknya warna jingga, merah atau violet pada pase

air.19
33

4.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimaserasi 25 mL eter selama

2 jam, kemudian disaring sebanyak 5 mL diuapkan dalam cawan penguap,

kemudian ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam anhidrat dan 1 tetes

H2SO4 pekat. Hasil ditunjukan dengan terbentuknya warna

merah/hijau/biru/violet.19

4.6 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputipenetapan kadar abu total,

penetapan kadar abu tidak laurut asam, penetapan kadar abu larut air, penetapan

kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, dan

penetapan kadar sari larut etanol.

4.6.1 Penetapan Kadar Abu Total

Simplisia sebanyak 2-3 gram yang telah digerus ditimbang

seksama, dimasukan ke dalam cawan krus yang telah dipijar dan ditara.

Kemudian dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, lalu didinginkan

dan ditimbang. Bila dengan cara ini arang tidak hilang, maka ditambahkan

air panas lalu disaring melalui kertas saring bebas abu, dan kertas saring

dipijarkan dalam cawan krus yang sama. Filtrat kemudian dimasukan

kedalam cawan krus, diuapkan, dipijarkan dan ditimbang hinga bobot

teteap. Kadar abu total dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara.20,21
34

4.6.2 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Kemudian disaring

menggunakan kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas dan

dipijarkan selama 15 menit pada suhu 450oC samapai bobot tetep. Kadar

abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji,

dinyatakan dalam %b/b.20,21

4.6.3 Penetapan kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 25 mL air selama 25 menit, kemudian dikumpulkan bagian yang

tidak larut disaring melalui kertas saring bebas abu, bahan yang tidak larut

dicuci dengan air panas, lalu di masukan ke dalam cawan krus, dipijarkan,

dan ditimbang hingga bobot tetap. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah

abu yang larut dalam air. Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan diudara.20,21

4.6.4 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi, yaitu

dengan cara memasukan sejumlah sampel uji yang ditimbang seksama

yang diperkirakan mengandung 2 sampai 4 mL air. Kemudian dimasukan

sejumlah 200 mL toluen dimasukan ke dalam labu yang berisi sampel uji

lalu dididihkan sampai toluen mendidih. Penyulingan dilakukan dengan

kecepatan lebih kurang 2 tetes per detik pada awal penyulingan dan

dinaikan 4 tetes per detik. Penyulingan dihentikan saat seluruh air telah
35

tersuling. Untuk mengatasi masih adanya air yang belum tersuling, maka

dilakukan penyulingan selama 5 menit. Setelah air dan toluen pada tabung

memisah, maka dilakukan perhitungan kadar air dengan cara menghitung

volume air terhadap volume total dalam persen.20,21

4.6.5 Penetapan Susut Pengeringan

Simplisia ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukan ke dalam

cawan krus yang sudah dipanaskan selama 30 menit dan telah ditara.

Serbuk simplisia dalam bobot diratakan sehingga membentuk lapisan tebal

5-10 mm. Kemudian dimasukan ke dalam ruang pengeringan dengan

tutupnya terbuka dan dikeringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

Cawan segera ditutup jika oven pengeringan dibuka, kemudian cawan

dimasukan ke dalam pendingin desikator hingga suhu kamar. Kadar

dihitung terhadap bobot awal simplisia.20,21

4.6.6 Penetapan Kadar sari Larut Air

Serbuk simplisia sebanyak 5 gram dimaserasi selama 24 jam

dengan air jenuh klorofrom P menggunakan Erlenmeyer sambil berkali-

kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selam 18 jam.

Kemudian disaring dan 20 mL filtratnya diuapkan hingga kering dalam

cawan penguap yang telah ditara, residu dipanaskan pada sushu 105oC dan

ditimbang hingga bobot teteap, kadar sari yang larut dalam air dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.20,21


36

4.6.7 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Serbuk simplisia sebanyak 5 gram dimaserasi selama 24 jam

dengan etanol (95%) menggunakan erlenmeyer sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selam 18 jam,

kemudian disaring cepat, sejumlah 20 mL filtrat diuapkan hingga kering

dalam cawan penguap yang telah ditara lalu sisa pengguapan dipanaskan

pada suhu 105oC dan ditimbang hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut

dalam etanol (95%) dihitung pada bahan yang telah dikeringkan

diudara.20,21

4.7 Penyiapan Hewan Uji

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan yang diperoleh dari Sekolah

Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung yang diadaptasi di

Laboratorium Farmakologi Universitas Garut. Sebelum diberikan larutan glukosa

dan pemberian sediaan uji, mencit diaklimatisasi diplihara selama kurang lebih 7

hari untuk menyesuaikan dengan lingkungan percobaan. Digunakan hewan jantan

dengan berat badan 22-35 gram. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah hewan sehat yang selama pemeliharaan bobot badannya tetap atau

bertambah dan secara visual tidak menunjukan adanya penyimpangan tingkah

laku dari keadaan normal.

4.8 Pengujian Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi N-heksan, Etil Asetat


dan Air dari Daun Jambu Mawar (Syzygium jambos (L.) Alston)

Percobaan ini dilakukan untuk menguji efek antihiperglikemia, mencit

dibagi mejadi 6 kelompok yang terdiri darikelompok kontrol negatif yang diberi

aquadest, kelompok kontrol positif yang diberikan suspensi tragakan 1%,


37

kelompok pembanding yang diberikan glibenklamid dosis 5mg/70kgBB,

kelompok dosisi I diberikan fraksi etil asetat dan air daun jambu mawar dengan

dosis 100 mg/KgBB, kelompok dosis II diberikan fraksi etil asetat dan air daun

jambu mawar dengan dosis 200 mg/KgBB, dan kelompok dosis III diberikan

fraksi etil asetat dan air daun jambu mawar dengan dosis 400 mg/KgBB.

Kelompok terdiri dari masing-masing 5 ekor rmencit. Sebelum percobaan mencit

dipuasakan selama kurang lebih 18 jam dengan tetap diberi minum.

Pada hari percobaan, semua mencit ditimbang berat badannya, setelah itu

diambil darahnya untuk mengukur kadar glukosa awal. Kemudian, mencit diberi

perlakuan sesuai dengan pembagian kelompoknya.Setelah 30 menit kemudian,

larutan glukosa diberikan pada semua kelompok kecuali kelompok kontrol

negatif. Pengambilan darah mencit dilakukan pada menit ke-30, 60, 90 dan 120

setelah pemberian larutan glukosa. Untuk pengambilan darah pada tetesan

pertama dibuang, tetesan kedua dipakai untuk menentukan kadar glukosa.

Parameter yang diamati adalah kadar glukosa darah pada hewan dengan waktu-

waktu tertentu dengan menggunakan alat pengukur kadar glukosa darah

(Glukometer Easy Touch).

Data yang diperoleh secara statistik dianalisis dengan menggunakan

program SPSS (Statistical Program For Social Science). Analisis yang digunakan

adalah uji Normalitas dengan tarap kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah

data tersebut terdapat perbedaan bermakna atau tidak berbeda bermakna. Jika data

yang dinyatakan berbeda bermakna, analisis dilanjutkan dengan uji Homogenitas

untuk mengetahui apakah data tersebut homogen atau tidak homogen. Jika data
38

dinyatakan homogen analisis dilanjutkan dengan dengan uji ANOVA (analisi

Variant) dengan syarat jumlah sampel lebih dai tiga kelompok. Kemudian analisis

dilanjutkan dengan uji LSD (Last Significant Different). Jika data dinyatakan tidak

homogen analisis dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan Mann Whitney.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuliadi E P, Mochtar C. Hiperglikemia dan Hubungan dengan Fungsi Ginjal


pada Pasien dengan Batu ginjal.

2. Kenta YS, Mirawati, dan Tandi J. Aktivitas Antidiabetes Kombinasi Daun


Jeruk Bali dan Daun Gedi Merah pada Tikus Jantan Diinduksi
Streptozotocin. Farmakologika Jurnal Farmasi, Prodi S1 Farmasi, STIFA
Pelita Mas, Palu, Sulawesi Tengah Vol.15 No.2;143, Agustus 2018

3. Miswar. Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Jambu Mawar


(Syzigium jambos (L) Alston) pada mencit putih jantan Galur swiss webster
Dengan Metode toleransi glukosa.2018 4-40.

4. Prastiwi M, Kartika R, dan Hindryawati N. Uji Aktivitas Antihiperglikemik


Ekstrak Daun Jambu Mawar (Syzygium jambos (L.) Alston) pada Kelinci
Jantan yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Atomik, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman jalan
Barong Tongkok No. 4 Kampus Gunung Kelua, Samarinda, 75123 Vol.4
No.1;14, Maret 2019

5. Tandi J. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jambu Air (Syzygium aqueum (Burm
f.) Alston) Terhadap Glukosa Darah, Ureum Dan Kreatinin Tikus Putih
(Ratus norvegicus). Jurnal of tropical Pharmacy and chemistry. Desember
2017;4(2).

6. Nasution M D, Parwata A, Suirta W, Wasudewa M K. Efektivitas Ekstrak


Air Daun Gaharu (Gyrinop versteegii) Dalam menurunkan Kadar glukosa
darah Pada tikus Wistar Hiperglikemia.

7. IT IS (Integrated Taxonomic Information System) Report, 2011, Syzygium


jambos
(L.)Alston,http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?searchtopic=TSN
&search_value=505420, sabtu 14 Desember 2019, 18:40 WIB.

8. T.K.Lim. Edibel medicanal and non-medicinal Plants, Vol 3, Fruits, Springer


Dordrech Heidelberg London New York;2012

9. Chooi H. O., Buah Khasiat Makanan dan Umbatan, Penerbit Yeohprinco sdn.
Bdh, Kuala Lumpur,2014;60.p

39
40

10. Kingston dan Wcaldren, 2003, The Plant Comunities and Enviromenntal
Gradients of Pitcam Island: The Significance of Invasive Spesies and the
Need for Corservation Management, Annals of Botany, 92(1), Hlm 31-40.

11. Agoes, Goeswin. Teknologi Bahan Alam : Serial Farmasi Industri 2ed.
Revisi, Bandung: penerbit ITB, 2009 ; 1p.

12. Desy Kurniawati., dkk. Uji Penurunan Kadar Glukosa Oleh Ekstrak Etanol
70% Daun Buncis (Phaseolus vurgaris L.) Pada kelinci Jantan Yang
Dibebani. Jurnal biomedika, Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah
Surakarta Vol 4 No,1,February 2012.

13. TantoChris., Etall. Kapita Selekta Kedoktoran. Edisi 4. Jakarta. Media


Aesculapius; 2014: 777p.

14. Soelistijo,S,A., dkk “Buku Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Melitus Tipe-2 di Indonesia” Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI) 2015

15. Manaf, Asman 2014. Medicinus Diabetes Volume 27.Padang: Subagian


Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.

16. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe-2. J Major.2015;4(5):93-101 p.

17. Damayanti, Santi. 2015. Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.


Nuha medika: Yogyakarta. 28-29 p.

18. Laisow J A, Anggaraini H, Aryadi T. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Tanpa


dan Dengan Hapusan Kapas Kering Metode POCT. Prosiding Seminar
Nasional Publikasi Hasil-hasil penelitian dan Pengabdian Masyarakta.
Universitas Muhammadiyah Semarang, September 2017.

19. Departemen kesehatan reoublik Indonesia. Cara Pembuatan Simplisia.


Jakarta. 1985: 4-15p.
20. Handayani, Selpida, Komar, Ruslan, Wirasutisna, Muhamad Insan.,
Penapisan Fitokimia dan Karakteristik Simplisia Daun Jambu Mawar
(Syzygium jambos (L.) Alston), JfFik Uinam;V : Vol.5 No.3
41

21. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Suplemen III. Farmakope Herbal


Indonesia. Edisi I. Jakarta, 2013:100-107p.

22. Febrianty M, W Beylan, Sanjaya, Supriyatna, Diantini A, Subarnas A.


Antioksidan Ekstrak Etanol dan Fraksi-fraksi Daun Ekor Kucing
(Acalyphahispida Burm. F) Dengan Metode Penghambat Reduksi Water
Soluble Tertrazolum Salt-I (WST-I), Avaible From; Fitofarmaka, 2013;3(2)
ISSN; 2087-9164
42

LAMPIRAN I

PEMBUATAN EKSTRAK TANAMAN JAMBU MAWAR


(SYZYGIUM JAMBOS (L.) ALSTON)

500 mg simplisia daun


jambu mawar

Diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut


etanol 96%

Ekstrak cair Ampas

Diuapkan dengan menggunakan


rotary evaporator

Ekstraksi kental

Gambar11.Baganpembuatanekstrak
43

LAMPIRAN 2

PROSES PEMBUATAN FRAKSI TANAMAN JAMBU MAWAR


(SYZYGIUM JAMBOS (L.) ALSTON)

25 gram ekstrak daun jambu mawar

- Difraksinasi sebanyak 200 mL


dalam corong pisah sebanyak 3
kali.

N-Heksan dan air perbandingan 1 ; 1

- Dikocok secukupnya
- Dibiarkan sampai terbentuk dua
lapisan

Fraksi N-heksan Fraksi air

- ECC dengan etil asetat 1;1


kocok berulang kali
- Biarkan memisah pada
corong pisah
- Dilakukan 3 kali pemisaha

Fraksi etil asetat Fraksi air

- Diuapkan

Fraksi kental

Gambar22.Baganpembuatan fraksi
44

LAMPIRAN 3
1PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA

Kelompok hewan uji

- Dipuasakan selama 18 jam dan


hanya diberi minum
- Ditimbang bobot setiap mencit
- Diperiksa kadar glukosa awal

Fraksi etil astat


kontrol negatif Kontrol positf Pembanding
dan air

akuadest Tragakan 1% Glibenklamid 5 Dosis 100, 200


mg/70 KgBB dan 400
mg/KgBB

Diberikan larutan glukosa 4 g/KgBB

Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah perlakuan


pada menit ke-30, 60, 90 dan 120

Data dianalisis secara statistik

Gambar2.Baganpengujian aktivitasantihiperglikmia
45

LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN DOSIS

1. Glukosa

Dosis yang digunakan adalah 4 gr/KgBB


20
Dosis untuk mencit 20 g = 1000 x 4 g = 0,08 g/20 gr BB

Volume pemberian rute oral pada mencit sebanyak 0,2 ml/20 gr BB


0,08
Konsentrasi glukosa yang diberikan pada mencit = 0,2 𝑚𝑙 = 0,4 g/mL

2. Glibenklamid

Dosis glibenklamid pada manusia yaitu 5 mg/70 KgBB, bila dikonversikan

ke mencit maka = 0,0026 x 5 mg = 0,013 mg/20 gr BB.

Volume pemberian rute peroral pada mencit 0,2 ml, maka konsentrasi
0,013
glibenklamid yang dibuat = 0,2 𝑚𝑙 = 0,065 mg/mL.

1 tablet = 5 mg

Dibutuhkan konsentrasi 0,065 mg/mL

5 𝑚𝑔
Jadi, dibuat = 0,065 𝑚𝑔 x 1 ml = 76,92 mL

3. Dosis sediaan uji

i) Dosis 100 mg/KgBB


20 𝑔
Untuk mencit 20 gram = 1000 𝑔 x 100 mg = 2 mg/20 gr BB

Volume pemberian peroral sebesar 0,2 mL/20 gr BB, maka


2 𝑚𝑔
Konsentrasi yang dibuat = 0,2 𝑚𝐿 = 10 mg/mL.
46

ii) Dosis 200 mg/KgBB


20 𝑔
Untuk mencit 20 gram = 1000 𝑔 x 200 mg= 4 mg/20 gr BB

Volume pemberian peroral sebesar 0,2 mL/20 gr BB, maka


4 𝑚𝑔
Konsentrasi yang dibuat = 0,2 𝑚𝐿 = 20 mg/mL.

iii) Dosis 400 mg/KgBB


20 𝑔
Untuk mencit 20 gram = 1000 𝑔 x 400 mg = 8 mg/20 gr BB

Volume pemberian peroral sebesar 0,2 mL/20 gr BB, maka


8 𝑚𝑔
Konsentrasi yang dibuat = 0,2 𝑚𝐿 = 40 mg/mL.

Anda mungkin juga menyukai