Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FARMAKOKOGI BAHAN ALAM

Disusun oleh :

Amelia Sapitri SF21141


Nadiya Nurul Wafa SF21157
Rosalinda SF21161
Fatma wati SF20023
Muhammad Fadhil kamil SF21149

S1-FARMASI UNIVERSITAS BORNEO LESTARI

BANJARBARU

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat ridho,
rahmat, dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Farmakologi Bahan Alam.

Dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu apt. Revita Saputri, M.Farm
selaku dosen pengampu kuliah Farmakologi Bahan Alam.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh karena itu
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Demikianlah yang dapat kami tuliskan pada kata pengantar ini apabila terdapat
kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan maupun makalah ini kami berharap untuk
memaklumi karena kami masih dalam proses pembelajaran. Terima kasih.

Banjarbaru .. . Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

Bab I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................1


B. Rumusan Masalah .............................................................................1
C.Tujuan penelitian ...............................................................................1

Bab II : PEMBAHASAN
A.......................................................................2
B...............................................................7

Bab III : PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................11
B. Saran ..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisonal di Indonesia akhri-akhir ini
meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah diproduksi secara fabrikasi dalam
skala besar. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih
kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu
harganya lebih terjangkau (Putri, 2010).

Keuntungan lain penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah


diperoleh dan harganya relatif murah. Delapan puluh persen penduduk Indonesia
hidup dipedesaan dan kadang sulit dijangkau oleh tim medis dan obat-obat
modern. Mahalnya biaya pengobatan modern menyebabkan masyarakat
kebanyakan berpaling keobat tradisional yang berasal dari alam. Selain
keuntungan tersebut diatas, obat tradisional terdapat dalam jumlah yang banyak di
Indonesia. Selanjutnya senyawa aktif yang terkandung didalam obat tradisional
dapat dijadikan sebagai senyawa penuntun (Putri, 2010).

Hiperurisemia masih merupakan masalah kesehatan global. Terapi hiperurisemia


menggunakan obat sintesis seperti allopurinol memiliki berbagai efek samping.
Hasil penelitian ekstrak tumbuhan sebagai antihiperurisemia dengan dosis yang
bervariasi telah banyak dilakukan, tetapi sulit untuk mengambil kesimpulan dari
banyaknya penelitian tersebut dan perlu dilakukan tinjauan sistematis. Tujuan:
Untuk mengetahui ekstrak tumbuhan yang berkhasiat sebagai antihiperurisemia
berdasarkan variasi dosis, efektivitas dan efisiensi. Metode: Penelitian ini
merupakan tinjauan sistematis kualitatif menggunakan metode Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA), dengan
memformulasi pertanyaan penelitian, menetapkan database dan kata kunci,
menyeleksi artikel yang relevan berdasarkan kriteria inklusi, mengekstraksi data,
dan mensintesis hasil penelitian ekstrak tumbuhan yang memiliki aktivitas
antihiperurisemia dalam menurunkan kadar asam urat (KAU) pada tikus dan
mencit yang diinduksi dengan berbagai penginduksi. Hasil: Jumlah artikel yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian diperoleh sebanyak 16 dari 317 artikel yang
diakses.
B. RUMUSAN MASALAH

apa penyebab dari munculnya hiperurisemia dalam tubuh?

pengobatan apa yang digunakan untuk hiperurisemia?

apakah herba anting-anting (Acalypha indica (L), Indian Nettle) dan sidaguri (Sida rhombifolia L)
dapat menjadi pengobatan alternatif hiperurisemia?

bagaimana cara kerja herba sidaguri dalam mengatasi hiperuresisemia?

bagaimana cara kerja herba anting-anting dalam mengatasi hiperuresisemia

C. Tujuan Penelitian

1.untuk mengetahui asal dan cara penyebaran hiperurisemia pada manusia

2.untuk mengetahui pengobatan yang akan di aplikasiakan pada penderita


hiperurisemia

3.untuk mengetahui apakah herba anting-anting (Acalypha indica (L), Indian


Nettle) dan sidaguri (Sida rhombifolia L) dapat menjadi pengobatan hiperurisemia

4. untuk mengetahui efek penguanaan herba anting-anting (Acalypha indica (L),


Indian Nettle) dan sidaguri (Sida rhombifolia L) pada penderita hiperurisemia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anting-Anting dan Sidaguri


Anting-anting Acalypha indica (L), Indian Nettle termasuk suku Euphorbiaceae
Nama daerah Anting-anting, lateng, akar kucing, rumput bolong-bolong, rumput
kokosongan. Bagian yang digunakan adalah Akar. Tinggi tanaman sekitar 1,5
meter 60 cm dengan batang tegak, bulat, berambut halus, dan berwarna hijau.
Daunnya merupakan daun tunggal berbentuk belah ketupat dengan pangkal
membulat, tepi bergerigi, ujung-ujungnya runcing dan pertulangan menyirip.
Panjang daun 3-4 cm dan lebarnya 2-3 cm. Tangkai daun berbentuk silindris
dengan panjang 3-4 cm berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk
berbentuk bulir dan berkelamin satu, terletak di ketiak daun dan ujung cabang.
Mahkota bunga berbentuk bulat telur, berambut, dan berwarna hijau merah.
Buahnya berbentuk kotak berwarna hitam dengan biji bulat panjang berwarna
coklat. Akarnya merupakan akar tunggang berwarna putih kotor. Kandungan
kimia Akar anting-anting mengandung senyawa-senyawa dari golongan alkaloid
(pyranoquinolinone alkaloid flindersin), tannin (antara lain tri-O-methyl ellagic
acid), sterol, flavonoid (biorobin, kaempferol derivatives nicotiflorin, clitorin,
mauritianin) dan glikosida sianogenik (acalyphin 0,3%, turunan 3 cyanopyridone).
acalyphamide, aurantiamide, succinimide. Senyawa dari akar yang diduga dapat
menurunkan kadar asam urat adalah tanin sebagai penghambat xantin oksidase.
Data keamanan Pada uji toksisitas akut, nilai LD50 ekstrak air herba A. indica
Linn. pada mencit per oral adalah 8,13 g/kg BB, Toksisitas subkronik rebusan
akar anting-anting dengan dosis 13,5; 27; dan 54 g/kg BB tikus selama 90 hari
maupun pada hari ke-115 tidak mempengaruhi fungsi organ jantung, hati, ginjal,
dan hematologinya, baik pada kelompok tikus jantan maupun betina. Data
manfaat Uji praklinik: Pemberian rebusan akar anting-anting dosis 2,7; 5,4 dan
10,8 g/200 g BB selama 15 hari pada tikus putih yang diinduksi dengan kafein
dapat menurunkan kadar asam urat darah. Penelitian pada tikus yang mengalami
hiperurisemia yang diinduksi dengan kalium oksonat, pemberian rebusan akar
anting-anting dengan dosis 2,7; 5,4 dan 10,8 g/200 g BB selama 2 minggu dapat
menurunkan kadar asam urat darah. Namun efek tersebut masih lebih rendah
dibandingkan dengan alopurinol 36 mg/200 g BB. Indikasi Hiperurisemia.
Kontraindikasi Penderita defisiensi G6PD, infertilitas. Peringatan Alergi, ulkus
peptikum, perlu perhatian bila terjadi perubahan warna darah menjadi coklat
akibat efek toksik turunan siano-glikosida. Efek Samping Sejauh ini tidak
dijumpai efek samping kecuali pemberian dosis tinggi menyebabkan iritasi pada
lambung dan usus. Dermatitis kontak dengan getah tanaman segar. Interaksi
Estrogen, tanaman lain yang mengandung glikosida sianiogenik misalnya
singkong, biji apel, pir, plum, dan aprikot. l. Posologi 4 x 1 kapsul (520 mg serbuk
ekstrak)/hari.
Sidaguri Sida rhombifolia L Suku : Malvaceae Nama daerah Sadaguri, sidaguri,
guri, saliguri, otok-otok, taguri, kahindu, dikira, hutugamu, bitumu, digo, sosapu.
Bagian yang digunakan Herba. Deskripsi tanaman/simplisia Sidaguri tumbuh liar
di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan tempat-tempat dengan sinar
matahari cerah atau sedikit terlindung. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat
mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat. Daun tunggal, letak berseling,
bentuknya bulat telur atau lanset, tepi bergerigi, ujung runcing, pertulangan
menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu, panjang 1,5-4 cm,
lebar 1–1,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari ketiak
daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam kemudian. Buah
dengan 8-10 kendaga, diameter 6-7 mm. Kandungan kimia Sidagori memiliki
sifat khas manis dan mendinginkan. Kandungan utama tanaman adalah tanin,
flavonoid, saponin, alkaloid dan glikosida. Di samping itu juga ditemui kalsium
oksalat, fenol, steroid, efedrine dan asam amino. Kadar kimia zat tersebut ditemui
pada kisaran yang berbeda-beda pada jaringan tanaman. Pada akar ditemui
alkaloid, steroid dan efedrin. Pada daun ditemui juga alkaloid, kalsium oksalat,
tanin, saponin, fenol, asam amino dan minyak atsiri, pada batang ditemui kalsium
oksalat dan tanin. Data keamanan LD50 : ekstrak air pada tikus per oral 8,5 g/kg
BB. Ekstrak air bersifat non toksik pada tikus sampai dengan dosis 10 g/kg BB.
Toksisitas subkronik peroral pada tikus dengan dosis 300, 600 dan 1200 mg/kg
BB tidak menimbulkan perubahan pada organ. Data manfaat Uji praklinik :
Ekstrak gabungan sidaguri dengan seledri dapat digunakan sebagai antigout
dengan mekanisme menghambat aktivitas enzim xantin oksidase. Ekstrak etanol
daun Sida rhombifolia menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Edema yang
diinduksi dengan menyuntikkan karagenan mengalami penurunan pada perlakuan
pemberian ekstrak (400 mg / kg BB) secara oral dibandingkan dengan kelompok
kontrol (p < 0.01. Fraksionasi menghasilkan 11 fraksi dengan aktivitas paling
tinggi pada fraksi 4 yaitu 79%. Analisis GC-MS dari fraksi 4 menunjukkan ada 39
senyawa organik dan fragmen flavonoid.
B.pengetian Hiperurisemia

Hiperurisemia merupakan keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar uric acid/


asam urat serum di atas normal. Seseorang dikatakan mengalami hiperurisemia bila
kadar asam urat dalam darah melebihi kadar asam urat normal. Batasan kadar asam
urat dalam serum untuk laki-laki adalah sebesar 7 mg/dl dan untuk perempuan
sebesar 6 mg/dl.Asam urat adalah hasil akhir metabolisme normal dari protein atau
dari penguraian senyawa purin yang seharusnya di ekskresi melalui ginjal.
Penumpukan kadar asam urat berlebihan dalam tubuh dapat memicu Gout. Perubahan
gaya hidup dan pola makan masyarakat akibat era globalisasi dapat menyebabkan
kadar purin tinggi yang memicu terjadinya peningkatan asam urat dalam tubuh .

Hiperurisemia menjadi permasalahan seluruh lapisan masyarakat baik di


Indonesia maupun di seluruh dunia. Di lihat dari frekuensi tertinggi gout di dunia
dilaporkan dari populasi penduduk Kepulauan Pasifik modern. Maori di Selandia
Baru memiliki prevalensi gout yang sangat tinggi yaitu pada pria adalah sebesar 10.4–
13.9 %. Sedangkan prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
di Indonesia adalah 11,9%, dengan prevalensi tertinggi di provinsi Bali (19,3%),
diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)(Riskesdas, 2013).
Penyakit sendi sampai saat ini masih masuk dalam daftar sepuluh besar penyakit pada
pasien dipuskesmas
. Di Bali khususnya belum banyak publikasi epidemiologi tentang hiperurisemia,
berdasarkan laporan dinas kesehatan kabupaten buleleng tahun 2016 sebanyak 10.528
kasus atritis gout lainya .

Masyarakat pedesaan cenderung memiliki kadar asam urat lebih tinggi


dibandingkan masyarakat perkotaan akibat jenis konsumsi yang kurang beragam
seperti halnya tahu, ikan teri, dan daun bayam yang merupakan bahan makanan
sumber purin tinggi serta faktor ekonomi yang kurang mendukung. Berdasarkan data
laporan puskesmas, bahwa pada bulan januari s.d. maret 2020 sebanyak 73 kasus
(5.32%) kunjungan puskesmas dengan keluhan asam urat di UPTD. Kesmas
Busungbiu II. Dusun munduk tengah merupakan salah satu wilayah kerja UPTD.
Kesmas Busungbiu II yang terletak pada kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng
yang berada pada dataran tinggi dan sebagian masyarakatnya bekerja sebagai petani
atau berkebun. setelah dilakukan studi pendahuluan, masyarakat desa beresiko
menderita hiperurisemia, hal ini dapat disebabkan oleh faktor suhu lingkungan atau
bahan pangan yang tersedia di desa merupakan makanan sumber purin, serta
kurangnya keragaman bahan pangan yang tersedia di desa.

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar asam urat, seperti
Status Gizi (kegemukan), konsumsi tinggi purin, dan pengobatan (Yunita, Fitriana, &
Gunawan, 2018). Menurut Untari dan Wijayanti (2017) kadar purin yang tinggi
disebabkan oleh pola konsumsi yang salah, akibat banyaknya konsumsi protein.
Berdasarkan penelitian Mulyasari dan Dieny (2015) responden yang mengkonsumsi
protein lebih dibandingkan kebutuhan memiliki resiko

Anda mungkin juga menyukai