Anda di halaman 1dari 95

AKTIVITAS FORMULA YANG MENGANDUNG EKSTRAK BIJI

KLABET (Trigonella foenum graceum L.) TERHADAP TIKUS

SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

MAULANA MALIK A

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M / 1439 H
AKTIVITAS FORMULA YANG MENGANDUNG EKSTRAK BIJI

KLABET (Trigonella foenum graceum L.) TERHADAP TIKUS

SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MAULANA MALIK A
1113095000006

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M / 1438 H
ABSTRAK

MAULANA MALIK. Aktivitas Formula yang mengandung Ekstrak Biji


Klabet (Trigonella foenum graceum l.) terhadap Tikus Sprague Dawley yang
diinduksi Streptozotocin. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017.
Dibimbing oleh Dr. Kurnia Agustini M.Si Apt dan Drh. R.R. Bhintarti
Suryohastari. M. Biomed

Klabet (Trigonella foenum graceum L.) telah dikenal sebagai salah satu tanaman
yang memiliki kemampuan dalam mengatasi penyakit Diabetes Mellitus (DM).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas formula yang mengandung
ekstrak biji klabet terhadap tikus Sprague Dawley yang mengalami DM tipe 2
yang telah diberi Pakan Tinggi Lemak dan diinduksi Streptozotocin dengan
melihat penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji serta adanya perubahan
jumlah sel β pankreas. Parameter yang diamati berupa kadar glukosa darah mulai
hari ke-0, 4, 7, 10, 14, dan 21, jumlah sel β pankreas, jumlah pulau Langerhans
dan luas pulau Langerhans. Dosis yang digunakan adalah 100 mg/Kg BB, 200
mg/Kg BB, dan 400 mg/Kg BB. Seluruh data kemudian dianalisis secara statistik
dengan uji Tukey HSD. Berdasarkan hasil penelitian, formula yang mengandung
ekstrak biji klabet mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley
yang mengalami DM tipe 2 secara signifikan (P<0.05) pada dosis 2 (200 mg/Kg
BB) sebesar 24%. Penurunan Kadar glukoa darah efektif dimulai dari hari ke-7.
Formula tersebut juga mampu meningkatkan jumlah sel β pankreas secara
signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok negatif pada dosis 2 sebesar
27%. Semua dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap
luas Pulau Langerhans.

Kata Kunci : Trigonella foenum graceum l, pankreas, Streptozotocin, Pakan


Tinggi Lemak.
ABSTRACT

MAULANA MALIK A. Activity of Formula Containing Fenugreek Seed


Extract (Trigonella foenum graceum L) to Streptozotocin Induced Sprague
Dawley Mice. Undergraduate Thesis. Biology Department. Faculty of Science
and Technology. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Adviced with Dr.
Kurnia Agustini M.Si Apt dan Drh. R.R. Bhintarti Suryohastari. M. Biomed

Fenugreek (Trigonella foenum graceum l) has been known as one of the plants
that have ability in overcoming Diabetes Mellitus (DM) disease. The aim of this
research was to know the activity of formula containing Trigonella foenum-
graceum L.fenugreek extract on Sprague Dawley rats with type 2 DM High Fat
Feed and Streptozotocin induced by the decrease of blood glucose level in animal
test and the change of amount in pancreatic β cells. The observed parameters
were blood glucose levels from 4th, 7 th, 10 th, 14 th, and 21 th days, the number of
pancreatic β cells, the number of Langerhans and Langerhans islands area.
Doses used in 100 mg / Kg BW, 200 mg / kg BW, 400 mg / KgBB. All data were
analyzed statistically with Tukey HSD analysis. Based on the results of the study,
the formula containing the extract of the seeds of the klabet (Trigonella foenum
graceum L) was able to decrease the blood glucose levels of Sprague Dawley
mice with type 2 Diabetes Mellitus significantly (P<0.05) at middle dose (200 mg
/ kg BW) in 24%. The decrease in blood glucose levels effective starting from 7th
days. The formula was capable of increasing the number of pancreatic β cells
compared with the negative group significantly (P <0.05) in middle dose at 27%.
All doses are not shown their effect for Langerhans island area.

Keywords : Trigonella foenum graceum L, Pancreatic, Streptozotocin, High Fat


Diet.
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
segala rahmat dan ridha-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga tercurah pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya, serta umatnya.

Saya merasa tidak akan mampu menyelesaikan penelitian ini dengan baik
tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh dosen di
lingkungan program studi biologi yang telah memberikan ilmu serta
bimbingan selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Kurnia Agustini, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing I penelitian ini
yang telah memberikan bimbingan dan arahan teknis dalam pengerjaan
penelitian ini guna menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. drh. R.R. Bhintari Suryohastari, M.Biomed selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan serta saran dalam menyempurnakan penelitian
saya.
5. Kedua orang tua, Syamsudin Arraniri dan Nani Indah Wati yang tiada
hentinya memberikan do’a dan kasih sayang, memberikan nasihat dan
semangat hidup sehingga saya dapat terus berjuang meraih mimpi-mimpi
saya. Tak lupa kepada kedua kakak saya, Ayu Sukmawati dan Galih
Subangkit yang telah memberikan dukungan, dan juga seluruh keluarga besar
saya.
6. Dr. Agus Supriyono dan Dr. Prasetyawan Sutiyono, MP selaku PJ Lab
Biologi Farmasi dan Laboratorium Farmakologi, Ibu Nuha selaku PJ Lab
Ekstraksi, Mas Ari, Mas Julham, Pak Zaenal Selaku PJ Lab Hewan yang telah
memberikan izin atas penggunaan lab dalam penelitian ini.
7. Untuk Sahabat Pena, Rizky Aprizal dan Aditya Pratama Putra yang telah
berjuang bersama dalam menyelesaikan tugas akhir. Untuk kawan-kawan
Biologi 2013, Himpunan Mahasiswa Biologi Oryza Sativa, Senat Mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Yayasan Untuk Negeri, Wahana Indonesia
Prestasi, Rohis Asy-Syifa, Kakak-kakak alumni yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu yang telah memberikan semangat dalam penulisan laporan serta
penelitian ini. Untuk Pak Fahri Fahrudin, yang telah memerikan arahan serta
bantuan dalam peneltian ini.
8. Laboran Pusat Penelitian Terpadu lantai 4 Biologi, Mba Puji, Kak Amal, Kak
Rama dan Mba festi yang telah memberi motivasi dan pembelajaran di dalam
Laboratorium.

Saya menyadari dalam penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna membangun penelitian
dan menyempurnakan laporan ini lebih baik lagi. Demikian laporan penelitian ini
saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca pada
umunya. Semoga Allah SWT dapat menjadikan ini sebagai salah satu Amal Jariyah
yang In Syaa Allah diterima di sisi-Nya.

Ciputat, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
1.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5
1.6 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 7


2.1 Tanaman Klabet ( Trigonella foenum-graceum L.) ........................................... 7
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ................................................................................ 7
2.1.2 Karakteristik Tanaman ............................................................................ 7
2.1.3 Habitat ..................................................................................................... 8
2.1.4 Kandungan Kimia ................................................................................... 8
2.1.5 Aktivitas Biologi ..................................................................................... 9
2.2 Diabetes Mellitus .............................................................................................. 10
2.2.1 Definisi DM (Diabetes Mellitus) .......................................................... 10
2.2.2 DM Tipe 1 ............................................................................................. 11
2.2.3 DM Tipe 2 ............................................................................................. 11
2.2.4 DM Tipe Gestasional ............................................................................ 12
2.2.5 DM Tipe Lain (Sindrom Diabetes Monogenik) ..................................... 13
2.3 Terapi Farmakologi ......................................................................................... 14

iii
iv

2.4 Metformin ........................................................................................................ 15


2.5 Streptozotocin .................................................................................................. 16
2.6 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ...................................................................... 18

BAB III METODE .................................................................................................... 21


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 21
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................ 21
3.3 Prosedur Kerja ................................................................................................. 22
3.3.1 Persiapan Ekstrak Biji Klabet ................................................................ 22
3.3.2 Uji Penapisan Fitokimia .......................................................................... 22
3.4 Pengujian pada Hewan Uji ............................................................................. 25
3.4.1 Rancangan Percobaan ............................................................................. 25
3.4.2 Pengkondsian Hewan Model Diabetes Mellitus Tipe 2 .......................... 26
3.4.3 Pemberian Bahan Uji .............................................................................. 27
3.4.4 Pengukuran Kadar Glukosa Darah .......................................................... 27
3.4.5 Pembuatan Preparat Histologi Pankreas ................................................. 28
3.4.6 Tahapan Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) ....................................... 30
3.4.7 Pengamatan Preparat ............................................................................... 32
3.5 Analisis Data .................................................................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 33


4.1 Data Berat Badan HEwan Uji ........................................................................... 33
4.2 Data Kadar Glukosa Darah Hewan Uji Selama 21 Hari .................................. 34
4.3 Data Histologi Pankreas Hewan Uji ................................................................ 47
4.4 Rata-Rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β dan Luas Pulau Langerhans .. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 54

LAMPIRAN .............................................................................................................. 58
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 6

Gambar 2. Morfologi tanaman dan biji klabet (Trigonella foenum graceum L.) ....... 8

Gambar 3. Mekanisme Aktivitas Antidiabetes Tanaman Klabet (Trigonella foenum

graceum L.) .............................................................................................. 10

Gambar 4. Faktor Lingkungan dan Genetik terhadap DM Tipe 2 ............................. 12

Gambar 5. Struktur kimia streptozotocin ................................................................... 17

Gambar 6 Rattus norvegicus ...................................................................................... 19

Gambar 7 Diagram batang rerata berat badan hewan uji selama penelitian .............. 33

Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian

(antar kelompok dalam hari) ...................................................................... 34

Gambar 9. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian

(antar hari dalam kelompok) ...................................................................... 39

Gambar 10. Mekanisme Trigonellin sebagai anti DM ............................................... 42

Gambar 11. Mekanisme flavonoid sebagai anti DM ................................................. 44

Gambar 12. Mekanisme saponin pada DM ................................................................ 45

Gambar 13. Pankreas tikus kontrol normal ................................................................ 48

Gambar 14. Pankreas tikus kontrol metformin (+) ..................................................... 48

Gambar 15. Pankreas tikus kelompok Negatif (-) ...................................................... 49

Gambar 16. Pankreas tikus kelompok D1 .................................................................. 49

Gambar 17. Pankreas tikus kelompok D2 ................................................................. 50

vi
vii

Gambar 18. Pankreas tikus kelompok D3 ................................................................. 50

Gambar 19. Diagram batang Rata-rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β .................... 52

Gambar 20. Diagram batang rerata luas Pulau Langerhans ............................................ 53


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakter nilai fisiologis Rattus norvegicus ................................................... 20

Tabel 2. Kelompok Hewan Uji yang mengalami Perlakuan ...................................... 21

Tabel 3. Komposisi Pakan Tinggi Lemak Padat dan Cair .......................................... 26

Tabel 4. Komposisi larutan HE Mayer ...................................................................... 31

Tabel 5. Hasil Penapisan Fitokimia Formula Ekstrak Biji Klabet ............................. 41

Tabel 6. Perhitungan Pemberian Formula Ekstrak Secara Peroral ............................. 59

Tabel 7. Data Berat Badan Hewan Uji ........................................................................ 61

Tabel 8. Data kadar Glukosa Darah Hewan Uji .......................................................... 63

Tabel 9. Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Hewan Uji ............................. 65

Tabel 10. Data Jumlah Langerhans, sel β dan Luas Langerhans ................................ 66

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ............................................... 68

Tabel 12 Hasil Uji Homogenitas Levene .................................................................... 69

Tabel 13. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H0 ................................................................. 70

Tabel 14. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H4 .................................................................. 70

Tabel 15. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H7 ................................................................. 71

Tabel 16. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H10 ............................................................... 71

Tabel 17. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H14 ............................................................... 72

Tabel 18. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H21 ............................................................... 72

Tabel 19. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Jumlah Pulau Langerhans dan Jumlah Sel
β ................................................................................................................................... 73

viii
ix

Tabel 20. Hasil Uji levene jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ...................... 75

Tabel 21. Hasil Uji lanjut jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ....................... 75

Tabel 22. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov Luas pulau Langerhans ........................... 76

Tabel 23. Hasil Uji Levene Luas pulau Langerhans ................................................... 77

Tabel 24. Hasil Uji Anova Luas pulau Langerhans .................................................... 78


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi Streptozotocin ..................................................................... 58

Lampiran 2. Perhitungan Dosis Ekstrak ..................................................................... 59

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pemberian Streptozotocin Secara Intraperitoneal Pada

Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan ................................................. 60

Lampiran 4. Data Berat Badan Hewan Uji ................................................................. 61

Lampiran 5. Data Kadar Glukosa Darah Hewan Uji ................................................. 63

Lampiran 6. Persentase penurunan kadar glukosa darah ........................................... 65

Lampiran 7. Jumlah Pulau Langerhans dan sel β ........................................................ 66

Lampiran 8. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Kadar Glukosa Darah ....... 68

Lampiran 9. Uji Lanjut Tukey HSD Kadar Glukosa Darah ...................................... 70

Lampiran 10. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap jumlah pulau Langerhans
dan jumlah sel β .......................................................................................................... 73

Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ........... 75

Lampiran 12. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Luas pulau Langerhans .. 76

Lampiran 13. Uji Lanjut anova Luas pulau Langerhans ............................................. 78

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus atau disingkat DM adalah kelainan di mana kadar

glukosa darah meningkat di atas kisaran normal. Hal ini terjadi karena

ketiadaan insulin atau jumlahnya berkurang dibandingkan dengan keadaan

normal, dimana fungsi insulin adalah mengatur kadar glukosa darah di dalam

tubuh. Hiperglikemia terjadi akibat insulin yang tidak mencukupi serta

mengalami resistensi. Ada banyak kelainan metabolik terkait, terutama

hiperketonaemia saat ada kekurangan insulin, bersamaan dengan pergantian

asam lemak, lipid, dan siklus protein dan juga terjadi perubahan faktor

hemorheologis. DM adalah penyakit yang bersifat permanen namun di

beberapa kasus terjadi sementara dan bisa disembuhkan (Watkins, 2004)

DM terbagi menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe

gestasional dan DM tipe lain atau Sindrom Diabetes Monogenik. Sekitar 90%

kasus DM merupakan DM tipe 2 (Poretsky, 2010). DM Tipe 2 merupakan

jenis DM dimana insulin mengalami resistensi dan tidak dapat berfungsi

secara baik disertai dengan disfungsi sel β pada pankreas. Penderita DM tipe 2

juga beresiko mengalami penyakit seperti hipertensi dan malfungsi

metabolisme lipoprotein yang berkaitan dengan timbulnya obesitas pada

penderita. DM tipe 2 cenderung sering terjadi pada usia lanjut dan biasanya

1
2

didahului oleh kejadian sakit atau stress yang membutuhkan kadar insulin

tinggi. Adanya insulin pada penderita DM tipe 2 tidak mampu menurunkan

kadar glukosa darah (Nugroho, 2006).

Menurut data dari Aguiree (2013), pada tahun 2013, terdapat 387 juta

orang yang hidup dengan DM. Diperkirakan dari 387 juta orang tersebut, 175

juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif

menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2014), prevalensi DM tipe 1 dan 2

di Indonesia dari tahun 2000 mengalami peningkatan. Jumlah penderita DM

di Indonesia secara keseluruhan sebesar 9.1 juta jiwa. Sementara itu, jumlah

penderita DM tipe 2 di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta jiwa dan

diprediksi pada tahun 2030 mencapai 21,3 Juta jiwa di Indonesia dengan

angka prevalensi sebesar 5.81% setiap tahun. Rentang usia penderita DM tipe

2 berada diantara 24-64 tahun.

Penanganan pasien yang mengalami DM saat ini masih sangat

bergantung kepada obat berbahan dasar kimia. Obat yang sering digunakan

dalam pengobatan DM adalah glibenklamid dan metformin. Penggunaan

glibenklamid dapat menstimulus sel β pakreas untuk mensekresikan insulin

secara terus menerus sehingga kadar glukosa darah dapat diturunkan. Namun

penggunaan glibenklamid dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan

penderita DM mengalami hipoglikemia akut (Gonzales, 2009). Selain

glibenklamid, metformin juga merupakan salah satu obat kimia yang


3

digunakan dalam menangani DM. Metformin dapat menurunkan kadar

glukosa darah dengan cara meningkatkan absorpsi glukosa ke dalam sel-sel

otot, meningkatkan penyimpanan glukosa di dalam hati, serta mengurangi

penyerapan glukosa dari saluran pencernaan. Namun penggunaan metformin

secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan

seperti mual dan diare serta gagal ginjal (Zhu, 2013).

Saat ini, telah banyak dilakukan penelitian mengenai obat alami

antidiabetes. Salah satu alternatif pengobatan dalam mengatasi DM ialah

dengan menggunakan obat tradisional yang berasal dari bahan alam. Salah

satu bahan yang dapat digunakan ialah tanaman Klabet (Trigonella foenum

graceum L.).

Klabet (Trigonella foenum graceum L.) merupakan tanaman yang

termasuk kedalam family leguminoceae dan terdapat di beberapa wilayah

seperti India, Afrika, Mesir, dan Maroko. Selain itu, di Indonesia klabet

ditemukan di wilayah Tawangmangu Jawa Tengah dan di beberapa wilayah

lainnya seperti Aceh dan Bandar Lampung. Klabet dikenal sebagai tanaman

obat yang mempunyai banyak khasiat. Klabet dikenal dapat berfungsi sebagai

antihiperglikemik, hiperkolesterolemia, gastroprotektik, kemopreventif dan

juga sebagai antioksidan (Nathiya, 2014).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak biji klabet mampu

menghasilkan senyawa yang memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar

glukosa darah. Penelitian Subramanian & Prasath (2014), menunjukkan


4

bahwa ekstrak biji klabet mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus

yang diinduksi dengan HFD (High Fed Diet) atau pakan tinggi lemak (PTL)

dan streptozotocin (STZ) dosis rendah. Selain itu, ekstrak biji klabet dapat

menurunkan kadar lipid di dalam darah. Dosis yang digunakan ialah 150

mg/kg bb selama 30 hari. Penelitian Kulkarni et al., (2012) juga menunjukkan

efektivitas dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus yang telah

mengalami DM tipe 2 dari ekstrak biji klabet pada dosis 100 mg/kg bb

sebesar 31.59% selama 28 hari dengan induksi streptozotocin dan

menggunakan gliburida sebagai pembanding.

Penelitian mengenai formula yang mengandung ekstrak biji klabet

yang diharapkan mampu menurunkan kadar gula dalam darah belum banyak

dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

aktivitas formula yang mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum

graceum L) terhadap tikus Sprague Dawley yang diberi pakan tinggi lemak

(PTL) dan diinduksi streptozotocin (STZ).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana aktivitas formula yang mengandung ekstrak biji klabet

(Trigonella foenum-graceum L) dengan 3 variasi dosis terhadap tikus Sprague

Dawley yang diinduksi STZ?


5

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas formula

yang mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum-graceum L.) dengan

dosis yang tepat terhadap tikus Sprague Dawley yang diinduksi STZ.

1.4 Hipotesis Penelitian

Formula yang mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum

graceum L.) dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menunjukkan

peningkatan jumlah sel β pankreas pada tikus Sprague Dawley yang

mengalami DM tipe 2.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dijadikan

acuan bagi para praktisi kesehatan dalam menggunakan ekstrak biji klabet

sebagai obat DM tipe 2.


6

1.6 Kerangka Berpikir

Prevalensi DM tipe 2 Pengobatan konvensional


Tinggi menimbulkan efek samping

Formula yang
mengandung ekstrak biji Pengobatan DM tipe 2
klabet (Trogonella dengan formula obat alam
foenum-graceum L)

Pengukuran Kadar Gula Darah


Perlakuan terhadap Puasa (KGDP) serta analisis
Hewan uji DM Tipe 2 histologi pankreas

Penurunan kadar glukosa darah


pada hewan uji dan peningkatan
Analisis Data
jumlah sel β

Gambar 1. Kerangka Berpikir


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Klabet (Trigonella foenum graceum L)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman klabet (Trigonella foenum graceum L) merupakan jenis tanaman

yang memiliki Kingdom Plantae dengan Kelas Magnoliopsida dan termasuk kedalam

Ordo Fabales. Tanaman ini termasuk kedalam Family Fabaceae dengan Genus

Trigonella, dengan nama spesies Trigonella foenum-graceum L (Anitha &

Priyadharshini, 2012).

2.1.2 Karakteristik Tanaman

Tanaman Klabet atau tanaman dengan nama daerah halba merupakan tanaman

tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 30-60 cm. Daun berbentuk bundar telur

terbaik sampai bentuk baji. Bunga tunggal atau sepasang, muncul di ketiak daun, dan

mahkotanya berwarna kuning terang. Buahnya berbentuk polong gundul, berbentuk

memanjang atau lanset, dan berisikan 10-20 biji (Wharf & Kingdom, 2010). Biji

klabet sendiri mempunyai ukuran rata-rata sebesar 3,44 mm sampai 4,75 mm. Biji

Klabet berwarna coklat dengan wangi yang khas. Tekstur dari bijinya sangat keras.

Biji yang masih mudah berwarna hijau, sedangkan biji yang telah tua atau matang,

berwarna coklat gelap. Biji klabet sering dimanfaatkan sebagai bumbu dapur yang

mempunyai rasa pahit tetapi mengandung khasiat dan nilai gizi yang tinggi (Patil,

2014) .

7
8

a b

Gambar 2. Morfologi tanaman dan biji klabet (Trigonella foenum graceum L.)
(a). Tanaman Klabet (b). Biji Klabet (www.pfaf.org)

2.1.3 Habitat

Tanaman Klabet terdistribusi dibagian utara afrika, timur tengah, turki dan

dapat ditanam atau diperbanyak di seluruh wilayah dan tumbuh normal pada tempat

yang cenderung berpasir, berlumpur, atau pada tanah liat. Klabet di Indonesia banyak

ditemukan di wilayah Tawangmangu, Jawa Tengah. Klabet dapat tumbuh optimal di

wilayah yang cenderung mendapatkan sinar matahari lebih banyak (Patil, 2014).

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman klabet diantaranya adalah

saponin (diosgenin), alkaloid (trigonelline, gentianine, carpaine), asma amino (4-

Hydroxyisoleusin, arginine), dan juga flavonoid. Biji tanaman klabet kaya akan

protein yaitu sebanyak 30%, dan kadar karbohidrat sebanyak 11 %. Klabet juga kaya

akan kalsium, besi, beta karoten dan vitamin lainnya (Patil, 2014). Selain itu, biji

klabet mempunyai kadar protein sebesar 26% yang dapat bekerja dalam mengurangi
9

lipid di dalam darah. Kadar Trigonelin yang terdapat pada biji klabet memiliki

kemampuan sebagai agen penurun gula dan lemak di dalam darah (Patil, 2014).

Kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam biji klabet diantaranya

ialah senyawa-senyawa alkaloid seperti trigonellin, gentianin, dan carpain. Untuk

golongan glikosida, ditemukan senyawa-senyawa seperti diosgenin, yamogenin,

trigofoenosida, trigraecum, trigokumarin, graekunin, yukkagenin, neogitogenin,

tigogenin, sarsapogenin, smilagenin. Senyawa polifenol yang ditemukan di dalam biji

Klabet adalah viteksin, quercetin, asam kafein, kumarin, skopoletin, asam klorogenik,

dan visenin (Patil, 2014).

2.1.5 Aktivitas Biologi

Tanaman klabet memiliki aktivitas yang terdiri dari aktivitas antidiabetes

antioksidan, aktivitas fitoestrogenik, antikarsinogenik, antiulcer, immunomodulator,

antiobesitas, hypolipaedemic, hepatoprotektif, dan anti bakteri (Patil, 2014).

Mekanisme dari senyawa-senyawa biji klabet sebagai antidiabetes ditempuh dengan

berbagai mekanisme. Mekanisme tersebut ialah dengan menstimulasi sel β, sintesis

enzim glukokinase, penghambatan glukosa-6-fosfat, enzim fruktosa difosfatase, dan

piruvat karboksilase, dan juga inhibisi sel α pankreas.


10

Antidiabetic activity of
Trigonella foenum
graceum L

By stimulating of β Enhance the effect of By inhibition of α cells


cells insulin and Adrenaline
By release of
hyperglycemic factor
By stimulation of
synthesis of
By inhibiting the synthesis of :
glucokinase
 Glucose-6-phosphatase
 Fructose diphosphatase
 Pyruvate carboxylase

Gambar 3. Mekanisme Aktivitas Antidiabetes Tanaman Klabet (Trigonella


foenum graceum L.) (Patil, 2014)

2.2 Diabetes Mellitus

2.2.1 Definisi DM (Diabetes Mellitus)

DM merupakan suatu gangguan metabolisme dimana penyebab utama dari

gangguan tersebut adalah hiperglikemia kronis. Penyebab dari hiperglikemia atau

naiknya gula dalam darah disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau gangguan

insulin. Menurut Holt (2010), tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat defisiensi fungsi insulin.

Manusia normal memiliki kadar glukosa puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam

sesudah makan di sebesar 140 mg/dL. Penderita DM ditandai dengan kadar glukosa

darah puasa >126 mg/dL dan dua jam setelah makan sebesar >200 mg/dL

(Tjokroprawiro, 2006).
11

2.2.2 DM Tipe 1

DM Tipe 1 merupakan tipe DM tergantung insulin (Insulin Dependent

Diabetes Mellitus, IDDM). DM tipe 1 terjadi akibat degenerasi sel B langerhaens

pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin, diabetogenik (streptozosin,

alloksan), atau secara genetik yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah

atau berhenti sama sekali. Hal tersebut megakibatkan penurunan pemasukan glukosa

dalam otot dan jaringan adiposa.

Diabates tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang sangat erat

hubungannya dengan ketoasidosis apabila tidak diobati. Gangguan katabolisme yang

disebabkan hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi darah , glukagon plasma

meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merspon semua stimulus insulinogenik (Van

Belle, Taylor, & von Herrath, 2009).

2.2.3 DM Tipe 2

DM tipe 2 merupakan tipe diabetes dimana insulin masih cukup untuk

mencegah terjadinya badan keton, sehingga jarang dijumpa ketosis. Namun demikian,

kondisi hiperosmolar nonketotik dapat terjadi. DM 2 tersebut cenderung terjadi pada

individu lanjut usia yang membutuhkan kadar insulin tinggi. Insulin pada DM tipe 2

tidak mampu mencegah glikosuria (Feinglos, 2008)

Penyebab DM tipe 2 secara umum adalah faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik dapat menjadi penyebab karena beberapa kasus DM tipe 2 dapat

diturunkan ke generasi selanjutnya dari suatu garis keturunan. Penyebab paling besar
12

dari DM tipe 2 adalah faktor lingkungan atau gaya hidup. Saat ini, bahan makanan

yang tinggi lemak dan tinggi gula dapat dengan mudah ditemukan. Konsumsi gula

berlebihan dapat menyebabkan penurunan fungsi pankreas yang berfungsi sebagai

organ yang mampu mensekresikan insulin yang berfungsi dalam penyimpanan

glukosa dalam tubuh (Feinglos, 2008)

Gambar 4. Faktor Lingkungan dan Genetik terhadap DM Tipe 2 (Feinglos, 2008)

Secara patofisiologi, DM tipe 2 disebabkan oleh dua hal yaitu penurunan

respon jaringan perifer terhadap insulin. Peristiwa tersebut dinamakan resistensi

insulin. Selain itu, hal selanjutnya ialah penurunan kemampuan sel β pankreas untuk

mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa (Nugroho, 2006).

2.2.4 DM Tipe Gestasional

DM tipe Gestasional adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang

timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau
13

temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita DM tipe gestasional, dan

umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Holt, 2010)

Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih

sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi

yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital,

peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas

perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita DM tipe gestasional akan

lebih besar risikonya untuk menderita diabetes kembali di masa depan. Kontrol

metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.

2.2.5 DM Tipe Lain (Sindrom Diabetes Monogenik)


Sindrom diabetes monogenik terbagi kedalam beberapa jenis seperti neonatal

diabetes dan MODY (Maturity-onset Diabetes of the Young). NDM (Neonatal

Diabetes Mellitus) muncul pada usia 6 bulan. NDM hampir serupa dengan DM tipe 1,

dimana penderita tidak dapat menghasilkan insulin sehingga penderita mengalami

hiperglikemia. Jika kondisi NDM pada usia 6 bulan tidak dapat disembuhkan, maka

DM neonatal akan bersifat permanen atau Permanen Neonatal Diabetes Mellitus

(PNDM). NDM ditandai dengan timbulnya rasa haus yang berlebih, produksi urin

yang tinggi, dan dehidrasi. Penderita yang lahir dengan NDM tidak dapat tumbuh

dengan baik, dan mengalami penurunan berat tubuh yang signifikan dibandingkan

dengan manusia normal pada umur dan jenis kelamin yang sama. Selain itu, terdapat

pula MODY atau Maturity-onset Diabetes of the Young. MODY lebih rentan terjadi
14

pada penderita di usia remaja hingga dewasa. Adanya mutasi pada gen yang

mengkode produksi insulin dari pankreas mengakibatkan penderita MODY tidak

mampu mengatur kadar glukosa darah kedalam keadaan normal. Penderita MODY

tidak mengalami kenaikan berat badan dan tidak mengalami tanda-tanda DM pada

umumnya. Faktor genetik juga mempengaruhi seseorang mengalami MODY

(National Diabetes Information Clearinghouse, 2014)

2.3 Terapi Farmakologi

Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan

terapi diabetes, bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien,

farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis

obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan obat hipoglikemik

oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat

glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit

lain dan komplikasi yang ada.

Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Kondisi

pada DM tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga

tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM

Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme

karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar


15

penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata

memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

GLP-1 (Glucagon like Peptide) Analog

GLP-1 (Glucagon like Peptide) merupakan suatu hormon yang akan bekerja

ketika makanan masuk ke dalam tubuh (Doyle, 2007). GLP-1 Analog adalah salah

satu metode pengobatan bagi penderita DM tipe 2 dan diinjeksikan di bawah kulit

penderita. GLP-1 analog mengatur kadar glukosa dengan menstimulasi sekresi insulin

berdasarkan keberadaan glukosa, menekan sekresi glukagon, mempertahankan

keadaan lambung dalam keadaan kosong dan memberikan rasa kenyang kepada

penderita lebih lama. Perbedaan terapi GLP-1 analog dengan obat konvesional bagi

penderita DM seperti glibenklamid dan metformin adalah glibenklamid bekerja

dengan cara menstimulus pankreas untuk mengeluarkan insulin sebanyak-banyaknya

sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Syanghdan, 2013). Sementara

metformin bekerja dengan menstimulasi penyimpanan glukosa tanpa melibatkan

fungsi dari insulin. Metformin bekerja pada 3 lokasi yaitu hati, saluran pencernaan

dan sel-sel otot . GLP-1 Analog bekerja jika terdapat sumber karbohidrat yang

nantinya aka dipecah menjadi glukosa dan masuk ke dalam tubuh (Syanghdan, 2013).

2.4 Metformin

Metformin merupakan suatu obat yang termasuk golongan biguanid.

Metformin diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara mengurangi

produksi glukosa oleh hati dan bila diberikan sendiri tidak akan menyebabkan
16

hipoglikemia. Metformin juga dapat memperbaiki sensitifitas otot terhadap insulin

dan menghambat penyerapan glukosa di usus. Selain itu, metformin juga dapat

dikombinasikan dengan glibenklamid dan banyak digunakan karena keberhasilannya

dalam menurunkan kadar glukosa darah. (Soegondo & Sukardji, 2008).

Efek samping dari penggunaan metformin ialah pada gastrointestinal hingga

menyebabkan diare. Metformin juga dilaporkan dapat mengganggu proses

penyerapan vitamin B12, namun kejadian ini sangat jarang terjadi. Metformin

merupakan obat oral hipoglikemik yang tidak meningkatkan berat badan atau

mengurangi berat badan secara signifikan. Penambahan metformin pada diet yang

diberikan kepada penderita DM juga mampu mengurangi HbA1C hingga 2%.

2.5 Streptozotocin

Streptozotocin (STZ) merupakan bahan kimia yang secara alami diproduksi

oleh bakteri yang berasal dari tanah, Streptomyces achromogenes. STZ dapat larut di

dalam air, senyawa keton, dan alkohol dengan konsentrasi yang rendah. STZ

memiliki rumus kimia C8H15N3O7. Berat molekul dari STZ adalah 265 g/mol. Tahun

1963, Rakieten melaporkan bahwa STZ merupakan agen diabetogenik, atau bahan

yang mampu menginduksi DM (Szkudelski, 2001).

Fungsi STZ adalah sebagai penghambat sintesis DNA baik pada bakteri

ataupun mamalia. Di dalam sel bakteri, terjadi interaksi spesifik antara sitosin

terhadap degradasi DNA bakteri. STZ bersifat sitotoksisk terhadap sel β pankreas dan

dapat terlihat dampaknya dari STZ 72 jam. STZ biasa digunakan dalam induksi
17

diabetes terhadap beberapa hewan model seperti tikus, mencit, monyet, hamsters dan

babi (Wilson, 2012)

Gambar 5. Struktur kimia streptozotocin (Szkudelski, 2001)

Streptozotocin telah terbukti mempunyai efek yang lebih baik sebagai agen

diabetogenik. Hal ini dikarenakan STZ lebih stabil pada saat sebelum dan sesudah

diijkesikan ke dalam hewan model. STZ harus disimpan di dalam lemari pendingan

pada suhu 4ᵒC dan dijauhkan dari paparan sinar matahari secara langsung.

Penggunaan STZ untuk menginduksi DM pada hewan model memerlukan

dosis yang tepat. Hal ini dikarenakan DM yang dihasilkan akibat injeksi STZ

memiliki kemiripan tipe antara DM tipe 1 dan DM tipe 2. Dosis STZ yang diberikan

bergantung kepada jenis hewan, umur, jalur pendedahan, berat badan, status nutrisi

dan perbedaan respons terhadap xenobiotik (Novrial, 2012).


18

Dosis yang paling maksimal pada tikus berada pada kisaran 175-200 mg/kg

secara intraperitoneal, mencit 50-75 mg/kg melalu intraperitoneal atau intravena,

pada anjing 15 mg/kg selama 3 hari. Pada dosis rendah, induksi DM menggunakan

STZ tidak stabil.

Menurut Ogbonnaya (2013) dosis tunggal STZ yaitu 130-150 mg/kg bb atau

dosis berulang yaitu 40 mg/kg bb dapat menghasilkan DM tipe 2. Sementara

penggunaan dosis berulang sebesar 250-450 mg/kg bb menghasilkan DM tipe 1.

2.6 Tikus Putih (Ratus norvegicus)

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan

mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pengamatan laboratoris. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai

hewan percobaan pada berbagai penelitian. Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih

mempermudah para peneliti dalam mendapatkan hewan percobaan yang sesuai

dengan kriteria yang dibutuhkan. Kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam

menentukan tikus putih sebagai hewan percobaan, antara lain: kontrol pakan, control

kesehatan, recording perkawinan, jenis (strain), umur, bobot badan, jenis kelamin,

silsilah genetik (Wolfenshon, 2013)

Tikus putih (Rattus norvegicus) mempunyai 3 galur, yaitu Sprague Dawley,

Wistar, dan Long Evans. Galur yang sering digunakan dalam penelitian adalah galur

Sprague-Dawley karena mudah dikembangbiakkan.


19

Gambar 6. Rattus norvegicus (Dokumentasi Pribadi, 2017)

Galur Sprague Dawley memiliki tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga

tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang daripada

badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang pendek,

sedangkan galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil serta bulu pada

kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam. (Wolfenshon, 2013).

Tikus memiliki tingkat reproduksi yang tinggi dan cepat. Tikus sering dipilih

sebagai hewan uji dalam percobaan di laboratorium dikarenakan induksi yang

dilakukan pada tikus dalam berbagai strain akan menunjukan hasil dalam waktu yang

lebih cepat. Selain itu, tikus juga mudah diperoleh dan bukan termasuk ke dalam

hewan yang dilindungin keberadaaanya (Wolfenshon, 2013)


20

Adapun data fisiologis tikus putih secara umum adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Karakter nilai fisiologis Rattus norvegicus (Wolfenshon, 2013)

Nilai Fisiologis Kadar


Jantan 450 - 520g
Berat tikus dewasa
Betina 250 - 300 g
Kebutuhan makan 5 - 10g/100g berat badan
Kebutuhan minum 10 ml/100 g berat badan
Jangka hidup 3 - 4 tahun
Temperatur rektal 36ᵒC - 40ᵒC
Detak Jantung 250 – 450 kali / menit
Tekanan Darah
Sistol 84 – 134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Laju pernafasan 70 – 115 kali / menit
Serum protein (g/dl) 5.6 - 7.6
Albumin (g/dl) 3.8 - 4.8
Globulin (g/dl) 1.8 – 3
Glukosa (mg/dl) 50 – 135
Nitrogen urea darah (mg/dl) 15 – 21
Kreatinin (mg/dl) 0.2 - 0.8
Total bilirubin (mg/dl) 0.2 - 0.55
Kolesterol (mg/dl) 40 – 130
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknolgi Farmasi dan Medika

LABTIAB BPPT Serpong dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, berlangsung

mulai dari bulan April sampai dengan bulan September 2017.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vacuum rotary

evaporator Heidelberg, oven Memmert, timbangan digital, kandang tikus beserta

tempat makan dan minum, timbangan analitik, grinder, alat-alat gelas, glukometer

(easy touch), sonde oral, jarum suntik, alumunium foil, lumpang, kertas saring,

sarung tangan, dan masker, mikrotom Leica, Tissue Bath Jussico, Tissue-Tek TEC

Sakura, Tissue Processor. Bahan yang digunakan adalah ekstrak Biji Klabet

(Trigonella foenum-graceum L) yang telah terstandarisasi oleh PTFM BPPT,

metformin sebagai obat pembanding dan streptozotocin (STZ) sebagai penginduksi

DM.

Bahan kimia yang digunakan antara lain Formalin 10%, asam asetat anhidrat

eter, asam sulfat pekat, serbuk Mg, HCl pekat, asam klorida encer 2 N, NaOH 1 N,

alkohol dengan berbagai variasi konsentrasi, FeCl 0,1%, reagen Meyer, reagen

Dragendroff, reagen Bouchardat, Larutan Hematoksislin Eosin, xylol, larutan scot.

21
22

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Persiapan Ekstrak Biji Klabet

Ekstrak biji klabet yang digunakan merupakan ekstrak yang menggunakan

pelarut etanol Food Grade dengan konsentrasi 70% dari Laboratorium

Pengembangan Teknik Industri Agro dan Biomedika Pusat Teknologi Farmasi dan

Medika BPPT Serpong.

3.3.2 Uji penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui beberapa senyawa aktif yang

terdapat di dalam formula ekstrak. Beberapa senyawa yang dianalisis diantaranya

adalah steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, alkaloid, tanin dan kumarin

(Farnsworth, 1966).

Skrining Steroid dan Triterpenoid

Ditimbang 1 gram serbuk simplisia dan ekstrak kental dimaserasi dengan 20

mL eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring dan diambil

filtratnya, 5 mL dari filtrate tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga

diperoleh residu/sisa, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1

tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann-Burchard), terbentuk warna hijau atau

merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid atau triterpenoid.

Skrining Flavonoid

Ditimbang 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak kental ditambahkan 100 mL

air panas, didihkan selama 5 menit, saring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang
23

akan digunakan sebagai larutan percobaan ke dalam 5 mL (dalam tabung reaksi).

Ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan HCI pekat,

tambahkan 5 mL amilalkohol, dikocok dengan kuat, biarkan hingga memisah,

terbentuk warna dalam larutan amialkohol menunjukan adanya senyawa flavonoid.

Skrining Saponin

Sebanyak 10 mL larutan ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit,

terbentuk busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa

golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa tetap stabil.

Skrining Alkaloid

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dan ekstrak kental dilembabkan dengan 5 mL

ammonia 30% (pekat), digerus dalam mortar, kemudian ditambahkan 20 mL.

kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan

kertas saring diperoleh filtrat berupa larutan organik (sebagai larutan A), sebagai dari

larutan A (10 mL) diekstraksi dengan 10 mL larutan HCI 1:10 dengan pengocokan

dalam tabung reaksi, ambil larutan atasnya (sebagai larutan B). Larutan A diteteskan

beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atai ditetesi dengan preaksi

Dragendorff, terbentuk warna merah /jingga pada kertas saring menunjukan adanya

senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-

masing reaksi, ditambahkan masing-masing preaksi Dragendorff dan Mayer,

terbentuk endapan merah bata yang menunjukan adanya senyawa golongan alkaloid.
24

Skrining Tanin

Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak kental (dalam

gelas piala kecil) ditambahkan 100 mL air, dididihkan selama 15 menit, dinginkan

dan disaring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh dibagi. Ke dalam masing-

masing 5mL filtrat (dalam tabung reaksi) :

1) Ditambahkan beberapa tetes larutan ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna

biru hijau violet.

2) Ditambahkan beberapa tetes larutan gelatin 2% terbentuk endapan putih

menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Ke dalam 50 mL filtrat yang kedua

ditambahkan 15 pereaksi Stiasny (Formaldehid 30% - HCl pekat 2:1), dipanaskan

diatas penangas air, terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin

katekuat. Endapan disaring, filtrat yangdiperoleh dijenuhkan dengan serbuk natrium

asetat, ditambahkan beberapa tes larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru

tinta menunjukkan adanya tanin galat.

Skrining Kumarin

Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak kental

dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL pelarut

kloroform dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan

air) pada mulut tabung, panaskan selama 20 menit diatas penangas air dan dinginkan,

saring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa

ditambahkan air panas sebanyak 10 mL, dinginkan, larutan dimasukkan ke dalam


25

tabung reaksi, tambahkan 0,5 mL larutan ammonia (NH4OH)10%, amati dibawah

sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm, maka terjadi fluoresensi

warna biru atau hijau, biru kehijauan, menunjukkan adanya golongan kumarin.

3.4 Pengujian Pada Hewan Uji

3.4.1 Rancangan Percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur SD, berumur 2-3

bulan dengan berat badan antara 140-180 gram yang diaklimatisasi selama 1 minggu

agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi,

dilakukan pengamatan kondisi umum dan keseimbangan berat.

Hewan uji yang akan dipilih sebanyak 30 ekor tikus putih jantan secara acak

untuk dibagi menjadi 6 kelompok.

Tabel 2. Kelompok Hewan Uji yang mengalami Perlakuan

Kelompok Perlakuan Jumlah Tikus


Hewan
KN Suspensi CMC-Na 0,5% 5
K(-) PTL + Induksi STZ 5
K(+) PTL + Induksi STZ + Metformin 45 mg/Kg BB 5
D1 PTL + Induksi STZ + Formula ekstrak 100 5
mg/Kg BB
D2 PTL + Induksi STZ + Formula ekstrak 200 5
mg/Kg BB
D3 PTL + Induksi STZ + Formula ekstrak 400 5
mg/Kg BB
26

3.4.2 Pengkondisian Hewan Model Diabetes Mellitus Tipe 2

Induksi DM tipe 2 dilakukan dengan memberikan streptozotocin (STZ)

kepada hewan uji. Selain itu hewan uji juga diberikan pakan tinggi lemak (Skovsø,

2014). Hewan model DM tipe 2 diberikan pakan tinggi lemak yang berupa pakan

padat dan cair. Pakan tersebut diberikan setiap hari selama 80 hari setelah

diaklimatisasi. Sebelum diinduksi STZ hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama

12 jam namun tetap diberikan air minum (Ad libitum). Hal ini dilakukan karena

hewan uji yang dipuasakan terlebih dahulu lebih rentan mengalami hiperglikemia

dibanding hewan uji yang tidak dipuasakan. Setelah itu, larutan STZ disuntikkan

secara intraperitoneal dengan dosis 30 mg/200 g BB (dosis rendah) pada kelompok

K(-), K(+), D1, D2, dan D3 yang masing-masing terdiri dari 5 hewan uji. Setelah

penyuntikan, tikus diberi PTL padat dan cair dan air minum (Ad Libitum).

Pengukuran kadar glukosa darah puasa dilakukan pada hari ke-7 setelah induksi STZ

untuk memastikan bahwa tikus mengalami hiperglikemia permanen (Lanzen, 2008).

Kenaikan kadar glukosa darah puasa yang melebihi 180 mg/dl mengindikasikan

terjadinya kondisi hiperglikemia dan digunakan dalam pemberian bahan uji. Kadar

gula darah normal pada tikus adalah 50-135 mg/dl (Srinivasan, 2005).

Tabel 3. Komposisi Pakan Tinggi Lemak Padat dan Cair

Padat Cair
Pur Ayam 66.67% -
Kuning Telur 6.67% -
Minyak Babi 20% 40%
Susu Skim 6.67% -
Minyak Kelapa - 60%
27

3.4.3 Pemberian Bahan Uji

Pada hari ke 7 setelah induksi STZ, bahan uji yang merupakan ekstrak biji

klabet (Trigonella foenum graceum L) mulai diberikan sesuai perlakuan masing-

masing kelompok seperti yang tertera pada tabel 2. Pemberian bahan uji dilakukan

setiap hari selama 21 hari. Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara

menghomogenkan ekstrak dengan larutan CMC 0.5% (Lampiran 3) kemudian

diberikan kepada hewan uji secara peroral dengan menggunakan bantuan jarum sonde

dan syringe. Pemberian bahan uji dilakukan 1 kali dalam sehari dan volume yang

diberikan menyesuaikan dengan berat badan masing-masing hewan uji. Pengamatan

berlangsung selama 21 hari dimulai setelah pemberian bahan uji. Kemudian

dilakukan pengambilan darah untuk mengetahui kadar gula darah dan kolesterol

darah pada hari ke 0,4 7,10, 14, dan 21 setelah bahan uji diberikan.

3.4.4 Pengukuran Kadar Glukosa darah

Pengambilan darah dilakukan pada bagian pleksus venosus pada area retro

orbitalis mata dengan menggunakan tabung hematokrit. Darah yang telah diambil

kemudian dianalisis dengan alat glukometer easy touch GCU. Darah yang telah

keluar kemudian diteteskan pada strip Glucometer. Sebelumnya pada glukometer

dilakukan penyesuaian kode yang tertera pada kemasan strip glukosa. Setelah darah

diteteskan pada strip, ditunggu selama 10 detik untuk menunggu hasil pembacaan

konsentrasi glukosa darah pada glukometer. Nilai yang tertera pada glukometer

merupakan nilai konsentrasi glukosa darah dengan satuan mg/dL.


28

3.4.5 Pembuatan Preparat Histologi Pankreas

Salah satu tujuan dalam pembuatan preparat histologi ialah untuk mengetahui

perubahan struktur pankreas yang telah terdedah oleh streptozotocin dan juga melihat

perkembangan struktur jaringan pankreas setelah diberikan bahan uji.

Nekropsi

Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian ambil wadah plastik yang

sudah ditulis nama atau kode tikus dan organ. Tuangkan formalin 10% ke dalam

plastik sekitar 20x volume jaringan sampel. Tikus dianastesi dengan cara dislokasi

leher. Pankreas yang telah diambil kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik yang

berisi formalin 10% (Jusuf, 2009).

Dehidrasi

Proses dehidrasi dilakukan untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan

menggunakan alkohol dengan variasi konsentrasi 50%, 70%, 80%, 90%. Setiap

wadah dengan konsentrasi alkohol yang sama diberi label I, II, III, IV untuk

menandakan urutan proses dehidrasi. Potongan organ direndam selama 15 menit

secara berurutan ke dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, dan 90% (Jusuf, 2009).

Clearing

Tahapan Clearing bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan, karena

alkohol dan parafin tidak dapat menyatu, sehingga larutan yang akan dimasukkan ke

dalam jaringan dapat berikatan dengan parafin. Jaringan yang telah dikeluarkan dari
29

cairan dehidrasi dimasukkan kedalam xylol selama 1 jam. Jaringan kemudian akan

menjadi bening. Kemudian dilakukan pemindahan jaringan ke dalam xylol II. Lama

inkubasi bergantung kepada besarnya ukuran jaringan, tetapi biasanya waktu yang

digunakan untuk inkubasi menggunakan xylol adala ½-1 jam. Jaringan kemudian

direndam oleh paraffin cair di dalam oven kira-kira ½ jam. Jaringan siap untuk

dimasukkan ke dalam blok parafin (Jusuf, 2009).

Embedding

Tahap embedding bertujuan untuk mengeluarkan cairan pada saat proses

clearing dan menggantinya dengan parafin karena cairan saat proses clearing dapat

mengkristal di dalam jaringan dan menyebabkan jaringan mudah robek saat tahap

pemotongan. Proses embedding dilakukan dengan cara membenamkan jaringan ke

dalm paraffin I selama 2 jam. Kemudian jaringan dipindahkan kedalam paraffin II

selama 1 jam. Jaringan yang telah direndam oleh paraffin II kemudian direndam

kembali ke dalam paraffin III selam 2 jam, dan siap dipindahkan untuk proses

blocking (Jusuf, 2009).

Blocking

Tahapan ini merupakan proses pembuatan blok preparat agar organ dapat

dipotong dengan mikrotom. Cairkan parafin lalu tuangkan sedikit ke dalam cetakan

blok. Masukan potongan organ secara perlahan dan kemudian tuangkan kembali

parafin hingga merendam organ (Jusuf, 2009).


30

Pemotongan Jaringan

Proses ini merupakan pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom.

Blok parafin direkatkan diatas blok kayu dengan cara memanaskan salah satu sisi

blok parafin hingga sedikit mencair kemudian langsung tempelkan. Letakan blok

parafin dan balok kayu tersebut pada holder (pemegang) di mikrotom dan

kencangkan. Lakukan pemotongan jaringan ini dengan ketebalan 5-7 μm. Jika

diperlukan sudut kemiringan pisau mikrotom diatur pada sudut 20-30 derajat.

Setelah blok parafin berhasil dipotong, dengan kuas dan rendam potongan

tersebut dalam waterbath dengan suhu air 37-40ᵒC hingga potongan terlihat

meregang. Setelah pita paraffin terlihat mengembang dengan baik, tempelkan pita

parafin tersebut pada kaca objek yang telah dicoated dengan cara memasukkan kaca

objek itu kedalam waterbath dan menggerakkannya kearah pita paraffin. Pita paraffin

ditempelkan ke kaca objek secara hati-hati. Letakkan kaca objek pada hotplate

dengan temperatur 40-45 ᵒC, biarkan selama beberapa jam dan potongan siap untuk

diwarnai (Jusuf, 2009).

3.4.6 Tahapan Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Tahapan terakhir merupakan tahapan pewarnaan dengan menggunakan

pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Hematoksilin sendiri merupakan zat pewarna yang

diekstraksi dari tanaman Hematocylon camphechianum. Hematoksilin berfungsi

untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru serta eosin yang merupakan

counterstaining hematoksilin, digunakan untuk memulas inti sitoplasma sel dan


31

jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang

berbeda. Larutan Hematoksilin Eosin (HE) yang digunakan ialah larutan HE Mayer

(Suvarna, 2013).

Larutan HE mayer merupakan larutan yang dapat disimpan lama dengan

counterstaining eosin 0.5-1 % dan waktu inkubasinya adalah 15-20 menit.

Tabel 4. Komposisi larutan HE Mayer

Bahan Volume
Kristal Hematoksilin 5 gr
Alkohol 96% 50 ml
Ammonium/Potassium Alum 100 gr
Distilated Water 1000 ml
Merkuri Oksida 2.5 gr

Tahapan pewarnaan yang dilakukan ialah deparafinisasi dengan xylol (2x2

menit). Kemudian hidrasi dengan serial Alkohol 100% (2x2 min) – 95% (2min) –

90% (2 min) – 80% (2 min) - 70% (2min) – Distilled water (3min). Inkubasi dalam

larutan hematoksilin Mayers selama 15 min. Cuci dalam air mengalir selama 15-

20menit. Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air

mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan kelangkah

selanjutnya. Counterstaining dalam larutan Eosin working solution selama 15 detik

hingga 2 menit tergantung pada umur eosin dan kedalaman warna yang diinginkan.

Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai 70% hingga

100% masing-masing 2 menit. Jernihkan dan dealkoholisasi dalam xylol 2x2min.

Tutup dengan balsem kanada (Jusuf, 2009).


32

3.4.7 Pengamatan Preparat

Preparat diamati dan difoto dengan menggunakan mikroskop Olympus BX41

dan software Olympus DP2-BSW yang dimulai dari perbesaran 40, 100, 200, dan

400.

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan program SPSS 16.0

(Statistical Program for Social Science) for windows. Data yang digunakan dalam

analisis statistik adalah Kadar Gula Darah Puasa dan Kadar Kolesterol Total baik

sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Data jumlah sel β pankreas dan

gambaran histologi pankreas yang diperoleh dari pembuatan preparat histologi

pankreas dianalisis secara deskriptif. Analisis yang digunakan adalah uji distribusi

normal (Kolmogorov-Smirnov) dan uji homogenitas (uji Levene). Jika data yang

dinyatakan terdistribusi normal dan homogen, uji dilanjutkan dengan uji analisis

varian satu arah (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka

dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Jika data yang diperoleh

dinyatakan tidak terdistribusi normal atau tidak homogen, uji dilanjutkan dengan

analisis non parametik (uji KruskalWalis) dan uji Tukey HSD.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Berat Badan Hewan Uji

Berat badan hewan uji merupakan salah satu faktor penting dalam

pemberian ekstrak pada hewan uji. Pengambilan data berat badan dilakukan

setelah tahap aklimatisasi kemudian setiap minggu dilakukan penimbangan berat

badan hewan uji selama penelitian.

400 KN

350 K(-)
Berat Badan Tikus (g)

K(+)
300
D1
250
D2
200
D3
150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perhitungan Minggu Ke-

Gambar 7. Diagram batang rerata berat badan hewan uji selama penelitian

Berdasarkan data berat badan di atas, terlihat bahwa berat badan hewan uji

secara keseluruhan mengalami kenaikan dimana pada saat awal penelitian, berat

badan hewan uji rata-rata berada pada 89-120 g, kemudian diakhir penelitian berat

badan hewan uji berada pada pada kisaran 326-372 g. Kenaikan berat badan

dipengaruhi pemberian PTL selama penelitian.

33
34

Berdasarkan gambar diatas, kelompok hewan uji yang mengalami DM tipe

2 dan kelompk hewan uji yang diberikan perlakuan metformin mengalami

penurunan berat badan. Hal ini terjadi karena pada kondisi DM tipe 2, kadar

glukosa darah pada tubuh tidak dapat masuk ke dalam sel-sel otot. Adanya

resistensi insulin mengakibatkan insulin tidak mampu menempel pada reseptor

yang ada di membran sel otot sehingga GLUT 4 tidak terbuka dan glukosa tidak

dapat masuk ke dalam sel otot. Hal ini tentunya akan megurangi massa tubuh

sehingga hewan uji yang mengalami DM akan mengalami penurunan berat badan

(Farida et al. 2010). Penggunaan metformin juga menimbulkan penurunan berat

badan karena penyerapan glukosa pada saluran intestinal ditekan sehingga kadar

glukosa dalam tubuh berkurang. Pengukuran berat badan hewan uji penting

dilakukan untuk mengtahui volume ekstrak yang akan diberikan ke hewan uji.

4.2 Data Kadar Glukosa Darah Hewan Uji Selama 21 Hari


600
c
b
Rata-rata Kadar Glukosa Darah (mg/dl)

500 b
b
b b b b b b
b
b a,b b b
400 b a,b b KN
a,b a,b
b a,b a,b
a,b K (+)
a,b a,b a,b a,b
300 a,b
K (-)
a,b
200 D1

a
a D2
a a a a
100 D3

0
H0 H4 H7 H10 H14 H21
Waktu Pengambilan Darah

Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
(antar kelompok dalam hari). Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
(antar hari dalam kelompok)
yang bermakna (P<0.05)
35

Pengambilan data kadar glukosa darah hewan uji dilakukan untuk melihat

pengaruh dari pemberian bahan uji yang terlihat dari penurunan kadar glukosa

darah hewan uji selama percobaan. Data kadar glukosa darah hewan uji selama

percobaan dapat dilihat pada gambar 8. Pengukuran kadar glukosa darah hewan

uji dilakukan pada saat awal perlakuan atau pada hari ke-0. Hal ini bertujuan

untuk mengelompokkan hewan uji yang telah mengalami DM tipe 2.

Pengelompokan hewan model dilakukan dengan mengukur kadar glukosa yang

ada di dalam darah hewan uji. Pengukuran kadar glukosa darah pada awal

perlakuan dilakukan untuk memastikan bahwa hewan model yang akan diberikan

perlakuan mengalami kondisi hiperglikemia dan juga mengurangi variansi antar

individu tikus. Menurut Antônio et al., (2003), kadar glukosa darah normal pada

tikus berada pada kisaran 50-135 mg/dl. Tikus putih (Rattus norvegicus L) yang

memiliki kadar glukosa diatas 180-200 mg/dl dikatakan telah mengalami

hiperglikemia dan dapat dijadikan hewan model DM type 2. Kadar glukosa darah

hewan uji pada perlakuan yang mengalami DM adalah > 300 mg/dl. Tikus yang

tidak memiliki kadar glukosa di atas rentang 180-200 mg/dl tidak dapat digunakan

dalam percobaan dikarenakan kadar glukosa darah belum stabil dan dapat

menimbulkan kesalahan data pada saat percobaan. Data kadar glukosa darah

hewan uji pada hari ke-0 menjadi dasar analisis data untuk melihat perubahan

kadar glukosa darah hewan uji selama perlakuan.

Kondisi hiperglikemia yang dialami oleh hewan uji dikarenakan adanya

induksi yang berasal dari bahan kimia yaitu STZ dan pakan yang telah

dimodifikasi yaitu pakan tinggi lemak-fruktosa (PTL). Bahan kimia yang


36

digunakan adalah streptozotocin dengan dosis rendah (30 mg/Kg BB) dimana

bahan ini dikenal sebagai agen diabetogen atau bahan yang mampu menginduksi

DM pada hewan uji. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhang (2008)

menunjukan bahwa pemberian STZ pada dosis rendah yang dikombinasikan

dengan pemberian pakan tinggi lemak dan glukosa memberikan efek resistensi

insulin pada hewan percobaan dan juga menyebabkan kondisi hiperglikemia pada

hewan uji. Kondisi tersebut dapat terlihat pada kadar glukosa hari ke-0 pemberian

bahan uji dimana semua hewan uji mengalami hiperglikemia dengan rerata kadar

glukosa darah berada pada rata-rata 345 mg/dl.

Selain itu, kondisi hiperglikemia tersebut tidak terlepas dari pengaruh

pemberian STZ dalam dosis rendah. Menurut Wilson (1984), STZ dapat

menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas yang berada pada pulau langerhaens.

Sel β ini dilindungi oleh 3 senyawa kimia, diantaranya adalah 3-aminobenzena,

nicotinamida, dan gugus hydroxyl. Ketiga senyawa kimia tersebut mempunyai

fungsi untuk melindungi sel β pankreas dari senyawa-senyawa toksik. Selain itu,

efek yang ditimbulkan dari pemberian STZ adalah kerusakan pada struktur DNA

sel β. Jika ketiga senyawa tadi rusak dan juga disertai adanya kerusakan pada

struktur DNA, sel β tidak dapat meregenerasi dan menimbulkan kematian sel yang

ditandai dengan berkurangnya jumlah sel β pada pulau Langerhans (Uchigata,

1981). STZ terakumulasi di dalam sel β pankreas melalui GLUT 2, salah satu

glucose transporter dengan afinitas rendah yang berada pada membran plasma.

STZ dapat merusak sel β pankreas dengan mengubah gugus alkil pada guanin
37

yang menyebabkan rusaknya struktur DNA dan terjadi fragmentasi DNA (Lenzen,

2008).

Penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji yang diberi perlakuan

dosis formula ekstrak terlihat sejak hari ke-4 pemberian dosis formula ekstrak.

Data menunjukan bahwa pada hari ke-4 perlakuan, hewan uji pada kelompok

metformin, kelompok D2 (200 mg/Kg BB) dan kelompok D3 (400 mg/Kg BB)

mengalami penurunan kadar glukosa darah. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak

klabet dapat menurunkan (P<0.05) kadar glukosa darah dimulai hari ke-4

pemberian. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara senyawa–senyawa

bioaktif yang membuat kemampuan ekstrak dalam menurunkan kadar glukosa

darah semakin baik. Namun pada hari ke-4, kelompok hewan uji yang diberikan

perlakuan formula dosis ekstrak rendah (100mg/Kg BB) tidak menunjukan adanya

penurunan kadar glukosa darah. Hal ini terjadi karena dosis tersebut merupakan

dosis terendah yang digunakan selama percobaan. Tingginya kadar glukosa darah

hewan uji belum mampu diturunkan oleh dosis rendah formula yang mengandung

ekstrak biji klabet pada hari ke-4. Penurunan (P<0.05) kadar glukosa darah hewan

uji juga dialami oleh kelompok hewan uji yang diberi perlakuan metformin.

Hari ke-7 pengukuran kadar glukosa darah menunjukan penurunan

(P<0.05) yang cukup signifikan pada kelompok hewan uji yang diberikan

metformin. Hal ini terjadi karena metformin bekerja dengan menghambat rantai

respirasi kompleks I mitokondria. Sebagai akibat dari proses tersebut, proses

glukoneogenesis yang terjadi didalam tubuh terhambat dan mencegah glukosa di

dalam hati beredar ke dalam darah, sehingga kadar glukosa darah dapat turun
38

dengan cepat. (Viollet et al., 2012). Penurunan kadar glukosa darah pada hewan

uji dosis 2 (200 mg/Kg BB) dan dosis 3 (400 mg/Kg BB) pada hari ke-7

menunjukan perbedaan yang bermakna (P<0.05).

Pengukuran kadar glukosa darah hari ke-10 menunjukan tren yang sama

dan juga terlihat adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan

(P<0.05). Semua kelompok hewan uji kecuali kelompok negatif mengalami

penurunan kadar glukosa darah. Penurunan terjadi berdasarkan besarnya dosis

yang diberikan kepada hewan uji. Semakin tinggi dosis formula yang

mengandung ekstrak klabet diberikan kepada hewan uji, maka semakin tinggi

penurunan kadar glukosa darah hewan uji. Namun pada kelompok perlakuan

metformin, terjadi kenaikan kadar glukosa darah pada hewan uji. Hal ini

dikarenakan metformin tidak secara konstan menurunkan kadar glukosa darah

pada hewan uji. Metformin bekerja langsung terhadap hati sehingga dapat

menurunkan proses glukogenolisis sehingga kadar glukosa darah yang di dalam

plasma dapat berkurang, namun tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar

pankreas sehingga kadar glukosa darah hewan uji pada kelompok metformin

kembali naik pada hari ke-10 (Diani & Pulungan, 2010).

Pengukuran hari ke-14 menunjukan pola penurunan kadar glukosa darah

yang sama dengan pengukuran pada hari ke-10, namun hewan uji pada kelompok

D2 pada hari ke-14 mengalami kenaikan kadar glukosa darah dibandingkan

dengan hari ke-10, namun tidak berbeda nyata (P<0.05).

Berdasarkan hasil penelitian pada hari ke- 21 hari pelakuan terhadap

hewan uji DM tipe 2, seluruh hewan uji mengalami kenaikan kadar glukosa darah.
39

Hal ini terjadi karena hewan uji mengonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga

glukosa darah pada hewan uji mengalami kenaikan, termasuk hewan uji yang

berada pada kelompok normal. Ketiga dosis formula ekstrak biji klabet

(Trigonella foenum graceum L) dapat menurunkan (p<0.05) kadar glukosa di

dalam darah hewan uji DM tipe 2 yang diinduksi streptozotocin dosis rendah dan

pakan tinggi lemak-fruktosa.

600
Rata-rata Kadar Glukosa Darah

a a
500 a
a a
b b,c a a a,b
400 a a,b H0
c a a a a a,b
a a a a,b a
(mg/dl)

c b b b H4
300 b
H7
a c b
200 b aa H10
a a H14
100
H21
0
KN K (+) K (-) D1 D2 D3
Kelompok Perlakuan

Gambar 9. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
(antar hari dalam kelompok). Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang bermakna (P<0.05)

Berdasarkan gambar 9, kelompok normal tidak menunjukan perbedaan

bermakna (P<0.05) selama perlakuan. Hal ini terjadi karena hewan uji pada

kelompok normal tidak diberi perlakuan sehingga kadar glukosa darah pada

hewan uji kelmpok normal tetap dan tidak mengalami fluktuasi kenaikan ataupun

penurunan secara signifikan. Kelomok hewan uji yang diberikan metformin

selama 21 hari perlakuan mengalami penurunan kadar glukosa darah secara

berbeda bermakna (P<0.05) dimulai hari ke-4 perlakuan. Namun, pada hari ke-7
40

hingga hari ke-21 kadar glukosa darah tidak stabil. Kelompok hewan uji negatif

atau yang tidak diberi perlakuan ekstrak dan metformin tidak mengalami

perbedaan bermakna (P<0.05) sejak hari ke-0 hingga hari ke-21 perlakuan. Hal ini

menunjukan bahwa pemodelan DM tipe 2 pada hewan uji berhasil dan kondisi

hiperglikemia yang terjadi bersifat stabil. Kelompok hewan uji pada dosis 1

(100mg/Kg BB) tidak menunjukan perbedaan bermakna (P<0.05) sejak hari ke-0

hingga hari ke-21. Hal ini menunjukan bahwa dosis ekstrak 100 mg/Kg BB tidak

memberikan pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar glukosa darah

hewan uji yang mengalami DM tipe 2. Hal ini terjadi karena senyawa aktif dalam

ekstrak tidak mampu bekerja dalam memulihkan fungsi insulin dan memperbaiki

sel β. Kelompok hewan uji pada dosis 2 (200 mg/Kg BB) mengalami penurunan

kadar glukosa darah sejak hari ke-4 namun tidak berbeda bermakna (P<0.05)

dengan hari ke-0. Perbedaan bermakna (P<0.05) terjadi sejak hari ke-7 hingga

hari ke-21 pemberian ekstrak. Hal yang sama juga terjadi pada hewan uji yang

berada pada kelompok dosis 3 (400 mg/Kg BB).

Persentase penurunan kadar glukosa darah selama perlakuan pada

kelompok metformin, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, dan kelompok dosis 3

secara berturut-turut ialah 49 %, 8%, 24%, dan 34%. Data tersebut menunjukan

bahwa persentase penurunan kadar glukosa darah terbesar selama perlakuan 21

hari berada pada kelompok dosis 3. Hal ini dikarena kelompok dosis 3 merupakan

kelompok hewan uji yang diberi perlakuan dosis formula ekstrak paling tinggi

dengan 400 mg/Kg BB, sehingga senyawa-senyawa aktif yang berperan dalam

penurunan kadar glukosa darah juga dimungkinkan lebih banyak.


41

Hormon yang berperan penting dalam penurunan kadar glukosa darah

ialah insulin. Sekresi insulin pada tikus normal dipengaruhi oleh keberadaan sel β

pada pulau langerhans pankreas. Insulin akan disekresikan jika terjadi

peningkatan kadar glukosa terjadi diantara sel β. Glukosa kemudian masuk ke

dalam sel β melalui GLUT 2 Glucose transporter. Glukosa yang telah berada di

dalam sel β kemudian dimetabolisme dan membentuk ATP sehingga

menyebabkan peningkatan rasio ATP/ADP dan kadar glukosa. Peristiwa ini

menyebabkan terjadinya depolarisasi membran sel. Kemudian Cell-surface

voltage dependent calcium channels (VDCC) aktif pada membran sel. Kalsium

kemudian masuk kedalam sel β, memicu terjadinya exositosis insulin. Insulin

kemudian dikeluarkan dari dalam sel β dan masuk ke dalam aliran darah. Insulin

membutuhkan GLUT 4 Glucose transporter untuk masuk ke dalam sel otot dan

jaringan lemak yang akan menurunkan kadar glukosa di dalam plasma (Fu & Liu,

2013). Namun, kondisi DM khususnya pada tipe 2 menunjukan adanya penurunan

fungsi insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah.

Tabel 5. Hasil Penapisan Fitokimia Formula Ekstrak Biji Klabet

Senyawa yang Bahan Kimia yang


Indikator Kesimpulan
Diidentifikasi Digunakan
Alkaloid Dragendorff Mayer Adanya warna merah +
Adanya warna dan +
Flavonoid Amilalkohol
terjadi pemisahan
Saponin HCL 1 % Terbentuk busa +
Tidak adanya
Tanin Pereaksi Stiasny -
endapan putih
Steroid dan Triterpenoid Lieberman Burchard Adanya warna hijau +
Adanya warna biru +
Kumarin NH4OH 10%
kehijauan

Keterangan :
(+) : Reaksi Positif
(-) : Reaksi Negatif
42

Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada hewan uji disebabkan

adanya beberapa zat aktif yang terkandung di dalam formula yang megandung

ekstrak biji klabet. Berdasarkan data pada tabel 5, senyawa aktif yang terdapat di

dalam ekstrak klabet adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid,

serta kumarin. Salah satu senyawa yang berperan penting yang terdapat di dalam

formula ekstrak biji klabet adalah trigonellin. Trigonellin merupakan senyawa

golongan alkaloid (Priya, 2011). Trigonelin berfungsi dalam membangun kembali

sel-sel β pankreas yang telah rusak dan meningkatkan respons sel terhadap

kenaikan kadar glukosa darah. Trigonellin juga mempunyai fungsi untuk

meningkatkan konsentrasi insulin plasma (Subramanian & Prasath, 2014).

Trigonellin dilaporkan juga dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan

melindungi sel-sel β pankreas dari kerusakan dan meningkatkan kemampuan

regenerasi sel β pankreas. Senyawa trigonellin yang terdapat di dalam biji klabet

(Trigonella foenum graceum L) juga menghambat penyerapan glukosa yang ada

di dalam saluran pencernaan sehingga glukosa yang ada di dalam darah tidak naik

jumlahnya secara signifikan (Zhou et.,al 2011).

Protect pancreatic β
cells

Inhibits intestinal
amylase and lipase

Trigonelline
Enhanced PPARγ
expression

Decrease in ER
stress Protein

Potentiates antioxidant
enzymes activity

Gambar 10. Mekanisme Trigonellin sebagai anti DM


43

Selain itu senyawa trigonellin juga mengatur ekspresi dari PPARγ. PPARγ

mempunyai fungsi dalam adipogenesis, metabolism lemak dan glukosa, fungsi

imun, pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi dari PPARγ juga dapat

meningkatkan sensitivitas insulin (Ikawati, 2006).

Selain trigonellin, mekanisme penurunan kadar glukosa darah juga

dipengaruhi oleh adanya senyawa golongan flavonoid. Flavonoid berperan dalam

menstimulasi sel β pankreas dalam memproduksi lebih banyak insulin untuk

mengurangi kadar glukosa darah. Selain itu, aktivitas flavonoid juga

meningkatkan pemanfaatan glukosa perifer pada otot skleletal (Jadhav &

Puchchakayala, 2012). Senyawa flavonoid terbagi menjadi beberpapa struktur.

Struktur flavonoid tersebut yang memiliki potensi sebagai anti DM adalah

diosmin, fisetin, morin, eriodictiol, hesperidin, naringenin, apigenin, baikalein,

chrysin, luteolin, tangeretin, wogonin, isorhamnetin, kaemprefol, rutin, genistein,

daidzein, vitexin dan quercetin (Vinayagam & Xu, 2015).

Secara garis besar, adanya senyawa flavonoid dalam formula ekstrak yang

mengandung biji klabet dapat membantu menurunkan glukoneogenesis serta

meningkatkan glikogenesis. Selain itu, mekanisme selanjutnya adalah serum IL-

1β membantu memperbaiki peradangan yang terjadi pada pulau Langerhans

pankreas. Mekanisme tersebut akan memperbaiki fungsi dari sel β dan juga

memperbaiki fungsi insulin. Selain itu, mekanisme yang terjadi selanjutnya ialah

flavonoid meningkatkan sensitifitas insulin dalam menurunkan kadar glukosa

darah serta menurunkan sintesis kolesterol dan kadar trigliserida. Semua


44

mekanisme diatas akan mengatur kadar glukosa darah dalam keadaan seimbang

serta menurunkan resistensi insulin (Vinayagam & Xu, 2015).

Hal ini tentunya dapat membantu tubuh dalam mengurangi kadar glukosa

yang ada di dalam darah dan mengembalikan fungsi insulin yang mengalami

resistensi sebagaimana diagnosis awal pada penderita DM tipe 2.

Dietary Flavonoids
Reduce Improved β cell
.
cholesterol function and insulin
synthesis and action
TG levels

Improve
Regulate Improve
functional
carbohydrate insulin
availability of
metabolism sensitivity
antioxidants

Gambar 11. Mekanisme flavonoid sebagai anti DM (Vinayagam & Xu, 2015)

Senyawa yang juga berperan di dalam pengaturan kadar glukosa darah

adalah saponin. Saponin merupakan suatu senyawa yang terdiri dari glikon dan

aglikon. Saponin yang terkandung di dalam biji klabet (Trigonella foenum

graceum L) adalah saponin steroid. Jenis-jenis saponin steroid yang terdapat di

dalam biji klabet (Trigonella foenum graceum L) antara lain diosgenin, tigogenin,

trigoneosida, dan gitogenin (Kurnia, 2015). Menurut Murakami (2000), telah

ditemukan di dalam biji klabet (Trigonella foenum graceum L) struktur saponin

yang mempunyai fungsi salah satunya sebagai antihiperglikemia yaitu

trigoneosida Xa, Xb, XI b, XIIa, XIIb, dan XIIIa. Saponin bekerja dengan

beberapa mekanisme diantaranya adalah mempercepat pelepasan insulin dari sel β


45

pankreas, menghambat pemecahan disakarida. Selain itu, saponin juga

mengaktifkan sisntesis glikogen, menghambat gluconeogenesis, menghambat

aktifitas enzim α-glukosidase, menghambat ekspresi mRNA terhadap glikogen

fosforilase dan glukosa-6-fosfatase, dan meningkatkan ekspresi GLUT4 (Barky &

Hussein, 2017).

Gambar 12. Mekanisme saponin pada DM (Barky & Hussein, 2017)

Senyawa aktif lainnya yang terkandung dalam ekstrak klabet yang

berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah kumarin dan steroid

triterpenoid. Kumarin merupakan salah satu senyawa kimia yang mampu

menurunkan kadar glukosa darah dari kondisi hiperglikemia. Komponen dari

kumarin yang bisa digunakan sebagai antidiabetes adalah Umbelliferone,

Fraxetin, Esculin, Esculetin, Osthole, Scoparone dan Aculeatin. Derivat-derivat

dari kumarin tersebut mampu menekan kadar glukosa darah menuju ke batas

normal dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin, mengaktivasi PPARγ,


46

menghambat kerja enzim pada proses metabolisme karbohidrat sehingga glukosa

yang dihasilkan semakin sedikit, dan juga menekan sintesis glukosa dari senyawa

bahan lain seperti lipid dan protein (Li, 2017).

Senyawa terakhir yang berperan sebagai antidiabetes pada ekstrak klabet

adalah steroid dan triterpenoid. Steroid dan triterpenoid diketahui dapat

menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menghambat kerja dari enzim alfa

glukosidase dan alfa amylase. Selain itu juga menghambat kerja enzim glikogen

fosforilase, gliseron fosfatase, gliseraldehid -3 fosfatase sehingga tidak terjadi

perubahan asam gimneik menjadi gliserol 3-fosfat. Hal ini tentunya akan

mengurangi produksi glukosa dalam darah (Nazaruk, 2015).

Secara keseluruhan, data kadar glukosa darah menunjukan bahwa pada

perlakuan dosis, seluruh hewan model mengalami penurunan (p<0.05) kadar

glukosa darah setelah diberikan formula yang mengandung ekstrak biji klabet.

Penurunan kadar glukosa darah terjadi di setiap kelompok hewan model kecuali

kelompok negatif atau kelompok hewan uji yang mengalami DM tipe 2.

Penurunan kadar glukosa darah efektif pada hewan uji yang diberikan dosis

formula ekstrak sebesar 200 mg/Kg BB (D2) dan 400 mg/Kg BB (D3) dan

mengalami perbedaan yang nyata terhadap kelompok negatif (p<0.05) sejak hari

ke-7 pemberian formula ekstrak. Namun pemberian dosis formula ekstrak sebesar

100 mg/Kg BB tidak menunjukan penurunan yang signifikan atau tidak terdapat

perbedaan yang nyata terhadap kelompok negatif (p<0.05). Selain itu, pada

kelompok hewan model yang diberikan perlakuan metformin, kadar glukosa darah

hewan uji mengalami penurunan yang cukup tinggi pada hari ke- 7 namun
47

kembali naik pada hari ke-10. Hal ini terjadi karena mekanisme kerja metformin

yang hanya mengatur kadar glukosa darah dimana proses tersebut terjadi pada hati

dan saluran pencernaan tanpa meningkatkan sensitivitas insulin. Hal ini

menyebabkan kadar glukosa darah tidak mengalami penurunan (p<0.05) secara

stabil. Hewan uji pada kelompok negatif atau kelompok hewan yang mengalami

DM menunjukan kadar glukosa yang stabil dan tidak mengalami penurunan kadar

glukosa darah yang signifikan selama perlakuan. Hasil dari penelitian ini

diharapkan akan dikembangkan menuju uji klinis sehingga formula yang

mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum graceum L) dapat digunakan

sebagai obat antidiabetes.

4.3 Data Histologi Pankreas Hewan Uji

Pembuatan preparat histologi pankreas bertujuan untuk melihat kondisi sel

β pada pulau Langerhans pankreas. Analisis yang dilakukan meliputi perhitungan

jumlah sel β, jumlah pulau Langerhans beserta luasnya, dan deskripsi kondisi

pulau Langerhans seluruh kelompok hewan uji.

Jumlah sel β pada kelompok normal mempunyai jumlah yang paling

banyak. Hal ini terjadi karena pada kelompok normal tidak terjadi kerusakan sel β

akibat induksi STZ dan PTL. Penurunan jumlah sel β pankreas pada pada

kelompok negatif dibandingkan dengan kelompok normal sebesar 55%. Formula

ekstrak klabet menunjukan adanya peningkatan jumlah sel β pada semua dosis 1,

dosis 2 dan dosis 3 masing-masing sebesar 25%, 27% dan 39%.


48

Kelompok Normal

b
40 X

400 X

Gambar 13. Pankreas tikus kontrol normal. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).

Kelompok Metformin (+)

a
40 X
b

400 X

Gambar 14. Pankreas tikus kontrol metformin (+). (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans
(c) Sel β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
49

Kelompok Negatif (-)

40 X
b

c
a

400 X

Gambar 15. Pankreas tikus kelompok Negatif (-) (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans
(c) Sel β (Dokumentasi Pribadi, 2017).

Kelompok Dosis 100 mg/Kg BB (D1)

a
40 X
b

400 X

Gambar 16. Pankreas tikus kelompok D1. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
50

Kelompok Dosis 200 mg/Kg BB (D2)

b
40 X
a

c
400 X

Gambar 17. Pankreas tikus kelompok D2. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).

Kelompok Dosis 400 mg/Kg BB (D3)

b
40 X

c
400 X

Gambar 18. Pankreas tikus kelompok D3. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
51

Perbaikan sel β pada pulau Langerhans ditunjukkan oleh dosis 400 mg/Kg

BB. Sel-sel β terlihat kembali kedalam bentuk normal dan jumlah sel β di dalam

pulau Langerhans juga meningkat. Perbaikan sel β pankreas terkait dengan

senyawa bioaktif yakni flavonoid yang telah banyak dibuktikan memiliki aktivitas

antioksidan. Aktivitas antioksidan mampu menghambat aktivitas radikal bebas

yang berpotensi dalam merusak sel-sel β. Kerusakan sel-sel β juga dihambat

sehingga beberapa sel β yang masih ada masih dapat berfungsi. Selain itu,

antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak juga melindungi sel β yang masih

normal sehingga fungsinya tetap optimal. (Mandasari et al., 2011).

Sel-sel β yang masih dapat berfungsi kemudian akan beregenerasi dengan

cara proliferasi dan diferensiasi endokrin dari sel duktal dan duktular yang akan

membangun kembali pulau-pulau Langerhans. Bertambahnya jumlah sel β akan

memicu pengeluaran insulin dari dalam pankreas yang akan mengoptimalkan

pengaturan kadar glukosa darah (Mandasari et al., 2011).

4.4 Rata-Rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β dan Luas Pulau

Langerhans

Data rata-rata jumlah pulau langerhans dan sel β dilakukan dengan

menghitung jumlah pankreas dalam setiap preparat dan juga menghitung jumlah

Sel β. Selain itu, rata-rata luas Pulau Langerhans juga dicatat dan dianalisis.

Data yang telah diperoleh dianalisis secara statistik. Analisis statistik

dilakukan dengan melihat normalitas data, homogenitas data serta melihat apakah
52

ada perbedaan yang nyata dari setiap kelompok perlakuan pada taraf signifikansi

95% (P<0.05).
Rata-Rata Jumlah Pulau Langerhans

90.0 a a,b
a,b a,b
80.0 a,b
70.0
60.0 b
50.0
dan Sel Beta

40.0
30.0 a
20.0 b b b b
b
10.0
0.0
KN K(-) K(+) D1 D2 D3

LANGERHANS SEL β
Kelompok Perlakuan

Gambar 19. Diagram batang Rata-rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β. Huruf yang
sama menunjukan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel beta tidak
berbeda nyata (P>0.05) antar kelompok perlakuan. Bar Menunjukan standar
deviasi

Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa rata-rata

jumlah pulau langerhan dan jumlah sel beta pada setiap preparat terdistribusi

normal (P>0.05) . Hasil uji homogenitas levene menunjukan bahwa data tersebut

tidak homogen (P<0.05). Hasil Uji kruskal wallis menunjukan bahwa data

memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) antar kelompok perlakuan dan kemudian

dilanjutkan dengan uji lanjut tukey HSD. Hasil uji lanjut tukey HSD menunjukan

bahwa kelompok normal dan negatif menunjukan perbedaan yang nyata pada

jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β. Selain itu kelompok metformin, dosis

100mg/Kg BB, dosis 200 mg/KgBB, serta dosis 400mg/Kg BB berbeda nyata
53

dengan kelompok normal pada jumlah pulau Langerhans. Data jumlah sel beta

menunjukan bahwa kelompok metformin, dosis 100mg/Kg BB, dosis 200

mg/KgBB, serta dosis 400mg/Kg BB terlihat berada diantara kelompok normal

dan negatif.

Selain data jumlah sel β dan Langerhans, data luas pulau Langerhans juga

dilihat. Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa rerata luas

pulau langerhans terdistribusi normal (p>0.05). Hasil uji homogenitas levene

menunjukan bahwa data tersebut homogen (P<0.05). Hasil Uji ANAVA 1 arah

menunjukan bahwa data tidak memiliki perbedaan yang nyata (P>0.05) antar

kelompok perlakuan.
Rata-Rata Luas Pulau Langerhans

30000.0
a a a
25000.0
a
a
20000.0
(µm2)

a
15000.0

10000.0

5000.0

0.0
KN K(-) K(+) D1 D2 D3

Kelompok Perlakuan

Gambar 20. Diagram batang rerata luas Pulau Langerhans. Huruf yang sama
menunjukan rata-rata luas pulau Langerhans tidak berbeda nyata (P>0.05)
antar kelompok perlakuan. Bar menunjukan standar deviasi

Efek yang sangat terlihat dari pemberian PTL dan STZ berada pada

kelompok tikus negatif. Jumlah sel β dan pulau Langerhans sangat sedikit
54

dibandingkan dengan kelompok normal dan kelompok lainnya. Struktur pulau

Langerhans terlihat rusak dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol

normal, kontrol metformin dan kontrol variasi dosis. Berkurangnya jumlah sel β

dikarenakan STZ bekerja langsung pada sel β melalui mekanisme GLUT 2 dan

menyebabkan kerusakan fragmen DNA pada sel β. Kerusakan fragmen-fragmen

DNA pada sel beta akan mengakibatkan kerusakan struktur sel beta dan juga

menghambat regenerasi dari sel β sehingga jumlah sel β pada kelompok yang

diberi induksi PTL dan STZ akan terus menerus turun (Hasanah, 2016).

Jumlah sel β yang terus menurun mengakibatkan pulau Langerhans

tereduksi dan luasnya semakin berkurang. Namun secara statistik, perbedaan luas

pulau Langerhans di masing-masing kelompok tidak menunjukan perbedaan yang

nyata (P<0.05). Hal ini disebabkan perbaikan sel β dan pulau Langerhans

berlangsung lebih dari 21 hari. Perbaikan terjadi terutama pada sel β yang

mengalami kerusakan oleh induksi STZ dan pemberian PTL kemudian pulau-

pulau Langerhans kembali normal seiring dengan bertambahnya jumlah sel β.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Formula yang mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum

graceum L) mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang

mengalami DM tipe 2 secara signifikan (P<0.05) pada dosis 2 (200 mg/Kg BB)

sejak hari ke-7 pemberian ekstrak. Formula tersebut juga mampu meningkatkan

jumlah sel β pankreas dibandingkan dengan kelompok negatif secra signifikan

(P<0.05) dimulai pada kelompok dosis 2 sebesar 27%.

5.2 SARAN

Perlu dilakukannya penelitian mengenai toksisitas akut dan subkronik

pengaruh formula yang mengandung ekstrak biji klabet (Trigonella foenum

graceum L.) terhadap tikus Sprague Dawley dan juga penelitian mengenai

pengaruh formula ekstrak terhadap organ-organ lain seperti ginjal, hepar, dan

liver. Selain itu penelitian mengenai metode pemisahan senyawa bioaktif seperti

trigonellin juga perlu dikembangkan agar kandungan pada formula ekstrak lebih

optimal sebagai obat antidiabetes yang berasal dari bahan alami.

53
DAFTAR PUSTAKA

Aguiree, F., Brown, A., Cho, N., Dahlquist, G., & Aguiree, Brown, Cho, Dahlquist,
Dodd, Dunning, & Whiting. (2013). IDF Diabetes Atlas. IDF Diabetes Atlas -
Sixth Edition, 155.
Anitha, R., & Priyadharshini, R. (2012). Pharmacognostic Evaluation Of Trigonella
Foenum Graceum L. Leaf And Stem. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science, 4, 99–102.
American Diabetes Association. (2015). Classification and Diagnosis of Diabetes.
Diabetes Care 38 (Suppl. 1): S8–S16
Antônio, N., Carvalho, S. De, Ferreira, L. M., En, C., Nas, C., & Lm, F. (2003). 9 -
Experimental model of induction of diabetes mellitus in rats 1, 1–5.
Barky, A. El, & Hussein, S. A. (2017). Saponins and their potential role in diabetes
mellitus, 7, 148–158.
Depkes. (2000). Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Farnsworth, N. R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal
of Pharmaceutical Sciences, 55(3), 225–276.
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2, 4, 93–101.
Feinglos, M. (2008). Type 2 Diabetes Mellitus. New York City: Humana Press.
Hasanah, U. (2016). Profil sel beta pankreas pada tikus diabetes yang diberi umbi
kimpul (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.).

Holt, R. (2010). Textbook of Diabetes Fourt Edition (Fourt Edit). USA: Springer.
Ikawati Zullies, 2006.Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University
Press;Yogyakarta
Jadhav, R., & Puchchakayala, G. (2012). Hypoglycemic and antidiabetic activity of
flavonoids: boswellic acid, ellagic acid, quercetin, rutin on streptozotocin-
nicotinamide induced type 2 diabetic rats, 4(2), 2–7.

Jusuf, A. A. (2009). Histoteknik Dasar, 1–33.UI Press


Kementrian Kesehatan RI. (2014). Waspada Diabetes; Eat well, Life well.

54
55

Kulkarni, C. P., Bodhankar, S. L., Ghule, A. E., & Mohan, V. (2012). Antidiabetic
Activity of Trigonella Foenum- Graecum L . Seeds Extract ( Ind01 ) in
Neonatal, (1), 29–40.
Agustini, Kurnia. (2015). Cytotoxic Activity On Mcf-7 Cells And In Silico Study Of
Sapogenin Steroids From Trigonella foenum-graecum L. Indonesian Journal of
Cancer Chemoprevention, 6(1): 1-6
Lenzen, S. (2008). The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced diabetes,
216–226.
Li, Hanbing. (2017). Coumarins as potential antidiabetic agents. Journal of Pharmacy
and Pharmacology.69 (10)
Nazaruk, J. Borzym-Kluczyk. (2015). The role of triterpenes in the management of
diabetes mellitus and its complications. Phytochemistry Review. 14 (4). 675-690.
Mandasari, O. K., Widiyana, S. D., Teknologi, J., Pertanian, H., Pertanian, T., &
Brawijaya, U. (2011). Histopatologi pankreas, 1–6.
Murakami, Toshiyuki. (2000). Medicinal Foodstuffs. XVII.1) Fenugreek Seed. (3):
Structures of New Furostanol-Type Steroid Saponins, Trigoneosides Xa, Xb,
XIb, XIIa, XIIb, and XIIIa, from the Seeds of Egyptian Trigonella foenum-
graecum L.48:7. 994-1000. Pharmaceutical Society of Japan.
Nathiya S, Durga M, D. T. (2014). Review Article Therapeutic role of, 27(12), 74–
80.
National Diabetes Information Clearinghouse, 2014. Monogenic Forms of Diabetes :
Neonatal Diabetes Mellitus and Maturity-onset Diabetes of the Young. National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 1-12.
Novrial, D., Sulistyo, H., & Setiawati. (2012). Comparison of Antidiabetic Effects of
Honey, Glibenclamide, Metformin and Their Combination In The Streptozotocin
Induced Diabetics Rat. Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan
Masyarakat FKIK UNSOED, 1–15.
Nugroho, A. E. (2006). Animal Models of Diabetes Mellitus : Pathology and
Mechanism of Some Diabetogenics. Biodiversitas, Journal of Biological
Diversity, 7(4), 378–382.
Ogbonnaya, E. C., Eleazu, K. C., Chukwuma, S., & Essien, U. N. (2013). Review of
the mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in
experimental animals, its practical use and potential risk to humans. Journal of
Diabetes and Metabolic Disorders, 12(1), 60.
56

Patil, S., & Jain, G. (2014). Holistic approach of Trigonella foenum-graecum in


Phytochemistry and Pharmacology- A Review. Current Trends in Technology
and Science, 3(1), 34–48.
Priya, V., Jananie, R. K., & Vijayalakshmi, K. (2011). GC/MS determination of
bioactive components of Trigonella foenum grecum, 3(5), 35–40.
Poretsky, L. (2010). Principles of Diabetes Mellitus. Springer
Singh, M. P., & Pathak, K. (2015). Animal models for biological screening of anti-
diabetic drugs : An overview, 5(5), 37–48.
Skovsø, S. (2014). Modeling type 2 diabetes in rats using high fat diet and
stretozotocin. Journal of Diabetes Investigation, 5(4), 349–358.
Soegondo, S., & Sukardji, K. (2008). Hidup secara mandiri dengan Diabetes
Mellitus Kencing Manis Sakit Gula. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Srinivasan, K., Viswanad, B., Asrat, L., Kaul, C. L., & Ramarao, P. (2005).
Combination of high-fat diet-fed and low-dose streptozotocin-treated rat: A
model for type 2 diabetes and pharmacological screening. Pharmacological
Research, 52(4), 313–320.
Subramanian, S. P., & Prasath, G. S. (2014). Antidiabetic and antidyslipidemic nature
of trigonelline, a major alkaloid of fenugreek seeds studied in high-fat-fed and
low-dose streptozotocin-induced experimental diabetic rats. Biomedicine and
Preventive Nutrition, 4(4), 475–480.
Suvarna, K. (2013). Bancroft’s Theory and Practice of Histological Techniques.
Elsevier.
Swami Handa, S., Singh Khanuja, S. P., Longo, G., & Dutt Rakesh, D. (2008).
Extraction techniques of medicinal plants. Extraction Technologies for
Medicinal and Aromatic Pltans, 1–10.
Syanghdan. (2013). Glucagon-like peptide analogues for type 2 diabetes mellitus (
Review ). 10. Wiley
Szkudelski, T. (2001). The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cells
of the rat pancreas. Physiological Research, 50(6), 537–546.
Tjokroprawiro, A. (2006). Hidup Sehat Dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus.
Jakarta: Gramedia.
Uchigata, Y., Kawamuras, A., & Okamotol, H. (1981). Protection by Superoxide
Dismutase, Catalase, and Poly(ADP-ribose) Synthetase Inhibitors against
57

Alloxan- and Streptozotocin-induced Islet DNA Strand Breaks and against the
Inhibition of Proinsulin Synthesis*, 257(1), 6084–6089.

Van Belle, T. L., Taylor, P., & von Herrath, M. G. (2009). Mouse models for Type 1
Diabetes. Drug Discovery Today: Disease Models, 6(2), 41–45.
Vinayagam, R., & Xu, B. (2015). Antidiabetic properties of dietary flavonoids : a
cellular mechanism review. Nutrition & Metabolism, 1–20.
Viollet, B., Guigas, B., Garcia, N. S., Leclerc, J., Foretz, M., & Andreelli, F. (2012).
Cellular and molecular mechanisms of metformin : an overview, 270, 253–270.
Watkins, P. (2004). Diabetes and it’s management. Blackwell Publishing.
Wharf, C., & Kingdom, U. (2010). Assessment report on Trigonella foenum-graecum
L ., semen, 44(May).
Wilson, R. D., & Islam, M. S. (2012). Fructose-fed streptozotocin-injected rat: An
alternative model for type 2 diabetes. Pharmacological Reports, 64(1), 129–139.
Wolfenshon, S. (2013). Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare.
Wiley.
Zhang, M., Lv, X.-Y., Li, J., Xu, Z.-G., & Chen, L. (2008). The Characterization of
High-Fat Diet and Multiple Low-Dose Streptozotocin Induced Type 2 Diabetes
Rat Model. Experimental Diabetes Research, 2008, 1–9. \

Zhou, J., Zhou, S., & Zeng, S. (2011). Fundamental & Clinical Pharmacology
trigonelline : effect on b cell and pancreatic, 1–9.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi Streptozotocin

58
59

Lampiran 2. Perhitungan Pemberian Dosis Ekstrak

Dosis yang digunakan pada penelitian pendahuluan Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT) yaitu :

Dosis Rendah : 100 mg/Kg BB

Dosis Sedang : 200 mg/Kg BB

Dosis Tinggi : 400 mg/Kg BB

Ekstrak dilarutkan dalam larutan CMC 0,5 % dengan volume pemberian

bahan uji masing-masing 1 ml/350 g BB tikus putih (Rattus norvegicus) secara oral.

Tabel 6. Perhitungan Pemberian Formula Ekstrak Secara Peroral

Vol.Pemberian
Mg/Kg Mg/350 g Jumlah Mg ekstrak untuk 3 Vol CMC 0.5 %
Kelompok ( ml/350 g)
BB BB Hewan hari (ad hingga ml )
BB

Dosis 1 100 35 1 5 525 30

Dosis 2 200 70 1 5 1050 30

Dosis 3 400 140 1 5 2100 30

Metformin 45 16 1 5 240 30

Nb: Pemberian metformin dilakuan sebanyak 2 kali sehari.


60

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pemberian Streptozotocin Secara Intraperitoneal


Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan

Volume maksimal pemberian bahan uji secara intraperitoneal adalah 1ml/ 100 gr BB.

Dosis streptozotocin yang diberikan : 30 mg/ Kg BB = 10.5 mg/ 350 gr BB

Jumlah hewan uji : 30 Ekor

Serbuk streptozotocin yang dibutuhkan : 30 x 10.5 mg = 315 mg

Pembuatan larutan streptozotocin : 10.5 mg serbuk streptozotocin


dilarutkan dalam 1 ml akuades untuk
induksi 1 hewan uji
61

Lampiran 4. Data Berat Badan Hewan Uji

No. Minggu Ke-


Kelompok
Tikus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 106 135 149 165 183 213 238 251 289 313 316 340
2 106 108 111 129 151 179 211 218 252 317 328 331
3 135 173 196 216 241 263 284 287 304 282 293 349
KN 4 126 157 176 201 223 245 268 267 292 289 306 325
5 114 150 176 200 217 231 253 251 272 301 317 333
Rata-
117 144 162 182 203 226 251 255 282 300 312 336
rata
SD 13 24 33 35 36 32 28 25 20 15 13 9
1 112 121 124 158 186 207 234 254 282 308 328 358
2 138 144 152 201 234 254 281 318 342 371 390 330
3 102 110 114 198 227 247 272 304 329 347 372 316
K- 4 110 119 120 163 191 210 241 262 292 321 345 307
5 109 107 109 172 207 232 253 293 311 338 359 320
Rata-
114 120 124 178 209 230 256 286 311 337 359 326
rata
SD 14 14 17 20 21 21 20 27 25 24 24 20
1 98 149 188 230 241 279 306 333 358 378 355 330
2 99 165 210 230 269 309 346 376 405 318 384 371
3 110 167 192 223 236 251 265 286 310 335 344 336
K+ 4 169 240 273 288 322 333 343 365 396 428 353 337
5 123 164 194 218 234 247 282 309 340 365 342 331
Rata-
120 177 212 238 260 284 308 334 362 365 356 341
rata
SD 29 36 35 29 37 37 36 38 39 43 17 17
104.
1 105.3 155.3 177.7 201.8 232 254 267 283 292 300 355
8
2 84.2 105.1 143.4 194.5 211.6 252 287 304 341 359 364 290
3 80.2 98.3 127.4 177.1 195.4 223 266 259 311 348 292 346
D1
4 80.7 108.9 147 192.2 210.4 244 317 282 322 334 364 359
5 93.2 134 176.8 224.9 248.7 275 309 321 356 388 386 365
Rata-
89 110 150 193 214 245 287 287 323 344 341 343
rata
SD 10 14 18 19 21 20 27 26 28 35 42 30
1 78.2 104.4 133.2 181.6 201.7 240 280 284 322 357 322 360
D2
2 82.5 113.9 156.7 210.2 241.4 276 317 332 378 405 438 411
62

3 69.9 98.4 142.8 193.9 223.4 248 290 308 339 371 355 434
138.
4 142.8 191,6 220.3 238.4 272 283 300 327 364 357 331
9
121.
5 122.7 155.9 181.9 191.2 222 241 252 269 283 328 324
1
Rata-
98 116 147 198 219 252 282 295 327 356 360 372
rata
SD 30 17 11 17 22 23 27 30 39 45 46 49
1 82 101.7 137.3 176.6 196.2 232 265 278 309 342 322 370
2 79.2 109.2 151.6 208.5 231.4 259 303 312 343 375 374 368
3 69.6 83.5 113.7 155 170.8 203 248 259 285 331 342 339
112.
D3 4 113 165.8 195.3 215.4 245 267 289 316 333 322 335
1
124.
5 178.6 205.2 219.6 247 260 291 320 346 371 336 312
7
Rata-
94 117 155 191 212 240 275 292 320 350 339 345
rata
SD 24 36 34 26 30 24 22 25 25 21 21 24
63

Lampiran 5. Data Kadar Glukosa Darah Hewan Uji

Tabel 8. Data kadar Glukosa Darah Hewan Uji

PERLAKUAN KODE KADAR GLUKOSA DARAH


DOSIS H0 H4 H7 H10 H14 H21
1 345 503 358 349 298 351
2 351 301 264 284 332 355
3 254 556 523 393 326 311
4 260 133 101 126 197 133
DOSIS 1
5 414 260 218 175 287 368
Rata-rata 325 351 293 265 288 304
SD 68 176 158 113 54 98

1 343 197 174 172 257 282


2 377 215 204 199 154 251
3 232 357 335 274 284 301
4 374 274 275 259 376 401
DOSIS 2
5 281 170 122 172 139 278
Rata-rata 321 243 222 215 242 303
SD 63 74 84 48 98 58

1 206 191 181 208 108 115


2 395 199 143 135 192 254
3 390 240 235 224 197 233
4 221 143 133 113 132 263
DOSIS 3
5 402 393 343 295 357 293
Rata-rata 323 233 207 195 197 232
SD 100 96 86 73 97 69

1 107 120 93 106 87 102


NORMAL
2 96 108 111 88 91 113
64

3 98 71 96 97 102 144
4 100 98 94 92 78 99
5 99 92 103 87 73 112
Rata-rata 100 98 99 94 86 114
SD 4 18 8 8 11 18

1 523 355 117 129 113 149


2 496 408 98 203 115 130
3 472 427 238 384 321 362
METFORMIN
4 580 373 187 383 189 364
5 398 396 160 143 346 215
Rata-rata 494 392 160 248 217 244
SD 67 28 56 126 111 113

1 315 374 323 387 311 371


2 320 343 427 383 195 381
3 328 423 390 308 180 350
K-
4 336 363 356 339 342 346
5 356 463 405 283 296 362
Rata-rata 331 393 380 340 265 362
SD 16 49 41 46 73 15
65

Lampiran 6. Persentase penurunan kadar glukosa darah

Tabel 9. Persentase penurunan kadar glukosa darah hewan uji

Perlakuan H0 H4 H7 H10 H14 H21 rata-rata


KN (NORMAL) - 2.20% 0.60% 6.00% 13.80% -14.00% 2%
K (+) - 20.66% 67.60% 49.70% 56.10% 50.59% 49%
METFORMIN
K (-) - -18.79% -14.86% -2.72% 20.00% -9.37% -5%
DOSIS 1 - -7.94% 9.85% 18.29% 11.33% 6.53% 8%
DOSIS 2 - 24.52% 30.93% 33.04% 24.70% 5.85% 24%
DOSIS 3 - 27.76% 35.87% 39.59% 38.91% 28.25% 34%
66

Lampiran 7. Jumlah Pulau Langerhans dan sel β

Tabel 10. Data Jumlah Langerhans, sel β dan luas langerhans

Nomor Jumlah
Jumlah Jumlah
Tikus Luas
Langerhans Sel Beta
Langerhans
1 19.0 73.6 19552.5
2 15.0 60.9 16838.0
Normal
3 31.0 72.2 17111.1
4 21.0 101.6 28544.9
5 30.0 108.0 20785.9
Rata-Rata 23.2 83.3 20566
SD 7.0 20.4 5536.5

1 7.0 45.4 17725.0


2 5.0 40.0 9666.6
3 8.0 37.1 14501.2
K(-) 4 6.0 36.0 11312.4
5 13.0 35.7 12749.2
Rata-Rata 7.8 38.8 13191.7
SD 3.1 4.1 3631.1

1 13.0 29.6 15930.6


2 11.0 71.8 26950.7
3 11.0 41.9 16321.2
K(+) 4 12.0 45.0 17915
5 14.0 70.0 19847
Rata-Rata 12.2 51.7 19393
SD 1.3 18.5 5129.4

1 4.0 26.8 4862.8


2 10.0 73.4 16990.8
3 17.0 37.6 26477.6
D1 4 9.0 65.3 14312.6
5 11.0 69.1 26860.9
Rata-Rata 10.2 54.4 17900.9
SD 4.7 20.9 9186.1
67

1 9.0 50.1 16589.4


2 6.0 43.7 10652.1
3 4.0 95.5 31077.0
D2 4 2.0 31.0 13739.5
5 8.0 59.3 19719.8
Rata-Rata 5.8 55.9 18355.6
SD 2.9 24.4 7865.5

1 8.0 58.3 16510.1


2 14.0 69.4 20197.5
3 3.0 59.3 22962.7
D3 4 5.0 85.8 18372.8
5 12.0 61.1 25251.3
Rata-Rata 8.4 66.8 20658.9
SD 4.6 11.5 3501.8
68

Lampiran 8. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Kadar Glukosa Darah

a. Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi kadar glukosa darah hewan uji

Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah terdistribusi normal.

Ha : Data kadar glukosa darah tidak terdistribusi


normal.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 11. Hasil Uji normalitas Kolmogorov Smirnov

Keputusan : Uji normalitas kadar glukosa darah terdistribusi dengan normal

(P > 0,05 )
69

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat kadar glukosa darah hewan uji homogen atau
tidak

Hipotesis : Ho : Data kadar glukosa darah homogen.

Ha : Data kadar glukosa darah tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas levene

Keputusan : Uji homogenitas kadar glukosa darah tidak homogen (P < 0,05 ).

Data selanjutnya dianalisis dengan uji Kruskal Wallis.


70

Lampiran 9. Uji Lanjut Tukey HSD Kadar Glukosa Darah

Tujuan : melihat setiap perbedaan pada kelompok dosis pada kadar glukosa

darah, jumlah sel β pankreas, jumlah pulau Langerhans dan luas pulau langerhans.

Tabel 13. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H0

Tabel 14. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H4


71

Tabel 15. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H7

Tabel 16. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H10


72

Tabel 17. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H14

Tabel 18. Hasil Uji lanjut Tukey HSD H21


73

Lampiran 10. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap jumlah pulau Langerhans
dan jumlah sel β

a. Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
hewan uji

Hipotesis :

Ho : Data kadar jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β terdistribusi


normal.

Ha : Data kadar jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β tidak terdistribusi
normal.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 19. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β

Keputusan : Uji normalitas jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β


terdistribusi dengan normal (P > 0,05 )
74

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β


hewan uji homogen atau tidak

Hipotesis :

Ho : Data jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β homogen.

Ha : Data jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 20. Hasil Uji levene jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β

Keputusan : Uji homogenitas jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β tidak
homogen (P < 0,05 ).

Data selanjutnya dianalisis dengan uji Kruskal Wallis.


75

Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β

Tabel 21. Hasil Uji lanjut jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
76

Lampiran 12. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Luas pulau Langerhans

a. Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi Luas pulau Langerhans hewan uji

Hipotesis :

Ho : Data kadar Luas pulau Langerhans terdistribusi normal.

Ha : Data kadar Luas pulau Langerhans tidak terdistribusi normal.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 22. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov Luas pulau Langerhans

Keputusan : Uji normalitas Luas pulau Langerhans terdistribusi dengan normal


(P > 0,05 ).
77

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat Luas pulau Langerhans hewan uji homogen


atau tidak

Hipotesis :

Ho : Data Luas pulau Langerhans homogen.

Ha : Data Luas pulau Langerhans tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

Tabel 23. Hasil Uji Levene Luas pulau Langerhans

Keputusan : Uji homogenitas Luas pulau Langerhans tidak homogen (P < 0,05 ).

Data selanjutnya dianalisis dengan uji one way anova.


78

Lampiran 13. Uji Lanjut anova Luas pulau Langerhans

Tabel 24. Hasil Uji Anova Luas pulau Langerhans

Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p>0.05)

Anda mungkin juga menyukai