MAULANA MALIK A
JAKARTA
2017 M / 1439 H
AKTIVITAS FORMULA YANG MENGANDUNG EKSTRAK BIJI
SKRIPSI
MAULANA MALIK A
1113095000006
JAKARTA
2017 M / 1438 H
ABSTRAK
Klabet (Trigonella foenum graceum L.) telah dikenal sebagai salah satu tanaman
yang memiliki kemampuan dalam mengatasi penyakit Diabetes Mellitus (DM).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas formula yang mengandung
ekstrak biji klabet terhadap tikus Sprague Dawley yang mengalami DM tipe 2
yang telah diberi Pakan Tinggi Lemak dan diinduksi Streptozotocin dengan
melihat penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji serta adanya perubahan
jumlah sel β pankreas. Parameter yang diamati berupa kadar glukosa darah mulai
hari ke-0, 4, 7, 10, 14, dan 21, jumlah sel β pankreas, jumlah pulau Langerhans
dan luas pulau Langerhans. Dosis yang digunakan adalah 100 mg/Kg BB, 200
mg/Kg BB, dan 400 mg/Kg BB. Seluruh data kemudian dianalisis secara statistik
dengan uji Tukey HSD. Berdasarkan hasil penelitian, formula yang mengandung
ekstrak biji klabet mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley
yang mengalami DM tipe 2 secara signifikan (P<0.05) pada dosis 2 (200 mg/Kg
BB) sebesar 24%. Penurunan Kadar glukoa darah efektif dimulai dari hari ke-7.
Formula tersebut juga mampu meningkatkan jumlah sel β pankreas secara
signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan kelompok negatif pada dosis 2 sebesar
27%. Semua dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap
luas Pulau Langerhans.
Fenugreek (Trigonella foenum graceum l) has been known as one of the plants
that have ability in overcoming Diabetes Mellitus (DM) disease. The aim of this
research was to know the activity of formula containing Trigonella foenum-
graceum L.fenugreek extract on Sprague Dawley rats with type 2 DM High Fat
Feed and Streptozotocin induced by the decrease of blood glucose level in animal
test and the change of amount in pancreatic β cells. The observed parameters
were blood glucose levels from 4th, 7 th, 10 th, 14 th, and 21 th days, the number of
pancreatic β cells, the number of Langerhans and Langerhans islands area.
Doses used in 100 mg / Kg BW, 200 mg / kg BW, 400 mg / KgBB. All data were
analyzed statistically with Tukey HSD analysis. Based on the results of the study,
the formula containing the extract of the seeds of the klabet (Trigonella foenum
graceum L) was able to decrease the blood glucose levels of Sprague Dawley
mice with type 2 Diabetes Mellitus significantly (P<0.05) at middle dose (200 mg
/ kg BW) in 24%. The decrease in blood glucose levels effective starting from 7th
days. The formula was capable of increasing the number of pancreatic β cells
compared with the negative group significantly (P <0.05) in middle dose at 27%.
All doses are not shown their effect for Langerhans island area.
Assalamualaikum wr wb
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
segala rahmat dan ridha-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga tercurah pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya,
sahabatnya, serta umatnya.
Saya merasa tidak akan mampu menyelesaikan penelitian ini dengan baik
tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh dosen di
lingkungan program studi biologi yang telah memberikan ilmu serta
bimbingan selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Kurnia Agustini, M.Si, Apt selaku dosen pembimbing I penelitian ini
yang telah memberikan bimbingan dan arahan teknis dalam pengerjaan
penelitian ini guna menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. drh. R.R. Bhintari Suryohastari, M.Biomed selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan serta saran dalam menyempurnakan penelitian
saya.
5. Kedua orang tua, Syamsudin Arraniri dan Nani Indah Wati yang tiada
hentinya memberikan do’a dan kasih sayang, memberikan nasihat dan
semangat hidup sehingga saya dapat terus berjuang meraih mimpi-mimpi
saya. Tak lupa kepada kedua kakak saya, Ayu Sukmawati dan Galih
Subangkit yang telah memberikan dukungan, dan juga seluruh keluarga besar
saya.
6. Dr. Agus Supriyono dan Dr. Prasetyawan Sutiyono, MP selaku PJ Lab
Biologi Farmasi dan Laboratorium Farmakologi, Ibu Nuha selaku PJ Lab
Ekstraksi, Mas Ari, Mas Julham, Pak Zaenal Selaku PJ Lab Hewan yang telah
memberikan izin atas penggunaan lab dalam penelitian ini.
7. Untuk Sahabat Pena, Rizky Aprizal dan Aditya Pratama Putra yang telah
berjuang bersama dalam menyelesaikan tugas akhir. Untuk kawan-kawan
Biologi 2013, Himpunan Mahasiswa Biologi Oryza Sativa, Senat Mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Yayasan Untuk Negeri, Wahana Indonesia
Prestasi, Rohis Asy-Syifa, Kakak-kakak alumni yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu yang telah memberikan semangat dalam penulisan laporan serta
penelitian ini. Untuk Pak Fahri Fahrudin, yang telah memerikan arahan serta
bantuan dalam peneltian ini.
8. Laboran Pusat Penelitian Terpadu lantai 4 Biologi, Mba Puji, Kak Amal, Kak
Rama dan Mba festi yang telah memberi motivasi dan pembelajaran di dalam
Laboratorium.
Saya menyadari dalam penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak guna membangun penelitian
dan menyempurnakan laporan ini lebih baik lagi. Demikian laporan penelitian ini
saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca pada
umunya. Semoga Allah SWT dapat menjadikan ini sebagai salah satu Amal Jariyah
yang In Syaa Allah diterima di sisi-Nya.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. x
iii
iv
LAMPIRAN .............................................................................................................. 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. Morfologi tanaman dan biji klabet (Trigonella foenum graceum L.) ....... 8
Gambar 7 Diagram batang rerata berat badan hewan uji selama penelitian .............. 33
Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
Gambar 9. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
vi
vii
Gambar 19. Diagram batang Rata-rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β .................... 52
Halaman
Tabel 10. Data Jumlah Langerhans, sel β dan Luas Langerhans ................................ 66
Tabel 19. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Jumlah Pulau Langerhans dan Jumlah Sel
β ................................................................................................................................... 73
viii
ix
Tabel 20. Hasil Uji levene jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ...................... 75
Tabel 21. Hasil Uji lanjut jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ....................... 75
Tabel 22. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov Luas pulau Langerhans ........................... 76
Lampiran 8. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Kadar Glukosa Darah ....... 68
Lampiran 10. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap jumlah pulau Langerhans
dan jumlah sel β .......................................................................................................... 73
Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β ........... 75
Lampiran 12. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Luas pulau Langerhans .. 76
x
BAB I
PENDAHULUAN
glukosa darah meningkat di atas kisaran normal. Hal ini terjadi karena
normal, dimana fungsi insulin adalah mengatur kadar glukosa darah di dalam
asam lemak, lipid, dan siklus protein dan juga terjadi perubahan faktor
gestasional dan DM tipe lain atau Sindrom Diabetes Monogenik. Sekitar 90%
secara baik disertai dengan disfungsi sel β pada pankreas. Penderita DM tipe 2
penderita. DM tipe 2 cenderung sering terjadi pada usia lanjut dan biasanya
1
2
didahului oleh kejadian sakit atau stress yang membutuhkan kadar insulin
Menurut data dari Aguiree (2013), pada tahun 2013, terdapat 387 juta
orang yang hidup dengan DM. Diperkirakan dari 387 juta orang tersebut, 175
di Indonesia secara keseluruhan sebesar 9.1 juta jiwa. Sementara itu, jumlah
penderita DM tipe 2 di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta jiwa dan
diprediksi pada tahun 2030 mencapai 21,3 Juta jiwa di Indonesia dengan
angka prevalensi sebesar 5.81% setiap tahun. Rentang usia penderita DM tipe
bergantung kepada obat berbahan dasar kimia. Obat yang sering digunakan
secara terus menerus sehingga kadar glukosa darah dapat diturunkan. Namun
dengan menggunakan obat tradisional yang berasal dari bahan alam. Salah
satu bahan yang dapat digunakan ialah tanaman Klabet (Trigonella foenum
graceum L.).
seperti India, Afrika, Mesir, dan Maroko. Selain itu, di Indonesia klabet
lainnya seperti Aceh dan Bandar Lampung. Klabet dikenal sebagai tanaman
obat yang mempunyai banyak khasiat. Klabet dikenal dapat berfungsi sebagai
bahwa ekstrak biji klabet mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus
yang diinduksi dengan HFD (High Fed Diet) atau pakan tinggi lemak (PTL)
dan streptozotocin (STZ) dosis rendah. Selain itu, ekstrak biji klabet dapat
menurunkan kadar lipid di dalam darah. Dosis yang digunakan ialah 150
efektivitas dalam menurunkan kadar gula darah pada tikus yang telah
mengalami DM tipe 2 dari ekstrak biji klabet pada dosis 100 mg/kg bb
yang diharapkan mampu menurunkan kadar gula dalam darah belum banyak
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
graceum L) terhadap tikus Sprague Dawley yang diberi pakan tinggi lemak
dosis yang tepat terhadap tikus Sprague Dawley yang diinduksi STZ.
mengalami DM tipe 2.
acuan bagi para praktisi kesehatan dalam menggunakan ekstrak biji klabet
Formula yang
mengandung ekstrak biji Pengobatan DM tipe 2
klabet (Trogonella dengan formula obat alam
foenum-graceum L)
yang memiliki Kingdom Plantae dengan Kelas Magnoliopsida dan termasuk kedalam
Ordo Fabales. Tanaman ini termasuk kedalam Family Fabaceae dengan Genus
Priyadharshini, 2012).
Tanaman Klabet atau tanaman dengan nama daerah halba merupakan tanaman
tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 30-60 cm. Daun berbentuk bundar telur
terbaik sampai bentuk baji. Bunga tunggal atau sepasang, muncul di ketiak daun, dan
memanjang atau lanset, dan berisikan 10-20 biji (Wharf & Kingdom, 2010). Biji
klabet sendiri mempunyai ukuran rata-rata sebesar 3,44 mm sampai 4,75 mm. Biji
Klabet berwarna coklat dengan wangi yang khas. Tekstur dari bijinya sangat keras.
Biji yang masih mudah berwarna hijau, sedangkan biji yang telah tua atau matang,
berwarna coklat gelap. Biji klabet sering dimanfaatkan sebagai bumbu dapur yang
mempunyai rasa pahit tetapi mengandung khasiat dan nilai gizi yang tinggi (Patil,
2014) .
7
8
a b
Gambar 2. Morfologi tanaman dan biji klabet (Trigonella foenum graceum L.)
(a). Tanaman Klabet (b). Biji Klabet (www.pfaf.org)
2.1.3 Habitat
Tanaman Klabet terdistribusi dibagian utara afrika, timur tengah, turki dan
dapat ditanam atau diperbanyak di seluruh wilayah dan tumbuh normal pada tempat
yang cenderung berpasir, berlumpur, atau pada tanah liat. Klabet di Indonesia banyak
wilayah yang cenderung mendapatkan sinar matahari lebih banyak (Patil, 2014).
Hydroxyisoleusin, arginine), dan juga flavonoid. Biji tanaman klabet kaya akan
protein yaitu sebanyak 30%, dan kadar karbohidrat sebanyak 11 %. Klabet juga kaya
akan kalsium, besi, beta karoten dan vitamin lainnya (Patil, 2014). Selain itu, biji
klabet mempunyai kadar protein sebesar 26% yang dapat bekerja dalam mengurangi
9
lipid di dalam darah. Kadar Trigonelin yang terdapat pada biji klabet memiliki
kemampuan sebagai agen penurun gula dan lemak di dalam darah (Patil, 2014).
Klabet adalah viteksin, quercetin, asam kafein, kumarin, skopoletin, asam klorogenik,
Antidiabetic activity of
Trigonella foenum
graceum L
naiknya gula dalam darah disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau gangguan
insulin. Menurut Holt (2010), tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat defisiensi fungsi insulin.
Manusia normal memiliki kadar glukosa puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam
sesudah makan di sebesar 140 mg/dL. Penderita DM ditandai dengan kadar glukosa
darah puasa >126 mg/dL dan dua jam setelah makan sebesar >200 mg/dL
(Tjokroprawiro, 2006).
11
2.2.2 DM Tipe 1
alloksan), atau secara genetik yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah
atau berhenti sama sekali. Hal tersebut megakibatkan penurunan pemasukan glukosa
disebabkan hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi darah , glukagon plasma
meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merspon semua stimulus insulinogenik (Van
2.2.3 DM Tipe 2
mencegah terjadinya badan keton, sehingga jarang dijumpa ketosis. Namun demikian,
individu lanjut usia yang membutuhkan kadar insulin tinggi. Insulin pada DM tipe 2
Faktor genetik dapat menjadi penyebab karena beberapa kasus DM tipe 2 dapat
diturunkan ke generasi selanjutnya dari suatu garis keturunan. Penyebab paling besar
12
dari DM tipe 2 adalah faktor lingkungan atau gaya hidup. Saat ini, bahan makanan
yang tinggi lemak dan tinggi gula dapat dengan mudah ditemukan. Konsumsi gula
insulin. Selain itu, hal selanjutnya ialah penurunan kemampuan sel β pankreas untuk
timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau
13
temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita DM tipe gestasional, dan
sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi
yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital,
peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas
perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita DM tipe gestasional akan
lebih besar risikonya untuk menderita diabetes kembali di masa depan. Kontrol
Diabetes Mellitus) muncul pada usia 6 bulan. NDM hampir serupa dengan DM tipe 1,
hiperglikemia. Jika kondisi NDM pada usia 6 bulan tidak dapat disembuhkan, maka
(PNDM). NDM ditandai dengan timbulnya rasa haus yang berlebih, produksi urin
yang tinggi, dan dehidrasi. Penderita yang lahir dengan NDM tidak dapat tumbuh
dengan baik, dan mengalami penurunan berat tubuh yang signifikan dibandingkan
dengan manusia normal pada umur dan jenis kelamin yang sama. Selain itu, terdapat
pula MODY atau Maturity-onset Diabetes of the Young. MODY lebih rentan terjadi
14
pada penderita di usia remaja hingga dewasa. Adanya mutasi pada gen yang
mampu mengatur kadar glukosa darah kedalam keadaan normal. Penderita MODY
tidak mengalami kenaikan berat badan dan tidak mengalami tanda-tanda DM pada
terapi diabetes, bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien,
obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan obat hipoglikemik
Terapi Insulin
penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata
GLP-1 (Glucagon like Peptide) merupakan suatu hormon yang akan bekerja
ketika makanan masuk ke dalam tubuh (Doyle, 2007). GLP-1 Analog adalah salah
satu metode pengobatan bagi penderita DM tipe 2 dan diinjeksikan di bawah kulit
penderita. GLP-1 analog mengatur kadar glukosa dengan menstimulasi sekresi insulin
keadaan lambung dalam keadaan kosong dan memberikan rasa kenyang kepada
penderita lebih lama. Perbedaan terapi GLP-1 analog dengan obat konvesional bagi
fungsi dari insulin. Metformin bekerja pada 3 lokasi yaitu hati, saluran pencernaan
dan sel-sel otot . GLP-1 Analog bekerja jika terdapat sumber karbohidrat yang
nantinya aka dipecah menjadi glukosa dan masuk ke dalam tubuh (Syanghdan, 2013).
2.4 Metformin
Metformin diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara mengurangi
produksi glukosa oleh hati dan bila diberikan sendiri tidak akan menyebabkan
16
dan menghambat penyerapan glukosa di usus. Selain itu, metformin juga dapat
penyerapan vitamin B12, namun kejadian ini sangat jarang terjadi. Metformin
merupakan obat oral hipoglikemik yang tidak meningkatkan berat badan atau
mengurangi berat badan secara signifikan. Penambahan metformin pada diet yang
2.5 Streptozotocin
oleh bakteri yang berasal dari tanah, Streptomyces achromogenes. STZ dapat larut di
dalam air, senyawa keton, dan alkohol dengan konsentrasi yang rendah. STZ
memiliki rumus kimia C8H15N3O7. Berat molekul dari STZ adalah 265 g/mol. Tahun
1963, Rakieten melaporkan bahwa STZ merupakan agen diabetogenik, atau bahan
Fungsi STZ adalah sebagai penghambat sintesis DNA baik pada bakteri
ataupun mamalia. Di dalam sel bakteri, terjadi interaksi spesifik antara sitosin
terhadap degradasi DNA bakteri. STZ bersifat sitotoksisk terhadap sel β pankreas dan
dapat terlihat dampaknya dari STZ 72 jam. STZ biasa digunakan dalam induksi
17
diabetes terhadap beberapa hewan model seperti tikus, mencit, monyet, hamsters dan
Streptozotocin telah terbukti mempunyai efek yang lebih baik sebagai agen
diabetogenik. Hal ini dikarenakan STZ lebih stabil pada saat sebelum dan sesudah
diijkesikan ke dalam hewan model. STZ harus disimpan di dalam lemari pendingan
pada suhu 4ᵒC dan dijauhkan dari paparan sinar matahari secara langsung.
dosis yang tepat. Hal ini dikarenakan DM yang dihasilkan akibat injeksi STZ
memiliki kemiripan tipe antara DM tipe 1 dan DM tipe 2. Dosis STZ yang diberikan
bergantung kepada jenis hewan, umur, jalur pendedahan, berat badan, status nutrisi
Dosis yang paling maksimal pada tikus berada pada kisaran 175-200 mg/kg
pada anjing 15 mg/kg selama 3 hari. Pada dosis rendah, induksi DM menggunakan
Menurut Ogbonnaya (2013) dosis tunggal STZ yaitu 130-150 mg/kg bb atau
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan
hewan percobaan pada berbagai penelitian. Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih
dengan kriteria yang dibutuhkan. Kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
menentukan tikus putih sebagai hewan percobaan, antara lain: kontrol pakan, control
kesehatan, recording perkawinan, jenis (strain), umur, bobot badan, jenis kelamin,
Wistar, dan Long Evans. Galur yang sering digunakan dalam penelitian adalah galur
Galur Sprague Dawley memiliki tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga
tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang daripada
badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang pendek,
sedangkan galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil serta bulu pada
Tikus memiliki tingkat reproduksi yang tinggi dan cepat. Tikus sering dipilih
dilakukan pada tikus dalam berbagai strain akan menunjukan hasil dalam waktu yang
lebih cepat. Selain itu, tikus juga mudah diperoleh dan bukan termasuk ke dalam
Adapun data fisiologis tikus putih secara umum adalah sebagai berikut :
METODOLOGI PENELITIAN
LABTIAB BPPT Serpong dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, berlangsung
tempat makan dan minum, timbangan analitik, grinder, alat-alat gelas, glukometer
(easy touch), sonde oral, jarum suntik, alumunium foil, lumpang, kertas saring,
sarung tangan, dan masker, mikrotom Leica, Tissue Bath Jussico, Tissue-Tek TEC
Sakura, Tissue Processor. Bahan yang digunakan adalah ekstrak Biji Klabet
DM.
Bahan kimia yang digunakan antara lain Formalin 10%, asam asetat anhidrat
eter, asam sulfat pekat, serbuk Mg, HCl pekat, asam klorida encer 2 N, NaOH 1 N,
alkohol dengan berbagai variasi konsentrasi, FeCl 0,1%, reagen Meyer, reagen
21
22
Pengembangan Teknik Industri Agro dan Biomedika Pusat Teknologi Farmasi dan
adalah steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, alkaloid, tanin dan kumarin
(Farnsworth, 1966).
mL eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring dan diambil
diperoleh residu/sisa, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1
tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann-Burchard), terbentuk warna hijau atau
Skrining Flavonoid
air panas, didihkan selama 5 menit, saring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang
23
Skrining Saponin
terbentuk busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa
golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa tetap stabil.
Skrining Alkaloid
kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan
kertas saring diperoleh filtrat berupa larutan organik (sebagai larutan A), sebagai dari
larutan A (10 mL) diekstraksi dengan 10 mL larutan HCI 1:10 dengan pengocokan
dalam tabung reaksi, ambil larutan atasnya (sebagai larutan B). Larutan A diteteskan
beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atai ditetesi dengan preaksi
Dragendorff, terbentuk warna merah /jingga pada kertas saring menunjukan adanya
senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-
terbentuk endapan merah bata yang menunjukan adanya senyawa golongan alkaloid.
24
Skrining Tanin
Ditimbang lebih kurang 2 gram serbuk simplisia dan ekstrak kental (dalam
gelas piala kecil) ditambahkan 100 mL air, dididihkan selama 15 menit, dinginkan
dan disaring dengan kertas saring dan filtrat yang diperoleh dibagi. Ke dalam masing-
1) Ditambahkan beberapa tetes larutan ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna
diatas penangas air, terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin
asetat, ditambahkan beberapa tes larutan Ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru
Skrining Kumarin
kloroform dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan
air) pada mulut tabung, panaskan selama 20 menit diatas penangas air dan dinginkan,
saring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa
sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm, maka terjadi fluoresensi
warna biru atau hijau, biru kehijauan, menunjukkan adanya golongan kumarin.
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur SD, berumur 2-3
bulan dengan berat badan antara 140-180 gram yang diaklimatisasi selama 1 minggu
Hewan uji yang akan dipilih sebanyak 30 ekor tikus putih jantan secara acak
kepada hewan uji. Selain itu hewan uji juga diberikan pakan tinggi lemak (Skovsø,
2014). Hewan model DM tipe 2 diberikan pakan tinggi lemak yang berupa pakan
padat dan cair. Pakan tersebut diberikan setiap hari selama 80 hari setelah
diaklimatisasi. Sebelum diinduksi STZ hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama
12 jam namun tetap diberikan air minum (Ad libitum). Hal ini dilakukan karena
hewan uji yang dipuasakan terlebih dahulu lebih rentan mengalami hiperglikemia
dibanding hewan uji yang tidak dipuasakan. Setelah itu, larutan STZ disuntikkan
K(-), K(+), D1, D2, dan D3 yang masing-masing terdiri dari 5 hewan uji. Setelah
penyuntikan, tikus diberi PTL padat dan cair dan air minum (Ad Libitum).
Pengukuran kadar glukosa darah puasa dilakukan pada hari ke-7 setelah induksi STZ
Kenaikan kadar glukosa darah puasa yang melebihi 180 mg/dl mengindikasikan
terjadinya kondisi hiperglikemia dan digunakan dalam pemberian bahan uji. Kadar
gula darah normal pada tikus adalah 50-135 mg/dl (Srinivasan, 2005).
Padat Cair
Pur Ayam 66.67% -
Kuning Telur 6.67% -
Minyak Babi 20% 40%
Susu Skim 6.67% -
Minyak Kelapa - 60%
27
Pada hari ke 7 setelah induksi STZ, bahan uji yang merupakan ekstrak biji
masing kelompok seperti yang tertera pada tabel 2. Pemberian bahan uji dilakukan
setiap hari selama 21 hari. Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara
diberikan kepada hewan uji secara peroral dengan menggunakan bantuan jarum sonde
dan syringe. Pemberian bahan uji dilakukan 1 kali dalam sehari dan volume yang
dilakukan pengambilan darah untuk mengetahui kadar gula darah dan kolesterol
darah pada hari ke 0,4 7,10, 14, dan 21 setelah bahan uji diberikan.
Pengambilan darah dilakukan pada bagian pleksus venosus pada area retro
orbitalis mata dengan menggunakan tabung hematokrit. Darah yang telah diambil
kemudian dianalisis dengan alat glukometer easy touch GCU. Darah yang telah
dilakukan penyesuaian kode yang tertera pada kemasan strip glukosa. Setelah darah
diteteskan pada strip, ditunggu selama 10 detik untuk menunggu hasil pembacaan
konsentrasi glukosa darah pada glukometer. Nilai yang tertera pada glukometer
Salah satu tujuan dalam pembuatan preparat histologi ialah untuk mengetahui
perubahan struktur pankreas yang telah terdedah oleh streptozotocin dan juga melihat
Nekropsi
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian ambil wadah plastik yang
sudah ditulis nama atau kode tikus dan organ. Tuangkan formalin 10% ke dalam
plastik sekitar 20x volume jaringan sampel. Tikus dianastesi dengan cara dislokasi
leher. Pankreas yang telah diambil kemudian dimasukan ke dalam wadah plastik yang
Dehidrasi
menggunakan alkohol dengan variasi konsentrasi 50%, 70%, 80%, 90%. Setiap
wadah dengan konsentrasi alkohol yang sama diberi label I, II, III, IV untuk
secara berurutan ke dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, dan 90% (Jusuf, 2009).
Clearing
alkohol dan parafin tidak dapat menyatu, sehingga larutan yang akan dimasukkan ke
dalam jaringan dapat berikatan dengan parafin. Jaringan yang telah dikeluarkan dari
29
cairan dehidrasi dimasukkan kedalam xylol selama 1 jam. Jaringan kemudian akan
menjadi bening. Kemudian dilakukan pemindahan jaringan ke dalam xylol II. Lama
inkubasi bergantung kepada besarnya ukuran jaringan, tetapi biasanya waktu yang
digunakan untuk inkubasi menggunakan xylol adala ½-1 jam. Jaringan kemudian
direndam oleh paraffin cair di dalam oven kira-kira ½ jam. Jaringan siap untuk
Embedding
clearing dan menggantinya dengan parafin karena cairan saat proses clearing dapat
mengkristal di dalam jaringan dan menyebabkan jaringan mudah robek saat tahap
selama 1 jam. Jaringan yang telah direndam oleh paraffin II kemudian direndam
kembali ke dalam paraffin III selam 2 jam, dan siap dipindahkan untuk proses
Blocking
Tahapan ini merupakan proses pembuatan blok preparat agar organ dapat
dipotong dengan mikrotom. Cairkan parafin lalu tuangkan sedikit ke dalam cetakan
blok. Masukan potongan organ secara perlahan dan kemudian tuangkan kembali
Pemotongan Jaringan
Blok parafin direkatkan diatas blok kayu dengan cara memanaskan salah satu sisi
blok parafin hingga sedikit mencair kemudian langsung tempelkan. Letakan blok
parafin dan balok kayu tersebut pada holder (pemegang) di mikrotom dan
kencangkan. Lakukan pemotongan jaringan ini dengan ketebalan 5-7 μm. Jika
diperlukan sudut kemiringan pisau mikrotom diatur pada sudut 20-30 derajat.
Setelah blok parafin berhasil dipotong, dengan kuas dan rendam potongan
tersebut dalam waterbath dengan suhu air 37-40ᵒC hingga potongan terlihat
meregang. Setelah pita paraffin terlihat mengembang dengan baik, tempelkan pita
parafin tersebut pada kaca objek yang telah dicoated dengan cara memasukkan kaca
objek itu kedalam waterbath dan menggerakkannya kearah pita paraffin. Pita paraffin
ditempelkan ke kaca objek secara hati-hati. Letakkan kaca objek pada hotplate
dengan temperatur 40-45 ᵒC, biarkan selama beberapa jam dan potongan siap untuk
untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru serta eosin yang merupakan
jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang
berbeda. Larutan Hematoksilin Eosin (HE) yang digunakan ialah larutan HE Mayer
(Suvarna, 2013).
Bahan Volume
Kristal Hematoksilin 5 gr
Alkohol 96% 50 ml
Ammonium/Potassium Alum 100 gr
Distilated Water 1000 ml
Merkuri Oksida 2.5 gr
menit). Kemudian hidrasi dengan serial Alkohol 100% (2x2 min) – 95% (2min) –
90% (2 min) – 80% (2 min) - 70% (2min) – Distilled water (3min). Inkubasi dalam
larutan hematoksilin Mayers selama 15 min. Cuci dalam air mengalir selama 15-
20menit. Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air
mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan kelangkah
hingga 2 menit tergantung pada umur eosin dan kedalaman warna yang diinginkan.
Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai 70% hingga
dan software Olympus DP2-BSW yang dimulai dari perbesaran 40, 100, 200, dan
400.
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan program SPSS 16.0
(Statistical Program for Social Science) for windows. Data yang digunakan dalam
analisis statistik adalah Kadar Gula Darah Puasa dan Kadar Kolesterol Total baik
sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan. Data jumlah sel β pankreas dan
pankreas dianalisis secara deskriptif. Analisis yang digunakan adalah uji distribusi
normal (Kolmogorov-Smirnov) dan uji homogenitas (uji Levene). Jika data yang
dinyatakan terdistribusi normal dan homogen, uji dilanjutkan dengan uji analisis
varian satu arah (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang signifikan, maka
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Jika data yang diperoleh
dinyatakan tidak terdistribusi normal atau tidak homogen, uji dilanjutkan dengan
Berat badan hewan uji merupakan salah satu faktor penting dalam
pemberian ekstrak pada hewan uji. Pengambilan data berat badan dilakukan
400 KN
350 K(-)
Berat Badan Tikus (g)
K(+)
300
D1
250
D2
200
D3
150
100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perhitungan Minggu Ke-
Gambar 7. Diagram batang rerata berat badan hewan uji selama penelitian
Berdasarkan data berat badan di atas, terlihat bahwa berat badan hewan uji
secara keseluruhan mengalami kenaikan dimana pada saat awal penelitian, berat
badan hewan uji rata-rata berada pada 89-120 g, kemudian diakhir penelitian berat
badan hewan uji berada pada pada kisaran 326-372 g. Kenaikan berat badan
33
34
penurunan berat badan. Hal ini terjadi karena pada kondisi DM tipe 2, kadar
glukosa darah pada tubuh tidak dapat masuk ke dalam sel-sel otot. Adanya
yang ada di membran sel otot sehingga GLUT 4 tidak terbuka dan glukosa tidak
dapat masuk ke dalam sel otot. Hal ini tentunya akan megurangi massa tubuh
sehingga hewan uji yang mengalami DM akan mengalami penurunan berat badan
badan karena penyerapan glukosa pada saluran intestinal ditekan sehingga kadar
glukosa dalam tubuh berkurang. Pengukuran berat badan hewan uji penting
dilakukan untuk mengtahui volume ekstrak yang akan diberikan ke hewan uji.
500 b
b
b b b b b b
b
b a,b b b
400 b a,b b KN
a,b a,b
b a,b a,b
a,b K (+)
a,b a,b a,b a,b
300 a,b
K (-)
a,b
200 D1
a
a D2
a a a a
100 D3
0
H0 H4 H7 H10 H14 H21
Waktu Pengambilan Darah
Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
Gambar 8. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
(antar kelompok dalam hari). Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
(antar hari dalam kelompok)
yang bermakna (P<0.05)
35
Pengambilan data kadar glukosa darah hewan uji dilakukan untuk melihat
pengaruh dari pemberian bahan uji yang terlihat dari penurunan kadar glukosa
darah hewan uji selama percobaan. Data kadar glukosa darah hewan uji selama
percobaan dapat dilihat pada gambar 8. Pengukuran kadar glukosa darah hewan
uji dilakukan pada saat awal perlakuan atau pada hari ke-0. Hal ini bertujuan
ada di dalam darah hewan uji. Pengukuran kadar glukosa darah pada awal
perlakuan dilakukan untuk memastikan bahwa hewan model yang akan diberikan
individu tikus. Menurut Antônio et al., (2003), kadar glukosa darah normal pada
tikus berada pada kisaran 50-135 mg/dl. Tikus putih (Rattus norvegicus L) yang
hiperglikemia dan dapat dijadikan hewan model DM type 2. Kadar glukosa darah
hewan uji pada perlakuan yang mengalami DM adalah > 300 mg/dl. Tikus yang
tidak memiliki kadar glukosa di atas rentang 180-200 mg/dl tidak dapat digunakan
dalam percobaan dikarenakan kadar glukosa darah belum stabil dan dapat
menimbulkan kesalahan data pada saat percobaan. Data kadar glukosa darah
hewan uji pada hari ke-0 menjadi dasar analisis data untuk melihat perubahan
induksi yang berasal dari bahan kimia yaitu STZ dan pakan yang telah
digunakan adalah streptozotocin dengan dosis rendah (30 mg/Kg BB) dimana
bahan ini dikenal sebagai agen diabetogen atau bahan yang mampu menginduksi
DM pada hewan uji. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhang (2008)
dengan pemberian pakan tinggi lemak dan glukosa memberikan efek resistensi
insulin pada hewan percobaan dan juga menyebabkan kondisi hiperglikemia pada
hewan uji. Kondisi tersebut dapat terlihat pada kadar glukosa hari ke-0 pemberian
bahan uji dimana semua hewan uji mengalami hiperglikemia dengan rerata kadar
pemberian STZ dalam dosis rendah. Menurut Wilson (1984), STZ dapat
menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas yang berada pada pulau langerhaens.
fungsi untuk melindungi sel β pankreas dari senyawa-senyawa toksik. Selain itu,
efek yang ditimbulkan dari pemberian STZ adalah kerusakan pada struktur DNA
sel β. Jika ketiga senyawa tadi rusak dan juga disertai adanya kerusakan pada
struktur DNA, sel β tidak dapat meregenerasi dan menimbulkan kematian sel yang
1981). STZ terakumulasi di dalam sel β pankreas melalui GLUT 2, salah satu
glucose transporter dengan afinitas rendah yang berada pada membran plasma.
STZ dapat merusak sel β pankreas dengan mengubah gugus alkil pada guanin
37
yang menyebabkan rusaknya struktur DNA dan terjadi fragmentasi DNA (Lenzen,
2008).
Penurunan kadar glukosa darah pada hewan uji yang diberi perlakuan
dosis formula ekstrak terlihat sejak hari ke-4 pemberian dosis formula ekstrak.
Data menunjukan bahwa pada hari ke-4 perlakuan, hewan uji pada kelompok
metformin, kelompok D2 (200 mg/Kg BB) dan kelompok D3 (400 mg/Kg BB)
mengalami penurunan kadar glukosa darah. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak
klabet dapat menurunkan (P<0.05) kadar glukosa darah dimulai hari ke-4
darah semakin baik. Namun pada hari ke-4, kelompok hewan uji yang diberikan
perlakuan formula dosis ekstrak rendah (100mg/Kg BB) tidak menunjukan adanya
penurunan kadar glukosa darah. Hal ini terjadi karena dosis tersebut merupakan
dosis terendah yang digunakan selama percobaan. Tingginya kadar glukosa darah
hewan uji belum mampu diturunkan oleh dosis rendah formula yang mengandung
ekstrak biji klabet pada hari ke-4. Penurunan (P<0.05) kadar glukosa darah hewan
uji juga dialami oleh kelompok hewan uji yang diberi perlakuan metformin.
(P<0.05) yang cukup signifikan pada kelompok hewan uji yang diberikan
metformin. Hal ini terjadi karena metformin bekerja dengan menghambat rantai
dalam hati beredar ke dalam darah, sehingga kadar glukosa darah dapat turun
38
dengan cepat. (Viollet et al., 2012). Penurunan kadar glukosa darah pada hewan
uji dosis 2 (200 mg/Kg BB) dan dosis 3 (400 mg/Kg BB) pada hari ke-7
Pengukuran kadar glukosa darah hari ke-10 menunjukan tren yang sama
dan juga terlihat adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan
yang diberikan kepada hewan uji. Semakin tinggi dosis formula yang
mengandung ekstrak klabet diberikan kepada hewan uji, maka semakin tinggi
penurunan kadar glukosa darah hewan uji. Namun pada kelompok perlakuan
metformin, terjadi kenaikan kadar glukosa darah pada hewan uji. Hal ini
pada hewan uji. Metformin bekerja langsung terhadap hati sehingga dapat
plasma dapat berkurang, namun tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar
pankreas sehingga kadar glukosa darah hewan uji pada kelompok metformin
yang sama dengan pengukuran pada hari ke-10, namun hewan uji pada kelompok
hewan uji DM tipe 2, seluruh hewan uji mengalami kenaikan kadar glukosa darah.
39
Hal ini terjadi karena hewan uji mengonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga
glukosa darah pada hewan uji mengalami kenaikan, termasuk hewan uji yang
berada pada kelompok normal. Ketiga dosis formula ekstrak biji klabet
dalam darah hewan uji DM tipe 2 yang diinduksi streptozotocin dosis rendah dan
600
Rata-rata Kadar Glukosa Darah
a a
500 a
a a
b b,c a a a,b
400 a a,b H0
c a a a a a,b
a a a a,b a
(mg/dl)
c b b b H4
300 b
H7
a c b
200 b aa H10
a a H14
100
H21
0
KN K (+) K (-) D1 D2 D3
Kelompok Perlakuan
Gambar 9. Diagram batang rerata kadar glukosa darah hewan uji selama penelitian
(antar hari dalam kelompok). Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
yang bermakna (P<0.05)
bermakna (P<0.05) selama perlakuan. Hal ini terjadi karena hewan uji pada
kelompok normal tidak diberi perlakuan sehingga kadar glukosa darah pada
hewan uji kelmpok normal tetap dan tidak mengalami fluktuasi kenaikan ataupun
berbeda bermakna (P<0.05) dimulai hari ke-4 perlakuan. Namun, pada hari ke-7
40
hingga hari ke-21 kadar glukosa darah tidak stabil. Kelompok hewan uji negatif
atau yang tidak diberi perlakuan ekstrak dan metformin tidak mengalami
perbedaan bermakna (P<0.05) sejak hari ke-0 hingga hari ke-21 perlakuan. Hal ini
menunjukan bahwa pemodelan DM tipe 2 pada hewan uji berhasil dan kondisi
hiperglikemia yang terjadi bersifat stabil. Kelompok hewan uji pada dosis 1
(100mg/Kg BB) tidak menunjukan perbedaan bermakna (P<0.05) sejak hari ke-0
hingga hari ke-21. Hal ini menunjukan bahwa dosis ekstrak 100 mg/Kg BB tidak
hewan uji yang mengalami DM tipe 2. Hal ini terjadi karena senyawa aktif dalam
ekstrak tidak mampu bekerja dalam memulihkan fungsi insulin dan memperbaiki
sel β. Kelompok hewan uji pada dosis 2 (200 mg/Kg BB) mengalami penurunan
kadar glukosa darah sejak hari ke-4 namun tidak berbeda bermakna (P<0.05)
dengan hari ke-0. Perbedaan bermakna (P<0.05) terjadi sejak hari ke-7 hingga
hari ke-21 pemberian ekstrak. Hal yang sama juga terjadi pada hewan uji yang
secara berturut-turut ialah 49 %, 8%, 24%, dan 34%. Data tersebut menunjukan
hari berada pada kelompok dosis 3. Hal ini dikarena kelompok dosis 3 merupakan
kelompok hewan uji yang diberi perlakuan dosis formula ekstrak paling tinggi
dengan 400 mg/Kg BB, sehingga senyawa-senyawa aktif yang berperan dalam
ialah insulin. Sekresi insulin pada tikus normal dipengaruhi oleh keberadaan sel β
dalam sel β melalui GLUT 2 Glucose transporter. Glukosa yang telah berada di
voltage dependent calcium channels (VDCC) aktif pada membran sel. Kalsium
kemudian dikeluarkan dari dalam sel β dan masuk ke dalam aliran darah. Insulin
membutuhkan GLUT 4 Glucose transporter untuk masuk ke dalam sel otot dan
jaringan lemak yang akan menurunkan kadar glukosa di dalam plasma (Fu & Liu,
Keterangan :
(+) : Reaksi Positif
(-) : Reaksi Negatif
42
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada hewan uji disebabkan
adanya beberapa zat aktif yang terkandung di dalam formula yang megandung
ekstrak biji klabet. Berdasarkan data pada tabel 5, senyawa aktif yang terdapat di
dalam ekstrak klabet adalah alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan triterpenoid,
serta kumarin. Salah satu senyawa yang berperan penting yang terdapat di dalam
sel-sel β pankreas yang telah rusak dan meningkatkan respons sel terhadap
regenerasi sel β pankreas. Senyawa trigonellin yang terdapat di dalam biji klabet
di dalam saluran pencernaan sehingga glukosa yang ada di dalam darah tidak naik
Protect pancreatic β
cells
Inhibits intestinal
amylase and lipase
Trigonelline
Enhanced PPARγ
expression
Decrease in ER
stress Protein
Potentiates antioxidant
enzymes activity
Selain itu senyawa trigonellin juga mengatur ekspresi dari PPARγ. PPARγ
imun, pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi dari PPARγ juga dapat
Secara garis besar, adanya senyawa flavonoid dalam formula ekstrak yang
pankreas. Mekanisme tersebut akan memperbaiki fungsi dari sel β dan juga
memperbaiki fungsi insulin. Selain itu, mekanisme yang terjadi selanjutnya ialah
mekanisme diatas akan mengatur kadar glukosa darah dalam keadaan seimbang
Hal ini tentunya dapat membantu tubuh dalam mengurangi kadar glukosa
yang ada di dalam darah dan mengembalikan fungsi insulin yang mengalami
Dietary Flavonoids
Reduce Improved β cell
.
cholesterol function and insulin
synthesis and action
TG levels
Improve
Regulate Improve
functional
carbohydrate insulin
availability of
metabolism sensitivity
antioxidants
Gambar 11. Mekanisme flavonoid sebagai anti DM (Vinayagam & Xu, 2015)
adalah saponin. Saponin merupakan suatu senyawa yang terdiri dari glikon dan
dalam biji klabet (Trigonella foenum graceum L) antara lain diosgenin, tigogenin,
trigoneosida Xa, Xb, XI b, XIIa, XIIb, dan XIIIa. Saponin bekerja dengan
Hussein, 2017).
berfungsi dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah kumarin dan steroid
dari kumarin tersebut mampu menekan kadar glukosa darah menuju ke batas
yang dihasilkan semakin sedikit, dan juga menekan sintesis glukosa dari senyawa
menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menghambat kerja dari enzim alfa
glukosidase dan alfa amylase. Selain itu juga menghambat kerja enzim glikogen
perubahan asam gimneik menjadi gliserol 3-fosfat. Hal ini tentunya akan
glukosa darah setelah diberikan formula yang mengandung ekstrak biji klabet.
Penurunan kadar glukosa darah terjadi di setiap kelompok hewan model kecuali
Penurunan kadar glukosa darah efektif pada hewan uji yang diberikan dosis
formula ekstrak sebesar 200 mg/Kg BB (D2) dan 400 mg/Kg BB (D3) dan
mengalami perbedaan yang nyata terhadap kelompok negatif (p<0.05) sejak hari
ke-7 pemberian formula ekstrak. Namun pemberian dosis formula ekstrak sebesar
100 mg/Kg BB tidak menunjukan penurunan yang signifikan atau tidak terdapat
perbedaan yang nyata terhadap kelompok negatif (p<0.05). Selain itu, pada
kelompok hewan model yang diberikan perlakuan metformin, kadar glukosa darah
hewan uji mengalami penurunan yang cukup tinggi pada hari ke- 7 namun
47
kembali naik pada hari ke-10. Hal ini terjadi karena mekanisme kerja metformin
yang hanya mengatur kadar glukosa darah dimana proses tersebut terjadi pada hati
stabil. Hewan uji pada kelompok negatif atau kelompok hewan yang mengalami
DM menunjukan kadar glukosa yang stabil dan tidak mengalami penurunan kadar
glukosa darah yang signifikan selama perlakuan. Hasil dari penelitian ini
jumlah sel β, jumlah pulau Langerhans beserta luasnya, dan deskripsi kondisi
banyak. Hal ini terjadi karena pada kelompok normal tidak terjadi kerusakan sel β
akibat induksi STZ dan PTL. Penurunan jumlah sel β pankreas pada pada
ekstrak klabet menunjukan adanya peningkatan jumlah sel β pada semua dosis 1,
Kelompok Normal
b
40 X
400 X
Gambar 13. Pankreas tikus kontrol normal. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
a
40 X
b
400 X
Gambar 14. Pankreas tikus kontrol metformin (+). (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans
(c) Sel β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
49
40 X
b
c
a
400 X
Gambar 15. Pankreas tikus kelompok Negatif (-) (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans
(c) Sel β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
a
40 X
b
400 X
Gambar 16. Pankreas tikus kelompok D1. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
50
b
40 X
a
c
400 X
Gambar 17. Pankreas tikus kelompok D2. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
b
40 X
c
400 X
Gambar 18. Pankreas tikus kelompok D3. (a) Kapiler (b) Pulau Langerhans (c) Sel
β (Dokumentasi Pribadi, 2017).
51
Perbaikan sel β pada pulau Langerhans ditunjukkan oleh dosis 400 mg/Kg
BB. Sel-sel β terlihat kembali kedalam bentuk normal dan jumlah sel β di dalam
senyawa bioaktif yakni flavonoid yang telah banyak dibuktikan memiliki aktivitas
sehingga beberapa sel β yang masih ada masih dapat berfungsi. Selain itu,
antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak juga melindungi sel β yang masih
cara proliferasi dan diferensiasi endokrin dari sel duktal dan duktular yang akan
4.4 Rata-Rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β dan Luas Pulau
Langerhans
menghitung jumlah pankreas dalam setiap preparat dan juga menghitung jumlah
Sel β. Selain itu, rata-rata luas Pulau Langerhans juga dicatat dan dianalisis.
dilakukan dengan melihat normalitas data, homogenitas data serta melihat apakah
52
ada perbedaan yang nyata dari setiap kelompok perlakuan pada taraf signifikansi
95% (P<0.05).
Rata-Rata Jumlah Pulau Langerhans
90.0 a a,b
a,b a,b
80.0 a,b
70.0
60.0 b
50.0
dan Sel Beta
40.0
30.0 a
20.0 b b b b
b
10.0
0.0
KN K(-) K(+) D1 D2 D3
LANGERHANS SEL β
Kelompok Perlakuan
Gambar 19. Diagram batang Rata-rata Jumlah Pulau Langerhans dan Sel β. Huruf yang
sama menunjukan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel beta tidak
berbeda nyata (P>0.05) antar kelompok perlakuan. Bar Menunjukan standar
deviasi
jumlah pulau langerhan dan jumlah sel beta pada setiap preparat terdistribusi
normal (P>0.05) . Hasil uji homogenitas levene menunjukan bahwa data tersebut
tidak homogen (P<0.05). Hasil Uji kruskal wallis menunjukan bahwa data
memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) antar kelompok perlakuan dan kemudian
dilanjutkan dengan uji lanjut tukey HSD. Hasil uji lanjut tukey HSD menunjukan
bahwa kelompok normal dan negatif menunjukan perbedaan yang nyata pada
jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β. Selain itu kelompok metformin, dosis
100mg/Kg BB, dosis 200 mg/KgBB, serta dosis 400mg/Kg BB berbeda nyata
53
dengan kelompok normal pada jumlah pulau Langerhans. Data jumlah sel beta
dan negatif.
Selain data jumlah sel β dan Langerhans, data luas pulau Langerhans juga
dilihat. Hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov menunjukan bahwa rerata luas
menunjukan bahwa data tersebut homogen (P<0.05). Hasil Uji ANAVA 1 arah
menunjukan bahwa data tidak memiliki perbedaan yang nyata (P>0.05) antar
kelompok perlakuan.
Rata-Rata Luas Pulau Langerhans
30000.0
a a a
25000.0
a
a
20000.0
(µm2)
a
15000.0
10000.0
5000.0
0.0
KN K(-) K(+) D1 D2 D3
Kelompok Perlakuan
Gambar 20. Diagram batang rerata luas Pulau Langerhans. Huruf yang sama
menunjukan rata-rata luas pulau Langerhans tidak berbeda nyata (P>0.05)
antar kelompok perlakuan. Bar menunjukan standar deviasi
Efek yang sangat terlihat dari pemberian PTL dan STZ berada pada
kelompok tikus negatif. Jumlah sel β dan pulau Langerhans sangat sedikit
54
Langerhans terlihat rusak dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol
normal, kontrol metformin dan kontrol variasi dosis. Berkurangnya jumlah sel β
dikarenakan STZ bekerja langsung pada sel β melalui mekanisme GLUT 2 dan
DNA pada sel beta akan mengakibatkan kerusakan struktur sel beta dan juga
menghambat regenerasi dari sel β sehingga jumlah sel β pada kelompok yang
diberi induksi PTL dan STZ akan terus menerus turun (Hasanah, 2016).
tereduksi dan luasnya semakin berkurang. Namun secara statistik, perbedaan luas
nyata (P<0.05). Hal ini disebabkan perbaikan sel β dan pulau Langerhans
berlangsung lebih dari 21 hari. Perbaikan terjadi terutama pada sel β yang
mengalami kerusakan oleh induksi STZ dan pemberian PTL kemudian pulau-
5.1 KESIMPULAN
graceum L) mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang
mengalami DM tipe 2 secara signifikan (P<0.05) pada dosis 2 (200 mg/Kg BB)
sejak hari ke-7 pemberian ekstrak. Formula tersebut juga mampu meningkatkan
5.2 SARAN
graceum L.) terhadap tikus Sprague Dawley dan juga penelitian mengenai
pengaruh formula ekstrak terhadap organ-organ lain seperti ginjal, hepar, dan
liver. Selain itu penelitian mengenai metode pemisahan senyawa bioaktif seperti
trigonellin juga perlu dikembangkan agar kandungan pada formula ekstrak lebih
53
DAFTAR PUSTAKA
Aguiree, F., Brown, A., Cho, N., Dahlquist, G., & Aguiree, Brown, Cho, Dahlquist,
Dodd, Dunning, & Whiting. (2013). IDF Diabetes Atlas. IDF Diabetes Atlas -
Sixth Edition, 155.
Anitha, R., & Priyadharshini, R. (2012). Pharmacognostic Evaluation Of Trigonella
Foenum Graceum L. Leaf And Stem. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science, 4, 99–102.
American Diabetes Association. (2015). Classification and Diagnosis of Diabetes.
Diabetes Care 38 (Suppl. 1): S8–S16
Antônio, N., Carvalho, S. De, Ferreira, L. M., En, C., Nas, C., & Lm, F. (2003). 9 -
Experimental model of induction of diabetes mellitus in rats 1, 1–5.
Barky, A. El, & Hussein, S. A. (2017). Saponins and their potential role in diabetes
mellitus, 7, 148–158.
Depkes. (2000). Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Farnsworth, N. R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal
of Pharmaceutical Sciences, 55(3), 225–276.
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2, 4, 93–101.
Feinglos, M. (2008). Type 2 Diabetes Mellitus. New York City: Humana Press.
Hasanah, U. (2016). Profil sel beta pankreas pada tikus diabetes yang diberi umbi
kimpul (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.).
Holt, R. (2010). Textbook of Diabetes Fourt Edition (Fourt Edit). USA: Springer.
Ikawati Zullies, 2006.Pengantar Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University
Press;Yogyakarta
Jadhav, R., & Puchchakayala, G. (2012). Hypoglycemic and antidiabetic activity of
flavonoids: boswellic acid, ellagic acid, quercetin, rutin on streptozotocin-
nicotinamide induced type 2 diabetic rats, 4(2), 2–7.
54
55
Kulkarni, C. P., Bodhankar, S. L., Ghule, A. E., & Mohan, V. (2012). Antidiabetic
Activity of Trigonella Foenum- Graecum L . Seeds Extract ( Ind01 ) in
Neonatal, (1), 29–40.
Agustini, Kurnia. (2015). Cytotoxic Activity On Mcf-7 Cells And In Silico Study Of
Sapogenin Steroids From Trigonella foenum-graecum L. Indonesian Journal of
Cancer Chemoprevention, 6(1): 1-6
Lenzen, S. (2008). The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced diabetes,
216–226.
Li, Hanbing. (2017). Coumarins as potential antidiabetic agents. Journal of Pharmacy
and Pharmacology.69 (10)
Nazaruk, J. Borzym-Kluczyk. (2015). The role of triterpenes in the management of
diabetes mellitus and its complications. Phytochemistry Review. 14 (4). 675-690.
Mandasari, O. K., Widiyana, S. D., Teknologi, J., Pertanian, H., Pertanian, T., &
Brawijaya, U. (2011). Histopatologi pankreas, 1–6.
Murakami, Toshiyuki. (2000). Medicinal Foodstuffs. XVII.1) Fenugreek Seed. (3):
Structures of New Furostanol-Type Steroid Saponins, Trigoneosides Xa, Xb,
XIb, XIIa, XIIb, and XIIIa, from the Seeds of Egyptian Trigonella foenum-
graecum L.48:7. 994-1000. Pharmaceutical Society of Japan.
Nathiya S, Durga M, D. T. (2014). Review Article Therapeutic role of, 27(12), 74–
80.
National Diabetes Information Clearinghouse, 2014. Monogenic Forms of Diabetes :
Neonatal Diabetes Mellitus and Maturity-onset Diabetes of the Young. National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 1-12.
Novrial, D., Sulistyo, H., & Setiawati. (2012). Comparison of Antidiabetic Effects of
Honey, Glibenclamide, Metformin and Their Combination In The Streptozotocin
Induced Diabetics Rat. Seminar Nasional Kesehatan Jurusan Kesehatan
Masyarakat FKIK UNSOED, 1–15.
Nugroho, A. E. (2006). Animal Models of Diabetes Mellitus : Pathology and
Mechanism of Some Diabetogenics. Biodiversitas, Journal of Biological
Diversity, 7(4), 378–382.
Ogbonnaya, E. C., Eleazu, K. C., Chukwuma, S., & Essien, U. N. (2013). Review of
the mechanism of cell death resulting from streptozotocin challenge in
experimental animals, its practical use and potential risk to humans. Journal of
Diabetes and Metabolic Disorders, 12(1), 60.
56
Alloxan- and Streptozotocin-induced Islet DNA Strand Breaks and against the
Inhibition of Proinsulin Synthesis*, 257(1), 6084–6089.
Van Belle, T. L., Taylor, P., & von Herrath, M. G. (2009). Mouse models for Type 1
Diabetes. Drug Discovery Today: Disease Models, 6(2), 41–45.
Vinayagam, R., & Xu, B. (2015). Antidiabetic properties of dietary flavonoids : a
cellular mechanism review. Nutrition & Metabolism, 1–20.
Viollet, B., Guigas, B., Garcia, N. S., Leclerc, J., Foretz, M., & Andreelli, F. (2012).
Cellular and molecular mechanisms of metformin : an overview, 270, 253–270.
Watkins, P. (2004). Diabetes and it’s management. Blackwell Publishing.
Wharf, C., & Kingdom, U. (2010). Assessment report on Trigonella foenum-graecum
L ., semen, 44(May).
Wilson, R. D., & Islam, M. S. (2012). Fructose-fed streptozotocin-injected rat: An
alternative model for type 2 diabetes. Pharmacological Reports, 64(1), 129–139.
Wolfenshon, S. (2013). Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare.
Wiley.
Zhang, M., Lv, X.-Y., Li, J., Xu, Z.-G., & Chen, L. (2008). The Characterization of
High-Fat Diet and Multiple Low-Dose Streptozotocin Induced Type 2 Diabetes
Rat Model. Experimental Diabetes Research, 2008, 1–9. \
Zhou, J., Zhou, S., & Zeng, S. (2011). Fundamental & Clinical Pharmacology
trigonelline : effect on b cell and pancreatic, 1–9.
LAMPIRAN
58
59
Dosis yang digunakan pada penelitian pendahuluan Badan Pengkajian dan Penerapan
bahan uji masing-masing 1 ml/350 g BB tikus putih (Rattus norvegicus) secara oral.
Vol.Pemberian
Mg/Kg Mg/350 g Jumlah Mg ekstrak untuk 3 Vol CMC 0.5 %
Kelompok ( ml/350 g)
BB BB Hewan hari (ad hingga ml )
BB
Metformin 45 16 1 5 240 30
Volume maksimal pemberian bahan uji secara intraperitoneal adalah 1ml/ 100 gr BB.
3 69.9 98.4 142.8 193.9 223.4 248 290 308 339 371 355 434
138.
4 142.8 191,6 220.3 238.4 272 283 300 327 364 357 331
9
121.
5 122.7 155.9 181.9 191.2 222 241 252 269 283 328 324
1
Rata-
98 116 147 198 219 252 282 295 327 356 360 372
rata
SD 30 17 11 17 22 23 27 30 39 45 46 49
1 82 101.7 137.3 176.6 196.2 232 265 278 309 342 322 370
2 79.2 109.2 151.6 208.5 231.4 259 303 312 343 375 374 368
3 69.6 83.5 113.7 155 170.8 203 248 259 285 331 342 339
112.
D3 4 113 165.8 195.3 215.4 245 267 289 316 333 322 335
1
124.
5 178.6 205.2 219.6 247 260 291 320 346 371 336 312
7
Rata-
94 117 155 191 212 240 275 292 320 350 339 345
rata
SD 24 36 34 26 30 24 22 25 25 21 21 24
63
3 98 71 96 97 102 144
4 100 98 94 92 78 99
5 99 92 103 87 73 112
Rata-rata 100 98 99 94 86 114
SD 4 18 8 8 11 18
Nomor Jumlah
Jumlah Jumlah
Tikus Luas
Langerhans Sel Beta
Langerhans
1 19.0 73.6 19552.5
2 15.0 60.9 16838.0
Normal
3 31.0 72.2 17111.1
4 21.0 101.6 28544.9
5 30.0 108.0 20785.9
Rata-Rata 23.2 83.3 20566
SD 7.0 20.4 5536.5
Pengambilan Keputusan :
(P > 0,05 )
69
Tujuan : Untuk melihat kadar glukosa darah hewan uji homogen atau
tidak
Pengambilan Keputusan :
Keputusan : Uji homogenitas kadar glukosa darah tidak homogen (P < 0,05 ).
Tujuan : melihat setiap perbedaan pada kelompok dosis pada kadar glukosa
darah, jumlah sel β pankreas, jumlah pulau Langerhans dan luas pulau langerhans.
Lampiran 10. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap jumlah pulau Langerhans
dan jumlah sel β
Tujuan : Untuk melihat distribusi jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
hewan uji
Hipotesis :
Ha : Data kadar jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β tidak terdistribusi
normal.
Pengambilan Keputusan :
Tabel 19. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
Hipotesis :
Pengambilan Keputusan :
Tabel 20. Hasil Uji levene jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
Keputusan : Uji homogenitas jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β tidak
homogen (P < 0,05 ).
Lampiran 11. Uji Lanjut Duncan jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
Tabel 21. Hasil Uji lanjut jumlah pulau Langerhans dan jumlah sel β
76
Lampiran 12. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Luas pulau Langerhans
Hipotesis :
Pengambilan Keputusan :
Hipotesis :
Pengambilan Keputusan :
Keputusan : Uji homogenitas Luas pulau Langerhans tidak homogen (P < 0,05 ).
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (p>0.05)