Anda di halaman 1dari 65

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L) TERHADAP KADAR PROTEIN


VEGF DAN GAMBARAN HISTOLOGI VENA
SENTRALIS JARINGAN HEPAR
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Disusun oleh:
NABILAH AULIA HASANUDDIN
1113103000027

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2016 M
LEMBAR JUDUL
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)
TERHADAP KADAR PROTEIN VEGF DAN GAMBARAN HISTOLOGI
VENA SENTRALIS JARINGAN HEPAR

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

Disusun oleh:
NABILAH AULIA HASANUDDIN
1113103000027

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2016 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)
TERHADAP KADAR PROTEIN VEGF DAN GAMBARAN HISTOLOGI
VENA SENTRALIS JARINGAN HEPAR

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S. Ked)

Oleh
Nabilah Aulia Hasanuddin
NIM: 1113103000027

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2016 M

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb.


Puji syukur saya panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
Shalawat serta salam tak lupa pula kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad
beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillahirabbil’alamin, selesainya laporan penelitian yang berjudul
“Efek Pemberian Ekstrak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap
Kadar Protein VEGF dan Gambaran Histologi Vena Sentralis Jaringan
Hepar” tentunya tak lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa memberi
bimbingan, petunjuk, serta motivasi kepada saya. Oleh sebab itu saya
menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dr. Achmad Zaki, S.Ked, M. Epid, Sp.OT selaku Ketua
Program Studi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter yang senantiasa memberikan ilmu dan pengalamannya
kepada saya selama menempuh masa pendidikan di Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Endah Wulandari, S.Si, M. Biomed dan Ibu RR Ayu Fitri Hapsari, S.Si, M.
Biomed selaku dosen pembimbing penelitian saya yang selalu memberi
bimbingan, ilmu, dan arahan kepada saya selama penelitian dan penyusunan
laporan penelitian ini.
3. Selaku dewan penguji penelitian saya dr. Nurul Hiedayati, Ph.D dan dr. Siti
Nur Aisyah Jauharroh, Ph.D untuk waktu dan ilmunya dalam memperbaiki
laporan penelitian ini.
4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul riset PSPD 2013,
drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku STP laboratorium Riset, Dr. Endah

v
Wulandari, S.Si, M. Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, dan Ibu RR
Ayu Fitri Hapsari, S.Si, M. Biomed selaku PJ laboratorium Histologi yang
telah memberi izin untuk penggunaan laboratorium selama penelitian.
5. Laboran Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mba Dien,
Mba Ai, dan Mba Lilis yang membantu saya dalam persiapan penelitian.
6. Kedua orang tua tercinta, Hasanuddin dan Farida Hanum yang senantiasa
mendoakan, membimbing, memberi semangat, kasih sayang, dan dukungan
sepanjang hidup saya.
7. Kakak saya Nailla Amalia dan adik saya Muhammad Usamah Hasanuddin
yang selalu mendoakan, menyayangi, dan memotivasi saya.
8. Untuk Kak Fio Noviany dari Program Studi Farmasai FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sudah memperbolehkan saya menggunakan tikus
penelitiannya.
9. Untuk Tiara Bayyina, teman sepenelitian yang selalu menemani, memberi
semangat, dan masukan selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian.
10. Teman-teman seperjuuangan mahasiswa PSPD 2013 yang saya sayangi.
11. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan laporan
penelitian yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

Saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan. Semoga laporan
penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Ciputat, 10 Oktober 2016

Nabilah Aulia Hasanuddin

vi
ABSTRAK
Nabilah Aulia Hasanuddin. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek
Pemberian Ekstrak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Kadar
Protein VEGF dan Gambaran Histologi Vena Sentralis Jaringan Hepar.
2016.
Latar belakang: Jarak pagar adalah tumbuhan semak dari daerah tropis yang
mengandung bahan-bahan aktif yang diketahui memiliki berbagai macam manfaat
medis. Bahan aktif jarak pagar juga bersifat toksik. Paparan terhadap zat toksin
dapat mengaktifkan mekanisme adaptasi sel dengan meningkatkan VEGF.
Paparan berulang terhadap zat toksin juga dapat menimbulkan tanda toksisitas
kronik pada hepar berupa aktivasi sel stelata dan jaringan ikat vena sentralis.
Metode: Tikus diberi dosis ekstrak biji jarak pagar (0, 5, 25, 50 dan 250
mg/KgBB) selama 28 hari. Kadar VEGF Hepar diukur dengan teknik ELISA dan
pengamatan histologi vena sentralis hepar dengan pewarnaan hematoksilin-Eosin.
Hasil: Kadar VEGF pada jarak pagar dosis 25 dan 250 mg/KgBB meningkat(407
dan 377 pg/mL); jarak pagar dosis 5 dan 50 mg/KgBB menurun (270 dan 260
pg/mL). Secara regresi linier kencenderungan pemberian ekstrak biji jarak pagar
terjadi peningkatan kadar VEGF (Kruskal-Wallis, p≤0,05). Histologi vena
sentralis yang abnormal diperlihatkan pada pemberian dosis ekstrak biji jarak
pagar 250 mg/KgBB. Kesimpulan:Ekstrak biji jarak pagar dosis 25 mg/KgBB
dan 250 mg/KgBB tanpa risin meningkatkan kadar VEGF. Ekstrak biji jarak
pagar dosis 5 mg/KgBB dan 50 mg/KgBB menurunkan kadar VEGF. Ekstrak biji
jarak pagar dosis tinggi (250mg/KgBB) menyebabkan kerusakan pada vena
sentralis jaringan hepar
Kata kunci: Jatropha, vegf, vena sentralis, hepar

Nabilah Aulia Hasanuddin. Medical Education Study Program. Effect of


Jatropha curcas Seeds Extract Towards the Level of VEGF Protein and The
Histological Picture of Central Veins of Liver. 2016
Background: Jatropha curcas is a shrub plant from tropical region which has
medicinal properties. The active ingredients of Jatropha was also toxic. Exposure
of toxic substance to the tissue may activate cells adaptation mechanism by
elevating VEGF. Repeated exposure of toxic substances to the liver tissue also
may cause chronic toxicity through activation of hepatic stellate cells and
connective tissue of central veins. Methods: Rats was orally given by various
doses of Jatropha seed extract with 0, 5, 25, 50 and 250 mg/KgBW for 28 days.
The VEGF levels in liver was measured by ELISA and observation of histological
image of central vein in liver by Hematoxylin-Eosin staining. Data were analyzed
statistically using Kruskal-Wallis. Results: The VEGF level in Jatropha doses of
25 and 250 mg/KgBW has increased to 407 and 377 pg/mL; and has decreased by
jatropha doses of 5 and 50 mg/KgBW to 270 and 260 pg/mL. Analysis by linear
regression tend to show increasing in VEGF level (Kruskal-Wallis, p≤0,05). The
central vein abnormal histology demonstrated in Jatropha doses of 250 mg/KgBW.
In this study showed that the extract of Jatropha seeds can damage the central vein.
Conclusion: Jatropha curcas doses of 25 mg/KgBW and 250 mg/KgBW increase
VEGF protein level. Jatropha curcas doses of 5 mg/KgBW and 50 mg/KgBW

vii
decrease VEGF protein level. Jatropha seed extract high dose (250 mg / KgBW)
causes damage in the central vein.
Key words: Jatropha, VEGF, central vein, liver

viii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAM PEMBIMBING................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4 Hipotesis ..................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
1.5.1 Bagi Peneliti ....................................................................... 3
1.5.2 Bagi Institusi Akademis ...................................................... 3
1.5.3 Bagi Masyarakat ................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4
2.1 Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) ................................... 4
2.1.1 Kandungan Biji Jarak Pagar ................................................ 5
2.1.2 Kegunaan Jarak Pagar ......................................................... 6
2.1.3 Toksisitas Jarak Pagar ......................................................... 7
2.3 Hepar........................................................................................... 8
2.3.1 Fungsi Hepar....................................................................... 10
2.4 Vaskularisasi ............................................................................... 12
2.4.1 Peran Vaskularisasi Secara Fisiologis dan Patologis ............ 12
2.4.2 Mekanisme Aktivitas VEGF dalam Vaskularisasi ............... 13
2.4.3 Peran VEGF dalam toxic liver injury ................................... 16
2.5 ELISA ......................................................................................... 17
2.5.1 Direct ELISA...................................................................... 17
2.5.2 Indirect ELISA ................................................................... 18
2.5.3 Sandwich ELISA................................................................. 18
2.6 Kerangka Teori ............................................................................ 19
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................ 20
2.8 Definisi Operasional .................................................................... 21
BAB 3 METODE PENELITIAN .......................................................... 22
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 22

ix
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 22
3.4 Cara Kerja ................................................................................... 22
3.4.1 Alat dan Bahan ................................................................... 22
3.4.1.1 Alat ......................................................................... 22
3.4.1.2 Bahan ...................................................................... 23
3.4.2 Pembuatan Ekstrak dan Perhitungan Dosis .......................... 23
3.4.3 Proses Terminasi dan Eksisi Tikus ...................................... 24
3.4.4 Persiapan Jaringan Hepar .................................................... 24
3.4.5 Pengukuran Kadar VEGF dengan Teknik ELISA ................ 24
3.4.5.1 Pembuatan Homogenat Jaringan .............................. 24
3.4.5.2 Pengukuran Kadar VEGF Jaringan .......................... 25
3.4.5.3 Analisis Data ........................................................... 25
3.4.6 Pembuatan Preparat Histologis dan Pewarnaan
dengan Hematoksilin-Eosin................................................. 26
3.4.6.1 Dehidrasi ................................................................. 26
3.4.6.2 Clearing .................................................................. 26
3.4.6.3 Embedding .............................................................. 26
3.4.6.4 Pencetakkan ............................................................ 27
3.4.6.5 Pemotongan Jaringan ............................................... 27
3.4.6.6 Pewarnaan Dengan Hematoksilin-Eosin .................. 27
3.4.6.7 Foto Jaringan ........................................................... 28
3.5 Alur Penelitian ............................................................................. 29
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 30
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36
5.1 Simpulan ..................................................................................... 36
5.2 Saran ........................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 37


LAMPIRAN ........................................................................................... 41

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Tanaman Jarak Pagar ......................................................................... 6
2.2 Histologi Hepar Tikus ....................................................................... 10
2.3 Jalur Detoksifikasi Hepar .................................................................. 11
2.4 Skema Transduksi Sinyal dan Fosforilasi VEGFR-2 .......................... 15
2.5 Regenerasi Hepar Setelah Toxic Liver Injury ..................................... 16

2.6 Skema Metode ELISA ....................................................................... 18


4.1 Grafik Konsentrasi VEGF Jaringan Hepar Tikus Jantan..................... 31
4.2 Vena Sentralis pada perbesaran 20x ................................................... 32
6.1 Hasil Uji Etik Penggunaan Hewan Percobaan .................................... 41
6.2 Hasil Determinasi/Identifikasi Bahan Uji ........................................... 42
6.3 Sampel Jaringan Hepar ...................................................................... 43
6.4 Timbangan Analitik ........................................................................... 43

6.5 Larutan PBS 7,4 ................................................................................ 43


6.6 Jaringan Hepar Direndam Dalam Larutan PBS dan Formalin 10%..... 43
6.7 Jaringan Hepar Dalam Larutan PBS .................................................. 43
6.8 Homogenat Jaringan .......................................................................... 43
6.9 Proses Blocking ................................................................................. 44
6.10 Proses Embedding ........................................................................... 44

6.11 Jar Pewarnaan.................................................................................. 44


6.12 Proses Pengambilan Foto ................................................................. 44
6.13 Proses Dehidrasi .............................................................................. 44
6.14 Homogenizer Stirrer ........................................................................ 45
6.15 Mikropipet....................................................................................... 45
6.16 Kit ELISA ....................................................................................... 45

6.17 Inkubator ......................................................................................... 45

xi
6.18 Hotplate Stirrer ............................................................................... 45

6.19 Rotary Microtome............................................................................ 45


6.20 Paraffin Water Bath ........................................................................ 46
6.21 Rak Preparat .................................................................................... 46
6.22 Hasil ELISA .................................................................................... 46

DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Data Hasil Pengamatan Vena Sentralis .............................................. 31

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Hasil Uji Etik Penggunaan Hewan Percobaan ....................... 41
Lampiran 2 Hasil Determinasi/Identifikasi Bahan Uji.............................. 42
Lampiran 3 Gambar Alat, Bahan, dan Proses Penelitian .......................... 43
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Konsentrasi Protein VEGF....................... 47
Lampiran 5a Uji Normalitas Terhadap Konsentrasi Protein VEGF .......... 48

Lampiran 5b Uji Homogenitas Levene .................................................... 48


Lampiran 5c Uji Kruskal-Wallis terhadap konsentrasi protein VEGF ...... 49
Lampiran 6 Data Hasil Pengamatan Vena Sentralis ................................. 50
Lampiran 7 Riwayat Penulis .................................................................... 51

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jarak pagar merupakan tumbuhan semak yang berasal dari daerah
tropis. Tanaman jarak pagar disebut juga Jatropha curcas,dimana nama genus
Jatropha berasal dari bahasa Yunani yaitu iatros yang berarti dokter, dan
trophe yang berarti makanan. Penamaan tersebut berhubungan dengan sejarah
penggunaan tanaman jarak pagar sebagai obat medis tradisional, selain dari
penggunaan lainnya sebagai sumber biodiesel. 1
Seluruh bagian dari tanaman jarak pagar disebutkan memiliki manfaat
dalam pengobatan medis, termasuk biji jarak pagar. Biji jarak pagar kaya akan
lipid, protein, dan karbohidrat. Selain itu, terdapat pula beberapa zat aktif
seperti curcin, lectin, flavonoid, viteksin, isoviteksin, alkaloid, terpenoid, dan
phorbol ester. Zat-zat inilah yang berperan dalam fungsi biji jarak pagar
sebagai obat medis tradisional. Beberapa kegunaan biji jarak pagar dalam
medis diantaranya sebagai anti-tumor, anti-inflamasi, kontrasepsi, dan pro-
wound healing. 2
Selain dari memiliki kegunaan medis bahan aktif dari biji jarak pagar
juga merupakan senyawa yang bersifat toksik. Seperti hal nya obat dan nutrien
lain, senyawa toksik yang masuk kedalam tubuh akan di proses oleh hepar
untuk detoksifikasi. Namun, paparan berulang terhadap senyawa toksik juga
dapat menyebabkan kerusakan pada hepar yang ditandai dengan aktivasi sel
stelata hepar dan jaringan ikat pada area vena sentralis sehingga menyebabkan
fibrosis hepar.3
Paparan zat toksik terhadap sel diketahui dapat mengaktifkan
mekanisme proteksi sel dengan meningkatkan ekspresi VEGF (Vascular
endothelial growth factor). VEGF adalah glikoprotein yang merupakan
regulator penting dari proses pembentukan pembuluh darah, yang meregulasi
proliferasi, migrasi, dan pertahanan endotel, membentuk lumen vaskular, serta
permeabilitas vaskular. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sozmen (2014)
didapatkan peningkatan ekspresi VEGF yang bermakna pada hepar mencit

1
2

yang diinduksi oleh toksik Fumonisin B-1.4 Pada penelitian yang dilakukan
oleh Volpi (2011) didapatkan pula bahwa terjadi peningkatan VEGF pada sel
otot polos saluran napas manusia, dan fibroblas normal paru-paru manusia
yang dipaparkan zat sub-toksik aqueous cigarette smoke extract.5 VEGF juga
dihipotesiskan bekerja melalui sel endotel untuk meningkatkan regenerasi
hepar dan pemulihan terhadap toxic liver injury. Senyawa toksik pada biji
jarak pagar diduga dapat meningkatkan kadar protein VEGF jaringan hepar.
Biji jarak pagar juga dikabarkan memiliki aktifitas pro-wound healing, dimana
pada proses wound healing dibutuhkan peningkatan ekspresi VEGF. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Nwala (2013) didapatkan bahwa bahan aktif
ekstrak daun Jatropha curcas yaitu alkaloid, terpenoid, tannin, dan flavonoid
memiliki aktivitas pro-wound healing. Berdasarkan hal ini, diduga jarak pagar
dapat meningkatkan proses wound healing melalui peningkatan ekspresi
VEGF.6
Penelitian ini menggunakan hepar sebagai model jaringan dikarenakan
hepar memiliki kapiler dengan permeabilitas tinggi. Selain itu, hepar berperan
penting dalam metabolisme serta dalam transport oksigen dan nutrisi melalui
jalur vaskular.7
Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L)
terhadap kadar protein VEGF dan gambaran histologi vena sentralis jaringan
hepar.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian adalah apa efek pemberian ekstrak biji
jarak pagar (Jatropha curcas L) terhadap kadar protein VEGF dan gambaran
histologi vena sentralis jaringan hepar?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian
ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L) terhadap kadar protein VEGF dan
gambaran histologi vena sentralis jaringan hepar.
3

1.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak biji jarak pagar
(Jatropha curcas L) dapat meningkatkan kadar protein VEGF dan merusak
struktur vena sentralis jaringan hepar.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah:
1.5.1. Bagi Peneliti
 Menambah pengetahuan dan melatih kemampuan penelitian.
 Memahami pengaruh pemberian ekstrak biji jarak pagar (Jatropha
curcas L) terhadap kadar protein VEGF dan gambaran histologi
vena sentralis jaringan hepar.
 Mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5.2. Bagi Institusi Akademis
Menambah referensi penelitian untuk mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dan dapat menjadi data untuk penelitian
lanjutan yang lebih dalam.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan mengenai efek ekstrak biji jarak pagar
(Jatropha curcas L) dalam bidang kesehatan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas)


Tanaman jarak pagar atau Jatropha curcas adalah spesies tumbuhan
semak berbunga yang termasuk dalam keluarga euphorbiaceae. Nama genus
Jatropha berasal dari bahasa Yunani iatros berarti dokter, dan trophe yang
berarti makanan, serta berhubungan dengan antiseptik dalam pengobatan
medis.1 Tumbuhan ini berasal dari daerah tropis di Amerika seperti Meksiko.
Jatropha curcas L memiliki beberapa nama berbeda di setiap tempat antara
lain Pourghère di Prancis, Physic nut di Inggris, Purgeernoot di Belanda, dan
nama lokal lainnya. Pada awalnya, Jatropha curcas L dibawa ke Indonesia
melalui tanam paksa oleh pemerintahan Jepang karena hendak dijadikan bahan
bakar minyak oleh tentara Jepang. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh
diberbagai tempat dengan drainase yang baik. 8
Nomenklatur tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: 9,10
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Subkelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Jatropha
Species: Jatropha curcas L

Tumbuhan jarak pagar berbentuk pohon kecil atau semak belukar


dengan tinggi mencapai 5-6 meter dan bercabang tidak teratur. Tanaman ini
mampu hidup hingga 50 tahun, dan dapat diperbanyak dengan biji dan stek.
Batang dari tanaman ini mengandung getah putih yang bersifat lengket.
Sistem perakaran tanaman jarak pagar berkembang secara lateral dan vertikal

4
5

menuju lapisan tanah yang lebih dalam. Tanaman ini termasuk monoecious,
dimana bunga jantan dan betina berasal dari pohon yang sama. 11
Daun tanaman jarak pagar berupa daun tunggal berbentuk menjari
sebanyak 5-7 lekukan, dengan panjang dan lebar 6-15 cm yang tersusun
selang-seling. Daun berwarna hijau dengan permukaan bawah berwarna lebih
pucat daripada bagian atasnya. Panjang tangkai daun sekitar 4-15 cm. Bunga
tanaman jarak pagar berupa bunga majemuk dengan bentuk malai dan
berwarna kuning kehijauan. Jumlah bunga betina 4-5 kali lebih banyak
daripada bunga jantan. Bunga tersusun dalam rangkaian berbentuk rak
preparat yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Proses penyerbukan
diperantarai oleh serangga.11
Buah tanaman pagar berbentuk oval, berupa buah kotak dengan
diameter 2-4 cm. Buah berwarna hijau saat muda dan menjadi kuning ketika
sudah matang. Satu buah jarak pagar terbagi menjadi tiga ruang yang masing-
masing ruang berisi 3-4 biji. Biji berbentuk seperti kacang hitam, bulat
lonjong dan berwarna coklat kehitaman dengan panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan
berat 0,4-0,6 gram/biji, biji terdiri dari lapisan keras di bagian luar dan inti
berwarna putih di bagian dalam. Biji mengandung 32%-40% minyak dan
berbagai macam zat toksik, sehingga buahnya tidak dapat dimakan. 11 Gambar
bagian dari tanaman jarak pagar dapat dilihat pada gambar 2.1.

2.1.1. Kandungan Biji Jarak Pagar


Biji jarak pagar sangat kaya akan minyak dan protein. Aderibigbe
(2003) menyatakan bahwa satu buah biji jarak pagar dengan berat 0,75 gram,
mengandung 27-32% protein dan 58-60% lipid.12 Lipidnya berupa 21% asam
lemak jenuh dan 79% asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, asam linoleat,
asam stearat, asam arachidat, asam palmitat, dan asam myriistat. Kandungan
makromineral jarak pagar antara lain Na, K, Mg, Ca, P dan mikromineral
antara lain Mn, Fe, dan Zn. Selain itu biji jarak pagar juga mengandung bahan
karbohidrat seperti sakarosa, raffinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, dan
galaktosa.13
Setiap kilogram biji jarak pagar mengandung 300-350 gram minyak
yang dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar, atau dalam bentuk
6

teresterifikasi sebagai pengganti diesel.13 Selain itu, ditemukan senyawa toksik


dalam minyak jarak pagar diantaranya curcin, lectin, flavonoid, viteksin,
isoviteksin, saponin, tannin, curcasin, dan 12-deoksil-16 hidroksiphorbol.12

B C D

Gambar 2.1. Tanaman Jarak Pagar. (A) Buah Jarak Pagar. (B) Daun Jarak
Pagar (C) Biji Jarak Pagar. (D) Bunga Jarak Pagar
Sumber: Laxane, 201314

2.1.2. Kegunaan Jarak Pagar


Tanaman jarak pagar digunakan oleh masyarakat sebagai obat.
Penduduk Mesir menggunakan biji jarak pagar untuk mengobati gout arthritis,
luka bakar, kejang, demam, dan inflamasi. Minyak yang dihasilkan dari biji
jarak pagar juga digunakan untuk mengobati eksim, penyakit kulit, dan
mengurangi nyeri rematik. Jarak pagar juga memiliki aktivitas anti-parasit,
anti-diare, dan pro wound healing.14 Selain itu, di Sudan Selatan biji jarak
pagar digunakan sebagai kontrasepsi atau pemicu aborsi.2 Efek antifertilitas
yang dimiliki biji jarak pagar diduga karena adanya jatrophone sebagai suatu
agen sitotoksik.14 Aksi jatrophone diketahui melalui penghambatan jalur
protein kinase C.12
7

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lin Juan (2003), senyawa curcin
yang terdapat dalam biji jarak pagar memiliki aktifitas anti tumor melalui
mekanisme pengikatan N-glikosidase yang berperan menginaktivasi ribosom
sehingga tidak dapat mensintesis protein. 15 Selain itu, Balaji R. (2009)
menunjukan bahwa senyawa metanolik dari Jatropha curcas memiliki
aktifitas antimetastatik dan antiproliferatif pada kasus melanoma pada paru
mencit.16 Efek antikanker jarak pagar yang lainnya ada pada curcusone-B.
Muangman (2005) menyebutkan curcusone-B memberi efek anti-metastatik
terhadap sel kanker, yaitu sebagai reduktor kuat pada proses invasi secara in
vitro.17 Kandungan senyawa flavonoid myricetin pada Jatropha curcas juga
memiliki efek anti tumor yaitu menghambat mutagenesis yang diinduksi oleh
zat karsinogen seperti benzene, dan melalui mekanisme apoptosis sel.18 Selain
sebagai anti tumor, jarak pagar juga dikabarkan memiliki efek anti-oksidan,
anti-diabetes, anti-mikroba, dan analgesik.19

2.1.3. Toksisitas Jarak Pagar


Jarak pagar mengandung berbagai bahan aktif yang bersifat toksik
diantaranya, phorbol esters, curcin, lectins, saponin, tannin, fitat,dan inhibitor
protease. Kandungan toksik utama pada biji jarak pagar adalah phorbol ester
dan curcin. Masing-masing zat toksik tersebut memiliki mekanisme aksi yang
berbeda dalam memberi efek toksik. Phorbol ester mempengaruhi diferensiasi
sel, agregasi platelet, dan aktivitas metabolisme sel. Tannin dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan gangguan absorbs nutrisi. Inhibitor
protease memberi efek toksik melalui pengikatan dan inaktivasi terhadap
enzim proteolitik pankreas, lalu mempengaruhi proses fisiologi dari proses
pencernaan protein, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan. Lectins
menyebabkan aglutinasi eritrosit pada hewan, dan mengikat karbohidrat
spesifik terutama pada sel usus halus, sehingga menyebabkan kerusakan pada
dinsing usus halus dan mempengaruhi penyerapan nutrien serta respon imun
pada saluran cerna. Curcin bekerja melalui aktivitas N-glikosidase yang dapat
menginaktivasi ribosom, sehingga dapat menginhibisi sintesis protein. 19
Efek toksik dari jarak pagar dapat memberi gejala dan tanda klinis baik
secara in vivo pada hewan percobaan maupun pada manusia. Gejala klinis
8

yang paling sering ditemui adalah gejala iritasi saluran pencernaan seperti
nyeri perut akut, mual muntah, diare dengan feses berdarah, dan sensasi
terbakar pada dada. Selain itu, dapat pula ditemukan depresi sistem saraf pusat
dan kardiovaskular. Pada hewan percobaan, ditemukan perubahan patologis
pada usus halus, hepar, jantung, ginjal, dan paru. Perubahan yang terjadi
bergantung pada kadar jarak pagar yang dikonsumsi. Perubahan patologi yang
paling terlihat adalah enteritis, erosi mukosa usus halus, kongesti dan
perdarahan pada usus halus, jantung, paru, serta perlemakan hepar dan ginjal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Cahyanti (2014), disebutkan bahwa
pemberian bungkil biji jarak pagar terfermentasi pada ayam broiler
menunjukkan organ hepar ayam mengalami kerusakan dan perdarahan yang
disebabkan gangguan permeabilitas dinding kapiler karena kerusakan
membran sel.20
Biji jarak pagar mengandung kadar protein yang tinggi sehingga
dianggap potensial untuk dijadikan bahan makanan untuk hewan. Selain itu
biji jarak pagar juga memiliki berbagai manfaat medis. Namun, toksik yang
terkandung dalam biji jarak pagar menjadi kendala karena tidak dapat
dikonsumsi. Hingga saat ini, penelitian mengenai teknik detoksifikasi yang
tepat untuk biji jarak pagar terus dikembangkan.

2.2. Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dengan berat sekitar 1,4 kg, berwarna
merah kecokelatan yang terletak di inferior diafragma, memenuhi hampir
seluruh regio hipokondria dan epigastrium. Hepar dilapisi oleh kapsul fibrosa
dan lapisan peritoneum visceral, terdiri dari empat lobus yang dipisahkan oleh
ligamen yaitu lobus kanan, kiri, quadratus, dan caudatum.21
Lobulus hepar adalah bagian dari lobus hepar yang dipisahkan oleh
jaringan ikat sehingga membentuk sekiranya 100.000 lobulus. Lobulus hepar
merupakan unit-unit berbentuk heksagonal yang berisi hepatosit. Hepatosit
adalah sel fungsional utama pada hepar, yang melakukan fungsi metabolik,
sekretorik, dan fungsi endokrin. Hepatosit merupakan sel epitelial
terspesialisasi yang berkumpul membentuk kelompok lempengan hati yang
saling berhubungan dan disebut juga lamina hepatica. Pada jarak diantara
9

lamina hepatica terdapat sinusoid hepar yang merupakan kapiler darah yang
dilapisi dengan sel endotel berfenestrata, dan tidak memiliki membran basal
sehingga kapiler tersebut memiliki permeabilitas yang sangat tinggi. Hal ini
memudahkan proses pertukaran zat antara darah dan hepatosit. Sinusoid hepar
juga mengandung makrofag bernama sel kupffer, yang berfungsi
menghancurkan bakteri serta zat asing lainnya dari darah vena yang berasal
dari sistem pencernaan.7,22, 23
Jaringan ikat yang mengelilingi lobulus hepar di bagian perifer
membentuk suatu kanalis porta di bagian sudut lobulus, yang tersusun oleh
cabang-cabang arteri hepatica, vena porta hepatis, dan duktus biliaris. Darah
dari arteri hepatica dan vena porta akan mengalir menuju sinusoid hepar,
untuk kemudian diproses di hepatosit. Dibagian sentral dari lobulus hepar
terdapat vena sentralis yang dikelilingi secara radial oleh lamina hepatica dan
sinusoid hepar. Vena sentralis menerima darah yang mengalir dari sinusoid-
sinusoid hepar, kemudian menyalurkan darah ke vena hepatica yang
selanjutnya akan menyalurkan darah menuju vena cava inferior.7
Hepatosit juga memproduksi empedu yang akan disalurkan ke duktus
biliaris di daerah porta, melalui kanalikuli biliaris yang ada di antara hepatosit.
Dari kanalikuli biliaris, empedu disalurkan menuju duktus hepatikus dan
dibawa keluar dari hati. Empedu yang mengalir melalui kanalikuli biliaris, dan
darah yang mengalir melalui sinusoid hati menyebabkan darah dan empedu
tidak bercampur.23 Terdapat beberapa pembagian unit struktural dan
fungsional hepar. Salah satunya disebut juga hepatic asinus yang terbagi
menjadi tiga zona. Zona I adalah bagian yang paling dekat dengan
percabangan portal triad di tepi lobulus. Zona III adalah bagian yang dekat
dengan vena sentralis. Sedangkan zona II adalah bagian diantara zona I dan III.
Hepar manusia dan tikus memiliki beberapa perbedaan struktur
anatomi dan histologi. Pada tikus, hepar memenuhi seluruh regio
subdiafragma dengan berat sekitar 2 gram atau 6% dari berat badan tikus.
Hepar tikus terdiri dari empat lobus yang tidak dipisahkan oleh ligamen yaitu
lobus kanan, kiri, medial, dan kaudatum. Lobus kiri tikus merupakan lobus
yang terbesar diantara lobus lain, sehingga sering digunakan sebagai sampel
11

Molekul reaktif tersebut bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat


sebelumnya, sehingga dapat merusak protein, RNA, dan DNA sel apabila
tidak melalui proses lebih lanjut di fase konjugasi. 25
Pada fase II, zat toksik yang sudah melalui fase I akan mengalami
beberapa proses konjugasi yang mampu menetralisir zat toksik, sehingga
menghasilkan zat xenobiotic yang bersifat polar dan water soluble. Zat ini
kemudian di alirkan ke empedu untuk diekskresikan melalui feses, serta ke
plasma untuk melalui proses di ginjal dan keluar bersama urin.25 Skema jalur
detoksifikasi hepar dapat dilihat di gambar 2.3.
Seiring berjalannya waktu, zat toksik yang memasuki hepar untuk
melalui detoksifikasi dapat menyebabkan kerusakan pada hepar. Tanda
toksisitas hepar akut yang paling sering adalah centrilobular necrosis (zona 3)
oleh karena sistem metabolisme sitokrom p450, sedangkan tanda toksisitas
hepar kronis pada paparan berulang terhadap zat toksik adalah aktivasi sel
stelata hepar dan jaringan ikat pada area vena sentralis sehingga menyebabkan
fibrosis hepar.3

Gambar 2.3. Jalur Detoksifikasi Hepar.


Sumber: Liska, 199823
12

2.3. Vaskularisasi
2.3.1. Peran Vaskularisasi Secara Fisiologis dan Patologis
Vaskularisasi adalah susunan pembuluh darah atau saluran yang
mengangkut darah untuk menyuplai oksigen dan nutrien ke seluruh tubuh.
Vaskularisasi juga dibutuhkan untuk eliminasi metabolit melalui detoksifikasi
di hepar dan ekskresi di ginjal. Selain itu, vaskularisasi juga penting dalam
transport sel imun menuju area inflamasi ataupun infeksi, dan sebagai media
dalam pengantaran hormon dari kelenjar endokrin menuju organ target. 26
Sistem vaskular terbentuk dari jaringan pembuluh darah yang tersusun
dari 3 lapisan yaitu sel endotel dibagian lumen, sel otot polos, dan membran
basal yang menutup bagian luar pembuluh. Pembuluh darah terbagi menjadi 5
jenis diantaranya arteri, arteriol, kapiler, venula, dan vena. Arteri membawa
darah dari jantung ke seluruh tubuh. Saat memasuki jaringan perifer, arteri
membentuk cabang-cabang yang terus mengecil diameternya sehingga
terbentuk cabang arteri terkecil yang disebut arteriol, lalu darah memasuki
kapiler dan mengalami difusi dengan cairan interstitial, untuk menyalurkan
oksigen dan nutrient ke dalam sel. Setelah mengalami difusi, darah yang kaya
akan zat sisa metabolisme sel akan memasuki venula. Venula bersatu
membentuk vena dengan ukuran yang lebih besar, kemudian darah akan
dikembalikan menuju jantung.22
Peran vaskularisasi sebagai penyalur nutrien dan oksigen sangat
penting untuk kelangsungan fungsi sel. Oleh sebab itu, tubuh mempunya
mekanisme untuk mejaga homeostasis. Pada tingkat kapiler, terdapat siklus
kontraksi-relaksasi otot polos yang dikontrol oleh konsentrasi zat kimia dan
oksigen terlarut dalam cairan interstitial. Apabila konsentrasi oksigen menurun,
terjadi relaksasi sfingter kapiler sehingga aliran darah menuju sel meningkat
dan kebutuhan oksigen tercukupi. Terdapat juga mekanisme lainnya yaitu
mekanisme neural dan endokrin.7,22
Pada proses fisiologis seperti pertumbuhan tulang, penyembuhan luka,
regenerasi organ, dan fungsi reproduksi wanita, terjadi peningkatan
kebutuhan sel sehingga sel mengalami hipoksia (kekurangan oksigen).
Keadaan hipoksia merangsang sel melakukan mekanisme adaptasi dengan
13

mengeluarkan faktor yang memicu angiogenesis, atau pembentukan pembuluh


darah baru. Keadaan hipoksia juga memicu angiogenesis pada proses
patologis terkait dengan pertumbuhan tumor, rheumatoid arthritis, retinopati
diabetik, psoriasis, dan kondisi lainnya.27, 28, 29
Pada tumor, terjadi proliferasi sel yang berlebihan akibat dari aktivasi
onkogen dan inaktivasi tumor suppressor genes. Pertumbuhan sel yang
berlebih tersebut menyebabkan kebutuhan nutrisi dan oksigen meningkat guna
memenuhi kebutuhan energi yang banyak. Karena pembuluh darah yang
sudah ada tidak mampu mencukupi kebutuhan oksigen jaringan, pada
umumnya terjadi hipoksia pada tumor. 30
Pada kondisi hipoksia tersebut, sel tumor mengaktifkan berbagai jalur
untuk memenuhi kebutuhan O2. Salah satunya melalui proses angiogenesis,
atau pembentukan pembuluh darah baru yang akan memfasilitasi pertumbuhan
dan ketahanan sel tumor dengan mengoptimalkan suplai nutrisi dan oksigen
yang menyertai proliferasi sel. Dalam hal ini VEGF mengambil peran penting
untuk kelangsungan hidup jaringan tumor. Terapi anti-VEGF juga menjadi
salah satu alternated terapi tumor yang ideal karena mengambil peran yang
sangat penting dalam perkembangan tumor, namun pemakaiannya pada
fisiologi normal tubuh cukup terbatas, sehingga diharapkan obat anti-VEGF
tidak menimbulkan efek samping yang begitu besar . 27,31

2.3.2. Mekanisme Aktivitas VEGF Dalam Vaskularisasi


VEGF atau Vascular Endothelial Growth Factor adalah glikoprotein
yang merupakan regulator penting dari proses pembentukan pembuluh darah,
yang meregulasi proliferasi, migrasi, pertahanan, permeabilitas, dan
diferensiasi sel endotel. Protein VEGF termasuk kedalam keluarga faktor
pertumbuhan PDGF atau Platelet Derived Growth Factor yang pada manusia
terdiri dari lima anggota, diantaranya VEGF (yang disebut juga VEGF-A),
VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D dan PlGF atau Placental Growth Factor.
VEGF-A merupakan regulator kunci dari pertumbuhan pembuluh darah.
VEGF-B berperan dalam angiogenesis embriogenik, VEGF-C dan VEGF-D
meregulasi angiogenesis limfatik, sedangkan PlGF penting dalam
14

vaskulogenesis, dan angiogenesis saat iskemia, inflamasi, penyembuhan luka,


dan kanker.31,26,27,28,29
Di jaringan normal, VEGF-A paling banyak ditemukan di organ paru
orang dewasa, ginjal, jantung, dan kelenjar adrenal. Kadar yang sedikit lebih
rendah juga ditemukan di hati, limpa, dan mukosa lambung.28 VEGF berikatan
dengan reseptor tirosin kinase diantaranya, VEGFR-1 dan VEGFR-2, serta
koreseptor Heparan Sulphate Proteoglycans (HPSGs) dan neuropilins. VEGF
memiliki beberapa isoform dengan aktivitas biologis yang dibedakan
berdasarkan keterikatannya terhadap koreseptor HPSGs dan neuropilins.
Terdapat 6 bentuk isoform VEGF yang terbagi berdasarkan jumlah residu
asam aminonya. Isoform VEGF yang paling banyak ditemukan adalah
VEGF165 yang dapat mengikat kedua koreseptor HPSGs dan neuropilins. 27,33
VEGF-1 memiliki afinitas paling tinggi terhadap VEGF, namun
menghasilkan aktifitas yang lemah. Terdapat 2 bentuk VEGFR-1 diantaranya
adalah VEGFR-1 terlarut (sVEGFR-1) dan VEGFR-1 yang terikat membran
(mVEGFR-1). Fungsi dari VEGFR-1 di sel endotel tidak terlalu diketahui,
namun sVEGVR-1 diketahui dapat menginhibisi pengikatan VEGF dengan
VEGFR-2.26,27
VEGFR-2 merupakan reseptor tirosin kinase utama yang bertanggung
jawab terhadap transduksi aktivitas angiogenik oleh VEGF. VEGFR-2
memiliki afinitas yang tinggi terhadap VEGF (lebih lemah dari VEGFR-1),
dan menghasilkan aktifitas yang tinggi. VEGFR-2 diekspresikan pada sel
endotel, hematopoietic stem cells, dan sel progenitor endothelial. Pengikatan
VEGF pada koreseptor HPSGs di sel endotel diketahui meningkatkan afinitas
VEGF terhadap VEGFR-2, dan meningkatkan aktivitasnya.26 Aktivasi
VEGFR-2 menginduksi produksi platelet activating factor oleh sel endotel,
mitosis dan migrasi sel endotel, serta peningkatan permeabilitas vaskular. 29
Regulasi ekspresi gen VEGF diinduksi oleh keadaan hipoksia pada sel.
Hal ini diatur oleh adanya sekuens Hypoxia Regulated/Responsive
Element/Enhancher pada gen VEGF. Hypoxia-inducible factor (HIFs)
berikatan pada sekuens tersebut dan menyebabkan peningkatan transkripsi dan
stabilitas RNA gen VEGF. Keadaan hipoksia juga meningkatkan ekspresi
15

VEGFR-1 dan VEGFR-2. Selain itu, ekspresi gen VEGF juga diinduksi oleh
growth factor, sitokin, dan hormon estrogen.28,29
Pengikatan VEGF dengan bagian ekstraseluler dari VEGFR-2
mengakibatkan dimerisasi reseptor, yang diikuti transfosforilasi dari tirosin
pada bagian intraselular reseptor. Fosforilasi menyebabkan aktivasi kinase dan
inisiasi kaskade yang menghasilkan respon biologis spesifik seperti
peningkatan permeabilitas vaskular, migrasi sel endotel, proliferasi sel endotel,
dan pertahanan sel endotel.33

Gambar 2.4. Skema Transduksi Sinyal dan Fosforilasi VEGFR-2.


Sumber: Roskoski, 200732

Hasil dari aktivitas VEGF adalah vaskulogenesis dan angiogenesis.


vaskulogenesis adalah pembentukan pembuluh darah de novo yang berasal
dari sel prekursor pada fase embrionik, yang berasal dari lapisan mesoderm.
Perkembangan dari sel prekursor tersebut akan membentuk pleksus vaskular
primitif yang akan berkembang dan mengalami remodeling melalui
angiogenesis. Angiogenesis dapat terjadi melalui proses sprouting ataupun
intussusception.26
17

Setelah terjadi toxic liver injury, terjadi peningkatan pada kadar VEGF
hepar. VEGF meregulasi proliferasi sel progenitor sumsum tulang dan
mobilitasnya menuju vaskular hingga meningkat lebih dari dua kali lipat.
Selain itu VEGF juga menstimulasi engraftment sel progenitor sumsum tulang
menuju hepar serta diferensiasi sel progenitor menjadi LSECs berfenestrata
yang melapisi dinding sinusoid. Dengan demikian, VEGF hepar adalah
regulator utama dari sel progenitor sumsum tulang, dan penting dalam
regenerasi hepar. Sel progenitor intrahepatik juga diketahui mengekspresikan
VEGFR-1 dan VEGFR-2. VEGF juga menstimulasi peningkatan ekspresi
HGF oleh LSECs dan sel progenitornya. 34

2.4. ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)


ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) adalah metode uji
serologis kuantitatif yang menggunakan enzim sebagai indikator untuk
mendeteksi antibodi ataupun antigen dalam suatu sampel . Metode ini pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Engval dan Perlman. ELISA
memiliki tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga sering
digunakan untuk kepentingan penelitian medis, diagnostik, dan industri. Pada
dasarnya, prinsip dasar dari ELISA adalah memfiksasi antigen dalam sampel
pada permukaan microplate, lalu menambahkan antibodi spesifik yang sudah
terikat enzim dan dilanjutkan dengan penambahan substrat yang akan bereaksi
dengan enzim dan menghasilkan warna. Perubahan warna yang terjadi
kemudian dideteksi secara kuantitatif dengan menggunakan ELISA reader,
dan dimasukkan dihitung konsentrasinya dengan menggunakan kurva
kalibrasi yang berdasar dari nilai absorbansi dan konsentrasi standar. 35
Terdapat beberapa metode pengujian ELISA yang dapat digunakan,
diantaranya:

1.1.1. Direct ELISA


Metode ini adalah metode ELISA paling sederhana yang sering
digunakan. Antigen pada sampel dilekatkan secara pasif pada microplate pada
proses inkubasi. Setelah itu dilakukan pencucian lalu penambahan antibodi
spesifik yang berikatan secara kovalen dengan enzim. Kemudian dilakukan
18

inkubasi dan pencucian, lalu ditambahkan substrat sehingga timbul perubahan


warna. Perubahan warna dibaca dengan menggunakan spektrofotometer
beberapa saat kemudian atau setelah aktivitas enzim dihentikan dengan
pemberian stop solution.35

1.1.2. Indirect ELISA


Pada metode Indirect ELISA, diperlukan penambahan antibodi
antispesies yang berikatan kovalen dengan enzim sehingga dapat terjadi
perubahan warna. Antigen pada microplate diinkubasi, dicuci, ditambahkan
antibodi spesifik, diinkubasi kembali, lalu dicuci dan ditambahkan antibody
antispesies yang berikatan secara kovalen dengan enzim. Antibodi antispesies
tersebut spesifik terhadap antibodi yang telah diberikan sebelumnya dan dapat
mendeteksi antibodi yang terikat antigen. Setelah inkubasi dan pencucian,
dilakukan pembacaan perubahan warna.35

1.1.3. Sandwich ELISA


Metode ini berguna apabila antigen pada sampel terkontaminasi
dengan protein lain atau berkonsentrasi rendah. Jenis metode Sandwich
ELISA dibedakan berdasarkan jumlah antibodi yang digunakan. Pada
Sandwich ELISA, digunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap
antigen, dan antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim untuk
mendeteksi keberadaan antigen.35

Gambar 2.6. Skema Metode ELISA


Sumber: Thermo-Scientific, 201035
19

2.5. Kerangka Teori

Biji jarak
pagar
(Jatropha

Bahan aktif: curcin, phorbol


ester, alkaloid, terpenoid,
flavonoid, saponin, tannin,
dll

Bersifat toksik

Metabolisme
di hepar

Paparan
berulang zat
toksik

Menyebabkan
toxic liver
injury

Aktivasi Respon toksisitas


mekanisme kronis hepar
proteksi sel
Aktivasi sel stelata
Peningkatan hepar dan jaringan
ekspresi VEGF ikat vena sentralis

Meningkatkan
pemulihan terhadap
toxic liver injury
20

2.6. Kerangka Konsep

Tikus strain
Sprague Dawley

Diberi ekstrak biji jarak pagar


(Jatropha curcas L)
Mengandung toksik: curcin, phorbol
ester, alkaloid, terpenoid, flavonoid,
saponin, tannin, dll

Terjadi toxic liver injury


pada hepar tikus

Observasi pada
Jaringan hepar tikus

Observasi mekanisme Observasi kerusakan


pemulihan hepar hepar akibat toksisitas
melalui peningkatan kronis
VEGF

Vena Sentralis
Kadar protein
VEGF hepar
Struktur Vena
Sentralis

Normal Abnormal
21

2.7. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Hasil


Pengukuran
1 Vena Vena yang terdapat Penilaian secara  Normal:
Sentralis di tengah lobulus kualitatif Berbatas
hepar dan terhadap tegas
dikelilingi secara sebagian besar  Abnormal:
radial oleh lamina struktur vena Tidak
hepatica dan sentralis berbatas
7
sinusoid hepar. tegas
2 Vascular Glikoprotein Pengukuran Data numerik
Endothelial sebagai regulator secara dengan satuan
Growth penting dari proses kuantitatif pg/ml
Factor angiogenesis, yang dengan metode
(VEGF) meregulasi ELISA, dibaca
proliferasi, migrasi, serapannya
pertahanan, pada λ 450 nm
permeabilitas, dan
diferensiasi sel
endotel.27
BAB 3

METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemeriksaan dengan teknik
ELISA dilakukan di Laboratorium Biokimia, sedangkan teknik dengan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin dilakukan di Laboratorium Histologi.
Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2015 – September 2016

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan (Rattus
novergicus) galur Sprague-Dawley berusia 9-10 minggu yang sehat dan fertil,
dengan bobot 250-350 gram. Hewan uji dikelompokkan dalam lima kelompok
yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan dosis 5 mg/KgBB, kelompok
perlakuan dosis 25 mg/KgBB, kelompok perlakuan dosis 50 mg/KgBB, dan
kelompok perlakuan dosis 250 mg/KgBB, dengan masing-masing 5 ekor tikus
pada setiap kelompok. Jumlah sampel disesuaikan dengan guideline yang
tertera pada Research Guideline for Evaluating the Safety and Efficacy of
Herbal Medicines (WHO, 2000) yaitu untuk hewan pengerat masing-masing
kelompok harus terdiri dari setidaknya 5 ekor. Sampel jaringan yang
digunakan adalah jaringan hepar.

3.4. Cara Kerja Penelitian


3.4.1. Alat dan Bahan
3.4.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spatula, timbangan
analitik, wadah plastik bertutup, batang pengaduk, pinset, gelas ukur, beaker
glass, wadah kaca bertutup, embedding cassette, inkubator (Eyela), hotplate
stirrer, paraffin water bath, rotary microtome, kuas, object glass, cover glass,
staining jar, timer, mikroskop, microtube, homogenizer stirrer, freezer, kulkas,
22
23

tabung reaksi, vortex, mikropipet, disposable micropipette tips, dan ELISA


Reader.

3.4.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah formalin 10% dalam
PBS, alkohol 30%, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%,
alkohol 95%, alkohol absolut, toluol- alkohol 1:1, toluol murni, toluol-
paraffin 1:1, paraffin cair, es batu, albumin dan gliserin, aquadest, xylol,
asam alkohol (alkohol 70% + HCl), Hematoksilin-Eosin (HE), canada balsam,
dan seperangkat KIT ELISA Mouse VEGF (Cusabio).

3.4.2. Pembuatan Ekstrak dan Perhitungan Dosis


Biji jarak pagar (Jatropha curcas L) diperoleh dari BALITTRO (Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor, Jawa Barat dalam bentuk
serbuk sebanyak 1,5 kg. Serbuk kemudian di ekstrak dengan metode ekstraksi
cara dingin atau remaserasi. Serbuk simplisia di larutkan dalam n-heksan
dalam wadah gelap hingga terendam. Pelarut diganti setiap 2 sampai 3 hari
sekali. Proses maserasi diulang hingga didapatkan maserat berwarna pucat,
yang kemudian di filtrasi menggunakan kapas dan kertas saring untuk
mendapatkan filtrat. Filtrat dipekatkan menggunakan vacuum rotary
evaporator sehingga didapatkan ekstrak sejumlah 105 gram.36
Dosis yang digunakan pada penelitian mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Maula (2014) dengan modifikasi. Kontrol negatif pada
penelitian ini yaitu dosis 0 (Na CMC 1%). Na CMC adalah zat pengemulsi
yang terdiri dari 6,5%-9,5% Natrium terhitung dari zat yang dikeringkan. Na
CMC tanpa ekstrak dipilih sebagai kontrol negatif dikarenakan toksisitasnya
yang rendah, tingkat absorbsi yang baik, dan mudah didapatkan. Kelompok
perlakuan adalah ekstrak biji jarak pagar dosis 5 mg/KgBB, dosis 25
mg/KgBB, dosis 50 mg/KgBB, dan 250 mg/KgBB dimana pada dosis ini telah
dilakukan penghilangan risin pada ekstrak. Penghilangan risin dilakukan
dengan memisahkan sebanyak 40 gram ekstrak dan dilakukan proses
degumming. Ekstrak n-heksana biji jarak pagar (Jatropha curcas L)
diemulsikan dalam Na CMC sesuai dengan dosis yang telah ditentukan, lalu
24

diberikan secara oral pada 5 ekor tikus di masing-masing kelompok perlakuan


selama 28 hari. Pemberian ekstrak dilakukan satu kali sehari pada siang hari. 36

3.4.3. Proses Terminasi dan Eksisi Tikus


Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus
jantan galur Sprague Dawley berusia 9-10 minggu yang sehat dan fertil,
dengan bobot 250-350 gram. Setelah diberi perlakuan selama 28 hari, tikus
diterminasi menggunakan pembiusan secara inhalasi dengan eter. Tikus
dimasukkan kedalam wadah yang dilapisi kapas yang sebelumnya sudah
dibasahi eter, lalu dibiarkan hingga tikus mati. Tikus yang sudah mati
kemudian segera dibedah dan diambil organ heparnya. Organ hepar yang
sudah diambil disimpan ke dalam wadah dan dimasukkan ke dalam freezer
dengan suhu -80oC.36

3.4.4. Persiapan Jaringan Hepar


Jaringan hepar yang sebelumnya disimpan dalam freezer di potong dan
ditimbang hingga didapatkan 25 mg jaringan dari setiap tikus. Jaringan
kemudian dimasukkan kedalam microtube dan ditambah larutan PBS 7,4
untuk kemudian dibuat homogenat jaringan dan dilakukan analisa VEGF.
Sebagian jaringan yang lain dipotong sedikit bagiannya lalu dimasukkan
kedalam wadah plastik berisi formalin 10% dengan Phosphate Buffer Saline
untuk dilakukan pewarnaan Hematoksilin-Eosin untuk mengetahui
vaskularisasi jaringan hepar.

3.4.5. Pengukuran Kadar VEGF dengan Teknik ELISA


3.4.5.1. Pembuatan Homogenat Jaringan
Jaringan dalam PBS 7,4 yang sebelumnya sudah disiapkan di
homogenasi dengan menggunakan Homogenizer Stirrer. Homogenat yang
didapat dimasukkan kembali kedalam microtube, lalu disimpan di freezer
dengan suhu -80o C untuk kemudian diukur kadar VEGF dengan
menggunakan teknik ELISA.
25

3.4.5.2. Pengukuran Kadar VEGF Jaringan


Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar VEGF didapatkan
dari prosedur manual dari Cusabio. Proses pertama yang dilakukan adalah
pembuatan standar VEGF yang sudah tersedia dalam Kit ELISA. Sebelumnya
tabung standar disentrifugasi pada 6.000-10.000 rpm selama 30 detik. Setelah
itu standar dilarutkan dengan 1 mL sample diluent dengan kadar 250 pg/mL.
Microtube disiapkan sebanyak 7 buah lalu masing-masing diisi dengan 250 μL
sample diluent, untuk melakukan pengenceran bertingkat sehingga didapatkan
standar dengan kadar 125 pg/mL, 62,5 pg/mL, 31,25 pg/mL, 15,625 pg/mL,
7,813 pg/mL, 3,906 pg/mL, dan 0 pg/mL. Setalah itu microplate disiapkan
sesuai jumlah sampel yang akan diuji beserta kelipatannya (duplo). Setiap well
pada microplate ditambahkan 100 μL sampel/standar yang telah dibuat. Well
ditutup lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Cairan dibuang tanpa
dicuci, lalu ditambahkan 100 μL Biotin-Antibody pada setiap well. Microplate
ditutup kembali dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Lakukan
pencucian dengan 200 μL wash buffer pada setiap well sebanyak 3 kali.
Kemudian ditambahkan 100 μL HRP-Avidin pada setiap well, ditutup,
diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam, lalu dilakukan pencucian dengan
200 μL wash buffer sebanyak 5 kali. TMB Substrat sebanyak 90 μL kemudian
ditambahkan pada setiap well dalam tempat gelap. Microplate ditutup lalu
diinkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan 50 μL
stop solution pada setiap well. Segera setelah selesai microplate dibaca dengan
menggunakan ELISA Reader pada panjang gelombang 450 nm.37

3.4.5.3. Analisis Data


Data yang didapatkan dari pembacaan dengan ELISA reader diuji
kemaknaannya terhadap pengaruh perlakuan dengan bantuan program statistic
komputer SPSS versi 17.0. Urutan uji diawali dengan uji normalitas Shapiro-
Wilk dan uji homogenitas Levene. Jika hasil uji normalitas dan homogenitas
menunjukan data homogen dan terdistribusi normal maka dilakukan uji
parametrik one way ANOVA. Namun, apabila data tidak terdistribusi normal
dan/atau tidak homogen maka dilakukan uji non parametrik Kruskal-Wallis. 38
26

3.4.6. Pembuatan Preparat Histologi dan Pewarnaan dengan


Hematoksilin-Eosin
3.4.6.1. Dehidrasi
Proses dehidrasi dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi
dari rendah ke tinggi yaitu 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol
absolut. Setelah dilakukan pengenceran alkohol sesuai dengan konsentrasi
yang dibutuhkan, masing-masing alkohol dengan konsentrasi tertentu
dituangkan kedalam 3 buah pot plastik sebanyak setengah volume pot, lalu
diberi label I,II, dan III untuk menandakan urutan perlakuan. Jaringan dalam
formalin 10% dengan PBS dikeluarkan untuk memulai proses dehidrasi,
kemudian dimasukkan kedalam pot plastik dengan label I,II, dan III secara
berurutan dari alkohol konsentrasi terendah hingga tertinggi yaitu 30%, 50%,
70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut. Jaringan didiamkan selama 20
menit pada masing-masing pot.

3.4.6.2. Clearing
Proses clearing dilakukan untuk menghilangkan alkohol dari dalam
jaringan. Bahan yang digunakan adalah campuran toluol-alkohol dengan
perbandingan 1:1, dan toluol murni. Toluol-alkohol 1:1 dan toluol murni
masing-masing dituangkan kedalam wadah kaca bertutup sebanyak yang
diperlukan untuk merendam jaringan. Jaringan yang sudah melalui proses
dehidrasi dimasukkan kedalam toluol-alkohol 1:1 selama 25 menit, lalu
dimasukkan kedalam toluol murni selama 1 jam.

3.4.6.3. Embedding
Proses Embedding bertujuan untuk menghilangkan cairan dalam
jaringan saat proses clearing untuk kemudian digantikan dengan paraffin.
Bahan yang digunakan adalah campuran toluol-paraffin 1:1 dan paraffin cair.
Toluol-paraffin 1:1 yang sudah disiapkan dalam 5 wadah kaca di cairkan
terlebih dahulu, lalu jaringan dimasukkan kedalam toluol-paraffin 1:1 dan
didiamkan semalaman. Keesokan harinya, wadah dipanaskan kembali untuk
mencairkan toluol-paraffin 1:1 yang berisi jaringan. Paraffin cair dituang
kedalam 4 wadah kaca yang diberi label I,II,III, dan IV untuk menandakan
27

urutan perlakuan. Jaringan kemudian dimasukkan kedalam paraffin cair secara


berurutan dari gelas I,II,III, hingga ke IV, masing-masing selama 15 menit.
Perendaman kedalam paraffin cair harus dilakukan didalam inkubator dengan
suhu 62o C untuk menjaga paraffin tetap dalam keadaan cair.

3.4.6.4. Pencetakkan
Proses pencetakkan dilakukan untuk membuat blok paraffin. Alat dan
bahan yang diperlukan adalah cetakan blok, embedding cassette, dan paraffin
cair. Paraffin cair dituangkan secukupnya kedalam cetakan. Jaringan direndam
kedalam paraffin cair di cetakan, lalu embedding cassette diletakkan diatasnya.
Paraffin cair dituang kembali untuk merekatkan, lalu dibiarkan pada suhu
ruang hingga blok membeku.

3.4.6.5. Pemotongan Jaringan


Proses pemotongan jaringan dilakukan untuk memotong blok paraffin
sesuai ketebalan yang diinginkan dan dibuat preparat histologi. Alat dan bahan
yang diperlukan adalah rotary microtome, paraffin water bath, aquadest, es
batu, kuas, dan kaca objek. Blok paraffin dipasangkan pada holder di rotary
microtome, kemudian dipotong dengan ketebalan 6 μm. Hasil potongan
jaringan pada paraffin diambil dan direndam dalam paraffin water bath yang
berisi aquadest dengan suhu 40o C, hingga jaringan terlihat meregang.
Potongan tersebut diambil dengan menggunakan kaca objek yang sebelumnya
sudah dioleskan campuran albumin dan gliserin yang didiamkan semalaman.
Setelah itu, kaca objek diletakkan di tepi paraffin water bath hingga kering
dan jaringan melekat kuat di kaca objek.

3.4.6.6. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin


Bahan yang diperlukan untuk proses pewarnaan adalah xylol, alkohol
absolut, alkohol dengan konsentrasi 95%, 90%, 80%, dan 70%, aquadest,
Hematoksilin-Eosin (HE), dan asam alkohol yang merupakan campuran 200
mL alkohol 70% dengan 2mL HCl. Bahan tersebut dituangkan kedalam
staining jar masing-masing sebanyak 200mL.
Preparat disusun pada rak preparat lalu direndam dalam xylol selama
10 menit sebanyak 2 kali. Setelah itu, rak preparat dipindahkan dan direndam
28

dalam alkohol absolut selama 5 menit sebanyak 2 kali. Rak preparat


dipindahkan dan direndam dalam alkohol 95% selama 1 menit. Lalu rak
preparat dipindahkan dan direndam dalam alkohol 90% selama 1 menit. Rak
preparat dipindahkan dan direndam dalam alkohol 80% selama 1 menit.
Setelah itu, rak preparat dipindahkan dan direndam dalam alkohol 70% selama
1 menit. Rak preparat dipindahkan dan direndam dalam aquadest selama 4
menit. Kemudian, rak preparat dipindahkan dan direndam dalam pewarna
Hematoksilin selama 4 menit. Rak preparat dipindahkan dan direndam dalam
aquadest selama 1 menit sebanyak 3 kali. Lalu rak preparat dipindahkan dan
direndam dalam asam alkohol selama 30 detik . Rak preparat dipindahkan dan
direndam dalam aquadest selama 1 menit, lalu dipindahkan dan direndam
dalam eosin selama 1 menit. Setelah itu, preparat dilihat dibawah mikroskop
untuk memeriksa keadaan pewarnaan.
Setelah diperiksa, rak preparat direndam kembali dalam aquadest
selama 1 menit sebanyak 3 kali. Kemudian dipindahkan dan direndam dalam
alkohol 70% selama 1 menit. Rak preparat dipindahkan dan direndam dalam
alkohol 80% selama 1 menit. Lalu rak preparat dipindahkan dan direndam
dalam alkohol 90% selama 1 menit. Rak preparat dipindahkan dan direndam
dalam alkohol 95% selama 1 menit. Setelah itu rak preparat dipindahkan dan
direndam dalam alkohol absolut selama 1 menit. Rak preparat dipindahkan
dan direndam dalam xylol selama 3 menit sebanyak 3 kali.
Segera setelah perendaman dalam xylol terakhir, preparat diteteskan
canada balsam secukupnya, lalu ditutup cover glass dengan hati-hati untuk
mencegah terbentuknya gelembung udara. Kemudian preparat dilabel sesuai
kode jaringan dan ditunggu hingga mengering dan bisa disimpan.

3.4.6.7. Foto Jaringan


Preparat diamati lalu difoto menggunakan mikroskop Olympus BX41
dan software Olympus DP2-BSW pada komputer dengan perbesaran 4x dan
20x.
29

3.5. Alur Penelitian

Adaptasi tikus (14 hari)

Pengelompokkan sampel

Dosis 25 mg/KgBB Dosis 50 mg/KgBB


Kontrol Dosis 5 mg/KgBB
Makan, minum ad Makan, minum ad
Makan, minum ad Makan, minum ad
libitum libitum
libitum libitum
Pemberian ekstrak Pemberian ekstrak
Pemberian suspensi Pemberian ekstrak
biji jarak pagar biji jarak pagar
Na CMC 1% tanpa biji jarak pagar
25mg/KgBB (28 50mg/KgBB (28
ekstrak (28 hari) 5mg/KgBB (28 hari) hari) hari)

Dosis 250
mg/KgBB
Terminasi dan eksisi tikus Makan, minum ad
libitum
Pengambilan jaringan hepar
Pemberian ekstrak
biji jarak pagar
Persiapan jaringan hepar 250mg/KgBB tanpa
risin (28 hari)

Pengukuran kadar VEGF Pembuatan preparat


dengan ELISA Hematoksilin-Eosin

Identifikasi di mikroskop
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran konsentrasi protein VEGF pada tikus dengan


pemberian berbagai dosis ekstrak biji jarak pagar dapat dilihat pada gambar
4.1.

600

500 407 377

331
VEGF (pg/ml)

400 270 260

300

200

100

0
0 5 25 50 250
Konsentrasi Jarak Pagar (mg/KgBB)

Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi protein VEGF jaringan hepar tikus

Data pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan


konsentrasi protein VEGF pada perlakuan 5 mg/KgBB dan 50 mg/KgBB
dibandingkan kontrol. Sedangkan terjadi peningkatan konsentrasi protein
VEGF pada kelompok dosis 25 mg/KgBB dan kelompok dosis 250 mg/KgBB
dibandingkan kontrol.
Data kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji
normalitas Shapiro-Wilk menunjukkan bahwa data konsentrasi protein VEGF
tidak terdistribusi normal dengan nilai p=0.022 (p≤0,05) (Lampiran 5a). Hasil
uji homogenitas Levene menunjukkan data konsentrasi protein VEGF
homogen dengan nilai p=0.944 (p≥0,05) (Lampiran 5b). Hasil uji normalitas
dan homogenitas menunjukkan bahwa data tidak memenuhi syarat untuk

30
31

dilakukan uji parametrik one way ANOVA, sehingga dilakukan uji non
parametrik Kruskal-Wallis. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak biji jarak pagar mempengaruhi konsentrasi protein VEGF
secara bermakna dengan nilai p=0.039 (p≤0,05). Setelah dilakukan regresi
linear data konsentrasi VEGF, didapatkan bahwa konsentrasi VEGF pada
kelompok perlakuan cenderung meningkat apabila dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Pengamatan mikroskopik terhadap hepar dilakukan secara kualitatif
dengan mengamati gambaran vena sentralis. Data hasil pengamatan pada
setiap kelompok uji terlihat pada gambar tabel 4.1

Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Vena Sentralis

Dosis Vena sentralis

(mg/KgBB) Normal Abnormal


0 √ -
5 √ -
25 √ -
50 √ -
250 - √

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa pada kelompok kontrol


didapatkan vena sentralis yang normal. Pada kelompok perlakuan dosis 5, 25,
dan 50 sama dengan kontrol. Sedangkan pada kelompok perlakuan dosis 250
mg/KgBB didapatkan vena sentralis yang abnormal. Gambaran histologi vena
sentralis dapat dilihat di gambar 4.2.
32

a a
A B

a a

C D

b
E

Gambar 4.2 Vena Sentralis Pada Perbesaran 20x (A) Kontrol (B) Ekstrak biji
jarak pagar dosis 5 mg/KgBB (C) Ekstrak biji jarak pagar dosis 25 mg/KgBB.
(D) Ekstrak biji jarak pagar dosis 50 mg/KgBB. (E) Ekstrak biji jarak pagar
dosis 250 mg/KgBB. Tanda panah (a) Vena sentralis normal (b) Vena sentralis
abnormal.

Peningkatan VEGF distimulasi oleh berbagai sitokin inflamasi dan


faktor pertumbuhan antara lain Epidermal Growth Factor (EGF), Interleukin-
1β (IL-1β), platelet derived growth factor (PDGF), tumor necrosis factor-α
33

(TNF-α), dan transforming growth factor- β1 (TGF- β1). VEGF juga


meningkat pada proses penyembuhan luka terutama fase granulasi. VEGF
menarik sel prekursor hematopoietik dan endotel dari sumsum tulang masuk
ke dalam sirkulasi peredaran darah.39 VEGF juga dapat meningkat oleh karena
perubahan genetik kearah keganasan termasuk hilangnya gen suppressor
tumor p53 dan aktivitas onkogen seperti K-ras, Vrsc, E6 dan Her2.40 Pada
penelitian ini cenderung terjadi peningkatan konsentrasi VEGF setelah
pemberian ekstrak biji jarak pagar.
Peningkatan konsentrasi VEGF diregulasi oleh tekanan oksigen.
Hipoksia dapat menginduksi VEGF dengan cepat, sebaliknya pada kadar
oksigen normal (normoksia), ekspresi VEGF dapat menurun atau stabil. 41,42
Ketika sel hipoksia, hypoxia inducible factor-1 (HIF-1) menginduksi suatu
faktor transkripsi yang menstimulasi pelepasan VEGF. VEGF akan berikatan
dengan reseptor VEGF di sel endotelial, memicu jalur tirosin kinase
melaksanakan fungsi angiogenesis, guna sel bertahan hidup. 43 Proses
angiogenesis VEGF yaitu 1) mitogen untuk sel-sel endotel pembuluh darah, 2)
memperantarai sekresi dan aktivasi enzim-enzim yang berperan dalam
degradasi matriks ekstrseluler, 3) mempertahankan sel-sel endotel dari
apoptosis, 4) memobilisasi prekusor sel-sel endotel pada sumsum tulang
dalam memulai proses vaskularisasi, 5) merangsang migrasi sel-sel endotel
pada lokasi angiogenesis. Selain melalui angiogenesis, VEGF juga
mempertahankan sel melalui fungsinya sebagai regulator sel progenitor dari
sumsum tulang.34
Peningkatan konsentrasi VEGF tertinggi terjadi pada dosis 25
mg/KgBB. Peningkatan VEGF dapat terjadi karena toksisitas ekstrak biji jarak
pagar yang mengaktifkan mekanisme proteksi sel dengan meningkatkan
ekspresi VEGF yang bertujuan memperbaiki kondisi sel. 4,34 Pada kelompok
perlakuan dosis 5 mg/KgBB, peningkatan kadar protein VEGF belum terjadi
dikarenakan dosis tersebut masih tergolong aman sehingga belum
menyebabkan kerusakan jaringan. Kadar protein VEGF terendah didapatkan
pada kelompok perlakuan dosis 50 mg/KgBB. Pada kelompok dosis 50
mg/KgBB didapatkan tingkat apoptosis sel yang lebih tinggi dibandingkan
34

dengan kelompok perlakuan lain sejalan dengan penelitian yang dilakukan


oleh Fio (2015).36 Tingkat apoptosis sel yang tinggi menyebabkan sel sudah
tidak mampu melakukan mekanisme proteksi melalui peningkatan ekspresi
VEGF.44 Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Nicosia (2004) yang meneliti
respon VEGF pada cincin aorta tikus yang diberi paparan zat toksik. Pada
penelitian tersebut didapatkan tidak adanya respon VEGF dikarenakan cincin
aorta tikus yang sudah tidak memiliki kapabilitas yang cukup akibat paparan
zat toksik.44 Pada kelompok perlakuan dosis 250 mg/KgBB, terjadi
peningkatan kadar protein VEGF dibandingkan dengan dosis 50 mg/KgBB.
Hal ini kemungkinan terjadi karena dilakukannya penghilangan risin pada
ekstrak biji jarak pagar dosis 250 mg/KgBB yang merupakan molekul protein
kompleks yang memiliki toksisitas tinggi. Sehingga, proses penghilangan risin
dapat mengurangi toksisitas ekstrak biji jarak pagar. 36 Hal itu menyebabkan
apoptosis sel yang terjadi pada kelompok perlakuan dosis 250 mg/KgBB lebih
ringan dibandingkan dengan dosis 50 mg/KgBB36, dan sel masih dapat
melakukan respon proteksi dengan meningkatkan ekspresi VEGF.
Peningkatan konsentrasi VEGF yang terjadi juga dapat berhubungan
dengan kandungan sampel ekstrak biji jarak pagar berdasarkan hasil penapisan
fitokimia yaitu alkaloid dan terpenoid yang mempunyai aktivitas pro-wound
healing, dimana pada proses wound healing terjadi peningkatan ekspresi
VEGF.6,36,39 Sehingga ada kemungkinan bahwa salah satu mekanisme
aktivitas pro-wound healing dari zat tersebut adalah melalui peningkatan
VEGF.
Pada gambar 4.2, terlihat gambaran vena sentralis yang berbatas jelas
pada kelompok kontrol, dosis 5 mg/KgBB, 25mg/KgBB, dan 50 mg/KgBB.
Hal itu merupakan gambaran vena sentralis normal. Pada kelompok perlakuan
dosis 250 mg/KgBB, didapatkan gambaran vena sentralis yang tidak berbatas
jelas. Hal ini dapat diakibatkan oleh paparan berulang terhadap zat toksik yang
menyebabkan proliferasi sel endotel dan jaringan ikat vaskular sehinga terjadi
oklusi vena.45 Hal ini juga sesuai dengan tanda hepatotoksisitas kronik akibat
paparan zat toksik berulang yang dapat menyebabkan aktivasi sel stelata hepar
dan jaringan ikat pada area vena sentralis sehingga menyebabkan fibrosis
35

hepar.3 Perubahan struktur vena sentralis akibat zat toksik tumbuhan juga
ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Algandaby (2015) yang
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanolik buah Retama raetam dosis
750 mg/KgBB pada tikus menyebabkan kongesti vena sentralis dan
degenerasi vaskular pada gambaran histologi jaringan hepar tikus. 46
Pemberian ekstrak biji jarak pagar dosis 5 mg/KgBB, 25 mg/KgBB,
dan 50 mg/KgBB tidak mempengaruhi struktur vena sentralis sehingga
kerusakan vena sentralis pada kelompok perlakuan 250 mg/KgBB tanpa risin
menunjukkan perlu dilakukannya penelitian mengenai keberadaan senyawa
lain yang bersifat toksik terhadap pembuluh darah. Pada penelitian ini, tidak
terlihat adanya korelasi antara kadar protein VEGF dengan gambaran histologi
vena sentralis jaringan hepar. Kemungkinan hal ini dikarenakan target aksi
VEGF yang meningkatkan ekspresi sel endotel sinusoid liver dan proliferasi
hepatosit sehingga tidak mempengaruhi struktur vena sentralis. Keterbatasan
dari penelitian ini adalah kualitas hasil preparat yang kurang baik sehingga
menjadi kendala dalam pengamatan. Kendala yang lain adalah didapatkannya
kadar protein VEGF yang tinggi pada kelompok kontrol. Hal ini diduga terjadi
akibat pengaruh dari Na-CMC konsentrasi 1% yang kemungkinan juga
memberi efek toksik pada hepar. Diperlukan telaah lebih lanjut untuk
menentukan konsentrasi yang tepat ataupun zat kontrol negatif yang paling
sesuai untuk penelitian ini.
BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN


3.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada penelitian ini, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian ekstrak biji jarak pagar dengan dosis 5mg/KgBB
dan 50 mg/KgBB selama 28 hari pada tikus dapat menurunkan
kadar protein VEGF.
2. Pemberian ekstrak biji jarak pagar dengan dosis 25 mg/KgBB
dan 250 mg/KgBB tanpa risin selama 28 hari pada tikus dapat
meningkatkan kadar protein VEGF.
3. Pemberian ekstrak biji jarak pagar dosis tinggi (250 mg/KgBB)
merusak struktur vena sentralis jaringan hepar.
3.2. Saran
Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab
terjadinya peningkatan kadar protein VEGF pada kelompok
perlakuan dosis 25 mg/KgBB.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
penyebab terjadinya perubahan struktur vena sentralis pada
kelompok perlakuan dosis 250 mg/KgBB.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak
biji jarak pagar terhadap kadar protein VEGF dan gambaran
histologi jaringan hepar dengan disertai kontrol positif, dan
kontrol negatif dengan menggunakan zat selain Na-CMC.
4. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel yang
lebih banyak.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
korelasi peningkatan kadar protein VEGF dengan kondisi vena
sentralis jaringan hepar.

36
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Sharma S, Dhamija HK, Parashar B. Jatropha curcas: A review. Asian J


Res Pharm Sci. 2012; 2(3): 107-111
2. Prasad DMR, Izam A, Khan MR. Jatropha curcas: Plant of medical
benefits. J Med Plants Res. 2012;6(14): 2691-2699
3. Zachary JF, McGavin MD. Pathologic basis of veterinary disease expert
consult, 5th ed. Missouri: Elsevier, 2012.
4. Sozmen M, Devrim AK, Tunca R, et al. Protective effect of silymarin on
fumonisin B-I induced hepatotoxicity in mice. J Vet Sci. 2014;15(1):51-60
5. Volpi G, Facchinetti F, Moretto N, et al. Cigarette smoke and α,β
unsaturated aldehydes elicit VEGF release through the p38 MAPK
pathway in human airway smooth muscle cells and lung fibroblast. Br J
Pharmacol. 2011;163(3): 649-661.
6. Nwala CO, Akaninwor JO, Monanu MO. Phytochemical screening and
wound healing activities of extracts of Jatropha curcas leaf formulated in
a simple ointment base. IJESI. 2013 Jun; 2(6): 72-75
7. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed.
USA: John Wiley & Sons, Inc, 2012.
8. Prihandana R. Petunjuk budidaya jarak pagar. Jakarta: Agromedia, 2006.
9. Bartoli JAA. Physic nut (Jatropha curcas) cultivation in Honduras
handbook. Honduras: Agricultural Communication Center of the
Honduran Foundation for Agricultual Research (FHIA), 2008.
10. Henning RK. The jatropha system: An integrated approach of rural
development. Weissensberg: Bagani, 2009.
11. Putten EVD, Franken YJ, Nielsen F, et al. The jatropha handbook: From
cultivation to application. Netherlands: FACT Foundation, 2010.
12. Aregheore EM, Becker K, Makkar HPS. Detoxification of a toxic variety
of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and preliminary
nutritional evaluation with rats. S Pac J Nat Sci. 2003;(21): 50-56
13. Wakandigara A, Nhamo LRM, Kugara J. Chemistry of phorbol ester
toxicity in Jatropha curcas seed - a review. Int J Biochem Res Rev.
2013;3(3): 146-161.
38

14. Laxane SN, Swarnkar S, Zanwar SB, et al. Jatropha curcas: A systemic
review on pharmacological, phytochemical, toxicological profiles and
commercial applications. RJPBCS. 2013; 4(1): 989.
15. Lin J, Fan Y, Tang L, et al. Antitumor effects of curcin from seeds of
Jatropha curcas. Acta Pharmacol Sin. 2003; 24(3): 241-246.
16. Balaji R, Rekha N, Deecaraman M, et al. Antimetastatic and
antiproliferative activity of methanolic fraction of Jatropha curcas against
B16F10 melanoma induced lung metastasis in C57BL/6 mice. Afr J Pharm
Pharmacol. 2009; 3(11): 547-555.
17. Muangman S, Thippornwong M, Tohtong R. Anti-metastatic effects of
curcusone b, a diterpene from Jatropha curcas. Departement of
Biochemistry Faculty of Science Mahidol University. 2005;(19): 265-
268.
18. Gaascht F, Dicato M, Diederich M. Venus flytrap (Dionaea muscipula
solander ex ellis) contains powerful compounds that prevent and cure
cancer. Front oncol. 2013; 3: 202.
19. Abdelgadir HA, Staden JV. Ethnobotany, ethnopharmacology and toxicity
of Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae): A review . SAJB. 2013; 88; 204–
218
20. Istichomah N. Pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar (Jatropha
curcas L) terfermentasi dalam ransum terhadap berat karkas, organ dalam,
serta histopatologi hati dan ginjal ayam broiler. Laporan Penelitian
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 2007
21. Saladin. Anatomy an physiology: The unity of form and function. 3rd ed.
USA: The McGraw Hills Company, 2003
22. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy and
physiology. 9th ed. USA: Pearson, 2012
23. Eroschenko VP. Atlas histologi difiore. 11th ed. Jakarta: EGC, 2010.
24. Sherwood L. Human physyiology: From cells to system. 7th ed. USA:
Brooks/Cole Cengange Learning, 2010.
25. Liska DA. The detoxification enzyme system. Altern Med Rev. 1998; 3(3):
187-198.
39

26. Mellberg S. Molecular regulation of angiogenesis. Acta Universitatis


Upsaliensis. Digital Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations
from the Faculty of Medicine. 2008; 406: 48 pp.
27. Ferara N, et al. The biology of VEGF and its receptors. Nat Med. 2003; 9:
669-676
28. Olsson AK, Dimberg A, Kreuger J, et al. VEGF receptor signaling – in
control of vascular function. Nat Rev Mol Cell Biol. 2006; 7(5): 359-71.
29. Horren A, Landuyt B, Martin S, et al. Vascular endothelial growth factor
angiogenesis. Pharmacol Rev. 2004; 56: 549-580.
30. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:
Elsevier, 2007.
31. Sukhramani PS, Suthar MP. VEGF inhibitors for cancer theraphy.
IJPSDR. 2010; 2(1): 01-11.
32. Suarez SC, Fjallman AZ, Hofer KB. The role of VEGF receptors in
angiogenesis: Complex partnership. Cell Mol Life Sci. 2006; 63: 601-615.
33. Roskoski R. Vascular endothelial growth factor (VEGF) signaling in
tumor progression. Crit Rev Onc. 2007; 62: 179-213.
34. DeLeve LD. Liver sinusoidal endothelial cells and liver regeneration. J
Clin Invest. 2013;123(5):1861–1866
35. Thermo Scientific. ELISA technical guide and protocols. USA: Pierce
Biotechnology, 2010.
36. Noviany F. Uji efek ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L) terhadap
aktivitas kaspase 3 dan kerusakan tubulus seminiferous pada tikus jantan.
Laporan penelitian FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
37. Cusabio. Mouse vascular endothelial cell growth factor (VEGF) ELISA kit
manual book.
38. Dahlan S. Statistik untuk kedokteran kesehatan. Jakarta: Salemba Medika,
2009.
39. Speca S, Giusti I., Rieder F, and Latella G. 2012. Cellular and molecular
mechanisms of intestinal fibrosis. World J Gastroenterol. 18(28):3635-61
40. Kerbel RS, Viloria-Petit A., Okada F, and Rak J. 1998. Establishing a link
between oncogenes and tumor angiogenesis. Mol Med. 4(5):286-295.
40

41. Ziemer LS, Koch CJ, Maity A, Magarelli DP, Horan AM, and Evans SM,
2001. Hypoxia and VEGF mRNA expression in human tumors. Neoplasia.
3(6):500-8
42. Ohno H, Shirato K, Sakurai T, Ogasawara J, and Sumitani Y. 2012. Effect
of exercise on HIF-1 and VEGF signaling. JPFSM. 1(1):5-16.
43. Nishida N, Yano H, Nishida T, Kamura T, and Kojiro M. 2006.
Angiogenesis in Cancer .Vasc Health Risk Manaq. 2(3):213-19
44. Augustin HG. Methods in endothelial cell biology. USA: Springer, 2004.
45. Haschek WM, Rousseaux CG. Fundamentals of toxicologic pathology.
USA: Academic Press, 1998.
46. Algandaby MM. Assessment of acute and subacute toxic effect of the
Saudi folk herb Retama raetam in rats. J Chin Med Assoc. 2015;78(12):
691-701
43

Lampiran 3.
Gambar Alat, Bahan, dan Proses Penelitian

Gambar 6.3 Sampel Jaringan Gambar 6.4 Timbangan


Hepar Analitik

Gambar 6.5 Larutan PBS 7,4 Gambar 6.6 Jaringan hepar


Direndam Dalam Larutan PBS
dan Formalin 10%

Gambar 6.7 Jaringan hepar


Gambar 6.8 Homogenat jaringan
Dalam Larutan PBS
44

(Lanjutan)

Gambar 6.9 Proses Blocking Gambar 6.10 Proses Embedding

Gambar 6.11 Jar Pewarnaan Gambar 6.12 Proses Pengambilan


foto

Gambar 6.13 Proses Dehidrasi


45

(Lanjutan)

Gambar 6.14 Homogenizer


Gambar 6.15 Mikropipet
Stirrer

Gambar 6.16 Kit ELISA Gambar 6.17 Inkubator

Gambar 6.18 Hotplate Gambar 6.19 Rotary microtome


Stirrer
46

(Lanjutan)

Gambar 6.20 Paraffin Water Gambar 6.21 Rak preparat


Bath

Gambar 6.22 Hasil ELISA


47

Lampiran 4.
Hasil Perhitungan Konsentrasi Protein VEGF

Tabel Hasil Pengujian Konsentrasi Standar Kaspase 3

Konsentrasi Absorbansi (nm)


Standar (x) Standar 1 Standar 2 Rata-rata 1/absorban
absorban (y)
0.0 0.190 0.149 0.170 5.900
3.1 0.214 0.191 0.203 4.938
7.8 0.278 0.209 0.244 4.107
15.6 0.307 0.319 0.313 3.195
31.3 0.501 0.439 0.470 2.128
62.5 0.774 0.758 0.766 1.305
125.0 1.410 1.303 1.357 0.737
250.0 2.172 2.244 2.208 0.453

Kurva Kalibrasi Standar VEGF


2.500
Absorban λ 450 nm

y = 0.0083x + 0.2025
2.000 R² = 0.9937
1.500
1.000
0.500
0.000
0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0
Konsentrasi Protein VEGF pg/ml

Berdasarkan hasil kurva kalibrasi dengan memasukkan konsentrasi protein VEGF


sebagai (x) dan absorbansi sebagai (y), didapatkan persamaan regresi sebagai
berikut:

y= 0.0083x + 0.2025
48

Konsentrasi protein VEGF sampel dapat ditentukan dengan memasukkan nilai


rata-rata absorbansi dari setiap sampel yang diuji kedalam persamaan regresi pada
kurva standar.

Lampiran 5a.
Uji Normalitas Terhadap Konsentrasi Protein VEGF

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
vegf .133 25 .200* .903 25 .022
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Lampiran 5b
Uji Homogenitas Levene

Test of Homogeneity of Variances

Vegf

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.185 4 20 .944
49

Lampiran 5c
Uji Kruskal-Wallis terhadap konsentrasi protein VEGF

Ranks
perlakuan N Mean Rank
vegf kontrol 5 12.40 Test Statisticsa,b
dosis5 5 8.60
vegf
dosis25 5 20.40
Chi-Square 10.095
dosis50 5 7.80
df 4
dosis250 5 15.80
Asymp. Sig. .039
Total 25

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
perlakuan
50

Lampiran 6.
Data Hasil Pengamatan Vena Sentralis

Perlakuan Vena sentralis


Kontrol-1 Ada, normal
Kontrol-2 Rusak
Kontrol-3 Ada, normal
Kontrol-4 Diskualifikasi
Kontrol-5 Diskualifikasi
5-1 Ada, normal
5-2 Ada, normal
5-3 Diskualifikasi
5-4 Rusak
5-5 Ada, normal
25-1 Ada, normal
25-2 Ada, normal
25-3 Ada, normal
25-4 Ada, normal
25-5 Ada, normal
50-1 Rusak
50-2 Rusak
50-3 Rusak
50-4 Ada, normal
50-5 Ada, normal
250-1 Ada, abnormal
250-2 Ada, abnormal
250-3 Ada, abnormal
250-4 Ada, abnormal
250-5 Rusak
51

Lampiran 7
Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Nabilah Aulia Hasanuddin

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 7 September 1995

Agama : Islam

Alamat : Cluster Taman Puspa Jalan Cello 4 blok C4 No. 15


CitraRaya Cikupa, Kab. Tangerang – Banten

e-Mail : nblhaulia7@gmail.com

Riwayat Pendidikan

 2000 – 2001 : TK Citra Islami – Islamic Village CitraRaya


 2001 – 2007 : SD Citra Islami – Islamic Village CitraRaya
 2007 – 2010 : SMP Pramita
 2010 – 2013 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang
 2013 – sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai