Anda di halaman 1dari 54

HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH GALUR WISTAR (Rattus

novergicus) AKIBAT PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BAKAU HITAM


(Rhizophora mucronata) PERORAL

USULAN PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk menyusun skripsi sarjana farmasi

Program Studi S1 Farmasi

Disusun oleh :

SURINTA WIDYASARI

207117046

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

JANUARI, 2021
PERSETUJUAN

Proposal Skripsi Mahasiswa :

SURINTA WIDYASARI

207117046

Dengan judul

HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH GALUR WISTAR (Rattus


novergicus) AKIBAT PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BAKAU HITAM
(Rhizophora mucronata) PERORAL

Disetujui Oleh Pembimbing Untuk Dikerjakan

Cilacap, 22 Januari 2021

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

apt. Nikmah Nuur Rochmah, M.Farm Dini Puspodewi, S. Tr. Ak., M.Imun

NP. 103. 1018. 970 NP. 103. 1016. 914

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Farmasi

apt. Mika Tri Kumala Swandari, M.Sc

NP. 103. 1007. 614

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi

ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Prodi S1

Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan

serta arahan dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan terimakasih yang sebesar-

besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan terutama

kepada :

1. Bapak Sarwa., AMK., S.Pd., M.Kes An selaku Ketua STIKES Al-Irsyad

Al-Islamiyyah Cilacap.

2. Ibu apt. Mika Tri Kumala Swandari., M.Sc selaku Ketua Program Studi S1

Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

3. Ibu apt. Nikmah Nuur Rochmah, M.Farm selaku pembimbing skripsi I

yang telah memberikan kesabaran, waktu dan ilmunya dalam

membimbing penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dini Puspodewi, S. Tr. Ak., M.Imun selaku pembimbing skripsi II

yang telah memberikan kesabaran, waktu dan ilmunya dalam

membimbing penulisan skripsi ini.

5. Ketua Laboratorium Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

6. Bapak-Ibu dosen Program Studi S1 Farmasi, STIKES Al-Irsyad Al-

Islamiyyah Cilacap.

iii
7. Kedua orang tua saya yaitu bapak Sukardi dan ibu saya Rina Kustini,

kakak laki-laki saya Surinto Juniawan, kakak ipar Yuliatun untuk segala

dukungannya dan doa yang menyertai penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

8. Teman-teman seperjuanganku, dijurusan farmasi STIKES Al-Irsyad Al-

Islamiyyah Cilacap angkatan 2017 dan khususnya sahabat-sahabatku

Khasna Dwi Fatmala, Ani Choerunisa, Dewi Reza Utami, Rizki

Rakhmawati dan teman-teman penelitian sains untuk segala perhatian dan

kerja sama yang kalian berikan selama ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadarai bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya

ini bermanfaat bagi penulis dan pambaca.

iv
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian........................................................................................ 5
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka........................................................................................... 7
B. Kerangka Pemikiran....................................................................................23
C. Hipotesis Penelitian.....................................................................................24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 25
A. Metodologi Penelitian................................................................................. 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................... 25
C. Populasi dan Sampel................................................................................... 26
D. Alat dan Bahan............................................................................................28
1. Alat.......................................................................................................... 28
2. Bahan.......................................................................................................28
E. Prosedur Penelitian..................................................................................... 29
F. Variabel Penelitian......................................................................................39
G. Analisis Data............................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria penilaian derajat histopatologi sel hati.......................................21

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian..................................................................... 25

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Rhizophora mucronata......................................................... 8

Gambar 2. Anatomi Hati ..................................................................................... 16

Gambar 3. Histologi Hepar...................................................................................20

Gambar 4. Gambar mikroskopis sel hepatosit......................................................23

Gambar 5. Kerangka Teori................................................................................... 23

Gambar 6. Alur Penelitian.................................................................................... 38

Gambar 7. Analisis Data.......................................................................................40

vii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hepar yaitu salah satu fungsi utama untuk detoksifikasi senyawa, memiliki

resiko yang cukup besar untuk mengalami kerusakan/hepatotoksik dari

senyawa yang terpapar ke dalam tubuh (Wulandari et al., 2007).

Ketika tubuh mengalami kerusakan sel akan melakukan perbaikan/reparasi

dan memerlukan substansi penting yaitu antioksidan yang dapat melindungi

tubuh dari serangan radikal bebas. Tanaman mangrove memiliki kelebihan

yakni efek sampingnya lebih rendah dibanding obat kimia. Kandungan pada

bahan alami umumnya bersifat seimbang dan saling menetralkan. Jadi, efek

samping obat alami jauh lebih kecil dibandingkan dengan obat sintesa (Rifatul,

2009).

Rhizophora mucronata merupakan salah satu spesies penting dari

ekosistem mangrove. Salah satu spesies tanaman mangrove yang paling

banyak dijumpai di Segara Anakan Kabupaten Cilacap adalah spesies

mangrove Rhizophora mucronata. Tanaman ini termasuk Genus Rhizophora

dan Famili Rhizophoraceae yang lebih dikenal dengan sebutan bakau hitam

(Anggoro, 2013).

Daun mangrove (Rhizophora mucronata) mengandung saponin lebih

banyak terdapat pada daun muda tetapi aktivitas hemolitiknya lebih rendah

jika dibandingkan dengan saponin yang berasal dari akar (Faiqoh et al., 2020).

1
2

Ekstrak daun mangrove diperoleh melalui proses ekstraksi yaitu ekstraksi

menggunakan metode maserasi. Hal ini dilakukan karena target senyawa yang

ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah senyawa karotenoid yang

merupakan senyawa non polar. Persentase rendemen ekstrak metanol yang

diperoleh pada proses maserasi adalah sebesar 22,39 % (Faiqoh et al., 2020).

Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol daun mangrove (Rhizophora

mucronata) mengandung alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, dan

tanin, skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol mengandung

9,41% saponin, 1195 μg / ml flavonoid, 124,44 μg / ml alkaloid dan 576,64 μg

/ ml tanin (Kasitowati et al., 2017). Zat aktif seperti saponin dengan

pemberian dosis bertingkat (100, 150, 250, 350, dan 600 mg/kg) dapat

menyebabkan kematian dan perubahan histopatologi pada mencit. Mekanisme

saponin merusak dengan cara meningkatkan permeabilitas lipid bilayer sel

darah merah yang menyebabkan hemolisis. Hal ini sejalan dengan penelitian

Baumann et al (2000) yang menyatakan saponin menyebabkan peningkatan

permeabilitas lipid bilayer sel terhadap makromolekul yang nantinya akan

menyebabkan kerusakan irreversibel. Perubahan histologis pada hati yaitu

terjadinya kerusakan hepatorenal akibat nekrosis sel hati (Diwan et al., 2000).

Senyawa lainnya yaitu alkaloid yang di ekstrak dari daun Senna alata pada

dosis 250, 500, dan 1000 mg/kgBB menghasilkan perubahan permeabilitas

pada membran plasma organ hepar dan ginjal pada tikus bunting (Yakubu &

Musa, 2012).
3

Penggunaan obat alami khususnya daun bakau hitam dengan dosis serta

interval waktu pemberian tertentu dapat memberikan efek atau indikasi yang

berbeda pada organ. Efek toksik obat alami bisa dihindari jika cara

pemakaiannya benar dan sudah diuji baik secara praklinik dan uji klinik,

seperti dilakukan pada obat kimia (Rifatul, 2009).

Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi berbagai

organ. Hal yang umum terjadi adalah hepatotoksisitas (keracunan pada hati),

nefrotoksisitas (keracunan pada ginjal), neurotoksisitas, imunotoksisitas, dan

kardiotoksisitas (Dian, 2010).

Proses detoksifikasi dari suatu bahan berbahaya dilakukan terutama oleh

hepar. Organ ini berperan hampir disetiap metabolisme di dalam tubuh.

Makanan dan minuman yang masuk melalui oral hampir seluruhnya akan

dimetabolisme oleh hepar. Apabila hepar terus-menerus bekerja untuk

mendetoksifikasi bahan yang bersifat toksin, akan timbul perubahan struktur

pada hepar meliputi peradangan atau inflamasi, degenerasi dan nekrosis

(Kumar et al., 2015).

Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat banyak manfaat yang bisa

diperoleh dari daun bakau hitam (Rhizophora mucronata). Namun hingga saat

ini belum diketahui pengaruh senyawa daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) terhadap organ hepar. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai Histopatologi Hepar Tikus Putih Galur Wistar (Rattus novergicus)

Akibat Pemberian Ekstrak Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

Peroral.
5

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun bakau hitam

(Rhizophora mucronata) dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 800

mg/kgBB terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak daun bakau hitam

(Rhizophora mucronata) dengan dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 800

mg/kgBB terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah pustaka tentang perubahan histopatologi pada hepar tikus

putih setelah pemberian ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) peroral.

b. Bagi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Menjadikan salah satu referensi ilmu pengetahuan dalam bidang

farmasi bahari dan dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.

c. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang penggunaan

daun bakau hitam sebagai antioksidan yang dapat dimanfaatkan

sehingga menambah pengetahuan masyarakat mengenai bidang

kefarmasian.
6

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi mahasiswa

khususnya Farmasi tentang perubahan histopatologi pada hepar tikus

putih setelah pemberian ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) peroral.

b. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman ilmiah dalam

pemberian ekstrak daun bakau hitam peroral.


BAB II

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

a. Definisi

Rhizophora mucronata merupakan salah satu tanaman mangrove

yang dikenal sebagai bakau hitam, bangka itam, dongoh korap, bakau

korap, bakau merah, jankar, lenggayong, dan belukap, lolaro. Bakau

hitam tumbuh di areal yang sama dengan bakau minyak (R. apiculata)

tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir. Bakau

hitam tumbuh dalam kelompok, dekat atau pada pematang sungai

pasang surut dan di muara sungai yang sering terjadi pasang surut air.

Tanaman ini tersebar di Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia

tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia

(Noor et al., 2012).

b. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Dialypetalae

Bangsa : Myrtales

7
8

Family : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata (Tendra et al., 2014)

c. Morfologi

Rhizophora mucronata memiliki tinggi antara 18-27 meter, dengan

bentuk akar tunjang dan kulit batang berwarna kelabu sampai hitam

(Idrus, 2014) Daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm, Helai daun

berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung

daun meruncing berukuran 11-23×5-13 cm. Bunga berkelompok

terdiri dari 4-8 bunga, dengan gagang kepala bunga seperti cagak,

bersifat biseksual. Buah berbentuk lonjong hingga berukuran 5-7

cm, berwarna hijau kecoklatan seringkali kasar di bagian pangkal

dan berbiji tunggal (Rosadi, 2013).

Gambar 1. Tanaman Rhizophora mucronata (Ragavan et al., 2015)

d. Kandungan Kimia dan Khasiat

Menurut A’yun & Laily (2015) penentuan kandungan kimia pada

daun tumbuhan dapat dilakukan melalui uji fitokimia yang berfungsi

untuk mengetahui golongan senyawa kimia seperti :


9

1) Flavanoid

Flavanoid ialah salah satu golongan fenolik alam terbesar yang

terkandung pada tumbuhan (Tjandra et al., 2013). Senyawa ini

banyak terkandung dalam tumbuhan mangrove, karena mangrove

merupakan tanaman sejati ditandai dengan daun, akar, batang sejati.

Flavanoid yang ditemukan pada mangrove berperan sebagai

antioksidan dengan menghambat peroksidasi dari lipid dan

berpotensi menginaktifkan oksigen triplet, selain itu senyawa ini

juga berfungsi sebagai antibakteri (Ningrum et al., 2013).

2) Alkaloid

Salah satu metabolisme sekunder yang terdapat pada tumbuhan

yaitu senyawa alkaloid. Biasanya senyawa ini terdapat pada bagian

daun, biji, ranting dan kulit batang. Dalam bidang kesehatan

senyawa ini memiliki efek seperti antimikroba, pemicu sistem saraf,

mengurangi rasa sakit, menaikkan tekanan darah, obat penenang,

obat penyakit jantung dan lain-lain (Aksara et al., 2013).

3) Tanin

Tanin ialah senyawa organik yang terdiri atas campuran

senyawa polifenol kompleks, dibangun dari unsur C, H dan O serta

sering membentuk molekul besar dengan bobot molekul lebih besar

dari 2000. Dalam pengertian sehari-hari, tanin bukan merupakan


10

senyawa murni melainkan campuran senyawa yang terekstraksi

oleh pelarut polar dan semipolar (Suseno et al., 2014).

4) Saponin

Saponin merupakan senyawa-senyawa penting dalam proses

penyembuhan luka, karena dapat memacu pembentukan kolagen,

yaitu struktur protein yang berperan penting dalam penyembuhan

luka. Selain itu beberapa sumber diketahui bahwa saponin dapat

berfungsi sebagai antikanker dan antiinflamasi (Mendrofa et al.,

2015).

2. Ekstraksi

a. Definisi

Secara harfiah, istilah “ekstraksi” dapat didefinisikan sebagai

proses pemisahan berdasarkan perbedaan dalam kelarutan. Pelarut

digunakan untuk melarutkan dan memisahkan zat terlarut dari bahan

lain dengan kelarutan yang lebih rendah dalam pelaut tersebut (Berk,

2018).

Parameter dasar yang mempengaruhi kualitas ekstrak adalah bagian

tanaman yang digunakan sebagai bahan awal, pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi dan prosedur ekstraksi.


11

b. Tujuan ekstraksi

Untuk memisahkan metabolit tanaman yang terlarut dan

meninggalkan residu yang tidak terlarut (Azwanida, 2015).

c. Metode Ekstraksi

Metode ekstraksi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu diantaranya :

1) Ekstraksi dingin

a) Maserasi

Maserasi adalah metode ekstraksi padat-cair dimana

senyawa bioaktif (zat terlarut) di dalam bahan tanaman

diekstrasi dengan cara merendam bahan tanaman kedalam

pelarut khusus dalam jangka waktu tertentu. Keefektifan

proses maserasi ditentukan oleh dua faktor utama yaitu

kelarutan dan difusi (Cheok et al., 2014). Prinsip kerja

maserasi adalah proses tercapainya kesetimbangan

konsentrasi antara senyawa aktif pada tanaman dengan

senyawa yang telah berpindah kepelarut (Putri, 2010).

Pada perendaman sampel tumbuhan akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan

tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit

sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut. Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat

menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan


12

kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya.

Lamanya waktu ekstraksi menyebabkan terjadinya kontak

antar sampel dan pelarut lebih intensif sehingga hasilnya juga

bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara sampel

dan pelarut dapat ditingkatkan apabila didukung dengan

adanya pengocokan agar kontak antara sampel dan pelarut

semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih

sempurna (Koirewoa et al., 2008).

b) Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin

dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu pada

simplisia selama waktu tertentu (Marjoni, 2016).

2) Ekstraksi panas

a) Soxhletasi

Ekstraksi soxhlet adalah metode yang disarankan untuk

ekstraksi minyak, ditemukan oleh Franz Ritter Von Soxhlet,

seorang ahli kimia Jerman. Soxhletasi saat ini digunakan

untuk ekstraksi senyawa bioaktif (padat-cair) dari berbagai

sumber alami. Ekstraksi soxhlet adalah metode sederhana dan

mudah untuk siklus ekstraksi berulang yang tidak terbatas

pada penambahan pelarut baru sampai habis zat terlarut

dalam bahan baku (Grigonis et al., 2005).


13

b) Refluks

Refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (Saraswati, 2015).

c) Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

90o C selama 15 menit. Infusa adalah ekstraksi menggunakan

pelarut air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur yang digunakan (96-98oC) selama

waktu tertentu 15-20 menit (Tiwari et al., 2011).

d) Dekok

Metode ini cocok digunakan untuk ekstraksi konstituen

yang larut dalam air dan tahan oleh efek panas (Bimakr et al.,

2011). Selama perebusan, air suling ditambahkan kedalam

ekstrak yang dikeringkan kemudian dipanaskan secara terus

menerus selama periode waktu tertentu pada suhu 100oC.

Kemudian dibiarkan dingin pada suhu kamar dan filtrasi

untuk mendapatkan filtrat. Filtrat yang terkonsentrasi untuk

mendapatkan ekstrak (Njila et al., 2017).


14

e) Digesti

Metode ini merupakan jenis maserasi yang menggunakan

panas rendah selama proses ekstraksi. Metode ini digunakan

ketika senyawa yang akan diekstraksi tidak tahan suhu panas

dan terjadi peningkatan efisiensi pelarut (Bimakr et al., 2011).

3. Pelarut

Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan

banyak faktor. pelarut harus memenuhi syarat antara lain :

a. Bersifat selektif, melarutkan senyawa dengan cepat dan sempurna.

b. Mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah di

uapkan tanpa menggunakan suhu tinggi.

c. Bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak

d. Murah dan mudah didapatkan

Metanol merupakan bentuk alkohol sederhana. Metanol

digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar

dan sebagai aditif bagi etanol. Metanol dihasilkan secara alami oleh

metabolisme anaerobik oleh bakteri, metanol merupakan pelarut yang

bersifat universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat polar

dan non polar. Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin dan

flavonoid (Hikmah dan Zuliyana, 2010).

Pemilihan pelarut juga berdasarkan senyawa yang akan di

ekstraksi, pada penelitian ini senyawa yang akan di esktraksi yaitu

saponin dan alkaloid. Saponin mudah larut dalam air dan tidak larut
15

dalam eter, memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin

serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan racun yang dapat

menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah, bersifat racun

bagi hewan berdarah dingin. Saponin yang bersifat keras atau racun

biasa disebut sebagai sapotoksin (Prihatna, 2001). Saponin paling

tepat di ekstraksi dari tanaman dengan pelarut etanol 70-95% atau

metanol. Ekstrak saponin akan lebih banyak dihasilkan jika di

ekstraksi menggunakan metanol karena saponin bersifat polar

sehingga akan lebih mudah larut dari pada pelarut lain (Harborne,

1987). Menurut Sudarmadji et al., (2003) menyatakan bahwa bahan-

bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam bahan pelarut yang

sama polaritasnya dengan bahan yang akan dilarutkan. Metanol

merupakan salah satu pelarut yang bersifat polar, bahkan daya

kepolarannya lebih tinggi dari pada etanol dan lebih rendah dari air,

nilai konstanta dialektrikum dari metanol yaitu 33,60 lebih tinggi dari

pada etanol yang hanya 24,30. Ini berarti metanol lebih bersifat

miscible (dapat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi).

4. Hepar

a. Anatomi Umum

1) Definisi

Hepar merupakan organ dalam terbesar pada tubuh manusia.

Hepar pada manusia menempati hampir seluruh kuadran kanan

atas cavum abdomen atau regio hipokondrium kanan dan


16

sebagian regio epigastrium. Hepar memiliki berat 1200–1800

gram dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi

yang sangat kompleks. Batas atas hepar berada sejajar dengan

ruang interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas

dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hepar

berbentuk cekung dan memiliki celah memanjang ± 5 cm dari

sistem porta hepatis yang terletak di depan vena kava dan

dibalik kandung empedu. Sistem porta hepatis terdiri atas arteri

hepatika, vena porta dan duktus koledokus (Sudoyo et al., 2014).

Gambar 2. Anatomi Hati (Paulsen, F., Waschke, 2011)

Hati terbagi atas dua belahan utama, yaitu kanan dan kiri.

Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya. Permukaan atas

berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, kemudian

permukaan bawah tidak rata dan ada lekukan, fisura transversus.

Dimana permukaan dilintasi berbagai pembuluh darah yang

keluar-masuk hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan


17

kanan dan kiri di permukaan bawah. Selanjutnya, hati dibagi

menjadi empat belahan (kanan, kiri, kaudata, dan kuadrata) dan

setiap lobus terdiri atas lobulus berbentuk polyhedral (segi

banyak) (Pearce, 2010).

b. Fisiologi Hepar

Fungsi dari hepar dalam sistem pencernaan adalah sekresi garam

empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Hepar

juga melakukan berbagai fungsi lain sebagai berikut:

1) Pemrosesan metabolik kategori-kategori utama nutrien

(karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap

oleh saluran cerna.

2) Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan

hormon serta obat dan senyawa asing lain.

3) Membentuk protein plasma, termasuk protein yang

dibutuhkan untuk pembekuan darah yang mengangkut

hormon steroid dan tiroid serta kolesterol dalam darah dan

angiotensinogen yang penting dalam Sistem Renin

Angiotensin Aldosteron (SRAA) yang mengonversi garam.

4) Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak

vitamin.

5) Mengaktifkan vitamin D yang dilakukan bersama ginjal.

6) Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya

makrofag residen.
18

7) Menyekresi hormon trombopoietin, hepsidin, faktor

pertumbuhan.

8) Memproduksi protein fase akut yang penting dalam inflamasi.

9) Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin (Sherwood, 2016).

Fungsi hepar yang paling penting adalah sebagai penyaring

darah yang berasal dari saluran cerna dan darah di seluruh tubuh.

Darah dari saluran cerna dan organ lain mencapai hepar melalui

vena porta. Darah tersebut berada diantara sinusoid hepar menuju

vena hepatica, dan kemudian menuju vena cava inferior. Ketika

darah melewati sinusoid hepar, darah mengalami proses biokimia

yang kemudian menghasilkan garam empedu. Hepar berfungsi

mendetoksifikasi darah tersebut dengan reaksi biokimia oleh

enzim sitokrom P450 yang mengubah substansi asing dan toksin

menjadi tidak aktif dengan cara mengurangi sifat lipofiliknya.

Proses detoksifikasi tersebut dibagi menjadi fase I (oksidasi,

hidroksilasi, dan reaksi lain oleh sitokrom P450) dan fase II

(esterifikasi). Metabolit hasil detoksifikasi kemudian disekresikan

ke dalam garam empedu (Sherwood, 2016).

c. Hepatotoksisitas Hepar

Hepatotoksisitas merupakan istilah yang biasa digunakan untuk

menggambarkan kerusakan hati. Secara umum telah diketahui

banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadi hepatotoksisitas

imbas dari obat, antara lain: usia, jenis kelamin, genetik, alkoholisme,
19

infeksi hepatitis B maupun C, infeksi HIV, nilai SGPT dan bilirubin

tidak normal, status gizi, serta pemakaian beberapa obat

hepatotoksisitas secara bersamaan (Luthariana et al., 2017).

d. Histologi Hepar

1) Definisi

Histopatologi adalah studi tentang jaringan tubuh dan

bagaimana jaringan ini diatur untuk membentuk organ tubuh

dengan melibatkan semua aspek biologi jaringan, dengan

mempelajari jaringan penyusun tubuh, kimia jaringan dan sel

dipelajari dengan metode analitik mikroskopik dan kimia. Zat-zat

kimia di dalam jaringan dan sel dapat dikenali dengan reaksi

kimia yang menghasilkan senyawa berwarna tak dapat larut,

diamati dengan mikroskop cahaya atau penghamburan elektron

oleh presipitat yang dapat diamati menggunakan mikroskop

elektron (Mescher, 2016).


20

2) Gambaran histologi sel hepar normal

Gambar 3. Histologi hepar

Keterangan : (B: Duktus Biliaris; C: Vena Sentralis; H: Hepatosit;


HA: Arteri Hepatika; PV: Vena Porta) (Mescher, 2016)

Unit struktural dan fungsional hepar adalah lobulus hepar.

Lobulus hepar sendiri terbagi menjadi tiga lobulus, antara lain

lobulus klasik, asinus hepar, dan lobulus portal. Lobulus klasik

berisi vena sentralis atau vena sentrilobular dan komponen trias

portal pada bagian sudutnya. Area asinus hepar ditentukan oleh

jaringan hepatik yang menerima darah dari cabang arteri hepatik

yang mengalirkan darah ke vena sentral yang berlawanan

(Kierszenbaum dan Tres, 2012). Setiap lobulus hati memiliki tiga

sampai enam area portal di bagian perifernya dan suatu venula

yang disebut vena sentral atau vena sentilobuler di bagian

pusatnya. Trias porta terdiri atas jaringan ikat dengan suatu

venula (cabang vena portal), arteriol (cabang arteri hepatica), dan

duktus epitel kuboid (cabang duktus biliaris) ketiga struktur ini

disebut trias porta (Mescher, 2015).


21

e. Patofisiologi Hepar

1) Definisi

Hepar memiliki banyak fungsi di dalam tubuh. Fungsi hepar

dapat terganggu apabila hepar mengalami kerusakan. Kerusakan

sel hepar dapat ditandai dengan adanya kerusakan hepatosit

(Gambar 4). Menurut Prasetiawan et al., 2013, hepatosit yang

mengalami kerusakan dapat dihitung dengan model scoring

histopathology Manja Roenigk. Kriteria penilaian ditunjukkan

pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Kriteria penilaian derajat histopatologi sel hati

Tingkat Perubahan Skor

Normal 1

Degenerasi Parenkimatosa 2

Degenerasi Hidropik 3

Nekrosis 4

Kerusakan hepatosit berdasarkan kriteria scoring histophatology

Manja Roenigk dijelaskan sebagai berikut :

a) Degenerasi Parenkimatosa

Kerusakan hepar yang disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi.

Sel hepar bengkak dengan sitoplasma berbutir keruh.

Kerusakan ini terjadi karena terdapat penyimpanan air dan

pengendapan ion natrium. Pengendapan ini disebabkan oleh

gangguan metabolisme energi dalam sel yang membuat sel


22

tidak mampu memompa natrium keluar dari sel (Sudiono et al.,

2001).

b) Degenerasi Hidropik

Fase ini pada dasarnya sama dengan degenerasi parenkimatosa,

namun derajat degenerasi hidropik lebih berat dibanding

dengan degenerasi parenkimatosa. Fase ini ditandai dengan

adanya vakuola-vakuola yang berisi zat yang menyerupai

cairan dalam sel. Vakuola ini terdapat di dalam sitoplasma.

Degenerasi hidropik umumnya disebabkan oleh gangguan

metabolisme, seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia.

Degenerasi ini bersifat reversibel (Mitchell et al., 2008).

c) Nekrosis

Nekrosis pada hepar adalah kematian atau destruksi hepatosit

akibat gangguan signifikan pada hepar. Pada nekrosis, tersisa

hepatosit yang mangalami mumifikasi dan kurang terwarnai,

umumnya akibat iskemia atau nekrosis koagulasi. (Kumar et

al., 2015) . Tahapan nekrosis berkaitan dengan tepi perubahan

inti. Perubahan yang terjadi adalah piknosis, karioreksis dan

kariolisis. Inti sel menyusut saat terjadi piknosis. Pada

karioreksis terjadi penghancuran inti dengan meninggalkan

pecahan-pecahan yang tersebar di dalam inti. Pada saat

kariolisis, inti menjadi hilang (lisis). Pada pengamatan tampak

sebagai sel yang kosong (Price & Wilson 2003).


23

Gambar 4. Gambar mikroskopis dengan perbesaran 400X


Keterangan : a. vena sentralis dan sel hepatosit
b. normal
c. degenerasi parenkimatosa
d. degenerasi hidropik
e. nekrosis (Sumber: Prasetiawan et al., 2015)

B. Kerangka Pemikiran

Daun R.
mucronata Hepar (organ
tempat proses
metabolisme &
detoksifikasi yang
sering terkena
toksik).
Ekstrak R.
mucronata

Histopatologi
Skrining Fitokimia

Degenerasi Parenkimatosa,
Degenerasi Hidropik, Hepatotoksisitas
Nekrosis sel.

Gambar 5. Kerangka Teori


24

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas, hipotesis dalam penelitian ini

adalah terdapat pengaruh dalam pemberian ekstrak daun bakau hitam

(Rhizophora mucronata) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus putih

Galur Wistar (Rattus novergicus).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan pola

post test-only control group design sebanyak 25 ekor tikus putih dewasa

dipilih dengan teknik simple random sampling dan dibagi menjadi 5

kelompok, dan digunakan sebagai subjek penelitian.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada beberapa tempat yang berbeda. Penelitian

ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi di STIKES

Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap, dan di Balai Besar Veteriner Wates.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari Februari 2021

sampai bulan Mei 2021. Jadwal penelitian dijabarkan pada Tabel 2.

dibawah ini:

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Tahapan Keterangan Bulan ke-


1 2 3 4 5
1 Tahap awal Pembuatan proposal
Presentasi proposal
Pengumpulan bahan
Tahap Ekstraksi dan uji kandungan
2
penelitian senyawa
Pembuatan preparat
Pemeriksaan histopatologi
Analisis data
3 Tahap akhir Presentasi hasil penelitian
Publikasi

25
26

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah tikus putih

jantan berusia 10 sampai 12 minggu.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah 25 ekor tikus putih yang dipilih secara acak.

Dibagi menjadi 5 kelompok sampel sebagai kontrol positif, kontrol negatif

dan kelompok perlakuan dengan diberikan ekstrak daun bakau hitam dosis

bertingkat.

Menggunakan rumus federer maka :

Besar sampel yang dibutuhkan untuk tiap kelompok:

(t-1) (r-1) ≥ 15

(5-1) (r-1) ≥ 15

4r-4 ≥ 15

4r ≥ 15+4

4r ≥ 19

r ≥ 4,75

Sehingga, total sampel yang dibutuhkan adalah 25 ekor, dengan 5 ekor

setiap kelompok.

3. Kelompok Perlakuan

a. Kelompok Kontrol Negatif (KI): Kelompok tikus hanya diberi NA

CMC 1% selama 14 hari.


27

b. Kelompok Kontrol Positif (K2): Kelompok tikus diberi

paracetamol dengan dosis 90 mg/kg BB dalam bentuk suspensi

selama 14 hari.

c. Kelompok perlakuan 1 (P1): Kelompok tikus dengan pemberian

ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) peroral dosis

100 mg/kgBB/hari dalam bentuk suspensi selama 14 hari.

d. Kelompok perlakuan 2 (P2): Kelompok tikus dengan pemberian

ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) peroral dosis

200 mg/kgBB/hari dalam bentuk suspensi selama 14 hari.

e. Kelompok perlakuan 3 (P3): Kelompok tikus dengan pemberian

ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) peroral dosis

800 mg/kgBB/hari dalam bentuk suspensi selama 14 hari.

4. Kriteria Inklusif

a. Tikus putih Galur Wistar (Rattus novergicus).

b. Tikus dalam keadaan sehat dan anatomi normal.

c. Berat badan 150-250 gram.

d. Usia 10-12 minggu.

5. Kriteria Ekslusif

a. Mati selama masa pemberian perlakuan.

b. Terjadinya penurunan berat badan >10% selama adaptasi

c. Tikus tampak sakit yang ditunjukan dengan penampakan rambut

kusam, rontok, atau botak, serta aktivitas yang kurang.


28

6. Cara Pengambilan Sampel

Untuk menghindari bias karena variasi faktor umur dan berat badan

maka pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple

random sampling). Randomisasi langsung dapat dilakukan karena

sampel yang diambil dari tikus putih sudah memenuhi kriteria inklusif

dan eksklusif sehingga dianggap cukup homogen.

D. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu neraca analitik untuk

menimbang berat tikus, spuit oral 1 cc, 3 cc, dan 10 cc, sonde tikus,

minor set untuk membelah perut tikus (laparatomi), kapas dan alkohol,

gelas ukur dan pengaduk, mikroskop, cairan imersi, evaporator, labu

erlenmeyer, kertas saring, rotary vacum evaporator, pipet ukur, gelas

objek, deck glass, embedding cassette, rotary microtome, oven, water

bath, platening table, autochnicom processor, rak pewarnaan, histoplast,

paraffin dispenser.

2. Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Ekstrak daun bakau

hitam (Rhizophora mucronata), Akuades, Bahan makanan dan

minuman tikus, Tikus putih Galur wistar (Rattus novergicus), Metanol,

Larutan formalin 10%, Alkohol teknis, Xilol, Pewarna haematoxylin

eosin (HE), Paraffin, Balsam kanada.


29

E. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan sampel Rhizophora mucronata

Sampel daun mangrove Rhizophora mucronata diambil dari hutan

payau yang terletak di Desa Tritih Kulon, Kecamatan Cilacap Utara,

Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Daun mangrove Rhizophora

mucronata yang dijadikan sampel merupakan daun mangrove yang

masih muda dan segar kemudian dibersihkan dan dicuci dengan air

mengalir sampai bersih agar terbebas dari pengotor.

2. Uji Determinasi Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

Tujuan uji determinasi yaitu untuk membuktikan kebenaran tanaman

yang digunakan pada penelitian. Uji determinasi dilakukan di

Laboratorium Biologi Farmasi UMP. Tahap pertama penelitian ini

adalah menetapkan kebenaran sampel daun mangrove yang berkaitan

dengan ciri-ciri morfologi dan makroskopis, selanjutnya

membandingkan kesesuaian ciri-ciri morfologi dan makroskopis yang

ada pada sampel daun mangrove Rhizophora mucronata terhadap

kepustakaan berdasarkan literatur penelitian sebelumnya atau

menggunakan buku. Sehingga dapat diketahui kebenaran sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah benar daun mangrove

Rhizophora mucronata.

3. Adaptasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Sebanyak 25 ekor tikus yang memenuhi kriteria inklusif dan eksklusif

diadaptasi selama 7 hari di Animal House Fakultas Farmasi STIKES


30

Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap, dan diberi pakan standar serta minum

ad libitum kemudian dilakukan penimbangan dan penandaan untuk

menentukan pembagian perlakuan per kelompok.

4. Pemberian Akuades

Pemberian akuades peroral yaitu sebesar 1% dari berat badan (Diehl et

al., 2001). Kriteria inklusif penelitian, salah satunya memiliki berat

150-250 gram, sehingga rumus perhitungan akuades yaitu:

Berat Badan x Persen Pemberian

= 200 gram x 1%

= 200 gram x (1ml/100 gram)

= 2 ml/hari.

5. Pembuatan Ekstrak Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

Pada prosedur ini sebelumnya dilakukan persiapan bahan baku daun

bakau hitam (Rhizophora mucronata) segar dicuci menggunakan air

mengalir hingga daun bersih dan tidak terdapat kotoran yang menempel.

Sampel daun dipotong kecil dikeringkan dengan oven pada suhu 38-

40°C selama 7 hari. Daun R. mucronata yang telah kering diblender

menjadi serbuk. Serbuk kemudian diayak menggunakan ayakan no 40.

Serbuk daun tersebut digunakan untuk proses ekstraksi. Serbuk daun

bakau hitam diekstraksi menggunakan metode maserasi tunggal dengan

kecepatan 175 rpm. Serbuk halus diekstrak dengan menggunakan

pelarut metanol. Serbuk daun bakau sebanyak 1000 gr direndam dalam

pelarut metanol sebanyak 2500 mL dalam labu erlenmeyer selama 24


31

jam dengan perbandingan 1:2,5 (b/v). Filtrat hasil maserasi disaring

menggunakan kertas saring kemudian direndam kembali menggunakan

pelarut sebanyak 2500 mL dan dimaserasi selama 24 jam. Filtrat

dihilangkan pelarutnya menggunakan rotary vacum evaporator pada

suhu 40ºC selama 18 jam. Hasil ekstrak disimpan dalam botol vial yang

ditutup aluminium foil sampai digunakan untuk induksi tikus uji (Sari,

2016).

6. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

Uji skrining fitokimia dengan reagen untuk mengetahui kandungan

senyawa aktif yang ada didalam ekstrak metanol dau Rhizophora

mucronata pengujian kimia terhadap golongan senyawa alkaloid, dan

saponin.

a. Uji Alkaloid

Sampel uji dibuat dengan cara melarutkan 5 mg ekstrak kental daun

Rhizophora mucronata dalam 5 ml metanol. Selanjutnya

ditambahkan sebanyak 1 ml pereaksi dragendrof, amati

perubahannya. Bila terbentuk warna jingga sampai merah coklat

menunjukan adanya senyawa alkaloid (Sapri et al., 2013).

b. Uji Saponin

Sebanyak 5 mg ekstrak daun Rhizophora mucronata dimasukan

kedalam botol vial, ditambahkan 1 ml air panas, kemudian dikocok

selama 15 menit lalu ditambahkan 1 ml HCL 2N. Hasil positif


32

ditunjukan dengan terbentuk buih putih yang stabil (Sapri et al.,

2013).

7. Pembuatan Suspensi

Sebanyak 0,5 gr CMC Na ditimbang, lalu dilarutkan dalam mortar yang

berisi 10 mL aquades yang telah dipanaskan, lalu dicampur dan digerus

sampai homogen. Selanjutnya suspensi CMC Na dipindahkan ke dalam

labu ukur 100 ml. Volumenya dicukupkan dengan aquadest hingga 100

ml.

8. Penyiapan ekstrak dalam bentuk suspensi

Ekstrak metanol daun mangrove Rhizophora mucronata dibuat dalam

bentuk suspensi menggunakan CMC 0,5 % dengan dosis pemberian

200, 800, 1600 mg/kgBB. Kontrol negatif digunakan adalah suspensi

CMC 0,5%.

9. Pemberian Ekstrak Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)

Setelah pembuatan ekstrak selesai, selanjutnya dilakukan pemberian

ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) terhadap tikus

dengan dosis 200 mg/kgBB (Kelompok P1), dosis 800 mg/kgBB

(Kelompok P2), dan dosis 1600mg/kgBB (Kelompok P3) selama 14

hari.

10. Pembuatan suspensi paracetamol

Menurut journal of internal medicine “ paracetamol-induced

hepatotoxicity at recommended dosage” dosis penggunaan paracetamol

dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan dosis 5-10 gram. pada


33

penelitian ini digunakan dengan dosis 5 gram dengan faktor konversi

dari manusia (70 kg) ke tikus berat 200 gram ialah 0,018, maka dosis

paracetamol untuk tikus berat 200 gr adalah 5 gr x 0,018 = 90 mg/200

grBB yang dilarutkan dengan suspensi CMC Na 0,5 %. Suspensi

paracetamol digunakan untuk kontrol positif.

11. Alur Penelitian

a. Sampel tikus sebanyak 25 ekor dilakukan adaptasi selama 7 hari

kemudian dikelompokkan dalam 5 kelompok:

1) Kelompok Kontrol Negatif (K1): Kelompok tikus hanya diberi

NA CMC 1% selama 14 hari

2) Kelompok Kontrol Positif (K2): Kelompok tikus diberi

paracetamol dengan dosis 90 mg/kgBB selama 14 hari

3) Kelompok P1 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) dosis 100 mg/kgBB selama 14 hari

4) Kelompok P2 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) dosis 200 mg/kgBB selama 14 hari

5) Kelompok P3 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) dosis 800 mg/kgBB selama 14 hari

b. Setelah perlakuan selama 14 hari dilakukan pengambilan secara acak

pada kelompok sampel dan dilakukan laparatomi pada tikus yang

dieutanasia dengan kloroform, lalu dan diambil hepar untuk preparat

dengan metode paraffin dan pewarnaan HE.


34

c. Selanjutnya dilakukan teknik pembuatan preparat dengan metode

baku pemeriksaan histopatolis oleh staf ahli pada Balai Besar

Veteriner Wates, yaitu:

1) Fixation

Melakukan fiksasi spesimen berupa potongan organ hepar

dengan larutan formalin 10%. Kemudian dibilas dengan air

mengalir.

2) Trimming

Mengecilkan organ hepar ± 3 mm lalu memasukkan potongan

organ hepar tersebut ke dalam embedding cassette.

3) Dehidrasi

Meletakkan embedding cassette pada kertas tisu untuk

menghilangkan air. Selanjutnya dilakukan perendaman organ

hepar berturut-turut dalam alkohol bertingkat 80%, 95%

masing-masing selama 2 jam lalu perendaman alkohol 95%,

absolute I, II, III masing-masing selama 1 jam.

4) Clearing

Mengunakan Xilol I, II, III masing-masing selama 1 jam untuk

membersihkan sisa alkohol.

5) Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan paraffin I, II selama 2 jam.


35

6) Embedding

Panaskan beberapa saat di atas api dan usap dengan kapas untuk

membersihkan sisa paraffin. Menyiapkan paraffin cair dengan

memasukkannya ke dalam cangkir logam dan dimasukkan ke

dalam oven dengan suhu diatas 58oC, lalu tuangkan paraffin cair

ke dalam pan. Pindahkan satu-persatu dari embedding cassette

ke dasar pan dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya

dan masukkan pan ke dalam air. Selanjutnya melepaskan

paraffin yang berisi potongan hepar ke dalam suhu 4-6oC

beberapa saat dan memotong paraffin sesuai dengan letak

jaringan dengan menggunakan scalpel hangat. Setelah itu

letakkan pada blok kayu dan siap dipotong dengan mikrotom.

7) Cutting

Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin. Pemotongan kasar

dilakukan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pemotongan halus

dengan ketebalan 4-5 mikron. Memilih lembaran potongan yang

paling baik, apungkan pada air dan hilangkan kerutan dengan

cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan

ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas

runcing. Lembaran jaringan tersebut dipindahkan ke dalam

waterbath selama beberapa detik sampai mengembang

sempurna. Dengan gerakan menyendok ambil lembaran jaringan

dengan slide bersih dan tempatkan di tengah atau pada sepertiga


36

atas atau bawah untuk mencegah agar tidak ada gelembung

udara dibawah jaringan. Terakhir menempatkan slide yang

berisi jaringan pada inkubator (suhu 37oC) selama 24 jam

sampai jaringan melekat sempurna.

8) Staining dengan HE

Jaringan yang telah selesai dibuat preparat, selanjutnya dipilih

yang terbaik dan untuk pewarnaan HE dengan sebagai berikut:

a) Teteskan xilol I, II, III masing-masing 5 menit.

b) Kemudian gunakan alkohol absolut I, II, III masing-masing

selama 5 menit.

c) Lalu bilas dengan akuades selama 1 menit.

d) Preparat organ kemudian dimasukkan dalam zat warna

hematoxylin selama 20 menit.

e) Lalu bilas dengan akuades selama 1 menit. Setelah itu

celupkan preparat dalam asam alkohol sekitar 2-3 celupan

dan bersihkan menggunakan akuades bertingkat masing-

masing 1 dan 15 menit.

f) Preparat selanjutnya diberikan pewarna eosin selama 12

menit.

g) Kemudian secara berurutan, memasukkan potongan organ

dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol

absolut III dan IV masing-masing selama 3 menit.


37

h) Terakhir masukkan ke dalam xilol IV dan V masing-masing

5 menit.

9) Mounting

Setelah pewarnaan selesai, letakkan preparat pada tempat datar

dan di atas kertas tisu, kemudian diteteskan dengan bahan

mounting yaitu balsam kanada dan lalu tutup cover glass.

10) Membaca slide dengan mikroskop

Slide diperiksa dengan sinar dan pembesaran 400x.

d. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap preparat hepar tikus putih.

Pembacaan preparat dilakukan dengan pembesaran 400x pada 5

lapang pandang, yaitu keempat sudut dan bagian tengah preparat.

Pembacaan dilakukan untuk mencari degenerasi atau nekrosis dari

sel acak setiap lapang pandang dan diukur rerata dengan skor Manja

Roenigk yang dimodifikasi, berupa nilai 1 = sel normal, 2 =

degenerasi parenkimatosa, 3 = degenerasi hidropik, dan 4 = nekrosis

sel, dan diukur dengan Statistical Product Services Solution (SPSS).


38

Tikus Diadaptasikan selama 7 hari

Timbang BB tikus dan lakukan pengelompokan

Tikus diberi perlakuan selama 14 hari sesuai kelompok

K1 P1 P2 P3 P4

Diberi Diberi Diberi Diberi suspensi


suspensi suspensi suspensi ekstrak daun
Diberi NA paracetamol ekstrak daun ekstrak daun bakau hitam
CMC 1% 90 bakau hitam bakau hitam 800 mg/kgBB/
mg/kgBB/ 100 200 hari
hari mg/kgBB/ mg/kgBB/
hari hari

Hari ke 15, tikus dieutanasia dengan kloroform

Lakukan laparatomi, lalu hepar diambil dan difiksasi formalin 10%

Kirim sampel ke Balai Besar Veteriner Wates untuk pembuatan sediaan histopatologi.

Amati preparat dengan mikroskop, lalu interpretasi

Gambar 6. Alur Penelitian Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Bakau Hitam terhadap Gambaran
Histopatologi Hepar Tikus Putih
39

F. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini antara lain :

a. Kelompok kontrol negatif (K1) diberi NA CMC 0,5 % selama 14 hari

b. Kelompok kontrol positif (K2) diberi paracetamol dengan dosis 90

mg/kg BB dalam bentuk suspensi selama 14 hari

c. Kelompok P1 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) 100 mg/kgBB dalam bentuk suspensi selama 14 hari

d. Kelompok P2 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) 200 mg/kgBB dalam bentuk suspensi selama 14 hari

e. Kelompok P3 diberikan ekstrak daun bakau hitam (Rhizophora

mucronata) 800 mg/kgBB dalam bentuk suspensi selama 14 hari

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah gambaran histopatologi hepar

tikus putih galur wistar Rattus novergicus

G. Analisis Data

Analisis data penelitian diproses menggunakan instrumen penelitian

metode aplikasi komputer dengan tingkat signifikasi p=0,05 pada dengan

langkah-langkah sebagai berikut:


40

UJI NORMALITAS TIDAK NORMAL


DAN DAN TIDAK
HOMOGENITAS HOMOGEN

Sig > 0,05


NORMAL DAN
HOMOGEN TIDAK BERMAKNA

ONE WAY ANOVA KRUSKAL WALLIS

Sig < 0,05 Sig < 0,05

BERMAKNA BERMAKNA

MANN WITHNEY
POST-HOC

Gambar 7. Bagan Analisis Data

Pada penelitian kali ini, dari sampel data yang didapatkan, dilakukan

tabulasi data. Setelah itu, dilakukan analisis data. Analisis data yang

pertama dengan melihat normalitas data dan homogenitas. Pengujian data

dengan p>0,05 dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui data

berdistribusi normal atau tidak normal dan uji Levene untuk mengetahui

data homogen atau tidak homogen. Bila data terdistribusi normal dan

homogen dilakukan analisis parametrik sedangkan bila data terdistribusi

tidak normal dan tidak homogen dilakukan analisis non parametrik. Uji

parametrik yang digunakan ialah One Way ANOVA Untuk menguji

perbedaan pengaruh kelompok K1, kelompok P1, kelompok P2, kelompok

P3 dan kelompok P4. Sedangkan pada non paramaterik, dilakukan uji


41

alternatif untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok K1, kelompok P1,

kelompok P2, kelompok P3, dan kelompok P4 yaitu Kruskal Wallis. Untuk

mengetahui perbedaan antar kelompok, analisis Post-Hoc perlu dilakukan

bila pada uji One Way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05. Sedangkan

pada uji non parametrik dengan p<0,05 dilakukan uji Mann-Withney.


DAFTAR PUSTAKA

A’yun, Q & Laily, A. (2015). Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya L)

Di Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kendalpayak,

Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim: Malang.

Aksara, R., Musa, WJ., & Alio, L. (2013). Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari

Ekstrak Metanol Kulit Batang. Jurnal Entropi 8 (1): 514-519. 514–519.

Azwanida, N. (2015). A Review Extraction Methods Use in Medicinal Plants,

Principle, Strengtrh and Limitation., Medicinal and Aromatic Plants, 04(03).

Berk, Z. (2018). Extraction. Food Process Engineering and Technology. (hlm.

289-310).

Baumann E, Stoya G, Volkner A, Ritcher W, Lemke C, Linss W. 2000. Hemolysis

of human evythrocytes with saponin affects the membrane structure. Institut

for Anatomie I, Klinikums der Friedrich-Schiller-Universitat, Teichgraben,

Jena, Germany.

Bimakr, M., Rahman, R.A., Taip, F.S., Ganjloo, A., Salleh, L.M., Selamat, J.,

Hamid, A., and Zaidul, L.S.M. (2011). Comparison of Different Extraction

Methods for the Extraction of Major Bioactive Flavonoid Compound from

Spearmint (Mentha spicata L.) Leav. 89, 67–72.

Cheok, C.Y., Salman, H.A.K., and Sulaiman, R. (2014). C Extraction and

Quantification of Saponins., A Review Food Research International., 59: 16-

40. 59, 16–40.

42
43

Diwan, F. H., Abdel-Hassan, I. A., & Mohammed, S. T. (2000). Effect of saponin

on mortality and histopathological changes in mice. In Eastern

Mediterranean Health Journal (Vol. 6, Issues 2–3, pp. 345–351).

Faiqoh, M., Fitri, T., Utami, Y., & Pertiwi, Y. (2020). Uji Antioksidan Sediaan

Stick Balm Ekstrak Daun Rhizophora Mucronata Dengan Metode Dpph.

2(01), 51–58.

Grigonis, D., venskutonis, P. R., Sivik, B., Sandhal, M., & Eskilson, C. S. (2005).

Comparison of Different Extraction Techniques for Iaolation of Antioxsidant

from Sweet Grass (Hierochloe odorata)., The Journal of Supercritical Fluids.

33, 223–233.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K, Soediro I, Niksolihin S. Terbitan

Pertama. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal. 151.

Hikmah Nurul Maharani dan Zuliyana. (2010). Skripsi Pembuatan Metil Ester

(Biodesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan

Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro Semarang.

Idrus, A.A., Mertha, I.G., Hadiprayitno, G., dan Ilhamdi, M.L. (2014). Kekhasan

Morfologi Spesies Mangrove Di Gili Sulat. Jurnal Biologi Tropis.14(02):

1411-9587.

Kasitowati, R. D., Yamindago, A., & Safitri, M. (2017). POTENSI


44

ANTIOKSIDAN DAN SKRINING FITOKIMIA EKSTRAK DAUN

MANGROVE Rhizophora mucronata, PILANG PROBOLINGGO. JFMR-

Journal of Fisheries and Marine Research, 1(2), 72–77.

https://doi.org/10.21776/ub.jfmr.2017.001.02.4

Kierszenbaum AL, T. L. (2012). Histology and cell biology an introduction to

pathology edisi 3. Philadelphia: Elsevier.

Koirewoa, Y.A., Fatimawali., dan Wiyono, W.I. (2008). Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Flavonoid Dalam daun Beluntas (Pluchea indica L.) : 47-52. 47–52.

Luthariana, L., Karjadi, T. H., Hasan, I., & Rumende, C. M. (2017). Faktor Risiko

Terjadinya Hepatotoksisitas Imbas Obat Antituberkulosis pada Pasien

HIV/AIDS. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 4(1), 23.

https://doi.org/10.7454/jpdi.v4i1.109

Marjoni R. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia. Cetakan Pertama. Jakarta : CV. Trans

Info Media.

Mendrofa, AN. Karsini, I. Mulawarmanti, D. (2015). Ekstrak Daun Mangrove (A.

Marina) Mempercepat Kesembuhan Ulkus Traumatikus. Dentofasial 14 (1) :

11-14.

Mescher, A. (2016). Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. 4nd Edition.

McGraw-Hill Education:New York. Available as PDF.

Mescher AL. (2015). Histologi dasar junqueira teks dan atlas edisi 12.

Jakarta:EGC.
45

Mitchell, R. N., Kumar, V. Abbas, A.K., dan F. (2008). Buku Saku Dasar

Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.

Ningrum., HP. Yeni, LF. Ariyanti, E. (2013). Uji Daya Antibakteri Ekstrak Sawo

Manila Terhadap E. coli dan Implementasinya dalam Pembelajaran Peranan

Bakteri. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP: Untan.

Njila, N., Marie, I., Mahdi, E., Lembe, D.M., Nde, Z., and Nonseu, D. (2017).

Review on Extraction and Isolation of Plant Secondary Metabolites.,

Conference on Agricultural , Chemical, Biological and Environmental

Sciences.

Noor YR, Khazali M, S. I. (2012). Panduan pengenalan manggrove di Indonesia.

Edisi ke-3. Bogor: Wet Land International Indonesia Programe.

Pearce, E. (2010). Anatomi Dan Fisiologis Untuk Paramedis. 4 nd Edition.

Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Prasetiawan, E., E. Sabri, dan S. I. (2013). Gambaran histologis hepar mencit

(Mus musculus L.) strain DDW setelah pemberian ekstrak n-heksan buah

andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) selama masa pra implantasi

dan pasca implantasi. Saintia Biologi. 40–45.

Price, S. A. dan L. M. W. (2003). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC.

Prihatna, K. (2001). Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. Penelitian

Perkebunan Gambung. Bandung.


46

Putri., Z.F. (2010). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper

betle L.) Terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus

Multiresisten., Skripsi., Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Ragavan P, Saxena M, Coomar T, dan Saxena A. (2015). Preliminary Study on

Natural Hybrids of Genus Rhizophora In India. Glomis Electronic Journal 9:

13–19.

Rifatul. (2009). Efek Samping Obat Herbal terhadap Kesehatan Masyarakat.

http://www.smallcrab.com/kesehatan /687-efek-samping-pengobatan- herbal.

Tanggal Akses 20 Juni 2010.

Rosadi, A., Irawan, B., dan Muadz, S. (2013). Karakterisasi dan Kekerabatan

Tumbuhan Mangrove Rhizophoraceae Berdasarkan Morfologi, Anatomi dan

Struktur Luar Serbuk Sari.Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi

Nuklir: Universitas Padjadjaran.

Sapri, Pebrianti, R., dan Faizal, M. (2013). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

Metanol Tumbuhan Singgah Perempuan (Lornthus sp) dengan Metode

DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Prosiding Seminar Nasional Kimia :

203-210. Akademi Farmasi dan BPOM Samarinda. 203–210.

Saraswati, F.N. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah

Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa Balbisiana) Terhadap Bakteri Penyebab

Jerawat., Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta., Jakarta.


47

Sari IN. (2016). Aktivitas imunostimulan ekstrak buah bakau hitam (Rhizophora

mucronata) secara in vivo pada tikus (Rattus novergicus) [Skripsi].

Bogor:Institut Pertanian Bogor;2016.

Sherwood L. (2016).\ Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta:EGC.

Sudarmadji, Haryono, S. (2003). Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.

Kanisius. Yogyakarta.

Sudiono, J, B. Kurniadhi, A. Hendrawan, dan B. D. (2001). Penuntun Praktikum

Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, S. S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Suseno, N., Adiarto., Dalton, A., & Tendean, P. (2014). Ekstraksi Tanin Dari

Kulit Kayu Pinus Sebagai Bahan Perekat Briket. Seminar Rekayasan Teknik

Kimia dan Teknologi Proses. UNDIP, Semarang.

Tendra, R., Pratomo, A., & Z. A. (2014). Tingkat Resiliensi Mangrove

Berdasarkan Tingkat Bunga dan Buah studi Kasus Rhizophora mucronata di

Desa Dompak Tanjung Pinang-Kepulauan Riau.

Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., and Kaur, H. (2011). Phytochemical

Screening And Extraction: A Review., Internationale Pharmaceutica Science.,

1(1):98-106. 98–106.

Tjandra, O. Rusliati, T. & Z. (2013). Uji Aktivitas Antioksidan dan Profil


48

Fitokimia Kulit Rambutan Rapiah (Nephelium lappaceum). FMIPA

Universitas Negeri Jakarta.

Wulandari, T. M. Harini, dan S. L. (2007). Pengaruh Ekstrak Daun Sambiloto

(Andrographis Paniculata) Terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan

Kadar Glutamat Piruvat Transaminase Serum Mencit (Mus Musculus) yang

Terpapar Diazinon. Bioteknologi. 4 (2. 53–58.

Yakubu, M. T., & Musa, I. F. (2012). Liver and Kidney Functional Indices of

Pregnant Rats Following the Administration of the Crude Alkaloids from

Senna alata (Linn. Roxb) Leaves. Iranian Journal of Toxicology, 6(16), 615–

625.

Anda mungkin juga menyukai