Anda di halaman 1dari 100

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL ASETAT


LUMUT HATI Mastigophora diclados
SECARA IN VIVO

SKRIPSI

CHURMATUL WALIDAH
NIM : 109102000047

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETIL


ASETAT LUMUT HATI Mastigophora diclados
SECARA IN VIVO

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

CHURMATUL WALIDAH
NIM : 109102000047

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JANUARI 2014

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


iii
iv
v
ABSTRAK

Nama : Churmatul Walidah


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados secara In Vivo

Peneletian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas


antiinflamasi dari ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Bird. ex
Web) Nees secara in vivo. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode
remaserasi yang dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator. Ekstrak
kental dengan berbagai variasi dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB,
dan 100 mg/KgBB secara oral diberikan pada tikus putih jantan galur
Sprague Dawley. Asetosal digunakan sebagai kontrol positif dengan dosis
125 mg/KgBB secara oral. Penelitian ini menggunakan metode udem buatan
pada telapak kaki tikus dengan induksi karagenan 1% sebanyak 0,2 mL
sebagai penginduksi udem. Pada uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan
bermakna antara setiap dosis dengan kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤
0,05) dan semua dosis ekstrak terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol
positif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Dari semua kelompok uji pada
penelitian ini, kelompok yang mempunyai daya inhibisi udem terbesar adalah
kelompok kontrol pembanding yaitu asetosal dengan daya hambat udemnya
sebesar 76,35% pada jam kesatu diikuti dengan dosis 5 mg/KgBB dengan daya
hambat 71,44% pada jam keenam.

Kata Kunci : Lumut hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees,


Antiinflamasi, Asetosal

vi
ABSTRACT

Name : Churmatul Walidah


Program Study : Pharmacy
Title : The Antiinflammatory Effect of Ethyl Acetate Extract
Liverwort Mastigophora diclados In Vivo.

The research was conducted in order to determine the antiinflammatory


activity of the ethyl acetate extract of the liverwort Mastigophora diclados
(Bird. Ex Web.) Nees in vivo. Extraction was performed by using a
remaceration method which was concentrated by using a vacuum rotary
evaporator . Variety doses of extract was 5 mg/kg, 10 mg/kg, 50 mg/kg, and
100 mg/kg body weight are orally given to the male albino rat strain Sprague
dawley . Aspirin was used as positive control at 125 mg/Kg body weight dose
given orally. This study used hind paw edema method by the injection of
carrageenan with 0,2 mL of 1 % as an edematogenic agent. ANOVA
analysis showed that there were significant differences between each doses of the
extract with the negative control (ρ ≤ 0,05) and all doses of the extract are
significant differences with the positive control (ρ ≤ 0,05). From all
experimental groups in this study, the highest dose that could inhibit edema was
a dose of positive control, aspirin 125 mg/Kg body weight, on 76,35% at first
hour followed by dose of 5 mg/Kg body weight that could inhibit edema at sixth
hour on 71,44%.

Keywords : Liverwort Mastigophora diclados (Bird. ex Web) Nees, anti-


inflammatory , Aspirin

vii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi,
Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, karunia, hidayah, serta inayah-Nya,
saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Saya sepenuhnya menyadari, bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D, Apt selaku pembimbing pertama dan
Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan,
memberikan ilmu, masukan, dan saran, sejak proposal skripsi,
pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan skripsi.
2. Bapak Prof. DR. dr. (hc), M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Jurusan Program
Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Para laboran laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kemudahan dalam hal penggunaan alat dan bahan untuk
keperluan penelitian.

viii
6. Kedua Orang tua saya, ayahanda Ainul Huri dan ibunda Mushonnifah,
dan semua keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil,
spiritual hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, semoga
segala amal dan jerih payah kalian semua mendapat balasan yang sebaik-
baiknya disisi Allah SWT.
7. Untuk sahabatku, Neneng Nurhalimah, yang tak pernah bosan memberikan
masukan, dukungan, doa dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan penelitian uji aktivitas, Ira, Migi, Widya,
Indah, Nida, Liza, Ota, yang telah membantu dalam segala hal yang
bersangkutan dengan hewan percobaan dari awal hingga akhir penelitian
serta tak henti memberikan semangat dan dukungan bagi penulis selama
proses penyelesaian skripsi.
9. Teman-teman farmasi angkatan 2009 khususnya EDTA-C yang sama-
sama berjuang bersama selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan
ini.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna
tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati,
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi
kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa
farmasi, serta masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 28 November 2013


Penulis

ix
x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... x
GAMBAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
1.4 Manfaat .................................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4


2.1 Mastigophora diclados ......................................................................... 4
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan .................................................................. 4
2.1.2 Kandungan Kimia ........................................................................ 5
2.1.3 Aktivitas Biologis ........................................................................ 5
2.2 Simplisia ................................................................................................ 5
2.3 Ekstrak ................................................................................................... 6
2.3.1 Ekstraksi ....................................................................................... 6
2.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut .............................................................. 7
2.4 Inflamasi ............................................................................................... 9
2.4.1 Definisi ......................................................................................... 9
2.4.2 Mekanisme ................................................................................... 10
2.4.3 Jenis-jenis Inflamasi ..................................................................... 11
2.4.4 Obat-obat Antiinflamasi ............................................................... 11
2.4.5 Asam Asetil Salisilat .................................................................... 12
2.4.6 Metode Uji Antiinflamasi ............................................................ 13
2.4.7 Karagenan .................................................................................... 17
2.4.8 Natrium Karboksimetil Selulosa (Na CMC) ................................ 17

BAB 3 METODE PENELITIAN .......................................................................... 19


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 19
3.2.1 Alat ............................................................................................... 19
3.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................... 19
3.2.3 Bahan Kimia ................................................................................. 20
3.2.4 Hewan Percobaan ......................................................................... 20

xi
3.3 Rancangan Prosedur Kerja .................................................................... 20
3.3.1 Preparasi Sampel .......................................................................... 20
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora
diclados .................................................................................................. 21
3.3.3 Penapisan Fitokimia ..................................................................... 21
3.3.4 Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak ............................................ 23
3.3.5 Uji Efek Antiinflamasi ................................................................. 23
3.4 Analisis Data ......................................................................................... 28

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 29
4.1.1Hasil Ekstraksi dari Lumut Hati Mastigophora diclados ............. 29
4.1.2 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu ............................................ 29
4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados ................................................................. 29
4.1.4 Hasil Uji Antiinflamasi ................................................................ 30
4.1.5 Hasil Uji Statistik ......................................................................... 33
4.2 Pembahasan .......................................................................................... 34

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 43


5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 43
5.2 Saran ..................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 44

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Antiinflamasi ................................... 25
Tabel 4.1 Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados .......................................................................... 29
Tabel 4.2 Rata-rata Volume Udem ........................................................................ 30
Tabel 4.3 Rata-rata Persen Udem ........................................................................... 31
Tabel 4.4 Rata-rata Persen Inhibisi Udem ............................................................. 32

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi ....................................................................... 10
Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat ............................................... 12
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Rata-rata Volume Udem terhadap Waktu ........... 31
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Persen Rata-rata Udem terhadap Waktu ............. 32
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Rata-rata Volume Udem terhadap Waktu ........... 31

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Gambar Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird.ex Web)
Nees ......................................................................................................................... 48
Lampiran 2 Perlakuan Hewan Uji pada Saat Penelitian ..................................... 49
Lampiran 3 Hasil Uji Antiinflamasi ..................................................................... 50
Lampiran 4 Determinasi Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird.ex Web)
Nees .................................................................................................... 52
Lampiran 5 Proses Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora
diclados .............................................................................................. 53
Lampiran 6 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados ..................................................................... 54
Lampiran 7 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Etil Asetat
Lumut Hati Mastigophora diclados ................................................... 56
Lampiran 8 Aklimatisasi Hewan Percobaan ........................................................ 57
Lampiran 9 Skema Kerja Antiinflamasi .............................................................. 58
Lampiran 10 Perhitungan Dosis Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora
diclados .............................................................................................. 59
Lampiran 11 Konversi Dosis Hewan ..................................................................... 61
Lampiran 12 Perhitungan Dosis Asam Asetil Salisilat .......................................... 62
Lampiran 13 Hasil Pengukuran Volume Udem Telapak Kaki Tikus Setelah
Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ..................... 63
Lampiran 14 Hasil Persentase Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi
Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ...................................... 65
Lampiran 15 Hasil Persentase Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus Setelah
Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan ..................... 67
Lampiran 16 Perhitungan Persen Udem dan Persen Inhibisi Udem Telapak
Kaki
Tikus .................................................................................................. 69
Lampiran 17 Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi dengan Metode Udem
Buatan pada Telapak Kaki Tikus ..................................................... 72

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa,


yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dan dari jumlah tersebut sekitar 1.300
diantaranya digunakan sebagai obat tradisional (Rustam, et al., 2007). Salah
satu tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan obat adalah tumbuhan tingkat
rendah yaitu lumut hati.
Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk ke dalam
divisi bryophyta. Informasi kajian flora tingkat rendah seperti bryophyta
masih belum banyak diinformasikan, berbeda dengan flora tingkat tinggi yang
sudah banyak dipublikasikan (Immamuddin, 2006).
Lumut hati dengan beragam filum yang kecil, merupakan rumput-
rumputan yang diperkirakan terdiri dari sekitar 5.000 spesies. Tanaman ini
membentuk spora dan dapat tumbuh hampir di semua habitat yang
tersedia, terutama di lokasi yang lembab. Lumut hati dibedakan dari kelas-
kelas tumbuhan lumut lainnya karena adanya minyak tubuh (oil bodies),
yang mampu mensintesis senyawa yang larut lemak seperti asetogenin,
terpenoid dan senyawa aromatik, sementara yang lainnya tidak (Ludwiczuk
& Asakawa, 2010). Lumut hati memiliki badan minyak (oil bodies) sebagai
penanda yang sangat penting untuk klasifikasi lumut hati tersebut.
Beberapa kandungan kimia dari lumut hati merupakan senyawa yang khas
bagi kelas ini dan menunjukkan berbagai aktivitas biologis yang menarik,
seperti antimikroba, sitotoksik, antioksidan dan sejumlah enzim yang
bekerja sebagai inhibitor serta memiliki aktivitas yang merangsang apoptosis
(Komala, 2010).
Dalam penelitian sebelumnya, Komala, et al. (2010) telah
melaporkan bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados yang
tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid
herbertan. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpenoid herbertan

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antioksidan, dan antimikrobial.
Antioksidan bekerja dapat menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai
mediator dari berbagai penyakit antara lain karsinogenesis, jantung koroner,
inflamasi, artitis, diabetes dan penuaan (Ali et al., 2011). Maka dapat
diasumsikan bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados yang
tumbuh di Indonesia memiliki kandungan kimia yang hampir sama dengan
Mastigophora diclados yang tumbuh di Tahiti dan ada kemungkinan
mempunyai aktivitas antiinflamasi.
Rasa nyeri dan peradangan (inflamasi) merupakan gejala penyakit
atau kerusakan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena suatu
kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang diikuti dengan
pembebasan dan pembentukan bahan mediator, seperti prostagladin, histamin,
serotonin dan bradikinin (Tjay, 2007).
Pada penelitian sebelumnya, Purnamasari (2013) melaporkan bahwa
terdapat aktivitas antiinflamasi pada ekstrak etanol lumut hati Mastigophora
diclados dengan menggunakan metode pembentukan udem buatan pada
telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan dengan menggunakan karagenan
sebagai penginduksi udem pada dosis ekstrak 0,1 mg/kgBB, 1mg/kgBB, 10
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai efek antiinflamasi lumut hati Mastigophora
diclados ekstrak etil asetat dengan cara maserasi bertingkat, diawali dengan
pelarut non polar (n heksan) kemudian dilanjutkan dengan pelarut semi polar
(etil asetat). Ekstrak yang diujikan adalah ekstrak etil asetat dengan tujuan
untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas antiinflamasi pada ekstrak semi
polarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados


mempunyai efek antiinflamasi secara in vivo?

2
1.3 Tujuan

Untuk menguji aktivitas antiinflamasi ekstrak etil asetat dari lumut hati
Mastigophora diclados secara in vivo pada tikus putih jantan galur Sprague
Dawley dan metode induksi karagenan.

1.4 Manfaat

1) Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan data ilmiah mengenai efek


antiinflamasi ekstrak etil asetat dari lumut hati Mastigophora diclados.

2) Secara Metodologi

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengujian


aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan metode induksi karagenan
pada kaki tikus.

3) Secara Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bahwa


tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados merupakan bahan obat
dengan aktivitas antiinflamasi, sehingga dapat mendukung penggunaan
dan pengembangan lumut hati ini sebagai altenatif pengobatan inflamasi.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mastigophora diclados

2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan


Klasifikasi tumbuhan lumut hati mastigophora menurut Crandall et
al. (2008) adalah :
Kingdom : Plantae
Phylum : Marchantiophyta
Class : Jungermanniopsida
Order : Jungermanniales
Suborder : Lophocoleineae
Family : Mastigophoraceae
Genus : Mastigophora Nees.
Species : M. diclados (Brid.) Nees

2.1.2 Kandungan Kimia

Menurut Asakawa (2007), berdasarkan kandungan kimianya,


mastigophoraceae dan herbertaceae memiliki kesamaan, karena sama-
sama menghasilkan senyawa seskuiterpenoid herbertan sebagai
komponen utamanya.

Asakawa et al. (2004) mengemukakan bahwa dari pemeriksaan


GC / MS ekstrak eter M. diclados (Brid. Ex F. Weber) Nees dari
Borneo menunjukkan adanya senyawa herbertene, herbertenol,
herbertene-2,3-diol dan herbertene-1 ,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya
dari M.diclados Malaysia Timur, selain herbertanes, herbertane dimer,
juga ditemukan senyawa pada mastigophorenes A-D. Spesies di
Malaysia Barat tidak menghasilkan herbertanes, melainkan jenis
trachylobane diterpenoid. Hashimoto et al. (2000) menyebutkan bahwa
koleksi Jepang mempunyai herbertene dan α-herbertenol dengan

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


siklik diklorinasi bis-bibenzyls, dimana tidak ada diterpenoids dan
dimer herbertane yang telah terdeteksi.

Menurut Asakawa (2004), data ini menunjukkan bahwa


setidaknya ada tiga ras geografis M. diclados di Asia, tipe bis-bibenzyl
di Jepang, jenis mastigophorene di borneo (Malaysia Timur), dan jenis
pimarane serta turunan pimarane trachylobane diterpenoid di Taiwan
dan Malaysia Barat.

2.1.3 Aktivitas Biologis

M. diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel HL-60


dan KB, antioksidan, dan aktivitas antimikrobial terhadap Bacillus
subtilis (Komala, 2010 ; Komala, et al., 2010)

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan
belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat
tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya
dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI, 2000).

2.3 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 2000).

5
Faktor-faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah :
1. Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),
dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi
tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan
dan bagian yang digunakan (Depkes RI, 2000).
2. Faktor kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat),
dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :
a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi
kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat
ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam
berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan (Depkes RI, 2000).

2.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair (Depkes RI, 2000).
Kelarutan dan stabilitas senyawa pada simplisia terhadap
pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman
dipengaruhi oleh struktur kimia yang berbeda-beda (Depkes RI, 2000).
Simplisia yang lunak seperti rimpang, akar dan daun mudah
diserap oleh pelarut, sehingga pada proses ekstraksi tidak perlu
diserbuk sampai halus. Sedangkan simplisia yang keras seperti biji,
kulit kayu, dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu
diserbuk sampai halus. Selain sifat fisik dan senyawa aktif dari
simplisia, senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia seperti
protein, karbohidrat, lemak dan gula juga harus diperhatikan (Depkes
RI, 2000).

6
2.3.2 Ekstraksi dengan Pelarut

Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam


ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya:

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan


menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang
tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan
(Depkes RI, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru


sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya
1-5 kali bahan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang lebih
banyak (Depkes RI,2000).

7
b. Cara Panas

1. Refluks

Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada


temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2. Soxhletasi

Soxhletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut


yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus
sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000).

3. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan


kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur
ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Depkes RI, 2000).

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur


penangas air mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama
waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan
untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan
zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan
kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak
boleh disimpan lebih dari 24 jam (Depkes RI, 2000).

8
5. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari


30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI,
2000).

2.4 Inflamasi

2.4.1 Definisi

Inflamasi adalah reaksi kompleks dalam jaringan ikat


vaskular terjadi karena rangsangan eksogen dan endogen.
Peradangan adalah respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan
disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau agen
mikrobiologis yang berupaya untuk menonaktifkan atau
menghancurkan organisme asing, menghilangkan iritasi yang
merupakan tahap pertama perbaikan jaringan. Proses inflamasi
Biasanya mereda pada proses penyelesaian atau penyembuhan tapi
kadang-kadang berubah menjadi radang yang parah, yang mungkin
jauh lebih buruk dari penyakit ini dan dalam kasus ekstrim, juga dapat
berakibat fatal (Sen, et al., 2010).

2.4.2 Mekanisme

Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan


mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel
maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang
diantaranya adalah asam arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut
bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya
siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam
arakidonat ke dalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan
endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin,
prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan
leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan
(Katzung, 2006).

9
Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi

(Katzung, 2006)

Saat berlangsungnya feomena inflamasi ini banyak mediator


kimiawi yang dilepaskan secara lokal seperti histamin, 5-
hidroksitriptamin (5HT) atau serotonin, faktor kemotaktik, bradikinin,
leukotrien, dan prostaglandin (Utami, 2011).

2.4.3 Jenis-jenis Inflamasi

Umumnya peradangan terbagi menjadi dua jenis yaitu


peradangan akut dan peradangan kronis (Sen et al., 2010).

Reaksi inflamasi terurai oleh mekanisme yang berbeda dan


terjadi pada fase seperti:

a) fase akut : vasodilatasi lokal sementara dan peningkatan


permeabilitas kapiler
b) fase sub-akut : Infiltrasi leukosit dan fagositosis sel
c) fase Kronis proliferatif : kerusakan jaringan dan fibrosis (Sen et
al., 2010).

10
Peradangan akut adalah tanggapan awal dari tubuh mengambil
faktor risiko seperti infeksi atau trauma dan lain-lain, ini adalah garis
tidak spesifik dan pertahanan pertama tubuh terhadap bahaya. Fitur
utama dari peradangan akut termasuk :
a) akumulasi cairan dan plasma di lokasi yang terkena dampak
b) aktivasi intravaskular datar atau memungkinkan
c) polymorph-nuklir neutrofil sebagai sel inflamasi (Sen et al.,
2010).

Ketika faktor-faktor risiko memperpanjang dan tidak dihapus,


akan terjadi peradangan akut dan kemudian akan berubah menjadi
peradangan kronis. Hal ini terjadi untuk durasi yang lebih lama dan
terkait dengan adanya makrofagen, limfosit, sel darah proliferasi,
fibrosis dan nekrosis jaringan. Para makrofagen menghasilkan
sejumlah macam produk biologis aktif yang menyebabkan
kerusakan jaringan dan karakteristik fibrosis peradangan kronis (Sen
et al., 2010).

2.4.4 Obat-obat Antiinflamasi


Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi
terbagi ke dalam golongan :
a) Antiinflamasi Steroid
Obat ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu
enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan asam
arakidonat dari membran lipid. Termasuk golongan obat ini adalah:
prednison, hidrokortison, deksametason, dan betametason
(Katzung, 2006).
b) Antiinflamasi Non Steroid
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi
terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah : aspirin, ibuprofen,
indometasin, diklofenak, fenilbutazon, dan pirosikam (Katzung,
2006).

11
2.4.5 Asam Asetil Salisilat

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan aspirin atau


asetosal adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas
digunakan dan digolongkan dalam obat bebas (Gunawan, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Asam Asetil Salisilat


(Gunawan, 2009)

Asam asetil salisilat bekerja menghambat enzim siklooksigenase


secara irreversibel (prostagladin sintetase), yang mengkatalisis
perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida. Pada
dosis yang tepat obat ini akan menurunkan pembentukan prostagladin
maupun tronboksan A2, tetapi tidak leukotrien (Gunawan, 2009).
Efek samping dari asam asetil salisilat adalah terjadinya
gangguan pada lambung (gastritis), pendarahan saluran cerna, muntah,
tinusitus, penurunan pendengaran, vertigo, meningkatkan kadar asam
urat serum dan hepatitis ringan (Gunawan, 2009).

2.4.6 Metode Uji Antiinflamasi

1. UV-Eritema pada Hewan Babi

Level prostaglandin E (PGE) pada kulit babi telah


menunjukkan adanya peningkatan selama 24 jam setelah terpapar
radiasi UV 280-320 nm. Perkembangan dari peningkatan level
PGE sejalan dengan perkembangan fase perlambatan terjadinya
eritema. Perlambatan terjadinya UV-eritema pada hewan
percobaan babi albino ini akibat diberikannya pretreatment

12
dengan fenilbutazon dan obat-obat NSAID lainnya. Eritema
adalah tanda awal terjadinya inflamasi yang nantinya akan muncul
tanda lainnya yakni eksudasi plasma dan terjadinya edema (Patel,
et al., 2012).

Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap


eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Hewan
percobaan dihilangkan bulu menggunakan suspensi barium sulfat.
Dua puluh menit kemudian dibersihkan menggunakan air panas.
Hari berikutnya senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya
diberikan 30 menit sebelum pemaparan UV. Setengah dosisnya
lagi diberikan setelah 2 menit berjalan pemaparan UV. Eritema
dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di atas hewan.
Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan (Vogel, 2002).

2. Permeabilitas Vaskular

Selama terjadinya inflamasi, permeabilitas vaskular


meningkat sehingga memungkinkan komponen-komponen plasma
seperti antibodi dan komponen lain menyebabkan luka atau infeksi
jaringan. Uji digunakan untuk mengevaluasi aktivitas
penghambatan obat terhadap peningkatan permeabilitas vaskular
dengan induksi radang. Mediator-mediator inflamasi seperti
histamin, prostaglandin, dan leukotrin dilepaskan selama stimulasi
terhadap sel mast. Hal ini digunakan untuk mendilatasi arteriola
dan venula dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Sebagai
konsekuensinya, cairan dan protein plasma dikeluarkan dan
ternetuklah edema. Peningkatan permeabilitas dapat dikenali
dengan infiltrasi dari injeksi pada kulit hewan percobaan dengan
vital dye Evan’s blue (Patel, et al., 2012).

13
3. Induksi Oxazolon pada Telinga Mencit

Metode ini adalah model penurunan kontak hipersensitivitas


yang memungkinkan adanya evaluasi secara kuantitatif dari
aktivitas antiinflamasi sistemik dan topikal dari pemberian
senyawa-senyawa secara topikal. Oxazolon meningkatkan level
Th2 sitokin dan menurunkan level Th1 sitokin pada kulit yang
mengalami luka. Th2 sitokin, terutama IL-4, berperan penting pada
perkembangan dermatitis pada metode ini (Patel, et al., 2012).
Pada percobaan ini tikus telinga tikus diinduksi 0,01 ml 2%
larutan oxazolon ke dalam telinga kanan. Inflamasi terjadi dalam24
jam. Kemudian hewan dikorbankan dengan anastesi lalu dibuat
preparat dengan 8 mm dan perbedaan berat preparat menjadi
indikator inflamasi udem (Vogel, 2002).

4. Edema Minyak Croton pada Tikus dan Mencit

Minyak croton mengandung 12-o-tetracanoilphorbol-13-


asetat (TPA) dan ester probol yang lain sebagai agen iritasi utama.
TPA mampu mengaktivasi protein kinase C (PKC), yang mampu
mengaktivasi enzim lain seprti mitogen activated protein kinases
(MPAK) dan phospholipase A2 (PLA2) yang menstimulasi
pelepasan platelet activation factor (PAF) dan AA. Hal ini
menstimulasi permeabilitas vaskular, vasodilatasi,
polymorphonuclear leukocytes migration, pengeluaran histamin
dan serotonin dan sintesis moderat dari inflammatory eicosanoids
oleh enzim siklooksigenase (COX) dan 5-lipooksigenase (5-LOX).
Inhibitor COX dan 5-LOX, antagonis leukotrin B4 (LTB4) dan
kortikosteroid menunjukkan efek antiinflamasi secara topikal
dengan metode ini (Patel, et al., 2012).

14
5. Induksi Radang Pada Tikus

Kemampuan obat-obat antiinflamasi untuk menghambat


radang pada telapak kaki tikus setelah diinjeksikan agen
penginduksi radang. Beberapa senyawa penginduksi radang (iritan)
telah digunkan, misalnya brewer’s yeast, formaldehid, dextran, egg
albumin, kaolin, aerosil, sulfated polysaccharides like carrageenan
atau naphthoylheparamine. Volume telapak kaki tikus diukur
sebelum dan sesudah diinjeksikannya senyawa penginduksi radang
dan tikus yang diberi perlakuan dibandingkan hasilnya dengan
tikus yang tidak diberi perlakuan (kontrol) dengan menggunakan
pletismograf. Induksi radang dengan karagenan berhubungan
dengan 3 fase, yakni pada fase pertama terjadi degranulasi oleh sel
mast sehingga terjadilah pelepasan histamin dan serotonin (1 jam),
fase kedua (60-150 menit) dikarakterisasi oleh pelepasan bradikinin
dan nyeri serta produksi eikosanoid pada fase terakhir (3-4 jam)
(Patel, et al., 2012).

6. Uji Pleura

Dapat digunakan beberapa iritan, seperti histamin, bradikinin,


prostaglandin, degranulator sel mast, dextran, enzim, antigen,
mikroba, dan iritan non spesifik seperti turpentin dan karagenan.
Induksi karagenan pada tes pleura ini merupakan metode yang
paling baik untuk pengukuran inflamasi akut dimana metode ini
mampu dengan mudah untuk mengukur fluid extravasation,
migrasi leukosit, dan beberapa parameter biokimia yang termasuk
dalam respon inflamasi (Patel, et al., 2012).
Prosedur untuk pengujian ini adalah pleura tikus mula-mula
diinduksi dengan injeksi intrapleural 0,1 mL karagenan 1%.
Setelah 4 jam, hewan tersebut dibunuh dengan pemberian eter
kemudian toraks dibuka dan pleural cavity dicuci dengna 1,0 mL
steril PBS, yang mengandung heparin (20 IU per mL). Sampel dari

15
pleura tersebut diambil dan dideterminasi exudasi,
myeloperoksidase, aktivitas adenosin deaminase, dan level nitrat
oksida sebagaimana pada determinasi dari total perhitungan
leukosit. Hitung leukosit total dilakukan dengan Neubauer
chamber (Patel, et al., 2012).

7. Teknik Pembentukan Kantong Granuloma

Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan senyawa iritan


secara subkutan pada hewan percobaan. Granulasi jaringan mulai
membelah dan akan terus membelah sampai menutupi bagian
dalam kantong granuloma. Jaringan ini terdiri dari fibroblas, sel-sel
endotel, dan infiltrasi makrofag dan leukosit polimorfonuklear.
Pada GPA, jaringan yang terus tumbuh ini dapat mengarah menjadi
senyawa karsinogenik dan mutagenik. Salah satu keuntungan dari
teknik ini adalah kemungkinan untuk membawa senyawa uji untuk
kontak langsung dengan sel target dengan menginjeksikannya pada
kantong granuloma. Senyawa dapat diberikan per oral atu injeksi
parenteral (Patel, et al., 2012).
Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang
terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk
pellet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit
abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi
berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat
radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul
granuloma (Vogel, 2002).

2.4.7 Karagenan

Karagenan adalah polimer linear yang tersusun dari sekitar


25.000 turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber
dan kondisi ekstraksi. Karagenan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
utama yaitu kappa, iota, dan lambdakaragenin. Karagenan lambda (λ
karagenin) adalah karagenan yang diisolasi dari ganggang Gigartina

16
pistillataatau atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air
dingin (Annis Hidayati, 2008). Sedangkan karagenan kappa dan iota
larut dalam air pada suhu 800C (Rowe, et al., 2006).
Karagenan sebagai suatu turunan polisakarida akan dikenali
tubuh sebagai suatu substansi asing sehingga mampu menginduksi
terjadinya edema melalui berbagai mekanisme. Karagenan akan
merangsang fosfolipida membran sel mast yang terdapat di jaringan
ikat di sekitar telapak kaki tikus untuk mengeluarkan asam arakidonat
dengan bantuan enzim fosfolipase A2 sehingga menghasilkan berbagai
macam produk mediator inflamasi dengan bantuan Radical Oxygen
Spesies (Nuswantoro, 2011).
Setelah pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang
mampu bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam
waktu 24 jam setelah injeksi (Hidayati, 2008).
Uji aktivitas antiinflamasi dengan metode induksi karagenan
merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang
sederhana, mudah dilakukan dan sering dipakai. Selain itu,
pembentukan radang oleh karagenan tidak menyebabkan kerusakan
jaringan (Fitriyani, 2011). Karagenan digunakan sebagai penginduksi
inflamasi karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain
tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas,
memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi
(Vogel, 2002).

2.4.8 Natrium Karboksimetil Selulosa (Na CMC)

CMC adalah polisakarida anionik linear yang larut dalam air


dan merupakan gom alami yang dimodifikasi secara kimia. Bubuk
CMC yang telah dimurnikan berwarna putih sampai krem, mengalir
bebas, tidak berasa, dan tidak berbau. Fungsi dasar CMC adalah untuk
mengikat air, menstabilkan komponen lain, dan mencegah pengerutan
(Nussinovitch 1997).

17
Natrium CMC adalah garam dari asam karboksilat. Pada pH
3.0 atau lebih rendah, CMC akan kembali menjadi bentuk asam bebas
tidak larut. Sifat yang paling berguna dari CMC adalah daya
pengentalannya. Viskositas larutan hampir tidak terpengaruh pada pH
5−7, pada pH<3 viskositas mungkin meningkat dan pengendapan
bentuk asam bebas dari CMC dapat terjadi, pada pH>10 terjadi sedikit
penurunan viskositas. Viskositas larutan CMC menurun dengan
meningkatnya suhu (Nussinovitch 1997) .

18
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi (Laboratorium


Penelitian I) dan Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret – Agustus 2013.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :


neraca analitik, erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, spatula, kertas
saring, batang pengaduk, kaca arloji, cawan penguap, pipet tetes,
lumpang dan stamper, blender, vaccum rotary evaporator, krus,
desikator, oven, spuit, sonde, stopwatch, kandang tikus, timbangan
hewan, pletsimometer, sarung tangan, masker, alumunium foil, label,
kapas.

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


lumut hati Mastigophora diclados (mastigophoraceae) yang diambil di
pohon batang pinus dan batang agathis pada ketinggian 800 m
blok 55, Gunung Slamet, Purwokerto, sebanyak 2,220 kg basah,
serbuk kering (simplisia) 2,203 kg, simplisia yang digunakan dalam
ekstraksi sebanyak 2,103 kg dengan warna hijau dan bau khas
aromatis.

19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

3.2.3 Bahan Kimia

Bahan untuk uji efek antiinflamasi yang digunakan adalah


karagenan jenis kappa untuk induksi radang yang diperoleh dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, asam asetil salisilat sebagai zat
pembanding diperoleh dari Laboratorium Penelitian Kimia Obat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, natrium karboksimetil selulosa (Na CMC), dan NaCl
fisiologis 0,9%.
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah n-heksan, etil
asetat. Sedangkan bahan untuk penapisan fitokimia adalah kloroform,
amonia, pereaksi dragendorf, pereaksi meyer, HCl, H2SO4, FeCl3,
NaOH, etil asetat dan aquadest.

3.2.4 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain


Sprague Dawley umur 2-3 bulan dengan bobot badan berkisar
antara 200-250 g (Widiyantoro, 2012). Hewan tersebut diperoleh dari
Gajah Mada Veterinary (Gamavet), Yogyakarta yang disimpan dalam
kandang tikus pada suhu ruang, lampu dalam keaadaan hidup selama
12 jam dan lampu keadaan mati selama 12 jam, diberikan
makanan standar dan diberikan minum air.

3.3 Rancangan Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Sampel

1) Pengumpulan dan penyediaan lumut hati Mastigophora diclados.


2) Lumut hati Mastigophora diclados disortasi basah, dicuci dengan
air sampai bersih, dikeringanginkan dalam ruangan, disortasi
kering, ditimbang kemudian dihaluskan dengan blender hingga
menjadi serbuk.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora


diclados

Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora


diclados dilakukan dengan cara remaserasi bertingkat, diawali dengan
perendaman menggunakan pelarut n-heksan, kemudian etil asetat, dan
terakhir metanol. Campuran bubuk daun dan pelarut tersebut
dimaserasi /direndam sampai diperoleh filtrat jernih (Asmaliyah,
2010). Pada penelitian ini yang diambil adalah ekstrak etil asetat. Oleh
karena itu, setelah dimaserasi dengan etil asetat, maserat disaring dan
dipekatkan dengan rotary evaporator. Dihitung hasil % rendemen
ekstrak dengan rumus :

Bobot ekstrak yang didapat


% rendemen ekstrak =
Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi
x100%

3.3.3 Penapisan Fitokimia (Ayoola, et al., 2008)

1. Uji Antraquinon
Sejumlah ekstrak didihkan bersama asam sulfat (H2SO4) lalu
disaring selagi hangat. Filtrat yang dihasilkan ditambah dengan 5
mL kloroform dan dikocok. Lapisan kloroform dipipet dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkan 1
mL ammonia. Perubahan warna yang terjadi pada larutan
mengindikasikan adanya antraquinon.

2.Uji Terpenoid

Sejumlah ekstrak ditambahkan dengan 2 mL kloroform.


Kemudian dengan hati-hati ditambahkan H2SO4 pekat (3 mL)
sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah
kecoklatan menunjukkan adanya terpenoid.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

3. Uji Flavonoid

Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid.


1) Amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat
encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat (1 mL)
ditambahkan. Sebuah warna kuning yang hilang
menunjukkan adanya flavonoid.
2) Beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke
sebagian dari filtrat. Terbentuknya warna kuning
menunjukkan adanya flavonoid.
3) Sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil asetat
yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian
disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1
mL larutan amonia encer. Terbentuknya warna kuning
menunjukkan adanya flavonoid.

4. Uji Saponin

Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 mL aquades dalam


tabung reaksi. Larutan dikocok kuat dan diamati. Terbentuknya
busa stabil menunjukkan adanya saponin.

5. Uji Fenolik

Sejumlah ekstrak dalam 10 mL air dididihkan dalam


tabung reaksi kemudian disaring. beberapa tetes besi klorida
0,1% ditambahkan dan diamati, terbentuknya warna hijau
kecoklatan atau biru-hitam menunjukkan adanya fenolik.

6. Uji Alkaloid

Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam asam klorida encer,


dipanaskan kemudian disaring. 5 mL filtrat ditambahkan dengan 2
mL amonia dan 5 mL kloroform, dikocok. Lapisan kloroform
ditambahkan etil asetat 10 mL. Filtrat kemudian dibagi dua.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

1. Uji Mayer : Filtrat diberi reagen mayer, terbentuknya


endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid.
2. Uji Dragendroff : Filtrat diberikan reagen dragendroff,
terbentuknya endapan merah menunjukkan adanya alkaloid.

3.3.4 Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)

1. Uji Kadar Air


Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam krus porselen
bertutup yang sebelumnya telah ditara. Krus yang berisi ekstrak
kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama 5 jam dan
ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1
jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak
lebih dari 0,25%.

2. Uji Kadar Abu Total


Ditimbang 2 g ekstrak dengan seksama ke dalam krus yang
telah ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
didinginkan, ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring
bebas abu. Dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan
ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap,
ditimbang. Dihitung kadar abu total terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara.

3.3.4 Uji Efek Antiinflamasi

Uji aktivitas antiinflamasi atau anti radang dilakukan


berdasarkan kemampuan ekstrak/fraksi/senyawa aktif mengurangi
atau menekan derajat udema (pembengkakan karena radang) yang
diinduksi zat penyebab radang pada hewan percobaan (Widiyantoro
et al., 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

Pada penelitian ini, induksi udema dilakukan pada kaki tikus


dengan cara penyuntikan suspensi karagenan 1% 0,2 mL intraplantar.

a. Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis


yang mempunyai efek terhadap hewan percobaan. Dosis yang
diberikan untuk percobaan pendahuluan adalah 10, 100, dan
1000 mg/kg BB. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa
dosis 1000 mg/kg BB menyebabkan kematian semua hewan coba
dalam satu kelompok dalam kurun waktu 24 jam. Sedangkan pada
dosis 10 dan 100 mg/kg BB mampu menunjukkan efek positif
dan setelah dianalisa secara statistik hasil hambat udem dari
kedua dosis belum menunjukkan perbedaan yang bermakna
pada taraf uji statistik 0,05 (ρ ≥ 0,05), maka dilakukan
pengujian lagi dengan penurunan dosis di bawah dosis 100 mg/kg
BB, yaitu dosis 50 mg/kg BB dan penurunan dosis di bawah dosis
10 mg/KgBB, yaitu dosis 5 mg/Kg BB.

b. Pengelompokan Hewan Percobaan

Jumlah hewan percobaan yang digunakan menurut WHO


adalah 5 ekor untuk tiap kelompok. Dalam penelitian ini
digunakan 5 ekor tikus untuk masing-masing kelompok.

Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok, dimana masing-


masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dengan rincian sebagai
berikut :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Antiinflamasi

Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan

Kelompok kontrol negatif : diberi


1 5
suspensi Na CMC 0,5 %

Kelompok kontrol positif : diberi


2 5 suspensi asetosal dalam Na CMC
0,5%

Kelompok uji 1: diberi suspensi


ekstrak etil asetat Mastigophora
3 5
diclados dalam Na CMC 0,5 %
dengan dosis 5 mg/kg BB

Kelompok uji 2: diberi suspensi


ekstrak etil asetat Mastigophora
4 5
diclados dalam Na CMC 0,5
%dengan dosis 10 mg/kg BB

Kelompok uji 3: diberi suspensi


ekstrak etil asetat Mastigophora
5 5
diclados dalam Na CMC 0,5 %
dengan dosis 50 mg/kg BB

Kelompok uji 4: diberi suspensi


ekstrak etil asetat Mastigophora
6 5
diclados dalam Na CMC 0,5 %
dengan dosis 100 mg/kg BB

c. Penyiapan Hewan Percobaan

Tikus dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum


perlakuan, namun air minum tetap diberikan. Pada awal penelitian,
tiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang kiri, agar
pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama, kemudian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

tiap tikus ditimbang. Volume kaki tikus diukur dan dicatat sebagai
volume dasar untuk tiap tikus (Fitriyani, 2011).

d. Perencanaan Dosis Asetosal

Dosis lazim asetosal untuk manusia adalah 325-650 mg untuk


sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 500 mg sekali pakai.
Dosis asetosal sebagai antiinflamasi 2-3 x dosis analgetik (Tjay,
2007). Maka dosis untuk antiinflamasi (1000-1500) mg. Dosis
yang dapat diberikan pada tikus (200 g) dihitung menggunakan
rumus tabel konversi dosis hewan (Reagan-Shaw, et al., 2007)
(Lampiran 12)
Pada penelitian ini digunakan asetosal dengan dosis 25
mg/200 g atau 125 mg/kgBB.

e. Pembuatan Suspensi Asetosal

Untuk dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB, asetosal


ditimbang sebanyak 625 mg, digerus perlahan dalam lumpang,
kemudian ditambahkan sebagian NaCMC 0,5% diaduk sampai
homogen dan ditambahkan Na CMC 0,5% sampai volume 25 mL.

f. Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dibuat dalam


sediaan suspense Na CMC 0,5%. Konsentrasi ekstrak pada dosis 5
mg/KgBB adalah 1 mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 2
mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 10 mg/mL, pada dosis 50
mg/KgBB adalah 20 mg/mL (Lampiran 10)

Untuk dosis 5 mg/KgBB, ditimbang sebanyak 10 mg ekstrak,


didispersikan dalam suspensi Na CMC 0,5% yang telah dibuat
sebelumnya, dicampur sampai homogen dan dicukupkan sampai 10
mL dengan Na CMC 0,5% (Lampiran 10).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

g. Pembuatan Karagenan 1% (b/v)

Karagenan 1% dibuat dengan melarutkan 100 mg karagenan


dalam 10 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (Annis Hidayati,
2008).

h. Prosedur Uji Efek Antiinflamasi (Patel, 2011)

1. Hewan percobaan (tikus putih) diaklimatisasi dalam ruang


penelitian selama 4 minggu dan dipuasakan selama lebih
kurang 18 jam sebelum perlakuan dan tetap diberi minum.
2. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok (kelompok kontrol
negatif, kelompok kontrol positif, kelompok uji 1, kelompok
uji 2, kelompok uji 3, dan kelompok uji 4) secara acak, dimana
masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
3. Setiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang
kiri, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu
sama.
4. Menimbang berat badan setiap tikus.
5. Mengukur volume kaki tikus (sebagai volume dasar untuk
setiap tikus) dengan pletismometer.
6. Pada kelompok kontrol negatif diberikan Na CMC 0,5 %,
pada kelompok kontrol positif diberikan suspensi asetosal
dalam Na CMC 0,5%, dan pada kelompok uji diberikan zat uji
ekstrak dalam Na CMC 0,5% sesuai dosis yang direncanakan
secara oral.
7. 1 jam setelah pemberian suspensi zat uji atau suspensi kontrol,
disuntikkan larutan karagenan 1% pada telapak kaki tikus
sebanyak 0,2 mL setelah sebelumnya kaki tikus dibersihkan
dengan alkohol 70%.
8. Volume kaki tikus yang telah disuntik karagenan 1% dalam
larutan NaCl 0,9% diukur dengan alat pletismometer dengan
cara mencelupkan telapak kaki tikus ke dalam alat tersebut
sampai tanda spidol. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

selama 6 jam yaitu pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan
ke-6 (Buadonpri, 2009).
9. Mengukur volume udem telapak kaki masing-masing tikus.
10. Menghitung persentase udem dan persentase inhibisi
pembentukan udem dengan rumus :
 Perhitungan persentase radang tiap waktu ditentukan
dengan rumus sebagai berikut (Hidayati, 2008) :
Vt − Vo
% radang = x 100%
Vo
Dimana :
Vt = volume telapak kaki tikus pada waktu t
Vo= volume telapak kaki tikus sebelum injeksi
karagenan
 Persentase inhibisi radang dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Rustam, 2007):
(𝑎−𝑏)
% inhibisi radang = x 100%
𝑎
Dimana :
a = volume udem pada kelompok hewan kontrol
b = volume udem pada kelompok hewan uji

3.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk


melihat distribusi data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat
homogenitas data. jika data terdistribusi normal dan homogenitas maka
dilanjutkan dengan uji Analisis Varians (ANOVA) satu arah dengan taraf
kepercayaan sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh
bermakna atau tidak. jika terdapat perbedaan bermakna, dilanjutkan dengan
ujinyata terkecil / Least Significant Difference (LSD) (Santoso, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 Hasil Ekstraksi dari Lumut Hati Mastigophora diclados


Dari 2,103 kg lumut hati Mastigophora diclados yang diekstraksi,
diperoleh ekstrak kental 41,78 g. Jadi rendemen yang didapat adalah
1,98 %.

4.1.2 Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak


Dari hasil uji kadar air ekstrak didapatkan bahwa kadar air ekstrak
etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebesar 0,47% dan hasil uji
kadar abu didapatkan bahwa kadar abu ekstrak etil asetat lumut hati
Mastigophora diclados sebesar 10%.

4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat lumut hati


Mastigophora diclados

Tabel 4.1 Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati
Mastigophora diclados

Ekstrak etil asetat lumut


Pengujian
hati Mastigophora diclados
Antraquinon -
Terpenoid +
Flavonoid -
Saponin -
Fenolik -
Alkaloid -

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

Untuk gambar hasil penapisan fitokimia ekstrak etil asetat lumut


hati Mastigophora diclados dapat dilihat pada lampiran 6.

4.1.4 Hasil Uji Antiinflamasi


1) Rata-rata volume udem telapak kaki tikus setelah diinduksi
karagenan pada masing-masing perlakuan

Tabel 4.2 Rata-rata Volume Udem (mL)


Rata-rata Volume Udem (mL) ± SD tiap 1 jam selama 6 jam
Kelompok
0 1 2 3 4 5 6
Kontrol 0,024 ± 0,03 ± 0,041 ± 0,043 ± 0,039 ± 0,037 ± 0,036 ±
Negatif 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002 0,001
Kontrol 0,029 ± 0,033 ± 0,039 ± 0,040 ± 0,038 ± 0,037 ± 0,036 ±
Positif 0,001 0,001 0,001 0,000 0,002 0,001 0,000
Dosis 0,028 ± 0,033 ± 0,036 ± 0,036 ± 0,034 ± 0,033 ± 0,032 ±
5 mg/kg 0,002 0,002 0,002 0,004 0,002 0,002 0,002
Dosis 0,028 ± 0,034 ± 0,037 ± 0,038 ± 0,036 ± 0,035 ± 0,034 ±
10 mg/kg 0,002 0,003 0,003 0,002 0,002 0,001 0,002
Dosis 0,027 ± 0,035 ± 0,037 ± 0,040 ± 0,038 ± 0,037 ± 0,036 ±
50 mg/kg 0,002 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002 0,002
Dosis 0,026 ± 0,036 ± 0,039 ± 0,042 ± 0,039 ± 0,037 ± 0,036 ±
100 mg/kg 0,003 0,002 0,001 0,000 0,001 0,002 0,001

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Rata-rata Volume Udem


0.05

0.04
kontrol negatif
0.03
volume (mL)
kontrol positif
0.02 dosis 5 mg/kg

0.01 dosis 10 mg/kg


dosis 50 mg/kg
0
dosis 100 mg/kg
0 1 2 3 4 5 6

waktu (jam)

Gambar 4.1. Grafik hubungan rata-rata volume udem terhadap waktu

2) Rata-rata persen udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan


pada masing-masing perlakuan

Tabel 4.3 Rata-rata Persen Udem


Persen Rata-rata Udem (%) ± SD tiap 1 Jam Selama 6 Jam
Kelompok
0 1 2 3 4 5 6
Kontrol 0± 58,33 ± 70,83 ± 79,16 ± 62,50 ± 54,16 ± 50 ±
Negatif 0,000 4,65 9,89 6,47 5,69 4,17 1,72
Kontrol 0± 13,79 ± 34,48 ± 37,93 ± 31,03 ± 27,58 ± 24,13 ±
Positif 0,000 5,24 5,82 5,21 10,04 6,57 4,69
Dosis 0± 17,85 ± 28,57 ± 28,57 ± 21,42 ± 17,85 ± 14,28 ±
5 mg/kg 0,000 18,42 26,82 28,24 22,72 18,42 14,32
Dosis 0± 21,42 ± 32,14 ± 35,71 ± 28,57 ± 25 ± 21,42 ±
10 mg/kg 0,000 9,03 6,85 6,01 8,22 8,23 4,96
Dosis 0± 29,62 ± 37,03 ± 48,14 ± 40,74 ± 37,03 ± 33,33 ±
50 mg/kg 0,000 4,54 4,56 6,58 5,24 6,53 4,96
Dosis 0± 38,46 ± 50 ± 61,53 ± 50 ± 42,30 ± 38,46 ±
100 mg/kg 0,000 11,78 14,49 18,29 19,35 22,50 19,20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Persen Rata-rata Udem


90
80
70
kontrol negatif
Persen (%)
60
50 kontrol positif
40
dosis 5 mg/kg
30
20 dosis 10 mg/kg
10 dosis 50 mg/kg
0
dosis 100 mg/kg
0 1 2 3 4 5 6

Waktu (jam)

Gambar 4.2 Grafik hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu

3) Rata-rata persen inhibisi udem telapak kaki tikus setelah diinduksi


karagenan pada masing-masing perlakuan

Tabel 4.4 Rata-rata Persen Inhibisi Udem


Persen Inhibisi Udem (%) ± SD tiap 1 Jam Selama 6 Jam
Kelompok
0 1 2 3 4 5 6
Kontrol 0± 0± 0± 0± 0± 0± 0±
Negatif 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Kontrol 0± 76,35 ± 51,32 ± 52,08 ± 50,35 ± 49,07 ± 51,74 ±
Positif 0,000 8,71 9,46 7,44 17,68 13,31 8,88
Dosis 0± 69,39 ± 59,66 ± 63,90 ± 65,72 ± 67,04 ± 71,44 ±
5 mg/kg 0,000 5,87 7,33 6,49 12,22 7,49 15,16
Dosis 0± 63,27 ± 54,62 54,88 ± 54,28 ± 53,84 ± 57,16 ±
10 mg/kg 0,000 17,63 ±13,71 11,55 18,68 16,64 10,36
Dosis 0± 49,21 ± 47,71 ± 39,18 ± 34,81 ± 31,62 33,34 ±
50 mg/kg 0,000 9,92 8,97 8,82 3,40 ±15,50 8,89
Dosis 0± 34,06 ± 29,40 ± 22,27 ± 20 ± 21,89 ± 23,08 ±
100 mg/kg 0,000 20,74 19,83 44,96 16,19 19,65 18,01

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

Persen Rata-rata Inhibisi Udem


90
80
70
kontrol negatif
Persen (%) 60
50 kontrol positif
40
dosis 5 mg/kg
30
20 dosis 10 mg/kg
10 dosis 50 mg/kg
0
dosis 100 mg/kg
0 1 2 3 4 5 6

Waktu (jam)

Gambar 4.3 Grafik hubungan persen rata-rata inhibisi udem terhadap waktu

4.1.5 Hasil Uji Statistik


Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 5
mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat
menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi dengan
penginduksi udem karagenan 1% sebanyak 0,2 mL secara bermakna (ρ ≤
0,05) dengan kontrol negatif dan semua variasi dosis uji memiliki perbedaan
secara bermakna terhadap kontrol positif (asetosal 125 mg/KgBB) pada taraf
uji (ρ ≤ 0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

4.2 PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak etil asetat
lumut hati Mastigophora diclados secara in vivo. Lumut tersebut diperoleh
dari Gunung Slamet Purwokerto pada ketinggian 800 m blok 55 yang hidup di
batang pinus dan batang aghatis. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih
dahulu lumut dideterminasi untuk menguji kebenaran tumbuhan. Hasil dari
determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian
adalah lumut hati jenis Mastigophora diclados (Brid ex. Web) Nees dari suku
Mastigophoraceae (Lampiran 4).
Bagian yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah semua bagian
tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados. Sebanyak 2,220 kg lumut
terlebih dahulu dicuci bersih untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang
menempel pada bahan, kemudian disortasi basah yang fungsinya untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan,
dikeringanginkan pada suhu kamar, disortasi kering dengan tujuan untuk
memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak
diinginkan dan pengotor lain yang masih tertinggal, kemudian bahan
dihaluskan dengan blender dengan tujuan untuk memperkecil luas permukaan
bahan sehingga memudahkan difusi pelarut pada simplisia yang diekstraksi.
Hasil akhirnya diperoleh simplisia sebanyak 2,203 kg. Simplisia tersebut
kemudian digunakan untuk membuat ekstrak kental etil asetat.
Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebagai
bahan uji dalam penelitian ini dibuat dengan metode ekstraksi maserasi. Pada
proses pembuatan ekstrak ini dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya, yang dikenal
dengan istilah remaserasi. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang
tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan (Depkes RI, 2000).
Metode maserasi dipilih karena metode ini sederhana, mudah dilakukan, dan
merupakan metode yang umum digunakan dalam proses ekstraksi.
Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah n-heksan dan etil asetat.
Pada awalnya simplisia dimaserasi dengan n-heksan (non polar) dalam wadah
yang gelap. Pelarut diganti setiap 2 hari sekali sampai diperoleh filtrat bening.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

Kemudian, simplisia tersebut dimaserasi kembali dengan menggunakan


pelarut etil asetat (semi polar) dalam wadah yang gelap. Pelarut diganti setiap
2 hari sekali sampai diperoleh filtrat bening. Filtrat tersebut kemudian disaring
dan pelarut diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator
sehingga didapatkanlah ekstrak kental etil asetat. Karena ekstrak yang
dihasilkan belum terlalu kental dan masih terdapat kandungan air di dalamnya,
maka dilakukan freeze drying dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut air
dari padatan terlarut dengan tetap mempertahankan senyawa yang ada.
Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang diperoleh
sebesar 41,78 g dengan rendemen 1,98 %.
Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora
diclados menunjukkan bahwa dalam ekstrak etil asetat positif mengandung
metabolit sekunder terpenoid, sedangkan hasil uji metabolit sekunder saponin,
fenolik, alkaloid, flavonoid, dan antrakuinon menunjukkan hasil negatif.
Pengujian parameter non spesifik ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora
diclados yang dilakukan adalah uji kadar air dan kadar abu ekstrak. Kadar air
ekstrak sebesar sebesar 0,47%. Penentuan kadar air ini menggunakan metode
gravimetrik yang pada prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan
dengan jalan pemanasan pada suhu 1050C, kemudian menimbang bahan
sampai berat konstan. Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak.
Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini
bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur dan mikroba dalam
ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997). Untuk hasil uji kadar abu didapatkan
bahwa kadar abu ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados sebesar
10%. Menurut literatur Materia Medika Indonesia (MMI), kadar abu dalam
ekstrak tidak boleh lebih dari 15%. Penentuan kadar abu bertujuan untuk
memberikan gambaran kandungan mineral ekstrak (Dekes RI, 2000). Disini
ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan
menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja.
Metode yang digunakan dalam pengujian antiinflamasi adalah
pembentukan udem buatan pada telapak kaki kiri belakang tikus putih jantan
dengan menggunakan karagenan sebagai induktor udem. Metode ini dipilih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

karena merupakan salah satu metode pengujian aktivitas antiinflamasi yang


sederhana, mudah dilakukan, dan sering dipakai (Fitriyani, 2011). Karagenan
1% digunakan sebagai penginduksi udem karena waktu pembengkakan yang
disebabkan oleh karagenan relatif pendek yaitu sekitar 3-5 jam sehingga
memudahkan pengamatan. Pembengkakan yang disebabkan oleh karagenan
akan berkurang dalam waktu 1-5 hari tanpa meninggalakan bekas (Musfiroh,
2009). Selain itu, pembentukan radang oleh karagenan tidak menyebabkan
kerusakan permanen pada jaringan sekitar inflamasi. Karagenan sebagai
penginduksi udem merupakan turunan polisakarida yang akan dikenali tubuh
sebagai substansi asing sehingga mampu menginduksi terjadinya udem
melalui beberapa mekanisme. Karagenan akan merangsang fosfolipid
membran sel mast yang terdapat di jaringan ikat di sekitar telapak kaki tikus
untuk mengeluarkan asam arakidonat dengan bantuan enzim fosfolipase A2
sehingga menghasilkan berbagai macam produk mediator inflamasi dnegan
bantuan Radical Oxygen Species (Kee dan Hayes, 1996). Akibatnya terjadi
pembengkakan lokal pada telapak kaki tikus yang disertai warna kemerahan
akibat akumulasi mediator inflamasi. Hal ini ditandai dengan gerakan kaki
tikus yang tidak normal setelah diinjeksikan karagenan. Pada penelitian ini
digunakan 0,2 mL suspensi karagenan 1% pada telapak kaki tikus karena lebih
terlihat volume udem yang terbentuk pada telapak kaki tikus yang telah
diinduksi (Rustam, et al., 2007). Karagenan yang dipakai pada penelitian ini
adalah karagenan dengan jenis kappa sebesar 1% 0,2 mL. Hal ini mengacu
pada penelitian sebelumnya (Purnamasari, 2013) yang juga menggunakan
karagenan dengan jenis kappa dan konsentrasi 1% sebanyak 0,2 mL. Pada
penelitian sebelumnya (Purnamasari, 2013) telah dilakukan uji pendahuluan
mengenai konsentrasi karagenan jenis kappa, dimana hasilnya adalah
karagenan jenis kappa dengan konsentrasi 1% sebanyak 0,2 mL mampu
menghasilkan volume udem yang jelas pada telapak kaki tikus.
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur Sprague Dawley (Widiyantoro, 2012) dengan umur 2-3 bulan dan
bobot badan 200-250 gram. Pemilihan jenis kelamin jantan didasarkan pada
pertimbangan tikus jantan tidak memiliki hormon estrogen, kalaupun ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

hanya dalam jumlah yang relatif sedikit serta kondisi hormonal pada jantan
relatif stabil jika dibandingkan dengan betina, karena pada tikus betina
mengalami perubahan hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa
siklus estrus, masa kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat
mempengaruhi kondisi psikologis hewan uji tersebut, selain itu tingkat stress
tikus betina lebih tinggi dibandingkan dengan tikus jantan yang mungkin
dapat mengganggu saat pengujian (Suhendi, et al., 2011).
Perlakuan hewan dimulai dari aklimatisasi terlebih dahulu selama 4
minggu agar hewan bisa beradaptasi dengan lingkungan. Kemudian tikus
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok kontrol negatif diberi 1 mL/200 gBB Na
CMC 0,5% per oral. Kelompok kontrol positif diberi suspensi asetosal per oral
dengan dosis 125 mg/KgBB. Kemudian dilakukan uji pendahuluan ekstrak
pada kelompok dosis rendah (10 mg/KgBB), dosis sedang (100 mg/KgBB),
dan dosis tinggi (1000 mg/KgBB). Hasilnya pada dosis tinggi, 1000
mg/KgBB, semua tikus dalam satu kelompok mengalami kematian dalam
kurun waktu 24 jam. Oleh karena itu, dosis yang dipertahankan adalah dosis
rendah dan sedang. Akan tetapi, karena hasil persen inhibisi dari kedua dosis
tersebut tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada taraf uji 0,05
(ρ ≥ 0,05), maka dosis divariasikan lagi menjadi dosis 5 mg/KgBB dan dosis
10 mg/KgBB.
Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam asetil
salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal. Obat ini dipilih sebagai
pembanding karena merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai
analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, dan digolongkan ke dalam obat bebas,
serta pada pemberian oral sebagian salisilat dapat diabsorbsi dengan cepat
dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas.
Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian (Gunawan, 2008).
Dalam penelitian ini asetosal digunakan dengan dosis 125 mg/KgBB.
Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dilakukan setiap 1 jam
selama 6 jam setelah telapak kaki tikus diinduksi dengan karagenan 1%
(Lampiran 13). Persentase udem dihitung sesuai dengan data volume udem

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

yang terbentuk setiap jamnya dan dosis uji yang digunakan (lampiran 14).
Persentase inhibisi udem dihitung sesuai dengan persen radang yang terbentuk
setiap jamnya dan dosis uji yang digunakan (Lampiran 15). Pada penelitian
ini, volume udem maksimal telapak kaki tikus terjadi pada jam ke 3 dan
berangsur menurun pada jam ke 4 sampai 6 setelah diinduksi karagenan 1%
sebanyak 2 mL. Hal ini disebabkan karena karagenan cepat diabsorbsi dalam
tubuh sehingga efek radang sudah mulai menurun.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variasi dosis ekstrak
etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang digunakan mampu
menghambat pembentukan udem. Pada dosis 5 mg/KgBB menunjukkan
kemampuan menghambat udem terbesar pada jam ke 6 sebesar 71,44%. Pada
dosis 10 mg/KgBB kemampuan menghambat udem terbesar pada jam ke 1
sebesar 63,27%. Kemampuan terbesar penghambatan udem dosis 50
mg/KgBB adalah 49,21% pada jam ke 1. Dosis 100 mg/KgBB menunjukkan
hambatan udem terbesar pada jam ke 1 sebesar 34,06%. Setelah diuji secara
statistik, dari keempat dosis uji tersebut terlihat adanya perbedaan yang
bermakna untuk masing-masing dosis, kontrol positif, dan kontrol negatif
pada persen inhibisi udem, maka dosis tidak divariasikan lagi. Secara umum
dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daya inhibisi udem terbesar adalah
76,35% pada kontrol positif, diikuti oleh dosis 5 mg/KgBB sebesar 71,44%.
Kemudian 63,27% pada dosis 10 mg/KgBB, 49,21% pada dosis 50 mg/KgBB,
dan 34,06% pada dosis 100 mg/KgBB.
Dari semua dosis uji yang digunakan menunjukkan kemampuan inhibisi
udem mulai dari dosis 5 mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100
mg/KgBB. Dari keempat dosis uji ini yang memiliki daya inhibisi udem
terbesar adalah dosis 5 mg/KgB, sedangkan pada dosis 10 mg/kgBB terjadi
penurunan daya inhibisi udem secara berurutan sampai pada dosis 100
mg/KgBB. Seharusnya dengan meningkatnya dosis atau konsentrasi, maka
aktivitas antiinflamasinya juga akan menunjukkan peningkatan. Akan tetapi
pada ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados ini memilki aktivitas
yang sebaliknya. Hal ini disebabkan memang terdapat beberapa jenis obat
dalam dosis tinggi justru menyebabkan pelepasan histamin secara langsung

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

dari sel mast sehingga mengakibatkan pembuluh darah menjadi permeabel


terhadap cairan plasma dan menimbulkan peradangan (Fitriyani, 2011). Maka
diasumsikan pada ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados ini
mengandung senyawa yang mampu mengakibatkan hal tersebut. Aktivitas
antiinflamasi pada ekstrak lumut hati Mastigophora diclados pada dosis
rendah menunjukkan hasil yang optimum juga dikarenakan oleh ikatan
senyawa dalam ekstrak dengan reseptor inflamasi terjadi secara optimum,
sedangkan pada dosis yang lebih tinggi, aktivitas antiinflamasi semakin
menurun karena senyawa dalam ekstrak berikatan dengan banyak reseptor
lain. Dengan demikian, aktivitas antiinflamasi pada ekstrak ini tidak
menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan meningkatnya dosis atau
konsentrasi.
Uji statistik ANOVA digunakan untuk melihat nyata atau tidaknya
perbedaan dari masing-masing kelompok. Dalam uji ANOVA ini harus
memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov untuk melihat
distribusi data persen penghambatan udem telapak kaki tikus pada jam ke 1, 2,
3,4, 5, dan 6 (Lampiran 17), dimana hasilnya menunjukkan bahwa data semua
kelompok perlakuan terdistribusi normal. Sedangkan untuk menguji
homogenitas data digunakan metode Levene untuk melihat data persen
penghambatan udem telapak kaki tikus homogen atau tidak. Hasilnya
menunjukkan bahwa data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi
homogen (ρ ≥ 0,05) pada jam ke 1,2,dan 5, sedangkan pada jam ke 3,4 dan 6
tidak bervariasi homogen (ρ ≤ 0,05) (Lampiran 17). Dengan demikian maka
syarat uji ANOVA tidak terpenuhi karena data tidak bervariasi homogen. Oleh
karena itu, pengujian dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan
dengan BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Least Significant
Difference) (Lampiran 17).
Pada jam ke 1, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan klompok uji dosis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg
tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif dan kelompok uji dosis
10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak
berbeda secara bermakna dengan kelompok uji dosis 5 dan 50 mg/Kg pada
taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok uji dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ
≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
Pada Jam ke 2, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 100 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 dan 50 mg/Kg pada
taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok control positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100
mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak
berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
Pada jam ke 3, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna dengan kelompok kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤
0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok control positif, kelompok dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 50 dan 100 mg/Kg pada
taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100
mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5,


10 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
Pad ajam ke 4, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 5 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna
dengan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok
dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol
positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol positif, kelompok dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥
0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥
0,05).
Pada jam ke 5, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna terhadap kontrol negatif dan dosis 50 dan 100 mg/Kg pada
taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/Kg pada
taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok
dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
Pada jam ke 6, kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan
100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok kontrol positif berbeda
secara bermakna dengan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤
0,05). Kelompok dosis 5 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji 0,05 (ρ
≤ 0,05). Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05
(ρ ≥ 0,05). Kelompok dosis 50 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan
seluruh kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05). Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
Pada penelitian uji efek antiinflamasi ekstrak etil asetat lumut hati
Mastigophora diclados, sebagai agen antiinflamasi diasumsikan berhubungan
dengan kandungan metabolit sekundernya, dalam hal ini diketahui terpenoid
sebagai kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak ini. Diketahui dari
penelitian sebelumnya (Komala, et al., 2010), bahwa lumut hati Mastigophora
diclados memiliki aktivitas antioksidan, dimana antioksidan bekerja dengan
menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai
penyakit antara lain karsinogenesis, jantung koroner, inflamasi, diabetes, dan
penuaaan (Ali, et al., 2011). Golongan terpenoid diketahui mampu
mengahambat inflamasi dengan beberapa mekanisme, diantaranya dengan
menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan siklooksigenase (Singh, et
al., 1992). Sedangkan antioksidan diketahui mampu menghambat oksidasi
asam arakidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim
lipooksigenase. Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat, maka tidak
terbentuk oksigen reaktif dan mediator-mediator kimia yang dapat
menyebabkan nyeri dan radang. Selain itu, antioksidan dapat menurunkan
aktivitas enzim lipooksigenase sehingga tidak menyebabkan terbentuknya
leukotrien yang dapat mennaktivasi leukosit yang memacu terjadinya
peradangan (Lieber dan Leo, 1999). Adanya hambatan pada aktivitas enzim
lipooksigenase menyebabkan lumut hati Mastigophora diclados ini
mempunyai efek antiinflamasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis dari penelitian ini
terbukti, yakni lumut hati Mastigophora diclados memilki aktivitas
antiinflamasi yang dibuktikan pada pengujian pada dosis 5 mg/KgBB, 10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat menghambat udem pada


telapak kaki tikus setelah diinduksi dengan penginduksi udem karagenan 1%
sebanyak 1 mL dengan pembanding asetosal 125 mg/KgBB sebagai kontrol
positif dan suspensi Na CMC 0,5% sebagai kontrol negatif. Kemampuan
menghambat udem terbesar secara berurutan adalah kelompok kontrol positif
sebesar 76,35%, dosis 5 mg/KgBB sebesar 71,44%, dosis 10 mg/KgBB
sebesar 63,27%, dosis 50 mg/KgBB sebesar 49,21%, dan dosis 100 mg/KgBB
sebesar 34,06%
Sedangkan hasil dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak
etanol 70% dari lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 0,1 mg/Kg, 1
mg/Kg, 10 mg/Kg, 100 mg/Kg, dan 1000 mg/Kg dapat menghambat udem
pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi karagenan 1% 2 mL secara
bermakna (ρ ≤ 0,05) terhadap kontrol negatif dan dosis dari semua dosis uji
dan asetosal. Kemampuan menghambat udem terbesar secara berurutan adalah
dosis 100 mg/KgBB sebesar 79,55%, dosis 1000 mg/KgBB sebesar 76,94%,
dosis 10 mg/KgBB sebesar 76,60%, dosis 1 mg/KgBB sebesar 62,85%,
kontrol positif asetosal sebesar 50,39%, dan dosis 1 mg/KgBB sebesar
45,09% (Purnamasari, 2013).

Hal-hal yang harus diperhatikan saat penelitian, terutama pada saat


pengukuran volume udem telapak kaki tikus pada alat pletismometer adalah
volume air raksa harus sama, tanda batas pada sendi kaki tikus harus jelas,
sehingga pada saat pengukuran volume udem tiap jam selalu sama, serta
ketelitian saat pengukuran pada alat pletismometer.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 5
mg/KgBB, 10 mg/KgBB, 50 mg/KgBB, dan 100 mg/KgBB dapat
menghambat udem pada telapak kaki tikus yang telah diinduksi dengan
penginduksi udem karagenan 1% sebanyak 0,2 mL secara bermakna (ρ ≤
0,05) dengan kontrol negatif dan semua variasi dosis uji memiliki
perbedaan secara bermakna terhadap kontrol positif (asetosal 125
mg/KgBB) pada taraf uji (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok yang mempunyai daya inhibisi udem terbesar adalah kelompok
kontrol pembanding yaitu asetosal dengan daya hambat udemnya
sebesar 76,35% pada jam kesatu diikuti dengan dosis 5 mg/KgBB
dengan daya hambat 71,44% pada jam keenam, kemudian dosis 10
mg/KgBB dengan daya hambat 63,27%, dosis 50 mg/KgBB dengan daya
hambat 49,21%, dan dosis 100 mg/KgBB dengan daya hambat 34,06%.

5.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam hal isolasi senyawa aktif dalam
ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados yang tumbuh di Indonesia
untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktivitas antiinflamasi.

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohd N. I., Annegowda, S.M. Mansor, S. Ismail, S. Ramanathan dan M.N.
Mordi. 2012 . Phytochemical Screening, Antioxidant and Analgesic Activities of
Croton argyratus Ethanolic Extracts. Journal of Medicinal Plants Research, Vol.
6 (21), pp. 3724 -3731

Asakawa, Yoshinori., dan Liva Harinantenaina. 2004. Chemical Constituents of


Malagasy Liverworts, Part II: MastigophoricAcid Methyl Ester of Biogenetic
Interest from Mastigophora diclados (Lepicoleaceae Subf. Mastigophoroideae).
Chem. Pharm. Bull. 52(11) 1382—1384

Asakawa, Yoshimori. 2007. Biologically Active Compounds from bryophytes.


Pure Appl. Chem., Vol.79, no. 4, pp. 557-580

Asmaliyah, Sumardi, dan Musyafa. 2010. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Nicolaia
atropurpurea Val. terhadapSerangan Hama Spodotera litura Fabricus
(Lepidoptera : Noctuidae). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, Vol. 7, No. 5, 253-
263

Ayoola, GA., HAB Coker, SA Adesegun, AA Adepoju-Bello, K Obaweya, EC


Ezennia, dan TO Atangbayila. 2008. Phytochemical Screening and Antioxidan
Activities of ome Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in
Shouthwestrn Nigeria. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 7 (3): 1019-
1024

Buadonpri, Warawanna., Wisut Wichitnithad, Pornchai Rojsitthhisak, dan


Pasarapa Towiwat. 2009. Synthetic Curcumin Inhibits Carrageenan-Induced Paw
Edema in Rats. J Health Res, 23(1): 11-16

Crandall-Stotler B, Stotler RE, Long DG. 2008. Morphology and classification


of the Marchantiophyta. In Bryophyte Biology, Goffinet B and Shaw AJ. (Eds).
Cambridge University Press, Cambridge, 1-54.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Fitriyani, Atik., Lina Winarti, Siti Muslichah, dan Nuri. 2011. Uji Antiinflamasi
Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada Tikus
Putih. Majalah Obat Tradisional, 16 (1), 34-42

Gunawan. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 (Cetak Ulang 2009). Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. 234

Hasanah, Aliya Nur., Fikri Nazaruddin, Ellin Febrina, dan Ade Zuhrotun. 2011.
Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal Matematika & Sains, Vol. 16,
No. 3

Hashimoto, Toshihiro., Hiroshi Irita, Shigeru Takaoka, Masami Tanaka dan


Yoshimori Asakawa. 2000. New Chlorinated Cyclic Bis(bibenzyls) from the
Liverworts Herbertus sakuraii and mastigophora diclados. Tetrahedron 56 :
3153-3159

Hidayati, Nur Annis., Shanti Listyawati, dan Ahmad Dwi Setyawan. 2008.
Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camaraL. pada
Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. Bioteknologi, 5 (1): 10-17, ISSN:
0216-6887

Immamudin, H., Jenie, U.A., Suryana, N., Dama yanti, L., Supriadi, H., dan
Utomo, T. 2006. Koleksi Bryophyta Taman Lumut Krbun Raya Cibodas Vol II
No. 4.LIPI UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas.

Katzung, Bertram G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. Mc


Graw Hill Lange.

Kee, Joyce L., dan Hayes, E. R., 1996, Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan, diterjemahkan oleh Anugrah, P., EGC, Jakarta.

Komala, I., 2010. Phytochemical Studies on the Selected Indonesian, Japanase &
Tahitian Liverworth 2. Desertasi. Fakultas pharmaceutical science, Tokushima

Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. 2010. Cytotoxic,Rradical Scavenging, and


Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth
Mastigophora diclados (Brid). Nees (Mastigophoraceae). J .Nat. Med
(2010)64:417-422

Lieber, C.S., and Leo, M.A. 1999. Alcohol, Vitamint A and β Carotene : Adverse
Interactions, Icluding hepatotoxicity and carcinogenicity. The American
Journal of Clinical Nutrition 69: 1071-1085

Ludwiczuk, Agnieszka & Yoshinori Asakawa. 2010. Chemosystematics of


Selected Liverworts Collected in Borneo. Tropical biology, 31 : 33-42

Musfiroh, Ida, Wiwiek Indriyati, Emma Surahman, Sri Adi Sumiwi, Muchtaridi,
Mutakin, dan Jutti Levita. 2009. Analisis dan Aktivitas Antiinflamasi Tulang
Rawan Ikan Hiu. Farmaka, Volume 7 Nomor 2

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Applications. Israel: Chapman and Hall.

Nuswantoro, Oky Ponda. 2011. Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Suji
(Pleomele angustifolia) pada Tikus Putih.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

Patel, Mitul., Murugananthan, dan Shivalinge Gowda K, P. 2012. In VivoAnimal


Models in Preclinical Evaluation of Anti-Inflammatory Activity- A Review.
International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences, Vol. 1 : 01-
05, ISSN 2277-3657

Purnamasari, Endah. 2013. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati
Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees secara In Vivo. Skripsi. Program
Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Reagan-Shaw, Shannon., Minakshi Nihal, dan Nihal Ahmad. 2007. Dose


Translation from Animal to Human Studies Revisited.The FASEB Journal, Vol.
22

Rowe, Raymond., Paul J Sheskey, dan Sian C Owen. 2006. Handbook of


Pharmaceutical Excipients,Fifth Edition. UK : Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association

Rustam, Erlina., Indah Atmasari, dan Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi


Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur
Wistar.J. Sains dan Teknologi Farmasi, 12:2, 112-115

Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia

Sen, Saikat., Raja Chakraborty, Biplap De, T. Ganesh, H.G. Raghavendra


Debnath. 2010. Analgesic and Antiinflammatory herbs: A Potential Source of
Modern Medicine. International Journal of Pharmaceutical Sciences and
Research, IJPSR : Vol. 1 (11) : 32-44, ISSN: 0975-8232

Singh, G.B., Singh, S., Bani, S., Gupta, B.D., Banerjee, S.K., 1992.
Antiinflammatory activity of oleanolic acid in rats and mice. Journal of Pharmacy
and Pharmacology 44, 456–458

Soetarno, S, dan Soediro. 1997. Standardisasi Mutu Simplisia dan Ekstrak Bahan
Obat Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.

Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, dan Sutrisna, EM. Aktivitas


Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus ambonicus Lour) pada
Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standardisasinya. Majalah Farmasi Indonesia,
22(2), 77-84, 2011

Sutrisna, EM., Domas Fitria Widyasari, dan Suprapto. 2010. Uji Efek Anti
Inflamasi Ekstrak Etil Asetat Buah Semu Jambu Mete (Anacardium occidentale
L.) terhadap Edema pada Telapak Kaki Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan
Galur Wistar yang Diinduksi Karagenin.Biomedika, Vol. 2, No.1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

Tjay, Tan H., Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan
dan Efek-efek Sampignya, edisi keenam. PT Elexmedia Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta

Utami, Evy Tri., Rebecca Azary Kuncoro, Islami Rahma Hutami, Finsa Tisna
Sari, dan Juni Handajani. 2011. Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Sembukan
(Paederia scandens)pada Tikus Wistar.Majalah Obat Tradisional, 16(2), 95-100

Vogel, H.G., W. H, Vogel. 2002. Drug Discovery and Evaluation,


Pharmacological Assay. Heidelberg : Springer Verlag Berlin

Widiyantoro, A., Kusharyant i , I., Desti arti , L., dan Wardoyo, E.R.P.
2011.Senyawa Antiinflamasi dari Kuli t Batang Pasak Bumi (Eurycoma
longifolia Jack). Eksakta, 12 (2), 49-52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

Lampiran 1. Gambar Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.)


Nees

(Purnamasari, 2013)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

Lampiran 2. Perlakuan Hewan Uji pada Saat Penelitian

Pelaksanaan sonde

Penyuntikan karagenan

Pengukuran telapak kaki tikus pada


alat pletismometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

Lampiran 3. Hasil Uji Antiinflamasi

Telapak kaki tikus sebelum


diinduksi karagenan

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian Na CMC
0.5% (kontrol negatif)

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian Asetosal
125 mg/Kg (kontrol positif)

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian ekstrak etil
asetat lumut hati Mastighopora
diclados dengan dosis 5 mg/Kg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian ekstrak etil
asetat lumut hati Mastighopora
diclados dengan dosis 10 mg/Kg

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian ekstrak etil
asetat lumut hati Mastighopora
diclados dengan dosis 50 mg/Kg

Udem telapak kaki tikus pada jam


ke 4 dengan pemberian ekstrak etil
asetat lumut hati Mastighopora
diclados dengan dosis 100 mg/Kg

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

Lampiran 4. Determinasi Lumut Hati Mastighopora diclados (Brid.ex Web)


Nees

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

Lampiran 5. Proses Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati


Mastigophora diclados

Lumut hatiMastigophora diclados sebanyak


2.220 gram

Determinasi tanaman

Sortasi basah

Dicuci dengan air bersih

Dikeringanginkan dalam ruangan

Sortasi kering

Lumut hatiMastigophora diclados diblender


hingga menjadi serbuk (2.203 gram)

Serbuk kering lumut hatiMastigophora diclados


sebanyak 2.103 gram dimaserasi bertingkat dengan
n-heksan sampai diperoleh filtrat jernih kemudian
dilanjutkan dengan maserasi menggunakan etil
asetat sampai diperoleh filtrat jernih

Filtrat etil asetat diuapkan


pelarutnya menggunakan
vaccum rotary evaporator

Dilakukan uji
penapisan fitokimia Ekstrak kental
dan uji parameter non sebanyak 41,78
spesifik ekstrak etil gram
asetat lumut hati
Mastigophora diclados

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Lampiran 6. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati


Mastigophora diclados

Alkaloid (-)

Alkaloid dengan reagen Alkaloid dengan reagen Meyer(-)

dragendorf (-)

Antrakuinon (-)

Fenolik (-)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

Flavonoid (-)

Saponin (-)

Terpenoid (+)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Lampiran 7. Hasil Uji Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Etil Asetat Lumut
Hati Mastigophora diclados

1. Hasil Uji Kadar Air


Bobot cawan = 54,716 gram
Bobot sampel = 1,130 gram
Bobot cawan + sampel sebelum dioven (W0) = 55,846 gram
Bobot cawan + sampel setelah dioven (Wa) = 55,581 gram
Wo −Wa
% Kadar Air = x 100%
Wo
55,846 gram – 55,581gram
= x 100%
55,581 gram

= 0,47%

2. Hasil Uji Kadar Abu

Bobot cawan = 25,5 gram


Bobot sampel = 2 gram
Bobot akhir = 25,7 gram

Bobot akhir −bobot cawan


% Kadar Abu = x 100%
bobot sampel

25,7gram −25,5 gram


= x 100%
2 gram

= 10%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

Lampiran 8. Aklimatisasi Hewan Percobaan

Disiapkan 30 ekor
tikus putih jantan 5 ekor Kontrol Negatif

5 ekor Kontrol Positif


Dikelompokkan
secara acak menjadi 5 ekor Dosis 5 mg/kg BB
6 kelompok

5 ekor Dosis 10 mg/kg BB

Diaklimatisasi
selama 4 minggu 5 ekor Dosis 50 mg/kg BB

5 ekor Dosis 100 mg/kg BB

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

Lampiran 9. Skema Kerja Antiinflamasi

30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok

Menimbang berat badan masing-masing tikus

Mengukur volume awal telapak kaki tikus dengan pletismometer

Perlakuan masing-masing kelompok

Uji 1 : Uji 2 : Uji 3 : Uji 4 :


Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak etil
positif : Kontrol etil asetat etil asetat etil asetat asetat
Asetosal negatif : m.diclados m.diclados m.diclados m.diclados
dalam Na CMC dosis5 dosis10 dosis 50 dosis100
Na CMC 0,5% per mg/kg BB mg/kg BB mg/kg BB mg/kg BB
0,5% oral dalam Na dalam Na dalam Na dalam Na
per oral CMC CMC CMC CMC 0,5%
0,5% per 0,5% per 0,5% per per oral
oral oral oral

1 jam

Masing-masing tikus diinjeksikan larutan karagenan 1% sebanyak 0,2 mL

Mengukur volume telapak kaki tikus tiap 1 jam selama


6 jam dengan pletismometer

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Lampiran 10. Perhitungan Dosis Ekstrak Etil Asetat Lumut hati


Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡


Rendemen = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖

41,78 g
= x 100%
2.103 𝑔

= 1,98%

a. Dosis yang digunakan dalam uji antiinflamasi ini ada 4 dosis, yakni dosis 5,
10, 50 dan 100 mg/Kg.
b. Konsentrasi setiap pemberian untuk tikus :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠
1. VAO pada dosis 5 mg/Kg =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

0,2 kg x 5 mg /Kg
1 mL =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Konsentrasi = 1 mg/mL

= 10 mg/10 mL Na CMC 0,5%

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠


2. VAO pada dosis 10 mg/Kg =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

0,2 kg x 10 mg /Kg
1 mL =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Konsentrasi = 2 mg/mL

= 20 mg/10 mL Na CMC 0,5%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠


3. VAO pada dosis 50 mg/Kg =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟 𝑎𝑠𝑖

0,2 kg x 50 mg /Kg
1 mL =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Konsentrasi = 10 mg/mL

= 100 mg/10 mL Na CMC 0,5%

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠


4. VAO pada dosis 100 mg/Kg =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

0,2 kg x 100 mg /Kg


1 mL =
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Konsentrasi = 20 mg/mL

= 200 mg/10 mL Na CMC 0,5%

Keterangan : Pada pemberian sediaan uji secara oral telah disesuaikan dengan
berat badan masing-masing tikus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Lampiran 11. Konversi Dosis Hewan (Reagan-Shaw, et al., 2007)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Lampiran 12. Perhitungan Dosis Asam Asetil Salisilat

Dosis lazim asam asetil salisilat untuk manusia adalah 325-650 mg untuk
sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 500 mg sekali pakai. Dosis asam asetil
salisilat sebagai antiinflamasi 2-3 x dosis analgetik (Tjay, 2007). Maka dosis
untuk antiinflamasi (1000-1500) mg, sehingga dosis yang dapat diberikan pada
tikus (200 g) menggunakan rumus tabel konversi dosis hewan adalah : (Reagan-
Shaw, et al., 2007)
𝐊𝐦 𝐇𝐞𝐰𝐚𝐧
HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) x
𝐊𝐦𝐌𝐚𝐧𝐮𝐬𝐢𝒂
6
(1000-1500) mg = dosis hewan x
37

(16,6-25) mg/kg = dosis hewan x 0,16

(16,6−25) mg /kg
Dosis hewan =
0,16

= (103,75-156,25) mg/kg

= (0,103-0,156) mg/g

= (20,75-31,2) mg/200 g

Pada penelitian ini digunakan asetosal dengan dosis 25 mg/200 g atau 125
mg/kgBB, maka konsentrasi asetosal yang digunakan adalah :

𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐛𝐚𝐝𝐚𝐧 𝐠 𝐱 𝐝𝐨𝐬𝐢𝐬 (𝐦𝐠/𝐠)


VAO (mL) =
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 (𝐦𝐠/𝐦𝐋)

200 g x 25 mg /200 g
1 mL =
konsentrasi

200 g x 25 mg /200 g
Konsentrasi =
1 mL

=25 mg/mL

= 625 mg/25 mL Na CMC 0,5 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Volume Udem Telapak Kaki Tikus Setelah
Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan

Volume Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan


Kel Perlakuan Dosis N
0 1 2 3 4 5 6
1 0.024 0.038 0.040 0.042 0.038 0.036 0.036
Kontrol 2 0.024 0.038 0.042 0.044 0.040 0.036 0.036
Negatif (Na 1 mL/ 3 0.026 0.040 0.042 0.044 0.040 0.040 0.038
1 CMC 0,5%) 200 g 4 0.024 0.040 0.042 0.044 0.038 0.038 0.036
BB 5 0.024 0.038 0.040 0.044 0.040 0.038 0.036
Rata-rata 0.024 0.039 0.041 0.044 0.039 0.038 0.036
SD 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.002 0.001

1 0.028 0.034 0.040 0.040 0.040 0.038 0.036


Kontrol 2 0.030 0.034 0.040 0.040 0.038 0.038 0.036
Positif 125 3 0.030 0.032 0.040 0.040 0.036 0.036 0.036
2 (Asetosal) mg/kg 4 0.028 0.032 0.038 0.040 0.040 0.038 0.036
BB 5 0.030 0.034 0.038 0.040 0.040 0.038 0.036
Rata-rata 0.029 0.033 0.039 0.040 0.039 0.038 0.036
SD 0.001 0.001 0.001 0.000 0.002 0.001 0.000

1 0.028 0.032 0.034 0.034 0.032 0.032 0.030


Ekstrak
2 0.028 0.034 0.036 0.028 0.036 0.034 0.034
Lumut Hati
5 3 0.030 0.034 0.036 0.036 0.034 0.034 0.032
Mastigophora
3 mg/kg 4 0.026 0.032 0.034 0.034 0.034 0.032 0.032
diclados
BB 5 0.030 0.036 0.040 0.040 0.038 0.036 0.034
Rata-rata 0.028 0.034 0.036 0.034 0.035 0.034 0.032
SD 0.002 0.002 0.002 0.004 0.002 0.002 0.002

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

(Lanjutan)

Volume Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan


Kel Perlakuan Dosis N
0 1 2 3 4 5 6
1 0.026 0.032 0.034 0.034 0.034 0.034 0.032
Ekstrak
2 0.030 0.036 0.040 0.040 0.038 0.036 0.038
Lumut Hati
10 3 0.026 0.036 0.038 0.038 0.038 0.036 0.032
Mastigophora
4 mg/kg 4 0.030 0.038 0.040 0.040 0.038 0.036 0.034
diclados
BB 5 0.028 0.032 0.036 0.038 0.036 0.034 0.034
Rata-rata 0.028 0.035 0.038 0.038 0.037 0.035 0.034
SD 0.002 0.003 0.003 0.002 0.002 0.001 0.002

1 0.030 0.040 0.042 0.044 0.042 0.040 0.040


Ekstrak
2 0.026 0.034 0.036 0.040 0.038 0.038 0.036
Lumut Hati
50 3 0.028 0.036 0.038 0.040 0.038 0.038 0.036
Mastigophora
5 mL/200 4 0.028 0.034 0.036 0.038 0.038 0.036 0.036
diclados
g BB 5 0.026 0.034 0.036 0.038 0.038 0.036 0.036
Rata-rata 0.028 0.036 0.038 0.040 0.039 0.038 0.037
SD 0.002 0.003 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002

1 0.022 0.034 0.038 0.042 0.040 0.040 0.038


Ekstrak
2 0.028 0.034 0.040 0.042 0.040 0.036 0.036
Lumut Hati
100 3 0.028 0.038 0.040 0.042 0.038 0.038 0.036
Mastigophora
6 mg/kg 4 0.028 0.038 0.038 0.042 0.038 0.036 0.036
diclados
BB 5 0.028 0.038 0.040 0.042 0.040 0.038 0.038
Rata-rata 0.027 0.036 0.039 0.042 0.039 0.038 0.037
SD 0.003 0.002 0.001 0.000 0.001 0.002 0.001

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

Lampiran 14. Hasil Persentase Udem Telapak Kaki Tikus Setelah Diinduksi
Karagenan pada Masing-masing Perlakuan

Persen Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan


Kel Perlakuan Dosis N
0 1 2 3 4 5 6
1 0.00 58.33 66.66 75.00 58.33 50.00 50.00
Kontrol 2 0.00 58.33 75.00 83.33 66.66 50.00 50.00
Negatif (Na 1 3 0.00 53.84 61.53 69.23 53.84 53.84 46.15
1 CMC 0,5%) mL/200 4 0.00 66.66 75.00 83.33 58.33 58.33 50.00
g BB 5 0.00 58.33 66.66 83.33 66.66 58.33 50.00
Rata-rata 0.00 59.10 68.97 78.84 60.76 54.10 49.23
SD 0.00 4.65 5.89 6.47 5.69 4.17 1.72

1 0.00 21.42 42.85 42.85 42.85 35.71 28.57


Kontrol 2 0.00 13.33 33.33 33.33 26.66 26.66 20.00
Positif 125 3 0.00 6.66 33.33 33.33 20.00 20.00 20.00
2 (Asetosal) mg/kg 4 0.00 14.28 35.71 42.85 42.85 35.71 28.57
BB 5 0.00 13.33 26.66 33.33 33.33 26.66 20.00
Rata-rata 0.00 13.80 34.38 37.14 33.14 28.95 23.43
SD 0.00 5.24 5.82 5.21 10.04 6.75 4.69

1 0.00 14.28 21.42 21.42 14.28 14.28 7.140


Ekstrak
2 0.00 21.42 28.57 35.710 28.57 21.42 21.42
Lumut Hati
5 3 0.00 13.33 20.00 20.00 13.33 13.33 6.66
Mastigophora
3 mg/kg 4 0.00 23.07 30.76 30.76 30.76 23.07 23.07
diclados
BB 5 0.00 20.00 33.33 33.33 26.66 20.00 13.33
Rata-rata 0.00 18.42 26.82 28.24 22.72 18.42 14.32
SD 0.00 4.36 5.84 7.11 8.27 4.36 7.72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

(Lanjutan)

Persen Udem (mL) selama 6 Jam Pengamatan


Kel Perlakuan Dosis N
0 1 2 3 4 5 6
1 0.00 23.07 30.76 30.76 30.76 30.76 23.07
Ekstrak
2 0.00 20.00 33.33 33.33 26.66 20.00 26.66
Lumut Hati
10 3 0.00 38.46 46.15 46.15 46.15 38.46 23.07
Mastigophora
4 mg/kg 4 0.00 26.66 33.33 33.33 26.66 20.00 13.33
diclados
BB 5 0.00 14.28 28.57 35.71 28.57 21.42 21.42
Rata-rata 0.00 24.49 34.43 35.86 31.76 26.13 21.51
SD 0.00 9.03 6.85 6.01 8.22 8.23 4.96

1 0.00 33.33 40.00 46.66 40.00 33.33 33.33


Ekstrak
2 0.00 30.76 38.46 53.84 46.15 46.15 38.46
Lumut Hati
50 3 0.00 28.57 35.71 42.85 35.71 35.71 28.57
Mastigophora
5 mL/200 4 0.00 21.42 28.57 35.71 35.71 28.57 28.57
diclados
g BB 5 0.00 30.76 38.46 46.15 46.15 38.46 38.46
Rata-rata 0.00 28.97 36.24 45.04 40.74 36.44 33.48
SD 0.00 4.54 4.56 6.58 5.24 6.53 4.95

1 0.00 54.54 72.72 90.90 81.81 81.81 72.72


Ekstrak
2 0.00 21.42 42.85 50.00 42.85 28.57 28.57
Lumut Hati
100 3 0.00 35.71 42.85 50.00 35.71 35.71 28.57
Mastigophora
6 mg/kg 4 0.00 35.71 35.71 50.00 35.71 28.57 28.57
diclados
BB 5 0.00 35.71 42.85 50.00 42.85 35.71 35.71
Rata-rata 0.00 36.62 47.40 58.18 47.79 42.07 38.83
SD 0.00 11.78 14.49 18.29 19.35 22.50 19.20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Lampiran 15. Hasil Persentase Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus Setelah
Diinduksi Karagenan pada Masing-masing Perlakuan

Persen Inhibisi Udem (mL) selama 6 Jam


Kel Perlakuan Dosis N Pengamatan
0 1 2 3 4 5 6
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Kontrol 2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Negatif (Na 1 mL/ 3 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1 CMC 0,5%) 200 g 4 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
BB 5 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

1 0.00 63.27 35.71 42.86 26.53 28.58 42.86


Kontrol 2 0.00 77.14 55.56 60.00 60.00 46.68 60.00
125
Positif 3 0.00 87.63 45.83 51.85 62.85 62.85 56.66
mg/
2 (Asetosal) 4 0.00 78.57 52.38 48.57 26.53 38.77 42.86
kg
5 0.00 77.14 60.00 60.00 50.00 54.29 60.00
BB
Rata-rata 0.00 76.75 49.90 52.66 45.18 46.23 52.48
SD 0.00 8.71 9.46 7.44 17.68 13.31 8.88

1 0.00 75.51 67.86 71.44 75.51 71.44 85.72


Ekstrak
2 0.00 63.27 61.9 57.14 57.14 57.16 57.16
Lumut Hati
5 mg/ 3 0.00 75.24 67.49 71.11 75.24 75.24 85.56
Mastigophora
3 kg 4 0.00 65.39 58.98 63.08 47.26 60.44 53.86
diclados
BB 5 0.00 65.71 50.00 60.00 60.00 65.71 73.34
Rata-rata 0.00 69.02 61.25 64.55 63.03 66.00 71.13
SD 0.00 5.87 7.33 6.49 12.22 7.49 15.16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

(Lanjutan)

Persen Inhibisi Udem (mL) selama 6 Jam


Kel Perlakuan Dosis N Pengamatan
0 1 2 3 4 5 6
1 0.00 60.44 53.85 58.98 47.26 38.48 53.86
Ekstrak
2 0.00 65.71 55.56 60.00 60.00 60.00 46.68
Lumut Hati
10 3 0.00 28.56 24.99 33.33 14.28 28.56 50.01
Mastigophora
4 mg/kg 4 0.00 60.00 55.56 60.00 54.29 65.71 73.34
diclados
BB 5 0.00 75.51 57.14 57.14 57.19 63.27 57.16
Rata-rata 0.00 58.04 49.42 53.89 46.60 51.20 56.21
SD 0.00 17.63 13.71 11.55 18.68 16.64 10.36

1 0.00 42.85 39.99 37.78 31.42 33.34 33.34


Ekstrak
2 0.00 47.26 48.72 35.38 30.76 7.70 23.08
Lumut Hati
50 3 0.00 46.93 41.96 38.10 33.67 33.67 38.09
Mastigophora
5 mL/200 4 0.00 67.86 61.90 57.14 38.77 51.02 42.86
diclados
g BB 5 0.00 47.26 42.30 44.61 30.76 34.06 23.08
Rata-rata 0.00 50.43 46.97 42.60 33.08 31.96 32.09
SD 0.00 9.92 8.97 8.82 3.40 15.50 8.89

1 0.00 6.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00


Ekstrak
2 0.00 63.27 42.86 93.99 35.71 42.86 42.86
Lumut Hati
100 3 0.00 33.67 30.35 27.77 33.67 33.67 38.09
Mastigophora
6 mg/kg 4 0.00 46.42 52.38 93.99 38.77 51.02 42.86
diclados
BB 5 0.00 38.77 35.71 93.99 35.71 38.77 28.58
Rata-rata 0.00 37.72 32.26 61.95 28.77 33.26 30.48
SD 0.00 20.74 19.83 44.96 16.19 19.65 18.01

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 16. Perhitungan Persen Udem dan Persen Inhibisi Udem Telapak
Kaki Tikus

I. Persen (%) Udem Ekstrak Lumut Hati Mastigophora diclados Dosis 5


mg/kgBB

a. Tikus pertama jam ke 1

𝑉𝑡 −𝑉𝑜
% udem = x 100%
𝑉𝑜
0,032−0,028
= x 100%
0,028

= 14,28%

b. Tikus kedua jam ke 1

𝑉𝑡 −𝑉𝑜
% udem = x 100%
𝑉𝑜
0,034−0,028
= x 100%
0,028

= 21,42%

c. Tikus ketiga jam ke 1

𝑉𝑡 −𝑉𝑜
% udem = x 100%
𝑉𝑜
0,034−0,030
= x 100%
0,030

= 13,33 %

d. Tikus keempat jam ke 1

𝑉𝑡 −𝑉𝑜
% udem = x 100%
𝑉𝑜
0,032−0,026
= x 100%
0,026

= 23,07 %

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

e. Tikus kelima jam ke 1

𝑉𝑡 −𝑉𝑜
% udem = x 100%
𝑉𝑜
0,036−0,030
= x 100%
0,030

= 20 %

Keterangan :
Vo = Volume telapak kaki tikus pada waktu nol
Vt = Volume telapak kaki tikus pada waktu t

II. Persen (%) Inhibisi Udem Ekstrak Lumut Hati Mastigophora diclados
Dosis 5 mg/kgBB

a) Tikus pertama jam ke 1


𝑎−𝑏
% inhibisi udem = x 100%
𝑎

58,33 %−14,28%
= x 100%
58,33%

= 75,51%

b) Tikus kedua jam ke 1


𝑎−𝑏
% inhibisi udem = x 100%
𝑎
58,33%−21,42%
= x 100%
58,33%

= 63,27%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

c) Tikus ketiga jam ke 1


𝑎−𝑏
% inhibisi udem = x 100%
𝑎
53,84%−13,33%
= x 100%
53,84%

= 75,24%

d) Tikus keempat jam ke 1


𝑎−𝑏
% inhibisi udem = x 100%
𝑎
66,66%−23,07%
= x 100%
66,66%

= 65,39%

e) Tikus kelima jam ke 1


𝑎−𝑏
% inhibisi udem = x 100%
𝑎
58,33%−20%
= x 100%
58,33%

= 65,71%

Keterangan :
a = % udem pada kelompok hewan kontrol (-)
b= % udem pada kelompok hewan uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Lampiran 17. Hasil Statistik Uji Efek Antiinflamasi dengan Metode Udem
Buatan pada Telapak Kaki Tikus

1. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Uji Levene terhadap Persen


Udem Kaki Tikus

a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi data persen inhibisi udem telapak


kaki tikus normal atau tidak.
Hipotesis :
Ho : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus terdistribusi normal
Ha : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak terdistribusi normal
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

jam1 jam2 jam3 jam4 jam5 jam6

N 30 30 30 30 30 25

Normal Parametersa Mean 48.6623 39.9660 45.9417 36.1107 39.1500 37.9812

Std.
27.98459 22.70679 28.45654 23.31107 24.54212 27.22161
Deviation

Most Extreme Differences Absolute .191 .168 .153 .139 .145 .159

Positive .134 .161 .147 .139 .145 .159

Negative -.191 -.168 -.153 -.109 -.140 -.102

Kolmogorov-Smirnov Z 1.044 .922 .838 .763 .792 .793

Asymp. Sig. (2-tailed) .226 .363 .483 .605 .557 .556

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus pada jam ke
1,2,3,4,5,dan 6 terdistribusi normal (ρ ≥ 0,05)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat data persen inhibisi udem telapak kaki


tikus homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi homogen
Ha : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Jam 1 1.940 5 24 .125


Jam 2 2.124 5 24 .097
Jam 3 21.844 5 24 .000
Jam 4 3.573 5 24 .015
Jam 5 2.462 5 24 .062
Jam 6 3.347 4 20 .030

Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus bervariasi


homogen (ρ ≥ 0,05) pada jam ke 1,2,dan 5, sedangkan pada
jam ke 3,4 dan 6 tidak bervariasi homogen (ρ ≤ 0,05).

Kesimpulan : Syarat normalitas pada semua kelompok hewan uji terpenuhi


akan tetapi syarat homogenitas pada jam ke 3,4 dan 6 tidak
terpenuhi. Oleh karena itu, data persen inhibisi udem telapak
kaki tikus tidak dapat dilanjutkan menggunakan ANOVA
dan dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

2. Uji Kruskal Wallis terhadap persen inhibisi udem telapak kaki tikus

Tujuan : Untuk melihat data persen inhibisi udem telapak kaki tikus
homogen atau tidak.
Hipotesis :
Ho : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus tidak berbeda secara
bermakna
Ha : data persen inhibisi udem telapak kaki tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak

Test Statisticsa,b

Jam1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6

Chi-Square 18.106 15.578 17.870 15.904 18.504 17.112

df 4 4 4 4 4 3

Asymp. Sig. .001 .004 .001 .003 .001 .001

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kelompok

Keputusan : Data persen inhibisi udem telapak kaki tikus semua kelompok uji
berbeda secara bermakna, maka dilanjutkan dengan uji BNT
(Beda Nyata Terkecil) dengan metode LSD (Least Significance
Different). Uji BNT merupakan uji lanjutan yang dilakukan
apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai
secara bermakna. Tujuannya adalah untuk menentukan kelompok
mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna
dengan kelompok lainnya.

3. Uji BNT (LSD) Persen Inhibisi Udem Telapak Kaki Tikus pada Jam ke
1,2,3,4,5, dan 6
Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan persen inhibisi udem telapak kaki tikus
yang bermakna.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Multiple Comparisons

LSD
Dependent 95% Confidence
Variable Mean Interval
Difference Std. Lower Upper
(I)kelompok (J)kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
Jam 1 Kontrol Negatif Kontrol Positif -76.75000* 7.95752 .000 -93.1735 -60.3265
Dosis 5 mg/kg -69.02400* 7.95752 .000 -85.4475 -52.6005
Dosis 10 mg/kg -58.04400* 7.95752 .000 -74.4675 -41.6205
Dosis 50 mg/kg -50.43200* 7.95752 .000 -66.8555 -34.0085
Dosis 100 mg/kg -37.72400* 7.95752 .000 -54.1475 -21.3005
Kontrol Positif Kontrol Negatif 76.75000* 7.95752 .000 60.3265 93.1735
Dosis 5 mg/kg 7.72600 7.95752 .341 -8.6975 24.1495
Dosis 10 mg/kg 18.70600* 7.95752 .027 2.2825 35.1295
Dosis 50 mg/kg 26.31800* 7.95752 .003 9.8945 42.7415
Dosis 100 mg/kg 39.02600* 7.95752 .000 22.6025 55.4495
Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 69.02400* 7.95752 .000 52.6005 85.4475
Kontrol Positif -7.72600 7.95752 .341 -24.1495 8.6975
Dosis 10 mg/kg 10.98000 7.95752 .180 -5.4435 27.4035
Dosis 50 mg/kg 18.59200* 7.95752 .028 2.1685 35.0155
Dosis 100 mg/kg 31.30000* 7.95752 .001 14.8765 47.7235
Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 58.04400* 7.95752 .000 41.6205 74.4675
Kontrol Positif -18.70600* 7.95752 .027 -35.1295 -2.2825
Dosis 5 mg/kg -10.98000 7.95752 .180 -27.4035 5.4435
Dosis 50 mg/kg 7.61200 7.95752 .348 -8.8115 24.0355
Dosis 100 mg/kg 20.32000* 7.95752 .017 3.8965 36.7435
Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif 50.43200* 7.95752 .000 34.0085 66.8555
Kontrol Positif -26.31800* 7.95752 .003 -42.7415 -9.8945
Dosis 5 mg/kg -18.59200* 7.95752 .028 -35.0155 -2.1685
Dosis 10 mg/kg -7.61200 7.95752 .348 -24.0355 8.8115
Dosis 100 mg/kg 12.70800 7.95752 .123 -3.7155 29.1315

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 37.72400* 7.95752 .000 21.3005 54.1475
Kontrol Positif -39.02600* 7.95752 .000 -55.4495 -22.6025
Dosis 5 mg/kg -31.30000* 7.95752 .001 -47.7235 -14.8765
Dosis 10 mg/kg -20.32000* 7.95752 .017 -36.7435 -3.8965
Dosis 50 mg/kg -12.70800 7.95752 .123 -29.1315 3.7155
Jam 2 Kontrol Negatif Kontrol Positif -49.89600* 7.32503 .000 -65.0141 -34.7779
Dosis 5 mg/kg -61.24600* 7.32503 .000 -76.3641 -46.1279
Dosis 10 mg/kg -49.42000* 7.32503 .000 -64.5381 -34.3019
Dosis 50 mg/kg -46.97400* 7.32503 .000 -62.0921 -31.8559
Dosis 100 mg/kg -32.26000* 7.32503 .000 -47.3781 -17.1419

Kontrol Positif Kontrol Negatif 49.89600* 7.32503 .000 34.7779 65.0141


Dosis 5 mg/kg -11.35000 7.32503 .134 -26.4681 3.7681
Dosis 10 mg/kg .47600 7.32503 .949 -14.6421 15.5941
Dosis 50 mg/kg 2.92200 7.32503 .693 -12.1961 18.0401
Dosis 100 mg/kg 17.63600* 7.32503 .024 2.5179 32.7541

Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 61.24600* 7.32503 .000 46.1279 76.3641


Kontrol Positif 11.35000 7.32503 .134 -3.7681 26.4681
Dosis 10 mg/kg 11.82600 7.32503 .119 -3.2921 26.9441
Dosis 50 mg/kg 14.27200 7.32503 .063 -.8461 29.3901
Dosis 100 mg/kg 28.98600* 7.32503 .001 13.8679 44.1041

Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 49.42000* 7.32503 .000 34.3019 64.5381


Kontrol Positif -.47600 7.32503 .949 -15.5941 14.6421
Dosis 5 mg/kg -11.82600 7.32503 .119 -26.9441 3.2921
Dosis 50 mg/kg 2.44600 7.32503 .741 -12.6721 17.5641
Dosis 100 mg/kg 17.16000* 7.32503 .028 2.0419 32.2781

Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif 46.97400* 7.32503 .000 31.8559 62.0921


Kontrol Positif -2.92200 7.32503 .693 -18.0401 12.1961
Dosis 5 mg/kg -14.27200 7.32503 .063 -29.3901 .8461
Dosis 10 mg/kg -2.44600 7.32503 .741 -17.5641 12.6721
Dosis 100 mg/kg 14.71400 7.32503 .056 -.4041 29.8321

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 32.26000* 7.32503 .000 17.1419 47.3781
Kontrol Positif -17.63600* 7.32503 .024 -32.7541 -2.5179
Dosis 5 mg/kg -28.98600* 7.32503 .001 -44.1041 -13.8679
Dosis 10 mg/kg -17.16000* 7.32503 .028 -32.2781 -2.0419
Dosis 50 mg/kg -14.71400 7.32503 .056 -29.8321 .4041

Jam 3 Kontrol Negatif Kontrol Positif -52.65600* 12.46336 .000 -78.3791 -26.9329
Dosis 5 mg/kg -64.55400* 12.46336 .000 -90.2771 -38.8309
Dosis 10 mg/kg -53.89000* 12.46336 .000 -79.6131 -28.1669
Dosis 50 mg/kg -42.60200* 12.46336 .002 -68.3251 -16.8789
Dosis 100 mg/kg -61.94800* 12.46336 .000 -87.6711 -36.2249

Kontrol Positif Kontrol Negatif 52.65600* 12.46336 .000 26.9329 78.3791


Dosis 5 mg/kg -11.89800 12.46336 .349 -37.6211 13.8251
Dosis 10 mg/kg -1.23400 12.46336 .922 -26.9571 24.4891
Dosis 50 mg/kg 10.05400 12.46336 .428 -15.6691 35.7771
Dosis 100 mg/kg -9.29200 12.46336 .463 -35.0151 16.4311

Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 64.55400* 12.46336 .000 38.8309 90.2771


Kontrol Positif 11.89800 12.46336 .349 -13.8251 37.6211
Dosis 10 mg/kg 10.66400 12.46336 .401 -15.0591 36.3871
Dosis 50 mg/kg 21.95200 12.46336 .091 -3.7711 47.6751
Dosis 100 mg/kg 2.60600 12.46336 .836 -23.1171 28.3291

Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 53.89000* 12.46336 .000 28.1669 79.6131


Kontrol Positif 1.23400 12.46336 .922 -24.4891 26.9571
Dosis 5 mg/kg -10.66400 12.46336 .401 -36.3871 15.0591
Dosis 50 mg/kg 11.28800 12.46336 .374 -14.4351 37.0111
Dosis 100 mg/kg -8.05800 12.46336 .524 -33.7811 17.6651

Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif 42.60200* 12.46336 .002 16.8789 68.3251


Kontrol Positif -10.05400 12.46336 .428 -35.7771 15.6691
Dosis 5 mg/kg -21.95200 12.46336 .091 -47.6751 3.7711
Dosis 10 mg/kg -11.28800 12.46336 .374 -37.0111 14.4351
Dosis 100 mg/kg -19.34600 12.46336 .134 -45.0691 6.3771

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 61.94800* 12.46336 .000 36.2249 87.6711
Kontrol Positif 9.29200 12.46336 .463 -16.4311 35.0151
Dosis 5 mg/kg -2.60600 12.46336 .836 -28.3291 23.1171
Dosis 10 mg/kg 8.05800 12.46336 .524 -17.6651 33.7811
Dosis 50 mg/kg 19.34600 12.46336 .134 -6.3771 45.0691

Jam 4 Kontrol Negatif Kontrol Positif -45.18200* 8.50323 .000 -62.7318 -27.6322
Dosis 5 mg/kg -63.03000* 8.50323 .000 -80.5798 -45.4802
Dosis 10 mg/kg -46.60400* 8.50323 .000 -64.1538 -29.0542
Dosis 50 mg/kg -33.07600* 8.50323 .001 -50.6258 -15.5262
Dosis 100 mg/kg -28.77200* 8.50323 .002 -46.3218 -11.2222

Kontrol Positif Kontrol Negatif 45.18200* 8.50323 .000 27.6322 62.7318


Dosis 5 mg/kg -17.84800* 8.50323 .047 -35.3978 -.2982
Dosis 10 mg/kg -1.42200 8.50323 .869 -18.9718 16.1278
Dosis 50 mg/kg 12.10600 8.50323 .167 -5.4438 29.6558
Dosis 100 mg/kg 16.41000 8.50323 .066 -1.1398 33.9598

Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 63.03000* 8.50323 .000 45.4802 80.5798


Kontrol Positif 17.84800* 8.50323 .047 .2982 35.3978
Dosis 10 mg/kg 16.42600 8.50323 .065 -1.1238 33.9758
Dosis 50 mg/kg 29.95400* 8.50323 .002 12.4042 47.5038
Dosis 100 mg/kg 34.25800* 8.50323 .000 16.7082 51.8078

Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 46.60400* 8.50323 .000 29.0542 64.1538


Kontrol Positif 1.42200 8.50323 .869 -16.1278 18.9718
Dosis 5 mg/kg -16.42600 8.50323 .065 -33.9758 1.1238
Dosis 50 mg/kg 13.52800 8.50323 .125 -4.0218 31.0778
Dosis 100 mg/kg 17.83200* 8.50323 .047 .2822 35.3818

Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif 33.07600* 8.50323 .001 15.5262 50.6258


Kontrol Positif -12.10600 8.50323 .167 -29.6558 5.4438
Dosis 5 mg/kg -29.95400* 8.50323 .002 -47.5038 -12.4042
Dosis 10 mg/kg -13.52800 8.50323 .125 -31.0778 4.0218
Dosis 100 mg/kg 4.30400 8.50323 .617 -13.2458 21.8538

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 28.77200* 8.50323 .002 11.2222 46.3218
Kontrol Positif -16.41000 8.50323 .066 -33.9598 1.1398
Dosis 5 mg/kg -34.25800* 8.50323 .000 -51.8078 -16.7082
Dosis 10 mg/kg -17.83200* 8.50323 .047 -35.3818 -.2822
Dosis 50 mg/kg -4.30400 8.50323 .617 -21.8538 13.2458

Jam 5 Kontrol Negatif Kontrol Positif -52.47600* 8.31987 .000 -69.6474 -35.3046
Dosis 5 mg/kg -65.99800* 8.31987 .000 -83.1694 -48.8266
Dosis 10 mg/kg -51.20400* 8.31987 .000 -68.3754 -34.0326
Dosis 50 mg/kg -31.95800* 8.31987 .001 -49.1294 -14.7866
Dosis 100 mg/kg -33.26400* 8.31987 .001 -50.4354 -16.0926

Kontrol Positif Kontrol Negatif 52.47600* 8.31987 .000 35.3046 69.6474


Dosis 5 mg/kg -13.52200 8.31987 .117 -30.6934 3.6494
Dosis 10 mg/kg 1.27200 8.31987 .880 -15.8994 18.4434
Dosis 50 mg/kg 20.51800* 8.31987 .021 3.3466 37.6894
Dosis 100 mg/kg 19.21200* 8.31987 .030 2.0406 36.3834

Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 65.99800* 8.31987 .000 48.8266 83.1694


Kontrol Positif 13.52200 8.31987 .117 -3.6494 30.6934
Dosis 10 mg/kg 14.79400 8.31987 .088 -2.3774 31.9654
Dosis 50 mg/kg 34.04000* 8.31987 .000 16.8686 51.2114
Dosis 100 mg/kg 32.73400* 8.31987 .001 15.5626 49.9054

Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 51.20400* 8.31987 .000 34.0326 68.3754


Kontrol Positif -1.27200 8.31987 .880 -18.4434 15.8994
Dosis 5 mg/kg -14.79400 8.31987 .088 -31.9654 2.3774
Dosis 50 mg/kg 19.24600* 8.31987 .030 2.0746 36.4174
Dosis 100 mg/kg 17.94000* 8.31987 .041 .7686 35.1114

Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif 31.95800* 8.31987 .001 14.7866 49.1294


Kontrol Positif -20.51800* 8.31987 .021 -37.6894 -3.3466
*
Dosis 5 mg/kg -34.04000 8.31987 .000 -51.2114 -16.8686
Dosis 10 mg/kg -19.24600* 8.31987 .030 -36.4174 -2.0746
Dosis 100 mg/kg -1.30600 8.31987 .877 -18.4774 15.8654

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 33.26400* 8.31987 .001 16.0926 50.4354
Kontrol Positif -19.21200* 8.31987 .030 -36.3834 -2.0406
Dosis 5 mg/kg -32.73400* 8.31987 .001 -49.9054 -15.5626
Dosis 10 mg/kg -17.94000* 8.31987 .041 -35.1114 -.7686
Dosis 50 mg/kg 1.30600 8.31987 .877 -15.8654 18.4774

Jam 6 Kontrol Negatif Kontrol Positif -71.12800* 7.69612 .000 -87.1818 -55.0742
Dosis 5 mg/kg -56.21000* 7.69612 .000 -72.2638 -40.1562
Dosis 10 mg/kg -32.09000* 7.69612 .000 -48.1438 -16.0362
Dosis 50 mg/kg -30.47800* 7.69612 .001 -46.5318 -14.4242
Dosis 100 mg/kg 71.12800* 7.69612 .000 55.0742 87.1818

Kontrol Positif Kontrol Negatif 14.91800 7.69612 .067 -1.1358 30.9718


Dosis 5 mg/kg 39.03800* 7.69612 .000 22.9842 55.0918
Dosis 10 mg/kg 40.65000* 7.69612 .000 24.5962 56.7038
Dosis 50 mg/kg 56.21000* 7.69612 .000 40.1562 72.2638
Dosis 100 mg/kg -14.91800 7.69612 .067 -30.9718 1.1358

Dosis 5 mg/kg Kontrol Negatif 24.12000* 7.69612 .005 8.0662 40.1738


Kontrol Positif 25.73200* 7.69612 .003 9.6782 41.7858
Dosis 10 mg/kg 32.09000* 7.69612 .000 16.0362 48.1438
Dosis 50 mg/kg -39.03800* 7.69612 .000 -55.0918 -22.9842
Dosis 100 mg/kg -24.12000* 7.69612 .005 -40.1738 -8.0662

Dosis 10 mg/kg Kontrol Negatif 1.61200 7.69612 .836 -14.4418 17.6658


Kontrol Positif 30.47800* 7.69612 .001 14.4242 46.5318
Dosis 5 mg/kg -40.65000* 7.69612 .000 -56.7038 -24.5962
Dosis 50 mg/kg -25.73200* 7.69612 .003 -41.7858 -9.6782
Dosis 100 mg/kg -1.61200 7.69612 .836 -17.6658 14.4418

Dosis 50 mg/kg Kontrol Negatif -71.12800* 7.69612 .000 -87.1818 -55.0742


Kontrol Positif -56.21000* 7.69612 .000 -72.2638 -40.1562
Dosis 5 mg/kg -32.09000* 7.69612 .000 -48.1438 -16.0362
Dosis 10 mg/kg -30.47800* 7.69612 .001 -46.5318 -14.4242
Dosis 100 mg/kg 71.12800* 7.69612 .000 55.0742 87.1818

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

Dosis 100 mg/kg Kontrol Negatif 14.91800 7.69612 .067 -1.1358 30.9718
Kontrol Positif 39.03800* 7.69612 .000 22.9842 55.0918
Dosis 5 mg/kg 40.65000* 7.69612 .000 24.5962 56.7038
Dosis 10 mg/kg 56.21000* 7.69612 .000 40.1562 72.2638
Dosis 50 mg/kg -14.91800 7.69612 .067 -30.9718 1.1358

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan : tanda * menunjukkan data berbeda secara bermakna.

Dilihat dari data di atas, maka :

a. Jam ke 1

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol negatif dan klompok uji dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05).
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol
positif dan kelompok uji dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok uji dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok uji dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

b. Jam ke 2

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol
negatif dan dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 dan 50 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok control positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).

c. Jam ke 3

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol negatif pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok control positif, kelompok dosis 10,50 dan 100 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 50 dan 100 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan


kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 100 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5, 10 dan 50 mg/Kg pada taraf
uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).

d. Jam ke 4

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol
negatif dan dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 5 dan 50 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 10 dan 100 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif, kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ
≥ 0,05).

e. Jam ke 5

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna terhadap kontrol
negatif dan dosis 50 dan 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

3. Kelompok dosis 5 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan


kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 10 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol positif dan kelompok dosis 5 mg/Kg pada taraf uji 0,05
(ρ ≥ 0,05).
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≥ 0,05).

f. Jam ke 6

1. Kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kelompok


kontrol positif dan seluruh kelompok uji dosis 5, 10, 50, dan 100 mg/Kg
pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
2. Kelompok kontrol positif berbeda secara bermakna dengan kelompok
dosis 100 mg/Kg pada taraf uji 0,05 (ρ ≤ 0,05).
3. Kelompok dosis 5 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh
kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05).
4. Kelompok dosis 10 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 100 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).
5. Kelompok dosis 50 mg/Kg berbeda secara bermakna dengan seluruh
kelompok dosis uji, kelompok kontrol positif dan negatif pada taraf uji
0,05 (ρ ≤ 0,05).
6. Kelompok dosis 100 mg/Kg tidak berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol negatif dan kelompok dosis 50 mg/Kg pada taraf uji
0,05 (ρ ≥ 0,05).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai