Anda di halaman 1dari 124

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

GAMBARAN PERAN APOTEKER DALAM


PELAYANAN KONSELING DI APOTEK WILAYAH
KOTA MEDAN

SKRIPSI

SRI PUJI ASTUTI


1111102000097

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
DESEMBER 2015
vi

ABSTRAK

Nama : Sri Puji Astuti


Program Studi : Farmasi
Judul : Gambaran Peran Apoteker Dalam Pelayanan Konseling di
Apotek Wilayah Kota Medan

Pelayanan konseling yang baik diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien


dalam penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan keberhasilan terapi pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan peran apoteker dalam pelayanan
konseling di apotek kota Medan. Metode survei dan simulasi pasien digunakan, dan
60 apotek dipilih secara acak dari 563 apotek di Medan. Alat bantu penelitian ini
adalah skenario, lembar checklist, dan resep yang ditulis oleh dokter. Terdapat 4 jenis
resep yang digunakan yaitu resep hipertensi, asma, diabetes, dan hiperlipidemia. Data
penelitian ini berasal dari kuisioner dan lembar checklist yang diisi setelah
berkunjung ke apotek terpilih. Dari kuisioner diperoleh data 48,33% apoteker hadir
setiap hari dan 50% hadir 1 bulan 1 kali, 60% apotek adalah milik PSA, 61,67%
apotek tidak memiliki apoteker pendamping, 51,67% apotek tidak memiliki asisten
apoteker, dan 85% apotek hanya melayani < 20 lembar resep per hari. Dari lembar
check list diperoleh data bahwa 66,67% apotek bersedia melakukan pelayanan
konseling. Tahapan konseling yang paling banyak dilakukan oleh apoteker adalah
tahap 1 (100%), kemudian tahap 3 dan 4 (77,5%), tahap 5 (65%), dan terakhir tahap 2
(57,5%). Isi konseling yang disampaikan kepada pasien sebagian besar mengenai
nama obat, waktu penggunaan (pagi/siang/sore), waktu penggunaan
(sebelum/sesudah/sedang makan), jumlah frekuensi pelayanan, dan jumlah obat
sekali minum (100%), jumlah obat yang diberikan (97,87%), indikasi (76,66%),
interaksi obat (64,58%). Persentase kualitas penyampaian isi konseling adalah 100%
kecuali Indikasi (98,33%), kontraindikasi (96,67%), interaksi obat (92,31%), dan efek
samping, (73,91%).

Kata kunci : Konseling, peran apoteker, resep

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


vii

ABSTRACT

Name : Sri Puji Astuti

Study Program : Pharmacy

Title : The Description of The Pharmacists Roles in Counseling


Services at The Pharmacies of Medan

The good counseling service is needed to improve the patient adherence for using
drug, hence can increase the successful patient therapeutic. The aim of this research is
to describe the role of pharmacist for counseling service in Medan’s pharmacy. The
survey and simulation methods were conducted and 60 pharmacies were chosen
randomly from 563 pharmacies in Medan. The tools of this research are the scenario,
sheet checklist, and prescriptions written by doctors. There are four the variety of
prescriptions used namely prescription of hypertension, asthma, diabetes, and
hyperlipidemia. The data were conducted from questionnaires and checklists that
filled after visiting the selected pharmacy. The questionnaires showed that 48.33 %
pharmacists are present every day, while, 50 % pharmacists attend only one time for
one month. In fact, only 60% pharmacists are owned by PSA. According to data of
pharmacist assistant, 61, 67% pharmacy did not has pharmacist assistant, whilst, 51,
67% pharmacy has. The pharmacy only served less than 20 sheets prescriptions per
day. The checklist data explained that 66.67% pharmacist have been willing to do
counseling service. The most part of counseling was conducted by pharmacist that is
the first step (100%), the third step and the fourth (77.5%), the fifth step (65%), and
the second step (57,5), respectively. The counseling result was delivered to patient
mostly about the drug’s name, the using time (Morning/afternoon/ evening), the time
of use (before / after / are eating), the number of frequent service, and the amount of
drug to drink (100%), the amount of drug given (97, 87%), the indication (76, 66%),
the drug interaction (64, 58%). The percentage of quality for delivering the
counseling content is 100% except the indication (98, 33%), the contradiction (96,
67%), the drug interaction (92, 31%), and the bad effect (73, 91%).
Keywords: Counseling, The role of pharmacists, prescription

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan
segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan halangan
yang menyertai, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan, dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. sebagai Ketua Program Studi Farmasi dan
pembimbing I dan Bapak Asep Dasuki S, S.Si., MM, Apt. sebagai
pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan
dukungan moral selama masa perkuliahan, penelitian, hingga penulisan
skripsi.
2. Bapak Dr. H Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D, Apt. sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan nasehat, waktu, dan dukungan moral
selama masa perkuliahan, penelitian, hingga penulisan skripsi.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Yusman dan Ibunda Rubiati, kakak dan
adik yang sangat saya sayangi Yudi Pramana, Agung Wiradi, dan Ashbahna

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


ix

syari yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat, serta
lantunan doa yang tiada pernah putus di setiap waktu.
6. Teman-teman di Program Studi Farmasi 2011: Indah, Pipit, Hesti, Rizza,
Athiyah, serta teman-teman farmasi 2011 beng-beng atas semangat dan
kebersamaan selama 4 tahun kita bersama.
7. Teman-teman di RQ UIN dan KOMDA FKIK atas dukungan, semangat, dan
persaudaraan yang berkesan selama ini.
8. Niken, Betti, Ayu, Nadhia yang selalu menginspirasi dan memberi semangat.
9. Fatimah, Winda, Nisa, Indah, Thame, terima kasih atas kebersamaan selama
ini.
10. Kak Tiwi, Kak Dina, Kak Desi, Kak Ayu, Bang Dikki, Bang Fachri, terima
kasih atas motivasi dan bimbingannya.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian dan
penulisan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis
nantikan.semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Desember 2015

Penulis

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


xi

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.3.1 Tujuan umum ....................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.4.1 Secara Teoritis ..................................................................... 4
1.4.2 Secara Metodologi ............................................................... 4
1.4.3 Secara Aplikatif ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian ................................................ 5
2.2 Apoteker ........................................................................................... 6
2.3 Peran Apoteker ................................................................................. 7
2.3.1 Peran Apoteker Menurut WHO ........................................... 7
2.3.2 Peraturan Apoteker Menurut Peraturan di Indonesia ........... 8
2.4 Apotek .............................................................................................. 10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xii

2.4.1 Pelayanan Kefarmasian di Apotek ....................................... 10


2.4.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ........................................ 10
2.4.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik ........................................ 12
2.5 Konseling ......................................................................................... 17
2.6 Hipertensi ......................................................................................... 20
2.6.1 Penatalaksanaan hipertensi .................................................. 21
2.6.2 Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian ....................... 24
2.6.3 Peran dan peluang apoteker ................................................. 25
2.7 Asma ................................................................................................ 26
2.7.1 Penatalaksanaan asma .......................................................... 28
2.7.2 Peran apoteker dalam penatalaksanaan asma ....................... 29
2.7.2.1 Rencana pengobatan (Care Plan) ............................ 29
2.7.2.2 Implementasi pengobatan ........................................ 29
2.7.2.3 Monitoring dan evaluasi .......................................... 30
2.8 Diabetes ............................................................................................ 30
2.8.1 Penatalaksanaan diabetes ..................................................... 31
2.8.2 Peran apoteker dalam penatlaksanaan diabetes mellitus....... 32
2.9 Hiperlipidemia ................................................................................. 37
2.9.1 Metabolisme Lipid dan Lipoprotein .................................... 37
2.9.2 Klasifikasi Hiperlipidemia ................................................... 37
2.9.3 Terapi ................................................................................... 38
2.9.3.1 Tujuan Terapi ........................................................... 38

BAB III DEFINISI OPERASIONAL ....................................................... 41


2.1 Definisi Operasional ........................................................................ 41

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................... 43


4.1 Alur Kerja ........................................................................................ 43
4.2 Lokasi dan waktu penelitian ............................................................. 44
4.3 Rancangan penelitian ....................................................................... 44
4.4 Populasi dan sampel ......................................................................... 44
4.4.1 Populasi ................................................................................ 44
4.4.2 Sampel .................................................................................. 44
4.5 Kriteria inklusi dan eksklusi ............................................................ 45
4.5.1 Kriteria inklusi ..................................................................... 45
4.5.2 Kriteria eksklusi ................................................................... 45
4.6 Langkah-langkah penelitian ............................................................. 45
4.6.1 Instrumen penelitian ............................................................. 45
4.6.2 Teknik pengumpulan data .................................................... 46
4.6.3 Sumber data ......................................................................... 46
4.6.4 Pengolahan data ................................................................... 47
4.6.5 Analisis data ......................................................................... 47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiii

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 49


5.1 Karakteristik Apotek Penelitian ....................................................... 50
5.2 Gambaran Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan ................ 52
5.3 Gambaran Pelaksanaan Tahapan Konseling di Apotek Kota Medan 56
5.4 Gambaran Penyampaian Isi Konseling di Apotek Kota Medan ....... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 64


6.2 Kesimpulan ...................................................................................... 64
6.3 Saran ................................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 65


LAMPIRAN ................................................................................................ 68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xiv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa .................................. 21
Tabel 2.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit ............................ 27
Tabel 2.3 Pendekatan Bertahap Untuk Penanganan Asma pada Orang
Dewasa dan Anak di Atas 5 Tahun .............................................................. 28
Tabel 2.4 Diagnosis DM dari ACCP/ADA 2013 ......................................... 32
Tabel 2.5 Penatalaksanaan diabetes ............................................................. 33
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik apotek penelitian .................................... 50
Tabel 5.2 Persentase Jumlah Tahapan Konseling yang Dilakukan Apoteker 58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tahapan Perubahan Praktik Kefarmasian ................................ 6
Gambar 5.1 Persentase Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan ........ 53
Gambar 5.2 Persentase Pelayanan Konseling Terhadap Frekuensi
Kehadiran Apoteker ...................................................................................... 55
Gambar 5.3 Persentase Pelaksanaan Tahapan Konseling di Apotek Kota
Medan .......................................................................................................... 57
Gambar 5.4 Persentase Isi Konseling yang Disampaikan Oleh Apoteker ... 60
Gambar 5.5 Rata-Rata Persentase Isi Konseling yang Disampaikan Oleh
Apoteker yang Melayani Resep Hipertensi, Asma, Diabetes, dan
Hiperlipidemia ............................................................................................. 61
Gambar 5.6 Persentase Kualitas Penyampaian Isi Konseling ...................... 62
Gambar 5.8 Rata-Rata Persentase Kualitas Isi Konseling yang
Disampaikan Oleh Apoteker yang Melayani Resep Hipertensi, Asma,
Diabetes, dan Hiperlipidemia ....................................................................... 64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Resep ....................................................................................... 69
Lampiran 2. Skenario ................................................................................... 70
Lampiran 3. Lembar Kuisioner .................................................................... 73
Lampiran 4. Lembar Check List ................................................................... 74
Lampiran 5. Perhitungan Persentase Pelaksanaan Pelayanan Konseling di
Apotek Kota Medan ..................................................................................... 87
Lampiran 6. Perhitungan Persentase Pelaksanaan Tahapan Konseling ........ 88
Lampiran 7. Perhitungan Persentase Penyampaian Isi Konseling di Apotek
Kota Medan .................................................................................................. 90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan, pelayanan
kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada
pengelolaan obat (drug oriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif
meliputi pelayanan obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian menyatakan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Peran apoteker
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat
melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah pelayanan informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan
(Menkes RI, 2014).
Standar pelayanan farmasi di apotek secara khusus dibuat dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, pada bab
pendahuluan tercantum bahwa farmasi harus memberikan pelayanan obat dan
pelayanan klinik. Pelayanan obat mencakup penjaminan mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pengelolaan obat.
Sedangkan pelayanan klinik mencakup pengkajian resep, dispensing, pelayanan
informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy
care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring efek samping obat (Menkes RI,
2014).

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


2

Pharmacist Practice Activity Classification (PPAC) yang disusun pada tahun


1998 oleh American Pharmaceutical Association menguraikan kegiatan apoteker
yang mencakup berbagai tugas yang melibatkan interaksi pasien, seperti
mewawancarai pasien, mendidik pasien, menyediakan informasi tertulis atau tidak
tertulis, berdiskusi, mendemonstrasikan sesuatu, berhadapan langsung dengan pasien,
dan melaksanakan konseling pada pasien (Rantucci, 2007).
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Konseling terutama ditujukan kepada
pasien dengan kondisi khusus, pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis,
pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus, pasien yang menggunakan
obat dengan indeks terapi sempit, pasien dengan polifarmasi, dan pasien dengan
tingkat kepatuhan rendah (Menkes RI, 2014).
Konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan penggunaan
obat-obatan yang tepat (Rantucci, 2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah
meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian
dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Schnipper,
et al., 2006). Selain itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai
penyakitnya yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu
bertanya, atau tidak dapat mengungkapkan yang ingin ditanyakan (Zillich, et al.,
2006).
Menurut laporan Department of Health and Human Service (DHHS) tahun
1990, 48% seluruh penduduk Amerika serikat, dan 55 % geriatric, dalam beberapa
hal, gagal mengikuti regimen pengobatan (Kessler, 1992). Meskipun ketidakpatuhan
tidak selalu menimbulkan konsekuensi, penelitian menunjukkan bahwa 25% pasien
akan menggunakan obat dengan cara yang dapat membahayakan kesehatan pasien,
ketidakpatuhan dapat memperlama masa sakit atau meningkatkan keparahan
penyakit. Tinjauan literatur memperlihatkan bahwa 11% pasien masuk rumah sakit
akibat ketidakpatuhan terhadap terapi obat (Aslam, Tan dan Prayitno, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

Di Indonesia peran apoteker sendiri belum berjalan maksimal. Berdasarkan


survey yang dilaksanakan oleh Indonesia Consumers Foundation (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia, YLKI) pada bulan Agustus 2005, sebagian besar staf apotek di
daerah Jakarta tidak tahu banyak tentang obat-obatan resep dan tidak tersedia untuk
konsultasi professional. Sebagian besar apoteker yang berkompetensi tidak hadir pada
lokasi bisnis dan sering membolehkan staf yang kurang berpengalaman bekerja di
apotek. Dari 32 apotek yang diperiksa oleh YLKI, hanya 11 apoteker hadir pada saat
kunjungan para peneliti. Dari seluruh peserta yang hadir, hanya 7 dapat menjelaskan
secara baik kepada para pasien tentang obat-obatan yang diresepkan dokter (The
Jakarta Post, 24 May 2006 dikutip dari James dan Spillance, 2010). Di Bali Tingkat
kehadiran apoteker di apotek masih sangat rendah. Dari total 111 apotek di wilayah
Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, Denpasar Barat, Kuta Utara, dan
Kuta Selatan, hanya 24 apotek (26,64%) yang terdapat tenaga ahli apoteker pada saat
dilakukannya survey (Rai, et al., 2011). Hasil penelitian yang dilakukan Kwando
Rendy R. (2014), menyatakan persentase kehadiran apoteker di apotek Surabaya
Timur adalah 63,33% sedangkan rata-rata presentase pelayanan kefarmasian yang
terjadi di apotek adalah 42,05% (Kwando, 2014). Di Medan, dalam penelitiannya
Adelina (2009), melaporkan bahwa pada 85,82% pelayanan pasien dilakukan oleh
asisten apoteker dan standar pelayanan kefarmasian di apotek masih dalam kategori
kurang dengan presentase sebesar 42,74% (Adelina, 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti melakukan penelitian mengenai
peran apoteker terhadap pelayanan konseling di kota Medan dengan menggunakan
empat jenis resep yang diperoleh dari dokter. Pelayanan konseling yang dilakukan
oleh apoteker dilihat dari apoteker yang bersedia melakukan pelayanan konseling,
tahapan konseling yang dilakukan, isi konseling yang disampaikan, dan kualitas isi
konseling yang disampaikan oleh apoteker.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diketahui adanya perbedaan
antara peraturan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi terkait dengan peran

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

apoteker. Untuk itu perlu dilakukan survey yang menggambarkan peran apoteker
dalam pelayanan konseling di seluruh penjuru Indonesia salah satunya adalah di
apotek wilayah kota Medan dengan membandingkan peran apoteker berdasarkan
peraturan menteri kesehatan dengan peran apoteker di lapangan.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pelayanan
konseling di apotek wilayah kota Medan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui frekuensi kehadiran apoteker di apotek wilayah kota
Medan.
b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan konseling,
pelaksanaan tahapan konseling, penyampaian isi konseling, dan kualitas
isi konseling di apotek wilayah kota Medan.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan serta wawasan
tentang peran apoteker dan pentingnya pelaksanaan peran apoteker terutama dalam
segi konseling.
1.3.2 Secara Metodologi
Metode penelitian ini dapat menjadi referensi untuk diaplikasikan pada
penelitian farmasi klinis sejenis.
1.3.3 Secara Aplikatif
a. Memberikan informasi tentang gambaran peran apoteker di apotek
wilayah kota Medan.
b. Memberikan informasi tentang pelaksanaan pelayanan konseling di apotek
wilayah kota Medan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Profesi kefarmasian


Secara historis, perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasiaan dapat
dibagi dalam 4 tahap (Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo, 1999):
1. Tahap 1 : Tugas utama farmasi adalah memproduksi. Pada tahap ini farmasi
muncul sebagai industri rumahan yang melayani masyarakat. Apoteker
membuat obat patennya sendiri dengan resep yang dibuat sendiri, kemudian
dijual dari apotek mereka sendiri. Pasien akan datang ke apoteker untuk
membeli obat dan meminta bimbingan dalam pemilihan dan penggunaan obat
yang akan digunakan. Apotek pada periode ini setara dengan industri farmasi
saat ini dan pada saat itu, farmasi memiliki nilai sosial yang jelas.
2. Tahap 2 : Pada periode ini muncul farmasi industri manufaktur dan pada saat
yang sama pembuatan resep obat oleh dokter sedang meningkat, sehingga
pekerjaan utama apoteker berhenti dalam memproduksi obat dan berpindah ke
peracikan obat yang telah diproduksi dari industri yang disesuaikan dengan
resep. Pada tahap ini pasien masih datang ke apotek untuk mendapatkan obat
dan bimbingan dalam penggunaan obat. Peran apoteker masih memiliki nilai
sosial yang jelas.
3. Tahap 3 : Pada tahap ini tugas utama apoteker mengalami penyimpangan.
Banyaknya jumlah produk obat yang semakin meningkat membuat fokus
utama peran apoteker menjadi ke produk obat dan peran pada pasien menjadi
memudar. Hal tersebut juga di dorong oleh adanya Kode Etik Asosiasi
Farmasi Amerika (American Pharmaceutical Association/AphA Code of
Ethics) mulai tahun 1922-1969 farmasis dilarang untuk mendiskusikan efek
terapi atau komposisi resep dengan pasien.

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

4. Tahap 4 : Akibat perubahan fokus farmasis terhadap produk (obat) maka


muncul berbagai laporan tentang kegagalan terapi, hal ini memicu untuk
farmasis mengisi kembali bidang pelayanan kefarmasian. Sehingga pada tahap
keempat, apoteker kembali berperan dalam pelayanan informasi obat, saran
dan konseling pasien.

Gambar 2.1 Tahapan perubahan praktik kefarmasian

2.2 Apoteker
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan RI nomor 35 tahun 2014 apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Tenaga teknis farmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasia, ahli madya farmasi, analisis farmasi, dan tenaga menengah
farmasi atau asisten apoteker (Pemerintah RI, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

2.3 Peran Apoteker


2.3.1 Peran Apoteker Menurut WHO
Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh ketrampilan
dan sikap untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Konsep the seven-star
pharmacist diperkenalkan oleh WHO dan diambil oleh FIP pada tahun 2000 sebagai
kebijaksanaan tentang praktek pendidikan farmasi yang baik (Good Pharmacy
Education Practice ) (Daris, 2006). Adapun peran farmasis yang di gariskan oleh
WHO yang dikenal dengan istilah “ seven stars pharmacist” meliputi (Firmansyah,
2009):
1. Pemberi Pelayanan
Dalam memberikan pelayanan mereka harus memandang pekerjaan
mereka sebagai bagian dan terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan dan
profesi lainnya. Pelayanannya harus dengan mutu yang tinggi.
2. Pembuat Keputusan
Penggunaan sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna
seperti SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan
harus merupakan dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional
apoteker memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan.
Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa
informasi dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat.
3. Komunikator
Apoteker adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan
antara dokter dan pasien untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan
pada masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri
dalam berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi dapat
dilakukan secara verbal (langsung), non verbal, mendengarkan, dan kemampuan
menulis.
4. Manajer
Apoteker harus dapat mengelola sumber daya (SDM, fisik dan keuangan),
dan informasi secara efektif. Mereka juga harus senang dipimpin oleh orang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

lainnya, apakah pegawai atau pimpinan tim kesehatan. Lebih-lebih lagi teknologi
informasi akan merupakan tantangan ketika apoteker melaksanakan tanggung
jawab yang lebih besar untuk bertukar informasi tentang obat dan produk yang
berhubungan dengan obat serta kualitasnya.
5. Pembelajar jangka panjang
Tidak mungkin memperoleh semua ilmu pengetahuan di sekolah farmasi
dan masih dibutuhkan pengalaman seorang apoteker dalam karir yang lama.
Konsep-konsep, prinsip-prinsip, komitmen untuk pembelajaran jangka panjang
harus dimulai disamping yang diperoleh di sekolah dan selama bekerja. Apoteker
harus belajar bagaimana menjaga ilmu pengetahuan dan ketrampilan mereka tetap
up to date.
6. Pengajar
Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan
pelatihan generasi berikutnya dan masyarakat. Sumbangan sebagai guru tidak
hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi peluang
pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan
ketrampilan yang telah dimilikinya.
7. Pemimpin
Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana
pemberi pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker
diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang
menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker
melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan , berkomunikasi dan
memimpin secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai
pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin.

2.3.2 Peran Apoteker Menurut Peraturan yang Berlaku Di Indonesia


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014, dalam
melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus menjalankan peran yaitu :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

1. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan
pasien.Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien.Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin.Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
5. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang obat dan halhal lain yang
berhubungan dengan obat.
6. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampillan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing Professional Development
/CPD)
7. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasiaan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

2.4 Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2014). Apotek memiliki tugas dan fungsi
sebagai :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan
b. Sarana farmasi untuk melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

2.4.1 Pelayanan kefarmasian di apotek


Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.Kegiatan tersebut harus didukung
oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana (Menkes RI, 2014).

2.4.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehaatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan (Menkes RI, 2014).
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat,
nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai system FEFO (First expire first out) dan FIFO
(First In First Out).
e. Pemusnahan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh
apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan menggunakan formulir satu sebagaimana terlampir.
2) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan resep

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

menggunakan formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya


dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok
sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi
pelaporan narkotika (menggunakan formulir 3 sebagaimana terlampir),
psikotropika (menggunakan formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan
lainnya.

2.4.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien(Menkes RI,
2014). Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
a. Kajian administratif meliputi:
1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
2) Nama Dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon
dan paraf.
3) Tanggal penulisan resep
b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Stabilitas
3) Kompatibilitas (ketercampuran obat)
c. Pertimbangan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis obat
2) Aturan, cara dan lama penggunaan obat
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi
4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
5) Kontra indikasi dan interaksi
6) Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.

2. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pelayanan
informasi obat. Apoteker menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep,
melakukan peracikan obat bila diperlukan, memberikan etiket, memasukkan
obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk
menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Apoteker di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat
non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas
terbatas yang sesuai (Menkes RI, 2014).
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pelayanan informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat.Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan
herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pelayanan, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
lain-lain. Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi:
a. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
b. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan).
c. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
d. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi
yang sedang praktik profesi.
e. melakukan penelitian penggunaan obat.
f. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.
g. melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan
menggunakan formulir sesuai format yang telah ditetapkan (Menkes RI,
2014).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

4. Konseling (dijelaskan lebih lanjut pada sub bab konseling)

5. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)


Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis
pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker,
meliputi:
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan.
b. Identifikasi kepatuhan pasien.
Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin.
c. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum.
d. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
e. Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah dengan
menggunakan formulir yang telah ditetapkan (Menkes RI, 2014).
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.


b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang
terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi;
melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga
kesehatan lain.
c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara
lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pelayanan obat tanpa
indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu
rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya
interaksi obat.
d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.
e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana
pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan
meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat
oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait
untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat dengan
menggunakan formulir yang telah ditetapkan (Menkes RI, 2014).
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan:
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Faktor yang perlu diperhatikan:


a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat (Menkes RI, 2014).

2.5 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker
menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah,
perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan
verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling (Menkes RI, 2014):
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pelayanan lebih dari
satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime
Questions, yaitu:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?


2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda?
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. Apoteker
mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai
bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling
dengan menggunakan formulir sesuai ketetapan peraturan.

Langkah-langkah dalam proses pendidikan dan konseling pasien akan


bervariasi sesuai dengan kebijakan sistem kesehatan dan prosedur, lingkungan, dan
pengaturan praktek. Umumnya, langkah-langkah berikut yang sesuai untuk pasien
yang menerima obat baru atau yang kembali untuk kopi resep (ASHP,1997).
a. Jalin hubungan penuh perhatian dengan pasien. Perkenalkan diri Anda sebagai
seorang apoteker, menjelaskan tujuan yang diharapkan dari sesi, dan
mendapatkan persetujuan pasien untuk berpartisipasi. Tentukan bahasa lisan
utama pasien.
b. Menilai pengetahuan pasien tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan
dan obat-obatan, fisik dan kemampuan mental untuk menggunakan obat
secara tepat, dan sikap terhadap masalah kesehatan dan obat-obatan. Ajukan
pertanyaan terbuka tentang tujuan setiap obat dan meminta pasien untuk
menggambarkan atau menunjukkan bagaimana ia akan menggunakan obat.
Pasien dengan kopi resep harus diminta untuk menjelaskan atau menunjukkan
bagaimana mereka telah menggunakan obat-obatan mereka. Mereka juga
harus diminta untuk menggambarkan masalah, keprihatinan, atau ketidak
pastian yang mereka alami dengan obat mereka.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

c. Memberikan informasi secara lisan dan menggunakan alat bantu visual atau
demonstrasi untuk mengisi kesenjangan pasien dalam pengetahuan dan
pemahaman. Buka wadah obat pasien untuk menunjukkan warna, ukuran,
bentuk, dan tanda-tanda pada tablet oral. Untuk cairan oral dan suntikan,
tunjukkan pasien tanda dosis pada alat ukur. Menunjukkan perakitan dan
penggunaan perangkat administrasi seperti inhaler hidung dan oral. Sebagai
pelengkap untuk komunikasi lisan tatap muka, sediakan handout untuk
membantu pasien mengingat informasi tertulis. Jika pasien mengalami
masalah dengan obat-nya, kumpulkan data yang sesuai dan nilai masalahnya.
Kemudian menyesuaikan rejimen farmakoterapi yang sesuai dengan protokol
atau resep.
d. Verifikasi pengetahuan dan pemahaman pasien tentang penggunaan obat-
obatan. Mintalah pasien untuk menggambarkan atau menunjukkan bagaimana
mereka akan menggunakan obat-obatan dan mengidentifikasi efek obatnya.
Amati kemampuan penggunaan obat pasien dan ketelitian dan sikap pasien
terhadap kepatuhan mengikuti rejimen farmakoterapi dan pemantauan
rencana.

Poin ini berlaku untuk obat yang diresepkan dan obat yang tidak diresepkan.
Apoteker harus member nasihat kepada pasien dalam pemilihan yang tepat dari obat
yang tidak diresepkan (ASHP, 1997).
Isi tambahan mungkin tepat ketika apoteker memiliki wewenang tanggung
jawab dalam pengelolaan penyakit kolaboratif untuk kategori pasien tertentu.
Tergantung pada manajemen penyakit atau rencana perawatan klinis pasien, berikut
dapat meliputi:
a. Keadaan penyakit: apakah akut atau kronis dan yang pencegahan, penularan,
perkembangan, dan kekambuhan.
b. Efek diperkirakan dari penyakit pada kehidupan sehari-hari pasien yang
normal
c. Pengenalan dan pengawasan komplikasi penyakit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

Apoteker harus mendokumentasikan pendidikan dan konseling pada catatan


medis tetap pasien sesuai dengan rencana perawatan pasien, kebijakan dan prosedur
sistem kesehatan, dan undang-undang negara bagian dan federal yang berlaku. Ketika
apoteker tidak memiliki akses kecatatan medis pasien, pendidikan dan konseling
dapat didokumentasikan dalam profil pasiendi apotek itu, pada formulir pesanan obat
atau resep, atau catatan konseling yang dirancang khusus (ASHP,1997).
Apoteker harus mencatat konseling yang ditawarkan, diterima, disediakan,
atau ditolak dantingkat persepsi apoteker terhadap pemahaman pasien. Sebagaimana
mestinya, isi harus didokumentasikan (misalnya, penyuluhan tentang interaksi obat-
makanan). Semua dokumentasi harus dijaga untuk menghormati kerahasiaan dan
privasi pasien dan untuk mematuhi hukum negara bagian dan federal yang berlaku
(ASHP,1997).

2.6 Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Hipertensi, kenaikan tekanan darah diastolik atau sistolik, ditemukan dalam dua tipe:
hipertensi esensial (Primer), yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder, yang
disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi.
Hipertensi malignan adalah bentuk hipertensi yang berat, fulminan, dan sering
dijumpai pada kedua tipe hipertensi tersebut. Hipertensi merupakan penyebab utama
stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal (Kowalak Jennifer P, 2011).
Hipertensi esensial biasanya dimulai secara berangsur-angsur tanpa keluhan
dan gejala sebagai penyakit benigna yang secara perlahan-lahan berlanjut menjadi
keadaan yang malignan. Jika tidak diobati, kasus-kasus yang ringan sekalipun dapat
menimbulkan komplikasi berat dan kematian. Penanganan hipertensi yang dikelola
dengan cermat, yang meliputi modifikasi gaya hidup serta pemakaian obat-obatan
akan mempengaruhi prognosis. Apabila tidak ditangani, hipertensi memiliki angka
mortalitas yang tinggi. Kenaikan tekanan darah yang berat (krisis hipertensi) dapat
berakibat kematian (Kowalak Jennifer P, 2011).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Kurang dari 10% penderita hipertansi merupakan sekunder dari penyakit


komorbid atau pbat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau renovaskular
adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara
langsung ataupun tidak, dapat menyebabkana hipertensi atau memperberat hipertensi
dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi,
maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder (Depkes RI, 2006).
The Seventh Joint National Committee mengklasifikasikan tekanan darah pada
orang dewasa seperti yang tertera pada tabel 2.1 (Sukandar Elin Yulinah et al, 2009)

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Tahap 1 hipertensi 140 – 159 atau 90 – 99
Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥ 100

Dalam sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2000, hipertensi didapatkan
pada 28% populasi dewasa di Amerika. Berdasarkan studi Framingham mengenai
tekanan darah di kalangan paruh baya dan lanjut usia, sekitar 90% individu ras
caucasia di Amerika akan mengalami hipertensi pada masa hidupnya. Prevalensi
hipertensi tersebut bervariasi dengan umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel
lainnya (Katzung Bertram G, 2010).

2.6.1 Penatalaksanaan Hipertensi


Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan
morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini
berrhubungan dengan kerusakan organ target. Misal:kejadian kardiovaskular atau
serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal. Mengurangi resiko merupakan
tujuan utama terapi hipertensi, dan pilihan obat dipengaruhi secara bermakna oleh
bukti yang menunjukkan pengurangan resiko (Depkes RI, 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

The Eight Joint National Committee memberikan 9 rekomendasi terbaru


terkait dengan target tekanan darah dan golongan obat hipertensi yang
direkomendasikan. Rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut (JNC, 2013):
Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik
menjadi < 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A).
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, bila terapi farmakologi
menghasilkan penurunan tekanan darah sitolik yang lebih rendah dari target
(misalnya < 140 mmHg) dan pasien dapat mentoleransi dengan baik, tanpa efek
samping terhadap kesehatan dan kualitas hidup, maka terapi tersebut tidak perlu
disesuaikan lagi (Opini ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah <
90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)
(Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E).
Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli, rekomendasi E).
Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik,
terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat
rekomendasi E).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥
90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140
mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor
angiotensin. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat
saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah,
tingkat rekomendasi C)
Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim ACE atau
penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku
bagi semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status
diabetes. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga
target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu sebulan
terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat
hipertensi pada rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium,
penghambat enzim ACE, dan penghambat reseptor angiotensin). Penilaian terhadap
tekanan darah hendaknya tetap dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target
tekanan darah tercapai. Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh 2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

jenis obat, tambahkan obat ketiga dari kelompok obat yang tersedia. Jangan
menggunakan obat golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor angiotensin
bersama-sama pada satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi yang
tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau kebutuhan untuk
menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat antihipertensi dari kelompok yang
lain dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke spesialis hipertensi.

2.6.2 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian


Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian dapat berupa (Depkes RI,
2006):
1. Menentukan tujuan terapi
Untuk penyakit hipertensi tujuan terapi adalah
a. Mencegah atau memperlambat komplikasi dari hipertensi dengan
membantu pasien mematuhi regimen obatnya untuk memelihara tekanan
darah < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg untuk pasien hipertensi
dengan diabetes dan gangguan ginjal.
b. Pasein mengerti pentingnya adherence dengan terapi obatnya
2. Mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat
3. Memecahkan masalah terapi obat : tujuan, alternatif, dan intervensi
4. Mencegah masalah terapi obat
Dalam rencana pelayanan kefarmasian, apoteker memberikan saran
tentang pemilihan obat, penggantian atau obat alternatif, perubahan dosis,
regimen obat (jadwal, rute, dan lama pemberian).

Rekomendasi apoteker dalam pemilihan obat untuk pasien dengan Hipertensi


(Depkes RI, 2006):
1. Sarankan terapi antihipertensi untuk pasien-pasien pada klasifikasi tahap 1
hipertensi (TDS 140-159 mmHg) dan tahap 2 hipertensi (TDS ≥ 160 mmHg)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

2. Sangat disarankan terapi antihipertensi pada pasien-pasien dengan kerusakan


target organ atau dengan faktor resiko kardiovaskular lainnya bila TDS > 140
mmHg atau TDD ≥ 90 mmHg.
3. Bila appropriate, sarankan pilihan awal untuk terapi antihipertensi. Pilihan
awal untuk dewasa tanpa indikasi khusus:
a. Diuretik golongan tiazid (untuk kebanyakan pasien)
b. Penghambat beta
c. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),
d. Antagonis kalsium (long-acting)
e. Penyekat reseptor angiotensin
f. Rekomendasikan terapi kombinasi apabila cuma ada respon parsial
dengan standar dosis monoterapi. Kombinasi yang efektif melibatkan
diuretik tiazid atau antagonis kalsium dengan ACEI, ARB atau penyekat
beta.
g. Untuk isolated systolic hypertension pada pasien-pasien dengan TDS>160
mmHg terapi awal dengan diuretik tiazid
4. Sarankan terapi dislipidemi dengan statin untuk semua pasien dengan
hipertensi dan 3 atau lebih faktor resiko kardiovaskular, atau pada pasien
dengan penyakit aterosklerosis atau penyakit arteri perifer.
5. Skrining semua pasien hipertensi untuk interaksi obat yang bermakna (dengan
obat, nutrien, dll).

2.6.3 Peran dan Peluang Apoteker


Selain melakukan asuhan kefarmasian seperti yang diuraikan diatas, dalam
membantu penatalaksanaan hipertensi selain berinteraksi dengan pasien, apoteker
berinteraksi dengan profesi kesehatan lainnya terutama dokter. Apoteker dapat
menjadi perantara antara pasien dan dokter. Kebanyakan pasien terutama kalau sudah
kenal baik dengan apotekernya selalu membeli obat di apotik yang sama. Selain
dokter, apoteker adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai akses kepada
informasi tentang semua obat yang di konsumsi pasien. Seringnya dokter tidak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

menyadari terapi atau obat-obat lain yang diresepkan oleh dokter lain kepada pasien.
Dokter dan Apoteker dapat bekerja sama sehingga target yang diinginkan dokter
tercapai (Depkes RI, 2006).
Apoteker dapat membantu dokter dalam (Depkes RI, 2006):
1. memberi edukasi ke pasien mengenai hipertensi,
2. memonitor respon pasien di farmasi komunitas
3. menyokong adherence terhadap terapi obat dan non-obat
4. mendeteksi dan mengurangi reaksi efek samping, dan
5. merujuk pasien ke dokter bila diperlukan.
Mendiskusikan dengan pasien keuntungan terapi hipertensi sama pentingnya
dengan mendiskusikan mengenai efek sampingnya. Apabila pasien mengerti
keuntungan yang potensial dari penggunaan obat untuk hipertensi, pasien akan lebih
cendrung untuk mematuhi terapinya. Sewaktu diskusi untuk efek samping obat,
Apoteker harus membicarakan bagaimana mencegah atau menangani efek-efek
samping bila muncul agar pasien tetap meneruskan terapi obatnya (Depkes RI, 2006).
Beberapa studi di Amerika telah menunjukkan kalau Apoteker yang bekerja di
klinik hipertensi atau dengan kolaborasi dengan dokter sanggup memperbaiki
penanganan pasien dengan hipertensi. Terapi nonfarmakologi memerlukan perhatian
yang cukup besar oleh profesi kesehatan agar berhasil. Terapi nonfarmakologi
memerlukan perubahan sikap, dorongan dan nasihat yang terus menerus. Dengan
membantu pasien bagaimana melibatkan perubahan/modifikasi kedalam gaya
hidupnya dapat membantu pasien mencapai tujuan ini. Misalnya Apoteker dapat
mendiskusikan mengenai olahraga, menurunkan berat badan, dan berhenti merokok
(Depkes RI, 2006).

2.7 Asma
Asma (bronkial) merupakan gangguan inflamasi pada jalan napas yang
ditandai oleh obstruksi aliran udara napas dan respons jalan napas yang berlebihan
terhadap berbagai bentuk rangsangan. Obstruksi jalan napas yang menyebar luas
tetapi bervariasi ini disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa jalan napas dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

peningkatan produksi mukus (lendir) disertai penyumbatan (plugging) serta


remodeling jalan napas. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk penyakit paru
obstruktif menahun (PPOM), yaitu penyakit paru jangka panjang yang ditandai
peningkatan resistensi jalan napas; bentuk lain PPOM meliputi bronchitis dan
emfisema (Kowalak Jennifer P, 2011).
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan (Sukandar Elin Yulinah et al, 2009).

Tabel 2.2 Klasifikasi Asma Berdasarkan Berat Penyakit


No Derajat Asma Gejala Fungsi Paru
1 Intermiten Siang hari ≤ 2 kali per minggu Variabilitas APE < 20%
Malam hari ≤ kali per bulan VEP1 ≥ 80% nilai
Serangan singkat prediksi
Tidak ada gejala antar serangan APE ≥ 80% nilai
Intensitas serangan bervariasi terbaik
2 Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu Variabilitas APE 20%-
Tetapi < 1 kali per hari 30%
Malam hari > 2 kali per bulan VEP1 ≥ 80% nilai
Serangan dapat mempengaruhi prediksi
aktivitas APE ≥ 80% nilai terbaik
3 Persisten Sedang Siang hari ada gejala Variabilitas APE > 30%
Malam hari > kali per minggu VEP1 60%-80% nilai
Serangan mempengaruhi aktivitas prediksi
Serangan ≥ 2 kali perminggu APE 60%-80% nilai
Serangan berlangsung berhari-hari terbaik
Sehari-hari menggunakan β2-agonis
aksi pendek
4 Persisten Berat Siang hari terus menerus ada gejala Variabilitas APE >30%
Setiap malam hari sering VEP1 ≤ 60% nilai
Timbul gejala prediksi
Aktivitas fisik terbatas APE ≤ 60% nilai terbaik
Sering timbul serangan
Sumber : Sukandar Elin Yulinah et al, 2009
APE : arus puncak ekspirasi
FEV : volum ekspirasi paksa dalam 1 detik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

2.7.1 Penatalaksanaan Asma


Pada tabel 2.4 ditampilkan rekomendasi NAEPP untuk penanganan asma
kronik (Sukandar Elin Yulinah et al, 2009).

Tabel 2.3 Pendekatan Bertahap Untuk Penanganan Asma pada Orang Dewasa dan
Anak di Atas 5 Tahun
Derajat Asma Pengobatan yang Diperlukan Untuk Kontrol Jangka Panjang
Persisten berat Pengobatan utama
- Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid
- Inhalasa β2 agonis kerja panjang, dan jika dibutuhkan
- Kortikosteroid ablet atau sirup (2 mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60
mg/hari)
Pemakaian berulang dapat mereduksi kortikosteroid sistemik dan
untuk pemeliharaan gunakan kortikosteroid dosis tinggi
Persisten sedang Pengobatan utama
Dosis rendah menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi β2 agonis kerja
panjang
Alternatif pengobatan
- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang, atau
- Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu
modifikasi leukotrien atau teofilin
Jika dibutuhkan khususnya pada pasien dengan eksaserbasi parah)
Pengobatan utama
- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan
ditambahkan inhalasi β2 agonis kerja panjang
Alternatif pengobatan
- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan
ditambahkan salah satu modifikasileukotrien atau teofilin
Persisten Ringan Pengobatan utama
Dosis rendah inhalasi kortikosteroid
Alternatif pengobatan
Koromolin, leukotrien, nedocromil, atau sustained release teofilin dengan
konsentrasi serum 5-15 mcg/ml
Intermiten - Tidak dibutuhkan pengobatan harian
- Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal
dan tidak ada gejala. Direkomendasikan kortikosteroid sistemik.
Penangan cepat 1. Bronkodilator kerja pendek: inhalasi β2 agonis kerja pendek 2-4
semua pasien hirupan digunakan pada yang masih gejala
2. Intensitas pengobatan akan tergantung pada kerasnya
eksaserbasi:mulai pengobatan pada interval 20 menit atau
menggunakan nebulizer tunggal, jika diperlukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

2.7.2 Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Asma


Pengobatan asma merupakan long term medication, oleh karena itu kepatuhan
pasien dalam menggunakan obat sangat diharapkan. Peran apoteker dalam
penatalaksanaan asma yaitu mendeteksi, mencegah dan mengatasi masalah terkait
obat yang dapat timbul pada tahapan berikut (Depkes RI, 2006):

2.7.2.1 Rencana Pengobatan (Care Plan)


Dalam tim terpadu, peran apoteker adalah memberikan rekomendasi dalam
pemilihan obat yang tepat berdasarkan kondisi pasien yang diperoleh dari hasil
wawancara dan hasil diagnosa dokter.

2.7.2.2 Implementasi Pengobatan


a. Menyediakan obat (drug supply management)
b. Pemberian informasi dan edukasi
Tujuan pendidikan kepada pasien adalah agar mereka lebih mengerti dan
memahami rejimen pengobatan yang diberikan sehingga pasien dapat lebih
berperan aktif dalam pengobatannya yang dapat meningkatkan kepatuhan
mereka dalam menggunakan obat.
c. Konseling
Untuk penderita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling secara
lebih terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions)
sebagai berikut :
1) Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan
anda?
2) Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
3) Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?

Pemakaian pertanyaan Three Prime Questions yang diberikan saat konseling


dimaksudkan agar :
1) Membantu pasien rawat inap, rawat jalan dan yang akan keluar dari rumah
sakit untuk memahami rencana pengobatan asma

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

2) Tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi dan


melengkapi informasi yang belum diberikan dokter, sesuai kebutuhan
3) Menggali fenomena puncak gunung es dengan memakai pertanyaan-
pertanyaan terbuka (open ended questions)
4) Menghemat waktu

2.7.2.3 Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan meningkatkan
keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan pencatatan data
pengobatan pasien (medication record).

2.8 Diabetes
Diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang menjadi prioritas ke
empat penyakit yang diidentifikasi oleh WHO bersama dengan penyakit
cardiovascular disease (CVD), yang mencakup serangan jantung, stroke, kanker dan
penyakit pernapasan kronis. Diabetes melitus merupakan penyakit yang sering
diderita oleh sebagian besar orang di dunia, bersifat kronis dan pembiayaannya
mahal. Penyakit diabetes ini ditandai dengan hiperglikemia (tingginya kadar glukosa
dalam darah), akibat kurangnya insulin yang dihasilkan dalam tubuh karena
kerusakan pankreas (diabetes tipe 1) atau akibat resistensi insulin (diabetes tipe 2)
(International Diabetes Federation, 2011).

Tabel 2.4 Diagnosis DM dari ACCP/ADA 2013


Gula darah Diabetes Melitus
Prediabetes
terkontrol (DM)
GDP (Glukosa Darah 100 - 125
< 100 mg/dL ≥ 126 mg/dL
Puasa) mg/dL
Kadar glukosa 2 jam 140 - 199
< 140 mg/dL ≥ 200 mg/dL
setelah makan mg/dL
GDS (Glukosa Darah ≥ 200 mg/dL +
Sewaktu) gejala
Hemoglobin A1c < 5.7 % 5,7-6,4% ≥ 6,5%
Sumber : Farmakoterapi Diabetes, 2013

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

2.8.1 Penatalaksanaan Diabetes


Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu (Azrifitria dan Silma Awalia, 2013):
a. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal.
b. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes.

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diabetes


Parameter Glikemik
GDP 70-130 mg/dL
Kadar glukosa 2 jam setelah makan <180 mg/dL
Hemoglobin A1c < 7%

Parameter Non Glikemik


Tekanan Darah < 130/80 mmHg
< 100 mg/dL
LDL < 70 mg/dL (dengan penyakit
kardiovaskular)
> 40 mg/dL (Pria)
HDL
> 50 mg/dL (Wanita)
Trigliserida < 150 mg/dL
Sumber: Farmakoterapi Diabetes, 2013

Terapi non farmakologi seperti pengaturan pola hidup sangat penting


dilakukan kepada pasien diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2 untuk
mengontrol konsentrasi glukosa darah agar tetap normal (Sweetman.S., 2009).
Pengontrolan pola makan terutama dilakukan dengan menjaga asupan karbohidrat
dan lemak (Wells Barbara G., 2009). Pengaturan pola makan ini pada intinya adalah
dengan menerapkan pola konsumsi yang sehat dan kadungan gizi yang seimbang
(Sweetman.S., 2009). Pola latihan fisik seperti aerobik juga sangat direkomendasikan.
Latihan fisik ini diperlukan karena dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan meningkatkan fungsi kardiovaskular


(Sweetman.S., 2009).
Bila dalam 3 bulan pemberian terapi non farmakologi tidak menunjukkan
perubahan pada pasien diabetes melitus maka penambahan terapi farmakologi berupa
pemberian obat antidiabetes oral bisa dilakukan. Terdapat dua golongan utama obat
antidiabetes oral yang bisa diberikan yaitu kelas sulfonilurea dan kelas biguanid
(Sweetman.S, 2009).
Umumnya pengobatan awal untuk penyakit diabetes ini adalah kombinasi dari
perubahan gaya hidup lebih sehat dengan penggunaan obat metformin (Maric
Andreja, 2010). Metformin ini menimbulkan efek hipoglikemia yang rendah namun
mudah menyebabkan terjadinya laktat asidosis pada pasien yang mengalami
kerusakan ginjal (Sweetman.S., 2009). Metformin menurunkan glukosa darah dengan
cara menghambat produksi glukosa hepatik dan menurunkan resistensi terhadap
insulin. Penggunaan metformin secara tunggal, mampu menurunkan HbA1c sampai
1,5% (Maric Andreja. 2010).
Dosis awal metformin 500 mg adalah dua atau tiga kali per hari atau 850 mg
satu atau dua kali perhari setelah makan (Sweetman.S., 2009). Metformin digunakan
saat sedang makan untuk mengurangi efek samping yang berhubungan dengan
pencernaan (McEvoy, 2002). Metformin ini mampu mengalami interaksi bila
digabungkan dengan obat lain, contohnya simetidin. Penggunaan simetidin dan
metformin secara bersamaan bisa menyebabkan penurunan ekskresi metformin oleh
ginjal sehingga bisa menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini harus di
gunakan dalam waktu yang sama atau berdekatan maka turunkan dosis metformin
untuk mencegah interaksi tersebut (Baxter Karen, 2008).

2.8.2 Peran Apoteker dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Kontribusi apoteker ini pada intinya adalah penatalaksanaan penyakit, berarti
mencakup terapi obat dan non-obat (Depkes RI, 2005):
a. Mengidentifikasi dan Menilai Kesehatan pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

Apoteker dapat mengidentifikasi pasien-pasien yang tidak menyadari


kalau mereka menderita diabetes. Identifikasi mentargetkan pasien-pasien
dengan resiko tinggi, termasuk pasien obesitas, pasien > 40 tahun, pasien
dengan tekanan darah tinggi atau dislipidemia, pasien dengan sejarah keluarga
diabetes, dan pasien yang mempunyai sejarah gestasional diabetes atau
melahirkan anak dengan berat badan > 4,5 kg.
b. Merujuk pasien
Salah satu peran apoteker yang tidak kalah penting adalah merujuk
pasien kepada tim perawatan diabetes lainnya seperti bagian gizi, poliklinik
mata, pediatris, gigi dan lainnya bila diperlukan. Depresi juga sering dijumpai
pada pasien diabetes, sehingga dapat dirujuk ke bagian penyakit jiwa bila
diperlukan.
c. Memantau Penatalaksanaan diabetes
Pemantauan terhadap kondisi penderita dapat dilakukan apoteker pada
saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat penderita menebus obat, atau
dengan melakukan hubungan telepon. Pemantauan kondisi penderita sangat
diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi. Apoteker harus
mendorong penderita untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan kesehatan
yang dirasakannya sesegera mungkin. Apoteker juga harus memantau tingkat
kenormalan:
1. Tekanan darah (target < 130/80 mm Hg)
2. LDL kolesterol (target < 100 mg/dl)
3. Penggunaan aspirin untuk pasien DM dengan hipertensi dan resiko
jantung
4. Pemeriksaan mata, kaki, gigi (1x/tahun)
5. Vaksinasi influenza dan pneumokokal
Penjelasan diberikan kepada pasien mengenai target dan diharapkan
pasien mengerti mengapa monitoring memegang peranan penting dalam terapi
pencegahan komplikasi yang bisa memperburuk penyakit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

d. Menjaga dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap jadwal terapi


Ada 6 langkah yang dapat dilakukan:
1) Libatkan pasien, ciptakan suasana dimana pasien menjadi peduli dan
bersedia untuk membantu menangani masalah yang berhubungan
dengan obat.
2) Spesifik, dapatkan rincian spesifik bila pasien mendiskusikan masalah
obatnya.
3) Identifikasi hambatan utama yang mempengaruhi kepatuhan pasien
dalam minum obatnya.
4) Simpulkan masalah pasien.
5) Memecahkan masalah dengan memberi saran pada pasien seperti
berikut :
a) Meminum obat sesuai dengan yang diresepkan
b) Untuk mendapatkan hasil optimal, jadwal meminum obat harus
dipatuhi
c) Bila anda masalah dengan efek samping yang dialami,
kekhawatiran biaya obat sehingga mengharapkan obat alternatif
lain yang lebih murah maka harus dibicarakan pada dokter.
d) Bila regimen obat terlalu susah, menjadi beban, atau
membingungkan tanyakan ke dokter atau Apoteker.
e) Jumlah obat yang anda minum bukanlah pertanda betapa sehat
atau tidak sehatnya anda. Lebih baik anda diskusi dengan Dokter
atau Apoteker tentang target pengobatan seharusnya (misalnya
target kadar gula, tekanan darah, kadar kolesetrol dsb).
f) Bila anda merasa depresi atau tertekan dengan ruwetnya
penanganan diabetes anda, bicarakan dengan dokter atau apoteker.
6) Akhiri pertemuan, tanyakan langkah apa yang akan dilakukan pasien
setelah diskusi dengan apoteker.
e. Membantu penderita mencegah dan mengatasi komplikasi ringan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

Mencegah dan mengatasi komplikasi diabetes adalah salah satu hal


penting dalam pengelolaan diabetes. Informasi mengenai komplikasi yang
mungkin muncul menyertai diabetes sangat penting disampaikan kepada
penderita dan keluarganya agar dapat melakukan antisipasi seperlunya.
f. Menjawab pertanyaan penderita dan keluarga mengenai DM
Biasanya pertanyaan berkisar tentang penyebab penyakit dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai, pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan,
hal-hal apa yang harus dihindari untuk mencegah atau memperlambat
perkembangan penyakit, tentang terapi obat dan efek samping obat, tentang
komplikasi dan pencegahannya, sampai pada perawatan kaki, kulit, mulut dan
gigi dan lain sebagainya.
g. Memberikan Pendidikan dan Konseling
Tujuan pendidikan kepada pasien adalah untuk memberikan
pengetahuan dan kemampuan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
pengobatannya. Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang tidak pernah
mendapat pendidikan mengenai diabetes, resiko untuk komplikasi major
meningkat 4 kali lipat. Materi inti untuk pendidikan yang komprehensif yang
dapat diberikan kepada pasien diabetes (Sumber: National Standard for
diabetes self-management education, Diabetes Care 2005) terdiri dari definisi
diabetes, proses penyakit, dan pilihan pengobatan, terapi nutrisi, aktivitas
fisik, penggunaan obat, memonitor kadar gula sendiri, mencegah, mendeteksi,
dan mengobati komplikasi-komplikasi akut dan kronis, target untuk mencapai
hidup sehat, menyesuaikan sendiri perawatan dalam kehidupan sehari-hari
(problem solving) serta penyesuaian psikososial dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan kepada pasien dapat diberikan dalam 3 tahap:
a. Tahap I : Segera dilaksanakan setelah pasien di diagnosa dengan DM
sehingga dapat membantu mengatasi kebingungan, syok, terkejut dan
lain sebagainya. Apoteker berusaha membantu pasien memahami dan
menerima diagnosis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

b. Tahap II : Memberikan informasi yang lebih dalam, dengan berfokus


pada masalah yang telah teridentifikasi sewaktu menilai pasien
(misalnya peripheral neuropathy) dan hal-hal lain yang mungkin dapat
diantisipasi (misalnya mengatasi reaksi hipoglikemi). Kegunaan dan
cara minum obat yang benar harus dijelaskan.
c. Tahap III : Memberikan pendidikan berkelanjutan untuk menekankan
konsep, meningkatkan dan menjaga motivasi, dan berupaya agar
pasien dapat mengurus dirinya dan peduli terhadap kesehatannya.

Secara umum, tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dengan


memberikan penyuluhan atau konseling kepada penderita diabetes dan
keluarganya antara lain:
a. Agar penderita DM memiliki harapan hidup lebih lama dengan
kualitas hidup yang optimal. Kualitas hidup sudah merupakan
keniscayaan. Seseorang yang dapat bertahan hidup tetapi dengan
kualitas hidup yang rendah, akan menggangggu kebahagiaan dan
ketenangan keluarga.
b. Untuk membantu penderita DM agar dapat merawat dirinya sendiri,
sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat diminimalkan, selain
itu juga agar jumlah hari sakit dapat ditekan.
c. Agar penderita DM dapat berfungsi dan berperan optimal dalam
masyarakat.
d. Agar penderita DM dapat lebih produktif dan bermanfaat.
e. Untuk menekan biaya perawatan, baik yang dikeluarkan secara
pribadi, keluarga ataupun negara.

Segala informasi yang dianggap perlu untuk meningkatkan kepatuhan


dan kerjasama penderita dan keluarganya terhadap program penatalaksanaan
diabetes dapat disampaikan dalam konseling. Namun dalam penyampaiannya
harus mempertimbangkan kondisi penderita, baik kondisi pengetahuan,
kondisi fisik, maupun kondisi psikologisnya (Depkes RI, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

2.9 Hiperlipidemia
Hiperlipidemia adalah peningkatan salah satu atau lebih kolesterol, kolesterol
ester, fosfolipid atau trigliserida. Hiperlipoproteinemia adalah meningkatnya
konsentrasi makro molekul lipoprotein yang membawa lipid dalam plasma.
Ketidaknormalan lipid plasma dapat menyebabkan pengaruh yang buruk terhadap
koroner, serebro vascular,dan penyakit pembuluh arteri perifer (Sukandar Elin
Yulinah et al, 2009).

2.9.1 Metabolisme Lipid dan Lipoprotein


Kolesterol dan trigliserida di transpor dalam aliran darah membentuk
kompleks bersama dengan fosfolipid dan protein (apoprotein) dalam partikel yang
disebut lipoprotein. Apoprotein berperan sebagai molekul atau enzim pemberi sinyal
dan memegang peran sangat penting dalam mengendalikan transpor lipid. Terdapat
beberapa golongan lipoprotein yang mentranspor lipid antara jaringan yang berbeda
dan mempunyai komposisi lipid dan apoprotein yang khas. Pada prinsipnya
kkolesterol dimetabolisme di hati. Kadar kolesterol dalam darah dikendalikan oleh
keseimbangan antara ambilan (uptake) dalam darah, produksi kolesterol (aktivitas
jalur biosintesis kolesterol), dan ekskresi dari saluran pencernaan (asam empedu)
(Davey Patrick, 2005).

2.9.2 Klasifikasi Hiperlipidemia


Klasifikasi menurut penyebabnya (Staf Pengajar Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008):
1. Hiperlipidemia primer
Hiperlipidemia primer (disebut juga hiperlipidemia familil/herediter0
adalah hiperlipidemia yang disebabkan oleh kelainan genetic. Biasanya
kelainan ini tidak memberikan gejala/keluhan (kecuali pada keadaan berat
ditemukan adanya xantoma), biasanya kelainan ini ditemukan secara
kebetulan pada waktu pemeriksaan laboratorium, misalnya pada waktu check
up.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

2. Hiperlipidemia sekunder
Hiperlipidemia sekunder adalah peningkatan kadar lipid darah
yang disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus,
gangguan tiroid, penyakit hepar, dan oenyakit ginjal. Prevalensinya hanya
sekitar 3-5% penduduk dewasa. Kelainan iini bersifat reversibel, bila
penyakit primer sembuh.
Hiperlipidemia sekunder juga dapat disebabkan oleh obat-obat,
seperti:
a. Β-bloker : hiperlipoproteinemia tipe IIa dan IIb
b. Diuretic : hiperlipoproteinemia tipe IIb dan IV
c. Estrogen : hiperlipoproteinemia tipe IV
d. Gestagen : hiperlipoproteinemia tipe IIb

2.9.3 Terapi
2.9.3.1 Tujuan Terapi
Tujuan yang ingin dicapai pada pengobatan adalah penurunan kolesterol total
dan LDL untuk mengurangi resiko pertama atau berulang dari infark miokardiak,
angina, gagal jantung, stroke iskemia, atau kejadian lain pada penyakit arterial perifer
seperti karotid stenosis atau aneurisme aortik abdominal (Sukandar Elin Yulinah et
al, 2009).
1. Terapi Non Farmakologi
Induksi penurunan bobot badan hingga 10% harus didiskusikan dulu
dengan pasien yang kelebihan berat badan. Pada umumnya, aktivitas fisik
teratur dan tidak terlalu berat, yaitu 30 menit tiap harinya untuk sebagian
besar hari dalam seminggu harus diusahakan. Setiap pasien harus dianjurkan
untuk berhenti merokok. Terapi diet yang objektif adalah menurunkan
langsung konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol untuk
mendapatkan bobot badan yang sesuai. Konsumsi kolesterol dan asam lemak
jenuh yang berlebihan akan membawa ke pengurangan klirens hepatic LDL
dan deposisi LDL dan oksidasi LDL dalam jaringan lemak. peningkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

konsumsi serat larut dalam bentuk oat, pectin, gum, dan psyllium dapat
membantu penurunan kolesterol total dan LDL (5-20%), tapi perubahan
makanan atau suplemen seharusnya tidak digantikan untuk pengobatan
dengan sediaan yang lebih aktif. Serat ini hanya memiliki efek yang sedikit
atau tidak sama sekali terhadap konsentrasi kolesterol HDL atau trigliserid.
Serat ini juga boleh digunakan untuk pengaturan konstipasi yang berhubungan
dengan resin asam empedu (Sukandar Elin Yulinah, et al, 2009).
2. Terapi farmakologi
a. Sekuestran asam empedu (resin), misalnya kolesteramin.
Obat golongan ini menurunkan kolesterol dengan mengikat
kolesterol pada saluran pencernaan, memotong sirkulasi enterohepatik,
sehingga meningkatkan ekskresi kolesterol. Rasanya tidak enak dan bisa
ditolerir. Penggunaannya bisa efektif dan tetap bermanfaat pada
hiperkolesterolemia familial.
b. Inhibitor HMG-KoA reduktase ‘statin’. Misalnya simvastatin,
pravastatin.
Golongan ini merupakan obat poten yang menghambat
hidroksimetilglutarilkoenzim (HMG-KoA) reduktase, yaitu enzim yang
membatasi kecepatan biosintesis kolesterol. Enzim ini meningkatkan
ambilan kolesterol hati karena penurunan biosintesis kolesterol
intraselular akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL dipermukaan sel.
Karenanya obat ini kurang efektif bagi pasien dengan hiperkolesterolemia
familial. Statin secara khas menurunkan kolesterol-HDL. Efeknya
terhadap trigliserida plasma relative kecil.
c. Derivat asam fibrat ‘fibrat’, misalnya bezafibrat, fenofibrat.
Obat golongan ini hanya menyebabkan penurunan sedang dari
kadar kolesterol, namun sekaligus menurunkan trigliserida dan
meningkatkan kolesterol-HDL. Mekanisme kerjanya kompleks tetapi
melibatkan simulasi aktivitas lipoprotein lipase (meningkatkan
katabolisme kilomikron dan very-low-density lipoprotein (VLDL) dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

meningkatkan ekskresi kolesterol melalui asam empedu. Lebih bermanfaat


bagi pasien dengan hiperlipidemia campuran dan/atau HDL yang rendah
(Davey Patrick, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB III

DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Definisi Operasional


a. Apoteker penanggung jawab apotek adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker yang
bekerja di apotek dan menjabat sebagai penanggung jawab apotek (Menkes
RI, 2014).
b. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek disamping
apoteker pengelola apotek dan atau menggantikannya pada jam-jam tertentu
pada hari buka apotek.
c. Apotek adalah sarana kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
apoteker (Menkes RI, 2014).
d. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes RI,
2014).
e. Kehadiran apoteker adalah keberadan apoteker di tempat kerja yaitu apotek
pada saat jam operasional apotek.
f. Konseling adalah proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan
sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien (Menkes RI, 2014).
g. Three prime question adalah 3 pertanyaan yang diajukan apoteker kepada
pasien untuk mengetahui pemahaman pasien terhadap penggunaan obatnya.
1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaianobat anda?

41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima terapiobat tersebut? (Menkes RI, 2014).
h. Check list adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa
gejala atau identitas lainnya dari sasaran pengamatan (Notoatmodjo, 2005).
i. Skenario adalah persiapan dari simulasi pasien yang berisi semua yang
berkaitan dengan data dan informasi terkait pasien, serta hal-hal yang harus
dilakukan pada saat simulasi pasien untuk memperlancar jalannya
pengamatan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alur Kerja

Penelitian Pendahuluan
Mencari jumlah apotek di wilayah kota Medan melalui
dinas kesehatan kota Medan

Persiapan Instrumen Penelitian


Skenario, resep, check list, kuisioner

Pengumpulan Data
Karakteristik apotek penelitian yang diperoleh dari
lembar kuisioner. Pelayanan konseling yang diperoleh
melalui metode simulasi pasien

Pengolahan Data
Editing, coding, entry data, cleaning data

Analisis Data
Analisis univariat dengan program Microsoft excel
2007

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan penelitian pendahuluan
dilakukan pada bulan April 2015, pengumpulan data pada bulan Juli – Agustus
2015, dan pengolahan data dan pembahasan pada bulan September - Oktober 2015.

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

4.3 Rancangan Penelitian


Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang mendeskripsikan peran
apoteker dalam pelayanan konseling di apotek wilayah kota Medan. Penelitian
deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan fenomena atau
situasi masalah di suatu tempat, misalnya komunitas, puskesmas, rumah sakit, dan
lain-lain (Notoatmodjo, 2005).

4.4 Populasi dan Sampel


4.4.1 Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah apotek yang berada
di wilayah kota Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan kota
Medan sampai bulan April 2015 jumlah apotek yang terdapat di wilayah kota Medan
adalah 563 apotek.

4.4.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel
pada penelitian ini adalah apotek yang terpilih dengan simple random sampling
dengan unit sampel (sasaran penelitian) adalah apoteker. Menurut Notoatmodjo
(2005) untuk sampel yang jumlah populasinya sudah diketahui, maka jumlah sampel
dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

. . .
= ( ) . .

n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi apotek
Z = Nilai kurva normal yang tergantung dari α (α = 5% maka Z = 1,96)
p = prevalensi kejadian sebesar 0,21.
d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan
(10%).

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


45

q=1–p

563 1,96 0,21 (1 − 0,21)


= 57,34
0,1 (563 − 1) + 1,96 0,21 (1 − 0,21)

Dari perhitungan di atas didapatkan hasil sebesar 57,34 sebagai jumlah


sampel yang kemudian dibulatkan menjadi 60.

4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


4.5.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek
penelitian atau populasi agar dapat diikut sertakan dalam penelitian (Sudibyo, 2014).
 Apotek yang terletak di wilayah Kota Medan
 Apotek yang masih beroperasi ketika dilakukan penelitian
 Apotek yang terdapat apoteker ketika dilakukan penelitian
 Apotek yang mengembalikan kuisioner

4.5.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian (Sudibyo,
2014).
 Apotek yang berada di bawah naungan rumah sakit atau klinik
 Apotek yang stafnya mengetahui sedang berhadapan dengan peneliti
ketika dilakukan penelitian dengan metode simulasi pasien

4.6 Langkah-Langkah Penelitian


4.6.1 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian, juga terkait dengan bahan penelitian (Supardi, 2014). Instrumen dalam
penelitian ini adalah resep (lampiran 1), skenario (lampiran 2), check list (lampiran
3), dan kuisioner (lampiran 4).

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


46

Pada penelitian ini digunakan 4 jenis resep dan skenario. Resep yang
digunakan adalah resep hipertensi, asma, diabetes, dan hiperlipidemia. Skenario yang
digunakan disesuaikan dengan resep yang diberikan kepada sampel. Check list yang
digunakan bersumber dari Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014
seddangkan kuisioner bersumber dari Adelina (2009).

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan 2 metode
penelitian, yaitu survei dan simulasi pasien. Survei adalah metode pengumpulan data
dengan menggunakan instrument untuk meminta tanggapan dari responden tentang
sampel (Gulö W, 2000). Pada penelitian dengan metode survei digunakan instrument
peneitian kuisioner. Pada penelitian dengan metode simulasi pasien peneliti berperan
sebagai keluarga pasien dan memberikan resep kepada petugas apotek. selanjutnya
peneliti melihat apakah apoteker berinisiatif melakukan pelayanan konseling, jika
apoteker tidak melakukan pelayanan konseling, peneliti meminta kepada petugas
apotek agar diberikan pelayanan konseling. Selanjutnya peneliti mengisi check list
setelah keluar dari apotek.

4.6.3 Sumber data


Sumber data pada dasarnya terdiri dari dua sumber, yaitu sumber data primer
dan data sekunder.Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh
peneliti untuk menjawab masalah atau tujuan penelitian yang dilakukan dalam
penelitian eksploratif, deskriptif maupun kausal dengan menggunakan metode
pengumpulan data berupa survey ataupun observasi. Data sekunder adalah struktur
data historis mengenai variable-variabel yang telah dikumpulkan dan dihimpun
sebelumnya oleh pihak lain.
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah sumber data primer
dan sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data penelitian yang
diperoleh melalui kuisioner dan check list terkait karakteristik apotek penelitian dan
peran apoteker dalam pelayanan konseling di apotek wilayah kota Medan. Sedangkan

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


47

sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah apotek di seluruh
wilayah kota Medan yang diperoleh dari dinas kesehatan kota Medan.

4.6.4 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah upaya mengolah data yang dikumpulkan menjadi
informasi yang yang dibutuhkan. Proses pengolahan data dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
 Editing
Editing adalah pemeriksaan atau koreksi data kembali kelengkapan
jawaban responden pada kuesioner yang mencakup kelengkapan jawaban,
relevansi dan konsistensi jawaban, dan sebagainya.
 Coding
Coding adalah kegiatan mengubah data berbentuk huruf pada
kuesioner menjadi bentu angka dalam upaya memudahkan pengolahan atau
analisis data di computer.
 Entry data
Entry data adalah pengetikan kode angka ke dalam program
pengolahan data.
 Cleaning data
Cleaning data adalah pemeriksaan kembali data hasil entry data pada
computer agar terhindar dari ketidaksesuaian antara data computer dengan
koding kuesioner.

4.6.5 Analisis Data


Pada penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis univariat.
Analisis univariat merupakan analisis jenis variabel yang dinyatakan dengan
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau
grafik (Setiadi, 2007). Analisis data dilakukan dengan menggunakan program
Microsoft excel 2007. Data disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


48

Pengukuran penelitian ini menggunakan skala Guttman. Skala Guttman


digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban yang jelas terhadap suatu
permasalahan yang ditanyakan (Sugiyono, 2001). Nilai 1 untuk jawaban ya dan nilai
0 untuk jawaban tidak.
Analisis yang dilakukan meliputi
1. Karakteristik apotek penelitian
2. Gambaran pelayanan konseling
3. Gambaran pelaksanaan tahapan konseling
4. Gambaran penyampaian isi dan kualitas konseling

UIN Syarif Hidayatullah jakarta


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian
yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi
pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan prilaku agar dapat melaksanankan
interaksi langsung dengan pasien.
Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah pelaksanaan pemberian konseling.
Pada penelitian ini dilakukan survei dengan melakukan observasi menggunakan
metode simulasi pasien untuk melihat pelaksanaan dan kualitas pemberian konseling
di apotek kota Medan. Kualitas pemberian konseling dilihat dari tahapan konseling
yang dilakukan dan isi konseling yang disampaikan oleh apoteker.
Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan pusat
Pemerintahan Daerah tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan
kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, barat, dan timur. Kota ini memiliki 21
kecamatan dan 151 kelurahan dengan jumlah penduduk 2.122.804 jiwa pada tahun
2012.
Menurut dinas kesehatan kota Medan, jumlah apotek di kota Medan pada
tahun 2014 adalah 563 apotek. Apabila dianalogikan satu apotek memiliki 1 apoteker,
dan hal ini digunakan sebagai indikator pelayanan apotek, maka akses pelayanan
dapat dihitung dengan rasio apoteker terhadap 100.000 penduduk. Perhitungan ini
dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah apoteker terhadap 100.000 penduduk
sudah memadai sesuai standar yang dibutuhkan oleh kementrian kesehatan
(12:100.000) dan WHO (50:100.000) (Adelina 2013 dikutip dari Dyani Primasari
Sukandi, 2015). Rasio standar yang dirumuskan oleh kementrian kesehatan tersebut

49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

dapat juga diidentikkan dengan setiap apotek melayani 83.333 atau 1:83.333,
sementara standar WHO identik dengan pengertian bahwa setiap apotek melayani
2.000 atau 1:2000 (Sukandi Dyani Primasari, 2015). Rasio apotek terhadap jumlah
penduduk di kota Medan adalah 1:3.770. Hasil ini memenuhi ketentuan kebutuhan
apoteker menurut kementerian kesehatan, namun belum memenuhi ketentuan
kebutuhan apoteker menurut WHO.

5.1 Karakteristik Apotek Penelitian

Table 5.1. Distribusi Karakteristik Apotek Penelitian


Jumlah
No Variabel %
(n = 60)
Frekuensi kehadiran apoteker
a. Setiap hari 29 48,33
1 b. 1 minggu 1 kali - -
c. 2 minggu 1 kali 1 1,67
d. 1 bulan 1 kali 30 50
Status kepemilikan
a. Pemilik Sarana Apotek (PSA)
36 60
b. Milik kelompok
- -
2 c. Milik Apoteker Penanggung jawab
1 1.67
Apotek (APA)
6 10
d. Milik gabungan APA-PSA
17 28,33
e. Lain-lain
Jumlah apoteker pendamping
a. 1 orang 11 18,33
3 b. 2 orang 1 1,67
c. Lebih dari 2 orang 11 18,33
d. Tidak ada 37 61,67
Jumlah asisten apoteker yang bekerja
a. 1 orang 4 6,67
4 b. 2 orang 7 11,67
c. > 2 orang 18 30
d. Tidak ada 31 51,67
Jumlah resep per hari
a. < 20 lembar 51 85
5 b. 21-69 lembar 9 15
c. 70-99 lembar - -
d. > 100 lembar - -

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


51

Karakteristik apotek dapat dilihat pada tabel 5.1, data tersebut diperoleh dari
lembar kuisioner yang diisi oleh responden. Pada tabel tersebut terlihat bahwa 48,33
% apoteker hadir setiap hari, 50% apoteker hadir 1 bulan 1 kali, dan hanya 1,67%
apoteker yang hadir 2 minggu 1 kali. Kewajiban kehadiran apoteker di apotek telah
dijelaskan pada PP 25 tahun 1980 yang menyatakan bahwa salah satu tugas/fungsi
apotek adalah tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan, oleh karena itu apoteker yang tidak hadir pada jam buka apotek telah
melanggar peraturan tersebut. Sanksi terhadap APA yang tidak hadir di apotek telah
diatur dalam PP nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 1332/MENKES/SK/X/2002 dan
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik.
Dalam pasal 19 ayat 2 dinyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola Apotik,
berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus-menerus, Surat
Izin Apotik atas nama Apoteker bersangkutan dicabut. Dalam pasal 26 dari PP
tersebut dijelaskan mengenai pelaksanaan pencabutan izin apotek.
Kwando Rendy R (2014) juga menyatakan bahwa upah apoteker yang rendah
merupakan kendala/alasan paling utama yang menyebabkan sebagian apoteker tidak
hadir di apotek sedangkan kendala lain yang menjadi pendukungnya adalah sebagai
berikut, 1) beban kerja yang banyak, 2) kurangnya tenaga farmasi yang melayani, 3)
tidak ada petunjuk pasti tentang bagaimana melakukan kegiatan ini, 4) komunikasi
dengan dokter/tenaga kesehatan lainnya yang kurang, 5) persediaan obat yang tidak
memadai, 6) akibat pasien yang selalu bergonta-ganti apotek, 7) pasien yang tidak
datang sendiri sehingga sulit melakukan konseling
Berdasarkan karakteristik jumlah apoteker pendamping secara umum
apotek tidak memiliki apoteker pendamping, persentase apotek yang tidak memiliki
apoteker pendamping adalah sebesar 61,67%, sementara apotek yang memiliki 1
apoteker pendamping dan lebih dari dua apoteker pendamping memiliki persentase
yang sama yaitu sebesar 18,33%, dan hanya 1 apotek yang memiliki 2 apoteker
pendamping. Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 mengatur bahwa apabila APA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

berhalangan melaksanakan tugasnya pada jam buka apotek, harus menunjuk apoteker
pendamping. Dari table 5.1 juga diketahui bahwa 51,67% apotek di kota Medan tidak
memiliki Asisten Apoteker (AA), 30% memiliki lebih dari 2 AA, 11,67 memiliki 2
AA, dan 6,67 % memiliki 1 AA. Permenkes no. 922 tahun 1993 menyatakan bahwa
dalama melaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh AA.
Dari jumlah resep yang masuk di apotek di kota Medan, kebanyakan resep
yang masuk perhari adalah di bawah 20 lembar dengan persentase 85% dan hanya
15% apotek yang melayanai resep sebanyak 21-69 lembar. Dari data status
kepemilikan apotek sebagian besar apotek dimiliki oleh PSA dengan persentase
sebesar 60%, diikuti milik lain-lain (BUMN) sebesar 28,33%, milik APA-PSA 10%,
dan hanya 1,67% milik APA.

5.2 Gambaran Pelayanan Konseling di Apotek Kota Medan


Konseling adalah salah satu pelayanan klinik yang harus dilakukan oleh
apoteker terutama di apotek. Pelayanan ini diselenggarakan untuk membantu
penderita dalam memahami terapi yang diberikan, sehingga penderita patuh terhadap
tiap tahapan terapi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yang
menggambarkan persentase pelayanan konseling di apotek kota Medan. Data tersebut
diperoleh dari apoteker yang bersedia melakukan konseling setelah peneliti meminta
pelayanan konseling. Ada beberapa apoteker yang melakukan konseling tanpa
peneliti melakukan intervensi, tetapi peneliti tidak memiliki data tersebut. Berikut
grafik yang menggambarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

66.67%
70.00%
60.00%
50.00% 33.33%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
bersedia melakukan tidak bersedia
konseling melakukan
konseling

Gambar 5.1 Persentase pelayanan konseling di apotek kota Medan

Dari grafik 5.1 terlihat bahwa 66,67% apoteker bersedia melakukan pelayanan
konseling dan 33,33% apoteker tidak bersedia melakukan pelayanan konseling.
Angka tersebut cukup baik jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Adelina (2009). Pada penelitian tersebut hanya 38,23% apotek di kota Medan yang
memberikan pelayanan konseling. Secara umum angka tersebut juga menunjukkan
adanya perubahan pelayanan kefarmasian di apotek kota Medan yang semula hanya
berfokus kepada obat menjadi pelayanan yang komprehensif yang berpusat pada
pasien.
Sebagian besar apoteker sampel melakukan konseling hanya ketika peneliti
meminta pelayanan konseling. Melihat dari jenis penyakitnya seharusnya apoteker
melakukan pelayanan konseling tanpa harus diminta, sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
dengan kondisi tertentu perlu mendapat pelayanan konseling, salah satunya adalah
pasien atau keluarga pasien dengan terapi jangka panjang seperti hipertensi, asma,
diabetes, dan hiperlipidemia. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa apoteker tidak
akan memberikan konseling jika pasien tidak meminta pelayanan konseling.
Sementara itu pada saat penelitian, peneliti tidak menemukan pasien lain yang
meminta pelayanan konseling. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap ekstistensi apoteker sebagai tenaga kesehatan dan sumber

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

informasi obat, seperti yang dipaparkan oleh Arhayani (2007) yang menyatakan
hanya 2,81% saja pengunjung apotek yang menjadikan apoteker sebagai sumber
informasi obat.
Pada beberapa apotek, apoteker menyerahkan tugas pelayanan konseling
kepada asisten apoteker atau store manager. Pada peraturan pemerintah No 51 tahun
2009 tentang pekerjaan kefarmasian dijelaskan bahwa penyerahan dan pelayanan
obat berdasarkan resep dokter harus dilaksanakan oleh apoteker. Oleh sebab itu
pelayanan konseling yang dilakukan oleh petugas selain apoteker pada penelitian ini
tidak tepat. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan klinik belum sepenuhnya
dilakukan oleh apoteker. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erlin Aurelia
(2013) dimana yang biasa melayani pasien/pasien di Apotek adalah Asisten apoteker
(48,12%), diikuti pegawai apotek (28,30%), baru kemudian Apoteker (13,21%).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek dijelaskan bahwa konseling dilakukan di ruang
tertutup dan sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari
buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan
konseling dan formulir catatan pengobatan pasien. Namun pada pelaksanaannya
hanya 26,67% apotek yang memiliki ruang khusus konseling dan tidak ada ruang
konseling yang tertutup, memiliki lemari buku, leaflet, poster, dan alat bantu
konseling. Dalam pelaksanaan konseling dibutuhkan ruang khusus, karena dapat
meningkatkan penerimaan penderita terhadap informasi konseling, sehingga
memungkinkan penderita patuh terhadap regimen obat, dan menimbulkan kepuasan
penderita pada pelayanan ini (surya, 2003). Adelina (2009) menyatakan bahwa
penyediaan ruangan informasi obat atau konseling di apotek Kota Medan hanya
memiliki persentase sebesar 29,41% dan masih berada dibawah standar.
Selama penelitian, peneliti mengalami kesulitan untuk menemui apoteker
dikarenakan rendahnya kehadiran apoteker pada saat jam kerja. Hal ini seperti yang
dijelaskan oleh Adelina (2009) bahwa 52,94% apoteker di Medan tidak hadir setiap
hari di apotek. Rendahnya kehadiran apoteker di apotek menjadi sebab mengapa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

masayarakat kurang menyadari eksistensi apoteker. Berikut adalah grafik yang


menunjukkan persentase pelayanan konseling terhadap frekuensi kehadiran apoteker.

100% 95%

80%
70%
60% melakukan konseling

40% tidak melakukan


27.50% konseling
20%
5% 2.50%
0%
setiap hari 2 minggu 1 kali 1 bulan 1 kali
Gambar 5.2 Persentase pelayanan konseling terhadap frekuensi kehadiran
apoteker

Dari grafik di atas terlihat bahwa 70% apoteker yang bersedia melakukan
pelayanan konseling adalah apoteker yang hadir setiap hari, sedangkan 95% apoteker
yang tidak bersedia melakukan pelayanan konseling adalah apoteker yang hadir 1
bulan 1 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi kehadiran apoteker di
apotek akan mempengaruhi pelayanan kefarmasian di apotek yang bersangkutan.
Sejalan dengan Kwando Rendy R (2014) dalam penelitiannya yang menyatakan
bahwa tingkat kehadiran apoteker di apotek menunjukkan adanya hubungan/korelasi
signifikan positif terhadap pelayanan kefarmasian. Peningkatan tingkat kehadiran
apoteker akan meningkatkan pelaksanaan kefarmasian.
Secara umum konseling dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
pasien dalam penggunaan obat sehingga berdampak pada kepatuhan pengobatan dan
keberhasilan dalam proses penyembuhan penyakitnya. Pada pasien hipertensi
konseling dapat menurunkan tekanan darah pasien (Pratiwi Denia, 2011). Ramadona
ade (2011) juga menjelaskan bahwa ada pengaruh positif konseling obat terhadap
kadar glukosa darah puasa pasien Diabetes Melitus (DM). Sejalan dengan Ramadona
Ade, mustofa, et al (2013) menyatakan pemberian konseling kepada pasien DM dapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

mengontrol gula darah pasien. hal tersebut dibuktikan secara klinis dengan meninjau
penurunan AIC terhadap responden yang diberi konseling dibanding dengan
responden yang tidak diberi responden. Alia Rahma (2015) konseling yang diberikan
oleh apoteker mampu memberikan kemajuan hasil terapi berupa penurunan frekuensi
serangan pada pasein asma.
Tidak terlaksananya pelayanan konseling di apotek bisa disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan kemampuan apoteker dalam berkomunikasi. Blissit
(1972) apoteker pemberi konseling harus mampu mengkomunikasikan informasi
secara efektif baik verbal maupun tertulis pada penderita. Berikut ini adalah
kompetensi yang harus dimiliki apoteker pemberi konseling : (1) kemampuan
menyampaikan dan kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan obat,
menyimpulkan, serta memberi keputusan, (2) kemampuan mengkomunikasikan
informasi farmakoterapi baik secara verbal ataupun tertulis dengan efektif, (3)
kemampuan untuk memberi pendidikan pada professional esehatan lain mengenai
inkompatibilitas, interaksi obat, reaksi obat merugikan, biofarmasetik, tujuan
pemberian obat, dosis, (4) kemampuan menyumbangkan keputusan professional yang
dapat meningkatkan efektivitas pelayanan farmasi klinik edukasi penderita dan
professional kesehatan lain (Sarwono, 2011). Rini Sasanti Handayani (2006) juga
menjelaskan bahwa pengetahuan apoteker di apotek mengenai obat untuk penyakit
kronik terbatas hanya meliputi nama obat dan indikasinya saja sedangkan apoteker
yang bekerja di rumah sakit lebih baik pengetahuannya dibidang
farmakologi/farmakokinetik.

5.3 Gambaran Pelaksanaan Tahapan Konseling di Apotek Kota Medan


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek dijelaskan bahwa terdapat 5 tahapan konseling, (1)
membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien, (2) menilai pemahaman pasien
tentang penggunaan obat melalui three prime question, yaitu : apa yang disampaikan
oleh dokter tentang obat anda?, apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara
pemakaian obat anda?, apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

setelah anda menerima terapi obat tersebut?, (3) menggali infomasi lebih lanjut
dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan obat, (4) memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat, (5) melakukan verifikasi akhir untuk memastikan
pemahaman pasien. Tahapan konseling akan berbeda-beda pada setiap negara
tergantung pada guideline yang dianut oleh negara tersebut.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yang menggambarkan
persentase pelaksanaan tahapan konseling di apotek kota Medan. Berikut grafik yang
menggambarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

100%
100.00%
98.75%
99.00% 98.07%
98.00%

97.00%
95.63%
96.00%

95.00%

94.00%

93.00%
hipertensi asma diabetes hiperlipidemia

Gambar 5.3 Persentase pelaksanaan tahapan konseling di apotek kota Medan

Dari grafik 5.3 terlihat persentase pelaksanaan tahapan konseling yang paling
tinggi adalah tahap 1 sebesar 100%. Pada penelitian ini semua apoteker yang
melaksanakan pelayanan konseling melakukan tahap 1. Pada tahap 1 sebagian besar
apoteker membuka komunikasi dengan mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
dan bertanya nama pasien. Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan
pasien dapat menciptakan hubungan baik, sehingga pasien akan merasa percaya
untuk memberikan informasi tentang pengobatannya (Depkes RI, 2006).
Tahap 2 memiliki persentase terkecil yaitu 57,5%. Pada tahap 2 apoteker
dituntut untuk menilai pemahaman pasien melalui three prime question. Tahap ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

penting dilakukan sehingga apoteker mengetahui tingkat pengetahuan pasien terhadap


terapi pengobatannya dan selanjutnya apoteker dapat menentukan hal-hal yang perlu
disampaikan kepada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
Tahap 3 dan tahap 4 mempunyai nilai persentase yang sama sebesar 77.5%.
Pada saat penelitian semua apoteker yang melakukan tahap 3 juga akan melakukan
tahap 4. Hal ini disebabkan karena keduanya berkaitan. Pada tahap 3 terjadi proses
diskusi antara apoteker dan pasien untuk mengeksplorasi permasalahan pasien dan
pada tahap 4 apoteker memberikan penjelasan terkait permasalahan yang
disampaikan pada tahap 3. Diskusi dalam konseling sangat dibutuhkan untuk
mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah. Pada sesi ini apoteker dapat
mengetahui berbagai informasi dari pasien tentang masalah potensial yang mungkin
terjadi selama pengobatan. Pasien bisa merupakan pasien baru ataupun pasien yang
meneruskan pengobatan. Setiap alternatif cara pemecahan maslah juga harus
didiskusikan dengan pasien (Depkes RI, 2006).
Apoteker yang melakukan tahap 5 sebesar 65%. Pada tahap 5 apoteker
memastikan apakah informasi yang diberikan selama konseling dapat dipahami
dengan baik oleh pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk mengulang
informasi yang sudah diterima. Sementara itu hanya 35% apoteker yang melakukan
seluruh tahapan konseling.

Tabel 5.2 Persentase Jumlah Tahapan Konseling yang Dilakukan Oleh Apoteker
Jumlah Tahapan Konseling yang Persentase (%)
Dilakukan
1 tahapan konseling 15%
2 tahapan konseling 2,5%
3 tahapan konseling 40%
4 tahapan konseling 2,5%
5 tahapan konseling 52,5%
*persentase dihitung dari jumlah apoteker yang bersedia melakukan konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

Dari tabel di atas diketahui bahwa 52,5% apoteker yang bersedia melakukan
konseling telah melakukan seluruh tahapan konseling sesuai dengan yang tertera pada
Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kefarmasian di
apotek.

5.3 Gambaran Penyampaian Isi Konseling di Apotek Kota Medan


Isi konseling adalah hal-hal yang disampaikan terkait obat pada saat
konseling. Isi konseling akan bervariasi sesuai dengan kebijakan sistem kesehatan
dan prosedur, lingkungan, dan pengaturan praktek (ASHP, 1997). Beberapa pedoman
mengenai poin yang akan dibahas saat konseling dengan pasien telah dipublikasikan.
Omnibus Budget Reconciliation Act of 1990 (OBRA ’90) menentukan bahwa
apoteker harus mendiskussikan setidaknya hal-hal berikut saat konseling dengan
pasien: nama dan deskripsi obat, cara pemakaian, dosis, bentuk sediaan dan durasi
pemakaian obat. Selain itu OBRA ’90 juga mengamanatkan kepada apoteker untuk
mendiskusikan tindakan khusus dan pencegahan untuk penyiapan, administrasi dan
penggunaan obat oleh pasien, mendiskusikan efek samping atau efek yang parah atau
interaksi dan kontraindikasi yang mungkin terjadi termasuk pantangan dan tindakan
yang harus dilakukan jika terjadi, teknik pemantauan terapi obat mandiri,
penyimpanan, informasi pengobatan kembali dan tindakan jika terjadi salah dosis
(OBRA,1990).
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan bagian dari isi pembahasan dalam
kegiatan koseling. Oleh sebab itu isi konseling yang dibahas dalam penelitian ini
adalah informasi yang harus disampaikan pada PIO yang berasal dari Peraturan
Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan kefarmasian di
Apotek. Isi konseling yang disampaikan oleh apoteker juga dinilai kualitasnya.
Kualitas isi konseling bergantung pada ketepatan penyampaian isi konseling.
Semakin banyak isi konseling yang disampaikan dengan tepat maka kualitas
penyampaian isi konseling semakin meningkat. Ketepatan tersebut dinilai
berdasarkan informasi yang diperoleh dari literatur.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yang


menggambarkan persentase penyampaian isi konseling dan kualitas penyampaian isi
konseling yang disampaikan oleh apoteker di apotek Kota Medan. Berikut grafik
yang menggambarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

100% 100% 100% 100% 100% 97.87%


100%

90%
76.66%
80%

70% 64.58%

60%

50% 41.66%
39.12% 39.12%
40%
26.46%
30% 21.66%
20%
8.75%
10% 4.62% 4.58%

0%
A B C D E F G H I J K L M N O P

Gambar 5.4 Persentase isi konseling yang disampaikan oleh apoteker

Keterangan :
A : Nama obat
B : Indikasi
C : Kontra indikasi
D : Onset obat
E : Rute obat
F : Bentuk sediaan
G : Waktu penggunaan (pagi/siang/sore)
H : Waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang makan)
I : Jumlah frekuensi pemberian
J : Jumlah obat sekali minum
K : Jumlah obat yang diberikan
L : Efek samping
M : Interaksi obat
N : Makan, minuman, dan aktivitas yang harus diihindari
O : Penyimpanan obat
P : Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

Dari grafik di atas diketahui bahwa persentase isi konseling paling tinggi yang
disampaikan adalah nama obat, waktu penggunaan (pagi/siang/sore), waktu
penggunaan (sebelum/sesudah/sedang makan), jumlah frekuensi pemberian, dan
jumlah obat sekali minum yaitu sebesar 100% kemudian diikuti dengan jumlah obat
yang diberikan yaitu sebesar 97,87%. Informasi tersebut adalah informasi yang telah
dituliskan oleh dokter dalam resep. Sejalan dengan Umi Athiyah, et al (2014) yang
menyatakan bahwa informasi obat terbanyak yang diberikan adalah informasi yang
memang telah dituliskan oleh dokter dalam resep. Nita Yunita, et al (2008) dalam
memberikan informasi tentang nama obat, kekuatan, kegunaan dan aturan pakai obat,
petugas menanggapai/menjawab dengan baik, melayani dengan sopan, melayani
dengan ramah, memberikan informasi yang dapat dipercaya dan memberikan
informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan dan onset
obat adalah isi konseling yang paling sedikit disampaikan. Persentase penyampaian
kedua isi konseling tersebut adalah 4,58% dan 4,62%. Informasi terkait pembuangan
obat perlu disampaikan agar masyarakat mengetahui cara pembuangan obat yang
tepat sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Obat yang dibuang secara
sembarangan, bisa saja dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk
dijual kembali atau dapat merusak lingkungan akibat zat kimia yang dikandung obat
tersebut.
70
59.89% 62.5%
60 58.25%
50.77%
50
40
30
20
10
0
hipertensi asma diabetes hiperlipidemia
Gambar 5.5 Rata-rata persentase isi konseling yang disampaikan oleh apoteker yang
melayani resep hipertensi, asma, diabetes, dan hiperlipidemia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Pada penelitian ini digunakan empat jenis resep yaitu hipertensi, asma,
diabetes, dan hiperlipidemia dengan masing-masing resep digunakan pada 15
apoteker. Apoteker yang melayani resep hiperlipidemia adalah yang paling banyak
menyampaikan isi konseling dibanding apoteker yang melayani resep hipertensi,
asma, dan diabetes. Dari grafik di atas juga terlihat bahwa rata-rata apoteker hanya
menyampaikan setengah dari isi konseling yang harusnya disampaikan. Pasien perlu
diberikan informasi yang lengkap demi tercapainya terapi yang optimal.

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
98.33%
100% 96.67%
92.31%
90%
80% 73.91%

70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
A B C D E F G H I J K L M N O P

Gambar 5.6 Persentase kualitas penyampaian isi konseling

Kualitas isi konseling dinilai berdasarkan kesesuaian informasi yang diberikan


kepada pasien dengan jawaban pada literatur. Dari grafik di atas terlihat sebagian
besar isi konseling disampaikan dengan benar oleh apoteker. Ketidaktepatan
penyampaian isi konseling paling banyak terjadi pada penyampaian efek samping.
Kebanyakan informasi yang diberikan adalah obat tidak memiliki efek samping.
Penyampaian efek samping harus didasarkan atas latar belakang pasien dan
kondisinya. Pemberian informasi yang berlebihan dapat menimbulkan ketakutan atau
kekhawatiran bagi pasien. Penggunaan istilah harus diperhatikan agar pasien dapat
memahami informasi yang diberikan. Selain itu, sangat penting bagi pasien untuk
diberitahu cara mengatasi gejala efek samping obat yang timbul, baik dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

tindakan yang akan meminimalkan gejala tersebut atau dengan menghubungi dokter
penulis resep secepatnya (Rantucci, 2007).
Peran Apoteker dalam pemberian informasi obat yang relevan dengan
kebutuhan pasien dan berkualitas merupakan hal yang sangat penting untuk
mencegah atau mengatasi komplikasi yang terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat
dan pembiayaan yang tinggi tanpa hasil yang maksimal.

101.00%
100.00% 100%

99.00% 98.75%
98.00% 98.07%

97.00%
96.00% 95.63%
95.00%
94.00%
93.00%
hipertensi asma diabetes hiperlipidemia

Gambar 5.7 Rata-rata persentase kualitas isi konseling yang disampaikan oleh
apoteker yang melayani resep hipertensi, asma, diabetes, dan hiperlipidemia

Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian besar isi konseling yang


disampaikan oleh apoteker telah sesuai dengan literature, terlihat dari rata-rata
persentase tiap resep berada di atas 90%. Pemahaman Apoteker yang baik terkait obat
akan menimbulkan kepercayaan pasien terhadap profesi Apoteker sebagai sumber
informasi tentang obat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Erlin Aurelia (2013)
yang menyatakan bahwa pasien yang mendapatkan pelayanan langsung dari Apoteker
cenderung mempercayai Apoteker sebagai sumber informasi terkait kesehatan
mereka. Apoteker yang merupakan profesi berkapasitas ilmu tentang obat,
bertanggung jawab atas terciptanya kualitas hidup pasien yang lebih baik.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Dari data karakteristik apotek diperoleh gambaran kehadiran apoteker di
apotek yaitu, 48,33% apoteker hadir setiap hari di apotek dan 50% hadir 1
bulan 1 kali.
2. Pada metode simulasi pasien sebanyak 66,67% apotek di Kota Medan
melakukan pelayanan konseling. Dari 66,67% apotek yang melakukan
pelayanan konseling, 80% dilakukan oleh apoteker yang melayani resep
hipertensi dan asma, 66,7% oleh oleh apoteker yang melayani resep diabetes,
dan 40% oleh oleh apoteker yang melayani resep hiperlipidemia.
3. Berdasarkan data kualitas penyampaian isi konseling diketahui bahwa semua
apoteker menyampaikan dengan benar nama obat, rute, bentuk sediaan, waktu
penggunaan (pagi/siang/sore), waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang
makan), jumlah frekuensi pemberian, dan jumlah obat sekali minum, jumlah
obat yang diberikan, makan, minuman, dan aktivitas yang harus dihindari,
penyimpanan obat, dan pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah
dihentikan. Indikasi disampaikan dengan benar oleh 98,33% apoteker,
kontraindikasi 96,67%, efek samping, 73,91%, dan interaksi obat disampaikan
dengan benar oleh 92,31% apoteker.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan No 35 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kefarmasian di Apotek terhadap apoteker yang bekerja di
apotek.
2. Sosialisasi terhadap masyarakat terkait keberadaan dan peran apoteker perlu
dilakukan.

64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

3. Diperlukan adanya pengawasan terhadap kinerja apoteker yang bekerja di


apotek.
4. Penelitian lebih lanjut terkait peran apoteker perlu dilakukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Adelina.2009. PenerapanStandar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di Kota Medan


Tahun 2008.S kripsi Sarjana Pada Fakultas Farmasi USU Medan.

ASHP.1997. Guidelines on Pharmacist-Conducted Patient Education and


Counseling. American Society of Health-System Pharmacist, Inc.

Aslam, Mohammed.,et al. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta : PT Elex Media


Komputindo.

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat


Kesehatan. 2002. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat


Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta.

Kessler, D. A. 1992. A Challenge for American Pharmacist. Am Pharm. NS32(1):33-


36

Kwando Rendy. R. 2014. Pemetaan Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian


Terkait Frekuensi Kehadiran Apoteker di Apotek di Surabaya Timur. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.3 No.1 2014.

Leksono, Bram Setyo. 2011. Profil Pelayanan Kefarmasian Tanpa Resep di Apotek
Wilayah Surabaya Dengan Kasus Diare Pada Lanjut Usia. Skripsi Sarjana
pada Fakultas Farmasi UNAIR Surabaya.

Lwanga, SK, Lemeshow, S. 1991. Sample Size Determination in Health Studie,


WHO: Genewa.

65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

Madden, JM, Quick, JD, Degnan, DR, and Kafle, KK. 1997. Undercover Careseekers
: Simulated Client In The Study of Health Provider Behavior In Developing
Countries. Elsevier Science Ltd., Britain.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Jakarta.

Nadiasa, Mayun.,et al. 2013. Analisa system pengadaan bahan dan peralatan pada
proyek kontruksi jembatan tukad penet di badung bali. Jurnal ilmiah
elektronik infrastruktur teknik sipil, volume 2, No. 2, April 2013.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi penelitian kesehatan, ed. 3.Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Pemerintah RI. 2009. Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian. Jakarta : pemerintah republic Indonesia.

Rantucci, MJ. 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien Edisi 2.Jakarta : Penerbit


Kedokteran EGC.

Ross W. Holland dan Christine M. Nimmo. 1999. Transitions, part 1 : Beyond


Pharmaceutical Care. Vol 56 Sep 1 1999 Am J Health-Syst Pharm.

Schnipper, et al. 2006.Role of pharmacist counseling in preventing adverse drug


events after hospitalization.USA : Archive of internal Medicine. Vol 166.565-
571.

Singarimbun, Masri, Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES anggota
IKAPI. Jakarta.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.


2008. Kumpulan Kuliah Farmakkologi. Jakarta: EGC

Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Cv. Alfabeta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Sukandar Elin Yulinah, et al.2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan

Sweetman C Sean. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. 36th ed.
Pharmaceutical Press : London.

Umi Athiyah, et al. 2014. Profil Informasi Obat Pada Pelayanan Resep Metformin
dan Glibenklamid di Apotek di Wilayah Surabaya. Jurnal famasi komunitas
vol. 1, No. 1, (2014) 5-10.

Watson, MC, Noris, P, and Granas, AG. 2006. A Systematic Review of The Use of
Simulated Patients and Pharmacy Practice Research. International Journal of
Pharmacy Practice. p.83, 86, 87

Watson, MC, Skelton, JR, Bond, CM, Croft, P, Wiskin, CM, Grimshaw, JM,
Mollison. J 2004.Simulated Patient In The Community Pharmacy Setting:
Using Simulated Patients to Measure Practice in the Community Pharmacy
Setting.Pharm World Sci, 26; p. 32, 35, 36.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

LAMPIRAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

Lampiran 1. Resep

Resep 1

R/ Captopril tab 12,5 mg X

S3 dd 1

Furosemid tab 40 mg X

S2 dd1

Resep 2

R/ Metilprednisolon tab 4 mg X

S3 dd 1

R/ Salbutamol tab 2 mg X

S3 dd 1

Resep 3

R/ Metformin 500 mg No X

S 3 dd 1

R/ Simetidin 300 mg No X

S 4 dd 1

Resep 4

R/ Simvastatin tab 20 mg X

S 1 dd 1

R/ Niasin tab 500 mg X

S 3 dd 1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

Lampiran 2. Skenario

Skenario 1
1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat seperti yang tertera pada resep.
2. Jika petugas apotek hanya menyerahkan obat tanpa melakukan konseling, maka
peneliti akan menanyakan keberadaan apoteker dan pelayanan konseling.
3. Jika tersedia pelayanan konseling, dan apoteker melakukan patient assasment
maka skenario yang digunakan peneliti adalah :
Pasien : Ny. Siti
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 57 tahun
Alamat : Jl. Ambai No. 55
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Kondisi pasien : 150/100 mmHg
4. Jika apoteker melakukan penilaian pemahaman peneliti melalui three prime
question, peneliti menjawab tidak tahu.
5. Jika apoteker bertanya masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obat
maka peneliti menjawab pasien mengonsumsi kapsul bawang putih.

Skenario 2
1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat seperti yang tertera pada resep.
2. Jika petugas apotek hanya menyerahkan obat tanpa melakukan konseling, maka
peneliti akan menanyakan keberadaan apoteker dan pelayanan konseling.
3. Jika tersedia pelayanan konseling, dan apoteker melakukan patient assasment
maka skenario yang digunakan peneliti adalah :
Pasien : Ny. Siti
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 57 tahun
Alamat : Jl. Ambai No. 55
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Kondisi pasein : Pasien sejak kecil didiagnosa mengidap asma


dan sejak 2 minggu lalu frekuensi sesak nafasnya meningkat. Pasien mendapatkan
pengobatan hipertensi.
4. Jika apoteker melakukan penilaian pemahaman peneliti melalui three prime
question, peneliti menjawab tidak tahu.
5. Jika apoteker bertanya masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obat
maka peneliti menjawab pasien mengonsumsi propranolol.

Skenario 3
1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat seperti yang tertera pada resep.
2. Jika petugas apotek hanya menyerahkan obat tanpa melakukan konseling, maka
peneliti akan menanyakan keberadaan apoteker dan pelayanan konseling.
3. Jika tersedia pelayanan konseling, dan apoteker melakukan patient assasment
maka skenario yang digunakan peneliti adalah :
Pasien : Ny. Siti
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 57 tahun
Hubungan dengan peneliti : Ibu
Alamat : Jl. Ambai No. 55
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Kondisi pasein : cepat lelah, pusing, sering kencing terutam di
malam hari. Pasien terkadang mengalami sakit maag. BB pasien 85 kg dengan TB
170 cm, GDA 300 mg/dl, GDP 180 mg/dl, GD2PP 250 mg/dL, HD 70 mg/dL,
LDL 60 mg/dL, TG 140 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan sebelum ke apotek.
4. Jika apoteker melakukan penilaian pemahaman peneliti melalui three prime
question, peneliti menjawab tidak tahu.
5. Jika apoteker bertanya masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obat
maka peneliti menjawab pasien mengonsumsi kapsul pare.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

Skenario 4

1. Peneliti datang ke apotek untuk membeli obat seperti yang tertera pada resep.
2. Jika petugas apotek hanya menyerahkan obat tanpa melakukan konseling, maka
peneliti akan menanyakan keberadaan apoteker dan pelayanan konseling.
3. Jika tersedia pelayanan konseling, dan apoteker melakukan patient assasment
maka skenario yang digunakan peneliti adalah :
Pasien : Ny. Siti
Jenis kelamin : Wanita
Usia : 35 tahun
Alamat : Jl. Ambai No. 55
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Kondisi pasein : Pasien mengeluh sakit dada, berkeringat,
cemas, dan nyeri perut. BB pasien 65 kg dengan TB 150 cm, kolesterol 260
mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 165 mg/dL, TG 250 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan
sebelum ke apotek.
4. Jika apoteker melakukan penilaian pemahaman peneliti melalui three prime
question, peneliti menjawab tidak tahu.
5. Jika apoteker bertanya masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obat
maka peneliti menjawab pasien mengonsumsi junk food

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Lampiran 3. Lembar Kuisioner

DATA DASAR

Jenis Kelamin :
Usia :

Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban


1. Kehadiran Ibu/Bapak apoteker di apotek
a. Setiap hari
b. 1 minggu 1 kali
c. 2 minggu 1 kali
d. 1 bulan 1 kali
e. Lain-lain ………….. (sebutkan)
2. Jumlah apoteker pendamping
a. 1 orang
b. 2 orang
c. Lebih dari 2 orang
d. Tidak ada
3. Jumlah asisten apoteker yang bekerja di apotek Ibu/Bapak
a. 1 orang
b. 2 orang
c. Lebih dari 2 orang
d. Tidak ada
4. Jumlah resep yang masuk perhari
a. Kurang dari 20 lembar
b. 21-69 lembar
c. 70-99 lembar
d. Lebih dari 100 lembar
Sumber : Adelina (2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

Lampiran 4. Lembar Check list

Variabel Indikator Penilaian


Penyampaian Kualitas
Ya Tidak Benar Salah
Kehadiran Keberadaan apoteker
apoteker
Pelayanan pelaksanaan pelayanan konseling
konseling Tahapan konseling
Membuka komunikasi antara apoteker
dengan pasien.
Menilai pemahaman pasien tentang
pengunaan obat melalui three prime
question
Menggali informasi lebih lanjut
dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah
penggunaan obat.
Memberikan penjelasan kepada pasien
untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
Melakukan verifikasi akhir.
Isi yang disampaikan saat konseling O1 O2 O1 O2 O1 O2 O1 O2

Nama obat
Indikasi
Kontraindikasi
Onset obat
Rute obat
Bentuk sediaan
Waktu penggunaan obat
(pagi/siang/sore)
Waktu penggunaan obat (sebelum
/sesudah / sedang makan)
Jumlah frekuensi pelayanan
Jumlah obat sekali minum
Jumlah obat yang diberikan
Efek samping
Interaksi obat
Makan, minuman, dan aktivitas yang
harus dihindari
Penyimpanan obat
Pembuangan obat yang terkontaminasi
atau yang telah dihentikan
Sumber : PERMENKES No 35 Tahun 2014

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

Keterangan:
O1 = obat 1
O2 = obat 2

Penilaian:
1) Ya =1
2) Benar =1
3) Tidak =0
4) Salah =0

*Benar jika sesuai dengan literature

Jawaban berdasarkan literatur (resep 1)


1. Nama obat
a. Kaptopril
b. Furosemid
2. Indikasi
a. Kaptopril : manajemen hipertensi, pengobatan gagal jantung,
disfungsi ventrikel kiri setelah infark miokard, nefropati diabetes
(Drug Information Handbook, 2009).
b. Furosemide : Terapi edema yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif, penyakit liver dan ginjal, sebagai antihipertensi tunggal atau
kombinasi (Drug Information Handbook, 2009).
3. Kontra indikasi
a. Kaptopril : hipersensitif terhadap kaptopril, inhibitor ACE lain,
atau komponen dari formulasi angiodema yang berhubungan dengan
pengobatan sebelumnya dengan inhibitor ACE (Drug Information
Handbook, 2009).
b. Furosemide : hipersensitif terhadap furosemid, komponennya, atau
sulfonylurea, koma hepatic, kekurangan elektrolit yang parah (Drug
Information Handbook, 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

4. Onset obat
a. Kaptopril : 60-90 menit (USP, 2009)
b. Furosemid : 30-60 menit (USP, 2009)
5. Rute obat
a. Kaptopril dan furosemid : Oral
6. Bentuk sediaan
a. Kaptopril dan furosemid : tablet
7. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam)
a. Kaptopril : pagi, siang, dan malam
b. Furosemid : pagi dan malam
8. Waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang)
a. Kaptopril : 1 jam sebelum makan (USP, 2009)
b. Furosemid : Sebelum atau sesudah makan (MIMS, 2011)
9. Jumlah frekuensi penggunaan
a. Kaptopril : 1 hari 3 kali (Drug Information Handbook, 2009).
b. Furosemid : 1 hari 2 kali (Drug Information Handbook, 2009).
10. Jumlah obat sekali minum
a. Kaptopril dan furosemid : satu kali minum 1 tablet
11. Jumlah obat yang diberikan
a. Kaptopril dan furosemid : masing-masing diberikan sebanyak 10
tablet
12. Efek samping
a. Kaptopril menyebabkan batuk, takikardi, nyeri dada, kemerahan, gatal,
dll (Drug Information Handbook, 2009).
b. Furosemid menyebabkan sakit kepala, gatal, mual, hipokalemia,
hiperglikemia, konstipasi, gout (Drug Information Handbook, 2009).
13. Interaksi obat
a. Ketika inhibitor ACE diperkenalkan pada pasien dengan terapi
diuretik, inhibitor ACE dapat menyebabkan hipotensi akut (Drug
Information Handbook, 2009). Kaptopril dan furosemid jika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

digunakan bersama dengan bawang putih meningkatkan efek


antihipertensi. Kaptopril bersama dengan furosemid menyebabkan
hipotensi akut dan mengurangi efek furosemid (drug interactions fact,
2009).
14. Makanan, minuman, dan aktivitas yang harus dihindari
a. Berhenti merokok, hindari alcohol, diet rendah garam, dan olahraga
(Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, 2006).
15. Penyimpanan obat
a. Kaptopril : simpan di tempat yang sejuk, kering,dan terlindung
dari cahaya pada suhu di bawah 30oC (USP, 2009)
b. Furosemid : simpan pada suhu 25oC di tempat yang sejuk, kering,
dan terlindung dari cahaya (USP, 2009)
16. Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan
a. Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya
disimpan di suatu tempat obat yang terpisah dari penyimpanan barang-
barang lain dan tidak mudah dijangkau anak-anak. Tetapi apabila obat
tersebut telah rusak, sebaiknya dibuang. Obat yang rusak dibuang
dengan cara dihancurkan dan ditimbun di dalam tanah.

Jawaban berdasarkan literatur (Resep 2)


1. Nama obat
a. Metilprednisolon
b. Salbutamol
2. Indikasi
a. Metilprednisolon : Seasonal atau perennial rhinitis alergi,
penyakit serum, asma bronkhial, reaksi hipersensitif terhadap obat,
dermatitis kontak, dan dermatitis atopik (PT Hexpharm Jaya).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

b. Salbutamol : Bronkopasme, eksaserbasi asma (akut, berat),


pencegahan bronkopasme yang diinduksi latihan (Drug Information
Handbook, 2008).
3. Kontra indikasi
a. Metilprednisolon : Kontraindikasi metilprednisolon meliputi
kehamilan, diabetes mellitus yang tidak dikontrol, alergi pada obat
(Kee Joyce L, 1996).
b. Salbutamole : Hipersensitif terhadap albuterol, amina adrenergik,
atau komponen dari formulasi (Drug Information Handbook, 2008).
4. Onset obat
a. Metilprednisolon : 1-2 jam (Drug Information Handbook, 2008).
b. Salbutamol : 2-3 jam (Drug Information Handbook, 2008).
5. Rute obat
a. Metilprednisolon dan salbutamol : Oral.
6. Bentuk sediaan
a. Metilprednisolon dan salbutamol : tablet.
7. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam)
a. Metilprednisolon : Metilprednisolon 4 mg digunakan pagi setelah
sarapan, siang setelah makan, dan malam sebelum tidur (Drug
Information Handbook, 2008).
b. Salbutamol : Salbutamol 2 mg digunakan pagi, siang, malam
dengan jarak waktu penggunaan 8 jam (Drug Information Handbook,
2008).
8. Waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang)
a. Metilprednisolon : Metilprednisolon 4 mg dapat digunakan saat
dan setelah makan (Drug Information Handbook, 2008).
b. Salbutamol : Salbutamol tablet diminum 1 jam atau 2 jam setelah
makan (Drug Information Handbook, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

9. Jumlah frekuensi penggunaan


a. Metilprednisolon : Metilprednisolon 4 mg digunakan 1 hari 3 kali
1 tablet (www.drugs.com).
b. Salbutamol : Salbutamol 2 mg digunakan 1 hari 3 kali 1 tablet
(www.drugs.com).
10. Jumlah obat sekali minum
a. Metilprednisolon dan salbutamol : Satu kali minum 1 tablet.
11. Jumlah obat yang diberikan
a. Metilprednisolon dan salbutamol : Masing-masing diberikan
sebanyak 10 tablet.
12. Efek samping
a. Metilprednisolon : Reaksi yang merugikan meliputi hipertensi
sementara pada pelayanan dosis awal dan peningkatan tekanan gula
darah (Drug Information Handbook, 2008).
b. Salbutamol : menyebabkan tremor halus otot rangka (terutama
tangan), palpitasi, takikardia, ketegangan saraf, sakit kepala,
vasodilatasi perifer, kram otot (jarang). Reaksi hipersensitivitas,
iskemia miokard, hipotensi, angiodema, urtikaria (Martindale, 2009).
13. Interaksi obat
a. Beta blocker (propranolol) tidak boleh diberikan kepada penderita
asma karena dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang serius,
walaupun diberikan lewat tetes mata (Stockley’s Drug Interactions,
2008).
b. Propranolol menurunkan efek albuterol dengan antagonis
farmakodinamik (Morales Daniel R, et al, 2014) .
14. Makanan, minuman, dan aktivitas yang harus dihindari
a. Mengetahui dan menghindari faktor pencetus seperti asap rokok, bulu
binatang, udara dingin, dan lainnya. Melakukan pola hidup sehat dan
kegiatan fisik misalnya senam asma. Menghindari kegemukan
(Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

15. Penyimpanan obat


a. Metilprednisolon : simpan di tempat yang sejuk, kering, dan
terlindung dari cahaya (Martindale, 2009).
b. Salbutamol : simpan di tempat yang sejuk, kering, dan terlindung
dari cahaya (Martindale, 2009).
16. Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan
a. Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya
disimpan di suatu tempat obat yang terpisah dari penyimpanan barang-
barang lain dan tidak mudah dijangkau anak-anak. Tetapi apabila obat
tersebut telah rusak, sebaiknya dibuang. Obat yang rusak dibuang
dengan cara dihancurkan dan ditimbun di dalam tanah.

Jawaban berdasarkan literatur (Resep 3)


1. Nama obat
a. Metformin
b. Simetidin
2. Indikasi
a. Metformin : DM tipe 2 yang gagal dikendalikan dengan diet dan
sulfonylurea, terutama pada pasien yang gemuk (Sukandar, Elin
Yulinah dkk, 2008).
b. Simetidine : simetidin digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan pencernaan (peptic ulcer disease, gastric bleeding) (Lacy
Charles Fet al, 2006).
3. Kontra indikasi
a. Metformin : gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis
laktat, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme,
wanita hamil, wanita menyusui (Sukandar, Elin Yulinah dkk, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

b. Simetidine : penggunaan simetidin harus hati-hati terhadap orang


tua dan gangguan hati. Hati-hati penggunaan ranitidin, famotidin, dan
nizatidin pada wanita menyusui (ISO Farmakoterapi, 2009).
4. Onset obat
a. Metformin : 1-3 jam (Diabetes Medication Guide).
b. Simetidin : 60 menit (Neiss Labs).
5. Rute obat
a. Metformin dan simetidin : Oral
6. Bentuk sediaan
a. Metformin dan simetidin : tablet
7. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam)
a. Metformin : metformin 500 mg diminum pagi dan sore dengan
selang waktu 12 jam (Sweetman. S. 2009).
b. Simetidin : simetidin 800 mg digunakan saat akan tidur atau 400
mg 2 pagi dan malam (Lacy Charles F et al, 2009).
8. Waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang)
a. Metformin : metformin digunakan saat sedang makan untuk
mengurangi efek samping yang berhubungan dengan pencernaan
(McEvoy 2002).
b. Simetidin : simetidin digunakan bisa setelah atau sedudah makan
karena ada tidaknya makanan tidak mempengaruhi absorbsinya (Lacy
Charles F et al, 2009).
9. Jumlah frekuensi penggunaan
a. Metformin : metformin 500 mg digunakan sehari dua kali
(Sweetman, 2009).
b. Simetidin : simetidin digunakan 800 mg/hari (Lacy Charles F et
al, 2009).
10. Jumlah obat sekali minum
a. Metformin dan simetidin : satu kali minum 1 tablet
11. Jumlah obat yang diberikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

a. Metformin dan simetidin : masing-masing diberikan sebanyak 10


tablet
12. Efek samping
a. Metformin menyebabkan diare, mual, muntah, kembung, kram, dan
nyeri abdominal, flatulensi, dan anoreksia. Dalam dosis berlebih bisa
menyebabkan hipoglikemia (McEvoy, 2002).
b. Simetidin umumnya mempunyai efek samping berupa sakit kepala
atau pusing yang bersifat reversible (Lacy Charles F et al, 2006).
13. Interaksi obat
a. Penggunaan metformin dan simetidin secara bersamaan bisa
menyebabkan penurunan ekskresi metformin oleh ginjal sehingga bisa
menyebabkan lactic acidosis. Maka bila kedua obat ini harus
digunakan dalam waktu bersamaan atau berdekatan maka turunkan
dosis metformin untuk mencegah interaksi tersebut (Karen Baxter,
2008).
b. Kombinasi metformin dengan herbal kapsul pare dapat menyebabkan
kondisi hipoglikemik parah yang dapat mengancam kehidupan pasien.
Sehingga diperlukan monitoring dan kewaspadaan pasien dalam
memnggunakan kombinasi metformin dan kapsul pare (Poonam
Tripathi, 2013).
14. Makanan, minuman, dan aktivitas yang harus dihindari
a. Pasien diabetes sebaiknya mengurangi makanan berkarbohidrat tinggi,
dan snack, dan sangat disarankan untuk menjaga agar makanan yang
dikonsumsi mengandung gizi yang seimbang untuk mencegah
timbulnya ganggun pencernaan seperti peptic ulcer disease maka
hindari makanan pedas, makanan dengan kandungan asam tinggi,
kafein dan alcohol (Wells Barbara G, 2009).
15. Penyimpanan obat
a. Metformin dan simetidin disimpan pada suhu kamar (25-30oC), dalam
wadah tertutup rapat dan terhindar dari cahaya matahari (USP, 2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

16. Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan


a. Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya
disimpan di suatu tempat obat yang terpisah dari penyimpanan barang-
barang lain dan tidak mudah dijangkau anak-anak. Tetapi apabila obat
tersebut telah rusak, sebaiknya dibuang. Obat yang rusak dibuang
dengan cara dihancurkan dan ditimbun di dalam tanah.

Jawaban berdasarkan literatur (Resep 4)


1. Nama obat
a. Simvastatin
b. Niasin
2. Indikasi
a. Simvastatin : pencegahan sekunder kejadian kardiovaskuler pada
pasien hiperkolesterolemia dengan penyakit jantung koroner (PJK)
atau beresiko tinggi PJK: untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (infark miokard, prosedur revaskularisasi koroner),
untuk mengurangi resiko struk dan serangan iskemik transient.
Hiperlipidemia : untuk mengurangi kadar kolesterol total LDL-C,
apolipoprotein B dan trigliserida, dan meningkatkan HDL-C pada
pasien dengan hiperkolesterolemia primer, pengobatan homozigot
hiperkolesterolemia familial (Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : terapi adjuvant dari dislipidemia untuk menurunkan
resiko berulag infark miokard dan memperlambat progress penyakit
arteri koroner, termasuk terapi kombinasi dengan agen
antidyslipidemic lain ketika diinginkan penurunan trigliseridan dan
peningkatan HDL. Pengobatan hipertrigliseridemia pada pasien
dengan resiko pancreatitis, pengobatan penyakit pembuluh darah
perifer dan gangguan peredaran darah (Drug Information Handbook,
2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

3. Kontra indikasi
a. Simvastatin : hipersensitif terhadap imvastatin atau komponen
dalam formula, penyakit hati aktif, kehamilan, dan menyusui (Drug
Information Handbook, 2008).
b. Niasine : hipersensitif terhadap niasin, niasimid, atau komponen
dalam formula, penyakit hati aktif atau signifikan atau disfungsi
hepatic yang tidak dapat dijelaskan, ulkus peptik aktif, pendarahan
arteri (Drug Information Handbook, 2008).
4. Onset obat
a. Simvastatin : < 3 hari (Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : untuk menurunkan konsentrasi kolesterol : beberapa
hari, untuk menurunkan konsentrasi trigliserida : beberapa jam (Drug
Information Handbook, 2008).
5. Rute obat
a. Simvastatin dan niasin : Oral
6. Bentuk sediaan
a. Simvastatin dan niasin : tablet (Drug Information Handbook,
2008).
7. Waktu penggunaan (pagi/siang/malam)
a. Simvastatin : diberikan malam hari untuk efek maksimal (Drug
Information Handbook, 2008)
b. Niasin : dosis niasin untuk penanganan hiperlipidemia 1,5-6 gram/hari
dalam 3 dosis terbagi, pagi, siang, dan malam (Drug Information
Handbook, 2008)
8. Waktu penggunaan (sebelum/sesudah/sedang makan)
a. Simvastatin : simvastatin dapat dikonsumsi dengan atau tanpa
makanan (Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : niasin oral digunakan bersama dengan makanan (Drug
Information Handbook, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


85

9. Jumlah frekuensi penggunaan


a. Simvastatin : simvastatin 20 mg diberikan 1 kali sehari pada malam
hari (Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : niasin 500 mg diberikan 3 kali sehari (Drug Information
Handbook, 2008).
10. Jumlah obat sekali minum
a. Simvastatin dan niasin : 1 tablet
11. Jumlah obat yang diberikan
a. Simvastatin dan niasin : masing-masing diberikan sebanyak 10
tablet
12. Efek samping
a. Simvastatin : sembelit, perut kembung, dyspepsia, transaminase
miningkat, infeksi saluran pernafasan atas, nyeri perut, diare, sing,
kelelahan, sakit kepala, insomnia, mual, pruritus, trombositopenia,
vertigo (Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : aritmia, edema, hipotensi, palpitasi, takikardia, insomnia,
sakit kepala, migraine, mual, muntah, rhabdomyolysis, myopathy
(dengan HMG-CoA reductase inhibitor) (Drug Information
Handbook, 2008).
13. Interaksi obat
a. Pelayanan simvastatin bersama niasin meningkatkan efek samping
dari simvastatin (Drug Information Handbook, 2008).
14. Makanan, minuman, dan aktivitas yang harus dihindari
a. Aktivitas fisik teratur dan tidak terlalu berat, yaitu 30 menit tiap
harinya untuk sebagian besar hari dalam seminggu harus diusahakan.
Mengurangi konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan kolesterol untuk
mendapatkan bobot badan yang sesuai. Peningkatan konsumsi serat
larut dalam bentuk oat, pectin, gum, dan psyllium dapat membantu
penuunan kolesterol total dan LDL (ISO Farmakoterapi, 2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

15. Penyimpanan obat


a. Simvastatin : simpan di tempat yang rapat pada temperature 5-30oC
(Drug Information Handbook, 2008).
b. Niasin : simpan pada suhu ruangan terkontrol 15-30oC (Drug
Information Handbook, 2008).
16. Pembuangan obat yang terkontaminasi atau yang telah dihentikan
a. Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya
disimpan di suatu tempat obat yang terpisah dari penyimpanan barang-
barang lain dan tidak mudah dijangkau anak-anak. Tetapi apabila obat
tersebut telah rusak, sebaiknya dibuang. Obat yang rusak dibuang
dengan cara dihancurkan dan ditimbun di dalam tanah.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Lampiran 5. Perhitungan Persentase Pelaksanaan Pelayanan Konseling di


Apotek Kota Medan

A. Perhitungan grafik 5.1 Persentase pelayanan konseling di apotek kota Medan


Kode Apotek Skor pelaksanaan konseling 032 1
001 1 033 1
002 1 034 1
003 1 035 1
004 1 036 1
005 1 037 1
006 1 038 1
007 1 039 1
008 1 040 1
009 1 041 0
010 1 042 0
011 1 043 0
012 1 044 0
013 0 045 0
014 0 046 0
015 0 047 1
016 0 048 1
017 1 049 1
018 1 050 1
019 1 051 1
020 1 052 1
021 1 053 0
022 1 054 0
023 0 055 0
024 1 056 0
025 1 057 0
026 1 058 0
027 1 059 0
028 0 060 0
029 1 Jumlah skor 40
030 1 Persentase
66.67
(%)
031 1
Keterangan :
0 : Apoteker tidak melakukan pelayanan konseling
1 : Apoteker melakukan pelayanan konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 6. Perhitungan Persentase Pelaksanaan Tahapan Konseling

A. Perhitungan grafik 5.3 persentase pelaksanaan tahapan konseling


Kode Skor Pelaksanaan Tahapan Konseling
Apotek Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5
001 1 0 1 1 0
002 1 0 0 0 0
003 1 0 0 0 0
004 1 0 0 0 0
005 1 1 1 1 1
006 1 1 1 1 1
007 1 1 1 1 1
008 1 1 1 1 1
009 1 1 1 1 1
010 1 1 1 1 1
011 1 1 0 0 1
012 1 0 1 1 0
013 - - - - -
014 - - - - -
015 - - - - -
016 - - - - -
017 1 1 1 1 1
018 1 1 1 1 1
019 1 0 1 1 1
020 1 0 0 0 0
021 1 1 1 1 1
022 1 1 1 1 1
023 - - - - -
024 1 0 1 1 0
025 1 0 1 1 0
026 1 1 1 1 1
027 1 1 1 1 1
028 - - - - -
029 1 1 0 0 1
030 1 0 1 1 0
031 1 1 1 1 1
032 1 0 1 1 0
033 1 0 1 1 0
034 1 0 0 0 1
035 1 0 0 0 0
036 1 0 1 1 1
037 1 1 1 1 1
038 1 1 1 1 1
039 1 1 1 1 1
040 1 0 0 0 0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

041 - - - - -
042 - - - - -
043 - - - - -
044 - - - - -
045 - - - - -
046 - - - - -
047 1 1 1 1 1
048 1 1 1 1 1
049 1 1 1 1 1
050 1 1 1 1 1
051 1 1 1 1 1
052 1 0 1 1 0
053 - - - - -
054 - - - - -
055 - - - - -
056 - - - - -
057 - - - - -
058 - - - - -
059 - - - - -
060 - - - - -
Jumlah
40 23 31 31 26
skor
Persentase
100% 57,5% 77,5% 77,5% 65%
(%)

Keterangan :
- : Apoteker tidak melakukan pelayanan konseling
0 : Apoteker tidak melakukan tahapan konseling
1 : apoteker melakukan tahapan konseling

Rumus persentase pelaksanaan tahapan konseling :

jumlah apoteker yang melakukan tahapan konseling


×100%
jumlah apoteker yang melakukan pelayanan konseling

*persentase dihitung dari total apoteker yang melakukan pelayanan konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

Lampiran 7. Perhitungan Persentase Penyampaian Isi Konseling Obat di Apotek Kota Medan

Hasil skor penyampaian isi konseling di apotek Kota Medan


Kode Apotek Jumlah
Isi Konseling 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 C F
C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F
Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
Indikasi 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 7 7
Kontra indikasi 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 3 3
Onset obat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 0 0
Rute obat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 0 0
Bentuk sediaan 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 3 3
Waktu penggunaan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
(pagi/ siang/ sore)
Waktu penggunaan
(sebelum/ sesudah/ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
sedang makan)
Jumlah frekuensi
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
pemberian
Jumlah obat sekali
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
minum
Jumlah obat yang
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 12 12
diberikan
Efek samping 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 _ _ _ _ _ _ 5 4
Interaksi obat 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 _ _ _ _ _ _ 5 5

Makanan, minuman,
dan aktivitas yang 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 2 2
harus dihindari

Penyimpanan obat 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 1 1
Pembuangan obat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ 0 0
Jumlah 10 10 6 6 7 7 6 6 13 13 10 10 8 7 7 7 7 7 10 10 6 6 8 8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

Kode Apotek Jumlah

016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030
Isi Konseling
MP SA
M S M S M S M S M S M M S M S M S M M M M M M
SA SA SA SA SA SA SA
P A P A P A P A P A P P A P A P A P P P P P P

Nama obat _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12 12

Indikasi _ _ 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 _ _ 0 0 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 0 0 9 9

Kontra indikasi _ _ 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 _ _ 0 0 0 0 1 1 1 1 _ _ 0 0 0 0 5 5

Onset obat _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ 0 0 0 0 0 0 1 1 _ _ 0 0 0 0 1 1

Rute obat _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ 0 0 0 0 0 0 1 1 _ _ 0 0 0 0 1 1

Bentuk sediaan _ _ 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ 0 0 0 0 0 0 1 1 _ _ 1 1 0 0 5 5
Waktu penggunaan
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12 12
(pagi/ siang/ sore)
Waktu penggunaan
(sebelum/ sesudah/ _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12 12
sedang makan)
Jumlah frekuensi
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12 12
pemberian
Jumlah obat sekali
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12 12
minum
Jumlah obat yang
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 0 0 1 1 11 11
diberikan
Efek samping _ _ 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 _ _ 1 1 1 1 1 1 0 0 _ _ 1 1 0 0 5 5

Interaksi obat _ _ 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 0 0 1 1 10 10
Makanan, minuman,
dan akitivitas yang _ _ 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ 0 0 0 0 1 1 1 1 _ _ 0 0 0 0 4 4
harus dihindari
Penyimpanan obat _ _ 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ 0 0 0 0 3 3

Pembuangan obat _ _ 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ 0 0 0 0 1 1

Jumlah _ _ 10 10 13 13 8 8 8 8 11 11 8 8 _ _ 8 7 9 9 12 12 13 13 _ _ 8 8 7 7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92

Kode Apotek Jlh

Isi Konseling 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
M S
M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S

Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10

Indikasi 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 9 9

Kontra indikasi 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 4 4

Onset obat 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Rute obat 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Bentuk sediaan 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 4 4
Waktu penggunaan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10
(pagi/ siang/ sore)
Waktu penggunaan
(sebelum/ sesudah/ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10
sedang makan)
Jumlah frekuensi
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10
pemberian
Jumlah obat sekali
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10
minum
Jumlah obat yang
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 10 10
diberikan
Efek samping 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Interaksi obat 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5
Makanan,
minuman, dan
1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5
aktivitas yang harus
dihindari
Penyimpanan obat 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 2 2

Penyiapan obat 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Jumlah 10 10 7 7 8 8 14 14 7 7 8 8 8 8 10 10 12 12 9 9 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93

Kode Apotek Jlh

Isi Konseling 046 047 048 049 050 051 052 053 054 055 056 057 058 059 060
SV N
SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N

Nama obat _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6

Indikasi _ _ 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5

Kontra indikasi _ _ 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 3 3

Onset obat _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 0 0

Rute obat _ _ 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Bentuk sediaan _ _ 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 3 3
Waktu penggunaan (pagi/
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
siang/ sore)
Waktu penggunaan (sebelum/
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
sesudah/ sedang makan)
Jumlah frekuensi pemberian _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6

Jumlah obat sekali minum _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6

Jumlah obat yang diberikan _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6

Efek samping _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Interaksi obat _ _ 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5
Makanan, minuman, dan
_ _ 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 4 4
aktivitas yang harus dihindari
Penyimpanan obat _ _ 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 2 2

Pembuangan obat _ _ 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 0 0

Jumlah _ _ 8 8 8 8 10 10 12 12 13 13 9 9 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Keterangan :
0 : apoteker tidak menyampaikan isi konseling SA : salbutamol
1 : apoteker menyampaikan isi konseling M : metformin
- : apoteker tidak melakukan pelayanan konseling S : simetidin
C : captopril SV : simvastatin
F : furosemid N : niasin
MP : metilprednisolon

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94

Hasil skor kualitas penyampaian konseling

Kode Apotek Jumlah

Isi Konseling 001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 C
F
C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F C F
12 12
Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
7 7
indikasi 1 1 _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
3 3
Kontra indikasi 1 1 _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
0 0
Onset obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
0 0
Rute obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
3 3
Bentuk sediaan _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Waktu penggunaan 12 12
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
(pagi/ siang/ sore)
Waktu penggunaan 12 12
(sebelum/ sesudah/ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
sedang makan)
Jumlah frekuensi 12 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
pemberian
Jumlah obat sekali 12 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
minum
Jumlah obat yang 12 12
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
diberikan
2
Efek samping 1 1 _ _ 1 0 _ _ _ _ _ _ 1 _ _ _ _ _ 1 1 _ _ 1 0 _ _ _ _ _ _ 5
5 5
Interaksi obat _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _
Makanan, minuman, 3 3
dan aktivitas yang _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
harus dihindari
1 1
Penyimpanan obat _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
0 0
Pembuangan obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Jumlah 8 8 6 6 7 6 6 6 12 12 10 10 9 8 7 7 7 7 10 10 6 6 8 7 _ _ _ _ _ _

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95

Kode Apotek Jumlah

Isi Konseling 016 017 018 019 020 021 022 023 024 025 026 027 028 029 030 MP SA

MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA MP SA
12
Nama obat _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 12
9
Indikasi _ _ 1 1 1 1 0 1 _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 _ _ 8
5
Kontra indikasi _ _ 1 1 1 1 0 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ 4
1
Onset obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ 1
1
Rute obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ 1
5 5
Bentuk sediaan _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ 1 1 _ _
Waktu 12 12
penggunaan _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1
(pagi/siang/malam)
Waktu 12 12
penggunaan
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1
(sebelum/sesudah/
sedang makan)
Jumlah frekuensi 12 12
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1
pemberian
Jumlah obat sekali 12 12
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1
minum
Jumlah obat yang _ _ 11 11
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1
diberikan
2 4
Efek samping _ _ _ _ _ _ _ _ 0 1 _ _ _ _ _ _ 0 0 0 1 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _
_ _ 9 9
Interaksi obat _ _ 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ 1 1 0 0 1 1 1 1 _ _ 1 1
Makanan, 4 4
minman, dan
_ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _
aktivitas yang
harus dihindari
3 3
Penyimpanan obat _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _
0 0
Pembuangan obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Jumlah _ _ 10 10 12 12 6 8 7 8 11 11 8 8 _ _ 7 7 7 8 12 12 8 8 _ _ 9 9 7 7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


96

Kode Apotek Jumlah

Isi Konseling 031 032 033 034 035 036 037 038 039 040 041 042 043 044 045
M S
M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S M S

10 10
Nama obat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

9 9
Indikasi 1 1 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

4 4
Kontra indikasi 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

1 1
Onset obat 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

1 1
Rute obat _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

4 4
Bentuk sediaan _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Waktu penggunaan 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
(pagi/ siang/ sore)
Waktu penggunaan 10 10
(sebelum/sesudah/ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
sedang makan)
Jumlah frekuensi 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
pemberian
Jumlah obat sekali 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
minum
Jumlah obat yang 10 10
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
diberikan
1 1
Efek samping _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

4 4
Interaksi obat _ _ _ _ 0 0 1 1 _ _ 1 1 _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Makanan, minuman, 5 5
dan aktivitas yang 1 1 _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
harus dihindari
_ _ 2 2
Penyimpanan obat _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
1 1
Pembuangan obat _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Jumlah 10 10 7 7 7 7 14 14 7 7 10 10 8 8 10 10 12 12 9 9 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


97

Kode Apotek Jumlah

Isi Konseling 046 047 048 049 050 051 052 053 054 055 056 057 058 059 060
SV N
SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N SV N

Nama obat _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6

Indikasi _ _ 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5

Kontra indikasi _ _ 1 1 _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 3 3

Onset obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 0 0

Rute obat _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Bentuk sediaan obat _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 3 3


Waktu penggunaan
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
(pagi /siang/sore)
Waktu penggunaan
(sesudah/ sebelum/ _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
sedang makan)
Jumlah frekuensi
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
pemberian
Jumlah obat sekali
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
minum
Jumlah obat yang
_ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 6 6
diberikan
Efek samping _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1

Ineraksi obat _ _ _ _ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 5 5
Makanan, minuman,
dan aktivitas yang _ _ _ _ 1 1 _ _ 1 1 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 4 4
harus dihindari
Penyimpanan obat _ _ _ _ _ _ _ _ 1 1 1 1 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 2 2

Pembuangan obat _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ 0 0

Jumlah _ _ 8 8 7 7 10 10 12 12 13 13 8 8 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Keterangan :
0 : jawaban tidak tepat
1 : jawaban tepat
- : apoteker tidak melakukan konseling/apoteker tidak menyampaikan isi konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


98

A. Perhitungan gambar 5.4 persentase isi konseling yang disampaikan oleh apoteker
(dihitung per isi konseling)

Rumus :
jumlah apoteker yang menyampaikan konten konseling
×100%
jumlah apoteker yang melakukan pelayanan konseling

*Persentase dihitung berdasarkan jumlah apoteker yang bersedia melakukan


pelayanan konseling

Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 75% Jlh obat 1x minum: × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 37.5% Jlh obat diberikan : × 100% = 97.5%

Onset obat : × 100% = 5% Efek samping : × 100% = 28.7%

Rute obat : × 100% = 7.5% Interaksi obat : × 100% = 62.5%

Bentuk sediaan : × 100% = 37.5% Hal yang dihindari : × 100% = 37.5%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 20%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 5%

B. Perhitungan gambar 5.5rata-rata persentase isi konseling yang disampaikan


apoteker (dihitung per isi konseling) pada kelompok hipertensi, asma, diabetes,
dan hiperlipidemia.
Rumus :
jumlah apoteker yang menyampaikan konten konseling
×100%
jumlah apoteker yang melakukan pelayanan konseling

*Persentase dihitung berdasarkan jumlah apoteker yang bersedia melakukan


pelayanan konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


99

1) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok hipertensi


a. Captopril

Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 58,3% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 25% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 41,7%

Rute obat : 0% Interaksi obat : × 100% = 41,7%

Bentuk sediaan : × 100% = 58,3% Hal yang dihindari : × 100% = 16,6%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 8,33%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

b. Furosemid
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 58,3% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 25% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 33,3%

Rute obat : 0%
Interaksi obat : × 100% = 41,7%

Bentuk sediaan : × 100% = 58,3%


Hal yang dihindari : × 100% = 16,7%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 8,33%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


100

2) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok asma


a. Metilprednisolon
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 75% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 41,67% Jlh obat diberikan : × 100% = 91,7%

Onset obat : × 100% = 8,33% Efek samping : × 100% = 41,7%

Rute obat : × 100% = 41,67% Interaksi obat : × 100% = 83,3%

Bentuk sediaan : × 100% = 41,67% Hal yang dihindari : × 100% = 33,3%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 25%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 8,33%

b. Salbutamol
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 75% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 41,67% Jlh obat diberikan : × 100% = 91,7%

Onset obat : × 100% = 8,33% Efek samping : × 100% = 41,7%

Rute obat : × 100% = 41,67% Interaksi obat : × 100% = 83,3%

Bentuk sediaan : × 100% = 41,67% Hal yang dihindari : × 100% = 33,3%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 25%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 8,33%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


101

3) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok diabetes


a. Obat Metformin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 90% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 40% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 10% Efek samping : × 100% = 10%

Rute obat : × 100% = 10% Interaksi obat : × 100% = 50%

Bentuk sediaan : × 100% = 40% Hal yang dihindari : × 100% = 50%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 20%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 10%

b. Simetidin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 90% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 40% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 10% Efek samping : × 100% = 10%

Rute obat : × 100% = 10% Interaksi obat : × 100% = 50%

Bentuk sediaan : × 100% = 40% Hal yang dihindari : × 100% = 50%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 20%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 10%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


102

4) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok


hiperlipidemia
a. Simvastatin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 83,33% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 50% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 16,7%

Rute obat : × 100% = 16,67


Interaksi obat : × 100% = 83,3%

Bentuk sediaan : × 100% = 50%


Hal yang dihindari : × 100% = 66,7%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 33,3%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

b. Niasin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 83,33% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 50% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 16,7%

Rute obat : × 100% = 16,67%


Interaksi obat : × 100% = 83,3%

Bentuk sediaan : × 100% = 50%


Hal yang dihindari : × 100% = 66,7%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 33,3%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


103

C. Perhitungan gambar 5.6 Persentase kualitas penyampaian isi konseling oleh


apoteker (dihitung per isi konseling)

Rumus :

jumlah benar konten konseling


×100%
jumlah apoteker yang menyampaikan konten konseling

*Persentase dihitung berdasarkan jumlah apoteker yang melakukan penyampaian


isi konseling.

Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 98.3% Jlh obat 1x minum: × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 96.7% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 100% Efek samping : × 100% = 73.9%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 92.3%

Bentuk sediaan : × 100% = 100% Hal yang dihindari: × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 100%

D. Perhitungan gambar 5.7 rata-rata persentase kualitas penyampaian isi konseling


(dihitung per isi konseling) pada kelompok hipertensi, asma, diabetes, dan
hiperlipidemia.
Rumus :

jumlah benar konten konseling


×100%
jumlah apoteker yang menyampaikan konten konseling

*Persentase dihitung berdasarkan jumlah apoteker yang menyampaikan isi


konseling

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


104

1) Persentase kualitas penyampaian isi konseling pada kelompok hipertensi


a. Captopril
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 100%

Rute obat : 0% Interaksi obat : × 100% = 100%

Bentuk sediaan : × 100% = 100%


Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

b. Furosemid
Nama obat : × 100% = 100% Frek. pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 50%

Rute obat : 0% Interaksi obat : × 100% = 100%

Bentuk sediaan : × 100% = 100%


Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


105

2) Persentase kualitas penyampaian isi konseling pada kelompok asma


a. Metilprednisolon
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 88,9% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 80% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 100% Efek samping : × 100% = 40%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 90%

Bentuk sediaan : × 100% = 100% Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

b. Salbutamol
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 100 Efek samping : × 100% = 80%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 90%

Bentuk sediaan : × 100% = 100% Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


106

3) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok diabetes


a. Obat Metformin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 100% Efek samping : × 100% = 100%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 80%

Bentuk sediaan : × 100% = 100% Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 100%

a. Obat Simetidin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : × 100% = 100% Efek samping : × 100% = 100%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 80%

Bentuk sediaan : × 100% = 100% Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : × 100% = 100%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


107

4) Persentase isi konseling yang disampaikan apoteker pada kelompok


hiperlipidemia
a. Obat Simvastatin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 100%

Rute obat : × 100% = 100%


Interaksi obat : × 100% = 100%

Bentuk sediaan : × 100% = 100%


Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Penyimpanan obat : 0%

b. Niasin
Nama obat : × 100% = 100% Frek. Pemberian : × 100% = 100%

Indikasi : × 100% = 100% Jlh obat 1x minum : × 100% = 100%

Kontra indikasi : × 100% = 100% Jlh obat diberikan : × 100% = 100%

Onset obat : 0% Efek samping : × 100% = 100%

Rute obat : × 100% = 100% Interaksi obat : × 100% = 100%

Bentuk sediaan : × 100% = 100%


Hal yang dihindari : × 100% = 100%

Penggunaan (1) : × 100% = 100%


Penyimpanan obat : × 100% = 100%

Penggunaan (2) : × 100% = 100% Pembuangan obat : 0%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai