Anda di halaman 1dari 239

ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH

SAKIT UMUM dr. FAUZIAH BIREUEN


TAHUN 2018

TESIS

NURLIAWATI
1602011259

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH
SAKIT UMUM dr. FAUZIAH BIREUEN
TAHUN 2018

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memeroleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M.)
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia

Oleh:

NURLIAWATI
1602011259

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
Telah di uji pada tanggal: 11 April 2019

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Dr.dr. Arifah Devi Fitriani M.Kes
Anggota : 1. dr. Jamaluddin, MARS
2. Dr. Ns. Asriwati, S.Pd, S.Kep, M.Kes
3. Dr. Nuraini, S.Pd, M.Kes
i
ABSTRAK

ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH


SAKIT UMUM dr. FAUZIAH BIREUEN
TAHUN 2018
NURLIAWATI
1602011259

Rumah Sakit sebagai salah satu instistusi kesehatan harus memberikan


pelayanan kepada seluruh pasien tanpa mengurangi mutu pelayanan. Untuk
memastikan hal tersebut maka perlu dibuatkan clinical Pathway. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hambatan serta kendala dalam pelaksanaan
clinical pathway di RSUD dr. Fauziah Bireuen.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan wawancara
mendalam dengan Informan utama yaitu komite medik, komite mutu dan
manajemen, sedangkan informan triangulasi yaitu case manager, dokter,
perawat, farmasi dan nutrisionis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan mengetahui tentang
clinical pathway, pelayanan yang dirasakan pasien masih kurang, adanya
sosialisasi tapi tidak maksimal, tidak ada pertemuan rutin dan pelatihan lanjutan,
kekurangan tenaga farmasi dan obat-obatan yang tidak tercukupi, magement
tidak menindak lanjuti setiap temuan yang ada.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan baik,
pelayanan masih kurang, komunikasi belum maksimal, kurang sumber daya
manusia dan logistic farmasi dan ketidakpuasan terhadap mangemen sehingga
menyebabkan berkurangnya tingkat kepatuhan dalam pelaksanaan clinical
pathway. Disarankan kepada petugas kesehatan terkait agar memberi asuhan
sesuai dengan clinical pathway, untuk managemen agar merekrut tenaga
farmasi, menyediakan anggaran untuk kebutuhan logistic farmasi, menindak
lanjuti setiap temuan yang ada, melakukan monitoring evaluasi lebih lanjut dan
berkala terhadap pelaksanaan clinical pathway sehingga dapat meningkatkan
kualitas mutu pelayanan rumah sakit.

Kata kunci : Pelaksanaan Clinical Pathway

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

tesis yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Clinical Pathway di Rumah Sakit

Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018”.

Proposal tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M.) pada

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal tesis ini tidak dapat diselesaikan

tanpa bantuan berbagai pihak, baik dukungan moril, materil dan sumbangan

pemikiran. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes., selaku ketua Pembina

Institut Helvetia Medan.

2. Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes., selaku Ketua Yayasan Helvetia Medan

sekaligus pembimbing 1 yang telah memberikan bimbingan dan mencurahkan

waktu, perhatian, ide, dan motivasi selama penyusunan proposal tesis ini.

3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia

Medan.

4. Dr. Ns. Asriwati, S.Pd, S.Kep, M.Kes,., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia sekaligus dosen penguji yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan kritikan yang lebih

membangun.

iii
5. Anto, SKM, M.Kes, MM, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia

6. dr. Jamaluddin, MARS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulis

selama penyusunan tesis ini.

7. Dr. Nuraini, S.Pd, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan saran dan kritikan yang lebih membangun.

8. dr. Mukthar, MARS, selaku pimpinan RSUD dr.Fauziah Bireuen yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan rancangan penelitian di

rumah sakit tersebut.

9. Seluruh Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah

mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

10. Teristimewa kepada Suami dan Ibunda yang selalu memberikan pandangan,

mendukung baik moril maupun materil, mendoakan dan selalu memotivasi

penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan Hidayah-Nya atas segala

kebaikan yang telah diberikan.

Medan, Agustus 2018


Penulis,

Nurliawati

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nurliawati, lahir di Bireuen tanggal 02 Maret 1973,

beragama islam. Orang tua penulis bernama Abdullah Hanafiah dan Chadijah,

Anak ke 8 (delapan), beralamat di Desa Geulanggang Gampong, Kecamatan

Kota Juang, Kabupaten Bireuen. Pada tahun 1980 -1986 penulis berpendidikan

di SD Negri Simpang Nalan, tahun 1986 - 1989 penulis melanjutkan pendidikan

di SMP Negri Plimbang, tahun 1989 - 1992 penulis melanjutkan pendidikan di

SMA Negri Darussalam, tahun 1992 - 2000 penulis melanjutkan pendidikan di

Kedokteran Universitas Syiah Kuala, dan pada Tahun 2017 sampai dengan

Selesai penulis melanjutkan pendidikan di S2 Magister Kesehatan Masyarakat

Institut Helvetia Medan.

v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................................iv
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
10.2.................................................................................................................Per
masalahan...........................................................................................11
10.3.................................................................................................................Tuju
an penelitian........................................................................................13
10.4.................................................................................................................Man
faat Penelitian......................................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................16
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu................................................................16
2.2. Telaah Teori........................................................................................24
2.3. Landasan teori.....................................................................................41
2.4. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan clinical pathway .
50 2.4.1. Pengetahuan.........................................................................50
2.4.2. Sikap..........................................................................................53
2.4.3. Komunikasi...............................................................................55
2.4.4. Sumber daya..............................................................................60
2.4.5. Sarana dan prasarana.................................................................64
2.4.6. Kendala.....................................................................................66
2.4.7. Evaluasi.....................................................................................68
2.3. Landasan teori....................................................................................70
2.4. Kerangka berfikir...............................................................................71
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................73
3.1. Desain Penelitian.................................................................................73
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................73
3.2.1. Lokasi Penelitian......................................................................73
3.2.2. Waktu Penelitian......................................................................73
3.3. Populasi dan Sampel...........................................................................73
3.3.1. Subjek penelitian.......................................................................73
3.3.2. Informan Penelitian....................................................................74
3.4. Metode pengumpulan data..................................................................76
3.4.1. Jenis data...................................................................................76
3.4.2. Tehnik pengumpulan data.........................................................76
3.5. Definisi operasional penelitian...............................................................77
3.6. Metode Analisa data...........................................................................77
3.7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data....................................................83
vi

BAB IV HASIL PENELITIAN..............................................................................85


4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian................................................................85
4.2. Gambaran Umum Proses Penelitian...................................................89
4.3. Gambaran tentang pelaksanaan clinical pathway...............................90
4.4. Karakteristik Informan utama/ kunci..................................................90
4.5. Karakteristik Informan Pendukung.....................................................93
4.6. Hasil Penelitian...................................................................................96
4.7. Impilkasi penelitian...........................................................................125
4.8. Keterbatasan penelitian.....................................................................126
4.9. Pembahasan......................................................................................128
4.9.1. Pengetahun..............................................................................128
4.9.2. Sikap........................................................................................132
4.9.3. Komunikasi.............................................................................134
4.9.4. Sumber daya............................................................................137
4.9.5. Sarana prasarana.....................................................................140
4.9.6. Kendala...................................................................................142
4.9.7 Evaluasi...................................................................................145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................149


5.1. Kesimpulan.......................................................................................149
5.2 Saran..................................................................................................151

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kerangka teori ........................................................................... 70

2.2. Kerangka berfikir ........................................................................ 72

4.1. Peta Konsep Hasil Penelitian ..................................................... 127

viii
DAFTAR

Tabel Judul
Halaman

4.1. Karakteristik Informan utama/kunci .................................................. 91

4.2. Karakteristik Informan Pendukung/ triagulasi ................................... 93

4.3. Matrik Analisis Informan Kunci Tentang Pengetahuan Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018 .......................................................................... 96

4.4. Matrik Analisis Informan Triagulasi Tentang Pengetahuan


Informan Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD
Fauziah Bireuen Tahun 2018............................................................. 98

4.5. Matrik Analisis Pengetahuan Tentang Pelaksanaan clinical


Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018.......................... 101

4.6. Matrik Analisis Informan triagulasi Tentang Sikap Terhadap


Pelaksanaan Clinical pathwaydi RSUD Fauziah Bireuen Tahun 102
2018

4.7. Matrik Analisis Informan Kunci Terkait komunikasi Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018 .......................................................................... 104

4.8. Matrik Analisis Informan Triagulasi Tentang komunikasi


Informan Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD
Fauziah Bireuen Tahun 2018............................................................. 105

4.7 Matrik Analisis Komunikasi Tentang Pelaksanaan Clinical


Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen .............................................. 107

4.8. Matrik Analisis Informan Kunci Terkait sumber daya di RSUD


Fauziah Bireuen Tahun 2018............................................................. 108

4.9. Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait sumber daya di


RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018 ................................................. 109

4.10. Matrik Analisis tentang Sumber Daya Terhadap Pelaksanaan


clinical Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018............. 111

ix
4.11. Matrik Analisis Informan Kunci tentang sarana prasarana
terhadap pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen
Tahun 2018 ........................................................................................ 112

4.12. Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Sarana Prasarana


Terhadap iPelaksanaan Clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen iTahun 2018 ....................................................................... 113

4.13. Matrik Analisis Sarana Prasarana Terhadap Pelaksanaan


Clinical Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018 ....... 115

4.14. Matrik Analisis Informan Kunci Terkait Kendala Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018 ........................................................................ 116

4.15. Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Kendala


Informan Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD
Fauziah
Bireuen Tahun 2018 ........................................................................ 117

4.16. Matrik Analisis Kendala terhadap Pelaksanaan Clinical Pathway


di RSUD dr.Fauziah Bireuen .......................................................... 119

4.17. Matrik Analisis Informan Kunci Terkait Evaluasi Pelaksanaan


clinical pathway di RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018 .............. 120

4.18. Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Evaluasi clinical


pathway di RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018 ........................... 122

4.20. Matrik Analisis Evaluasi terhadap Pelaksanaan Clinical


Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen ........................................... 124

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Draf wawancara...........................................................................155

2 Hasil wawancara..........................................................................164

3 Surat izin penelitian......................................................................207

4 Surat balasan penelitian................................................................208

5 Dokumentasi................................................................................209

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Clinical Pathway atau alur klinis adalah sebuah pedoman yang

digunakan untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan

kesehatan. Clinical Pathway dikenal juga dengan istilah lain seperti critical case

pathway, integrated case pathway, coordinated case pathway atau anticipated

recovery pathway dan dibuat dengan cara membaurkan pedoman klinik umum

ke protokol lokal yang dapat diaplikasikan di fasilitas pelayanan kesehatan

setempat. Manfaat yang diharapkan dari clinical pathways selain adanya

peningkatan mutu pelayanan yang standar berdasarkan studi kedokteran berbasis

bukti, adalah efektivitas biaya. Clinical Pathway dapat digunakan sebagai salah

satu alat untuk melakukan audit medis yang tujuannya berujung pada

peningkatan mutu pelayanan (1).

Clinical Pathway harus dimiliki oleh rumah sakit. Tidak hanya dokumen

Clinical Pathway saja, implementasinya dalam pengendalian mutu dan biaya

menjadi faktor yang penting. Proses pembuatan Clinical Pathway memerlukan

kerja sama antar departemen yang baik seperti dari tim medis (dokter),

keperawatan, farmasi dan nutrisionis. Perpaduan ini kemudian disesuaikan dengan

algoritma atau panduan berbasis bukti dari organisasi Profesi dan literatur,

Panduan Praktek Klinis (PPK), Panduan Asuhan Keperawatan (PAK), Panduan

Asuhan Farmasi (PAKF) dan Panduan Asuhan Gizi (PAG) dan Daftar Standar
2

Formularium untuk tindakan dan pengobatan. Formulir Clinical Pathway bukan

merupakan bagian dari rekam medis akan tetapi merupakan piranti

pengendalian mutu oleh tim mutu para komite medik, keperawatan dan profesi

kesehatan lainnya di Rumah Sakit (1).

Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan

pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Tujuan yang paling utama

dalam pelayanan kesehatan ialah menghasilkan outcome yang menguntungkan

pasien, provider, dan masyarakat. Pencapaian outcome yang diinginkan sangat

bergantung dari mutu pelayanan kesehatan/rumah sakit (2). Salah satu upaya

penting yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan ialah pembuatan standar

pelayanan. Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-

undangannya dengan disahkannya Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran (3).

Permenkes No 1438 tahun 2010 mengatur standar pelayanan yang harus

dijadikan acuan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia dalam

bentuk PNPK (Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran) untuk tingkat

nasional dan PPK (Panduan Praktik Klinis) untuk tingkat Rumah sakit

Penyusunan PNPK yang berisi pernyataan yang sistematis, mutakhir, evidence-

based untuk membantu dokter / pemberi jasa pelayanan lain dalam menangani

pasien dengan kondisi tertentu. PNPK disusun oleh panel pakar (dari organisasi

profesi, akademisi, klinis, pakar lain) di bawah koordinasi Kemenkes dan

hasilnya disahkan oleh Menteri Kesehatan. Karena sifatnya yang canggih,

mutakhir, maka
3

PNPK harus diterjemahkan menjadi Panduan Praktik Klinis (PPK) oleh masih-

masing fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan keadaan setempat. PPK

disusun oleh Staf Medis fasilitas pelayanan kesehatan, dengan mengacu pada

PNPK (bila ada), dan / atau sumber pustaka lain PPK dapat disertai perangkat

pelaksanaan langkah demi langkah termasuk Clinical Pathway (CP), algoritma,

SOP, standing orders PPK dan CP dibuat tidak untuk semua penyakit namun

penyakit-penyakit yang merupakan penyebab utama kematian, berisiko tinggi,

kasus tinggi dan biaya tinggi (4).

Panduan praktik klinis merupakan istilah teknis sebagai pengganti

standar prosedur operasional (SPO) dalam undang-undang praktik kedokteran

2004 dan undang-undang keperawatan yang merupakan istilah administratif.

Penggantian ini perlu untuk menghindarkan kesalahpahaman yang mungkin

terjadi, bahwa "standar" merupakan hal yang harus dilakukan pada semua

keadaan. jadi secara teknis standar prosedur operasional (SPO) dibuat berupa

Panduan Praktik Klinis (PPK) yang dapat berupa atau disertai dengan salah satu

atau lebih: alur klinis (Clinical pathway), protokol, prosedur, algoritme,

standing order (4).

Para dokter melakukan praktik dengan panduan PPK tersebut untuk

menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, dan memberi penjelasan

kepada pasien dan keluarganya tentang kemungkinan hasil pengobatan. Dalam

tataran pelaksanaan, PPK mungkin memerlukan satu atau lebih perangkat untuk

merinci panduan agar dapat dilakukan secara spesifik dalam bentuk alur klinis

(clinical pathway), algoritme (diagram pengambilan keputusan cepat), protocol

(panduan
4

pelaksanaan tugas yang cukup kompleks), prosedur (panduan langkah-langkah

tugas teknis), atau standing orders (instruksi tetap kepada perawat) (4).

Clinical Pathway merupakan bagian penting dokumen dan alat dalam

mewujudkan good clinical governance di rumah sakit. Di Indonesia, dokumen

ini juga menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Standar Akreditasi

Rumah Sakit versi KARS 2012 (5). Menjadi pertanyaan besar dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah-rumah sakit di Indonesia ialah

bagaimana agar Clinical Pathway dapat berperan secara optimal dalam kendali

mutu dan kendali biaya di rumah sakit serta bukan hanya sekedar dokumen

kertas yang menjadi prasyarat akreditasi (6).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tantawi tentang Clinical

Pathway versus traditionl case plan for caring post operative children undergoing

cardiothoracic surgery. Hasil penelitiannya menunjukkan setelah dilakukan

penerapan Clinical Pathway terdapat perbaikan yang nyata terhadap

pengetahuan dan kinerja dari hampir semua perawat. Para perawat dan dokter

memperoleh pengetahuan yang baik tentang Clinical Pathway dan tingkat

kepuasan pasien meningkat (6).

Selain itu, menurut Kalalo dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

pelaksanaan Clinical Pathway di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manadom

menyebutkan bahwa pihak manajemen harus mendukung pelaksanaan clinical

pathway. Hal ini tampak dari adanya Surat Keputusan Direktur dan dalam

pelaksanaannya sudah didukung dengan kebijakan operasional berupa prosedur

tetap implementasi Clinical Pathway (7).


5

Clinical Pathway bukan merupakan clinical Guidelines atau protocal,

karena setiap kasus dalam Clinical Pathway dibuat berdasarkan standar

prosedur dari setiap profesi yang mengacu pada standar pelayanan dari profesi

masing- masing, disesuaikan dengan strata sarana pelayanan rumah sakit.

Clinical Pathway dapat digunakan untuk prediksi lama hari dirawat dan biaya

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya rumah sakit. Penyusunan Clinical Pathway dan

perhitungan cost of case untuk kasus-kasus yang sering terjadi sangat diperlukan

untuk pengendalian mutu dan biaya rumah sakit mengingat standar Akreditasi

International Rumah Sakit (8).

Case manager merupakan suatu peran kolaborasi mengenai asesmen,

perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi

pelayanan bagi kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui

komunikasi dan sumberdaya yang tersedia sehingga memberi hasil (outcome)

yang bermutu dengan biaya efektif. Case manager ini dapat dijabat oleh dokter

umum atau perawat senior yang bertugas memantau proses kepatuhan pada

setiap kasus diruangan dan akan berkonsultasi dengan semua PPA (Petugas

Pemberi Asuhan) apabila ditemukan masalah dalam penanganan kasus. Case

manager memantau dengan mengisi cek list dalam Clinical Pathway dari awal

sampai pasien pulang (1).

Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen merupakan rumah sakit

regional untuk wilayah utara dan tengah Aceh, berkomitmen untuk

meningkatkan mutu pelayanan, salah satu upayanya dengan

mengimplementasikan clinical pathway.


6

Clinical Pathway Rumah sakit Umum dr. Fauziah Bireuen sejak Agustus 2016

sudah mulai diterapkan uji coba sebanyak tiga Clinical Pathway yaitu stroke

iskemik, demam tipoid, demam Berdarah. Kemudian Januari sampai dengan

Juni 2017 sudah menerapkan 5 Clinical Pathway prioritas yaitu apendisitis akut,

demam tipoid, stroke iskemik, hernia ingunialis, demam berdarah dan pada Juli

2017 ada penambahan 2 Clinical Pathway lagi yaitu bronko pneumoni dan

eklamsi preeklamsi.

Pada tahun 2018 terdapat 25 Clinical Pathway yang sudah dibuat, akan

tetapi yang berjalan sampai Maret 2018 sebanyak 17 Clinical Pathway yaitu

deman thypoid, demam thypoid anak, apendisitis, stroke iskemik, hernia

ingunialis, preeklamsi berat dan eklamsia, DBD, kejang demam, diare akut, TB

paru, pneumonia, bronkopneumonia, pendarahan pasca persalinan, BPH, ulkus

kornea, katarak dan sinusitis kronik dengan menetapkan 5 Clinical Pathway

prioritas yaitu apendisitis, demam thypoid, stroke iskemik, TB paru dan

Pneumonia. Proses pelaksanaan untuk Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum

dr. Fauziah Bireuen di mulai dengan pembentukan kebijakan dari manajemen

yang terdiri dari tim penyusun (komite medik, komite mutu, dokter spesialis,

dokter umum, apoteker, nutrisionis dan perawat) kemudian manajemen juga

membuat kebijakan tentang penetapan Clinical Pathway. Masing-masing

Kelompok Staf Medis (KSM) ditugaskan untuk membuat 5 Clinical Pathway

dengan criteria yang dipilih high volume, high cost, high risk dan pada

kelompok pasien yang diprediksi tinggi. Formulir Clinical Pathway yang sudah

diisi dan selesai dikumpulkan di Komite Medik untuk ditelaah secara berkala.

Semua PPK
7

dan Clinical Pathway yang telah dibuat dan disahkan Rumah Sakit harus ada di

masing masing unit pelayanan Rumah Sakit (untuk menjadi acuan) .

Di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen evaluasi Clinical Pathway

dilakukan secara manual oleh komite medis dan komite PMKP dengan cara

mengaudit berkas rekam medis dan membandingkan catatan perawatan pasien

dengan clinical pathway, selanjutnya ada 6 parameter yang dinilai yaitu

kesesuaian lama rawatan, kesesuaian penggunaan obat, kesesuaian pemeriksaan

penunjang, kesesuaian asuhan keperawatan, kesesuaian asuhan gizi dan

kesesuaian asuhan farmasi. Permasalahan dari pelaksanaan Clinical Pathway di

rumah sakit tersebut adalah kurangnya tingkat kepatuhan petugas kesehatan

seperti dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis dalam menjalankan asuhan yang

sesuai dengan format clinical pathway (1).

Berdasarkan hasil laporan evaluasi terhadap Clinical Pathway prioritas

yaitu stroke iskemik, appendicitis akut, demam typoid, TB paru dan pneumonia

Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen bulan Januari

sampai dengan Juni 2018 didapatkan bahwa tinggi ketidaksesuian pelayanan

yang diberikan dengan Clinical Pathway yang menyebabkan munculnya

varians. Pada semua kasus diterapkan Clinical Pathway masih didapatkan

ketidaksesuaian untuk semua parameter yang di nilai.

Ketidaksesusian lama hari rawat masih tinggi dijumpai pada kasus stroke

iskemik, appendicitis akut, demam typoid, TB paru dan pneumonia.

Ketidaksesuaian penggunaan obat juga masih dijumpai pada kelima kasus

tersebut. Begitu juga dengan pemeriksaan penunjang medis masih dijumpai


8

adanya ketidaksesuain Clinical Pathway pada kasus stroke iskemik. Pada kasus

TB paru dan stroke iskemik terdapat ketidaksesuain Clinical Pathway dan

asuhan keperawatan. Tingkat kepatuhan masih juga rendah terhadap asuhan

gizi, dimana asuhan gizi seharusnya berkolaborasi dengan Dokter Penanggung

Jawab Pelayanan (DPJP), malah ada pasien yang sama sekali tidak dilakukan

asuhan gizi.

Ketidaksesuain Clinical Pathway yang sangat tinggi dijumpai pada

asuhan farmasi, hanya beberapa pasien pada kasus stroke iskemik dan demam

thypoid yang ada dilakukan asuhan farmasi. Sedangkan pada kasus appendicitis

akut, TB paru dan pneumonia sama sekali tidak ada asuhan farmasi. Seharusnya

asuhan farmasi dilakukan pada hari pertama untuk rekonsilasi obat dan telaah

resep dilakukan setiap hari.

Berdasarkan prinsip dalam penyusunan Clinical Pathway harus

memenuhi standar, seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara

terintegrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien serta berkesinambungan.

Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit terhadap

pasien. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan

perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian. Mencatat

seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terintegrasi dan

berkesinambungan ke dalam dokumen rekam medis. Setiap penyimpangan

langkah dalam penerapan Clinical Pathway dicatat sebagai varians dan

dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit. Varians tersebut dipergunakan

sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan

mutu pelayanan. Oleh karena itu, agar tidak


9

meningkatnya persentase varian terhadap pelayanan, maka petugas kesehatan

yang terlibat seperti dokter, nutrisionis, farmasi dan perawat dan lain-lainnya

harus patuh terhadap penerapan Clinical Pathway tersebut.

Dalam pembentukan hasil audit dilakukan dengan perencanaan dan

implementasi terdiri dari menentukan topik, menetapkan tujuan dan menetapkan

standar. Penentuan topik diambil berdasarkan kasus penyakit terbanyak dalam

implementasi Clinical Pathway yaitu stroke iskemik. Penentuan topik audit ini

berdasarkan kondisi atau praktik tertentu yang menjadi prioritas dan memiliki

jumlah kasus terbanyak. Setelah ditetapkan topik kemudian tahap selanjutnya

adalah menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam proses audit ini. Tujuan

dibentuk agar proses audit sukses dan tetap fokus. Berdasarkan hasil wawancara

dengan komite medik didapatkan bahwa tujuan yang ingin dicapai yaitu menilai

kelengkapan pengisian clinical pathway, menilai kepatuhan Dokter Penanggung

Jawab Pelayanan (DPJP), Perawat Penanggung Jawab Pelayanan (PPJP), Gizi

dan Farmasi terhadap clinical pathway dan menilai kesesuaian lama hari rawat

pasien terhadap Clinical Pathway. Tahap selanjutnya adalah menetapkan kriteria

dan standar penilaian. Kriteria penilaian disesuaikan berdasarkan pada tujuan.

Kriteria dibuat dalam bentuk pernyataan dan standar dalam bentuk target atau

persentase.

Dampak dari kurangnya pelaksanaan Clinical Pathway dapat mengakibat

kurangnya kualitas pelayanan dan meningkatnya cost karena pasien di rawat

dalam jangka waktu lebih lama serta pelayanan yang kurang efektif dan efisien.

Meningkatnya cost merupakan suatu kerugian dari rumah sakit karena harus

mengeluarkan biaya perawatan pasien diluar ketentuan tarif. Tarif pada rumah
1

sakit umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan biaya rendah

diberlakukan pada kelas pelayanan bawah) maka hal tersebut merupakan

sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi pemerintah bagi masyarakat

menengah kebawah untuk menggunakan pelayanan rumah sakit. Akan tetapi,

apabila tingkat rawatan atau kesembuhan pasien lama akibat pelayanan yang

kurang efektif yang tidak sesuai dengan clinical pathway, maka akan

meningkatnya biaya perawatan pasien sehingga tidak sesuai dengan tarif yang

telah di subsidi oleh pemerintah.

Begitu pula dengan kualitas pelayanan yang merupakan indikator

kinerja bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. Institusi kesehatan akan

semakin maju jika kualitas pelayanan dapat dipertahankan. Untuk

mempertahankan suatu kualitas pelayanan, pihak rumah sakit dituntut selalu

menjaga kepercayaan konsumen dengan memperhatikan secara cermat

kebutuhan konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan

atas pelayanan yang diberikan. Konsumen dalam hal ini pasien tidak hanya

mengharapkan pelayanan medik dan keperawatan tetapi juga mengharapkan

kenyamanan. Dengan demikian perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari berbagai

aspek pelayanan seperti penerapan Clinical Pathway sesuai dengan prosedur dan

ketentuan yang berlaku. Selain itu, Pelayanan yang berkualitas harus dijaga

dengan melakukan evaluasi secara terus menerus, agar diketahui kekurangan

dan kelemahan dari jasa pelayanan yang diberikan, serta dibuat tindak lanjut

sesuai prioritas permasalahannya.


1

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengambil judul

“Analisis Pelaksanaan Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah

Bireuen Tahun 2018”.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang

memengaruhi pelaksanaan Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah

Bireuen Tahun 2018 yaitu pengetahuan, komunikasi, sumber daya, sarana dan

prasarana. Berdasarkan survey awal penulis di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah

Bireuen di dapatkan data bahwa pada bulan Januari sampai dengan Juni 2018

terdapat ketidaksesuaian lama hari rawat pada kasus stroke iskemik ada 86

pasien dari 178 pasien. Yang jumlah hari rawatnya lebih lama dengan yang

ditetapkan di Clinical Pathway. Pada kasus appendicitis ada 9 pasien dari 39

pasien yang tidak sesuai jumlah hari rawatnya. Ketidaksesuaian jumlah hari

rawat juga dijumpai pada kasus demam thypoid sebanyak 23 pasien dan 54

pasien. Begitu juga pada kasus TB paru ada 22 pasien dari 41 pasien dan

pneumonia masih ada 15 pasien dari 37 pasien yang lama hari rawatnya tidak

sesuai dengan Clinical Pathway. Ketidaksesuaian (varian) untuk hari rawat yang

paling tinggi dijumpai pada kasus stroke iskemik.

Ketidaksesuaian Clinical Pathway terhadap penggunaan obat juga masih

didapati pada semua kasus. Pada kasus stroke iskemik ada 65 pasien yang

pengguna obatnya di luar clinical patway. Pada kasus TB paru ada 21 pasien dan

pada kasus pneumonia ketidaksesuaian pemberian obat sebanyak 13 pasien.

Ketidaksesuaian (varian) penggunaan obat dijumpai pada kasus stroke iskemik.


1

Pada pemeriksa penunjang juga masih di jumpai kasus yang tidak sesuai

dengan seperti yang telah ditetapkan dalam clinical patway yaitu pada kasus

stroke iskemik, ada pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan tetapi

tidak dilakukan. Ada pemeriksaan yang tidak perlu dilakukan tetapi dilakukan

sehingga menimbulkan varians.

Selain itu, ketidaksesuaian Clinical Pathway terhadap asuhan

keperawatan juga dijumpai pada kasus stroke iskemik, TB paru dan pneumonia.

Terutama pada kasus TB paru ada 2 pasien yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian

Clinical Pathway juga dijumpai pada asuhan gizi. Pada kasus stroke iskemik ada

64 pasien yang tidak dilakukan asuhan gizi. Untuk kasus appendicitis akut ada

16 pasien dari 39 pasien. Begitu juga pada kasus demam thypoid ada 23 pasien

dan pada kasus TB paru ada 29 pasien.

Sedangkan ketidaksesuaian Clinical Pathway terhadap asuhan farmasi

masih sangat tinggi, dimana hampir semua kasus sangat jarang dilakukan

asuhan farmasi. Pada kasus stroke iskemik ada 150 orang pasien yang tidak

dilakukan asuhan farmasi , 47 pasien pada kasus demam thypoid serta pada

kasus TB dan pneumonia sama sekali tidak dilakukan asuhan farmasi.

Sistem evaluasi pelaksanaan Clinical Pathway dilakukan tiap 4 bulan

(audit dengan komite medik) dan laporan hasil pelaksanaan tiap tahun di

sampaikan untuk direktur. Evaluasi yang dilakukan meliputi adanya varian dari

indikator mutu yang sudah di tetapkan oleh masing-masing Clinical Pathway

per Staf Medis Fungsional (SMF). Selain itu, varian yang didapatkan pada

evaluasi
1

Clinical Pathway dilakukan analisis dan rencana tindak lanjut, serta pelaporan

perbaikan kembali.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui analisis pelaksanaan Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum

dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui evaluasi Clinical Pathway oleh komite medik di Rumah

Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

2. Untuk mengetahui evaluasi Clinical Pathway oleh komite mutu di Rumah

Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

3. Untuk mengetahui verifikasi Clinical Pathway oleh case manager di

Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

4. Untuk mengetahui pelaksanaan Clinical Pathway oleh dokter di Rumah

Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

5. Untuk mengetahui pelaksanaan Clinical Pathway oleh perawat di Rumah

Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

6. Untuk mengetahui pelaksanaan Clinical Pathway oleh farmasi di Rumah

Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

7. Untuk mengetahui pelaksanaan Clinical Pathway oleh nutrisionis di

Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018


1

8. Untuk mengetahui intervensi pelaksanaan Clinical Pathway oleh

manajemen di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

9. Untuk mengetahui penerimaan pelayanan Clinical Pathway terhadap

pasien di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen Tahun 2018

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1. Bagi komite medik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi komite

medik agar dapat menyusun strategi untuk mencapai efektivitas pelayanan

1.4.2. Bagi komite mutu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi komite

mutu sebagai bahan untuk meningkat mutu pelayanan dan perkiraan

prosedur-prosedur apa saja yang akan dilakukan.

1.4.3. Bagi case manager

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi case

manager agar menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan data

dari proses pelayanan sehingga penyedia layanan dapat mempelajari

seberapa sering dan mengapa pasien tidak mendapatkan pelayanan yang

sesuai dengan standar selama perawatan.

1.4.4. Bagi dokter

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dokter dalam

menerapkan standar pelayanan Clinical Pathway sehingga dapat

mengurangi varian dalam pelayanan klinis


1

1.4.5. Bagi perawat

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan perawat dalam

menerapkan standar pelayanan Clinical Pathway sehingga dapat

mengurangi varian dalam pelayanan klinis

1.4.6. Bagi farmasi

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan farmasi dalam

menerapkan standar pelayanan Clinical Pathway sehingga dapat

mengurangi varian dalam pelayanan klinis

1.4.7. Bagi nutrisionis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan nutrisionis dalam

menerapkan standar pelayanan Clinical Pathway sehingga dapat

mengurangi varian dalam pelayanan klinis

1.4.8. Bagi manajemen

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

manajemen sebagai bahan untuk dokumentasi, analisis dan evaluasi serta

tindak lanjut.

1.4.9. Bagi pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kesesuaian prosedur terhadap pelaksanaan Clinical Pathway di RSUD

dr.Fauziah Bireuen.
1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

1) Flora P. Kalalo, “Analisis pelaksanaan Clinical Pathway di RSUP Prof. Dr.

R.D.K Kandou Manado”, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

penyusunan clinical pathway secara teknis ialah dari masing-masing

kelompok staf medis (KSM) yang disesuaikan dengan Pedoman Praktik

Klinis (PPK) yang ada dan dikoordinasi oleh komite medik. Prioritas

pemilihan clinical pathway berdasarkan jumlah kasus yang banyak (high

volume), mempunyai risiko tinggi (high risk) serta cenderung memerlukan

biaya tinggi/banyak sumber daya (high cost), Clinical pathway telah

diterapkan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado sejak tahun 2015

sebagaimana standar akreditasi rumah sakit berdasarkan Permenkes Nomor

12 tahun 2012 tentang akreditasi rumah sakit. Clinical

pathway di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou terdiri dari 5 jenis yaitu clinical

pathway Dengue Shock Syndrome (DSS) pada bagian anak, Penyakit

Dalam dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK), Obstetri Ginekologi dengan

Preeklampsia Berat, Bedah dengan penyakit Benign Prostat Hipertrophy

(BPH) dan Kardiologi dengan Miokard Infark Akut (MCI) tanpa komplikasi

dan Pengawasan pelaksanaan clinical pathway dilakukan oleh penanggung

jawab/manajemen rumah sakit dan Komite PMKP (Peningkatan Mutu dan


1

Keselamatan Pasien). Pengawasan dilakukan secara berkala dan

berkelanjutan setiap 3 bulan (7).

2) Kriswanto Widyo, ”Clinical Pathway dalam pelayanan stroke akut: apakah

pathway memperbaiki proses pelayanan?”, dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa Clinical pathway merupakan salah satu perangkat yang

digunakan untuk memperbaiki proses pelayanan. Clinical pathway yang

dibuat sebagai daftar tilik akan berfungsi sebagai reminder,

dan merupakan perpanjangan tangan sebuah standar pelayanan medik. Hasil

uji coba menunjukkan pathway memperbaiki proses pelayanan stroke.

Penelitian lebih lanjut sedang berjalan untuk menilai efektivitas pathway

dalam memperbaiki luaran stroke (9).

3) Widyanita,A “Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Appendicitis Akut

Pada Unit Rawat Inap Bagian Bedah Di RSUD Panembahan Senopati

Bantul (Studi Kasus)”, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

formulir clinical pathway appendicitis akut yang dinilai adalah benar sebuah

clinical pathway menurut standar penilaian ICPAT, namun belum

memenuhi kriteria yang baik. Rumah sakit ikut berperan dalam pelaksanaan

clinical pathway. Peralatan yang diperlukan sudah tersedia berdasarkan standar

yang ditetapkan oleh petugas di bangsal melati, meskipun ada beberapa alat

yang kurang ataupun rusak. Jumlah dokter spesialis dan tenaga keperawatan

di bangsal bedah saat ini masingmasing kurang 1 orang (10).

4) Maria Yulita Meo, “Pengembangan Sistem Informasi Manajemen

Keperawatan Dengan Integrated Clinical Pathway Untuk Meningkatkan


1

Kualitas Pelayanan,” dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Clinical

pathway merupakan rencana kolaboratif asuhan pasien yang mensyaratkan

kerjasama antar dokter, perawat, staf klinis, dan staf penunjang Alat

dokumentasi primer yang merupakan bagian dari keseluruhan proses

dokumentasi asuhan dan untuk mengoperasionalkannya terintegrasi dalam

sistem informasi manjemen. Clinical pathway dapat digunakan untuk

memberikan pelayanan keperawatan professional, dengan menghemat

waktu dan tenaga (11).

5) Rizaldy Taslim Pinzon, “Implementasi Clinical Pathway Hernia Inguinalis

Lateralis Reponibilis Dewasa di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta”, dari

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Clinical Pathway bermanfaat

untuk memperbaiki indikator proses pelayanan terkait hernia di RS

Bethesda. Tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal biaya pada

implementasi CP hernia (12).

6) Ratih Sari Wardani,“Analisis Perancangan Sistem Clinical Pathway Untuk

Penatalaksanaan Kasus Tuberculosis,” hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa penelitian ini menghasilkan rancangan database terdiri dari 18 tabel

antara lain : tabel Pasien. Dokter, desa, kec, kab_kota, prop, obat,

Kunjungan, Anamnesa, Vital sign, Fisik, Pemeriksaan, Intensif, Resep1,

Lanjutan, Resep2, Outcome1 dan Outcome2 (13).

7) Indriana Sari, “Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Krisis Hipertensi

Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Bantu” hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa berdasarkan aspek input, formulir clinical

pathway krisis
1

hipertensi yang dinilai adalah benar sebuah clinical pathway dan sudah

memenuhi kategori yang baik, rumah sakit telah menujukkan peran yang

memenuhi kategori baik, jumlah sumber daya manusia untuk dokter

spesialias telah melebihi standar sedangkan untuk tenaga keperawatan

khususnya bangsal al-arof masih belum memenuhi standar, serta ada

beberapa peralatan keperawatan yang masih kurang jumlahnya dan juga

mengalami kerusakan. Berdasarkan aspek proses, dokumentasi clinical

pathway di bangsal sudah dimasukkan kedalam rekam medis dengan tingkat

kepatuhan yaitu hanya sebesar 28,57% dikarenakan seperti belum terbiasa,

kurangnya kesadaran, keterbatasan waktu, dan lupa, pengembangan clinical

pathway telah melibatkan tim clinical pathway, komite medik, ksm perawat,

farmasi dan profesi lainnya, namun belum optimal, proses implementasi

clinical pathway masih terhambat karena masih belum adanya training atau

pelatihan khusus terkait clinical pathway namun untuk tingkat kepatuha

implementasi dari isi clinical pathway sudah mencapai 71,93%, proses

pemeliharaan clinical pathway dilakukan setiap tiga bulan sekali dan masih

belum mampu menghasilkan umpan balik yang optimal. Dan untuk aspek

output¸ kepatuhan melengkapi isi clinical pathway sebesar 0% (14).

8) Rahmah, “Pengaruh Penerapan Sebelum Dan Sesudah Adanya Clinical

Pathway Kasus Typhoid Triwulan I Tahun 2016 di Rumah Sakit Islam

Sultan Agung Semarang” hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

Berdasarkan dokumen rekam medis tahun 2013 terdapat perbedaan tindakan

penunjang diagnosis dengan clinical pathway yang sudah diterapkan sejak

2014.
2

Pengisian clinical pathway hanya dilakukan oleh perawat ruangan, dokter

umum atau ruangan dan Dokter Penanggung Jawab Pasien, biaya yang

dikeluarkan sesuai biaya yang ditetapkan INA DRG’s. Rumah sakit

sebaiknya membuat standar prosedur operasional tentang clinical pathway,

mensosialisasikan penerapan clinical pathway pada kasus penyakit yang

lain, mensosialisasikan isi kebijakan clinical pathway kepada seluruh

petugas rekam medis, menata clinical pathway yang ada di assembling

menurut kelompok penyakit dan diurutkan sesuai tanggal pasien keluar

(10).

9) Fitria Eka Resti Wijayanti, “Analisis Clinical Pathway Dengan BPJS

Antara Rs Negeri dan RS Swasta” dari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa clinical pathway dengan BPJS di RS Negeri dan RS Swasta, dapat

dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: Clinical pathway telah

diterapkan di Rumah Sakit Dr Moewardi dan Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Surakarta. Penerapan dilakukan sebagaimana standar

akreditas rumah sakit berdasarkan Permenkes Nomor 012 tahun 2012

Tentang Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan Format Clinical pathway

harus memperhatikan komponen yang harus dicakup sebagaimana defnisi

dari Clinical pathway. Kendala yang ditemukan dari hasil pengawasan

terhadap pelaksanaan clinical pathway adalah kepatuhan dokter

penanggungjawab pasien terhadap clinical pathway masih kurang, karena

masing-masing dokter memiliki kecenderungan penanganan sesuai

pengalaman klinis (16).

10) Maria Yulita, “Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan

Dengan Integrated Clinical Pathway Untuk Meningkatkan Kualitas


2

Pelayanan,” dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Clinical care

pathway merupakan rencana kolaboratif asuhan pasien yang mensyaratkan

kerjasama antar dokter, perawat, staf klinis, dan staf penunjang. Alat

dokumentasi primer yang merupakan bagian dari keseluruhan proses

dokumentasi asuhan dan untuk mengoperasionalkannya terintegrasi dalam

sistem informasi manjemen. Clinical pathway dapat digunakan untuk

memberikan pelayanan keperawatan professional, dengan menghemat

waktu dan tenaga (10).

11) Susi, “Clinical Pathway dan cost of treatment stroke berdasarkan diagnosis

related groups di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittingi tahun 2015,” dari

hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa clinical pathway stroke terdiri dan

5 tahap yaitu : pendaftaran, penegakkan diagnosa, terapi, pulang dan rawat

jalan. Tahap terapi terdiri dari visite dokter, pemeriksaan penunjang,

konsultasi dokter, Asuhan keperawatan, tindakan, rehabilitasi medik, intake

makanan rendah garam dan intake obat-obatan. Banyaknya variasi obat

pada stroke berhubungan dengan adanya penyakit penyerta dan penyulit

(18).

12) Siti Nurfaidah, “Peranan Budaya Organisasi Rumah Sakit Dalam Kesiapan

Penerapan Clinical Pathway (Studi Kasus di Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur),” dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dominan di IGD

RSSA yang ditemukan adalah clan-hierarchy-siaga dengan pola

kepemimpinan adhocracy. Keadaan yang belum medukung penerapan CP

antara lain lemahnya evidence based, komitmen dokter, kepemimpinan

klinis, dukungan
2

manajemen klinis, integrasi pemanfaatan data, serta standar pencapaian

mutu yang belum jelas. Meskipun demikian terdapat beberapa kondisi yang

mendukung kesiapan penerapan diantaranya sudah terciptanya sistem

monitoring, fasilitasi komunikasi, perawat dan sumberdaya meliputi sarana

dan alat-alat kecuali dana. Budaya clan berperan menciptakan kebersamaan,

kerjasama tim yang mengarah pada integrasi dan partisipasi yang

mendukung penerapan CP namun sikap permissive telah melemahkan

pencapaian standar klinis, dan pengembangan individu. Budaya hierarchy

membentuk kedisiplinan melalui monitoring pelayanan yang kontinyu tetapi

disisi lain menciptakan hambatan komunikasi dan integrasi antar dokter.

Hambatan penerapan CP juga disebabkan kurangnya dukungan dari

manajemen RS, dan belum optimalnya pemanfaatan informasi tehnologi

dalam monitoring dan feedback pelayanan medik (19).

13) Diah Indriani, “Sistem Pendukung Keputusan Klinis Untuk Efisiensi Dalam

Pelaksanaan INA-CBGs,” dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

Perencanaan tindakan medis dapat digunakan sebagai data untuk

perencanaan biayapelayanan kesehatan. Kegunaan ini belum dimanfaatkan

secara maksimal oleh manajemen rumah sakit.Sikap terhadap penggunaan

aplikasi dan kegunaan aplikasi merupakan variabel yang

dominanmempengaruhi minat klinisi menggunakan aplikasi pendukung

keputusan klinis (20).

14) Muzzamil, “Analisis Variasi Pengelolaan Appendicitis AcutSa di Rumah

Sakit Wava Husada Malang,” dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

Antibiotika diberikan karena walaupun metode asepsis menyusun clinical


2

pathway RSWH sehingga format yang dan tehnik operasi selalu diperbaiki,

komplikasi pasca dihasilkan sesuai dengan kondisi rumah sakit, bisa operasi

seperti infeksi dan intra abdominal masih sering dilaksanakan dan sesuai

dengan kebijakan manajemen. terjadi. Komplikasi pasca operasi ini angka

kejadiannnya Beberapa hal pokok format clinical pathway appendicitis bisa

diturunkan dengan pemberian antibiotika yang sesuai acuta di RSWH

adalah: masa perawatan, kelas perawatan. Antibiotika yang cukup efektif

untuk mencegah gejala dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang,

timbulnya infeksi pada operasi abdominal adalah obat-obatan dan nutrisi.

ceftriaxon dan cefotaxim, tapi ceftriaxon lebih efektif Masa perawatan yang

direncanakan adalah 4 hari sesuai terhadap kuman Staphilococcus aureus

dan waktu paruhnya lebih panjang sehingga lebih diutamakan jika dengan

penanganan pasien appendicitis acuta tanpa komplikasi yaitu 3 sampai 4

hari. Stud pustaka dibandingkan dengan cefotaxim. Obat simtomatis hanya

diberikan apabila pasien membutuhkan dan yang menunjukkan bahwa masa

rawat inap pasien menjadi pilihan adalah ketorolac dan ranitidine (22).

15) Hanevi Djasri,”Peran Clinical Pathways dalam Sistem Jaminan Sosial

Nasional Bidang Kesehatan,” dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

Efektifitas clinical pathways tersebut baru dapat diperoleh jika pathway

disusun berdasarkan strategi yang dikendalikan oleh pemimpin (leader

driven‐strategy), sebab jika tidak akan mengalami berbagai hambatan

seperti: Anggota tim yang menjalankan pathway hanya sedikit, hal ini

timbul karena pathway belum dianggap sebagai suatu yang penting bagi

organisasi; Masing‐
2

masing bagian akan menyusun pathwaynya sendiri, sehingga hasilnya tidak

akan optimal, hal ini timbul jika pemimpin tidak mempertimbangkan pathway

dan perencanaan multidisiplin; Pathway tidak menjadi bagian dalam

pelayanan klinis sehari‐hari, ini terutama terjadi jika pembuatan pathway

tidak dipikirkan dengan sungguh‐sungguh, termasuk cara dokumentasinya,

maka pathway hanya akan menjadi beban tambahan dalam proses

pelayanan. Berdasarkan hal ini maka RS yang akan menggunakan clinical

pathways sebagai alat kendali mutu harus benar‐benar merencanakan,

menyusun, menerapkan dan mengevaluasi clinical pathway secara

sistematis (22).

2.2. Telaah Teori

2.2.1. Pengertian Clinical pahtway

Clinical pahtway adalah sebuah pedoman yang digunakan untuk

melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan kesehatan.

Clinical Pathway atau juga dikenal dengan nama lain seperti: Critical care

pathway, Integrated care pathway, Coordinated care pathway, caremaps, atau

Anticipated recovery pathway, adalah sebuah rencana yang menyediakan secara

detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien

dengan masalah klinis (diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan hasil

yang diharapkan. Clinical Pathway memberikan cara bagaimana mengembangkan

dan mengimplementasikan pedoman klinik (clinical guideline/best practice)

yang ada kedalam protokol lokal (yang dapat dilakukan) (23).

Clinical Pathway juga menyediakan cara untuk mengidentifikasi alasan

mengapa terjadi sebuah variasi (pelayanan tidak sesuai dengan standar yang

telah
2

ditentukan) yang tidak dapat diidentifikasi melalui audit klinik. Hal tersebut

dimungkinkan karena Clinical Pathway juga merupakan alat dokumentasi

primer yang menjadi bagian dari keseluruhan proses dokumentasi pelayanan

dari penerimaan hingga pemulangan pasien. Dengan kata lain, Clinical Pathway

menyediakan standar pelayanan minimal dan memastikan bahwa pelayanan

tersebut tidak terlupakan dan dilaksanakan tepat waktu (23).

2.2.2. Tujuan Clinical Pathway

Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu

bekerja sama dengan tim multidisiplin.

1. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya

2. Memberikan opsi pengobatan dan perawatan terbaik dengan keuntungan

maksimal

3. Menghindari terjadinya medication eror secara dini

4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil

5. Memberikan tata laksana asuhan dengan biaya yang memadai

6. Mengurangi beban dokumentasi klinik

7. Meningikatkan kepuasan pasien melalui peningkatan edukasi kepada pasien

(misalnya dengan menyediakan informasi yang lebih tepat tentang rencana

pelayanan) (23).

2.2.3. Peran Clinical Pathways


2

Secara umum Clinical Pathway berperan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan dari awal sampai akhir dengan meningkatkan risk adjusted patient

outcome, mempromosikan keselamatan pasien, meningkatkan kepuasan

pasien,dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Secara khusus

implementasi Clinical Pathway juga berperan untuk :

1. Memilih pelayanan kesehatan terbaik ketika muncul banyak variasi dalam

pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan terhadap pasien

2. Menetapkan standar mengenai lamanya hari perawatan, prosedur

pemeriksaan klinik dan jenis penalataksanaannya

3. Menilai hubungan antara berbagai tahap dalam proses pelayanan untuk dan

mengkoordinasikannya agar dapat memberikan pelayanan yang lebih cepat

4. Memberikan pedoman kepada seluruh staf rumah sakit untuk melihat dan

mengerti mengenai variasi yang timbul dalam proses pelayanan

5. Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan data dari proses

pelayanan sehingga penyedia layanan dapat mempelajari seberapa sering

dan mengapa pasien tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan

standar selama perawatan

6. Menurunkan beban dokumentasi dokter dan pasien

7. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi mengenai

rencana perawatan pasien (23).

Manfaat yang didapatkan dengan adanya Clinical Pathway antara lain adalah :

1. Dapat menggabungkan pedoman klinis ke dalam suatu dokumen resmi

sehingga dapat bertindak sebagai pengingat bagi profesional kesehatan


2

2. Menggaris bawahi standar yang tegas yang akan dijumpai dalam pathway

pelayanan pasien yang dapat diperiksa secara mudah dari dokumen yang

ada

3. Bersifat multidisiplin sehingga dapat meningkatkan komunikasi antar

profesi yang berbeda sehingga dapat menghilangkan duplikasi yang tidak

diperlukan dari dokumen informasi yang tersimpan

4. Dapat mengurangi variasi dalam pelayanan klinis

5. Dapat meningkatkan dokumentasi dalam riwayat kesehatan

2.2.4. Clinical Pathway Sebagai Alat Kendali Mutu Pelayanan Kesehatan

Efektifitas dari penggunaan Clinical Pathway sebagai salah satu alat

kendali mutu masih dalam perdebatan. Namun demikian di Amerika Serikat

hampir 80% RS menggunakan Clinical Pathway untuk beberapa indikator.

Terdapat berbagai penelitian mengenai efektifitas Clinical Pathway namun

hasilnya masih tidak konsisten karena berbagai bias penelitian. Beberapa

penelitian yang menunjukan efektifitas Clinical Pathway adalah sebagai berikut:

1. Menghemat penggunaan sarana, meningkatkan luaran klinis, meningkatkan

kepuasan pasien, dan praktisi klinis, serta menurunkan biaya perawatan.

2. Penurunan length of stay dan penurunan biaya perawatan

3. Memfasilitasi early discharge, meningkatkan indeks kualitas hidup

4. Menurunnya length of stay, meningkatnya clinical outcome, meningkatkan

economic outcome, mengurangi tindakan yang tidak diperlukan.

Efektifitas Clinical Pathway tersebut baru dapat diperoleh jika pathway

disusun berdasarkan strategi yang dikendalikan oleh pemimpin (leader driven‐

strategy), sebab jika tidak akan mengalami berbagai hambatan seperti: Anggota
2

tim yang menjalankan pathway hanya sedikit, hal ini timbul karena pathway

belum dianggap sebagai suatu yang penting bagi organisasi; Masing‐masing

bagian akan menyusun pathwaynya sendiri, sehingga hasilnya tidak akan

optimal, hal ini timbul jika pemimpin tidak mempertimbangkan pathway dan

perencanaan multidisiplin; Pathway tidak menjadi bagian dalam pelayanan

klinis sehari‐hari, ini terutama terjadi jika pembuatan pathway tidak dipikirkan

dengan sungguh‐ sungguh, termasuk cara dokumentasinya, maka pathway hanya

akan menjadi beban tambahan dalam proses pelayanan. Berdasarkan hal ini

maka RS yang akan menggunakan Clinical Pathways sebagai alat kendali mutu

harus benar‐benar merencanakan, menyusun, menerapkan dan mengevaluasi

Clinical Pathways secara sistematis (23).

2.2.5. Format Clinical Pathway

Clinical Pathway adalah dokumen tertulis. Terdapat berbagai jenis

format Clinical Pathway yang tergantung pada jenis penyakit atau masalah serta

kesepakatan para profesional. Namun pada umumnya format Clinical Pathway

berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam), sedangkan barisnya

merupakan observasi/ pemeriksaan/tindakan/intervensi yang diperlukan. Format

Clinical Pathway dapat amat rumit dan rinci (misalnya pemberian obat setiap 6

jam dengan dosis tertentu; bila ini melibatkan banyak obat maka menjadi amat

rumit). Sebagian apa yang harus diisi dapat merupakan check-list, namun tetap

harus diberikan ruang untuk menuliskan hal-hal yang perlu dicatat.

Ruang yang tersedia untuk mencatat hal-hal yang diperlukan juga dapat

amat terbatas, lebih-lebih format yang sama diisi oleh semua profesi yang

terlibat
2

dalam perawatan, karena sifat multidisiplin Clinical Pathway. Profesi yang

terlibat berkontribusi memberikan asuhan yaitu asuhan medik, asuhan

keperawatan, asuhan gizi serta asuhan kefarmasian (24).

Isi format Clinical Pathway, sebagai berikut:

I. Judul Clinical Pathway

II. Identitas Pasien

1. Nama Pasien

2. Tanggal Lahir

3. Berat badan

4. Tinggi badan

5. Nomor rekam medik

6. Diagnose awal

7. Kode ICD 10

8. Rencana rawatan

9. Aktivitas pelayanan

10. Ruang rawat

11. Tanggal/ Jam masuk

12. Lama rawatan

III. Isi Clinical Pathway

1. Penilaian dan pemantauan medis

a. Assesmen awal

b. Assesmen lanjutan

2. Penilaian dan pemantauan keperawatan


3

a. Assesmen awal

b. Assesmen lanjutan

3. Pemeriksaan penunjang

4. Tindakan

5. Obat-obatan

6. Nutrisi

7. Konsultasi

8. Farmasi

9. Hasil (outcome)

10. Pendidikan/ rencana pemulangan

11. Varians

IV. Penanggung Jawab

1. Nama bidan /perawat

2. Nama Dokter Penanggung Jawab Pelayanan

3. Nama pelaksana Verifikasi

Cara pengisian Clinical Pathway :

1. Rumah Sakit membuat Clinical Pathway sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi setempat

2. Clinical Pathway berlaku pada saat ditegakkan diagnosa

3. Catatan yang ada didalam Rekam Medis dimasukkan pada formulir Clinical

Pathway dengan cara di checklist (√)


3

4. Catatan yang didalam Rekam Medis tetapi tidak terdapat didalam format

formulir Clinical Pathway dicatat didalam Varians yang mengisi Clinical

Pathway adalah Pelaksana Verifikasi

5. Pelaksana Verifikasi adalah petugas yang diangkat bisa Case Manager atau

Kepala Ruangan

6. Apabila pasien pulang Clinical Pathway diberikan kepada Komite

Medis/Komite Mutu Rumah Sakit

7. Format dalam Clinical Pathway pada kolom kegiatan :

A. Judul Clinical Pathway Sudah Baku

B. Identitas Pasien Sudah Baku

C. Isi Clinical Pathway

1) Kegiatan Sudah Baku

2) Uraian Kegiatan: disesuaikan dengan PPK, PAK, PAG, PAKf serta

tipe dan kondisi Rumah Sakit

3) Hari penyakit dan Hari rawat sesuai dengan PPK

4) Keterangan menguraikan Uraian kegiatan bila diperlukan.

5) Varians

6) Clinical Pathway ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab

Pelayanan (13).

2.2.5.1. Algoritme
3

Algoritme merupakan format tertulis berupa flowchart dari pohon

pengambilan keputusan. Dengan format ini dapat dilihat secara cepat apa yang

harus dilakukan pada situasi tertentu. Algoritme merupakan panduan yang

efektif dalam beberapa keadaan klinis tertentu misalnya di ruang gawat darurat

atau Instalasi Gawat Darurat. Bila staf dihadapkan pada situasi yang darurat,

dengan menggunakan algoritme ia dapat melakukan tindakan yang cepat untuk

memberikan pertolongan (24).

2.2.5.2. Protokol

Protokol merupakan panduan tata laksana untuk kondisi atau situasi

tertentu yang cukup kompleks. Misalnya dalam Panduan Praktik Klinis (PPK)

disebutkan bila pasien mengalami atau terancam mengalami gagal napas dengan

kriteria tertentu perlu dilakukan pemasangan ventilasi mekanik. Untuk ini

diperlukan panduan berupa protokol, bagaimana melakukan pemasangan

ventilasi mekanik, dari pemasangan endotracheal tube, mengatur konsentrasi

oksigen, kecepatan pernapasan, bagaimana pemantauannya, apa yang harus

diperhatikan, pemeriksaan berkala apa yang harus dilakukan, dan seterusnya.

Dalam protokol harus termasuk siapa yang dapat melaksanakan, komplikasi

yang mungkin timbul dan cara pencegahan atau mengatasinya, kapan suatu

intervensi harus dihentikan, dan seterusnya (24).

2.2.5.3. Prosedur

Prosedur merupakan uraian langkah-demi-langkah untuk melaksanakan

tugas teknis tertentu. Prosedur dapat dilakukan oleh perawat (misalnya cara

memotong dan mengikat talipusat bayi baru lahir, merawat luka, suctioning,
3

pemasangan pipa nasogastrik), atau oleh dokter (misalnya pungsi lumbal atau

biopsi sumsum tulang) (24).

2.2.5.4. Standing orders

Standing orders adalah suatu kegiatan kolaborasi yang terdiri dari

tindakan delegasi atau mandat dokter kepada perawat yang telah diatur dalam

Undang- Undang Keperawatan. Standing orders dapat diberikan oleh dokter

pada pasien tertentu, atau secara umum dengan persetujuan Komite Medis.

Contoh: perawatan pasca bedah tertentu, pemberian antipiretik untuk demam,

pemberian anti kejang per rektal untuk pasien kejang, defibrilasi untuk aritmia

tertentu (24).

2.2.6. Standar Penyusunan Clinical Pathway

Clinical pathway adalah sebuah proses yang melibatkan multidisiplin yang

berfokus pada perawatan pasien dengan diagnosis atau prosedur tertentu secara

berkelanjutan, tepaT waktu untuk mendapatkan hasil terbaik yang telah

ditentukan, dengan sumber daya yang ada. Dengan adanya clinical pathway

maka RS akan memiliki perencanaan dalam merawat pasien sehingga

diharapkan pelayanan menjadi lebih efektif, terjaga mutunya dengan biaya yang

terkendali. Dengan demikian, keberadaan clinical pathway menjadi sangat

penting bagi rumah sakit di Indonesia. Standar Penyusunan Clinical Pathway:

1. Tahap awal

a. Pemilihan diagnosis atau prosedur berdasarkan

− Rata-rata lama hari rawat

− Kasus dengan frekuensi terbanyak

− Kasus dengan biaya perawatan tinggi


3

− Kasus denga resiko besar

− Kasus-kasus yang menarik

− Variasi dalam perawatan pasien sehingga membutuhkan suatu standar

b. Harus ada komitmen dan dukungan dari manajemen dan tenaga medis

serta tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan perawatan pasien

tersebut

c. Menyusun tim yang terdiri dari berbagai disiplin sesuai dengan pelayanan

yang dibutuhkan oleh pasien selama perawatan (tenaga medis dan tenaga

kesehatan lainnya)

d. Tim harus menyusun waktu dikembangkannya clinical pathway dan waktu

implementasi

2. Telaah dokumen dan benchmarking

Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan literatur terkait diagnosis,

prosedur, dan karakteristik pasien, dan bila ada protokol atau panduan

pelayanan medik yangtelah disusun baik dari dalam maupun luar negeri.

3. Evaluasi perawatan pasien yang ada saat ini

a. Evaluasi dilakukan melalui pemetaan proses perawatan pasien dari data yang

ada (rekam medis) mulai dari saat masuk hingga keluar dari rumah sakit.

b. Menyusun alur perawatan secara utuh bagi perawatan pasien berdasarkan

pemetaan proses perawatan di atas. Staf klinik harus terlibat dalam penyusunan

alur perawatan.

4. Pengembangan Clinical pathway

a. Menyampaikan temuan dan alur perawatan yang dihasilkan dari pemetaan data
3

kepada seluruh anggota tim, diantaranya lama hari rawat dan hal-hal penting

yang harus masuk dalam clinical pathway

b. Membuat konsensus terhadap detil kegiatan/intervensi/pemeriksaan pasien

yang masuk dalam clinical pathway

c. Menyusun target dari kegiatan perawatan (biasanya per hari atau per

tahapan perawatan)

5. Pengukuran Outcome

a. Outcome diperlukan untuk mengukur kemajuan atau keberhasilan perawatan

pasien misal lama hari rawat, ukuran tertentu sesuai dengan diagnosis pasien,

kepuasan pasien dan lain-lain

b. Harus pula dipertimbangkan bagaimana pengumpulan data outcome dan variasi

nya. Sebaiknya pengumpulan data dilakukan dari data rutin rumah sakit.

c. Variasi antara yang diharapkan atau kegiatan yang telah direncakan dengan

kondisi lapangan harus didokumentasikan. Variasi dapat terjadi karena

perjalanan penyakit, adanya komplikasi dan penyakit penyerta. Variasi dapat

menjadi titik tolak untuk memperbaiki clinical pathway dan meningkatkan

kualitas layanan kesehatan.

6. Dokumentasi inter disiplin

7. Edukasi kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan terkait clinical pathway,

pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien, dan pengukuran outcome

8. Edukasi kepada pasien

9. Implementasi clinical pathway

Perlu adanya kerangka waktu implementasi dan evaluasi secara rutin untuk
3

mendapatkan umpan balik atas pelaksanaan clinical pathway. Sebaiknya

disusun jadwal pertemuan per bulan di awal pelaksanaan dan selanjutnya

dapat dilakukan pertemuan rutin untuk memantau outcome/indikator.

10. Monitoring dan evaluasi clinical pathway

Tim mengkaji pelaksanaan clinical pathway dan melakukan revisi sesuai

dengan perkembangan teknologi medis dan juga karakteristik pasien (24).

2.2.7. Indikator-Indikator Penyusunan Clinical Pathway

Clinical pathway adalah sebuah pemetaan mengenai tindakan klinis

untuk diagnosis tertentu dalam waktu tertentu, yang mendokumentasikan

clinical practice terbaik dan bukan hanya clinical practice sekarang. Clinical

pathway yang diterapkan dengan baik dapat menjadi “alat” kendali mutu

pelayanan kesehatan RS. Di sisi yang lain, dalam era JKN yang dilaksanakan

oleh BPJS Kesehatan kini, penerapan clinical pathway dapat menjadi salah satu

upaya kendali biaya. Biaya yang dikeluarkan dari pemberi pelayanan kepada

pasien dapat dihitung berdasarkan clinical pathway dan dibandingkan dengan

tarif INA CBG’s yang telah ditetapkan. Sehingga, jika biaya pelayanan yang

diberikan kepada pasien melebihi tarif INA CBG’s yang telah diterapkan maka

rumah sakit dapat segera mengupayakan efisisensi, tanpa perlu melakukan

Fraud.

Clinical pathway masih merupakan hal yang baru bagi sebagian besar

rumah sakit di Indonesia. Indikator dalam membuat clinical pathway :

1. Topik

Topik yang dipilih terutama yang bersifat high volume, high cost, high risk

dan problem prone. Dapat pula dipilih kasus-kasus yang mempunyai gap

yang
3

besar antara biaya yang dikeluarkan dengan tarif INA CBG’s yang telah

ditetapkan.

2. Koordinator (penasehat multidisiplin)

Kordinator utama bertugas sebagai fasilitator, sehingga tidaklah harus

memahami clinical pathway secara konten. Sebelum menunjuk koordinator,

terlebih dahulu dikumpulkan anggota yang berasal dari berbagai disiplin yang

terlibat dalam pemberi pelayanan pasien. Tim multidisiplin tersebut wajib

menyampaikan item-item pelayanan yang diberikan kepada pasien berdasarkan

SPO kepada masing-masing tim profesi dan mengikuti rangkaian rapat dalam

kelanjutan membuat clinical pathway.

3. Pemain Kunci

Pemain kunci adalah siapa saja yang terlibat dalam pelayanan yang diberikan

kepada pasien. Misal, pemain kunci dalam pemberian pelayanan kepada

pasien Appendicits Akut tanpa komplikasi adalah dokter umum, dokter

spesialis bedah, dokter spesialis anastesi, perawat, dan ahli gizi.

4. Kunjungan Lapangan

Setelah menentukan anggota dalam penyusunan clinical pathway, maka

selanjutnya dilakukan kunjungan lapangan untuk mencari pedoman praktik

klinis (PPK), misalnya dalam bentuk SPO atau SPM dan SAK (Standar Asuhan

Keperawatan). Kunjungan lapangan dilakukan agar dapat menilai sejauh

mana pelayanan yang didapatkan oleh pasien. Juga menilai hambatan yang

terjadi di bangsal dalam menjalankan SPO atau SPM sehingga dapat dibuat

rekomendasi dalam menyusun clinical pathway. Dalam mengumpulkan

informasi sebanyak-
3

banyaknya, dapat pula dilakukan dengan melakukan benchmarking terhadap

penerapan clinical pathway di tempat lain. Perlu diingat bahwa, clinical

pathway untuk kasus dengan diagnosis yang sama yang diterapkan di rumah

sakit lain belum tentu dapat serta-merta diterapkan di rumah sakit kita. Hasil

benchmarking perlu dipadukan dengan kemampuan manajerial dan SDM RS

serta kondisi-kondisi lain yang terkait.

5. Literatur

Dalam mencari literatur dapat mencari best practice dalam skala nasional

yaitu PNPK, ataupun sumber-sumber guideline/ jurnal penelitian

internasional dan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing rumah

sakit. Evidence Based Medicine diperlukan bilamana PNPK belum/ tidak

dikeluarkan oleh organisasi profesi ybs.

6. Customer Focus Group

Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan

disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit sehingga, kesenjangan antara

harapan dan pelayanan yang didapatkan pasien dapat diketahui dan dapat

diperbaiki.

7. Telaah Pedoman Praktik Klinis (PPK)

Langkah awal dalam tahap ini adalah melakukan revisi PPK (SPM dan

SAK), namun jika sebelumnya rumah sakit belum mempunyai PPK, maka

PPK harus dibuat, karena tidak ada clinical pathway tanpa adanya PPK.

Berdasarkan Permenkes. No 1438 tahun 2010, clinical pathway bersifat

sebagai pelengkap PPK. Menurut Permenkes tersebut, PPK harus di-review

setiap 2 tahun sekali,


3

sehingga secara tidak langsung pembuatan clinical pathway dapat

meningkatkan kepatuhan review PPK.

8. Analisis casemix

Dalam pengembangan clinical pathway, perlu dilakukan mengumpulkan

aktivitas-aktivitas untuk dikaitkan dengan besarnya biaya, untuk mencegah

adanya Fraud. Dalam hal ini perlu dilakukan identifikasi LoS suatu diagnosis,

biaya per-kasus, penggunanan obat apakah sudah sesuai dengan formularium

nasional, maupun tes penunjang diagnostik suatu penyakit.

9. Menetapkan Desain Clinical Pathway serta Pengukuran Proses dan Outcome

Dalam menetapkan desain, hal yang terpenting adalah beberapa informasi

yang harus ada dalam clinical pathway, yaitu kolom pencatatan informasi

tambahan, variasi, kolom tanda tangan, serta kolom verifikasi dari bagian

rekam medis. Kemudian, ditetapkanlah item-item aktivitas dari masing-

masing penyakit sesuai dengan literatur yang telah dipilih dan disesuaikan

dengan keadaan rumah sakit. Item aktivias ini sebaiknya mudah

dimengerti, sehingga meningkatkan kepatuhan dalam menjalankannya.

10.Sosialisasi dan Edukasi

Tahap terakhir dalam membuat clinical pathway adalah, melakukan

sosialisasi dan edukasi kepada para pengguna, dalam hal ini berbagai profesi

yang berhubungan langsung pada pasien. Dalam tahap awal dapat dilakukan uji

coba penerapan clinical pathway yang telah disusun guna mendapatkan

feedback untuk mendapatkan bentuk yang user friendly serta konten yang

sesuai dengan kondisi di lapangan dalam rangka mencapai kepatuhan

penerapan clinical
4

pathway yang lebih optimal. Sosialisasi clinical pathway ini harus dilakukan

intensif minimal selam 6 bulan.

Perlu ditekankan bahwa clinical pathway adalah “alat.” Efektifitas dalam

kendali mutu dan kendali biaya amat tergantung pada user yang

menerapkannya. Sehingga, perlu disusun strategi sedemikian rupa agar alat

tersebut diterapkan sebagaimana mestinya dalam kepatuhan maupun ketepatan

penggunaannya (24).

2.2.8. Prinsip dalam pelaksanaan Clinical Pathway

Dalam menyusun clinical pathway terdapat prinsip-prinsip yang harus dipenuhi

antara lain:

a. Kriteria penyakit yang dapat dibuat clinical pathway adalah penyakit atau

kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat

diprediksi.

b. Untuk menetapkan jenis penyakit yang akan dibuat clinical pathway

disesuaikan dengan PPK medis yang dimiliki rumah sakit karena clinical

pathway disusun untuk menerjemahkan PPK medis, prosedur tindakan atau

algoritma, panduan gizi, asuhan keperawatan, dan panduan farmasi yang telah

dibuat.

c. Ditetapkan kriteria inklusi dan ekslusi yang jelas bagi penyakit apapun yang

akan dibuat clinical pathway. Apabila pasien sudah dirawat dengan clinical

pathway namun mengalami komplikasi atau terdapat ko-morbiditas tertentu

maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari clinical pathway dan dirawat

dengan perawatan biasa.


4

d. Format clinical pathway berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu

(hari, jam), sedangkan barisnya merupakan observasi/ pemeriksaan/

tindakan/ intervensi yang diperlukan (24).

2.2.9. Langkah-langkah pelaksanaan Clinical Pathway

Adapun langkah-langkah pelaksanaan Clinical Pathway :

a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu, integrasi

dan berfokus terhadap pasien (patient focused care) serta bekesinambungan

(continuing of care)

b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat, bidan, piñata, laboratories dan

farmasis)

c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan

penyakit pasien dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat

inap) atau jam (untuk gawat darurat di IGD)

d. Pencatatan Clinical Pathway seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan

kepada pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk

dokumen yang merupakan bagian dari rekam medis.

e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan Clinical Pathway dicatat

sebagai varians dan dilakukan kajian analisa dalam bentuk audit (24).

2.3. Implementasi

2.3.1. Pengertian Implementasi

Konsep implementasi semakin marak dibicarakan seiring dengan

banyaknya pakar yang memberikan kontribusi pemikiran tentang implementasi


4

kebijakan sebagai salah satu tahap dari proses kebijakan. Wahab dan beberapa

penulis menempatkan tahap implementasi kebijakan pada posisi yang berbeda,

namun pada prinsipnya setiap kebijakan public selalu ditindaklanjuti dengan

implementasi kebijakan (25).

Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang sangat

menentukan dalam proses kebijakan. Pandangan tersebut dikuatkan dengan

pernyataan Edwards III bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan

pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan

merupakan aktivitas yang terlihat seStelah dikeluarkan pengarahan yang sah

dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan

output atau outcomes bagi masyarakat (25).

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, “implementasi intinya adalah

kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output)

yang dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target group)

sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan”. Menurut Agustino,

“implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana

kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu

sendiri” (25).

Ripley dan Franklin (dalam Winarno) menyatakan bahwa implementasi

adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan

otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran

yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh

sebagai aktor, khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat

program
4

berjalan. Grindle (dalam Winarno), memberikan pandangannya tentang

implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi

adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan

kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier menjelaskan makna

implementasi, “Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,

menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai

cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” (25).

Kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dapat kita lihat dari

pernyataan seorang ahli studi kebijakan Eugne Bardach melukiskan kerumitan

dalam proses implementasi menyatakan pernyataan sebagai berikut : “Adalah

cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya

bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan

slogan- slogan yang kedenganrannya mengenakan bagi telinga pemimpin dan

para pemilih yang mendengarkannya. dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk

mereka anggap klien” (22). Dari berbagai defenisi diatas maka dapat

disimpulkan bahwa implementasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh berbagai aktor pelaksana kebijakan dengan sarana-sarana pendukung

berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.
4

2.3.2 Teori-Teori Implementasi

Ada beberapa teori implementasi di antaranya:

a. Model Implementasi oleh Goerge C. Edward III

Model implementasi kebijakan yang berspektif top down dikembangkan

oleh George C. Edward III. Secara teoritis khususnya, menurut teori George C.

Edwards III (dalam Agustino), the are for critical factories to policy

implementation they are : “communication (komunikasi), resources (sumber

daya), suggestion (sarana prasarana), and bureaucratic structure (struktur

birokrasi)”. Ke empat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena

antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuan kita

adalah meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan.

Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui

eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan

adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub

kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui

pengaruhnya terhadap implementasi (25).

b. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn

Enam variabel menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi

kinerja kebijakan yaitu :

1) Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya jika dan hanya

jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur

yang ada di level pelaksana kebijakan.


4

2) Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

3) Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan

organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta sesuai

dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah

implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak

menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan,

maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para pelaksana.

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak

mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan

publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang

dilaksanakan bukanlah hasil formulasi orang orang yang terkait langsung

terhadap kebijakan yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang

mereka rasakan.

5) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam impelementasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-

kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.
4

6) Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi

publik dalam persepektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn

adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan

kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan

politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja

implementasi kebijakan (25).

c. Model Ripley dan Franklin

Dalam buku yang berjudul Policy Implementasi and Bureacracy, Randall

B. Repley and Grace A. Franklin, menulis tentang three conceptions relating to

successful implementation sambil menyatakan : “the notion of success in

implementation has no single widly accepted definition. Different analists and

different actors have very different meanings in mind when they talk about or

think about successful implementation. There are three dominant ways of

thinking about successful implementation”.

Sehubungan dengan three dominant ways of thinking about successful

implementation tersebut, selanjutnya mereka menyatakan ada analist and actors

yang berpendapat bahwa implementasi kebijakan yang berhasil dinilai, pertama,

memakai ukuran tingkat kepatuhan (degree of compliance). Namun, yang

kedua, ada juga yang mengukur adanya kelancaran rutinitas fungsi. Oleh karena

Ripley dan Franklin menganggap kedua parameter tersebut “is too narrow and

have limites political interest”, maka mereka mengajukan perspective yang

ketiga, yaitu dampak yang diinginkan. Mereka mengutarakan ini dengan

mengatakan “we
4

advance a third persepective, which is that successful implementation leads to

desired... impact from whatever program is being analyzed.” Jadi ada 3

perspektif untuk mengukur keberhasilan impelementasi kebijakan.

Dalam penelitian ini, ketiga perspektif itu dipakai sebagai pedoman

untuk mengukur keberhasilan implementasi program kemitraan. Hal ini

dikarenakan ketiga persepektif tersebut tidak kontradiksi satu dengan yang lain,

bahkan mereka saling melengkapi sehingga ketiga persepektif tersebut lebih

holistic, oleh karenanya cocok dengan penelitian ini. Ketiga measurement

tersebut adalah :

1) Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku.

Perspektif pertama (compliance perspective) memahami keberhasilan

implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementor

dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan

(dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, atau program.

2) Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi

Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi

dan tidak adanya masalah- masalah yang dihadapi.

3) Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.

Bahwa keberhasilan suatu implementasi mengacu dan mengarah pada

implementasi/pelaksanaan dan dampaknya (manfaat) yang dikehendaki dari

semua program-program yang dikehendaki. Pendapat Ripley dan Franklin

diatas menunjukkan bahwa keberhasilan suatu implementasi akan ditentukan

bagaimana tingkat kepatuhan, lancarnya rutinitas fungsi lembaga , dan hasil

kebijakan yang sesuai dengan rencana dari kebijakan (25).


4

d. Model Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna (perpect

implementation) maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat

itu adalah sebagai berikut :

1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan

menimbulkan gangguan/kendala yang serius.

2) Tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari pada hubungan kausalitas

yang handal.

5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai

penghubungannya.

6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

10) Pihak-pihak yang memiliki wewenang/kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Model ini terdiri dari 10 point yang harus diperhatikan dengan seksama

agar implementasi kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik. Ada beragam

sumber daya, misalnya. Waktu, keuangan, sumber daya manusia, peralatan yang

harus tersedia dengan memadai. Disamping itu, sumber daya tersebut harus

kombinasi berimbang. Tidak boleh terjadi ketimpangan, misalnya sumber daya


4

manusia cukup memadai tetapi peralatan tidak memadai, atau sumber keuangan

memadai tetapi ketersedian waktu dan keterampilan tidak cukup. Hambatan lain,

kondisi eksternal pelaksana harus dapat dikontrol agar kondusif bagi

implementasi kebijakan. Ini cukup sulit sebab kondisi lingkungan sangat luas,

beragam serta mempunyai karakteristik yang spesifik sehingga tidak mudah

untuk dapat dikendalikan dengan baik. Misalnya sistem sosial, hal ini sangat

sulit untuk dikendalikan sebab sudah sangat lama ada, tumbuh berkembang, dan

sudah menjadi tradisi dan kepercayaan masyarakat. Contoh lingkungan eksternal

lainnya yang sulit dikontrol adalah keadaan ekonomi masyarakat, dimana sangat

tidak mudah untuk mengubah keadaan ekonomi masyarakat, apalagi dalam waktu

dekat demi implementasi suatu kebijakan public. Teori ini juga mensyaratkan

adanya komunikasi dan koordinasi sempurna. Seringkali, dalam pelaksanaan

suatu kegiatan, kedua hal ini kurang mendapatkan perhatiaan dengan baik.

Apalagi harus sempurna. Hal ini sering diperburuk karena adanya ego sektoral.

Berdasakan deskripsi diatas, teori ini kurang cocok untuk dijadikan untuk

penelitian ini (25).

e.Model pengetahuan oleh Notoatmodjo

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari

oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi,

hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian

adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai

gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda

atau
5

kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan

mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut

(26).

Pengetahuan merupakan informasi yang telah dikombinasikSan dengan

pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak

seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif

terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi

dan data sekadar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan

menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan

tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki (26).

2.4. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Pelaksanaan Clinical Pathway

Menurut teori yang dikembangkan oleh Notoatmodjo, terdapat faktor-

faktor yang memengaruhi implementasi/pelaksanaan, antara lain :

2.4.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman

orang lain, media massa maupun lingkungan (26).

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang

mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut :

a) Tahu (Know)
5

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, atau

rangsangan yang diterima. Cara kerja mengukur bahwa orang tahu tentang

apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi dan mengatakan.

b) Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c) Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.

d) Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu

komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada

kaitanya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan

kata kerja seperti kata mengelompokan, mengambarkan, memisahkan.

e) Sintesis (Sinthesis)

Kemampuan untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk

keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis juga didefinisikan yaitu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
5

f) Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau

objek berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria yang sudah ada (26).

Menurut Notoatmodjo (26) faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur

hidup.

2) Media masa / sumber informasi

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

3) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik

lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi masa lalu.


5

Selain itu, Menurut teori George C. Edward III terdapat juga faktor-

faktor yang memengaruhi implementasi/pelaksanaan, antara lain :

2.4.2 Sikap

Menurut notoatmodjo, sikap merupakan reaksi atau respon seseorang

yang masih tertutup terhadap suatu objek atau stimulus. Sikap terdiri dari:

a. Tingkatan sikap

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan kepadanya

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan

terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah orang yang menerima

ide tersebut.

3) Menghargai (valuting)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ke tiga, misalnya seorang ibu

yang mengajak ibu yang lain untuk pergi memeriksa kesehatan ke

puskesmas, mendikusi tentang kesehatan merupakan suatu bukti bahwa

ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatannya.

4) Bertanggung jawab (responsible)


5

Bertanggung jawab merupakan sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko dan merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap

dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-

pertanyaan hipotesis. Kemudian baru ditanyakan pendapat responden

(Notoatmojo, 2010).

b. Komponen Sikap

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, diantaranya:

a) Afektif: Berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut

perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.

b) Kognitif: berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan terhadap sebuah

objek yang dianggap baik maupun buruk.

c) Tingkah laku: kecenderungan untuk bertindak dengan kesengajaan terhadap

suatu objek yang disukai maupun yang tidak disukai.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

penting dalam pembentukan sikap utuh. Intinya, sikap adalah rangkuman

evaluasi terhadap objek sikap kita. Interaksi antara ketiga komponen tersebut

seharusnya membentuk pola sikap yang seragam ketika dihadapkan pada objek.

Apabila salah satu komponen sikap tidak konsisten satu sama lain, maka akan

terjadi ketidakselarasan didalamnya sehingga dapat terjadi perubahan sikap yang

dialami individu (26).


5

2.4.3 Komunikasi

Variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan

menurut Goerge C. Edward III (dalam Agustino), adalah komunikasi.

Komunikasi, menurutnya sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan

dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila

para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan.

Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila

komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan

peraturan impelementasi harus ditansmisikan (atau dikomunikasikan) kepada

bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun

harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi)

diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin

konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam

masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan

variabel komunikasi yaitu : a) Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik

akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang

terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian

(misscommunication). b) Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para

pelaksana kebijakan (street-level-bureuarats) haruslah jelas dan tidak

membingungkan (tidak ambigu/mendua) ketidakjelasan pesan kebijakan tidak

selalu mengahalangi mpelementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran


5

yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai

oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c) Konsistensi; perintah yang diberikan

dalam melaksanakan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas untuk

diterapkan atau dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-

ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan

2.4.3.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi menjadi peranan terpenting bagi kehidupan manusia dalam

berinteraksi di kehidupannya sehari- hari. Terutama komunikasi yang terjadi

didalam masyarakat terkecil yaitu keluarga. Di dalam sebuah komunikasi

feedback merupakan hal yang diharapkan, untuk mampu mencapai tujuan yang

dimaksud dalam berkomunikasi. Komunikasi adalah proses pembagian

informasi, gagasan atau perasaan yang tidak saja dilakukan secara lisan dan

tertulis melainkan melalui bahasa tubuh, atau gaya atau tampilan pribadi, atau

hal lain disekelilingnya yang memperjelas makna (26).

2.4.3.2 Bentuk-Bentuk Komunikasi

Ada lima konteks komunikasi, yaitu: komunikasi intrapersonal

(intrapersonal communication), komunikasi antarpersonal (interpersonal

communication), komunikasi kelompok (group communication), komunikasi

organisasi (organizational communication) dan komunikasi massa (mass

communication). Komunikasi interpersonal merupakan proses komunikasi yang

terjadi dalam diri seseorang. Komunikasi ini umumnya membahas proses

pemahaman, ingatan dan interpretasi terhadap simbol yang ditangkap melalui

panca indera. Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa komunikasi ini merupakan
5

komunikasi yang terjadi terhadap diri sendiri, yang dilakukan dengan sengaja

atau tidak sengaja (27).

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan proses

dimana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan

tanggungjawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Lebih lanjut

komunikasi antarpribadi merupakan rangkaian sistematis perilaku yang

bertujuan yang terjadi dari waktu ke waktu dan berulang kali. Komunikasi

perorangan yang dalam hal ini bersifat pribadi, baik secara langsung tanpa

medium, atau pun langsung melalui medium. Contoh percakapan tatap muka

(face to face communication), percakapan melalui telepon, surat menyurat

pribadi. Komunikasi ini banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan

dimulai, dipertahankan atau mengalami kemunduran. Sub pembahasan dalam

komunikasi interpersonal, antara lain, keluarga, pertemanan, pernikahan,

hubungan kerja dan berbagai relasi lainnya (27).

Komunikasi kelompok menitikberatkan pembahasan pada interaksi di antara

orang-orang dalam kelompok kecil, yang terdiri dari beberapa orang yang

bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Ada perbedaan pendapat tentang

jumlah orang dalam kelompok kecil, misalnya ada yang berpendapat maksimal

lima sampai tujuh orang, tetapi semuanya sepakat bahwa kelompok kecil harus

terdiri dari minimal tiga orang. Komunikasi kelompok berkisar kepada dinamika

kelompok, efisiensi dan efektivitas penyampaian informasi dalam kelompok,

pola atau bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan dalam kelompok dikenal

juga kohesif
5

yaitu sebuah rasa kebersamaan dalam kelompok sinergi sebagai proses dari

berbagai sudut pandang untuk mengatasi berbagai permasalahan

Komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai

pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu

organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan komunikasi formal, informal,

komunikasi interpersonal maupun komunikasi kelompok. Pembahasan dititik

beratkan kepada struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia,

komunikasi dan proses pengorganisasian serta budaya organisasi. Ada tiga

fungsi umum komunikasi organisasi yaitu, produksi dan pengaturan,

pembaharuan (innovation) dan sosialisasi dan pemeliharaan (socialization and

maintenance). Dari fungsi tersebut pada dasarnya komunikasi memiliki

eksistensi yang kuat terhadap dinamika organisasi. Dengan kata lain,

komunikasi merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan atau

kemunduran organisasi (27).

Komunikasi massa merupakan proses penciptaan makna yang sama

diantara media massa dan para komunikannya. Proses komunikasi massa

melibatkan aspek komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpribadi,

komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi. Teori komunikasi massa

umumnya memfokuskan pada struktur media, hubungan media dan masyarakat,

hubungan antara media dan khalayak, aspek budaya dari komunikasi massa

serta dampak hasil komunikasi massa terhadap individu. Selain itu Werner J.

Severin dan Ja mesW. Tankard menurut mereka tujuan dari teori komunikasi

massa yang lebih spesifik ialah:


5

1. Untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh komunikasi massa. Pengaruh ini

mungkin yang kita harapkan seperti pemberitaan kepada masyarakat selama

pemilihan, atau yang tidak diharapkan, seperti menyebabkan peningkatan

kekerasan dalam masyarakat.

2. Untuk menjelaskan manfaat komunikasi massa yang digunakan masyarakat.

Dalam beberapa hal, melihat manfaat komunikasi massa oleh masyarakat

menjadi lebih bermakna daripada melihat pengaruhnya. Pendekatan ini

mengakui adanya peranan yang lebih aktif pada audiens komunikasi.

Setidaknya ada dua faktor yang digabung untuk member tekanan yang lebih

besar pada aktivitas audiens dan penggunaan komunikasi massa dari pada

pengaruhnya. Salah satu faktornya adalah bidang psikologi kognitif dan

pemerosesan informasi. Faktor lain adalah perubahan teknologi komunikasi

yang bergerak menuju teknologi yang semakin tidak tersentralisasi, pilihan

pengguna yang lebih banyak, diversitas isi yang lebih besar, dan

keterlibatan yang lebih aktif dengan isi komunikasi oleh pengguna

individual.

3. Untuk menjelaskan peran media massa dalam pembentukan

pandanganpandangan dan nilai-nilai masyarakat. Para politisi dan tokoh

masyarakat sering memahami pentingnya peran komuikasi massa dalam

pembentukan nilai-nilai dan pandangan dunia. Kadang-kadang mereka

mungkin membesar-besarkan suatu masalah dan ikut mengkritik acaraacara

atau film yang didasarkan hanya pada spekulasi. Namun, naluri dasar

mereka bahwa isi media massa memengaruhi nilai-nilai masyarakat

mempunyai kebenaran (27).


6

2.4.4 Sumber Daya

Variabel selanjutnya yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu

kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya

dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut Goerge C.Edward III (dalam

Agustino), 12 Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a) Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan dalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya

disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak

kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja

tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan

kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam

mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan

oleh kebijakan itu sendiri.

b) Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai

data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi

pemerintah yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah

orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap

hukum.

c) Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah

dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi

para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara

politik. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para implementor dimata

publik tidak
6

terlegitimasi, sehingga dapatmenggagalkan proses implementasi kebijakan.

Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada,

maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu

pihak, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh

para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan

kelompoknya.

d) Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti

apa yang harus dilakukan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan

tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)

maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil (27).

Sumber daya rumah sakit terdiri dari tenaga kesehatan dan non

kesehatan. Sumber daya manusia rumah sakit adalah aset rumah sakit yang

sangat berharga karena manusialah yang mengendalikan seluruh kegiatan yang

ada di rumah sakit. Kegiatan inti rumah sakit yaitu pelayanan kesehatan

dikerjakan oleh tenaga kesehatan, sedangkan kegiatan manajemen dan teknis

yang tidak langsung berhubungan dengan pelayanan kesehatan dikerjakan oleh

tenaga non kesehatan. Rumah sakit adalah organisasi yang sangat kompleks,

terutama sumber daya manusianya. Tenaga kesehatan terdiri berasal dari

berbagai profesi kesehatan, yang dilayani adalah pasien per-individu. Tenaga

kesehatan bekerja dalam tim yang terdiri dari berbagai profesi, yaitu dokter,

dokter spesialis, perawat, laboran, ahli gizi, ahli farmasi atau apoteker dan

asisten apoteker dan sebagainya. Saat ini pelayanan kesehatan fokus pada

pasien yang dilayani, bukan pada unit rumah sakit atau klinik-klinik spesialis,

atau dokter spesialisnya. Keberhasilan pelayanan


6

kesehatan apabila pasien yang sudah mendapatkan pelayanan sembuh atau pulih

kembali menjadi sehat, dan semakin sehat, pemahaman pasien terhadap

kesehatannya meningkat akibat pemberian edukasi selama perawatannya di rumah

sakit (28).

Namun kondisi pasien sangat beraneka ragam ketika datang ke rumah

sakit, mereka mesmerlukan penanganan yang berbeda-beda, bahkan ada pasien

yang datang ke rumah sakit dalam kondisi kritis, bagaimana tim kesehatan di

rumah sakit dapat membantu mengatasi keadaan pasien yang kritis itu. Kadang-

kadang pasien yang dalam keadaan kritis tersebut tidak dapat diselamatkan,

bagaimana menghadapi situasi seperti itu, maka tim klinis, yaitu tim yang

merawat pasien tersebut berupaya untuk menenangkan keluarganya, tim medis

sudah berupaya semaksimal mungkin (28).

Rumah sakit dapat sukses, tidak terlepas dari manajemen rumah sakit

sebagai fungsi penunjang terhadap fungsi utamanya yaitu pelayanan kesehatan.

Fungsi penunjang terdiri dari manajemen sumber daya manusia, manajemen

keuangan, manajemen pemasaran, manajemen operasional, manajemen sistem

informasi, penelitian dan pengembangan, dan manajemen pembelian. Direktur

utama rumah sakit adalah seorang dokter, direktur-direktur untuk fungsi

penunjang, biasanya juga para dokter. Namun dalam fungsi manajerial, bukan

keahlian kedokterannya yang digunakan tetapi keahlian manajemen rumah sakit.

Oleh karena itu para direktur wajib untuk mempunyai kompetensi manajerial

rumah sakit. Sedangkan tenaga non kesehatan adalah tenaga yang

pendidikannya bukan di bidang kesehatan, seperti ilmu ekonomi, manajemen,

akutansi, hukum,
6

sosial, teknik dan sebagainya, baik sebagai tenaga/pejabat struktural atau tenaga

teknis. Di rumah sakit banyak sekali pekerjaan yang bukan di bidang kesehatan

tetapi dibidang penunjang sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya. Tenaga

teknis seperti urusan perairan, perlistrikan, kebersihan lingkungan, mengurus

tempat ibadah, tempat parkir, dan sebagainya yang termasuk penunjang bagi

rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (28).

Fungsi dari manajemen sumber daya terdiri dari analisis jabatan,

perencanaan sumber daya, rekrurmen, seleksi dan penempatan, pendidikan dan

pelatihan, penilaian kinerja, pemberian kompensasi, pengembangan karir,

kesejahteraan dan keselamatan kerja, hubungan industrial, dan pemutusan

hubungan kerja. pada blok ini pernah dibahas tentang analisis jabatan. kali ini

akan membahas fungsi sumber daya berikutnya adalah perencanaan sumber

daya. perencanaan sumber daya adalah proses membuat rencana untuk mengisi

jabatan/pekerjaan tertentu, ketika jabatan atau pekerjaan tersebut pada waktu

tertentu akan kosong karena pemegang jabatan sudah habis masa kerjanya, atau

pemegang pekerjaan pensiun, atau karena alasan tertentu jabatan atau pekerjaan

itu ditinggalkan pemegang jabatan atau pekerjaan tersbut baik sementara

maupun permanen. Jabatan yang lowong tersebut harus segera diisi. Pengisian

jabatan yang lowong karena pemegang jabatan pensiun, atau habis masa

jabatannya, naik ke jabatan yang lebih tinggi atau dipindah ke jabatan lain atau

ke unit lain, atau ada rotasi untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya umum.

Untuk pekerjaan tertentu yang spesifik seperti tenaga profesional, tidak bisa

diratasi. Untuk dokter spesialis yang berstatus dokter tidak tetap, biasanya ada

kontrak kerja dengan


6

batasan waktu, setahun atau dua tahun. Selama menjalankan tugas sebagai

tenaga kontrak, dievaluasi kinerjanya dari kedua belah pihak, yaitu rumah sakit

dan dokter spesialis. Kedua belah pihak kemudian memutuskan apakah kontrak

diperpanjang atau tidak. Jika kontrak tidak diperpanjang berarti posisi dokter

spesialis tersebut lowong perlu ada pengganti. Mungkin saja karena alasan

tertentu terjadi pemutusan hubungan kerja sebelum habis masa kerjanya (16).

Jika beban kerja terlalu tinggi pada unit tertentu tempat perawat tersebut

diberi tugas, perawat umum tersebut dapat dirotasi ke unit kerja yang

kekurangan perawat umum. Model ini berarti jabatan atau pekerjaan yang

lowong diisi dari dalam organisasi (dari unit lain). Untuk perawat spesialis,

tidak bisa dipindahkan ke unit kerja lain yang tidak sesuai dengan

spesialisasinya, namun perawat spesialis dapat dipromosikan ke jabatan yang

lebih tinggi di unit kerjanya ketika jabatan itu lowong. Model ini berarti jabatan

yang lowong diisi dari dalam unit organisasi. Jika tidak ada penggantinya, untuk

perawat spesialis dari unit itu, berarti perlu melakukan rekrutmen dan selesksi

perawat spesialis dari luar, atau perawat umum yang belum spesialis dari dalam

unit organisasi atau dari luar unit organisasi dengan terlebih dulu dilatih melalui

pelatihan sambil bekerja (in the job training), atau pelatihan di luar organisasi

(16).

2.4.5 Sarana dan Prasarana s

Menurut cecep triwibowo, sarana dan prasarana memiliki kegunaan

untuk mendukung dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan terhadap pasien

di rumah sakit, alat kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit sebagai sarana

pendukung penyelenggara pelayanan kesehatan. Sarana dan prasarana yang


6

dioperasikan dan digunakan di rumah sakit baik peralatan medis dan nonmedis

harus memenuhi standar pelayanan mutu, keamanan, keselamatan dan

digunakan sesuai dengan indikasi medis pasien yang pengoperasian dan

pemeliharaannya dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi

dibidangnya (29).

Sarana dan prasarana yang dimaksud disini termasuk alat kesehatan.

Kegunaan alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaanya diatusr dalam Pasal

3 Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191 Tahun 2010 tentang Penyaluran Alat

Kesehatan, yaitu:

a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan penyakit.

b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit

c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses

fisiologis.

d. Mendukung atau mempertahankan hidup.

e. Menghalangi pembuahan.

f. Desinfeksi alat kesehatan.

g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in

vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.

Sedangkan Kegunaan alat kesehatan di rumah sakit terhadap upaya pelayanan

kesehatan kepada pasien ialah sebagai berikut:

a. Alat instrument medis, alat-alat yang biasa digunakan oleh para tenaga

kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan, khusus merupakan alat merawat

pasien seperti testimeter dan stetoskop.


6

b. Alat bantu diagnostik dan terapi non elektro medis, alat-alat non elektrik

yang biasanya digunakan oleh dokter, perawat, dan bidan untuk merawat

pasien dengan kondisi yang lebih khusus.

c. Alat canggih, alat-alat modern yang dibuat secara khusus dengan tujuan dapat

mengobati dan menanggulangi penyakit secara lebih cepat, tepat, dan akurat.

Kegunaan dari alat kesehatan sebagai sarana dan prasarana pendukung

pelayanan kesehatan di rumah sakit berguna untuk kepentingan penyembuhan

dan pemeliharaan pasien di rumah sakit, alat kesehatan berdasarkan nilai dan

tujuan penggunaannya di operasikan berdasarkan kompetensi tenaga keahlian

kesehatan sehingga tujuan dan kegunaan alat kesehatan dalam hal ini dapat

dipergunakan untuk mengobati dan menanggulangi penyakit secara aman,

bermutu, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani

pasien (29).

2.4.6. Kendala

Menurut cecep triwibowo, kendala dapat didefinisikan sebagai segala

sesuatu yang menghambat suatu sistem untuk mencapai kinerja yang lebih

tinggi. Ada dua tipe pokok kendala, yaitu batasan fisik dan batasan non fisik.

Batasan fisik adalah batasan yang berhubungan dengan kapasitas, sedangkan

batasan non fisik berupa permintaan terhadap produk dan prosedur kerja.

Kategori kendala antara lain adalah Internal resource constraints (kendala sumber-

sumber internal), yaitu kendala klasik. Seperti mesin, pekerja dan alat alat lain.

Berkaitan dengan kendala tersebut merupakan sumber daya yang tidak

dapat dijadwalkan sebagaimana mestinya akan dapat menghambat aliran produk


6

yang menyimpang dari perencanaan aliran semula. Sumber daya berkendala

kapasitas tidak hanya jenis kendala yang dapat menghambat kinerja. Kendala

pasar juga dapat menghambat penggunaan secara penuh sumber daya pabrik

yang tersedia. Peningkatan pasar akan meningkatkan throughput dan net profit.

Kendala-kendala material juga dapat menghambat penggunaan sumber daya.

Jika kapasitas lebih besar dari aliran throughput dengan kendala material,

material- material yang lebih banyak akan meningkatkan throughput dan profit

(29).

2.4.6.1 Ukuran Kinerja Dalam Teori Kendala

Ukuran kinerja dalam teori kendala menyatakan bahwa kendala harus

diangkat, sehingga dapat diambil tindakan untuk mengurangi pengaruh hasilnya

(Throughput), persediaan dan biaya operasi. Hasil ini didefinisikan sebagai

tingkat dimana sistem dapat menghasilkan keuntungan melalui pelayanan.

Beberapa pokok persoalan :

1. Tujuan kinerja adalah untuk menghasilkan pelayanan yang optimal

2. Kriteria kinerja.

3. Penyeimbangan aliran produksi pada sistem, bukan usaha penyeimbangan

kapasitas.

2.4.6.2 Aturan Umum Dalam Konsep Teori Kendala

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan teori kendala

tidak hanya pengendalian. Keberhasilan penerapan teori kendala akan

ditentukan oleh keberhasilan penerapan beberapa prinsip dasar, yaitu :


6

1. Berdasarkan keseimbangan aliran, bukan keseimbangan kapasitas.

Diasumsikan kinerja memiliki kapasitas tidak seimbang dengan jumlah

pelayanan.

2. Penggunaan (Utilisasi) dan pengaktifan sumber daya adalah tidak sama.

Penghematan dalam setiap jam adalah keuntungan yang besar yang sulit

dicapai (29).

2.4.7. Evaluasi

Menurut Weseso, evaluasi adalah proses mengumpulkan data dasar dan

menelaah. Secara operasional mengevaluasi program pembelajaran berarti

mengamati, memeriksa, meneliti maksud atau tujuan dalam merencanakan dan

melaksanakan suatu kegiatan program tertentu, misalnya tujuan sasaran dan

hasilnya apakah sudah seperti patokan perilaku sesuai standar kompetensi yang

diharapkan, dan menyatakan kemajuan yang telah dicapai, apakah sudah ke arah

tujuan atau belum. Saat mengevaluasi perlu mengamati dan selanjutnya perlu

dipikirkan apa yang harus ditindaklanjuti dari temuan berdasar

pertanyaanpertanyaan tersebut. Misalnya dengan merubah perencanaan atau

pelaksanaan teknik ke arah yang lebih baik (30).

2.4.7.1. Tahapan sebelum mengadakan evaluasis

Terdapat urutan atau proses yang mendasari sebelum melakukan evaluasi, yakni:

a. Mengembangkan konsep dan mengadakan penelitian awal. Konsep perlu

direncanakan secara matang sebelum diadakan eksekusi pesan dan perlu

diadakan uji coba untuk mengecek kesesuaian antara draft yang dibuat

dengan eksekusi pesannya.


6

b. Dengan uji coba yang dilakukan, pengevaluasi mencoba mencari tanggapan

dari khalayak. Tanggapan dari khalayak ini penting untuk mengukur

efektifitas pesan yang disampaikan (30).

2.4.7.2. Proses evaluasi

Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang

akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi,

kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, di mana proses

evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi. Hal yang perlu

dilakukan evaluasi tersebut adalah narasumber yang ada, efektifitas penyebaran

pesan, pemilihan media yang tepat dan pengambilan keputusan anggaran dalam

mengadakan sejumlah promosi dan periklanan. Evaluasi tersebut perlu diadakan

dengan tujuan untuk menghindari kesalahan perhitungan pembiayaan, memilih

strategi terbaik dari berbagai alternatif strategis yang ada, meningkatkan

efisiensi iklan secara general, dan melihat apakah tujuan sudah tercapai. Di sisi

lain, perusahaan kadang-kadang enggan untuk mengadakan evaluasi karena

biayanya yang mahal, terdapat masalah dengan penelitian, ketidaksetujuan akan

apa yang hendak dievaluasi, merasa telah mencapai tujuan, dan banyak

membuang waktu.

Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan

diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk

menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest

merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan

dijadikan sebagai masukan untuk analisis situasi berikutnya. Evaluasi dapat

dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam

ruangan pada umumnya


7

menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan

sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang

dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan

menggunakan metode penelitian lapangan di mana kelompok percobaan tetap

dibiarkan menikmati kebebasan dari lingkungan sekitar. Realisme dari metode

ini lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai

evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui

yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan

permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian

lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan

kemampuan menyampaikan hasil penelitian (30).

2.3 Landasan Teori

Pada penelitian ini, faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan

Clinical Pathway di Rumah Sakit Umum dr.Fauziah Bireuen yaitu pengetahuan,

sikap, komunikasi, sumber daya, sarana prasarana, kendala dan evaluasi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, kerangka teori dapat dilihat pada bagan

dibawah ini :

Variabel independen variabel dependent

Pengetahuan
Sikap Pelaksanaan clinical pathway di Rumah Sakit Umum dr.Fau
Komunikasi
Sumber daya
Sarana prasarana
Kendala
Evaluasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori


7

2.4. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model berfikir atau pendapat tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi

sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan

secara teoritis pertautan antar variabel yang diteliti. Informasi tentang pelaksanaan

Clinical Pathway yang sangat berguna untuk kinerja agar mendapatkan

pelayanan yang optimal. Berikut kerangka berfikir dalam penelitian ini:


1

Informan kunci
1. Komite medik selaku
Informasi:
evaluator
1. Pengetahuan Clinical
2. Komite mutu selaku
pathway
evaluator
2. Sosialisasi Clinical pathway
3. Manajemen selaku
3. Jumlah tenaga kesehatan
penanggung jawab
4. Kelengkapan sarana
prasarana
Informan triagulasi
5. Kendala pelaksanaan Clinical
1. Case manager selaku
pathway
verifikator
6. Cara evaluasi Clinical
2. Dokter selaku
pathway
Sumber informasi pelaksana Pelaksanaan Clinical
3. Perawat selaku pathway di RSUD
pelaksana dr.Fauziah Bireuen
Informasi:
4. Farmasi selaku
1. pengetahuan terhadap
pelaksana pelaksanaan edukasi oleh
5. Nutrisionis selaku tenaga medis
pelaksana 2. sumber daya terhadap
persediaan obat dan sumber
Informan triagulasi daya
1. Pasien selaku 3. kelengkapan sarana dan
penerima pelayanan prasarana
4. sikap yang menjelaskan
kualitas pelayanan

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir


1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (30), Dengan metode wawancara

semi terstruktur yaitu jenis wawancara yang sudah termasuk dalam kategori in

depth interview yang direkam menggunakan tape recorder dimana dalam

pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur (30).

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum dr.Fauziah Bireuen.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2018.

3.3. Subyek Penelitian dan Informan Penelitian

3.3.1 Subyek Penelitian

Penentuan subyek dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

data yang telah ada (30). Dalam penelitian ini subyek dibagi dua kategori yaitu

informan utama dan informan triangulasi. Karateristik informan utama

(informan kunci)
1

adalah komite medic, manajemen dan komite mutu, sedangkan informan

triangulasi adalah case manager, dokter, perawat, farmasi, nutrisionis dan

pasien. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah petugas medis berjumlah 13

orang.

Berdasarkan triangulasi dengan wawancara terhadap 1 orang perawat di

ruangan yang menerapkan clinical pathway, didapatkan data bahwa perawat

mengatakan belum begitu paham dengan clinical pathway bagaimana cara

penerapannya diruangan karena ada beberapa perawat belum mengikuti

pelatihan tentang clinical pathway hanya mendapat informasi ringkas dari

kepala ruangan,. Selain itu, belum terbiasa dengan pengisian format clinical

pathway, belum optimalnya peran case manager dalam memantau dan

memastikan apakah clinical pathway sudah berjalan dengan baik atau belum,

case manager sering hanya mencek kelengkapan pengisian format clinical

pathway ketika pasien akan pulang, serta koordinasi antar profesional pemberi

asuhan belum berjalan dengan baik. Hasil wawancara dengan 1 orang dokter

didapatkan informasi bahwa pada dasarnya dokter sudah melakukan tahapan

yang ada di format clinical pathway, namun pendokumentasiannya belum

maksimal. Hasil wawancara dengan 1 petugas apoteker didapatkan informasi

bahwa karena keterbatasan tenaga. Hal tersebut menyebabkan sering tidak

optimal melakukan tahapan clinical pathway sehingga timbulnya varians (30).

3.3.2 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah informan, tetapi bisa

tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci, dan komplesitas dari

keragaman fenomena sosial yang diteliti. Proses penentuan informan

berdasarkan
1

informan sebelumnya tanpa menentukan jumlahnya secara pasti dengan

menggali informasi terkait topik penelitian yang diperlukan. Pencarian informan

akan dihentikan setelah informasi penelitian dianggap sudah memadai, yang

menjadi Informan dalam penelitian ini yang memiliki kriteria antara lain :

seluruh tenaga kesehatan yang bekerja di RSUD dr.Fauziah yang terlibat dalam

pelaksanaan clinical pathway.

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang. Informan pada penelitian

merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang akan diteliti.

Dalam penelitian ini terdapat informan 13 informan yaitu:

1. Informan utama (kunci) yaitu orang-orang yang sangat

permasalahan yang diteliti. Adapun yang dimaksud sebagai informan


komite mutu 1 orang.
dalam penelitian ini adalah komite medik 1 orang, manajemen 1 orang
2. Informan triangulasi yaitu orang-orang yang diwawancara untuk

kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh

informasi
orang, tertentu.
farmasi Adapun
1 orang yang dimaksud
dan nutrisionis sebagai
1 orang informan
dan pasien triangulasi
1 orang.

penelitian ini adalah


Dalam evaluasi adalah caseclinical
pelaksanaan manager 1 orang,didokter
pathway Rumah5 Sakit
orang,Umum
perawat
dr.

Fauziah Bireuen ada 6 parameter yang di nilai yaitu kesesuaian lama hari rawat,

kesesuaian penggunaan obat, kesesuaian pemeriksaan penunjang, kesesuaian

asuhan keperawatan, kesesuaian asuhan gizi dan kesesuaian asuhan farmasi.


1

Parameter selalu diukur setiap 3 bulan sekali dan hasil evaluasi di laporkan ke

direktur.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Data pada penelitian ini adalah :

1) Data primer dalam penelitian ini didapat dari jawaban subyek melalui

wawancara mendalam maupun dengan observasi.

2) Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Rumah Sakit Umum

dr.Fauziah Bireuen, meliputi data jumlah petugas medis khusus yang di

rawat inap serta referensi perpustakaannya yang berhubungan dengan

penelitian serta literatur yang terkait lainnya.

3) Data tertier dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari studi

kepustakaan, jurnal, dan text book.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

1) In-depth interview

Wawancara secara mendalam terhadap informan mengenai pelaksanaan

clinical pathway di rumah sakit Umum dr. Fauziah bireuen

2) Observasi

Untuk melihat latar/profesi informan, petugas medis, bertugas di raang rawat

inap, kecuali ketua komite medis


2

3.5. Definisi Operasional Penelitian

1) Pengetahuan adalah hasil tahu informan tentang pelaksanaan clinical pathway

di RSUD dr.Fauziah Bireuen

2) Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu objek atau stimulus

3) Komunikasi adalah tata cara penyampaian informasi dari setiap petugas

kesehatan untuk kelancaran dalam menjalankan clinical pathway di RSUD

dr.Fauziah Bireuen.

4) Sumber daya adalah sesuatu hal yang menunjang jalannya penerapan

dijalankan clinical pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen.

5) Sarana dan prasarana adalah alat yang mendukung dalam melakukan upaya

pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit.

6) Kendala adalah sesuatu yang menghambat suatu sistem untuk mencapai

kinerja yang lebih tinggi.

7) Evaluasi adalah proses mengumpulkan data dasar dan menelaah kegiatan

program tertentu.

3.6. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain (34).


2

Pada penelitian ini data yang diperoleh dilapangan dianalisis

menggunakan model Miles dan Hubserman. Pada model analisis data ini

meliputi pengolahan data dengan tahapan data reduction, data display, dan

conclusion or verification.

1) Data reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pola sehingga

akan memberikan gambaran jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2) Data display (penyajian data)

Penyajian data akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam

kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

bagan, dan hubungan antar kategori.

3) Conclusion or verification (kesimpulan atau verifikasi data)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau

gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang remang atau gelap

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dan dapat berhubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apa bila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti valid dan konsisten
2

maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Ketiga komponen tersebut saling interaktif yaitu saling memengaruhi dan

saling terkait satu sama lain. Pertama-tama peneliti melakukan penelitian di

lapangan dengan mengadakan observasi yang disebut dengan tahap

pengumpulan data. Karena data yang terkumpul banyak maka perlu

dilakukan tahap reduksi data untuk merangkum, memilih hal pokok,

memfokuskan padahal yang penting, mencaritema, dan polanya. Setelah

direduksi kemudian diadakan penyajian data dengan teks yang bersifat

naratif. Apabila kedua tahap tersebut telah selesai dilakukan, maka diambil

suatu keputusan atau verifikasi.

4) Triangulasi

Triangulasi merupakan salah satu cara melakukan konfirmasi ulang terhadap

hasil penelitian kualitatif. Triangulasi dalam penelitian ini membandingkan

informasi dari informan yang satu dengan informan yang lain sehingga

informasi yang diperoleh kebenarannya. Pada survey awal hasil wawancara

singkat dengan ketua komite medik didapatkan bahwa kurangnya

pelaksanaan Clinical pathway oleh petugas kesehatan seperti dokter, perawat,

farmasi dan nutrisionis di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen karena

kurangnya kesadaran terhadap pentingnya clinical pathway, kurangnya

keinginan untuk mendalami tentang clinical pathway, kurangya sosialisasi

secara keseluruhan mengenai clinical pathway dan rendahnya kepatuhan

pendokumentasian clinical pathway karena dianggap sebagai beban kerja

tambahan bagi para staf. Untuk keabsahan data dilakukan pengkajian ulang

terhadap salah satu petugas farmasi, dia mengatakan bahwa petugas farmasi

tidak secara langsung


2

mendapatkan sosialisasi sehingga untuk mengetahui fungsi clinical pathway

tersebut belum secara utuh diketahui dengan baik. Hal tersebut didukung oleh

salah satu pendapat petugas nutrisionis disampaikan pada saat wawancara

sebagai berikut: “Selama saya disini kayaknya belum Pernah”. Berdasarkan

jawaban tersebut menyatakan bahwa selama responden bekerja di rumah

sakit ini belum pernah diadakanya sosialisasi secara keseluruhan mengenai

pentingnya pengisian clinical pathway. Kurangnya pelaksanaan clinical

pathway juga didukung oleh pendapat perawat yang mengatakan bahwa

tindakan yang ada di dalam clinical pathway sudah dilakukan dalam

perawatan pasien, namun untuk pendokumentasian masih sering tidak

dilakukan. Pada hal dokumentasi clinical pathway merupakan bagian atau

seluruh catatan perawatan pasien dan dokumentasi clinical pathway ini juga

bisa menjadi alat audit yang berguna untuk praktek klinis. Salah satu tujuan

utama implementasi clinical pathway adalah untuk mengurangi beban

dokumentasi klinik. Clinical pathway ditempatkan dalam catatan klinis

pasien. Catatan ini berisi informasi klinis penting dengan cara yang mudah

untuk menyelesaikan dan untuk mengambil data di kemudian hari misalnya

untuk keperluan audit, daftar periksa dari seluruh kegiatan yang dilakukan

dapat di centang dan hasil tertentu akan dicatat dikotak yang telah disediakan.

Hal ini dapat menghasilkan data penting yang lebih ringkas, lebih mudah

dibaca, ringkas, dan lengkap. Di rumah sakit lain, clinical pathways

digunakan terutama untuk mengganti atau dapat di-integrasikan ke dalam

catatan pasien. Clinical pathway digunakan pada kasus high volume, high

cost, high risk dan pada kelompok pasien yang


2

diprediksi tinggi. Mengingat banyak faktor lingkungan yang dapat menjadi

faktor penentu efektifitas clinical pathway, organisasi kesehatan harus

mengevaluasi situasi institusional mereka dengan cermat sebelu menerapkan

hal tersebut. Dalam beberapa kasus menghilangkan hambatan untuk

memberikan perawatan yang lebih efektif, yang sepertinya merupakan tujuan

dasar sebelum memulai pengembangan clinical pathway. Implementasi clinical

pathway adalah saat proses pengembangan clinical pathway termasuk uji

coba telah selesai dilakukan dan tim yang mengembangkan telah siap untuk

menerapkannya dala praktek sehari-hari. Dalam bagian ini pertanyaan-

pertanyaan yang dibuat adalah untuk memastikan efektifitas penerapan dan

penggunaan clinical pathway. Karena clinical pathway melibatkan tim

kesehatan dan menjadi bagian dari catatan pasien, masalah rumah sakit dan

dinamika tim menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam

pelaksanaannya. Strategi evidence based yang digunakan untuk menerapkan

clinical pathway mungkin tidak cukup untuk mendorong penerapan clinical

pathways karena rumitnya merubah tingkah laku antara penyedia layanan

kesehatan dan dipersulit oleh hambatan organisasi serta sistem yang ada.

Strategi terbaik untuk menerapkan clinical pathway sebagian besar tidak

diketahui. Salah satu bagian dari implementasi clinical pathway adalah

memberikan standar pada clinical pathway, bagian ini menjelaskan dalam

keadaan atau kondisi seperti apa bisa mengobati pasien sesuai dengan clinical

pathway. Clinical pathway menyajikan instrumen manajemen strategis yang

juga berfungsi sebagai instrumen untuk pengendalian biaya, dan dapat


2

berkontribusi untuk transparansi dalam penyedia layanan. Selama fase

implementasi clinical pathways seorang case manager adalah orang yang

paling penting dalam proses ini. Case manager bertugas melakukan

kunjungan bangsal setiap harinya untuk memastikan bahwa semua pasien

mendapatkan pelayanan sesuai dengan clinical pathway, melakukan

pemeriksaan kualitas dokumentasi dan case manager mendorong kepatuhan

dalam penggunaan clinical pathways. Mereka bekerja sebagai sistem

pengendali penghubung antara tim pengembangan, komite clinical pathway

dan staf di bangsal yang menggunakan clinical pathway. Salah satu faktor

terpenting sukses dalam penggunaan clinical pathway adalah kegiatan untuk

menjaga clinical pathway yang mensyaratkan clinical pathway berfungsi

sebagai alat dinamis yang dapat merespon masukan dari staf, pasien, respon

klinis, referensi terbaru sehingga isi dan desain dari clinical pathway perlu di

review terus menerus. Kelemahan pada proses pemeliharaan karena kurang

diperhatkan keterlibatan pasien, kurang baiknya pelaksanaan review dan

audit dan kurangnya perhatian terhadap perlindungan data (32). Selanjutnya

ketika tim meningkatkan kerjasama mereka, dampak terhadap perawatan juga

akan meningkat. Keterlibatan semua staf yang bersangkutan diperlukan untuk

memastikan tujuan tercapai, pada setiap tahap dsari penerapan, pelaksanaan

dan pemeliharaan clinical pathway. Keberhasilan pelaksanaan clinical

pathway sebagian besar tergantung pada keterlibatan dan investasi dari kedua

penyedia layanan, yaitu klinisi dan manajer. Kemudian pendapat lain

menambahkan bahwa budaya organisasi dan karakteristik memberikan

konteks untuk
2

memahami dan memilih mekanisme perubahan yang paling efektif. Inisiatif

perbaikan harus fokus pada kekurangan dalam aspek organisasi, terutama

pada koordinasi antara staf dan antara fasilitas. Hasil wawancara yang telah

dilakukan memberikan hasil bahwa implementasi clinical pathway baru

dilaksanakan sejak kurang lebih 2 tahun. Keadaan ini menggambarkan bahwa

implementasi dari clinical pathway masih terbilang baru dan merupakan hal

baru bagi staf baik dari tenaga medis maupun tenaga kesehatan yang terlibat.

Masih sangat diperlukan komitmen dari seluruh bagian yang terlibat untuk

tetap menjalankan implementasi clinical pathway agar dapat berjalan dengan

baik dari segi dokumentasi penerapan, pengembangan dan evaluasi. Karena

sering sekali ditemukan bahwa tindakan tersebut sebenarnya telah dilakukan

dalam perawatan kepada pasien. Hasil wawancara ini ditemukan kendala

yaitu kurangnya pengetahuan terhadap pentingnya clinical pathway karena

sosialisasi tidak diberikan dengan baik dan rendahnya kepatuhan

pendokumentasian clinical pathway karena dianggap sebagai beban kerja

tambahan bagi para staf. Masalah seperti inilah yang menjadi hambatan

dalam penerapan clinical pathway.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Denzin membedakan


2

empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (39).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teksnik pemeriksaan

keabsahan data triangulasi dengan sumber dan triangulasi dengan metode.

Menurut Patton triangulasi dengan sumber “berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif”. Sedangkan triangulasi

dengan metode menurut Patton terdapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan

derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan

data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan

metode yang sama. Dengan teknik triangulasi dengan sumber, peneliti

membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari masing-masing sumber atau

informan penelitian sebagai pembanding untuk mengecek kebenaran informasi

yang didapatkan.

Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan derajat kepercayaan

melalui teknik triangulasi dengan metode, yaitu dengan melakukan pengecekan

hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data yang berbeda yakni

wawancara, observasi, dan dokumentasi sehingga derajat kepercayaan data

dapat valid. Menurut Moleong kriteria keabsahan data ada 4 macam yaitu :

kepercayaan (credibiliti), keteralihan (tranferabiliti), kebergantungan

(depentdabiliti), kepastian (confirmabiliti).


2

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan RSUD dr. Fauziah Bireuen

Rumah Sakit Umum Bireuen mulai dibangun sejak tahun 1929 (pada

masa Kolonial Belanda) di Kewedanaan Bireuen. Pada tanggal 1 Desember

1971 sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia bahwa setiap

Kecamatan seluruh Indonesia harus memiliki 1 (satu) Puskesmas Induk, maka

berubah status menjadi Puskesmas Jeumpa, yaitu pada masa kepemimpinan dr.

Ali Yazir Hasibuan.

Berkat terobosan-terobosan yang dilakukan baik oleh Bupati Aceh Utara

(pada saat itu Bireuen masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara), maupun

Kepala Puskesmas Jeumpa berserta stafnya, maka status Puskesmas Jeumpa

berubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Bireuen sesuai dengan Keputusan

Bupati Aceh Utara Nomor 69 Tahun 1992 dan Persetujuan Direktorat Jenderal

Pelayanan Medik Nomor : 283/YANMED/RS.UMDIK/YANKES/II/1992 tanggal

1 Maret 1992 kemudian disempurnakan dengan Keputusan Bupati Aceh Utara

Nomor II Tahun 1994 tanggal 16 Mei 1994 dengan status kelas D serta telah

mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dengan

Teleknya Nomor : 061/1575/SJ tanggal 4 Mei 1995 dan Persetujuan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor : 310/ I/1996 tanggal

29 Maret 1996 serta surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


2

Nomor 514/Menkes/SK/IV/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang peningkatan kelas

RSUD Bireuen dari kelas D menjadi kelas C dan telah diPerdakan dengan

Nomor 12 Tahun 1996.

Pada tanggal 11 Juni 2001 Rumah Sakit Umum Daerah Bireuen

diresmikan namanya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen

sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Bireuen Nomor 017 Tahun 2001 Tanggal

27 Januari 2001 Tentang Pemberian/Pengukuhan Nama Rumah Sakit Umum

Daerah Bireuen menjadi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen.

Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 28 Tahun 2004 memberikan

perubahan kepada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen, dari sebuah

organisasi UPT Dinas Kabupaten Bireuen menjadi sebuah organisasi berbentuk

Badan dengan nama BLU RSUD dr. Fauziah Bireuen. Keputusan Bupati

Bireuen Nomor

561 Tahun 2009 menyetujui pelaksanaan status Pola Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Umum Daerah dr.

Fauziah Bireuen, sehingga rumah sakit dapat mengelola keuangan secara

mandiri. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.03/I/2402/2014 Tahun

2014 menetapkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen

sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B. Izin operasional tetap Rumah Sakit

Umum Kelas B ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor :

445.1/BP2T/2836/2014. Selanjutnya perubahan Susunan organisasi dari Kelas C

ke Kelas B, diatur dalam Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 1 Tahun 2015.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor

HK.02.03/I/0363/2015 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Provinsi dan

Rumah Sakit Rujukan Regional


3

pada tanggal 13 Februari RSUD dr. Fauziah Bireuen ditetapkan sebagai salah

satu Rumah Sakit Regional di Provinsi Aceh.

4.1.2 Profil RSUD dr. Fauziah Bireuen

Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen

Kode Rumah Sakit 1110075

Kelas Rumah Sakit : B Non Pendidikan

Nama Direktur : dr. Mukhtar, MARS

Status Kepemilikan Rumah Sakit : Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen

Status Kelembagaan : Lembaga Teknis Daerah (Badan)

Status Penggunaan : Non Pendidikan

Status Pengelolaan : Non Swadana

Luas Tanah : 25.461 M (2,5 Ha)

Luas Bangunan : 5.499 M

Surat Ijin Operasional :

 Nomor surat ijin : No. 445.1/BP2T/2835

 Tanggal surat ijin diterbitkan : 30 November 2014

 Surat ijin dari : Gubernur Aceh

 Sifat surat ijin : Perpanjang

 Masa berlaku surat ijin :5 tahun

 Nama Penyelenggara : Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen

 Alamat Lengkap : Jalan Mayjen T.Hamzah Bendahara No.13

 Nomor Telpon : (0644) 21228

 Faximile : (0644) 21228


3

 E-Mail : rsd_dr_fauziah@yahoo.co.id

4.1.3 Visi, Misi, Falsafah, Motto dan Kebijakan Mutu Bireuen

4.1.3.1 Visi

Visi RSUD dr. Fauziah Bireuen adalah “Menjadi Rumah Sakit Rujukan

Regional Wilayah Utara Provinsi Aceh yang Berkualitas dengan Pelayanan

Prima, Professional dan Mandiri”.

4.1.3.2 Misi

Misi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen adalah :

a. Memberikan pelayanan kesehatan bermutu, berorientasi pada kecepatan,

ketepatan dan keselamatan berdasarkan etika dan profesionalisme;

b. Menyediakan peralatan/fasilitas dan sarana prasarana pendukung yang

mutakhir;

c. Menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi di

bidangnya;

d. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan penduduk miskin dan orang-orang

terlantar.

4.1.3.3 Falsafah

Falsafah RSUD dr. Fauziah Bireuen adalah “Pelayanan Kesehatan Diselenggarakan

dengan Berdasarkan Etika dan Profesionalisme”.

4.1.3.4 Motto

B : Bersih

I : Islami

R : Ramah Tamah
3

E : Efektif

U : Unggul

E : Efisien

N : Nyaman

4.1.3.5 Kebijakan Mutu

“Kepuasan Pelanggan Adalah Tujuan Kami Bekerja”.

4.2. Gambaran Umum Proses Penelitian

Pengumpulan data dari informan menggunakan metode indepth

interview (wawancara mendalam). Pemilihan subjek penelitian dilakukan

dengan menemukan informan terlebih dahulu, yaitu dengan menyerahkan surat

izin penelitian ke RSUD dr.Fauziah Bireuen. Surat tersebut di disposisi dan di

arahkan ke bagian Diklat RSUD dr.Fauziah Bireuen.

Setelah mendapatkan izin, peneliti mengunjungi informan pada ruang

komite medik, komite mutu, rawat inap, gizi, farmasi dan manajemen serta

memulai perkenalan dan memberikan penjelasan mengenai tujuan dari

kunjungan peneliti. Sebelum melakukan wawancara mendalam dengan

informan, peneliti menanyakan nama, umur, dan profesi. Peneliti sering

berkunjung ke ruang informan tersebut untuk menjalin keakraban. Hal tersebut

dilakukan untuk membangun kepercayaan agar informan dapat memberikan

informasi secara terbuka dengan peneliti.

Kegiatan wawancara mendalam dilakukan di ruang informan utama dan

informan triagulasi sesuai dengan keinginan informan. Waktu wawancara

disesuaikan dengan waktu luang yang diberikan oleh informan. Waktu yang
3

ditetapkan oleh informan I (komite medik) selaku evaluator, informan II (komite

mutu) selaku evaluator, informan III (case manager) selaku verifikator dan

informan VIII (manajemen) selaku penanggung jawab wawancara dilakukan

sekitar jam 14.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB karena pagi hari

informan sibuk dengan kegiatan yang lain, oleh karena itu wawancara dilakukan

pada hari yang berbeda.

Pada informan IV (dokter) selaku pelaksana, informan V (perawat)

selaku pelaksana, informan VI (farmasi) selaku pelaksana, informan VII

(nutrisionis) selaku pelaksana wawancara dilakukan sekitar jam 9.00 WIB

sampai dengan jam

11.00 WIB karena siang hari informan sibuk dengan kegiatan yang lain, oleh

karena itu wawancara dilakukan pada hari yang berbeda. Sedangkan informan

IX (pasien) selaku penerima pelayanan wawancara dilakukan sekitar jam 11.00

WIB sampai dengan jam 13.00 WIB karena sesuai dengan jadwal kunjungan

pasien.

4.3 Gambaran tentang pelaksana clinical pathway

Clinical pathway merupakan sebuah pedoman yang digunakan untuk

melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan kesehatan.

Berdasarkan data survei awal terdapat beberapa permasalahan dalam

pelaksanaan clinical pathway diantaranya ketidaksesuaian lama hari rawat,

penggunaan obat, pemeriksa penunjang, asuhan keperawatan dan asuhan

farmasi

4.4. Karakteristik Informan utama/ kunci

Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yaitu 1 orang komite

medic, 1 orang komite mutu dan 1 orang manajemen. Semua informan berada di

lingkungan RSUD dr.Fauziah Bireuen. Sejumlah tenaga kesehatan terkait yang


3

disebutkan diatas mempunyai keterlibatan langsung dalam pelaksanaan clinical

pathway . Berikut karakteristik responden :

Tabel 4.1 Karakteristik Informan utama/kunci

Informan Nama Umur Jabatan Peran Pendidikan


Dokter
1 DDP 41 Komite medik Evaluator
Dokter
2 AMK 38 Komite mutu Evaluator

Penanggung
3 MU 52 Manajemen Dokter dan
jawab magister
manajemen
rumah sakit

Adapun identitas informan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Informan pertama bernama DDP berumur 41 tahun, berprofesi sebagai komite

medik, berperan sebagai evaluator berupa evaluasi hasil pelaksanaan clinical

pathway dan berpendidikan dokter umum. Tujuan yang ingin dicapai yaitu

menilai kelengkapan pengisian clinical pathway , menilai kepatuhan Dokter

Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), Perawat Penanggung Jawab Pelayanan

(PPJP), Gizi dan Farmasi terhadap clinical pathway . Tahap selanjutnya adalah

menetapkan kriteria dan standar penilaian. Kriteria penilaian disesuaikan

berdasarkan pada tujuan. Kriteria dibuat dalam bentuk pernyataan dan standar

dalam bentuk target atau persentase. Evaluasi dilakukan oleh komite medik 6

bulan sekali. Hal-hal yang di evaluasi berdasarkan varian ataupun

ketidaksesuaian tindakan dengan instruksi clinical pathway . Hasil evaluasi ini

disampaikan kepada direktur untuk di tindaklanjuti berdasarkan hasil evaluasi.

Informan kedua bernama AMK berumur 38 tahun, berprofesi sebagai

ketua komite mutu, berperan sebagai evaluator berupa evaluasi hasil

pelaksanaan
3

clinical pathway dan berpendidikan dokter umum. Tujuan yang ingin dicapai

yaitu menilai ketetapkan standar lama hari perawatan, menilai kesesuaiaan

prosedur pemeriksaan klinis dan jenis pelaksanaannya, menilai hubungan

berbagai tahap pelayanan dan membantu proses koordinasi dan meningkatkan

kepuasan pasien. Evaluasi dilakukan oleh komite medik 3 bulan sekali. Hal-hal

yang di evaluasi berdasarkan varian ataupun ketidaksesuaian tindakan dengan

instruksi clinical pathway . Hasil evaluasi ini disampaikan kepada direktur

untuk di tindaklanjuti berdasarkan hasil evaluasi.

Informan ketiga bernama MU berumur 52 tahun, berprofesi sebagai

manajeman, berperan sebagai penanggungjawab berupa evaluasi hasil

pelaksanaan clinical pathway dan berpendidikan dokter umum dan magister

magister manajemen rumah sakit. Tujuan yang ingin dicapai yaitu meliputi

adanya varian dari indikator mutu yang sudah di tetapkan oleh masing-masing

Clinical pathway per Kelompok Staf Medis (KSM). Selain itu, varian yang

didapatkan pada evaluasi Clinical pathway berupa analisis dan rencana tindak

lanjut, serta pelaporan perbaikan kembali.


3

4.5. Karakteristik Informan Pendukung/ triagulasi

Tabel 4.2 Karakteristik Informan utama/kunci

Informan Nama Umur Jabatan Peran Pendidikan


1 EN 46 Case manager Verifikator Ners
Informan Nama Umur Profesi Peran Pendidikan
2 NY 47 Dokter Pelaksana Dokter
3 NU 39 Dokter Pelaksana Dokter
4 RS 44 Dokter Pelaksana Dokter
5 MN 36 Dokter Pelaksana Dokter
6 TA 30 Dokter Pelaksana Dokter
7 HI 32 Perawat Pelaksana Ners
8 AS 33 Apoteker Pelaksana Apoteker
9 IK 34 Nutrisionis Pelaksana D4
Informan Nama Umur Status Peran Pendidikan
Penerima
10 HT 31 Pasien SMA
pelayanan

Informan pendukung pada penelitian ini merupakan beberapa petugas

profesi kesehatan terkait dan seorang pasien yang berada dilingkungan RSUD

dr.Fauziah Bireuen. Informan pendukung adalah informan yang ditentukan

dengan dasar pertimbangan memiliki pengetahuan dan sering berhubungan baik

secara formal maupun informal dengan para informan utama. Informan

pendukung pertama bernama EN berumur 46 tahun, jabatan sebagai case

manager berperan sebagai verifikator dan berpendidikan Ners. Case manager

merupakan suatu peran kolaborasi mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi,

koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi pelayanan bagi kebutuhan

pasien dan keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan

sumberdaya yang tersedia sehingga memberi hasil (outcome) yang bermutu

dengan biaya efektif. Case manager ini dapat dijabat oleh dokter umum atau

perawat senior yang bertugas memantau proses kepatuhan pada setiap kasus

diruangan dan akan berkonsultasi dengan semua PPA (Petugas Pemberi

Asuhan) apabila ditemukan


3

masalah dalam penanganan kasus. Case manager memantau dengan mengisi

cek list dalam Clinical Pathway dari awal sampai pasien pulang.

Informan kedua bernama NY berumur 47 tahun, Informan ketiga

bernama NU berumur 39 tahun, Informan keempat bernama RS berumur 44

tahun, Informan kelima bernama MN berumur 36 tahun, Informan keenam

bernama TA berumur 30 tahun, 5 responden tersebut berprofesi sebagai dokter

dan berpendidikan dokter spesialis serta berperan sebagai pelaksana dalam

pengisian lembaran clinical pathway . Tugas seorang dokter adalah meliputi hal-

hal sebagai berikut: melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mendiagnosa

penyakit pasien secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,

memberikan terapi untuk kesembuhan penyakit pasien dan memberikan

pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit.

Informan ketujuh bernama HI berumur 32 tahun, berprofesi sebagai

perawat dan berpendidikan Ners, berperan sebagai pelaksana dalam beri asuhan

keperawatan yang sesuai dengan clinical pathway . Tugas seorang perawat

adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: memperhatikan individu dalam konteks

sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasarkan

kebutuhan significant dari klien, perawat menggunakan Nursing Process

untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mulai dari masalah fisik

(fisiologis) sampai masalah-nasalah psikologis dan peran utamanya adalah

memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat sesuai diagnosa masalah yang terjadi mulai dari masalah yang

bersifat sederhana sampai yang kompleks.


3

Informan kedelapan bernama AS berumur 33 tahun, berprofesi sebagai

apoteker dan berpendidikan apoteker berperan sebagai pelaksana dalam

memberi asuhan farmasi sesuai clinical pathway . Tugas seorang farmasi adalah

meliputi hal-hal sebagai berikut: melakukan pelayanan kefarmasian meliputi

penerimaan resep dari pasien kemudian memberikan obat sesuai resep dan

memberikan pelayanan informasi obat.

Informan ke sembilan bernama AS berumur 34 tahun, berprofesi sebagai

nutrisionis dan berpendidikan D4 gizi, berperan sebagai pelaksana dalam

pemberian asuhan gizi yang sesuai dengan clinical pathway . Tugas seorang

nutrisionis adalah meliputi hal-hal sebagai berikut: mempersiapkan perangkat

lunak pelayanan gizi, makanan dan detetik, melaksanakan pengamatan masalah

gizi, makanan dan dietetic, menyiapkan penanggulangan masalah gizi, makanan

dan dietetic, melaksanakan pelayanan gizi, makanan dan dietetic serta

memantau pelaksanaan pelayanan gizi, makanan dan dietetic.

Informan ke sepuluh bernama HT berumur 31 tahun berpendidikan

SMA, berstatus sebagai pasien dan berperan sebagai penerima pelayanan.

Seseorang yang menerima perawatan medis sering kali pasien menderita

penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya.


3

4.6. Hasil Penelitian

4.6.1. Hasil wawancara dengan informan

4.6.1.1 Pengetahuan

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai pengetahuan informan tentang clinical pathway maka

disajikan dalam bentuk matrik yang merupakan reduksi dari hasil wawancara

tersebut.

Tabel 4.3 Matrik Analisis Informan Kunci Tentang Pengetahuan Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Clinical pathway adalah suatu alat Informan
1 (Komite untuk mendapatkan perawatan yang mengetahui tentang
medik) terkoordinasi dan hasil yang prima pengertian, fungsi,
dalam suatu rentang waktu tertentu cara pemilihan topic
dengan menggunakan sumber daya clinical pathway ,
yang tersedia. Fungsinya sebagai proses penerapan
standarisasi praktik klinis. Clinical dan kurangnya
pathway berlaku sejak Agustus pelaksanaan clinical
2016. pathway .
Komite medik mengetahui tentang
kurangnya pelaksanaan clinical
pathway . Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kepatuhan perlu
kebijakan-kebijakan dari manajemen
terhadap profesi tenaga kesehatan
terkait agar meningkatnya rasa
pasrtispasi dalam pengisian clinical
pathway , karena hal ni berdampak
pada mutu pelayanan

2 Informasi Clinical pathway merupakan alur Informan


2 (Komite yang menunjukkan secara detail mengetahui tentang
mutu) tahap-tahap penting dari pelayanan pengertian, fungsi,
kesehatan. Penerapan clinical cara pemilihan topic
pathway sejak Agustus 2016. Cara clinical pathway ,
menentukan pemilihan topik proses penerapan
Clinical pathway di RSUD dan kurangnya
dr.Fauziah yaitu
4

dengan criteria yang high volume, pelaksanaan clinical


high cost, high risk pada kelompok pathway .
pasien yang diprediksi tinggi. Proses
penyusunan clinical pathway
melibatkan seluruh profesi. Komite
mutu mengetahui tentang kurangnya
kepatuhan terhadap pelaksanaan
Clinical pathway oleh tenaga
kesehatan terkait, hal ini tampak
dari pengisian Clinical pathway
banyak di abaikan, sehingga banyak
pula penatalaksaan tidak sesuai
dengan ketentuan Clinical pathway

3 Informan Clinical pathway adalah salah satu Informan


3 alat untuk melakukan audit medis mengetahui tentang
(Manajem yang tujuannya berujung pada pengertian, fungsi,
en) peningkatan mutu pelayanan. cara pemilihan topic
Fungsi clinical pathway untuk clinical pathway ,
menggabungkan pedoman klinis ke proses penerapan
dalam suatu dokumen resmi dan kurangnya
sehingga dapat bertindak sebagai pelaksanaan clinical
pengingat bagi profesional pathway .
kesehatan bersifat multidisiplin
Manajemen mengetahui proses
penyusunan Clinical pathway yang
terdiri dari tim penyusun (komite
medik, komite mutu, dokter
spesialis, dokter umum, apoteker,
nutrisionis dan perawat) kemudian
manajemen juga membuat kebijakan
tentang penetapan Clinical pathway
. Oleh karena itu, seharusnya
petugas kesehatan terkait sudah
mengetahui tentang kewajiban
dalam penerapkan clinical pathway

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

kunci (komite medik, komite mutu dan manajemen) mengetahui tentang

pengertian clinical pathway , fungsi penerapan clinical pathway sebagai

standarisasi praktik klinis dan tata cara pemilihan topic dengan melibatkan seluruh

profesi terkait dengan criteria high volume, high cost, high risk pada kelompok
4

pasien yang diprediksi tinggi. Akan tetapi sejauh ini clinical pathway di RSUD

dr.Fauziah Bireuen belum jalan semestinya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

kepatuhan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan clinical pathway .

Tabel 4.4 Matrik Analisis Informan Triagulasi Tentang Pengetahuan


Informan Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD
Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Clinical pathway adalah suatu alat Informan
4 (case untuk mendapatkan perawatan yang mengetahui tentang
manager) terkoordinasi dan hasil yang prima pengertian, fungsi,
dalam suatu rentang waktu tertentu pentingnya
dengan menggunakan sumber daya implementasi, awal
yang tersedia. Fungsinya sebagai mulanya
standarisasi praktik klinis yang pelaksanaan clinical
mengatur pedoman. Di berlakukan pathway , dan siapa
di rumah sakit sejak Agustus 2016. saja yang
clinical pathway penting untuk di menggunakannya.
implementasikan karena merupakan
sebuah pedoman yang digunakan
untuk melakukan tindakan klinis

2 Informan Clinical pathway adalah sebuah Informan


5 (Dokter pedoman yang digunakan untuk mengetahui tentang
1) melakukan tindakan klinis pada pengertian, fungsi,
penyakit tertentu. Fungsinya untuk pentingnya
memudahkan pelayanan kepada implementasi, awal
pasien. Pelaksanaan di rumah sakit mulanya
sejak Agustus 2016. yang membuat pelaksanaan clinical
clinical pathway adalah Komite pathway , dan siapa
mutu, sedangkan yang saja yang
menggunakannya hampir semua menggunakannya
tenaga kesehatan. Penatalaksaan
clinical pathway di rumah sakit
belum berjalan dengan semestinya.

Informan Pengertian clinical pathway adalah Informan


5 (Dokter perangkat bantu untuk pelaksanaan mengetahui tentang
2) standar pelayanan medic. Fungsinga pengertian, fungsi,
ntuk menjamin tidak ada aspek- pentingnya
aspek penting dari pelayanan yang implementasi, awal
dilupakan. Diberlakukan di rumah mulanya
4

sakit pada tahun 2016, setelah itu pelaksanaan clinical


mengalami perubahan ada tahun pathway , dan siapa
2017 dan 2018. Yang membuat saja yang
clinical pathway adalah rundingan menggunakannya
beberapa manajemen. Yang
membuat clinical pathway adalah
rundingan beberapa manajemen.
Yang membuat clinical pathway
adalah rundingan beberapa
manajemen.

Informan Clinical pathway adalah perangkat Informan


5 (Dokter bantu untuk pelaksanaan standar mengetahui tentang
3) pelayanan medic. Fungsinya untuk pengertian, fungsi,
menjamin tidak ada aspek-aspek pentingnya
penting dari pelayanan yang implementasi, awal
dilupakan. Diberlakukan di rumah mulanya
sakit sejak tahun 2016. Yang pelaksanaan clinical
membuatnya rundingan beberapa pathway , dan siapa
manajemen. Pelaksanaan Clinical saja yang
pathway tidak berjalan dengan baik. menggunakannya

Informan Clinical pathway merupakan alur Informan


5 (Dokter yang menunjukkan secara detail mengetahui tentang
4) tahap-tahap penting dari pelayanan pengertian, fungsi,
kesehatan termasuk hasil yang pentingnya
diharapkan. Tahun 2016 pertama implementasi, awal
kali diberlakukan clinical pathway mulanya
ini. Pelaksanaan clinical pathway di pelaksanaan clinical
rumah sakit masih kurang pathway , dan siapa
dilaksanakan. saja yang
menggunakannya

Informan Clinical pathway adalah pedoman Informan


5 (Dokter kolaboratif untuk merawat pasien mengetahui tentang
5) yang berfokus pada diagnosis. pengertian, fungsi,
Fungsinya untuk dokumentasi klinis pentingnya
yang merefleksikan standar praktik implementasi, awal
dan pelayanan klinis. Di berlakukan mulanya
sejak Tahun 2016. Yang membuat pelaksanaan clinical
komite mutu, dan yang menjalankan pathway , dan siapa
semua tenaga kesehatan yang saja yang
terlibat. Clinical pathway di rumah menggunakannya
sakit tidak berjalan dengan baik.

3 Informan Clinical pathway adalah alur yang Informan


4

6 menunjukkan secara detail tahap- mengetahui tentang


(Perawat) tahap penting dari pelayanan pengertian, fungsi,
kesehatan termasuk hasil yang pentingnya
diharapkan. Fungsinya untuk implementasi, awal
mengidentifikasi variasi umum mulanya
dalam pelayanan, berlaku sejak tahun pelaksanaan clinical
2016. Yang membuatnya bidang pathway , dan siapa
pelayanan medis, dan yang saja yang
menggunakannya semua petugas menggunakannya
kesehatan. Pelaksanaannya masih
sangat kurang.

4 Informan Clinical pathway adalah sebuah alur Informan


7 yang menunjukkan secara detail mengetahui tentang
(Farmasi) tahap-tahap penting dari pelayanan pengertian, fungsi,
kesehatan termasuk hasil yang pentingnya
diharapkan. Fungsinya untuk implementasi, awal
memprediksi lama hari dirawat dan mulanya
biaya pelayanan kesehatan yang pelaksanaan clinical
dibutuhkan. Berlaku sejak tahun pathway , dan siapa
2016. yang membuatnya bidang saja yang
pelayanan. Pelaksanaannya tidak menggunakannya
sesuai dengan intruksi.

5 Informan Clinical pathway adalah suatu cara Informan


8 (Nutrisio untuk menstandarisasikan praktik mengetahui tentang
nis) klinis dan umumnya dilaksanakan di pengertian, fungsi,
rumah sakit. Fungsinya dapat pentingnya
menetapkan standar mengenai implementasi, awal
lamanya hari perawatan. Berlaku mulanya
sejak tahun 2016. yang membuatnya pelaksanaan clinical
komite mutu yang menggunakannya pathway , dan siapa
semua tenaga kesehatan. saja yang
Pelaksanaannya Belum jalan secara menggunakannya
maksimal.

6 Informan Selama pasien di rawat di rumah Informan tidak


9 sakit, pasien mendapatkan penjelasan mengetahui tentang
(Pasien) oleh dokter tentang penyakit yang peran petugas
anda derita. Akan tetapi, pada kesehatan terhadap
petugas kesehatan lainnya tidak clinical pathway .
diberikan edukasi/penjelasan hanya
datang menggantikan cairan infus,
kasih obat, antar nasi. Dokterpun
hanya memeriksa dan menanyakan
keluhan dan dokter seperti mencatat
4

di buku. Selain itu, petugas


kesehatan tidak memberikan
edukasi atau suatu masukan ataupun
saran tentang pola hidup sehat untuk
mencegah kembali timbulnya
penyakit, kecuali kalau pasien sendiri
yang menanyakan tentang penyakit
dan asuhan pola makan.

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, dokter, perawat, farmasi, nutrisionis, pasien)

mengetahui tentang pengertian clinical pathway yang merupakan sebuah

pedoman yang digunakan untuk melakukan tindakan klinis pada penyakit tertentu,

yang berfungsi sebagai standarisasi praktik klinis yang mengatur pedoman agar

memudahkan pelayanan kepada pasien. Implementasi clinical pathway di

RSUD dr.Fauziah Bireuen dimulai sejak Agustus 2016. Clinical pathway dibuat

oleh bidang pelayanan dan dijalankan oleh semua tenaga kesehatan terkait.

Tabel 4.5 Matrik Analisis Pengetahuan Tentang Pelaksanaan Clinical


mmmmmm Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018

Topic Dokumen Observasi Wawancara Analisis


Pengeta Proses Adanya Tenaga Berdasarkan
huan menerapkan pengakuan kesehatan kesimpulan
(seluru Clinical dari pasien terkait diatas, informan
h pathway bahwa mengetahui triagulasi
injform dengan pasien tentang mengetahui
an mengisi setiap belum pengertian, tentang clinical
kunci asuhan yang pernah fungsi, pathway . Akan
dan dilakukan mendapat pentingnya tetapi,
triagula sesuai dengan kan saran implementasi,a berdasarkan
si) prosedur. dari petugas wal mulanya informasi dari
Akan tetapi, kesehatan pelaksanaan informan kunci,
di RSUD terkait clinical mereka tidak
dr.Fauziah tentang pola pathway di menjalankan
Bireuen hidup sehat. rumahs sakit, clinical pathway
pelaksanaan Kecuali dan siapa saja sebagaimana
clinical kalau pasien yang mestinya.
pathway sendiri yang menggunakan
4

masih sangat menanyakan clinical


kurang. nya pathway
tersebut.
Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan kurangnya pelaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan terkait

(dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis). Hal ini di buktikan dengan adanya

pengakuan dari pasien bahwa selama pasien di rawat di rumah sakit, pasien

mendapatkan penjelasan oleh dokter tentang penyakit yang anda derita. Akan

tetapi, pada petugas kesehatan lainnya tidak diberikan edukasi/penjelasan hanya

datang menggantikan cairan infus, kasih obat, antar nasi. Dokterpun hanya

memeriksa dan menanyakan keluhan dan dokter seperti mencatat di buku. Selain

itu, petugas kesehatan tidak memberikan edukasi atau suatu masukan ataupun

saran tentang pola hidup sehat untuk mencegah kembali timbulnya penyakit,

kecuali kalau pasien sendiri yang menanyakan tentang penyakit dan asuhan pola

makan.

4.6.1.2. Sikap

Hasil wawancara mendalam dengan pasien mengenai sikap petugas

kesehatan pada saat memberikan pelayanan maka disajikan dalam bentuk matrik

yang merupakan reduksi dari hasil wawancara tersebut.

Tabel 4.6 Matrik Analisis Informan triagulasi Tentang Sikap Terhadap


Pelaksanaan Clinical pathway di RSUD Fauziah Bireuen Tahun
2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Menurut penilaian informan, masih banyak Penilaian ibu
9 yang harus ditingkatkan oleh rumah sakit terhadap
(Pasien) harus terutama pada penyediaan obat, pelayanan
keramahan petugas kesehatan dalam rumah sakit.
melayani pasien. Pada wawancara ini,
4

informan tidak mengetahui kendala rumah


sakit seperti kurangnya jumlah tenaga
kesehatan khususnya tenaga farmasi dan
kurangnya pelaksanaan clinical pathway
oleh tenaga terkait, yang rasakan informan
adanya petugas kesehatan yang melayani
setiap waktu.

Berdasarkan telaah hasil wawancara pasien, didapatkan bahwa penilaian

informan terhadap rumah sakit masih banyak yang harus ditingkatkan, terutama

pada penyediaan obat yang terbatas. Setelah itu, keramahan petugas kesehatan

dalam melayani pasien. Kualitas pelayanan ini menjadi penting karena akan

berdampak langsung pada rumah sakit. Kualitas pelayanan yang baik akan

menjadi sebuah keuntungan bagi rumah sakit. suatu rumah sakit sudah

mendapat nilai positif di mata konsumen, maka konsumen tersebut akan

memberikan feedback yang baik, serta bukan tidak mungkin akan menjadi

pelanggan tetap atau repeat buyer. Maka dari itu, sangat penting untuk

mempertimbangkan aspek kepuasan pelanggan terkait kualitas pelayanan yang

diberikan. Jenis-jenis pelayanan yang dapat diberikan misalnya berupa

kemudahan, kecepatan, kemampuan, dan keramahtamahan yang ditunjukkan

melalui sikap dan tindakan langsung kepada konsumen.

4.6.1.3. Komunikasi

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai komunikasi informan terhadaop pelaksanaan clinical

pathway maka disajikan dalam bentuk matrik yang merupakan reduksi dari hasil

wawancara tersebut.
4

Tabel 4.7 Matrik Analisis Informan Kunci Terkait komunikasi Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Komunikasi dapat meningkat teamwork Pelaksanaan
1 (Komite dan rencana asuhan keperawatan komunikasi
medik) sehingga melalui komunikasi dan yang efektif dan
sumber daya yang ada untuk mencapai sosialisasi
hasil yang cost effective. Akan tetapi clinical pathway
setiap tenaga profesi kesehatan tidak .
melakukan komunikasi yang baik, hal
ini terlihat dari ketika operan shif,
mereka tidak menyampaikan tentang
kelanjutan pengisian clinical pathway .
Selain itu, rumah sakit tidak melakukan
sosialisasi ke semua unit.
2 Informasi Adanya program sosialisasi penggunaan Sosialisasi
2 (Komite Clinical pathway untuk para staff di clinical pathway
mutu) RSUD dr.Fauziah. Hanya saja pada saat .
dilakukan clinical pathway tidak semua
petugas kesehatan terkait hadir, hal
inilah yang menyebabkan banyaknya
petugas kesehatan terkait tidak mengerti
penting penerapan clinical pathway
terhadap mutu pelayanan.
3 Informan Adanya kebijakan tentang pelaksanaan Kebijakan
3 clinical pathway berdasarkan Surat tentang
(Manajem Keputusan Direktur dan dalam kewajiban
en) pelaksanaannya dan sudah didukung pelaksanaan
dengan kebijakan operasional berupa clinical pathway
prosedur tetap implementasi Clinical ,
pathway .

Berdasarkan reduksi/kesimpulan dari informan kunci (komite medik,

komite mutu dan manajemen) diatas menjelaskan adanya kebijakan tentang

pelaksanaan clinical pathway berdasarkan Surat Keputusan Direktur dan dalam

pelaksanaannya dan sudah didukung dengan kebijakan operasional berupa

prosedur tetap implementasi clinical pathway . Oleh karena itu diadakanlah

sebuah program sosialisasi penggunaan clinical pathway untuk para staff di


4

RSUD dr.Fauziah. Hanya saja pada saat dilakukan clinical pathway tidak semua

petugas kesehatan terkait hadir, hal inilah yang menyebabkan banyaknya

petugas kesehatan terkait tidak mengerti pentingnya penerapan clinical pathway

terhadap mutu pelayanan. Selain itu, tidak adanya feeback petugas kesehatan

terkait dengan komite mutu, komite medik dan manajemen dalam

penatalaksanaanya, sehingga menyebabkan adanya miskomunikasi tentang

kelanjutan pengisian clinical pathway antar petugas ketika operan shif.

Tabel 4.8 Matrik Analisis Informan Triagulasi Tentang komunikasi


Informan Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD
Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Komunikasi dapat meningkat Komunikasi yang
4 (Case teamwork dan rencana asuhan baik dapat
manager) keperawatan. Berdasarkan pengamatan meningkatkan
setiap tenaga profesi kesehatan pelaksanaan
kurang melakukan komunikasi yang clinical pathway
baik dan sosialisasi tidak dilakukan
kesemua unit.

2 Informan Sosialisasi clinical pathway hanya Sosialisasi tentang


5 (Dokter dilakukan sekali, isi clinical pathway cara penggunaan
1) berdasarkan referensi, instruksi clinical pathway ,
penggunaan dicantumkan dengan referensi dan
jelas pada from clinical pathway instruksi clinical
pathway .

Informan Adanya dilakukan penjelasan/ Sosialisasi tentang


5 (Dokter sosialisasi terhadap penggunaan cara penggunaan
2) clinical pathway . Isi clinical pathway clinical pathway ,
berdasarkan referensi, serta adanya referensi dan
instruksi penggunaan clinical instruksi clinical
pathway dengan jelas. Cuma banyak pathway .
profesi tenaga kesehatan terkait
kurang peduli atau tidak
mengindahkan instruksi tersebut

Informan Adanya dilakukan penjelasan/ Sosialisasi tentang


5 (Dokter sosialisasi terhadap penggunaan cara penggunaan
4

3) clinical pathway , isi clinical pathway clinical pathway ,


berdasarkan referensi, adanya referensi dan
instruksi penggunaan clinical instruksi clinical
pathway dengan jelas. Hanya saja pathway .
tenaga kesehatan terkait kurang
peduli.

Informan Adanya dilakukan penjelasan/ Sosialisasi tentang


5 (Dokter sosialisasi terhadap penggunaan cara penggunaan
4) clinical pathway , isi clinical pathway clinical pathway ,
berdasarkan referensi, adanya referensi dan
instruksi penggunaan clinical instruksi clinical
pathway dengan jelas. pathway .

Informan Tidak mengetahui tentang sosialisasi Sosialisasi tentang


5 (Dokter clinical pathway , kurang mengetahui cara penggunaan
5) bahwa isi clinical pathway clinical pathway ,
berdasarkan referensi atau tidak serta referensi dan
tidak mengetahui bahwa ada instruksi instruksi clinical
penggunaan clinical pathway pathway .

3 Informan Adanya sosialisasi tentang cara Penjelasan/ Standar


6 penggunaan clinical pathway . Akan Akreditasi Rumah
(Perawat) tetapi clinical pathway tidak sesuai Sakit versi KARS
dengan referensi dan adanya instruksi 2012, referensi dan
penggunaan clinical pathway instruksi clinical
dicantumkan dengan jelas. pathway .

4 Informan Adanya penjelasan/ sosialisasi tentang Sosialisasi tentang


7 cara penggunaan clinical pathway , cara penggunaan
(Farmasi) isi clinical pathway berdasarkan clinical pathway ,
referensi, adanya instruksi referensi dan
penggunaan clinical pathway instruksi clinical
dicantumkan dengan jelas. pathway

5 Informan Sosialisasi tentang


8 cara penggunaan
(Nutrisio clinical pathway ,
nis) referensi dan
instruksi clinical
pathway

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis) menyatakan

bahwa adanya dilakukan penjelasan/ sosialisasi terhadap penggunaan clinical


5

pathway . Akan tetapi sosialisasi clinical pathway hanya dilakukan sekali dan

ada beberapa petugas kesehatan yang tidak hadir. Pada pembahasan, isi clinical

pathway berdasarkan referensi dan adanya instruksi yang jelas terhadap

penggunaan clinical pathway , hanya saja tenaga kesehatan terkait kurang peduli

dalam pelaksanaannya.

Tabel 4.7 Matrik Analisis Komunikasi Tentang Pelaksanaan Clinical


mmmmmmPathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen

Topic Dokumen observasi


Wawancara Analisis
Komunikasi Adanya AdanyaTenaga Berdasarkan
(seluruh penjelasan/ pengakuan
kesehatan kesimpulan diatas,
injforman sosialisasi dari terkait tidak informan triagulasi
kunci dan tentang cara semua
petugas tidak semuanya
triagulasi) penggunaan mengetahui mengetahui tentang
kesehatan
clinical adanya
terkait sosialisasi clinical
pathway . bahwa sosialisasi pathway . Akan
Akan tetapi, tidak tentang cara tetapi, berdasarkan
pada saat semua penggunaan/ informasi dari
dilakukan pengisian
petugas informan kunci,
sosialisasi clinical
kesehatan merekam pernah
tidak semua pathway
terkait melakukan
tenaga . Akan
hadir pada sosialisasi tersebut,
kesehatan saat tetapi, hanya saja tidak
hadir. berdasarkan semua
diadakan tenaga
penelaahan
sosialisasi. kesehatan terkait
hal tersebut hadir.
sesuai
dengan
referensi dan
instruksi
penggunaan
nya.
Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan kurangnya partispasi petugas kesehatan dengan sosialisasi clinical

pathway oleh tenaga kesehatan terkait (dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis).

Hal ini di buktikan dengan banyaknya petugas kesehatan terkait yang tidak hadir

pada saat sosialisasi clinical pathway , sehingga banyak diantara mereka tidak
5

mengerti terhadap penting pelaksanaan clinical pathway terhadap peningkatan

mutu. Oleh karena itu, banyak lembaran clinical pathway tidak terisi. Padahal

rumah sakit sudah mengeluarkan Surat Keputusan Direktur dan dalam

pelaksanaannya didukung dengan kebijakan operasional berupa prosedur tetap

implementasi clinical pathway .

4.6.1.4. Sumber daya

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai sumber daya maka disajikan dalam bentuk matrik yang

merupakan reduksi dari hasil wawancara tersebut.

Tabel 4.8 Matrik Analisis Informan Kunci Terkait sumber daya di RSUD
Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Dari jumlah tenaga kesehatan sudah Ketersediaan sumber
1 (Komite memadai, karena selain tenaga PNS daya dan logistic
medik) terdapat juga tenaga kontrak, dan farmasi
tenaga bakti. Kecuali pada bagian
farmasi, hanya di situ saja yang saya
rasa ketenagaannya masih kurang
memadai karena rumah sakit masih
memerlukan apoteker. Selain itu,
banyak obat-obatan yang tidak
disediakan sesuai dengan instruksi
clinical pathway .
2 Informasi Belum ada jumlah yang memadai, Ketersediaan sumber
2 (Komite masih membutuhkan beberapa daya
mutu) apoteker untuk meningkatkan
pelayanan pada kefarmasian, karena
kurangnya tenaga dapat berdampak
pada kurangnya kualitas pelayanan
3 Informan Berdasarkan jumlah data Ketersediaan sumber
3 ketenagaan, pada bagian daya dan logistuik
(Manajem farmasi saja farmasi
en) ketenagaannya masih kurang
memadai karena rumah sakit masih
butuh apoteker sedangkan jumlah
tenaga kesehatan sudah memadai,
5

karena selain tenaga PNS terdapat


juga tenaga kontrak, dan tenaga
bakti. Selain itu, rumah sakit tidak
menyediakan logistic farmasi sesuai
dengan ketentuan clinical pathway

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

kunci (komite medik, komite mutu dan manajemen) mengetahui tentang

kurangnya jumlah tenaga farmasi sedangkan jumlah tenaga kesehatan sudah

memadai, karena selain tenaga PNS terdapat juga tenaga kontrak, dan tenaga

bakti. Selain itu, rumah sakit tidak menyediakan logistic farmasi sesuai dengan

ketentuan clinical pathway .

Tabel 4.9 iMatrik Analisis Informan Triagulasi Terkait sumber daya di


RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Rumah sakit mempunyai jumlah Jumlah tenaga
4 (Case tenaga kesehatan sudah memadai, kesehatan,
manager) kecuali bagian farmasi. Selain itu, terintegrasi,
instalasi terkait tidak menyediakan penyediaan logistic
logistic farmasi sesuai dengan farmasi
ketentuan pada clinical pathway

2 Informan Tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Jumlah tenaga


5 (Dokter Bireuen belum mempunyai jumlah kesehatan,
1) yang memadai dalam menjalankan terintegrasi,
clinical pathway . Rumah sakit juga penyediaan logistic
sering bermasalah dengan obat-obatan farmasi
dan bahan habis pakai lainnya

Informan Jumlah tenaga kesehatan di RSUD Jumlah tenaga


5 (Dokter dr.Fauziah Bireuen sangat banyak. kesehatan,
2) Akan tetapi jumlah penyedian Obat- terintegrasi,
obatan dan BHP lainnya sering penyediaan logistic
kehabisan stok. farmasi

Informan RSUD dr.Fauziah Bireuen jumlah Jumlah tenaga


5 (Dokter tenaga kesehatan sangat banyak, kesehatan,
3) sedangkan profesi apoteker masih terintegrasi,
kurang. Selain itu, menyediakan obat- penyediaan logistic
obatan dan bahan habis pakai lainnya farmasi
5

tidak sesuai dengan ditetapkan pada


clinical pathway

Informan RSUD dr.Fauziah Bireuen mempunyai Jumlah tenaga


5 (Dokter jumlah yang memadai dalam kesehatan,
4) menjalankan clinical pathway , hanya terintegrasi,
saja perlu ketegasan dari pihak penyediaan logistic
manajeman agar mereka mau farmasi
berpatispasi dalam pelaksanaan
Clinical pathway . Rumah sakit
kurang menyediakan obat-obatan dan
bahan habis pakai lainnya, salah satu
penyebabnya karena deficit anggaran.

Informan RSUD dr.Fauziah Bireuen mempunyai Jumlah tenaga


5 jumlah tenaga kesehatan yang kesehatan,
(Dokter berlebih dan rumah sakit selalu terintegrasi,
5) bermasalah dengan obat. penyediaan logistic
farmasi

3 Informan RSUD dr.Fauziah Bireuen mempunyai Jumlah tenaga


6 jumlah yang memadai. Akan tetapi kesehatan,
(Perawat) Persediaan obat-obatan dan bahan terintegrasi,
habis pakai lainnya tidak lengkap penyediaan logistic
farmasi

4 Informan RSUD dr.Fauziah Bireuen belum Jumlah tenaga


7 (farmasi) mempunyai jumlah yang memadai kesehatan,
ehingga menjadi kendala dalam terintegrasi,
pelaksanaan clinical pathway , rumah penyediaan logistic
sakit sudah menyediakan obat-obatan farmasi
dan bahan habis pakai lainnya sesuai
dengan ditetapkan pada clinical
pathway . Akan tetapi, penyediaannya
sering habis.

5 Informan Informan tidak mengetahui jumlah Jumlah tenaga


8 (Nutrisio tenaga kesehatan di rumah sakit. kesehatan,
nis) Akan tetapi, penyediaan kebutuhan terintegrasi,
untuk makan pasien di instalasi gizi penyediaan logistic
sudah mencukupi sesuai dengan yang farmasi
dibutuhkan.

6 Informan Obat-obatan yang diresepkan tidak Jumlah persediaan


9 (pasien) selalu tersedia di rumah sakit obat dan
pemeriksaan
5

penunjang medis

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, dokter, perawat, farmasi, nutrisionis, pasien)

mengetahui tentang kurangnya jumlah tenaga farmasi dan logistic farmasi.

Tabel 4.10 Matrik Analisis tentang Sumber Daya Terhadap Pelaksanaan


mmmmmmmClinical Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018

Topic Dokumen Observasi Wawancara Analisis


Sumber RSUD Adanya Tenaga Berdasarkan
daya dr.Fauziah pengakuan kesehatan kesimpulan
(seluruh Bireuen dari pasien terkait diatas, informan
injforman mempunyai bahwa mengetahui triagulasi dan
kunci dan jumlah tenaga Obat- tentang informan kunci
triagulasi) yang memadai, obatan di kekurangan sama-sama
akan tetapi jika rumah tenaga mengetahui
dikaitkan sakit tidak farmasi, kurangnya
profesi dengan selalu pelakasanaan jumlah tenaga
tupoksi kerja, tersedia clinical farmasi dan
bagian farmasi dengan pathway penyediaan
mengalami lengkap. yang tidak logistic farmasi.
kekurangan terintegritas
tenaga apoteker. dengan baik
Selain itu, dan
rumah sakit kurangnya
tidak penyediaan
menyediakan obat-obatan
obat-obatan dan dan bahan
bahan habis habis pakai
pakai lainnya lainnya.
sesuai dengan
ditetapkan pada
clinical
pathway

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan bahwa jumlah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen jika di

jumlah dari tenaga PNS, kontrak dan bakti maka sudah memadai, akan tetapi

jika kaitkan profesi dengan tupoksi kerja, maka farmasi mengalami kekurangan
5

apoteker. Selain itu, rumah sakit tidak menyediakan logistic farmasi sesuai dengan

ketentuan clinical pathway walaupun Padahal kebijakan untuk menerapkan

Clinical pathway kan sudah ada sejak 2 tahun yang lalu, akan tetapi pada rumah

sakit pemerintah jika ada obat atau BHP lainnya yang habis, pemesanannya

harus menurut prosedur dan ekatalog. Seharusnya bagian perencanaan rumah

sakit sudah membuat estimasi tentang kebutuhan obat-obatnya lain setiap

bulannya.

4.6.1.5. Sarana prasarana

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai sarana prasarana terhadap pelaksanaan clinical pathway

maka disajikan dalam bentuk matrik yang merupakan reduksi dari hasil

wawancara tersebut.

Tabel 4.11 Matrik Analisis Informan Kunci tentang sarana prasarana


terhadap pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Penunjang medis seperti Penyediaan sarana
1 (Komite laboratorium, radiologi dan lain- prasarana.
medik) lainnya menyediakan pelayanan
sesuai dengan ketentuan pada
Clinical pathway . Akan tetapi,
adakalanya jumlah reagen tidak
mencukupi, karena DPJP sering
memeriksa pemeriksaan penunjang
diluar ketentuan clinical pathway
sehingga menyebabkan pemborosan
BHP.

2 Informasi Instalasi terkait menyediakan Penyediaan sarana


2 (Komite fasilitas sesuai dengan ketentuan prasarana
mutu) pada clinical pathway , kecuali
bagian farmasi adanya fasilitas yang
harus diadakan, seperti obat.

3 Informan Pada fasilitas pemeriksaan penunjang Penyediaan sarana


5

3 telah disediakan sesuai dengan prasarana


(Manajem kebutuhan clinical pathway , akan
en) tetapi pada pemeriksaan penunjang
masih ada ketidaksesuain indikasi
dengan yang dibutuhkan.

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

kunci (komite medik, komite mutu dan manajemen) mengetahui bahwa instalasi

gizi menyediakan nutrisi pasien sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ,

begitu pula dengan penunjang medis seperti laboratorium, radiologi dan lain-

lainnya menyediakan pelayanan sesuai dengan ketentuan pada Clinical pathway

. Akan tetapi, adakalanya jumlah reagen tidak mencukupi, karena DPJP sering

memeriksa pemeriksaan penunjang diluar ketentuan clinical pathway sehingga

menyebabkan pemborosan barang habis pakai.

Tabel 4.12 Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Sarana Prasarana


Terhadap iPelaksanaan Clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen iTahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Petugas instalasi gizi selalu menyediakan Penyediaan
4 (Case konsumsi sesuai dengan indikasi pasien, sarana
manager) hanya saja petugas kesehatan pada prasarana
instalasi gizi sering mengabaikan
pengisian clinical pathway . Pada
penunjang medis seperti laboratorium,
radiologi dan lain-lainnya menyediakan
pelayanan sesuai dengan ketentuan pada
Clinical pathway . Akan tetapi DPJPnya
sering melakukan pemeriksaan penunjang
diluar ketentuan clinical pathway ,
sehingga mengakibatkan borosnya BHP.
2 Informan Pemeriksaan penunjang tersedia sesuai Penyediaan
5 (Dokter dengan tuntutan clinical pathway , akan sarana
1) tetapi sering terjadi keterbatasan bahan prasarana
habis pakai pada pemeriksaan penunjang.

Informan Ada beberapa obat-obatan dan BHP Penyediaan


5 (Dokter lainnya sesuai dengan tuntutan clininal sarana
5

2) pathway, akan tetapi jumlah terbatas, jika prasarana


jumlahnya tidak mencukupi maka
lamanya proses pengadaan kembali.

Informan obat-obat yang disediakan oleh rumah Penyediaan


5 (Dokter sakit terbatas, sehingga tidak sesuai dengan sarana
3) yang di tetapkan pada clinical pathway , prasarana
sebenarnya obat-obatan yng dibutuhkan
sesuai dengan Clinical pathway ada di
rumah sakit ini, tapi kadang-kadang
sering putus

Informan Rumah sakit kurang menyediakan obat Penyediaan


5 (Dokter dan bahan habis pakai lainnya sesuai sarana
4) dengan intruksi Clinical pathway . Hal ini prasarana
banyak faktor menyebabkan kurangnya
persediaan tersebut, salah satunya defisit
anggaran rumah sakit kata pihak
manajemen

Informan rumah sakit selalu bermasalah dengan Penyediaan


5 (Dokter obat-obatan. sarana
5) prasarana

3 Informan .Persediaan obat-obatan dan bahan habis Penyediaan


6 pakai lainnya saya rasa ada yang tidak sarana
(Perawat) lengkap juga, karena setiap terapi obat prasarana
yang diresepkan oleh dokter tidak semua
tersedia pada depo, akhirnya obat yang di
maksud di gantikan dengan obat lain.

4 Informan Rumah sakit sudah menyediakan obat- Penyediaan


7 obatan dan bahan habis pakai lainnya sarana
(Farmasi) sesuai dengan ditetapkan pada clinical prasarana
pathway , tapi sering putus, proses
pengadaannya lama, hal ini terlihat dari
banyaknya permintaan terapi obat yang
sesuai dengan intruksi clinical pathway ,
akan tetapi permintaan terapi obat yang di
minta di ganti dengan obat yang lain

5 Informan Kebutuhan untuk makan pasien di Penyediaan


8 instalasi gizi sudah mencukupi sesuai sarana
(Nutrisio dengan yang dibutuhkan prasarana
nis)

6 Informan Tidak ada penyediaan obat sesuai dengan Penyediaan


9 kebutuhan. sarana
(Pasien)
5

prasarana

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, dokter, perawat dan farmasi) menyatakan adanya

penyediaan obat sesuai dengan standar clinical pathway , akan tetapi penyediaan

obat tersebut sering terbatas. Dalam penyediaan obat tersebutpun tidak mudah,

karena harus sesuai dengan ekatolog. Pasien yang berobat kerumah sakit

menyatakan bahwa, tidak ada penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan pada instalasi gizi penyediaan makanan sudah mencukupi sesuai

dengan yang dibutuhkan begitu pula dengan pemeriksaan penunjang

(laboratorium, radiologi dan lainnya).

Tabel 4.13 Matrik Analisis Sarana Prasarana Terhadap Pelaksanaan Clinical


Pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen Tahun 2018

Topic Dokumen observasi Wawancara Analisis


Sarana Rumah sakit Adanya Keterbatasan Berdasarkan
Prasarana menyediakan pengakuan jumlah kesimpulan diatas,
pemeriksaan dari pasien penyediaan informan triagulas
penunjang bahwa obat, akan dan informan kunci
sesuai dengan penyediaan tetapi untuk mengetahui
ketentuan obat tidak kebutuhan ketidaksesuaian
pada clinical sesuai dengan penunjang penyediaan obat
pathway kebutuhan. lainnya sudah dengan clinical
Akan tetapi sesuai dengan pathway , kecuali
untuk ketentuan pada kelengkapan
kebutuhan clinical penunjang medis.
penunjang pathway
lainnya sudah
sesuai dengan
ketentuan
clinical
pathway .
5

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan bahwa di RSUD dr.Fauziah Bireuen menyediakan fasilitas

pemeriksaan penunjang sesuai dengan ketentuan clinical pathway seperti pada

laboratorium, radiologi, dan fisiotrapi kecuali pada bagian farmasi. Penyediaan

obat tidak sesuai dengan ketentuan clinical pathway maka akan menimbulkan

varian pada pelaksanaan clinical pathway .

4.6.1.6. Kendala

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai kendala pelaksanaan clinical pathway maka disajikan

dalam bentuk matrik yang merupakan reduksi dari hasil wawancara tersebut.

Tabel 4.14 Matrik Analisis Informan Kunci Terkait Kendala Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Beberapa kendala diantaranya Kendala dalam
1 (Komite karena kurangnya tingkat kepatuhan pelaksanaan clinical
medik) tenaga kesehatan terkait, kurangnya pathway .
penyediaan obat dan kurangnya
ketegasan dari manajemen terkait
dalam mengandalikan clinical
pathway dan belum ada solusi yang
memberikan perubahan kearah yang
lebih baik.

2 Informasi Kendalanya karena kurangnya tenaga Kendala dalam


2 (Komite kesehatan khususnya farmasi, pelaksanaan clinical
mutu) kurangnya tingkat kepedulian pathway .
tenaga terhadap penerapan clinical
pathway
, tidak ada reward dan punisment
bagi yang patuh dan yang tidak
patuh dalam menerapkan clinical
pathway ini.
6

3 Informan Kendalanya kurang tenaga pada Kendala dalam


3 bagian farmasi, kurangnya pelaksanaan clinical
(Manajem persediaan obat seperti pada pathway .
en) ketentuan clinical pathway ,
kurangnya partispasi tenaga
kesehatan terkait dalam penerapan
clinical pathway .

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

kunci (komite medik, komite mutu dan manajemen) mengetahui tentang kendala

dalam pelaksanaan clinical pathway seperti kurangnya penyediaan obat,

kurangnya tingkat kepedulian/kepatuhan tenaga kesehatan terkait serta

kurangnya ketegasan dari manajemen terkait dalam mengandalikan clinical

pathway . Pada kendala ini, pihak manajemen selalu membenahi, akan tetapi

belum ada solusi yang memberikan perubahan ke arah yang lebih baik.

Tabel 4.15 Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Kendala Informan


Terhadap Pelaksanaan clinical pathway di RSUD Fauziah
Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala
3 (Case pelaksanaan clinical pathway kurangnya dalam
manager) tingkat kepatuhan tenaga kesehatan terkait, pelaksanaan
kurangnya penyediaan obat dan kurangnya clinical
ketegasan dari manajemen dan belum ada pathway ..
perubahan dari solusi yang diberikan

2 Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


4 (Dokter pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
1) kurangnya kepedulian petugas kesehatan pelaksanaan
dan adanya anggapan bahwa clinical clinical
pathway tidak begitu penting. Walaupun pathway .
clinical pathway dapat membantu
pengambilan keputusan dalam tindakan
pelayanan.

Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


4 (Dokter pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
2) kurangnya tingkat kepatuhan petugas. pelaksanaan
6

clinical
pathway .

Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


4 (Dokter pelaksanaan clinical pathway adalah kurang dalam
3) perhatian dari manajemen. Walaupun pelaksanaan
petugas kesehatan tahu bahwa clinical clinical
pathway clinical pathway merupakan pathway ..
pedoman kolaboratif untuk merawat pasien
yang berfokus pada diagnosis, masalah
klinis dan tahapan pelayanan.

Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


4 (Dokter pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
4) kurangnya logistik dan kurangnya reduksi pelaksanaan
dari pihak manajemen, walaupun secara clinical
teori clinical pathway dapat membantu pathway .
pengambilan keputusan atau menunjukan
fokus perhatian pada faktor-faktor lain
seperti faktor resiko atau masalah lain

Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


4 (Dokter pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
5) masalah obat secara teori clinical pathway pelaksanaan
dapat membantu pengambilan keputusan clinical
atau menunjukan fokus perhatian pada pathway .
faktor-faktor lain seperti faktor resiko atau
masalah lain

3 Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


5 pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
(Perawat) terbatasnya jumlah persediaan obat dan pelaksanaan
kurangnya partispasi profesi tenaga clinical
kesehatan. clinical pathway sangat pathway .
membantu setiap langkah yang diberikan
kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan.

4 Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


6 pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
(Farmasi) terbatasnya jumlah persediaan obat, dan pelaksanaan
kurangnya tenaga farmasi. Clinical clinical
pathway dapat membantu pengambilan pathway .
keputusan atau menunjukan fokus
perhatian pada faktor-faktor lain seperti
faktor resiko atau masalah lain.
6

5 Informan Kendala yang ditemukan pada saat Kendala


7 (Nutrisio pelaksanaan clinical pathway adalah dalam
nis) kurangnya kepatuhan petugas kesehatan. pelaksanaan
clinical pathway dapat membantu clinical
pengambilan keputusan atau menunjukan pathway .
fokus perhatian pada faktor-faktor lain
seperti faktor resiko atau masalah lain

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis) menyatakan

kendala pada saat pelaksanaan clinical pathway , kurangnya penyediaan obat,

kurangnya tenaga farmasi serta kurangnya ketegasan manajemen dalam

mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan clinical pathway sehingga

menyebabkan kurangnya tingkat kepatuhan tenaga kesehatan terkait.

Tabel 4.16 Matrik Analisis Kendala terhadap Pelaksanaan Clinical


mmmmmmnPathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen

Topic Dokumen Observasi Wawancara Analisis


Kendala Tidak Banyaknya Tenaga Komite medic,
terlaksananya kendala kesehatan komite mutu dan
clinical dalam terkait manajemen
pathway pelaksanaa mengetahui mengetahui kendala
sesuai dengan n clinical bahwa kurangnya
prosedur pathway banyaknya kebutuhan obat,
di RSUD kendala pada kurangnya tenaga
dr.Fauziah pelaksanaan farmasi, dan secara
Bireuen. clinical keseluruhan
pathway . kurangnya
Padahal dengan kepatuhan terhadap
clinical pelaksanaan
pathway ini, Clinical pathway .
dapat
membantu .
pengambilan
keputusan atau
menunjukan
fokus perhatian
pada faktor-
faktor lain
6

seperti faktor
resiko atau
masalah lain

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan kendalan pelaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan terkait

(dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis). Hal ini di buktikan dengan adanya

pengakuan dari case manager, dokter, perawat, farmasi nutrisionis, komite

medic, komite mutu dan manajemen bahwa RSUD dr.Fauziah Bireuen terdapat

beberapa kendala yaitu penyediaan obat tidak sesuai dengan instruksi clinical

pathway , kurangnya tenaga farmasi khususnya apoteker dan secara keseluruhan

kurangnya kepatuhan terhadap pelaksanaan clinical pathway .

4.6.1.7. Evaluasi

Hasil wawancara mendalam dengan komite mutu, komite medik dan

manajemen mengenai evaluasi pelaksanaan clinical pathway maka disajikan

dalam bentuk matrik yang merupakan reduksi dari hasil wawancara tersebut.

Tabel 4.17 Matrik Analisis Informan Kunci Terkait Evaluasi Pelaksanaan


clinical pathway di RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Pendokumentasian dilakukan Evaluasi dan
1 (Komite seminggu sekali dan evaluasi harapan terhadap
medik) dilakukan setahun sekali hasil pelaksanaan
evaluasinya disampaikan kepada clinicinal pathway.
direktur untuk ditindaklanjuti.
Harapan saya semoga kepada seluruh
tenaga kesehatan dan untuk lebih
giat dalam menggisi lembaran
clinical pathway , dan manajmen
lebih aktif menyediakan seluruh
sarana dan prasarana untuk
menunjang berjalannya clinical
pathway .
6

2 Informasi Sistem evaluasi pelaksanaan 3 bulan Evaluasi dan


2 (Komite sekali, data yang di evaluasi harapan terhadap
mutu) berdasar hasil pengumpulan clinical pelaksanaan
pathway perminggu. Hal ini clinicinal pathway.
dilakukan secara manual oleh
komite medis dan komite PMKP
dengan cara mengaudit berkas
rekam medis dan membandingkan
catatan perawatan pasien dengan
clinical pathway , selanjutnya ada 6
parameter yang dinilai yaitu
kesesuaian lama rawatan,
kesesuaian penggunaan obat,
kesesuaian pemeriksaan penunjang,
kesesuaian asuhan keperawatan,
kesesuaian asuhan gizi dan
kesesuaian asuhan farmasi.
Harapan saya, supaya clinical
pathway bisa berjalan dengan
semestinya, jadi saya harap pula
kerja sama manajemen dengan
petugas kesehatan lainnya dalam
menerapkan clinical pathway .

3 Informan Setiap temuan pada evaluasi Evaluasi dan


3 ditindak lanjuti oleh manajemen harapan terhadap
(Manajem untuk membenah dimana ada pelaksanaan
en) clinicinal pathway.
kekurangan dan selaludi tingkatkan
dalam penerapan clinical pathway ,
sehingga bisa mencapai hasil
pelayanan yang maximal.

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

kunci (komite medik, komite mutu dan manajemen) mengetahui tata cara

pelaksanaan evaluasi clinical pathway yaitu pendokumentasian dilakukan

seminggu sekali, setiap 3 bulan sekali dan setahun evaluasi dilakukan oleh

komite medik dan hasil evaluasinya disampaikan kepada direktur untuk

ditindaklanjuti. serta setiap temuan pada evaluasi ditindak lanjuti oleh

manajemen untuk membenah dimana ada kekurangan dan selalu

ditingkatkan dalam
6

penerapan clinical pathway , sehingga bisa mencapai hasil pelayanan yang

maximal dengan harapan clinical pathway dapat berjalan semestinya.

Tabel 4.18 Matrik Analisis Informan Triagulasi Terkait Evaluasi clinical


pathway di RSUD Fauziah Bireuen Tahun 2018
No Informan Reduksi/kesimpulan Kata kunci
1 Informan Cara dokumentasi dengan pengumpulan Cara evaluasi
4 (Case seminggu sekali, dan setiap 3 bulan sekali dan harapan
manager) dilakukan evaluasi oleh komite medik hasil informan
evaluasinya disampaikan kepada direktur terhadap
untuk ditindaklanjuti. Harapan saya semoga pelaksanaan
kepada seluruh tenaga kesehatan dan untuk clinical
lebih giat dalam menggisi lembaran clinical pathway .
pathway , dan manajemen lebih aktif
menyediakan seluruh sarana dan prasarana
untuk menunjang berjalannya clinical
pathway .

2 Informan Cara pendokumentasian clinical pathway Cara evaluasi


5 (Dokter dengan di kumpulkan clinical pathway dan harapan
1) perminggu dan setiap 3 bulan sekali informan
dilakukan evaluasi dengan komite medik, terhadap
dan setahun sekali hasil evaluasi di pelaksanaan
sampaikan ke direktur. Harapan saya clinical
semoga seluruh staf yang terlibat dapat pathway .
menerapkan clinical pathway dapat lebih
bertanggungjawab.

Informan Pendokumensi clinical pathway dilakukan Cara evaluasi


5 (Dokter dengan cara dikumpulkan lembaran clinical dan harapan
2) pathway seminggu sekali. Harapan terhadap informan
pembuatan clinical pathway agar dapat terhadap
berjalan semestinya. pelaksanaan
clinical
pathway .

Informan Tidak tahu cara pendokumentasian. Cara evaluasi


5 (Dokter Harapan terhadap pembuatan clinical dan harapan
3) pathway agar dapat meningkatkan informan
kepatuhan dan kedisiplinan terhadap terhadap
pelaksanaan tersebut dan manajemen juga pelaksanaan
harus mampu memenuhi semua persediaan clinical
sesuai dengan intruksi clinical pathway pathway .
6

Informan Tidak tahu cara pendokumentasian. Cara evaluasi


5 (Dokter Harapan terhadap pembuatan clinical dan harapan
4) pathway agar dapat meningkatkan informan
kepatuhan dan kedisiplinan terhadap terhadap
pelaksanaan tersebut dan manajemen juga pelaksanaan
harus mampu memenuhi semua persediaan clinical
sesuai dengan intruksi clinical pathway pathway .

Informan Tidak tahu cara pendokumentasian. Cara evaluasi


5 (Dokter Harapan terhadap pembuatan clinical dan harapan
5) pathway agar semua elemen yang terkait di informan
rumah sakit ini serius dan komitmen dalam terhadap
memenuhi segala kebutuhan dan ada pelaksanaan
reward bagi yang melaksanakan dengan clinical
baik dan adanya punishment bagi yang pathway .
tidak patuh.

3 Informan Cara pendokumentasian untuk clinical Cara evaluasi


6 pathway dikumpulkan tiap minggu oleh dan harapan
(Perawat) case manager. Harapannya semoga petugas informan
kesehatan khususnya perawat lebih patuh terhadap
dalam pengisian clinical pathway . pelaksanaan
clinical
pathway .

4 Informan Cara pendokumentasian untuk clinical Cara evaluasi


7 pathway perminggu, setelah itu setiap 3 dan harapan
(Farmasi) bulan di lakukan evaluasi oleh komite mutu informan
dan hasilnya dilaporkan untuk direktur. terhadap
Harapan dengan adanya clinical pathway pelaksanaan
supaya stok obat di sediakan sesuai dengan clinical
intruksi clinical pathway dan petugas pathway .
farmasi lebih peduli dengan pelaksanaan
clinical pathway

5 Informan Cara pendokumentasian untuk clinical Cara evaluasi


8 pathway dikumpulkan perminggu , 3 bulan dan harapan
(Nutrisio sekali di lakukan evaluasi dan evaluasi informan
nis) dilakukan setahun sekali. Harapannya terhadap
semoga semua tenaga kesehatan di rumah pelaksanaan
sakit ini dapat menerapkan clinical pathway clinical
pathway .

Berdasarkan reduksi/kesimpulan diatas menjelaskan bahwa informan

triagulasi (case manager, perawat, farmasi dan nutrisionis) mengetahui tentang


6

tata cara evaluasi dengan pengumpulan seminggu sekali setiap 3 bulan sekali

dilakukan evaluasi oleh komite medik dan hasil evaluasinya disampaikan

kepada direktur untuk ditindaklanjuti, akan tetapi ada beberap dokter sebagai

informan triagulasi tidak mengetahui tentang cara evaluasi clinical pathway

tersebut. Harapan informan triagulasi supaya seluruh staf yang terlibat dapat

menerapkan clinical pathway dapat lebih bertanggungjawab dan manajemen

lebih aktif menyediakan seluruh sarana dan prasarana untuk menunjang

berjalannya clinical pathway .

Tabel 4.20 Matrik Analisis Evaluasi terhadap Pelaksanaan Clinical


mmmmmmnPathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen

Topic Dokumen observasi Wawancara Analisis


Evaluasi Terlaksana Adanya Hampir semua Berdasarkan
nya proses proses petugas kesimpulan diatas,
dokumentasi dokumenta kesehatan hampir semua
. si terkait informan kunci dan
perminggu, mengetahui triagulasi mengetahui
per 3 proses evaluasi tentang tata cara
bulan clinical evaluasi clinical
sekali dan pathway . pathway kecuali
pertahun beberapa orang
dokter. Kedua
informan tersebut
mempunyai harapan
yang positif terhadap
pelaksanaan clinical
pathway dan
manajemen harus
mampu memenuhi
semua persediaan
sesuai dengan
intruksi clinical
pathway .

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan cara evaluasi pelaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan


6

terkait (dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis) , komirte mutu, komite medic

dan manajemen yaitu dengan mengumpulkan lembaran clinical pathway

perminggunya oleh case manager, setiap 3 bulan dilakukan evaluasi oleh komite

mutu beserta pembuatan laporan dan setiap setahun sekali dilakukan evaluasi

oleh manajemen (direktur). Tahapan evaluasi clinical pathway dilakukan

analisis dan rencana tindak lanjuti oleh direktur, serta pelaporan perbaikan

kembali kepada direktur juga.

4.7. Implikasi Penelitian

Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Implikasi terhadap case manager

Hasil penelitian ini berimplikasi untuk memberi informasi kepada case

manager untuk lebih mengoptimalkan peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan

clinical pathway sebagaimana pada peraturan pemerintah dan standar Akreditasi

Rumah Sakit hendaknya diteruskan dan dievaluasi untuk diperbaiki sehingga

terdapat pengendalian mutu dan biaya.

2. Implikasi terhadap Komite mutu

Hasil penelitian ini berimplikasi untuk memberi informasi kepada

Komite mutu untuk lebih memberikan masukan dan saran terhadap draft

dikumpulkan dan diringkas oleh koordinator clinical pathway. Sosialisasi

dilakukan dalam lokakarya satu hari. Pengembangan konsensus dilaksanakan

pada saat lokakarya untuk menjamin bahwa clinical pathway sesuai dengan

kondisi lokal rumah sakit.

3. Implikasi terhadap manajemen


6

Hasil penelitian ini berimplikasi untuk memberi informasi kepada

manajemen agar clinical pathway yang telah dibuat sebagaimana Peraturan

Pemerintah diteruskan dan dievaluasi untuk diperbaiki sehingga pengendalian

mutu dan biaya. Rumah Sakit perlu memberikan informasi yang seluas-luasnya

sehingga koordinasi penanganan pasien tidak terjadi varian.

2. Implikasi terhadap petugas kesehatan

Hasil penelitian ini berimplikasi untuk memberi informasi kepada petugas

kesehatan agar mereka lebih patuh dalam melaksanakan clinical pathway sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

4.8. Keterbatasan Penelitian

1. Sulitnya peneliti berkomunikasi dengan informan, karena padatnya waktu

jam dinas sehingga peneliti harus membuat janji dengan informan.

2. Kepadatan waktu informan menyebabkan informan terburu-terburu dalam

memberikan informasi

3. Sulitnya peneliti berkomunikasi dengan informan, karena banyaknya

petugas kesehatan ataupun petugas kesehatan lainnya sehingga suasana

menjadi tidak kondusif.

4. Kurangnya partispasi informan, sehingga peneliti harus lebih melakukan

pendekatan untuk dapat menggali jawaban yang diharapkan.


7

Pengetahuan :
Informan mengetahui tentang pengertian, fungsi,
pentingnya implementasi, awal mulanya
penerapan clinical pathway, dan siapa saja yang
menggunakannya

Sikap :
Informan mengatakan bahwa perlu peningkatan
pelayanan

Komunikasi :
Informan mengetahui tentang adanya sosialisasi
tentang cara penggunaan clinical pathway, adanya
rereferensi dan instruksi clinical pathway.

Kurangnya tingkat
Sumber daya: g kepatuhan tenaga
Sebagian informan mengetahui bahwa adanya kesehatan terkait
jumlah tenaga yang kurang seperti tenaga farmasi, (dokter, perawat,
selain itu juga mengalami kekurangan obat farmasi dan gizi)
sehingga tidak sesuai penggunaan obat dengan dalam penatalaksanaan
intruksi clinical pathway clinical pathway
Sarana prasana
Informan melakukan pemeriksaan penunjang
medis secara lengkap, hanya saja petugas
kesehatan terkait tidak mengisi lembaran clinical
pathway

Kendala :
Adanya rasa ketidakpuasan terhadap manajemen
yang mengakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan
petugas kesehatan dalam pelaksanaan clinical
pathway

Evaluasi
Banyaknya lembaran clinical pathway yang tidak
terisi sehingga mempengaruhi mutu pelayanan
rumah sakit
Gambar 4.1 Peta Konsep Hasil Penelitian
7

4.9. Pembahasan
Dari hasil penelitian diketahui faktor yang paling dominan dalam

memengaruhi pelaksanaan clinical pathway adalah sumber daya (baik SDM

maupun farmasi logistif) dan kendala. Berikut pembahasan hasil wawancara

dengan informan terhadap penatalaksanaan clinical pathway di RSUD

dr.Fauziah Bireuen:

4.9.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan

sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan

pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang

tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pendapat yang sama dinyatakan

oleh Green dalam Notoatmodjo bahwa pengetahuan menjadi salah satu faktor

predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap

kesehatan. Secara umum pengetahuan seluruh informan baik. Hal ini disebabkan

karena pendidikan informan pada jenjang sekolah menengah atas dan bekerja

sebagai staf pelayanan rumah sakit, atau bisa juga karena informan sering

menggali informasi dari sosial media ataupun lingkungan hidup.


7

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan kunci dan

triagulasi mengenai pelaksanaan clinical pathway, semua informan mengetahui

tentang pengertian clinical pathway, fungsi clinical pathway, pentingnya

implementasi clinical pathway, awal mulanya penerapan clinical pathway di

RSUD dr.Fauziah Bireuen dan siapa saja yang menggunakannya. Berdasarkan

hasil wawancara di dapatkan bahwa pengertian clinical pathway adalah

perangkat bantu untuk penerapan standar pelayanan medik. Selain itu, clinical

pathway juga merupakan perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para

petugas yang terlibat dalam tatalaksana pasien yang sama. Fungsinya yaitu

untuk menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan yang dilupakan.

Clinical pathway memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat waktu

dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-aktif dalam perencanaan

pelayanan. Penerapan clinical pathway di rumah sakit sejak tahun 2016, alasan

penerapan clinical pathway untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang prima

sehingga perkembangan pasien tercatat secara sistematik dan meningkatkan

mutu pelayanan serta menurunkan biaya rumah sakit. Yang membuat clinical

pathway adalah komite mutu, komite medik, serta yang menggunakan clinical

pathway adalah perawat, dokter, petugas gizi dan petugas farmasi.

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan kurangnya pelaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan terkait

(dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis). Hal ini di buktikan dengan adanya

pengakuan dari pasien bahwa selama pasien di rawat di rumah sakit, pasien

mendapatkan penjelasan oleh dokter tentang penyakit yang anda derita. Akan
7

tetapi, pada petugas kesehatan lainnya tidak diberikan edukasi/penjelasan hanya

datang menggantikan cairan infus, kasih obat, antar nasi. Dokterpun hanya

melakukan anamnesa terhadap keluhan pasien. Selain itu, petugas kesehatan

tidak memberikan edukasi atau suatu masukan ataupun saran tentang pola hidup

sehat untuk mencegah kembali timbulnya penyakit, kecuali kalau pasien sendiri

yang menanyakan tentang penyakit dan asuhan pola makan. Hal ini yang

menyebabkan kurangnya pelayanan dan mengakibatkan kurangnya kepuasaan

pasien.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

berjudul Analisis pelaksanaan clinical pathway di RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou

Manado, diteliti oleh kalalo (2017) hasil penelitiannya menunjukkan para

perawat dan dokter memperoleh pengetahuan yang baik tentang clinical

pathway dan tingkat kepuasan pasien meningkat. Hal ini menunjukkan

hubungan yang erat antara pengetahuan dengan penignkatan pelayanan. Rumah

Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou merupakan rumah sakit pendidikan dan pusat

rujukan untuk wilayah Indonesia Timur dan berkomitmen untuk meningkatkan

pelayanan berstandar internasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan

pelayanan dan keseragaman pelayanan yaitu dengan mengimplementasikan

clinical pathway (7).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh wijayanti yang

berjudul hubungan Analisis Clinical pathway dengan BPJS Antara RS Negeri

dan RS Swasta (2016) berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan medis dapat secara efektif ditingkatkan melalui pengetahuan clinical

pathway. Integrasi pengetahuan tentang clinical pathway dalam proses


7

pengobatan tidak hanya terletak pada pelayanan, tetapi juga tergantung pada

tingkat kepatuhan tenaga kesehatan (16).

Menurut asumsi peneliti pengetahuan menjadi salah satu faktor

terlaksananya clinical pathway. Akan tetapi pada RSUD dr.Fauziah Bireuen hal

ini tidak sejalan, fakta tersebut dibuktikan oleh banyak petugas kesehatan yang

tidak menerapkan clinical pathway pada saat melayani pasien. Menurut

pendapat peneliti, hal tersebut terjadi karena kurangnya kepedulian dari pihak

manajemen, hasil evaluasi pelaksanaan clinical pathway tidak ditindaklanjuti

oleh manajemen. Tidak adanya reward bagi yang taat melaksanakan clinical

pathway dan tidak ada punishment jika petugas kesehatan tidak melakukannya.

Seharusnya pihak terkait tidak hanya mengeluarkan kebijakan, akan tetapi

mereka langsung memantu penerapan clinical pathway tersebut, jangan sekedar

menerima hasil eveluasi. Hal inilah yang mengakibatkan menurunnya mutu

pelayanan rumah sakit. Seharusnya rumah sakit berkewajiban memberikan

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, efektif dan efisien dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah

sakit. Tujuan yang paling utama dalam pelayanan kesehatan ialah menghasilkan

kepuasan pasien. Pencapaian kepuasan yang diinginkan sangat bergantung dari

mutu pelayanan kesehatan/rumah sakit.

Oleh karena itu, perlunya konsistensi petugas kesehatan tidak hanya

sekedar tau, tetapi mempunyai keinginan untuk menerapkan clinical pathway

tersebut, karena clinical pathway merupakan bagian penting dokumen dan alat

dalam mewujudkan good clinical governance di rumah sakit. Pelaksanaan


7

clinical pathway menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Standar

Akreditasi Rumah Sakit versi KARS 2012.

4.9.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu objek atau stimulus (6). Salah satu faktor yang menentukan sikap

seseorang adalah pengetahuan, semakin tinggi pengetahuan maka semakin dapat

ia memanfaatkan kemampuan tersebut. Variabel sikap di khususkan untuk

pasien agar pada penelitian dapat menilai kualitas pelayanan. Dari hasil

wawancara yang dilakukan dengan informan mengenai penilaian pelaksanaan

clinical pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen, informan merasakan bahwa

pelayanan rumah sakit belum berjalan dengan baik. Masih banyak yang harus

ditingkatkan dalam pelayanannya, terutama pada penyediaan obat dan

keramahan petugas kesehatan dalam melayani pasien.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang berjudul

clinical pathway dalam pelayanan stroke akut: apakah clinical pathway

memperbaiki proses pelayanan? diteliti oleh Rizaldy, hasil penelitiannya

membuktikan bahwa jalannya clinical pathway sangat berkaitan erat dengan

kualitas pelayanan terutama dari sikap petugas kesehatan dalam melayani, apabila

tidak sesuai maka menimbulkan varian. Pelayanan kesehatan diberikan dalam

sebuah proses pelayanan yang sangat kompleks, mudah terjadi variasi, dan

rentan terhadap kesalahan. Daftar tilik telah digunakan untuk memperbaiki

proses pelayanan dan mengurangi variasi. Berbagai kondisi klinis yang berbeda

dan bersifat individual pada mulanya memunculkan variasi dalam tindakan

medis
7

untuk kondisi klinis yang sama ditentukan oleh banyak hal. Perubahan kondisi

klinis, kompleksitas masalah klinis, perbedaan sumber daya antar institusi, dan

kemampuan pasien merupakan sebab munculnya variasi dalam pelayanan medis

(37).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria yang

berjudul Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan Dengan

Integrated Clinical pathway Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Hasil

penelitiannya membuktikan bahwa rumah sakit dituntut untuk meningkatkan mutu

pelayanan dengan kualitas individu dalam melayani pasien serta harus mampu

secara cepat dan tepat mengambil keputusan untuk peningkatan pelayanan

kepada masyarakat agar dapat menjadi organisasi yang responsif, inovatif,

efektif, efisien (7).

Menurut asumsi peneliti, kurangnya sikap petugas kesehatan dalam

melayani pasien merupakan suatu hal yang paling lazim terjadi. Hal ini bisa di

akibatkan oleh tingginya beban kerja, kurangnya jumlah tenaga kesehatan

ataupun karakter individu yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, manajemen suatu

pelayanan kesehatan perlu menganalisis sejauh mana mutu pelayanan yang

diberikan. Seiring dengan banyaknya pelayanan kesehatan yang telah berdiri

dan memberikan berbagai macam alternatif kepada konsumennya. untuk

memilih sesuai dengan harapan dapat menyebabkan persaingan yang ketat.

Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan

untuk dapat mengetahui informasi pasien dan juga rencana pengobatan maupun

perawatan berdasarkan apa yang terjadi pada saat itu dan apa rencana yang

diinginkan di
7

kemudian hari. Perawatan pasien akan lebih baik dikarenakan akan mengurangi

pengumpulan data secara berulang –ulang yang dilakukan oleh setiap tim

kesehatan.

4.9.3 Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses di mana seseorang atau beberapa

orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan

informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Peranan komunikas

dalam penerapan clinical pathway adalah untuk mendukung segala aspek dari

praktik pelayanan keperawatan

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan kunci dan

triagulasi mengenai adanya sosialisasi tentang cara penggunaan clinical

pathway. Cara sosialisasinya seperti seminar, akan tetapi banyak petugas

kesehatan yang tidak hadir. Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara

mendalam di dapatkan kurangnya partispasi petugas kesehatan dengan

sosialisasi clinical pathway oleh tenaga kesehatan terkait (dokter, perawat,

farmasi dan nutrisionis). Hal ini di buktikan hal yang sama, bahw banyaknya

petugas kesehatan terkait yang tidak hadir pada saat sosialisasi clinical pathway,

sehingga banyak diantara mereka tidak mengerti terhadap penting penerapan

clinical pathway terhadap peningkatan mutu. Oleh karena itu, banyak lembaran

clinical pathway tidak terisi. Padahal rumah sakit sudah mengeluarkan Surat

Keputusan Direktur dan dalam pelaksanaannya didukung dengan kebijakan

operasional berupa prosedur tetap implementasi Clinical pathway.


7

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Yurni yang berjudul Evaluasi Implementasi Clinical pathway Sectio

Caesarea di RSUD Panembahan Senopati Bantul, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa 6 hambatan yang paling banyak dirasakan oleh petugas

dalam penerapan implementasi clinical pathway yaitu: kurangnya sosialisasi

kepada semua staf tentang cara pengisian form clinical pathways, tidak adanya

dorongan bagi petugas untuk mengekspresikan pandangan mereka mengenai

keuntungan dan kesulitan penggunaan clinical pathway, tidak adanya pertemuan

rutin untuk membahas perkembangan implementasi clinical pathway, tidak

dilakukan evaluasi terhadap kepatuhan penerapan clinical pathway dan hasil

evaluasi tidak dikomunikasikan kepada semua staf yang terlibat, tidak ada

pelatihan secara rutin penggunaan clinical pathway untuk para staf yang terlibat,

dan tidak semua staf menerima pendidikan secara tertulis mengenai materi

clinical pathway (35).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari yang berjudul

Evaluasi Implementasi Clinical pathway Krisis Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap

RS PKU Muhammadiyah Bantul. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

komunikasi merupakan hal yang penting dalam memberikan koordinasi

pelayanan bagi pengguna clinical pathway dan clinical pathway mampu

meningkatkan komunikasi antar petugas medis maupun nonmedis (14).

Menurut asumsi peneliti, dari seluruh jawaban informan dapat

disimpulkan bahwa kurangnya partisipasi petugas kesehatan untuk mengikuti

sosialisasi tentang clinical pathway. Hal tersebut menyebabkan kurangnya

tingkat
7

kepatuhan, adanya anggapan bahwa clinical pathway tidak penting untuk

menjadi acuan pelayanan dan tidak adanya feeback petugas kesehatan terkait.

Seharusnya ada beberapa hal yang harus dibenahi untuk peningkatan penerapan

clinical pathway diantaranya: adanya pemantauan atau pertemuan rutin yang

membahas tentang clinical pathway, adanya apresiasi langsung untuk petugas

kesehatan yang antusias terhadap penerapan clinical pathway ini.

Sosialisasi clinical pathway dilaksanakan di saat menjelang proses

akreditasi rumah sakit karena clinical pathway merupakan salah satu unsur

dalam peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang juga merupakan kriteria

penilaian akreditasi rumah sakit. Bentuk sosialisasi clinical pathway dilakukan

secara gabungan antara semua pihak yang terlibat seperti dokter penanggung

jawab pelaksana (DPJP), dokter ruangan, perawat, apoteker, nutrisionis dan

bidang terkait lainnya. Sejak dimulainya akreditasi RSUD dr. Fauziah Bireuen

telah mulai membuat konsep clinical pathway. Dalam perkembangan kedepan

seharusnya dilakukan edukasi dalam bentuk pelatihan di rumah sakit dengan

mengadakan workshop maupun dengan mengirim petugas mengikuti pelatihan

dan seminar-seminar clinical pathway.

Dalam penerapan edukasi pada tingkat operasional seharusnya dilakukan

di bagian SMF masing-masing dengan mengupdate perkembangan clinical

pathway ini. Bagian keperawatan harus dapat menghitung berapa sumber daya

bahan habis pakai yang digunakan pasien dalam penerapan clinical pathway ini.

Jadi pihak manjemen dan staf harus menyadari pentingnya edukasi bagi staf

untuk clinical pathway ini. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

edukasi
8

dan komunikasi yang intensif dibutuhkan untuk menjamin clinical pathway

dapat berjalan dengan baik. Keberhasilan pemeliharaan clinical pathway

bergantung pada penyedia layanan klinis dan manajer yang mana keterlibatan

seluruh pihak yang terkait sangat dibutuhkan guna memastikan tujuannya telah

tercapai pada setiap tahap pemeliharaannya.

4.9.4 Sumber daya

Sumber daya rumah sakit tipe B menurut Permenkes nomor 56 tahun

2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit tahun 2014 terdiri dari tenaga

medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lainnya dan

tenaga non kesehatan. Untuk kebutuhan tenaga farmasi paling sedikit terdiri dari

1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 4 (empat)

apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8

(delapan) orang tenaga teknis kefarmasian, 4 (empat) orang apoteker di rawat

inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis

kefarmasian, 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh

minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) orang apoteker di

ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis

kefarmasian, 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan

distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat

inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit,

dan 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu

oleh tenaga teknis kefarmasian yang


8

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit

(35).

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan mengenai jumlah

sumber daya di RSUD dr.Fauziah Bireuen dari tenaga Pegawai Negeri Sipil dan

pegawai kontrak, rumah sakit mempunyai jumlah tenaga yang banyak. Akan

tetapi, jika dikaitkan profesi dan tupoksi kerja, maka bagian farmasi mengalami

kekurangan tenaga, jumlah apoteker saat ini sebanyak 7 orang dari 13 orang.

Pada bagian farmasi rumah sakit masih membutuhkan apoteker sebanyak 6

orang lagi. Selain itu, rumah sakit tidak cukup menyediakan obat-obatan dan

bahan habis pakai lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway.

Sehingga setiap terapi obat yang diresepkan oleh dokter tidak semua

tersedia pada depo farmasi, akhirnya obat yang di maksud di gantikan dengan

obat lain. Hal ini lah yang menyebabkan timbulnya varian pada clinical

pathway. Hasil konfirmasi dengan komite farmasi dan terapi rumah sakit yang

berfungsi sebagai pengevaluasi pelaksanaan pelayanan penggunaan obat-obatan

di rumah sakit bahwa sudah ada kebijakan tentang pengusulan obat-obatan baru

yang harus digunakan di clinical pathway untuk di masukkan kedalam

fomularium.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Sari yang berjudul Evaluasi Implementasi Clinical pathway Krisis

Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Bantul, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kualitas implementasi

clinical pathway krisis hipertensi maka perlu perbaikan dalam hal jumlah

sumber daya yang memadai sehingga dapat mengoptimalkan dalam hal saling

mengingatkan antar
8

tenaga medis, peningkatan partisipasi atau ketelibatan petugas kesehatan lainya

dalam hal pengisian dan review clinical pathway (35).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudirman yang

berjudul Pengembangan dan Penerapan Clinical pathway dan Register Stroke

untuk Perbaikan Indikator Proses dan Luaran Stroke. Berdasarkan hasil

penelitian bahwa Analisis situasi dilakukan dengan mengkaji berbagai dokumen

tentang kesiapan sarana, ala-talat, sumber daya manusia. Sebuah clinical

pathway dikembangkan berdasar bukti-bukti penelitian yang terbaru, namun

harus disesuaikan pula dengan sumber daya yang ada (36).

Menurut asumsi peneliti, salah satu penyebab kurangnya tenaga farmasi

pada pada RSUD dr.Fauziah Bireuen karena ada beberapa tenaga farmasi defenitif

pindah keluar daerah dengan alasan tertentu. Oleh karena itu, untuk

menanggulangi kekurangan tersebut, maka pihak manajemen rumah sakit perlu

merekrut kembali tenaga farmasi sesuai dengan kebutuhan. Tenaga yang di

terima merupakan tenaga mahir dan kompeten pada bidangnya dan sesuai

dengan beban kerja, sehingga dapat di kontrak sebagai tenaga khusus dalam

menjalankan kefarmasian pada rumah sakit sesuai dengan arahan pada clinical

pathway. Untuk itu perlu kemampuan mengelola ketersediaan potensi yang ada.

Kurangnya penyedian obat-obatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen

dikarenakan perencanaan obat yang tidak tepat, perencanaan kebutuhan obat

yang dituangkan dalam rencana kebutuhan obat (RKO) tidak akurat yaitu

anggaran dalam RKO lebih rendah dengan kebutuhan obat yang di usulkan oleh

bidang farmasi sehingga obat yang dibeli tidak mencukupi kebutuhan.

Keterlambatan
8

datangnya obat dari distributor obat disebabkan distributor obat sengaja tidak

melayani pemesanan karena adanya tunggakan utang yang belum dibayar

sehingga sistemnya nge-lock. Kurangnya koordinasi gudang farmasi

mengakibatkan adanya temuan obat-obatan yang sudah kadarluasa karena

kelalaian petugas gudang dalam mengeluarkan obat-obatan tersebut. Oleh

karena itu, solusi peneliti terhadap permasalahan ini adalah dengan perencanaan

anggaran yang tepat untuk kebutuhan pengadaan obat-obat, melakukan kerja

sama dengan rekanan untuk mempercepat proses pengadaan, peningkatan

kualitas petugas gudang farmasi sehingga obat-obatan dapat terkoodinir dengan

baik.

4.9.5 Sarana prasarana

Sarana prasarana memiliki kegunaan untuk mendukung dalam

melakukan upaya pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit, alat

kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit sebagai sarana pendukung

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Sarana dan prasarana yang dioperasikan

dan digunakan di rumah sakit baik peralatan medis dan nonmedis harus

memenuhi standar pelayanan mutu, keamanan, keselamatan dan digunakan

sesuai dengan indikasi medis pasien yang pengoperasian dan pemeliharaannya

dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi dibidangnya .

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan mengenai

penyediaan nutrisi pasien dan penyediaan pelayanan penunjang medis sesuai

dengan clinical pathway. Instalasi gizi menyediakan nutrisi pasien sesuai

dengan ketentuan pada clinical pathway dan penunjang medis seperti

laboratorium, radiologi dan lain-lainnya menyediakan pelayanan sesuai dengan

ketentuan pada
8

clinical pathway, kecuali pada bidang farmasi penyediaan obat belum sesuai

dengan ketentauan tersebut.

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan bahwa di RSUD dr.Fauziah Bireuen menyediakan fasilitas pemeriksaan

penunjang sesuai dengan ketentuan clinical pathway seperti pada laboratorium,

radiologi, dan fisiotrapi kecuali pada bagian farmasi. Penyediaan obat tidak sesuai

dengan ketentuan clinical pathway. Selain itu, adanya petugas yang terkadang

melakukan pemeriksaan penunjang untuk pasien tidak sesuai dengan indikasi

yang dibutuhkan. Hal ini menimbulkan pemborosan terhadap rumah sakit dan

varian pada penatalaksanaan clinical pathway.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Yuni yang berjudul Analisa Jurnal Implementasi Clinical

pathway Kasus Stroke Berdasarkan INA-CBGs di Rumah Sakit Stroke Nasional

Bukit tinggi, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aspek sarana dan

prasarana dalam penerapan clinical pathway secara umum tidak ada masalah

karena rumah sakit telah memfasilitasi untuk hal ini. Rumah sakit telah

memiliki alat-alat keperawatan yang menunjang standar asuhan keperawatan,

logistik keperawatan sudah sesuai dengan standar pelayanan (36).

Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yurni yang berjudul

Evaluasi Implementasi Clinical pathway Sectio Caesareapada Unit Rawat Inap

Obstetrik Dan Ginekologi di RSUD Panembahan Senopati bantu. Berdasarkan

hasil penelitian bahwa Bangsal alamanda bagian obstetrik dan ginekologi

memiliki peralatan medis yang diantaranya ada beberapa peralatan medis


8

yang masih kurang dari standar yang ditentukan. Dengan jumlah tempat

tidur, sarana dan prasarana tersebut BOR pada bulan Januari 2016 sebesar

56,24 dan LOS bulan Januari 2016 sebesar 4,07. Pada bulan Februari 2016

bangsal Almanda dengan BOR sebesar 69,72dan LOS sebesar 3,88. Hal ini

menunjukkan bahwa kedua penelitian menyediakan kebutuhan sarana dan

prasarana sesuai dengan ketentuan (35).

Menurut asumsi peneliti, sarana dan prasarana sangat mendukung

pelayanan kesehatan di rumah sakit berguna untuk kepentingan penyembuhan

dan pemeliharaan pasien di rumah sakit, alat kesehatan berdasarkan nilai dan

tujuan penggunaannya dioperasikan berdasarkan kompetensi tenaga keahlian

kesehatan sehingga tujuan dan kegunaan alat kesehatan dalam hal ini dapat

dipergunakan untuk mengobati dan menanggulangi penyakit secara aman,

bermutu, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan

standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani

pasien. Oleh karena itu, rumah sakit wajib memenuhi sarana dan prasana agar

dapat meningkatkan mutu pelayanan dan sesuai dengan instruksi clinical

pathway

4.9.6 Kendala

Kendala dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menghambat

suatu sistem untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi. Ada dua tipe pokok

kendala, yaitu batasan fisik dan batasan non fisik. Batasan fisik adalah batasan

yang berhubungan dengan kapasitas, sedangkan batasan non fisik berupa

permintaan terhadap produk dan prosedur kerja.


8

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan mengenai

kendala dan solusi pada pelaksanaan clinical pathway maka adanya kendala

yang ditemukan pada saat pelaksanaan clinical pathway yaitu kurangnya tingkat

kepatuhan tenaga kesehatan terkait, kurangnya penyediaan obat dan kurangnya

tidak respon dari manajemen terkait dalam mengandalikan clinical pathway serta

dari setiap kendala tersebut belum mendapatkan solusi yang baik.

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan kendalan penatalaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan terkait

(dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis). Hal ini di buktikan dengan adanya

pengakuan dari case manager, dokter, perawat, farmasi nutrisionis, komite

medic, komite mutu dan manajemen bahwa RSUD dr.Fauziah Bireuen terdapat

beberapa kendala yaitu penyediaan obat tidak sesuai dengan instruksi clinical

pathway, kurangnya tenaga farmasi khususnya apoteker dan secara keseluruhan

kurangnya kepatuhan terhadap penerapan clinical pathway.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Sari yang berjudul Evaluasi Implementasi clinical pathway Krisis

Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS Pku Muhammadiyah Bantul, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa clinical pathway merupakan hal yang masih

baru berlaku di RS PKU Muhammadiyah Bantul sehingga masih sulit mengubah

kebiasaan yang sebelumnya tidak menggunakan clinical pathway. Hal ini

menjadi kendala karena para staf atau karyawan kurang mengerti tentang clinical

pathway, sebingga masih menganggap clinical pathway hanya merupakan syarat

administratif dan lupa untuk memasukkan lembar formulir clinical pathway ke

dalam rekam medis serta


8

dokter yang sibuk akibatnya clinical pathway tidak terisi. Selain itu, juga

diketahui bahwa belum optimalnya saling mengingatkan antar tenaga medis.

Dari segi evaluasi yang dilakukan pun memiliki kendala yaitu proses maupun

hasil evaluasi yang belum optimal (14).

Menurut asumsi peneliti, penyebab adanya kendala penerapan clinical

pathway di rumah sakit karena kurangnya kedispilinan dan tidak respon dari

pihak manajemen, tidak ada punishment dan reward, tidak ada pertemuan rutin

untuk membahas masalah pengisian clinical pathway, sehingga para petugas

terkait tidak antusias dalam menjalankannya. Selain itu, hambatan dalam

melengkapi clinical pathway disebabkan oleh tenaga kesehatan yang sibuk.

Akibatnya clinical pathway tidak terisi, belum optimal kinerja sehingga saling

mengingatkan antar tenaga medis yang menangani pasien dan mengenai lembar

clinical pathway baik dari hal memasukkan lembar ke dalam rekam medis,

pengisian lembarnya maupun dalam menjadikan lembar tersebut dalam hal

melakukan tindakan ke pasien.

Menurut peneliti, solusi dari permasalahan tersebut adalah peninjauan

langsung pihak manajemen keruangan dan memberikan reward bagi yang

menjalankan. Clinical pathway merupakan hal yang masih baru berlaku di

RSUD dr. Fauziah Bireuen sehingga masih sulit mengubah kebiasaan yang

sebelumnya tidak menggunakan formulir clinical pathway. Selain itu, awal

penerapan clinical pathway merupakan salah satu syarat akreditasi rumah sakit,

sehingga para staf atau karyawan masih menganggap clinical pathway hanya

merupakan syarat administratif. Sehingga dibutuhkan peran organisasi atau

rumah sakit dalam


8

melakukan pelatihan khusus dan rutin terhadap para staf yang dpat dilakukan

secara bertahap sehingga pada akhirnya semua staf dapat memahami dan

menerapkan clinical pathway secara optimal.

Faktor utama yang harus diperhatikan adalah bahwa clinical pathway

membutuhkan kesadaran dan komitmen dari seluruh pihak terkait. Implementasi

clinical pathway bisa mengalami hambatan seperti tenaga medis yang tidak

berinisiatif untuk melihat pedoman yang ada.Keberhasilan pemeliharaan clinical

pathway bergantung pada penyedia layanan klinis dan manajer. Peran

manajemen yang utama adalah membentuk komitmen dan kepemimpinan klinis

yang kuat salah satunya dokter. Hal tersebut juga didukung oleh salah satu

penyebab gagalnya pelaksanaan clinical pathway adalah kurangnya keterlibatan

dokter

4.9.7. Evaluasi

Evaluasi adalah proses mengumpulkan data dasar dan menelaah. Secara

operasional mengevaluasi program pembelajaran berarti mengamati, memeriksa,

meneliti maksud atau tujuan dalam merencanakan dan melaksanakan suatu

kegiatan program tertentu, misalnya tujuan sasaran dan hasilnya apakah sudah

seperti patokan perilaku sesuai standar kompetensi yang diharapkan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan kunci dan

triagulasi mengenai cara evaluasi dan harapan informan terhadap pelaksanaan

clinical pathway adalah dikumpulkan lembaran clinical pathway seminggu

sekali, dan setiap 3 bulan sekali dilakukan evaluasi oleh komite mutu dan hasil

evaluasi itu disampaikan ke direktur. Pada proses evaluasi ini, tidak semua

informan mengatahui, terumata pada informan triagulasi, terdapat beberapa

dokter yang
8

kurang memahami proses evaluasi clinical pathway, akan tetapi mereka

mempunyai harapan yang positif terhadap pelaksanaan clinical pathway ini.

Harapan informan tersebut semoga penerapan clinical pathway dapat berjalan

semestinya.

Berdasarkan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam di

dapatkan cara evaluasi pelaksanaan clinical pathway oleh tenaga kesehatan

terkait (dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis) , komirte mutu, komite medic

dan manajemen yaitu dengan mengumpulkan lembaran clinical pathway

perminggunya oleh case manager, setiap 3 bulan dilakukan evaluasi oleh komite

mutu beserta pembuatan laporan dan setiap setahun sekali dilakukan evaluasi

oleh manajemen (direktur). Tahapan evaluasi clinical pathway dilakukan

analisis dan rencana tindak lanjuti oleh direktur, serta pelaporan perbaikan

kembali kepada direktur juga.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Syahputra yang berjudul Laporan Evaluasi Kepatuhan Terhadap Clinical

pathway. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari evaluasi Clinical

pathway yang telah dilakukan, sebagian besar dokter spesialis telah mengikuti

clinical pathway yang berlaku. Ketidaksesuaian terhadap Clinical pathway

sebagian besar disebabkan karena standar pelayanan, ketidaksesuaian obat

dikarenakan Clinical pathway belum disesuaikan dengan formularium nasional

dan PPK terbaru. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi lebih lanjut dengan

DPJP agar melakukan perawatan medis sesuai dengan Clincal Pathway,

memaparkan hasil evaluasi Clinical pathway dalam rapat Komite Medik,

merevisi
9

Clinical pathway agar obat-obatan yang digunakan sesuai dengan formularium

nasional dan PPK terbaru, melaksanakan evaluasi medis dengan rutin,

kepatuhan clinical pathway dijadikan sebagai salah satu penilaian kinerja tenaga

medis. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua petugas kesehatan mengetahui

tata cara evaluasi clinical pathway (40).

Menurut asumsi peneliti, penyebab beberapa dokter tidak mengetahui

tata cara evaluasi clinical pathway karena kurangnya tingkat kepedulian, dan

merasa clinical pathwaty ini tidak penting, sehingga peran dari dokter hanya

memberi pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu, perlunya pemahaman

kepada dokter tersebut bahwa clinical pathway dapat digunakan sebagai alat

kendali mutu rumah sakit sebagaimana salah satu tujuan akreditasi rumah sakit.

Rumah sakit yang akan menggunakan clinical pathway sebagai alat kendali

mutu harus benar-benar merencanakan, menyusun, menerapkan dan

mengevaluasi clinical pathway secara sistematis dan berkesinambungan. Setelah

menerapakan clinical pathway, maka pihak rumah sakit terutama manajemen

harus melakukan evaluasi clinical pathway dengan jalan melakukan evaluasi

intensif dalam waktu yang ditentukan. Evaluasi clinical pathway diperlukan

guna: mendeskripsikan prosedur pelaksanaan clinical pathway dan evaluasinya,

memfasilitasi penerapan PPK (Pedoman Praktik Klinis) serta evaluasinya.

Clinical pathway merupakan pengejawantahan dari PPK, di mana penerapan

serta evaluasi rutinnya secara tidak langsung akan mencipatkan sistem yang

“mengharuskan” rumah sakit harus melaksanakan PPK dan secara rutin

mengevaluasinya, mengurangi variasi yang tidak perlu dalam pelaksanaan

praktik klinis. Agar clinical pathway efektif (tidak


9

terlalu banyak variasi yang tidak perlu), maka sedari awal menyusun clinical

pathway perlu ditentukan kriteria inklusi dan eksklusi pasien dengan diagnosis

yang sesuai dengan clinical pathway yang akan diterapkan. Pada tahap awal

penerapannya, seluruh tambahan/ perbedaan dapat dicatat terlebih dahulu

sebagai variasi untuk kemudian dapat dievaluasi dan diperbaiki dalam evaluasi

selanjutnya.

Dalam pelaksanaan evaluasi clinical pathway, perlu dilakukan hal-hal

sebagai berikut: mengkoordinasi komite medis bagian mutu dan profesi dengan

para SMF RS, menentukan parameter yang akan dievaluasi. Evaluasi clinical

pathway harus rutin dilakukan dalam waktu yang ditentukan, misalnya minimal

3 bulan sekali, mengumpulkan berkas rekam medis. Dalam evaluasi, hal yang

juga perlu diperhatikan adalah kepatuhan para pemberi pelayanan seperti dokter,

ataupun perawat atau profesi lain dalam menjalankan pelayanan sesuai dengan

clinical pathway. Perlu diidentifikasi hambatan-hambatan apa saja yang terjadi

dalam penerapan clinical pathway. Membuat laporan dan rekomendasi kepada

direktur RS dan SMF. Setelah seluruh tahap tersebut di atas, lakukan

dokumentasi yang bertujuan untuk pelaporan dalam pertemuan rutin manajemen

dan direktur sehingga dapat dilakukan perbaikan/ revisi clinical pathway.


9

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis pelaksanaan clinical

pathway di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen, maka dapat diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari pengetahuan didapatkan bahwa

Informan mengetahui tentang pengertian, fungsi, pentingnya implementasi,

siapa saja yang menggunakannya, akan tetapi mereka tidak menerapkan

clinical pathway pada RSUD dr.Fauziah Bireuen, hal ini dikarenakan

kurangnya kepedulian dari pihak manajemen. Tidak adanya reward bagi

yang patuh melaksanakan clinical pathway dan tidak ada punishment jika

petugas kesehatan tidak melakukannya. Seharusnya pihak terkait tidak

hanya mengeluarkan kebijakan, akan tetapi juga langsung memantu

penerapan clinical pathway tersebut

2. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sikap didapatkan bahwa

penerima pelayanan (pasien) masih kurangnya pelayanan di rumah sakit

terutama dalam hal tindakan dan keramahan petugas yang disebabkan

kurangnyya tenaga kesehatan (apoteker) dan kurangnya kepedulian petugas

dalam menjalankan clinical pathway.

3. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari komunikasi didapatkan bahwa

adanya sosialisasi tentang cara penggunaan clinical pathway, tetapi


9

sosialisasinya belum optimal tidak ada pelatihan lanjutan dan tidak ada

feedback untuk setiap ketidakpuasan yang terjadi, tidak ada pertemuan rutin

untuk membahas setiap permasalahan yang ditemukan

4. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sumber daya didapatkan bahwa

ada dua permasalahan yaitu sumber daya manusia dan logistik farmasi.

Sumber daya manusia permasalahannya adalah masih kekurangan tenaga

apoteker, dikarenakan tenaga apoteker yang pindah ke luar rmah sakit dan

manajemen tidak merekrut tenaga farmasi yang lain. Logistik farmasi

permasalahannya adalah penyedian obat-obatan sering tidak tercukupi

sesuai dengan dengan kebutuhan clinical pathway dikarenakan perencanaan

anggaran untuk pengadaan obat-obatan tidak tepat setiap tahunnya .

5. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sarana prasarana didapatkan

bahwa Informan melakukan pemeriksaan penunjang medis secara lengkap,

hanya saja petugas kesehatan terkait tidak mengisi lembaran clinical pathway.

Hal ini disebabkan karena kurangya tingkat kepedulian petugas kesehatan

terkait terhadap pelaksanaan clinical pathway.

6. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari kendala didapatkan masih

kurangnya peran komite medik, komite mutu dan case manager dalam

menuntukan jalann sumbernya pelaksanaan clinical pathway, disebabkan

kurangnya ketegasan dari pihak manajemen. Kurangnya obat-obatan dan

sumberdaya manusia juga menjadi kendala dalam pelaksanaan clinical

pathway. Terdapat rasa ketidakpuasan pelaksana clinical pathway terhadaT


9

yang dianggap tidak serius dalam penerapan clinical pathway walaupun

regulasi untuk pelaksanaan clinical pathway sudah dtetapkan.

7. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari evaluasi didapatkan bahwa

pendokumentasian dilakukan 1 minggu sekali dan evaluasi 3 bulan sekali

dan laporannya disampaikan kepada direktur. Tidak ada tindakan lanjut dari

setiap temuan yang ada oleh manajemen.

5.2. Saran

1. Case manager

Memotivator petugas kesehatan untuk giat menerapkan clinical pathway

dan mengoptimalkan peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan clinical

pathway. Pengawasan pelaksanaan clinical pathway dilakukan secara rutin

dan berkelanjutan. Melakukan koordinasi dengan para pemberi asuhan

pelayanan.

2. Dokter, Perawat, Farmasi dan Nutrisionis

Memberi asuhan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam clinical pathway

sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan rumah sakit

3. Komite mutu

Melakukan monitoring dan evaluasi lebih lanjut dan berkala terhadap

clinical pathway dari standar pelayanan sebagai upaya perbaikan mutu

pelayanan secara berkesinambungan. Membuat pelatihan atau workshop

clinical pathway untuk petugas terkait agar pelaksanaan clinical pathway

dapat berjalan sesuai dengan ketentuan.

4. Manajemen
9

Perlu dilakukan pembentukan komitmen bersama terhadap penerapan

clinical pathway. Perlu dilakukan sosialisasi, motivasi dan edukasi lanjutan

peningkatan sumber daya manusia untuk pelaksanaan clinical pathway.

Clinical pathway telah dibuat sebagaimana peraturan pemerintah dan

standar akreditasi, hendaknya diteruskan dan dievaluasi untuk diperbaiki/

ditidaklanjut sehingga terdapat pengendalian mutu dan biaya. Selain itu

perlu dioptimalkan peran komite medik, komite mutu dan case manager

dalam pengawasan pelaksanaan clinical pathway. Merekrut tenaga apoteker

sesuai kebutuhan. Menindaklanjuti setiap hasil evaluasi clinical pathway.

Menyediakan anggaran dan membuat perencanaan yang tepat untuk

pengadaan obat-obatan dan barang habis pakai lainnya sesuai dengan

kebutuhan clinical pathway. Memberikan reward bagi yang patuh

melaksanakan clinical pathway dan memberikan punishment bagi yang

tidak patuh terhadap pelaksanaan clinical pathway.

5. Komite medis

Melakukan monitoring, evaluasi secara rutin dan dilakukannya feedback,

melakukan diskusi dengan Kelompok Staf Medis (KMS) terkait untuk

mendukung validasi clinical pathway. Melakukan audit medis bila varians

pada pelaksanaan clinical pathway terlalu tinggi. Melaksanakan revisi

Panduan Praktek Klinis (PPK) sesuai dengan perkembangan rumah sakit

(misalnya ada penanmbahan fasilitas saran kesehatan atau ada

perkembangan ilmu kedokteran sesuai dengan evidance base.


9

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis pelaksanaan clinical pathway di

Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen, maka dapat diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari pengetahuan didapatkan bahwa

Informan mengetahui tentang pengertian, fungsi, pentingnya implementasi,

siapa saja yang menggunakannya, akan tetapi mereka tidak menerapkan clinical

pathway pada RSUD dr.Fauziah Bireuen, hal ini dikarenakan kurangnya

kepedulian dari pihak manajemen. Tidak adanya reward bagi yang patuh

melaksanakan clinical pathway dan tidak ada punishment jika petugas kesehatan

tidak melakukannya. Seharusnya pihak terkait tidak hanya mengeluarkan

kebijakan, akan tetapi juga langsung memantu penerapan clinical pathway

tersebut

2. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sikap didapatkan bahwa

penerima pelayanan (pasien) masih kurangnya pelayanan di rumah sakit

terutama dalam hal tindakan dan keramahan petugas yang disebabkan

kurangnyya tenaga kesehatan (apoteker) dan kurangnya kepedulian petugas

dalam menjalankan clinical pathway.

3. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari komunikasi didapatkan

bahwa adanya sosialisasi tentang cara penggunaan clinical pathway, tetapi

sosialisasinya belum optimal tidak ada pelatihan lanjutan dan tidak ada

feedback untuk setiap


9

ketidakpuasan yang terjadi, tidak ada pertemuan rutin untuk membahas setiap

permasalahan yang ditemukan

4. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sumber daya didapatkan

bahwa ada dua permasalahan yaitu sumber daya manusia dan logistik farmasi.

Sumber daya manusia permasalahannya adalah masih kekurangan tenaga

apoteker, dikarenakan tenaga apoteker yang pindah ke luar rmah sakit dan

manajemen tidak merekrut tenaga farmasi yang lain. Logistik farmasi

permasalahannya adalah penyedian obat-obatan sering tidak tercukupi sesuai

dengan dengan kebutuhan clinical pathway dikarenakan perencanaan anggaran

untuk pengadaan obat- obatan tidak tepat setiap tahunnya .

5. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari sarana prasarana didapatkan

bahwa Informan melakukan pemeriksaan penunjang medis secara lengkap,

hanya saja petugas kesehatan terkait tidak mengisi lembaran clinical pathway.

Hal ini disebabkan karena kurangya tingkat kepedulian petugas kesehatan terkait

terhadap pelaksanaan clinical pathway.

6. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari kendala didapatkan masih

kurangnya peran komite medik, komite mutu dan case manager dalam

menuntukan jalann sumbernya pelaksanaan clinical pathway, disebabkan

kurangnya ketegasan dari pihak manajemen. Kurangnya obat-obatan dan

sumberdaya manusia juga menjadi kendala dalam pelaksanaan clinical pathway.

Terdapat rasa ketidakpuasan pelaksana clinical pathway terhadaT yang dianggap

tidak serius dalam penerapan clinical pathway walaupun regulasi untuk

pelaksanaan clinical pathway sudah dtetapkan.


9

7. Pelaksanaan clinical pathway ditinjau dari evaluasi didapatkan bahwa

pendokumentasian dilakukan 1 minggu sekali dan evaluasi 3 bulan sekali dan

laporannya disampaikan kepada direktur. Tidak ada tindakan lanjut dari setiap

temuan yang ada oleh manajemen.

5.2. Saran

1. Case manager

Memotivator petugas kesehatan untuk giat menerapkan clinical pathway dan

mengoptimalkan peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan clinical pathway.

Pengawasan pelaksanaan clinical pathway dilakukan secara rutin dan

berkelanjutan. Melakukan koordinasi dengan para pemberi asuhan pelayanan.

2. Dokter, Perawat, Farmasi dan Nutrisionis

Memberi asuhan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam clinical pathway

sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu pelayanan rumah sakit

3. Komite mutu

Melakukan monitoring dan evaluasi lebih lanjut dan berkala terhadap clinical

pathway dari standar pelayanan sebagai upaya perbaikan mutu pelayanan secara

berkesinambungan. Membuat pelatihan atau workshop clinical pathway untuk

petugas terkait agar pelaksanaan clinical pathway dapat berjalan sesuai dengan

ketentuan.

4. Manajemen

Perlu dilakukan pembentukan komitmen bersama terhadap penerapan clinical

pathway. Perlu dilakukan sosialisasi, motivasi dan edukasi lanjutan peningkatan

sumber daya manusia untuk pelaksanaan clinical pathway. Clinical pathway

telah
9

dibuat sebagaimana peraturan pemerintah dan standar akreditasi, hendaknya

diteruskan dan dievaluasi untuk diperbaiki/ ditidaklanjut sehingga terdapat

pengendalian mutu dan biaya. Selain itu perlu dioptimalkan peran komite

medik, komite mutu dan case manager dalam pengawasan pelaksanaan clinical

pathway. Merekrut tenaga apoteker sesuai kebutuhan. Menindaklanjuti setiap

hasil evaluasi clinical pathway. Menyediakan anggaran dan membuat

perencanaan yang tepat untuk pengadaan obat-obatan dan barang habis pakai

lainnya sesuai dengan kebutuhan clinical pathway. Memberikan reward bagi

yang patuh melaksanakan clinical pathway dan memberikan punishment bagi

yang tidak patuh terhadap pelaksanaan clinical pathway.

5. Komite medis

Melakukan monitoring, evaluasi secara rutin dan dilakukannya feedback,

melakukan diskusi dengan Kelompok Staf Medis (KMS) terkait untuk

mendukung validasi clinical pathway. Melakukan audit medis bila varians pada

pelaksanaan clinical pathway terlalu tinggi. Melaksanakan revisi Panduan

Praktek Klinis (PPK) sesuai dengan perkembangan rumah sakit (misalnya ada

penanmbahan fasilitas saran kesehatan atau ada perkembangan ilmu kedokteran

sesuai dengan evidance base.


1

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutoto. Pedoman Penyusunan Panduan Praktik Klinis Dan Clinical


Pathway Dalam Asuhan Terintegrasi Sesuai Standar Akreditasi Rumah
Sakit. Jakarta. 2015;
2. Hatta GR. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di sarana pelayanan
kesehatan. Univ Indones Jakarta. 2008;
3. Indonesia KK. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tentang
Praktik Kedokteran. 2004;
4. IM CP&PPK RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Panduan Praktek Klinik
dan Clinical Pathway. Malang. 2017.
5. Sakit KAR. Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi Rumah Sakit.
Edisi; 2014.
6. Tantawi HR , Kehlet H, Wilmore DW. Fast track surgery. Br J Surg.
2005;92(1):3–4.
7. Kalalo FP. Analisis Pelaksanaan Clinical Pathway di RSUP Prof. Dr. RD
Kandou Manado. Community Health (Bristol). 2017;2(2).
8. Buku Saku Panduan Akreditasi Revisi B. Manado: RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou, 2016.
9. Widyanita,A. Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Appendicitis Akut
Pada Unit Rawat Inap Bagian Bedah Di RSUD Panembahan Senopati
Bantul (Studi Kasus) 2017;
10. Purwanto. Analisis Perancangan Sistem Clinical Pathway Untuk
Penatalaksanaan Kasus Tuberculosis. 2013;
11. Wijayanti FER, Wajdi MF. Analisis clinical pathway dengan BPJS antara
RS negeri dan RS swasta. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2016.
12. Pinzon RT. Implementasi Clinical Pathway Hernia Inguinalis Lateralis
Reponibilis Dewasa Di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Berk Ilm
Kedokt Duta Wacana. 2017;2(1):299.
13. Wardani RS. Analisis perancangan sistem clinical pathway untuk
penatalaksanaan kasus tuberculosis. In: prosiding seminar nasional &
internasional. 2012.
14. Sari,I. Evaluasi implementasi clinical pathway krisis hipertensi di
instalasi rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul. Populasi. 2016;
15. Rahmah. Pengaruh Penerapan Sebelum Dan Sesudah Adanya Clinical
Pathway Kasus Typhoid Triwulan I Tahun 2016 Di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang 2016;107(1):29–89;
16. Wijayanti, F. Analisis clinical pathway dengan BPJS Antara RS Negeri
dan RS Swasta. 2016;92(2):109–200;
17. Yulita, M. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan
Dengan Integrated Clinical Pathway Untuk Meningkatkan Kualitas
Pelayanan. 2015;92 :188-198.
18. Susi. Clinical pathway dan Cost Of Treatment Stroke Berdasarkan
Diagnosis Related Groups di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tingi
Tahun 2015. 2(1):89–90:
19. Nurfaidah,S. Peranan Budaya Organisasi Rumah Sakit Dalam Kesiapan
1

Penerapan Clinical pathway (Studi Kasusu di Instalasi Gawat Darurat


Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur). 2013
;92(1):18–20.
20. Fadilah,N. Efektifitas Implementasi Clinical pathway Terhadap Average
Length Of Stay dan Outcomes Pasien DF-DHF Anak di RSUD Kota
Yogyakarta. 2005;92(1):3–4.
21. Muzzamil. Analisis Variasi Pengelolaan Appendicitis Acuta di Rumah
Sakit Wava Husada Malang. 2014 ;113–144.
22. Maria Yulita Me0. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
Keperawatan Dengan Integrated Clinical Pathway Untuk Meningkatkan
Kualitas Pelayanan. 2015; 109–111.
23. Djasri,H. Peran Clinical Pathway dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
Bidang Kesehatan. 2013.
24. Oktaviyanti. Pedoman PPK dan Clinical Pathway. 2017:90–98.
25. Agostiono. Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van
Horn. Jakarta: Rajawali Press. 2013
26. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kebidanan Jakarta: Rinake Cipta ; 2012.
27. Sjaaf, A.C, tools pengembangan pra clinical pathway Dan evaluasi
clinical pathway konsep dan penggunaannya. Jakarta: Rajawali Press.
2013.
28. Sugiono. Memahami penelitian kualitatif. Bandung; Alfabeta.2012.
29. Cecep Triwibowo. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika. 2014
30. Weseso, I. Hakikat Evaluasi dan Asesmen. Yogyakarta: Nuha Medika.
2014.
31. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif . Bandung : Alfa Beta, 2010.
32. Sugiono, Metode penelitian pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan RND.
Bandung : Alfa Beta. 2007
33. RSUD dr.Fauziah Bireuen. Laporan Evaluasi Kepatuhan Terhadap
Clinical Pathway Januari - Maret 2018
34. Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya. 2009
35. Yurni. Evaluasi Implementasi Clinical pathway Sectio Caesarea di RSUD
Panembahan Senopati Bantul. 2015;103–109.
36. Sudirman. Pengembangan dan Penerapan Clinical Pathway dan Register
Stroke untuk Perbaikan Indikator Proses dan Iuaran Stroke. 2015:80–84.
37. Rizaldy,P. Clinical pathway dalam pelayanan stroke akut: apakah
pathway memperbaiki proses pelayanan?. 2009;145–148.
38. Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah
sakit tahun 2014
39. Yuni. Analisa Jurnal Implementasi Clinical pathway Kasus Stroke
Berdasarkan INA-CBGs di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tinggi.
2009;92(1):3–4.
40. Syahputraadinugraha. Laporan Evaluasi Kepatuhan Terhadap Clinical
Pathway. 2016;109–211.
10

ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH SAKIT


UMUM dr. FAUZIAH BIREUEN
TAHUN 2018

Draf wawancara komite mutu dan komite medic


Nama :
Umur :
Profesi / Jabatan :
Pendidikan :
No Variabel Rincian pertanyaan

1 Pengetahuan 1. Pengertian dan fungsi dari penerapan cara


2. Awal mulanya penerapan clinical pathway di
RSUD dr.Fauziah beserta jumlahnya
3. Cara mentukan pemilihan topik Clinical pathway
di RSUD dr.Fauziah
4. Proses penyusunan Clinical pathway di RSUD
dr.Fauziah
5. Proses menerapkan Clinical pathway pada
pelayanan atau kasus yang terkait
6. Kepatuhan terhadap pelaksanaan Clinical
pathway itu sendiri di RSUD dr.Fauziah
7. Akses pasien untuk mengetahui clinical pathway
mereka
2 Komunikasi 1. Program sosialisasi penggunaan Clinical pathway
untuk para staff di RSUD dr.Fauziah
3 Sumber daya 1. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai dalam
menjalankan clinical pathway
2. Jumlah tenaga profesi terkait dalam menjalankan
clinical pathway secara terintegrasi
4 Sarana prasarana 1. Kelengakapan instalasi terkait terhadap
penyediaan fasilitas sesuai dengan ketentuan pada
10

clinical pathway
5 Kendala 1. Kendala-kendala yang dihadapi pada saat
penerapan clinical pathway di RSUD dr.Fauziah
2. Alasan tidak jalannya clinical pathway secara
keseluruhan
3. Solusi dari kendala yang terdapat dalam
pelaksanaan clinical pathway
6 Evaluasi 1. Evaluasi Clinical pathway di RSUD dr.Fauziah
2. Cara pendokumentasian yang dilakukan
3. Harapan anda terhadap pembuatan Clinical
pathway tersebut
10

Draf wawancara case manager


Nama :
Umur :
Profesi / Jabatan :
Pendidikan :
No Variabel Rincian pertanyaan
1 Pengetahuan 1. Hal-hal yang anda ketahui tentang clinical
pathway
2. Fungsi dari penerapan clinical pathway
3. Pentingnya implementasi clinical pathway
4. Awal mulanya penerapan clinical pathway
5. Siapa yang menggunakan clinical pathway
2 Komunikasi 1. Komunikasi yang baik dapat meningkatkan
pelaksanaan clinical pathway
2. Penggunaan komunikasi yang baik oleh tenaga
kesehatan terkait penerapan clinical pathway
3. Sosialisasi ke semua unit RSUD dr.Fauziah
Bireuen terhadap pelaksanaan clinical pathway
3 Sumber daya 1. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai dalam
menjalankan clinical pathway
2. Jumlah tenaga profesi terkait dalam menjalankan
clinical pathway secara terintegrasi
3. Kelengkapan instalasi terkait terhadap
menyediakan logistic farmasi sesuai dengan
ketentuan pada clinical pathway
4 Sarana prasarana 1. Kelengkapan instalasi gizi menyediakan nutrisi
pasien sesuai dengan ketentuan pada clinical
pathway
2. Kelengkapan penunjang medis seperti
laboratorium, radiologi dan lain-lainnya dalam
10

menyediakan pelayanan sesuai dengan ketentuan


pada clinical pathway
5 Kendala 1. Kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
clinical pathway
2. Alasan tidak jalannya clinical pathway secara
keseluruhan
3. Solusi dari kendala yang terdapat dalam
pelaksanaan clinical pathway
6 Evaluasi 1. Cara pendokumentasian untuk Clinical pathway
2. Proses evaluasi setelah dilakukan penerapkan
Clinical pathway
3. Harapan anda terhadap pembuatan Clinical
pathway

Draf wawancara dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis


Nama :
10

Umur :
Profesi / Jabatan :
Pendidikan :
No Variabel Rincian pertanyaan
1 Pengetahuan 1. Pengertian dari clinical pathway
2. Fungsi dilakukannya implementasi clinical
pathway
3. Awal mulanya penerapan Clinical pathway di
RSUD dr.Fauziah dan alasan penerapannya.
4. Keterlibatan dalam pembuatan dan pengguna
Clinical pathway
5. Pelaksanaan clinical pathway pada RSUD
dr.Fauziah
2 Komunikasi 1. Penjelasan/sosialisasi terhadap penggunaan
clinical pathway
2. Kesesuaian isi clinical pathway dengan referensi
3. Instruksi penggunaan Clinical pathway
3 Sumber daya 1. Kesesuaian jumlah tenaga kesehatan di RSUD
dr.Fauziah Bireuen dalam menjalankan clinical
pathway
2. Kesesuaian jumlah tenaga profesi dalam
menjalankan clinical pathway secara terintegrasi
3. Kesesuaian clinical pathway terhadap persediaan
obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya
4 Sarana prasarana 1. Kesediaan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
ketentuan pada clinical pathway
5 Kendala 1. Kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
clinical pathway
2. Clinical pathway dapat membantu pengambilan
keputusan atau menunjukan fokus perhatian pada
10

faktor-faktor lain seperti faktor resiko atau


masalah lain
6 Evaluasi 1. Cara pendokumentasian untuk Clinical pathway
2. Harapan anda terhadap pembuatan Clinical
pathway
10

Draf wawancara manajemen


Nama :
Umur :
Profesi / Jabatan :
Pendidikan :
No Variabel Rincian pertanyaan

1 Pengetahuan 1. pengertian dan fungsi dari penerapan Clinical


pathway
2. Awal mulanya penerapan clinical pathway di
RSUD dr.Fauziah beserta jumlahnya
3. Proses penyusunan Clinical pathway di RSUD
dr.Fauziah
2 Komunikasi 1. Kebijakan RSUD dr.Fauziah tentang kewajiban
penerapan Clinical pathway
2. Laporan evaluasi Clinical pathway
3. Pengumpulan clinical pathway dan petugas yang
memberi laporan clinical pathway
3 Sumber daya 1. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai dalam
menjalankan clinical pathway
1. Kelengkapan persediaan logistic farmasi sesuai
dengan ketentuan clinical pathway
4 Sarana prasarana 1. Kelengkapan persediaan fasilitas pemeriksaan
penunjang sesuai dengan ketentuan clinical
pathway
5 Kendala 1. Kendala-kendala yang dihadapi pada saat
penerapan clinical pathway di RSUD dr.Fauziah
2. Alasan tidak jalannya clinical pathway secara
keseluruhan
3. Solusi dari kendala yang terdapat dalam
pelaksanaan clinical pathway
10

6 Evaluasi 1. Tindak lanjut oleh manajemen terhadap temuan


ketidaksesuaian pada laporan evaluasi clinical
pathway
2. Pengaruh dijalankan clinical pathway pada
pengendalian mutu dan biaya di RSUD dr.Fauziah
Bireuen

Draf wawancara pasien


Nama :
Umur :
11

Profesi / Jabatan :
Pendidikan : :
No Variabel Rincian pertanyaan
1 Pengetahuan 1. Penjelasan dokter tentang penyakit yang anda
derita
2. Edukasi/penjelasan dari dokter dan petugas
kesehatan lainnya tentang tindakan yang
dilakukan terhadap anda
3. Edukasi dari petugas kesehatan tentang pola hidup
sehat untuk mencegah kembali timbulnya
penyakit
2 Sumber daya 1. Petugas kesehatan (dokter, perawat, nutrisionis
dan apoteker) selalu menjumpai anda selama
dirawat di RSUD dr.Fauziah Bireuen
2. Ketersedian obat-obatan yang diresepkan di
RSUD dr.Fauziah Bireuen
3 Sarana prasarana 1. Pemeriksaan penunjang medis seperti
laboratorium, radiologi, fisiotrapi dan lainya di
rumah sakit sudah tersedia sesuai dengan
kebutuhan anda
4 Sikap 1. Yang dirasakan selama mendapatkan pelayanan di
RSUD dr.Fauziah Bireuen
11

ANALISIS PELAKSANAAN CLINICAL PATHWAY DI RUMAH SAKIT


UMUM dr. FAUZIAH BIREUEN
TAHUN 2018

Draf wawancara komite medis


P Assalamu'alaikum Wr,Wb
I Walaikum salam Wr, Wb
P Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I oo, iy buk, silahkan..apa yang ingin ibu tanyakan
P : Apa yang bapak ketahui tentang clinical pathway ?
I : Clinical pathway adalah suatu alat untuk mendapatkan perawatan yang
terkoordinasi dan hasil yang prima dalam suatu rentang waktu tertentu
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
P : Menurut bapak, Apa saja fungsi dari penerapan clinical pathway ?
I : Menurut saya, fungsi dari penerapan clinical pathway adalah sebagai
standarisasi praktik klinis yang mengatur pedoman dan tata laksana
kasus tertentu yang berlaku secara nasional yang disesuaikan dengan
kondisi setempat.
P : Menurut bapak, kenapa clinical pathway penting untuk di
implementasikan ?
I : Kalau menurut saya clinical pathway penting untuk di implementasikan
karena clinical pathway merupakan sebuah pedoman yang digunakan
untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan
kesehatan
P : Menurut ibu, Sejak kapan clinical pathway tersebut diberlakukan di
rumah sakit ini?
I : Di berlakukan di rumah sakit sejak Agustus 2016 dan dilanjutkan tiap
tahunnya pada saat penambahan clinical pathway
P : Menurut bapak, siapa saja yang dapat menggunakan clinical pathway
11

tersebut?
I : Menurut saya yang menggunakan clinical pathway adalah propesi
tenaga kesehatan terkait seperti dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis.
P : Menurut bapak, apakah komunikasi yang baik dapat meningkatkan
pelaksanaan clinical pathway?
I : Menurut saya dapat, karena dengan komunikasi dapat meningkat
teamwork dan rencana asuhan keperawatan sehingga melalui
komunikasi dan sumber daya yang ada untuk mencapai hasil yang cost
effective. Oleh karena itu, komunikasi berperan sangat penting dalam
pengelolaan resiko penatalaksanaan klinis
P : Menurut pengamatan bapak, apakah setiap tenaga profesi kesehatan yang
terlibat mempunyai komunikasi yang baik terkait penerapan clinical
pathway ?
I : Menurut pengamatan saya, setiap tenaga profesi kesehatan kurang
melakukan komunikasi yang baik, hal ini terlihat dari ketika operan
shif, mereka tidak menyampaikan tentang kelanjutan pengisian clinical
pathway, mereka masih menganggap bahwa peran clinical pathway
masih kurang penting, ini lah salah satu bentuk ketidak patuhan tenaga
kesehatan terkait dalam menerapkan clinical pathway
P : Jadi bapak, Apakah rumah sakit sudah melaksanakan sosialisasi ke
semua unit terhadap pelaksanaan clinical pathway ?
I : Kalau sosialisasi kesemua unit tidak dilakukan, sosialisasi hanya
diakukan di aula, yang penyampaiannya seperti layaknya seminar.
Pemateri menjelaskan per item dan mempraktekkan langsung
pengsisiannya. Pemateri dalam sosialisasi ini melibatkan direktur, case
manager, komite medik, komite mutu dan manajemen.
P : Menurut bapak, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical pathway?
11

I : Kalau dari jumlah tenaga kesehatan, sudah memadai, karena selain


tenaga PNS terdapat juga tenaga kontrak, dan tenaga bakti. Kecuali
pada bagian farmasi, hanya di situ saja yang saya rasa ketenagaannya
masih kurang memadai karena rumah sakit masih memerlukan apoteker
P : Menurut bapak, apakah tenaga profesi terkait cukup dalam menjalankan
clinical pathway secara terintegrasi ?
I : Kalau jumlah tenaga terkait saya lihat masih kurang, seperti saya bilang
tadi, kekurangannya pada bagian farmasi, tetapi yang lain sudah
cukup, akan tetapi dalam menjalankan perannya untuk menerapkan
clinical pathway itu yang masih kurang, karena saya lihat banyak
sekali lembaran clinical pathway tidak di isi sebagaimana mestinya
P : Menurut bapak, apakah instalasi terkait menyediakan logistic farmasi
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Tidak, banyak obat-obatan yang tidak disediakan sesuai dengan instruksi
clinical pathway, sehingga ketika adanya resep obat yang di terima
oleh patugas farmasi di depo, jika obat yang di maksud tidak ada, maka
mereka mengganti obatnya dengan obat yang hampir sama, tapi
efektivitas obatnya yang berbeda. kekurangan penyedian obat.
P : Menurut bapak, apakah instalasi gizi menyediakan nutrisi pasien sesuai
dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan
anda
I : Yang saya lihat sesuai buk, petugas instalasi gizi selalu menyediakan
konsumsi sesuai dengan indikasi pasien, hanya saja petugas kesehatan
pada instalasi gizi sering mengabaikan pengisian clinical pathway.
Jadi mereka hanya menyediakan makanan sesuai dengan pola asuh
pasien terhadap penyakit tertentu, misalnya , pasien diare konsumsi
yang di berikan berupa makanan lunak .
P : Menurut bapak, apakah penunjang medis seperti laboratorium, radiologi
dan lain-lainnya menyediakan pelayanan sesuai dengan ketentuan pada
Clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan bapak
11

I : Sudah tersedia dengan tuntutan clinical pathway, tapi kadang-kadang


ada reagen juga yang putus, mungkin juga karena DPJP nya sering
memeriksa pemeriksaan penunjang diluar ketentuan clinical pathway,
jadi BHPnya boros
P : Jadi bapak, apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kalau kendala, banyak sekali buk, beberapa diantaranya karena
kurangnya tingkat kepatuhan tenaga kesehatan terkait, kurangnya
penyediaan obat dan kurangnya ketegasan dari manajemen terkait
dalam mengandalikan clinical pathway
P : Apakah setiap kendala dalam pelaksanaan clinical pathway selalu
ditanggapi untuk mencari solusi yang baik dalam pelaksanaannya
clinical pathway
I : Untuk menanggapi setiap kendala dalam clinical pathway, belum
berjalan dengan baik, memang sih, setiap kendala yang disampaikan
kepada atasan selalu di dengar ataupun tanggapi dan di berikan solusi,
hanya saja sejauh ini belum ada perubahan yang lebih baik, seperti
masalah obat, walaupun ada di sampaikan ke atasan tetapi belum ada
perubahan dan persediaan obat masih kurang
P : Terus bapak,,,bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway
tersebut?
I : Pendokumentasian dilakukan seperti biasa, di kumpulkan seminggu
sekali, dan setiap 3 bulan sekali dilakukan evaluasi oleh komite medik
dan evaluasi dilakukan setahun sekali, dengan hasil evaluasinya
disampaikan kepada direktur untuk ditindaklanjuti
P : Setelah menerapkan Clinical pathway apa saja yang dilakukan untuk
proses evaluasi
I : Merekap evaluasinya 3 bulan sekali dan laporan hasil evaluasi
disampaikan untuk direktur setiap setahun sekali
P : Apa harapan bapak terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut
11

I : Harapan saya semoga kepada seluruh tenaga kesehatan dan untuk lebih
giat dalam menggisi lembaran Clinical pathway, dan manajmen leboh
aktif menyediakan seluruh sarana dan prasarana untuk menunjang
berejalanny Clinical pathway
P : Iya pak, semoga harapan bapak terujudkan, terima kasih pak atas
informasi dan kerjasamanya
I : Iya, sama-sama

Draf wawancara komite mutu


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iy buk, silahkan..ibu nanya apa
P : Apakah dokter tahu pengertian dari Clinical pathway dan fungsi dari
penerapan Clinical pathway ?
I : Clinical pathway merupakan alur yang menunjukkan secara detail tahap-
tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang
diharapkan.
P : Sejak kapan RSUD dr.Fauziah mulai menerapkan Clinical pathway dan
sudah memiliki berapa Clinical pathway sejauh ini?
I : Sejak Agustus 2016 sudah mulai diterapkan uji coba sebanyak tiga
Clinical pathway yaitu stroke iskemik, demam tipoid, demam Berdarah.
Kemudian Januari sampai dengan Juni 2017 sudah menerapkan 5
Clinical pathway prioritas yaitu apendisitis akut, demam tipoid, stroke
iskemik, hernia ingunialis, demam berdarah dan pada Juli 2017 ada
penambahan 2 Clinical pathway lagi yaitu bronko pneumoni dan
eklamsi preeklamsi. Pada tahun 2018 terdapat 25 Clinical pathway
yang sudah dibuat, akan tetapi yang berjalan sampai Maret 2018
sebanyak 17
11

Clinical pathway yaitu deman thypoid, demam thypoid anak,


apendisitis, stroke iskemik, hernia ingunialis, preeklamsi berat dan
eklamsia, DBD, kejang demam, diare akut, TB paru, pneumonia,
bronkopneumonia, pendarahan pasca persalinan, BPH, ulkus kornea,
katarak dan sinusitis kronik dengan menetapkan 5 Clinical pathway
prioritas yaitu apendisitis, demam thypoid, stroke iskemik, TB paru dan
Pneumonia.
P : Menurut dokter, Berdasarkan apakah cara mentukan pemilihan topik
Clinical pathway di RSUD dr.Fauziah ?
I : Cara mentukan pemilihan topik Clinical pathway di RSUD dr.Fauziah
yaitu dengan dengan criteria yang dipilih high volume, high cost, high
risk dan pada kelompok pasien yang diprediksi tinggi. selanjutnya ada
6 parameter yang dinilai yaitu kesesuaian lama rawatan, kesesuaian
penggunaan obat, kesesuaian pemeriksaan penunjang, kesesuaian
asuhan keperawatan, kesesuaian asuhan gizi dan kesesuaian asuhan
farmasi
P : oo begitu, dan Bagaimana proses penyusunan Clinical pathway di
RSUD dr.Fauziah ?
I : Proses penyusunan Clinical pathway di RSUD dr.Fauziah harus
memenuhi standar dan kegiatan pelayanan yang diberikan harus
secara terintegrasi dan berorientasi fokus terhadap pasien serta
berkesinambungan. Melibatkan seluruh profesi yang terlibat dalam
pelayanan rumah sakit terhadap pasien. Dalam batasan waktu yang
telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan
dicatat dalam bentuk periode harian. Mencatat seluruh kegiatan
pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terintegrasi dan
berkesinambungan ke dalam dokumen rekam medis. Setiap
penyimpangan langkah dalam penerapan Clinical pathway dicatat
sebagai varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.
11

P : setelah itu dokter, bagaimana proses menerapkan Clinical pathway pada


pelayanan atau kasus yang terkait?
I : Proses menerapkan Clinical pathway pada pelayanan atau kasus yang
terkait yaitu di isi mulai dari pasien masuk sampai dengan pasian
pulang. Semua indikator terdapat pada lembaran tersebut, termasuk
tentang pemeriksaan.
P : Lalu, bagaimana kepatuhan terhadap pelaksanaan Clinical pathway itu
sendiri di RSUD dr.Fauziah ?
I : Banyak petugas kesehatan kurang patuh terhadap penerapan Clinical
pathway, pengisian Clinical pathway banyak di abaikan, sehingga
banyak pula penatalaksaan tidak sesuai dengan ketemtuan Clinical
pathway
P : setelah itu, Apakah pasien memiliki akses untuk mengetahui Clinical
pathway mereka?
I : Ada, pasien bisa menanyakan hal tersebut kepada perawat yang ada di
ruangan, apa lagi sekarang adanya perawat khusus yang menangani
pasien per bed. Perawat tersebut bisa manjadi sumber informasi untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pasien.

P : Apakah sudah ada program sosialisasi penggunaan Clinical pathway


untuk para staff di RSUD dr.Fauziah
I : Ada, dan sudah pernah di lakukan di aula. Pemateri menjelaskan dan
mempraktekkan langsung pengsisiannya. Hanya saja pada saat
dilakukan clinical pathway tidak semua petugas kesehatan terkait
hadir, hal inilah yang menyebabkan banyaknya petugas kesehatan
terkait tidak mengerti penting penerapan clinical pathway terhadap mutu
pelayanan
P : Menurut dokter, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical pathway?

I : Menurut saya belum ada jumlah yang memadai, masih membutuhkan


beberapa apoteker untuk meningkatkan pelayanan pada kefarmasian,
karena kurangnya tenaga dapat berdampak pada kurangnya kualitas
11

pelayanan
P : Menurut dokter, apakah tenaga profesi terkait cukup dalam menjalankan
clinical pathway secara terintegrasi ?
I : cukup, kecuali tenaga farmasi, tetapi dari keseluruhan meraka belum
menjalankan clinical pathway secara terintegrasi
P : Menurut dokter, apakah instalasi terkait menyediakan fasilitas sesuai
dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan
anda

I : Tidak buk, adanya fasilitas yang harus diadakan, seperti obat, kecuali
penunjang medis seperti lab, radiologi, dan fisiotrapi.
P : Apakah kendala-kendala yang dihadapi pada saat penerapan Clinical
pathway di RSUD dr.Fauziah ?
I : Kendalanya karena kurangnya tenaga kesehatan khususnya farmasi,
kurangnya tingkat kepedulian tenaga terhadap penerapan clinical
pathway, tidak ada reward dan punisment bagi yang patuh dan yang
tidak patuh dalam menerapkan clinical pathway ini.
P : Kapan Clinical pathway di RSUD dr.Fauziah dievaluasi?
I : Sistem evaluasi pelaksanaan 3 bulan sekali,,, data yang di evaluasi
berdasar hasil pengumpulan clinical pathway perminggu. Hal ini
dilakukan secara smanual oleh komite medis dan komite PMKP dengan
cara mengaudit berkas rekam medis dan membandingkan catatan
perawatan pasien dengan clinical pathway, selanjutnya ada 6
parameter yang dinilai yaitu kesesuaian lama rawatan, kesesuaian
penggunaan obat, kesesuaian pemeriksaan penunjang, kesesuaian
asuhan keperawatan, kesesuaian asuhan gizi dan kesesuaian asuhan
farmasi
P : lalu, bagaimana cara pendokumentasian yang dilakukan?
I : Cara melakukan pendokumetasiannya yaitu dengan hasil audit dan
evaluasi yang meliputi adanya varian dari indikator mutu yang sudah
ditetapkan. Selain itu, varian yang didapatkan pada evaluasi Clinical
pathway dilakukan analisis dan rencana tindak lanjuti oleh direktur,
serta pelaporan perbaikan kembali kepada direktur juga.
11

P : Harapan dokter terhadap penerapan clinical pathway tersebut


I : Harapan saya, supaya clinical pathway bisa berjalan dengan semestinya,
jadi saya harap pula kerja sama manajemen dengan petugas kesehatan
lainnya dalam menerapkan clinical pathway.
P : Iya buk, semoga harapan ibu terujudkan, terima kasih buk atas informasi
dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara komite case manager


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iy buk, silahkan..apa yang ingin ibu tanyakan
P : Apa yang ibuk ketahui tentang clinical pathway ?
I : Clinical pathway adalah suatu alat untuk mendapatkan perawatan yang
terkoordinasi dan hasil yang prima dalam suatu rentang waktu tertentu
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
P : Menurut ibu, Apa saja fungsi dari penerapan clinical pathway ?
I : Menurut saya, fungsi dari penerapan clinical pathway adalah sebagai
standarisasi praktik klinis yang mengatur pedoman dan tata laksana
kasus tertentu yang berlaku secara nasional yang disesuaikan dengan
kondisi setempat.
P : Menurut ibu, kenapa clinical pathway penting untuk di implementasikan
?
I : Kalau menurut saya clinical pathway penting untuk di implementasikan
karena clinical pathway merupakan sebuah pedoman yang digunakan
untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan
kesehatan
12

P : Menurut ibu, Sejak kapan clinical pathway tersebut diberlakukan di


rumah sakit ini?
I : Di berlakukan di rumah sakit sejak Agustus 2016 dan dilanjutkan tiap
tahunnya pada saat penambahan clinical pathway
P : Menurut ibu, siapa saja yang dapat menggunakan clinical pathway
tersebut?
I : Menurut saya yang menggunakan clinical pathway adalah propesi
tenaga kesehatan terkait seperti dokter, perawat, farmasi dan nutrisionis.
P : Menurut ibu, apakah komunikasi yang baik dapat meningkatkan
pelaksanaan clinical pathway?
I : Menurut saya dapat, karena dengan komunikasi dapat meningkat
teamwork dan rencana asuhan keperawatan sehingga melalui
komunikasi dan sumber daya yang ada untuk mencapai hasil yang cost
effective. Oleh karena itu, komunikasi berperan sangat penting dalam
pengelolaan resiko penatalaksanaan klinis
P : Menurut pengamatan ibu, apakah setiap tenaga profesi kesehatan yang
terlibat mempunyai komunikasi yang baik terkait penerapan clinical
pathway ?
I : Menurut pengamatan saya, setiap tenaga profesi kesehatan kurang
melakukan komunikasi yang baik, hal ini terlihat dari ketika operan
shif, mereka tidak menyampaikan tentang kelanjutan pengisian clinical
pathway, mereka masih menganggap bahwa peran clinical pathway
masih kurang penting, ini lah salah satu bentuk ketidak patuhan tenaga
kesehatan terkait dalam menerapkan clinical pathway
P : Jadi buk, Apakah rumah sakit sudah melaksanakan sosialisasi ke semua
unit terhadap pelaksanaan clinical pathway ?
I : kalau sosialisasi kesemua unit tidak dilakukan, sosialisasi hanya
diakukan di aula, yang penyampaiannya seperti layaknya seminar.
Pemateri menjelaskan per item dan mempraktekkan langsung
pengsisiannya. Pemateri dalam sosialisasi ini melibatkan direktur, case
manager, komite medik, komite mutu dan manajemen.
12

P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen


mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
I : kalau dari jumlah tenaga kesehatan, sudah memadai, karena selain
tenaga PNS terdapat juga tenaga kontrak, dan tenaga bakti. Kecuali
pada bagian farmasi, hanya di situ saja yang saya rasa ketenagaannya
masih kurang memadai karena rumah sakit masih memerlukan apoteker
P : Menurut ibu, apakah tenaga profesi terkait cukup dalam menjalankan
clinical pathway secara terintegrasi ?
I : kalau jumlah tenaga terkait saya lihat masih kurang, seperti saya bilang
tadi, kekurangannya pada bagian farmasi, tetapi yang lain sudah
cukup, akan tetapi dalam menjalankan perannya untuk menerapkan
clinical pathway itu yang masih kurang, karena saya lihat banyak
sekali lembaran clinical pathway tidak di isi sebagaimana mestinya
P : Menurut ibu, apakah instalasi terkait menyediakan logistic farmasi sesuai
dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan
anda

I : Tidak, banyak obat-obatan yang tidak disediakan sesuai dengan instruksi


clinical pathway, sehingga ketika adanya resep obat yang di terima
oleh patugas farmasi di depo, jika obat yang di maksud tidak ada, maka
mereka mengganti obatnya dengan obat yang hampir sama, tapi
efektivitas obatnya yang berbeda. kekurangan penyedian obat.
P : Menurut anda, apakah instalasi gizi menyediakan nutrisi pasien sesuai
dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan
anda
I : yang saya lihat sesuai buk, petugas instalasi gizi selalu menyediakan
konsumsi sesuai dengan indikasi pasien, hanya saja petugas kesehatan
pada instalasi gizi sering mengabaikan pengisian clinical pathway.
Jadi mereka hanya menyediakan makanan sesuai dengan pola asuh
pasien terhadap penyakit tertentu, misalnya , pasien diare konsumsi
yang di berikan berupa makanan lunak .
12

P : Menurut anda, apakah penunjang medis seperti laboratorium, radiologi


dan lain-lainnya menyediakan pelayanan sesuai dengan ketentuan pada
Clinical pathway ? Jika tidak, berikan alasan anda
I : Sudah tersedia dengan tuntutan clinical pathway, tapi kadang-kadang
ada reagen juga yang putus, mungkin juga karena DPJP nya sering
memeriksa pemeriksaan penunjang diluar ketentuan clinical pathway,
jadi BHPnya boros
P : Jadi buk, apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kalau kendala, banyak sekali buk, beberapa diantaranya karena
kurangnya tingkat kepatuhan tenaga kesehatan terkait, kurangnya
penyediaan obat dan kurangnya ketegasan dari manajemen terkait
dalam mengandalikan clinical pathway
P : Apakah setiap kendala dalam pelaksanaan clinical pathway selalu
ditanggapi untuk mencari solusi yang baik dalam pelaksanaannya
clinical pathway
I : Untuk menanggapi setiap kendala dalam clinical pathway, belum
berjalan dengan baik, memang sih, setiap kendala yang disampaikan
kepada atasan selalu di dengar ataupun tanggapi dan di berikan solusi,
hanya saja sejauh ini belum ada perubahan yang lebih baik, seperti
masalah obat, walaupun ada di sampaikan ke atasan tetapi belum ada
perubahan dan persediaan obat masih kurang
P : Terus buk,,,Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway
tersebut?
I : Pendokumentasian dilakukan seperti biasa, di kumpulkan seminggu
sekali, dan setiap 4 bulan sekali dilakukan audit oleh komite medik dan
evaluasi dilakukan setahun sekali, dengan hasil evaluasinya disampaikan
kepada direktur untuk ditindaklanjuti
P : Setelah menerapkan Clinical pathway apa saja yang dilakukan untuk
proses evaluasi
12

I : Merekap evaluasinya 3 bulan sekali dan laporan hasil evaluasi


disampaikan untuk direktur setiap setahun sekali
P : Apa harapan anda terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut
I : Harapan saya semoga kepada seluruh tenaga kesehatan dan untuk lebih
giat dalam menggisi lembaran Clinical pathway, dan manajmen leboh
aktif menyediakan seluruh sarana dan prasarana untuk menunjang
berejalanny Clinical pathway
P : Iya dokter, semoga harapan ibu terujudkan, terima kasih buk atas
informasi dan kerjasamanya
I : Iya, sama-sama

Draf wawancara dokter 1


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iya boleh, silahkan..apa yang ingin ditanyakan
P : Menurut dokter, Apa pengertian dari clinical pathway ?
I : Menurut saya, clinical pathway adalah sebuah pedoman yang digunakan
untuk melakukan tindakan klinis pada penyakit tertentu.
P : Menurut dokter, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : Fungsi clinical pathway itu dapat memudahkan pelayanan kepada
pasien, pada clinical pathway pelayanan yang kita berikan sudah
terkoordinir sesuai dengan standar pelayanan pada penyakit tertentu.
P : Sejak kapan Clinical pathway diberlakukan di rumah sakit ini ? dan
mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical pathway ?
I : Seingat saya penerapan Clinical pathway Rumah sakit Umum dr.
Fauziah Bireuen sejak Agustus 2016 sudah mulai diterapkan uji coba
sebanyak tiga Clinical pathway. Setiap tahun malah bertambah jumlah
12

clinical pathwaynya.
P : oo, gitu ya dok, setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway
tersebut dan siapa saja yang dapat menggunakan Clinical pathway
tersebut?
I : yang membuat clinical pathway adalah setiap SMF diwajibkan membuat
5 clinical pathway dan PPK kemudian disusun , sedangkan yang
menggunakannya hampir semua tenaga kesehatan khususnya dokter
umum, dokter spesialis, perawat, farmasi dan nutrisionis.
P : Bagaimana pelaksanaan clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
I : Kalau saya lihat, clinical pathway di rumah sakit belum berjalan dengan
semestinya, masih ada kekurangan sana sini, kadang-kadang obat
harus diberikan seperti yang di clinical pathway tak tersedia di rumah
sakit, sehingga kita harus mengganti dengan obat lain
P : Berarti banyak menimbulkan varian juga ya dok, setelah itu, apakah ada
penjelasan/ sosialisasi tentang cara penggunaan Clinical pathway ?
Bagaimana yang dilakukannya?
I : Selama saya bertugas di sini ada sekali di lakukan sosialisasi Clinical
pathway. Yaaa, waktu mau ditetapkan clinical pathway pertama kali di
pertengahan tahun 2016 kalau tidak salah.
P : Apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : Ya sesuai dengan referensi dok, Cuma saya lupa referensinya dari mana,
waktu penyampaian seminar / sosialisasi referensinya terpapar secara
jelas, akan tetapi sekarang saya lupa buk.
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan dengan
jelas?
I : ada, di from clinical pathwaynya
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
12

I : Nah,, kalau itu belum memadai, karena yang saya liat, masih banyak
tenaga kesehatan yang kurang, terumata bagian farmasi pelayanan
terintegritas jadi tidak berjalan , kekurangan tenaga ini sangat
mengganggu suksesnya penerapan clinical pathway .
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : Setau saya, rumah sakit ini sering bermasalah dengan obat-obatan dan
bahan habis pakai lainnya seperti ditetapkan pada clinical pathway
dan banyak faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian hal tersebut.
Selain itu, ada pula obat yang tersedia tidak dikeluarkan dari gudang,
akibat pengelola manajemen oabat tidak terkoordinir dengan baik.
p : selama dokter merawat pasien dengan menggunakan clinical pathway,
bagaimana dengan asuhan medis apa sudah sesuai dengan clinical
pathway ? Misalnya dalam hal terapi dan pemeriksaan penunjang ?
I : oo iya, kalau saya merawat pasien dengan kasus yang ada clinical
pathway, saya ikutin aja, walaupun kadang-kadang ada obat yang
tersedia terpaksa ganti dengan obat yang lain.
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Pemeriksaan penunjang tersedia sesuai dengan tuntutan clinical pathway
,tapi kadang-kadang bahan habis pakai pemeriksaan penunjang itu
putus, misalnya pada pemeriksaan lab yang reagennya habis.
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Menurut saya kendala yang ditemukan pada penatalaksanaan clinical
pathway adalah kurangnya kepedulian petugas kesehatan dalam
pengisian Clinical pathway, adanya anggapan bahwa clinical pathway
tidak begitu penting kadang-kadang yang menjalankan clinical
pathway ini dokter dan perawat saja, sedangkan pemberi asuhan lain
tidak lengkap dalam memberi asuhan, misalnya ketika saya visit
seharusnya
12

petugas gizi dan farmasi ikut terlibat tapi selama ini tidak ada jadinya
yang tidak sesuaikan, lagian dari manajemen tidak peduli tuh.
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
I : sebenarnya bisa, karena pada Clinical pathway tersebut semuanya
langkah-langkah pelayanan sudah terkoodinir dengan baik, dan
petugas kesehatan tinggal menjalankan sesuai dengan intruksi saja
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : Setau saya, cara pendokumentasianya dengan di kumpulkan Clinical
pathway perminggu dan setiap 3 bulan sekali dilakukan evaluasi
dengan komite medik, dan setahun sekali hasil audit di sampaikan ke
direktur.
P : Apa harapan dokter terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : Harapan saya semoga seluruh staf yang terlibat dapat menerapkan
Clinical pathway dapat lebih bertanggungjeab. Karena Clinical pathway
ini sangat banyak manfaat beberapa di antaranya seperti peningkatan
mutu pelayanan, dapat menyusunan strategi untuk mencapai efektivitas
pelayanan, bahan untuk dokumentasi, analisis dan evaluasi, serta
sebagai bahan untuk edukasi kepada pasien tentang perkiraan
prosedur- prosedur apa saja yang akan dilakukan.
P : Ternyata banyak sekali manfaat dari penerapan Clinical pathway ya buk
dok, semoga petugas kesehatan lainnya antusias dalam menerapkan
Clinical pathway ini. Baiklah dok kalau begitu trimakasi atas informasi
dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama
12

Draf wawancara dokter 2


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb, ada yang bisa saya bantu ?
P Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
: menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iya , silahkan..apa yang ingin ibu tanyakan
P : Menurut dokter, Apa yang ibu ketahui tentang dari clinical pathway ?

I : Menurut saya, pengertian clinical pathway adalah perangkat bantu


untuk penerapan standar pelayanan medik selain itu, clinical pathway
juga merupakan perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para petugas
yang terlibat dalam tatalaksana pasien yang sama
P : Menurut dokter, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical
pathway?
I : Fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway adalah untuk
menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan yang
dilupakan. Clinical pathway memastikan semua intervensi dilakukan
secara tepat waktu dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-
aktif dalam perencanaan pelayanan.
P : Sejak kapan clinical pathway diberlakukan di rumah sakit ini ? dan
mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical pathway ?
I : Pertama kali diterapkan clinical pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen
pada tahun 2016, setelah itu mengalami penambahan pada tahun 2017
dan 2018. Ya.. di rumah sakit harus diterapkan clinical pathway ini
karena rumah sakit ingin meningkatkan kualitas pelayanan yang prima
sehingga perkembangan pasien tercatat secara sistematik berdasarkan
kriteria waktu yang ditetapkan dan diharapkan supaya dapat
meningkatkan mutu pelayanan serta menurunkan biaya rumah sakit.
P : Setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway tersebut dan
12

siapa saja yang dapat menggunakan Clinical pathway tersebut?


I : kami DPJP diminta membuat PPKnya, formulir dikumpulkan ke komite
mutu, serta yang menggunakan clinical pathway adalah perawat,
dokter, petugas gizi dan petugas farmasi
P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
I : Pelaksanaan Clinical pathway dirumah sakit tidak berjalan dengan baik,
karena saya lihat banyak petugas yang tidak mengisi lembaran Clinical
pathway tersebut dan ada pula pengisian Clinical pathway di isi
perminggu ketika lembaran tersebut di kumpulkan, seharusnya
lembaran tersebut di isi setiap kali dilakukan pengkajian pada pasien.
Saya melihat tidak ada monitoring dilapangan dalam pelaksanaan
Clinical pathway baik pleh case manager maupun management. kalau
ada semuapun tidak ada intervensi/ tindak lanjutnya jika pelaksanaan
Clinical pathway ini berjalan apa adanya, tidak ada perbaikan dari
yang sebelumnya, sehingga kita juga tidak semangat melaksanakan
Clinical pathway.
P : Menurut dok, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara penggunaan
Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : Ada dilakukan penjelasan/ sosialisasi terhadap penggunaan clinical
pathway, biasanya dilakukan di aula.
P : Menurut dokter, apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : Ya sesuai, karena saya juga mempelajari buku Pedoman penyusunan
panduan praktik klinis dan clinical pathway dalam asuhan terintegrasi
sesuai standar akreditas rumah sakit.
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan dengan
jelas?
I : ada, cuma banyak profesi tenaga kesehatan terkait kurang peduli atau
tidak mengindahkan instruksi tersebut. Sehingga Clinical pathway
tidak berjalan dengan semestinya
12

P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen


mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical pathway?
I : Menurut saya, pada RSUD dr.Fauziah Bireuen jumlah tenaga kesehatan
sangat banyak, akan tetapi clininal pathway tidak berjalan semestinya.
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : Obat-obatan dan BHP lainnya selain ada yang sesuai dengan tuntutan
clininal pathway tapi kadang-kadanh sering terputus, kalau kita
sampaikan ke manajemen katanya dalam proses pengadaan, lama baru
datang obatnya. Jadinya pelaksana clininal pathwaybya tidak
maksimal kan, saya selaku DPJP juga tidak semangat lagi dalam
menjalankan clininal pathway ini.
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Ya sesuai, semuanya tersedia seperti yang telah ditentukan
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya karena jumlah persedian obat yang terbatas,itu tingkat
kepatuhan petugas yang kurang, sehingga penerapan clinical pathway
tidak berjalan semestinya, kurangnya kepedulian manajemen
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukkan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor
resiko atau masalah lain
I : Iya pasti membantu, karena pada Clinical pathway semua alurnya
tersusun secara sistemastis sehingga menimbulkan kesesuaian hari
rawat, penggunaan obat, penunjang medis, asuhan keperawatan,
asuhan gizi dan asuhan farmasi.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : Pendokumensi dilakukan dengan cara dikumpulkan lembaran Clinical
pathway seminggu sekali.
13

P : Apa harapan dokter terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?


I : Harapan saya semoga penerapan Clinical pathway dapat berjalan
semestinya, oleh karena itu petugas kesehatan harus meningkatkan
kepatuhan dan kedisiplinan terhadap penerapan tersebut dan
manajemen juga harus mampu memenuhi semua persediaan sesuai
dengan intruksi Clinical pathway. jangan hanya sekedar di evaluasi
tapi tidak ada tindak lanjutnya.
P : Iya buk, semoga clinical pathway di rumah sakit dapat berjalan dengan
baik, terima kasih buk atas informasi dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara dokter 3


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb, ada yang bisa saya bantu ?
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iya , silahkan..apa yang ingin ditanyakan
P : Menurut dokter, Apa yang diketahui tentang clinical pathway ?
I : Menurut saya, pengertian clinical pathway adalah perangkat bantu
untuk penerapan standar pelayanan medik selain itu, clinical pathway
juga merupakan perangkat koordinasi dan komunikasi bagi para petugas
yang terlibat dalam tatalaksana pasien yang sama
P : Menurut dokter, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical
pathway?
I : Fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway adalah untuk
menjamin tidak ada aspek-aspek penting dari pelayanan yang
dilupakan. Clinical pathway memastikan semua intervensi dilakukan
secara tepat waktu dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-
aktif dalam perencanaan pelayanan.
13

P : Menurut dokter, Sejak kapan clinical pathway diberlakukan di rumah


sakit ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan
Clinical pathway ?
I : Pertama kali diterapkan clinical pathway di RSUD dr.Fauziah Bireuen
pada tahun 2016, setelah itu mengalami penambahan ada tahun 2017
dan 2018. Ya.. di rumah sakit harus diterapkan clinical pathway ini
karena rumah sakit ingin meningkatkan kualitas pelayanan yang prima
sehingga perkembangan pasien tercatat secara sistematik berdasarkan
kriteria waktu yang ditetapkan dan diharapkan supaya dapat
meningkatkan mutu pelayanan serta menurunkan biaya rumah sakit.
P : Setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway tersebut dan
siapa saja yang dapat menggunakan Clinical pathway tersebut?
I : Clinical pathway yang dibuat SMF masing-masing berdasarkan PPK,
PAK, PAG dan PAKF disusun oleh komite mutu dan komite medis.

P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD


dr.Fauziah ?
I : Pelaksanaan Clinical pathway dirumah sakit tidak berjalan dengan baik,
karena saya lihat banyak petugas yang tidak mengisi lembaran Clinical
pathway tersebut dan saya juga sebagai DPJP sudah mulai tidak
semangat dengan Clinical pathway ini, waktu pertama penerapannya
kita semua semangat sekali, lama-lama pihak terkait kok tidak ada
monitoring keruangan, kesannya Clinical pathway ini di buat untuk
melengkapi tuntunan akreditas saja. tidak ada intervensi keruangan
hanya diambil data hasil rekapan saja.
P : Menurut dokter, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara
penggunaan Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : Ada dilakukan penjelasan/ sosialisasi terhadap penggunaan clinical
pathway, biasanya dilakukan di aula, adanya pemateri yang menjelaskan
tentang pengisian clinical pathway.
P : Menurut dokter, apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
13

I : Ya sesuai, karena saya juga sering membaca tentang Clinical pathway


P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan dengan
jelas?
I : ada, cuma banyak profesi tenaga kesehatan terkait kurang peduli atau
tidak mengindahkan instruksi tersebut. Sehingga Clinical pathway
tidak berjalan dengan semestinya
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
I : Menurut saya, pada RSUD dr.Fauziah Bireuen jumlah tenaga kesehatan
sangat banyak, tetapi profesi tertentu (bidan) yang banyak, sedangkan
profesi apoteker masih kurang, malah ada tenaga apoteker yang di
pindahin ke puskesmas, padahal rumah sakit masih kurang tenaga
apoteker.
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : Menurut saya tidak , karena obat-obat yang disediakan oleh rumah sakit
terbatas, sehingga tidak sesuai dengan yang di tetapkan pada clinical
pathway, sebenarnya obat-obatan yng dibutuhkan sesuai dengan
Clinical pathway ada di rumah sakit ini, tapi kadang-kadang sering
putus
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Ya sesuai, rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang sesuai
dengan ketentuan pada clinical pathway
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya karena jumlah persediaan obat yang terbatas, kurang
perhatian dari manajemen, sehingga penerapan Clinical pathway tidak
berjalan semetinya, tidak ada intervensi terhadap hasil temua Clinical
13

pathway .

P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau


menunjukkan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor
resiko atau masalah lain
I : Iya sangat membantu, karena clinical pathway merupakan pedoman
kolaboratif untuk merawat pasien yang berfokus pada diagnosis,
masalah klinis dan tahapan pelayanan.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : Masalah pendokumentasinya saya tidak tau, pokoknya yang saya tau
memberi asuhan kepada pasien sesuai dengan Clinical pathway
P : Apa harapan dokter terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : Harapan saya upaya meningkatkan kepatuhan dan kedisiplinan terhadap
penerapan tersebut dan manajemen juga harus mampu memenuhi
semua persediaan sesuai dengan intruksi Clinical pathway
P : Iya buk, semoga clinical pathway di rumah sakit dapat berjalan dengan
baik, terima kasih buk atas informasi dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara dokter 4


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iya buk, silahkan..apa yang ingin ditanyakan
P : Menurut dokter, Apa yang dokter ketahui tentang clinical pathway ?
13

I : Menurut saya, clinical pathway merupakan alur yang menunjukkan


secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk
hasil yang diharapkan. Secara sederhana dapat dibilang bahwa
clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses
mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien.
P : Menurut dokter, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : Fungsinya untuk memastikan semua intervensi dilakukan secara tepat
waktu dengan mendorong staf klinik untuk bersikap pro-aktif dalam
perencanaan pelayanan. Clinical pathway diharapkan dapat mengurangi
biaya dengan menurunkan length of stay, dan tetap memelihara mutu
pelayanan
P : Menurut ibu, Sejak kapan Clinical pathway diberlakukan di rumah sakit
ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical
pathway ?
I : Tidak ingat, mungkin 2 tahun yang lalu pertama kali diberlakukan
clinical pathway ini. Kalau ditanya mengapa itu karena rumah sakit
membutuhkan intervensi terhadap perkembangan pasien yang tercatat
secara sistematik berdasarkan kriteria waktu yang ditetapkan, dengan
harapan dapat meningkatkan mutu pelayanan serta menurunkan biaya
rumah sakit. Hal ini menegaskan bahwa clinical pathway dapat
menjadi alternatif pendokumentasian rumah sakit.
P : oo, gitu ya, setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway
tersebut dan siapa saja yang dapat menggunakan Clinical pathway
tersebut?
I : yang membuat itu bidang pelayanan, dan atas kesepakatan dari petugas
kesehatan dan manajemen lainnya. Kami di masing-masing SMF
membuat PPK diserahkan ke komite mutu dan komite medik
P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
13

I : saya lihat kurang dilaksanakan juga, saya sendiri sebagai DPJP sudah
jarang melaksanakan Clinical pathway, waktu pertama-tama
dijalankan dengan baik, lama-lama lihat Clinical pathway di rumah
sakit ini, seakan-akan Clinical pathway itu di adakan untuk keperluan
akreditas saja, habis di kasi form Clinical pathway di suruh jalankan
sama kita tanpa monitoring dan tindak lanjut dari pihak terkait, yang
menjalankan Clinical pathway juga tidak ada intervensi apa-apa.
P : Menurut ibu, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara penggunaan
Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : ada buk,,, permah dilakukan sosialisasinya di aula dulu, dengan
menjelaskan per item pengisiannya dan apa dasar dan keuntungan bagi
rumah sakit dalam menjalankan Clinical pathway
P : Apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : yang saya lihat sesuai,, karena waktu diadakan sosialisasi ada di kasi
buku panduan tentang dasar-dasar penyusunan clinical pathway tersebut
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan
dengan jelas?
I : instruksi sangat jelas, ada di form Clinical pathwaynya.
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
I : Sepertinya memadai buk, karena saya lihat jumlah tenaga kesehatan
makin hari terus bertambah. Cuma perlu ketegasan dari pihak
manajeman agar mereka mau berpatispasi dalam penatalaksanaan
Clinical pathway
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : Rumah sakit kurang menyediakan obat dan bahan habis pakai lainnya
sesuai dengan intruksi Clinical pathway. Hal ini banyak faktor
menyebabkan kurangnya persediaan tersebut, salah satunya defisit
anggaran rumah sakit kata pihak manajemen
13

p ; berarti pasien yang dokter rawat terapi dan pemeriksa penunjangnya tidak
sesuai dengan clinical pathway ya ?
i ; Mungkin, yang penting terapi yang saya kasih tidak kontraindikasi,
sesuai dengan indikasi, yang penting pasien sembuh juga walaupun
tidak dipakai clinical pathwaynya,
P Tapi, sasaran kendali mutu dan biaya jadi tidak bagus untuk rumah
sakit.
I itu bukan urusan saya, yang penting pasiennya sembuh.
P : Menurut dokter, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan
penunjang sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak,
berikan alasan anda
I : Tersedia, walaupun kadang-kadang saja habis anggaran
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya itu, kurangnya logistik dan kurangnya reduksi dari pihak
manajemen.
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
I : Bisa, secara terori iya.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : Kurang tau saya itu
P : Apa harapan dokter terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : Semoga manajemen yang terkait lebih peduli dalam menerapkan
clinical pathway ini, sehingga dapat meningkatkan pelayanan rumah
sakit.
P : iya, semoga harapan ibu untuk rumah sakit terujudkan, trimakasi atas
kerjasama dan informasinya buk.
I : Iya, sama-sama
13

Draf wawancara dokter 5


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : oo, iya, silahkan..apa yang ingin ditanyakan
P : Apa yang dokter ketahui tentang clinical pathway ?
I : Clinical pathway adalah pedoman kolaboratif untuk merawat pasien
yang berfokus pada diagnosis, masalah klinis dan tahapan pelayanan.
Clinical pathway menggabungkan standar asuhan setiap tenaga
kesehatan secara sistematik. Tindakan yang diberikan diseragamkan
dalam suatu standar asuhan, namun tetap memperhatikan aspek
individu dari pasien
P : Menurut dokter, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : Fungsi dari implementasi clinical pathway adalah untuk dokumentasi
klinis yang merefleksikan standar praktik dan pelayanan klinis baik
dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya
P : Menurut ibu, Sejak kapan Clinical pathway diberlakukan di rumah sakit
ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical
pathway ?
I : Tahun 2017, supaya rumah sakit mempunyai sebuah alur yang
menggambarkan proses mulai saat penerimaan pasien hingga
pemulangan pasien. Clinical pathway menyediakan standar pelayanan
minimal dan memastikan bahwa pelayanan tersebut tidak terlupakan
dan dilaksanakan tepat waktu sehingga dapat meningkat kualitas
pelayanan.
P : oo, gitu ya buk, setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway
tersebut dan siapa saja yang dapat menggunakan Clinical pathway
tersebut?
I : Masing-masing SMF di bebani untuk membuat 5 PPK dan clinical
13

pathway.
P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
I : Kurang, Clinical pathway di rumah sakit tidak berjalan dengan baik,
karena Clinical pathway ini merepotkan membuat obat-obat yang ingin
diberikan terbatas.
P : setelah itu, menurut ibu, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara
penggunaan Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : saya dengar ada, tapi saya tidak ikut.
P : Apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : sepertinya sesuai
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan dengan
jelas?
I : mungkin ada.
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
I : saya lihat di rumah sakit ini banyak tenaga kesehatan, malah berlebih
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : setau saya, rumah sakit selalu bermasalah dengan obat-obatan.
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : pemeriksaan penunjang tersedia
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : saya rasa kendalanya paling-paling obat yang sering bermasalah
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
13

I : secara teori iya


P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : saya tidak tahu.
P : Apa harapan ibuk terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : saya berharap kalau Clinical pathway ini dijalankan dengan baik semua
elemen yang terkait di rumah sakit ini serius dan komitmen dalam
memenuhi segala kebutuhan dan ada reward bagi yang melaksanakan
dengan baik dan adanya punishment bagi yang tidak patuh
P : ya buk, semoga harapan ibu terujudkan. Baiklah buk kalau begitu
trimakasi atas informasi dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara perawat


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P : permisi.
I : Ada yang bisa saya bantu ?
P : Ada
I : oo, iya , silahkan..apa yang ingin ibu tanyakan
P : Menurut ibu, Apa yang ibu ketahui tentang pengertian dari clinical
pathway ?
I : Clinical pathway adalah alur yang disediakan berupa form yang
menggambarkan tahap-tahap pelayanan yang harus dilakukan
terhadap pasien.
P : Menurut ibu, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : Fungsinya supaya kita kerja terarah dan tidak ada tindakan kepada
pasien yang tertinggal sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang
bermutu.
P : Menurut ibu, Sejak kapan Clinical pathway diberlakukan di rumah sakit
ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical
pathway ?
14

I : Akhir tahun 2016 buk, karena dengan adanya clinical pathway dapat
menggambarkan tahapan berdasarkan pada hari perawatan misalnya
hari 1, hari 2 apa yang harus kita lakukan ke pasien, semua tindakan
yang kita lakukan jelas perharinya.
P : setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway tersebut dan siapa
saja yang dapat menggunakan Clinical pathway tersebut?
I : Yang membuatnya bidang pelayanan medis, dan yang menggunakannya
semua petugas kesehatan.
P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
I : Belum maksimal, tambah beban kerja dengan adanya Clinical pathway,
lagian tidak ada reward pun kalau kita menerapkan Clinical pathway,
ada juga yang tidak peduli dengan Clinical pathway juga tidak ada
saksi apa-apa.
P : Menurut ibu, apakah ada penjelasan/ Standar Akreditasi Rumah Sakit
versi KARS 2012 ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : Ada, hanya saja saya tidak ikut dalam acara sosialisasi tentang cara
penggunaan Clinical pathway, ada dijelaskan sama kepala ruang cara
menggunakan Clinical pathway, tapi masih kurang ngerti juga.
P : Menurut ibu, apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : ya saya kurang tau juga, karena saya tidak ikut sosialisasi.
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan
dengan jelas?
I : Ada, kami di ruang juga di lakukan sosialisasi oleh kepala ruang
terhadap pelaksanaan clinical pathway, di form ada petunjuknya.
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical pathway?
I : Kalau dari profesi saya, jumlah tenaganya sudah memadai dalam
menjalankan Clinical pathway.
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
14

I : Persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya saya rasa ada
yang tidak lengkap juga, karena setiap terapi obat yang diresepkan
oleh dokter tidak semua tersedia pada depo, akhirnya obat yang di
maksud di gantikan dengan obat lain.
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Kalau pemeriksaan penunjangnya sudah sesuai buk,
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya ya seperti terbatasnya jumlah persediaan obat dan
kurangnya partispasi profesi tenaga kesehatan terkait terhadap
pelaksanaan clinical pathway, bimbingan dari komite mutu atau case
manager. Untuk kami yang masih bingung dengan clinical pathway
juga kurang. lagi pula selama ini kalau kita tidak lengkap-lengkap kali
dalam memberi asuhan keperawatan seperti dalam clinical pathway
juga tidak ada masalah, tidak ada sanksi baik dari kepala ruangan
maupun manajemen.
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
I : Sebenarnya sangat membantu buk, karena dengan clinical pathway
setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk clinical pathway tersebut?
I : kalau cara pendokumentasiannya ya tiap minggu di kumpulkan oleh case
manager, setelah itu direkap oleh komite mutu.
P : Apa harapan ibuk terhadap pembuatan clinical pathway tersebut?
I : Harapan saya semoga petugas kesehatan khususnya perawat lebih patuh
dalam pengisian clinical pathway dan manajemen terkait bisa
membimbing kami, lebih sering memonitoring keruangan supaya
14

berjalannya clinical pathway dengan baik

P : Iya buk, semoga clinical pathway di rumah sakit dapat berjalan dengan
baik, terima kasih buk atas informasi dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara farmasi


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb, ada apa buk ada yang bisa saya bantu ?
P iya bu, ini saya sedang melakuka penelitian di rumah sakit ini, judul
penelitian saya analisis pelaksanaan clinical pathway di RSU
dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin menanyakan beberapa
pertanyaan
: tentang clinical pathway
I : apa yang ingin ibu tanyakan
P : Menurut ibu, Apa yang ibu ketahui tentang pengertian dari clinical
pathway ?
I : Clinical pathway dibuat untuk melayani pasien sesuai dengan standar
pelayanan dan dilakukan secara terintegrasi.
P : Menurut ibu, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : menurut saya Fungsinya untuk memprediksi lama hari dirawat dan biaya
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya rumah sakit, penggunaan obat-obatan juga
bisa di prediksikan dengan baik, jadi rumah sakit bisa lebih hemat
dalam menggunakan obat.
P : Menurut ibu, Sejak kapan Clinical pathway diberlakukan di rumah sakit
ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan Clinical
pathway ?
14

I : Tahun 2016 akhir, tetapi ada penambahan tahun 2017dan tahun 2018,
karena untuk meningkatkan mutu pelayanan, salah satu upayanya
dengan mengimplementasikan clinical pathway, oleh karena itu dengan
clinical pathway dapat mencatat seluruh kegiatan pelayanan yang
diberikan kepada pasien secara terintegrasi dan berkesinambungan ke
dalam dokumen rekam medis.
P : setelah itu, Siapa saja yang membuat Clinical pathway tersebut dan siapa
saja yang dapat menggunakan Clinical pathway tersebut?
I : Kalau gak salah yang membuatnya bidang pelayanan, yang
menggunakannya dokter, perawat, gizi dan farmasi dan petugas
kesehatan lainnya.
P : Bagaimana pelaksanaan Clinical pathway tersebut pada RSUD
dr.Fauziah ?
I : Berjalan sih buk, tapi tidak sesuai dengan intruksi, pengisisan clinical
pathway tidak dilakukan setiap adanya tindakan yang setiap
tindakannya langsung dikaji, akan tetapi clinical pathwaynya di isi
kalau mau di audit, itupun gak lengkap
P : Menurut ibu, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara penggunaan
Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : Ada penjelasan atau sosialisasi di aula, sosialisasinya berupa seminar
yang dilakukan oleh komite medik, Cuma pada saat dilakukan
sosialisasi tidak semua tenaga kesehatan hadir.
P : Menurut ibu, apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : ya sesuai, yang saya pelajari terapi obat yang diterapkan pada clinical
pathway sesuai dengan saya pelajari.
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan
dengan jelas?
I : Sangat jelas, ada di form Clinical pathwaynya
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
14

I : Kalau dari profesi saya, jumlah tenaganya belum memadai, sehingga


menjadi kendala dalam penerapan clinical pathway ini, kami sudah
menyusulkan ke manajemen untuk ada penambahan tenaga, tapi belum
ditindaklanjuti.
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?
I : sebenarnya rumah sakit sudah menyediakan obat-obatan dan bahan
habis pakai lainnya sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway,
tapi sering putus, proses pengadaannya lama, hal ini terlihat dari
banyaknya permintaan terapi obat yang sesuai dengan intruksi clinical
pathway, akan tetapi permintaan terapi obat yang di minta di ganti
dengan obat yang lain.
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
alasan anda
I : Kalau pemeriksaan penunjangnya sudah sesuai buk, petugas selalu
melakukan pemeriksaan sesuai dengan clinical pathway
P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya ya seperti terbatasnya jumlah persediaan obat seperti pada
pada intruksi Clinical pathway dan kurangnya tenaga farmasi sehingga
menyebabkan banyak pasien yang tidak mendapatkan asuhan farmasi
secara maksimal.
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
I : ya sangat membantu buk, karena Clinical pathway dapat digunakan
untuk prediksi lama hari dirawat dan biaya pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan obat-obatan, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya rumah sakit.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
14

I : setau saya cara mendokumentasinya dilakukan pengumpulan clinical


pathway perminggu, setelah itu setiap 3 bulan di lakukan evaluasi oleh
komite mutu dan hasilnya dilaporkan untuk direktur.
P : Apa harapan ibu terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : Harapan saya adanya penambahan untuk tenaga farmasi, stok obat di
sediakan sesuai dengan intruksi clinical pathwa dan petugas farmasi
lebih peduli dengan penerapan clinical pathway
P : Iya buk, semoga harapan ibu terujudkan, terima kasih buk atas informasi
dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama
14

Draf wawancara nutrisonis


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb, ada apa buk ada yang bisa saya bantu ?
P : Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : Apa yang ingin ibu tanyakan
P : Menurut ibu, Apa yang ibu ketahui tentang pengertian dari clinical
pathway ?
I : Clinical pathway adalah suatu cara untuk menstandarisasikan praktik
klinis dan umumnya dilaksanakan di rumah sakit
P : Menurut ibu, apa fungsi dilakukannya implementasi clinical pathway?
I : Fungsinya dapat menetapkan standar pelayanan kepada pasien, adanya
prosedur pemeriksaan klinik dan jenis penalataksanaannya, dapat
menilai hubungan antara berbagai tahapan dalam proses pelayanan
dan mengkoordinasikannya agar dapat memberikan pelayanan yang
lebih baik
P : Menurut ibu, Sejak kapan clinical pathway diberlakukan di rumah sakit
ini ? dan mengapa di RSUD dr.Fauziah harus menerapkan clinical
pathway ?
I : Sejak tahun 2016 akhir, rumah sakit ini harus diterapkan karena dapat
meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi mengenai
rencana perawatan pasien. Termasuk asuhan gizi yang diberikan
kepada pasien.
P : setelah itu, Siapa saja yang membuat clinical pathway tersebut dan siapa
saja yang dapat menggunakan clinical pathway tersebut?
I : Yang membuatnya komite mutu yang menggunakannya semua tenaga
kesehatan
P : Bagaimana pelaksanaan clinical pathway tersebut pada RSUD
14

dr.Fauziah ?
I : Belum jalan secara maximal, hal ini terjadi karena kurangnya partispasi
tenaga kesehatan dalam menerapkan Clinical pathway, kami sendiri
juga yang banyak yang tidak isi Clinical pathway, tidak sempat.
P : Menurut ibu, apakah ada penjelasan/ sosialisasi tentang cara
penggunaan Clinical pathway ? Bagaimana yang dilakukannya?
I : Ada buk, cara dilakukan sosialisasinya dengan mengadakan suatu acara
seminar dan mempraktekkan langsung tata cara pengisian sehingga
peserta lebih mudah memahami.
P : Menurut ibu, apakah isi Clinical pathway berdasarkan referensi?
I : Ya sesuai, karena unsur dari clinical pathway di sesuaikan dengan SPO
asuhan gizi, jadi apa yang diterapkan pada clinical pathway sesuai
dengan realita pada asuhan, hanya saja pada clinical pathway lebih
terperinci dan terstuktur.
P : Apakah ada instruksi penggunaan Clinical pathway dicantumkan
dengan jelas?
I : saya rasa jelas, karena intruksinya ada di form Clinical pathway itu
sendiri.
P : Menurut anda, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical
pathway
?
I : Kalau jumlah tenaga kesehatan selain profesi saya, ya saya tidak tau
jumlahnya memadai atau tidak, tapi kalau jumlah profesi saya, sudah
sesuailah.
P : Apakah rumah sakit menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai
gizi sesuai dengan ditetapkan pada clinical pathway ?

I : selama ini sih, kebutuhan untuk makan pasien di instalasi gizi sudah
mencukupi sesuai dengan yang dibutuhkan
P : Menurut ibu, apakah rumah sakit menyediakan pemeriksaan penunjang
sesuai dengan ketentuan pada clinical pathway ? Jika tidak, berikan
14

alasan anda

I : Kalau pemeriksaan penunjangnya saya rasa sesuai buk.


P : Menurut anda, Apa saja kendala yang ditemukan pada saat pelaksanaan
Clinical pathway tersebut?
I : Kendalanya karena kurangnya kepatuhan petugas kesehatan terhadap
penerapan clinical pathway, oleh karena itu perlunya peran
manajemen terkait untuk lebih kiat mengkaji penerapan Clinical
pathway di setiap ruangan pelayanan yang telah di tentukan. Kalau
tidak ada intervensi apa-apa dari pihak manajemen terhadap ketidak
patuhan ini, saya rasa Clinical pathway ini tidak berjalan dengan
maksimal, contohnya kami dari tenaga gizi banyak juga yang tidak
kami berikan asuhan gizi sesuai tuntutan Clinical pathway, tetapi tidak
ada sanki apa-apa, ditegur juga tidak.
P : Apakah Clinical pathway dapat membantu pengambilan keputusan atau
menunjukan fokus perhatian pada faktor-faktor lain seperti faktor resiko
atau masalah lain
I : Ya, clinical pathway menyediakan standar pelayanan minimal dan
memastikan bahwa pelayanan tersebut tidak terlupakan dan
dilaksanakan tepat waktu.
P : Bagaimana cara pendokumentasian untuk Clinical pathway tersebut?
I : Dikumpulkan perminggu , 3 bulan sekali di lakukan audit dan evaluasi
dilakukan setahun sekali
P : Apa harapan ibu terhadap pembuatan Clinical pathway tersebut?
I : Harapan saya semoga semua tenaga kesehatan di rumah sakit ini dapat
menerapkan Clinical pathway, dan manajemen terkait lebih
menerapkan kedisiplinan kinerja kepada petugas kesehatan agar
Clinical pathway dapat berjalan semestinya
P : Iya buk, semoga harapan ibu terujudkan, terima kasih buk atas informasi
dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama
14

Draf wawancara manajemen


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikum salam Wr, Wb
P Mohon maaf mengganggu waktunya, saya sedang melakukan penelitian
di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis pelaksanaan clinical
pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena itu, saya ingin
: menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I oo, iy buk, apa yang ingin ibu tanyakan
P : Apa yang bapak ketahui tentang pengertian dan fungsi dari penerapan
Clinical pathway ?
I : Yang saya ketahui tentang pengertian clinical pathway adalah salah satu
alat untuk melakukan audit medis yang tujuannya berujung pada
peningkatan mutu pelayanan. Fungsi clinical pathway itu untuk
menggabungkan pedoman klinis ke dalam suatu dokumen resmi sehingga
dapat bertindak sebagai pengingat bagi profesional kesehatan, bersifat
multidisiplin sehingga dapat meningkatkan komunikasi antar profesi
yang berbeda sehingga dapat menghilangkan duplikasi yang tidak
diperlukan dari dokumen informasi yang tersimpan, dan dapat
mengurangi variasi dalam pelayanan klinis.
P : Sejak kapan RSUD dr.Fauziah mulai menerapkan Clinical pathway dan
sudah memiliki berapa clinical pathway sejauh ini?
I : Di rumah sakit ini mulai diterapkan clinical pathway mulai agustus
tahun 2016. Kemudian tahun 2017 sudah menerapkan 5 Clinical
pathway prioritas pada tahun 2018 ada penambahan lagi menjadi 25
Clinical pathway.
P : Lalu, bagaimana proses penyusunan Clinical pathway di RSUD
dr.Fauziah
I : Proses penyusunan Clinical pathway di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah
Bireuen di mulai dengan pembentukan kebijakan dari manajemen yang
15

terdiri dari tim penyusun (komite medik, komite mutu, dokter spesialis,
dokter umum, apoteker, nutrisionis dan perawat) kemudian manajemen
juga membuat kebijakan tentang penetapan Clinical pathway. Masing-
masing Kelompok Staf Medis (KSM) ditugaskan untuk membuat 5
Clinical pathway dengan criteria yang dipilih high volume, high cost,
high risk dan pada kelompok pasien yang diprediksi tinggi. Formulir
Clinical pathway yang sudah diisi dan selesai dikumpulkan di
Komite mutu untuk ditelaah secara berkala. Semua PPK dan Clinical
Pathway yang telah dibuat dan disahkan Rumah Sakit harus ada di
masing masing unit pelayanan Rumah Sakit (untuk menjadi acuan).
P : Lalu, apakah rumah sakit membuat kebijakan tentang kewajiban clinical
pathway ?
I : Pada rumah sakit ini adanya kebijakan tentang kewajiban clinical
pathway, hal ini tampak dari adanya Surat Keputusan Direktur dan
dalam pelaksanaannya dan sudah didukung dengan kebijakan
operasional berupa prosedur tetap implementasi Clinical pathway.
P : Apakah anda menerima laporan evaluasi Clinical pathway ?
I : Ya, saya menerima hasil laporan evaluasinya tiap 3 bulan dan
berdasarkan hasil evaluasinya banyak hal yang harus dibenahi dan
tingkat kepatuhan masih rendah
P : Jadi pak , setiap 3 bulan sekali bapak menerima laporan clinical pathway
dan siapa yang memberi laporan clinical pathway itu
I : laporan diberikan berdasarkan hasil evaluasi oleh komite medis dan
komite mutu.
P : Menurut bapak, apakah tenaga kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen
mempunyai jumlah yang memadai dalam menjalankan clinical pathway?
I : Berdasarkan jumlah data ketenagaan, pada bagian farmasi saja
ketenagaannya masih kurang memadai karena rumah sakit masih
butuh apoteker sedangkan jumlah tenaga kesehatan sudah memadai,
karena selain tenaga PNS terdapat juga tenaga kontrak, dan tenaga
bakti.
15

P : Apakah rumah sakit menyediakan logistic farmasi sesuai dengan


ketentuan clinical pathway
I : Untuk logistik farmasi terutama obat-obatan selalu kita usahan sesuai
dengan kebutuhan pasien, ada beberapa obat yang jumlah stoknya
terbatas, oleh karena keterbatasan itulah yang menimbulkan varian pada
penerapan clinical pathway.
P : Mengapa stok obat bisa tidak mencukupi pak ? Padahal kebijakan untuk
menerapkan Clinical pathway kan sudah ada sejak 2 tahun yang lalu ?
I : Kita ini rumah sakit pemerintah. Kalau ada obat atau BHP lainnya yang
habis pesannya harus menurut prosedur dan harus ekatalog, tidak bisa
bersih habis langsung beli lagi.
P : Tapi pak, seharusnya bagian perencanaan rumah sakit sudah membuat
estimasi tentang kebutuhan obat-obatnya lain setiap bulannya.
I : Iya, seharusnya begitu, mungkin bagian perencanaan juga masih lemah,
tapi kita akan terus membenah agar pelayanan di rumah sakit ini
makin membaik.
P : Apakah rumah sakit menyediakan fasilitas pemeriksaan penunjang sesuai
dengan ketentuan clinical pathway ?
I : Pada fasilitas pemeriksaan penunjang telah disediakan sesuai dengan
kebutuhan clinical pathway, akan tetapi berdasarkan laporan yang
saya terima ada juga pemeriksaan penunjang yang tidak sesuai dengan
indikasi yang dibutuhkan
P : Apakah kendala-kendala yang dihadapi pada saat penerapan clinical
pathway di RSUD dr.Fauziah ?
I : Kendalanya kurang tenaga pada bagian farmasi, kurangnya persediaan
obat seperti pada ketentuan clinical pathway, kurangnya partispasi
tenaga kesehatan terkait dalam penerapan clinical pathway, tapi kita
akan benahi terus.
P : Apakah setiap temuan di laporan evaluasi ditindak lanjuti oleh
manajemen?
15

I : ya, selalu di tindaklajuti untuk membenah dimana ada kekurangan dan


selaludi tingkatkan dalam penerapan clinical pathway, sehingga bisa
mencapai hasil pelayanan yang maximal.
P : Apakah dengan ditetapkan clinical pathway ini dapat mengendalikan
mutu dan biaya di rumah sakit ?
I : Iya buk, tentu bisa, clinical pathway ini dapat mengendalikan mutu dan
biaya di rumah sakit, apabila tidak dapat mengendalikan maka
dampaknya terhadap kurangnya kualitas pelayanan dan meningkatnya
cost karena pasien di rawat dalam jangka waktu lebih lama serta
pelayanan yang kurang efektif dan efisien. Meningkatnya cost
merupakan suatu kerugian dari rumah sakit karena harus
mengeluarkan biaya perawatan pasien diluar ketentuan tarif. Tarif
pada rumah sakit umumnya mempunyai cost-recovery (pemulihan
biaya rendah diberlakukan pada kelas pelayanan bawah) maka hal
tersebut merupakan sesuatu yang layak, sehingga terjadi subsidi
pemerintah bagi masyarakat menengah kebawah untuk menggunakan
pelayanan rumah sakit. Akan tetapi, apabila tingkat rawatan atau
kesembuhan pasien lama akibat pelayanan yang kurang efektif yang
tidak sesuai dengan clinical pathway, maka akan meningkatnya biaya
perawatan pasien sehingga tidak sesuai dengan tarif yang telah di
subsidi oleh pemerintah.
P : Iya, rupanya besar kali dampak akibat kurangnya penerapan clinical
pathway ini, baiklah buk, terima kasih atas informasi dan kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama

Draf wawancara pasien


P : Assalamu'alaikum Wr,Wb
I : Walaikumsalam Wr, Wb
15

P : Perkenalkan buk, saya Nurlia, saya mahasiswa S2 yang sedang


melakukan penelitian di rumah sakti ini, judul penelitian saya analisis
pelaksanaan clinical pathway di RSU dr.Fauziah Bireuen. Oleh karena
itu, saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan tentang clinical pathway
I : Iya buk, silahkan..apa yang ingin ibu tanyakan
P : Selama ibu di rawat di rumah sakit ini, apakah ibu diberikan penjelasan
oleh dokter tentang penyakit yang anda derita ?
I : Iya buk, saya ada di jelaskan, bahwa saya sedang menderita darah tinggi
dan saya harus di opname agar keadaan saya segera membaik.
P : Apakah dokter dan petugas kesehatan lainnya ada memberi
edukasi/penjelasan tentang tindakan yang dilakukan terhadap ibu ?
I : Tidak, biasanya petugas kesehatan hanya datang menggantikan cairan
infus, kasih obat, antar nasi. Dokterpun hanya memeriksa dan
menanyakan keluhan saya, lalu saya lihat dokter seperti mencatat di
buku.
P : Apakah petugas kesehatan di rumah sakit memberikan edukasi atau suatu
masukan ataupun saran tentang pola hidup sehat untuk mencegah
kembali timbulnya penyakit?
I : Gak ada buk, selama saya di rawat disini, saya belum pernah
mendapatkan saran tentang pola hidup sehat. Kecuali kalau saya
sendiri nanya bagaimana dengan penyakit saya, apa pantangannya.
Baru setelah itu dijelasi oleh petugas kesehatannya
P : Apakah petugas kesehatan di RSUD dr.Fauziah Bireuen (dokter, perawat,
nutrisionis dan apoteker) selalu menjumpai anda selama dirawat?
I : Petugas kesehatan seringnya datang hanya untuk menggantikan cairan
infus aja, sehari sekali datang dokter untuk periksa saya.
P : Apakah obat-obatan yang diresepkan selalu tersedia di rumah sakit ini ?
I : Gak selalu ada di rumah sakit buk, pernah kan buk, selama saya dirawat
disini ada satu macam obat yang harus di beli di luar, karena tidak
tersedia di rumah sakit. Saya merasa kecewa buk, masak rumah sakit
15

tidak menyediakan dengan lengkap, akhirnya saya putuskan untuk


membeli obat.

P : Apakah pemeriksaan penunjang medis seperti laboratorium, radiologi,


fisiotrapi dan lainya di rumah sakit sudah tersedia sesuai dengan
kebutuhan ibu ?
I : pemeriksaan penunjang medis seperti laboratorium, radiologi, fisiotrapi
dan lainya di rumah sakit sudah tersedia sesuai dengan kebutuhan,
seperti laboratorium buk, mereka datang menjumpai saya. Saya taunya
mereka tugas laboratorium karena mereka datang untuk mengambil
darah yang katanya mau cek lab
P : Menurut penilaian ibu, apakah ibu merasakan bahwa pelayanan di rumah
sakit ini terjalan dengan baik?
I : Kalau menurut saya dari rumah sakit ini, masih banyak yang harus
ditingkatkan pelayanannya, terutama pada penyediaan obat,
seharusnya obat itu harus lengkap di rumah sakit, jadi pasien tidak
perlu beli obat di luar setelah berobat kemari. Setelah itu, petugas
kesehatannya lainnya harus ramah dalam memberikan pelayanan
kepada pasien
P : oo, gitu ya buk.. Semoga kedepannya rumah sakit dapat memperbaiki
pelayanan dan penyediaan obatnya, trimakasi atas informasi dan
kerjasamanya
I : Iya buk sama-sama
15
15
15
15
15
16
16
16
16

DOKUMENTASI
16
16

Anda mungkin juga menyukai