PENDAHULUAN
Rumah Sakit merupakan sebuah sarana kesehatan yang padat karya dan
padat modal dalam memberikan pelayanan kesehatan pada yang sakit dan
kesehatan. Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar setiap individu, untuk
meningkatkan standar kesejahteraan hidup bagi setiap orang baik secara sosial,
melibatkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, hal ini dapat dipahami karena
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
1
2
2009 tentang Kesehatan dan UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Dalam UUD 1945 pasal 28 ayat (3) dan UU Nomor 36 Tahun 2009
social. Sebagai lembaga negara. BPJS bertugas mengelola dana publik, berupa
dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta dan dalam menjalankan tugasnya,
2004 bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memiliki lima komponen
Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian. Program yang dapat
adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN ini merupakan bentuk
dilayani oleh dokter dan obat kosong. Sementara Fasilitas Kesehatan Tingkat
Selain itu dikeluhkan juga jam praktek dokter di FKTP tidak sesuai dengan jadwal
3
yang tertera, kurang adanya informasi mengenai jenis pelayanan yang ada di
Rumah Sakit, adanya kuota ruang rawat inap, informasi ketersediaan kamar hanya
10% dari total Rumah Sakit, keterbatasan ketersediaan ruang rawat intensif
(PICU/NICU, ICU dsb). Selain itu beberapa keluhan juga disampaikan oleh
Keluhan lain berupa proses pengajuan klaim lama, hal ini menyangkut
kesehatan keuangan rumah sakit (cash flow). Lambat cairnya uang klaim tersebut
dapat menggangu pelayanan karena fasilitas kesehatan seperti rumah sakit swasta
yang tidak mendapat subsidi dari pemerintah mengalami kesulitan dana untuk
pengadaan obat-obatan, sarana medis dan non medis dan hal ini menjadi beban
sebuah Rumah Sakit swasta. Pasien juga tidak memahami prosedur pelayanan
program BPJS kesehatan, tarif kapitasi dan paket tarif INA-CBG’s kurang
memadai serta terlalu banyak aplikasi yang harus di entri dan sebagainya. (Faozi
sosial. Program ini bertujuan mencapai Universal Health Care (UHC) atau
Cakupan Kesehatan Semesta ditahun 2019 dan sebagai asuransi kesehatan sosial
peningkatan harapan akan pelayanan kesehatan oleh mereka yang terjamin, yang
dapat dilihat dari peningkatan jumlah kunjungan pasien. (Thabrany, H., 2009).
4
menetapkan bahwa pada tahun 2018 sebagai tahun Universal Health Care (UHC)
terhadap UHC sejak tahun1999 ketika UUD 1945 diamandemen dengan pasal
28H (1) bahwa “setiap orang berhak atas layanan kesehatan”. Komitmen itu
Peringatan Hari Kesehatan Sedunia yang dimulai sejak tahun 1950 yang
Dunia (WHO) dan merupakan sebuah kesempatan yang menarik perhatian dunia
(Lubis, 2018)
Tema Hari Kesehatan Sedunia pada tahun 2015 adalah keamanan pangan,
tahun 2016 tentang diabetes, tahun 2017 tentang depresi, dan pada tahun 2018 ini
Dengan tema tersebut, WHO yakin bahwa negara-negara yang berinvestasi pada
5
UHC, telah membuat investasi yang lebih baik untuk sumber daya manusia. UHC
2016)
kesehatan tidak hanya meningkatkan kualitas kesehatan dan angka harapan hidup
manusia tetapi juga melindungi Negara dari epidemi, mengurangi kemiskinan dan
meningkatkan kesetaraan jender. Tiga dimensi dalam pencapaian UHC yang telah
dirumuskan oleh WHO adalah 1) berapa besar prosentasi penduduk yang dijamin,
2) berapa lengkap pelayanan yang dijamin dan 3) berapa besar biaya yang masih
Indonesia mendapat akses kesehatan yang lebih baik dan optimal. Dalam
yang sakit tidak jadi miskin karena beban biaya yang tinggi. Dimensi kedua
adalah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) relatif telah menjamin semua
jenis pelayanan kesehatan seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19
Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan yaitu pelayanan promotif dan preventif
(pasal 21), pelayanan kesehatan tingkat pertama (Pasal 22 ayat 1a), pelayanan
6
kesehatan rujukan tingkat lanjut (Pasal 22 ayat 1b), dan manfaat akomodasi rawat
Sudah empat tahun berjalannya program BPJS ini, yakni dari tahun 2014,
BPJS telah mengalami defisit. Jumlah iuran yang diperoleh tidak mampu
pengelolaan JKN di tahun 2017 sudah mengalami defisit. Pos pendapatan sampai
Rp. 94,94 triliun. Iuran yang belum sesuai dengan hitungan adalah akibat dari
langsung dari peserta. Beban finansial dan kesehatan penduduk yang menjadi
BPJS Kesehatan dari iuran peserta tahun 2017 mencapai Rp.74.2 triliun.
lanjut (FKRTL) pada tahun yang sama sebesar Rp.84.4 triliun dan pembayaran
kapitasi untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) Rp.12.2 triliun. Pada
tahun 2017, Pemerintah telah memberi suntikan dana sebesar Rp.3,6 triliun untuk
berdampak pada kelancaran pembayaran tagihan klaim dari Rumah Sakit, maka
terjadi juga keterlambatan pembayaran jasa dokter yang bekerja pada Rumah
7
Sakit swasta, yang seharusnya pembayaran pada awal bulan setelah bekerja, tetapi
Rumah Sakit baru membayarnya setelah 5-6 bulan kemudian karena menunggu
sesuai harapan. Ada saja tagihan yang terverifikasi dan sudah jatuh tempo tetapi
belum dibayar oleh BPJS seperti tagihan yang jatuh tempo pada Rumah Sakit
Persahabatan sebesar Rp.30 Miliar belum dibayar. Ini baru satu Rumah Sakit,
belum lagi dari Rumah Sakit lain di seluruh Indonesia yang penagihannya belum
di bayar oleh BPJS. Kondisi ini mengakibatkan sejumlah obat kerap kosong dan
tertunda. Akibatnya mutu pelayanan yang diterima pasien turun meski tetap
dengan pelayanan kesehatan pasien BPJS, baik pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) dan Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL), seperti yang
ditolak di rumah yang bekerja sama dengan program BPJS tersebut. Hal yang
dan UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap individu, keluarga
8
negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak setiap individu untuk
hidup sehat dan produktif termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu.
pada jaminan kesehatan nasional bergantung pada kondisi supply dan demand dari
pelayanan kesehatan diartikan sebagai barang atau jasa yang dibeli (realisasi
berupa distribusi peserta di FKTP tidak merata, peserta banyak terdaftar di Faskes
Proses pengajuan klaim lama, hal ini menyangkut kesehatan keuangan rumah
sakit (cash flow). Dengan lambatnya pencairan uang klaim tersebut dapat
menggangu pelayanan karena fasilitas kesehatan seperti rumah sakit swasta yang
obat-obatan, alkes, pembayaran jasa medis dan lain-lain. Pasien tidak memahami
prosedur pelayanan program BPJS kesehatan. Tarif Kapitasi dan paket tarif INA-
masalah yang di bahas mengenai program BPJS, tetapi lebih kepada keluhan-
keluhan pasien tentang pelayanan kesehatan berupa kurang puas atau tidak puas
dengan pelayanan dokter, bed penuh, obat kosong dan sebagainya. Peneliti belum
layak diberikan oleh BPJS bagi tenaga kesehtan di Rumah Sakit Swasta,
bagaimana jasa medis yang didapat dari pelayanan pasien BPJS, juga jasa layanan
kesehatan lain. Hal tersebut rasanya tidak seimbang dengan pelayanan yang
diberikan terutama pada complicated case. Oleh sebab itu peneliti merasa tertarik
BPJS di Rumah Sakit tipe C untuk Sustainability Rumah Sakit pada Rumah Sakit
Swasta” (Study Kasus pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan RS Dr. Hafiz
Cianjur), sebab bukan pasien saja yang mengeluh tentang pelayanan yang
diterima, tetapi dokter dan tenaga kesehatan lain juga mengeluh tentang Jasa
Layanan yang layak buat mereka dan layak dibayar oleh BPJS.
pendapatan klaim BPJS di Rumah Sakit tipe C untuk Sustainability Rumah Sakit
pada Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan
didengar atau membaca dari media baik TV, koran-koran, facebook dan lain-lain,
seolah dokter dan atau rumah sakit sudah lalai atau tidak peduli dalam
memberikan layanan kepada pasien BPJS, sedangkan dokter dan tenaga kesehatan
lain juga mengalami bahwa hak mereka berupa jasa layanan kesehatan yang
diterima, sangat kecil dan tidak sesuai dengan apa yang sudah dikerjakan, serta
waktu yang telah terpakai untuk tindakan yang dilakukan misalnya tindakan
maka mereka dapat mengadu ke LSM atau pemerintah setempat untuk menuntut
haknya. Hal tersebut kurang atau tidak adil karena dokter atau tenaga kesehatan
lainnya juga Rumah Sakit selalu dipojokkan atau disalahkan, tetapi mereka tidak
mengetahui kalau dokter dan tenaga kesehatan lain mempunyai keluarga yang
butuh makan dan hidup, juga rumah sakit butuh dana untuk keberlanjutan layanan
kesehatan. Mereka tidak mengetahui seberapa besar BPJS membayar jasa layanan
sakit. Pembiayaan dengan paket, tidak pas dengan biaya tindakan yang dilakukan
oleh pihak rumah sakit pada pasien BPJS, sementara pasien seharusnya
Focus Group Discusion (FGD) yang diadakan oleh Dewan Jaminan Sosial
Nasional (DJSN) yang bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia dan Harian
Pelita dengan tema ”Evaluasi Implementasi Tarif Indonesia Case Based Group
kunjungan peserta, jumlah tenaga verifikator dan jumlah tenaga pengkodean serta
Klaim BPJS adalah pengajuan biaya perawatan pasien peserta BPJS oleh
pihak rumah sakit kepada pihak BPJS kesehatan, dilakukan secara kolectif dan
Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Pertama dalam hal ini adalah rumah
(Susan,2016).
kepada pihak BPJS meliputi rekapitulasi pelayanan dan berkas pendukung pasien
yang terdiri dari surat eligibilitas peserta (SEP), resume medis / laporan status
12
missal terapi dan regimen (jadwal pemberian obat), perincian tagihan rumah sakit
BPJS yang diajukan oleh fasilitas kesehatan yang tujuanya untuk menguji
kebenaran pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien
BPJS Kesehatan untuk menjaga mutu layanan dan efisiensi biaya pelayanan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Jika ditemukan adanya klaim yang tidak
layak atau pending, maka pihak BPJS tidak akan melakukan pembayaran untuk
jenjang rujukan tingkat pertama setelah puskesmas atau Klinik peserta BPJS yang
melayani rawat jalan, rawat inap, dan pelayanan gawat darurat dengan klasifikasi
rumah sakit kelas C dan sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. RS. Santa
Elisabeth Bekasi sudah bekerja sama dengan BPJS sejak Desember 2015 dengan
struktur organisani Tim BPJS bergabung dengan Rekam Medis RS. Pengcodingan
di kelola oleh Rekam Medis dan pengajuan klaim oleh Tim BPJS RS yang di
kepalai oleh seorang dokter. Sedangkan billing system belum ada, semua masih
manual. Klaim BPJS sesuai dengan Diagnosa. Sejak awal kepesertaan BPJS,
layanan medis.
dengan jenjang rujukan tingkat pertama setelah puskesmas atau Klinik peserta
BPJS yang melayani rawat jalan, rawat inap, dan pelayanan gawat darurat dengan
klasifikasi rumah sakit kelas C dan sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
sejak Juli 2017 dengan struktur organisani Tim BPJS langsung di bawah Direktur
RS. Pengcodingan dilakukan oleh Tim BPJS RS yang di kepalai oleh seorang
dokter melalui billing system. Klaim BPJS sesuai dengan Diagnosa. Sejak awal
tidak mengalami kendala karena sudah ada MOU dengan dokter-dokter, hanya
beberapa bulan terakir ini klain RS. Dr. Hafiz belum dibayar oleh BPJS yang
dijamin oleh BPJS kesehatan secara paripurna baik ketersediaan tenaga mesdis
dua RS ini mengalami peningkatan baik rawat jalan maupun rawat inap mencapai
90%.
dokumen berkas klaim BPJS dari pihak RS Elisabeth saat diajukan ke pihak BPJS
kesehatan Kota Bekasi. Selain itu juga didapatkan beberapa kasus seperti dokter
yang tidak menulis diagnosa pasien dengan lengkap, berkas yang di ajukan tanpa
mengikut sertakan bukti tindakan yang di lakukan seperti USG tidak terdapat
lembaran hasil USG dan terkadang karna terlalu buru-buru sehingga dokter lupa
14
seperti inilah yang pada akhirnya BPJS tidak mengeluarkan pembayaran namun
dokter yang praktek tetap meminta jasa mereka untuk dikeluarkan. Hal ini
membuat pihak rumah sakit menjadi kewalahan dan terkadang pihak rumah sakit
bulan berikutnya karna biaya yang seharusnya sudah keluar dari BPJS tapi belum
juga keluar. Dan pengeluaran dana yang telah di ajukan tidak jarang mengalami
keterlambatan 1-3 bulan hal ini jelas merugikan pihak rumah sakit yang telah
Jasa Layanan Kesehatan atas pendapatan klaim BPJS di Rumah Sakit tipe C
untuk Sustainability Rumah Sakit pada Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus pada
berbagai Jasa Layanan Kesehatan atas pendapatan klaim BPJS di Rumah Sakit
tipe C untuk Sustainability Rumah Sakit pada Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus
Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan
layanan kesehatan di RS. Santa Elisabeth Bekasi dan RS. Dr. Hafiz
sesuai dengan metode yang berlaku secara umum yaitu sesuai paket
INA-CBG’s.
1.4.2.5. Memberikan alternatif perhitungan tarif dengan metode activity
Rumah Sakit yang berada di kota Bekasi dan kabupaten Cianjur yang
RS. Santa Elisabeth Bekasi dan RS. Dr. Hafiz Cianjur agar
Rumah Sakit.
pendapatan klaim BPJS di Rumah Sakit tipe C untuk Sustainability Rumah Sakit
pada Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan
dilakukan pada RS. Santa Elisabeth dan RS. Dr. Hafiz Cianjur. Responden
Penelitian yakni Direktur RS, dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, pihak
pendapatan klaim BPJS di Rumah Sakit tipe C untuk Sustainability Rumah Sakit
pada Rumah Sakit Swasta” (Study Kasus pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Badan Pelayanan Jaminan Sosial
(BPJS)
2.1.1. Defenisi
19
20
kesehatan, yaitu 1) menjaga agar orang tetap sehat, 2) merawat orang yang
royongan antara yang kaya dan miskin, sakit berat dan ringan, tua dan
diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan
(holistic) dan terpadu. Dalam konteks tersebut kajian ini hadir, sebagai
2.1.2.Tujuan JKN
dari aspek apapun, baik dari suku, ras, agama, golongan, status sosial,
dan lain-lain.
pelayanan.
konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, baik pada pembukaan maupun pada
melalui pasal yang lebih khusus yakni pada pasal 34 ayat 2 perubahan UUD
jaminan sosial juga telah dijamin dengan adanya Deklarasi PBB Tahun
1947 tentang Hak Azasi Manusia. Seperti banyak negara lain, pemerintah
mempunyai hak atas jaminan sosial dalam hal menganggur, sakit, cacat,
pembangunan.
2014).
goods “in kind”, such as rent vouchers or food stamps; 2) Old age programs
that are directed toward the elderly include income maintenance, such as
benefits; 4) Health programs that cover illness or well care financing and/or
(BPJS) kesehatan.
diperkenalkan Otto von Bismarck ini telah berkembang diseluruh dunia dan
social security Act 1935, sebagai bagian dari program the new dealnya
bakar minyak untuk pelayanan rumah sakit (RS) bagi gakin. Program
WHO.
dana sehat dan dana sosial masyarakat yang dihimpun untuk pelayanan
sebagainya).
yang berlaku. Ruang lingkup pelayanan yang diberikan oleh Askes berupa
ini, dibedakan menjadi dua yaitu peserta wajib yaitu pegawai negeri sipil
(PNS) termasuk calon PNS, pejabat negara, dan penerima pensiun (PNS,
perusahaan daerah, badan usaha lainnya, serta Dokter Pegawai Tidak Tetap
memiliki jati diri bangsa, sesuai dengan yang terkandung dalam Pancasila.
seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena secara empiris
lebih baik karena mereka memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli
kepuasan meskipun hasilnya tidak pada suatu produk secara fisik dan
P.D., 2013).
30
2011).
biaya perawatan pasien dengan diagnosis akan berbeda apabila tipe rumah
jangkauan dalam sistem kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam
(Hatta, 2008).
saat pasien keluar dari rumah sakit. Data yang harus dimasukkan dalam
resume medik dan data pasien. Kedua data ini dapat dikumpulkan
rumah sakit (SIM RS) bagi rumah sakit yang telah mempunyai SIM RS.
pelayanan.(Husein, 2008).
acuan estimasi biaya layanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien.
biaya layanan dalam pembahasan ini adalah besaran nilai rupiah yang
dari sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya. Pada
biaya mencakup besaran nilai rupiah yang dikeluarkan rumah sakit atas
diagnosis medis.
2) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait
pelayanan medis.
6) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan
ditandai dengan huruf alpabhetik (A-Z). Dalam hal ini huruf “E”
angka (1-9), angka “4” dalam tipe kasus disini adalah tipe “rawat
rumah sakit.
2.2.5. Mekanisme Pembayaran berdasarkan Case-Mix CBG’s
Ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai pembeli layanan
yang sudah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien
sini adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan
rumah sakit sebagai pembeli sumber daya. Selisih beda biaya ini
adalah biaya (sudut pandang rumah sakit sebagai pembeli sumber daya)
dan margin. Nilai margin dapat bernilai positif, yaitu tarif lebih besar
atau seringkali disebut gain, dapat bernilai negatif, yaitu tarif lebih kecil
(Heru, 2007).
Besaran nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang sudah
dalam nilai tarif layanan kesehatan. apabila dilihat dari sudut pandang
Kunci sukses dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, terletak pada dokter
sebagai pemberi pelayanan utama yakni pelayanan medis. Dari sudut manajemen,
dokter merupakan mitra/parner kerja sebuah rumah sakit. Dalam posisi demikian,
beberapa alasan seperti dokter lebih menyukai bentuk kerja sama hospital based
group karena adanya job security (jaminan keamanan dalam bekerja), bentuk
lengkap dan siap pakai. Dalam hal ini hubungan yang baik dan sistem yang
otonom dan berdiri sendiri, bahkan tidak jarang misinya tidak sejalan dengan visi
misi sebuah rumah sakit sehingga manajer rumah sakit harus mampu
rumah sakit yang sudah ditetapkan. Lebih lanjut, di rumah sakit, bekerja
orang-orang dari berbagai jenis profesi, yang keinginan profesional serta harapan
karirnya tidak selalu sejajar atau sama dengan tujuan berdirinya sebuah rumah
sakit dan secara historis peran dokter lebih dominan. Hal ini menyebabkan
pengelola rumah sakit dan tenaga profesional dokter yang dapat bersifat
prosedur.
2.3.2. Hubungan masa kini dengan adanya hubungan bersifat memayungi, saling
tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Dokter dan Rumah Sakit, dokter dan rumah
dan rumah sakit ke dalam dokter tetap, dokter honorer/kontrak, dokter tetap bukan
pegawai (jadwal praktek sesuai dengan kesepakatan dan tidak di gaji pokok
perbulan oleh rumah sakit), dokter paruh waktu (hanya berpraktek dengan jadwal
tertentu di rumah sakit), serta dokter tamu (hanya merawat pasien tanpa punya
jadwal praktek).
dalam suatu organisasi adalah awal dari perilaku organisasi itu, menyangkut aspek
material sebagai sumber daya maka manajemen perlu mengatur dan mengarahkan
sumber daya yang ada, baik manusia maupun peralatannya, oleh manajemen.
dari penyakitnya. Hal ini diperberat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
pasien selaku pengguna jasa layanan kesehatan, yang mendorong pasien dan
mereka dalam melakukan pengobatan dan perawatan, dan juga dengan tujuan
yang diderita pasien. Konsekuensi yang terjadi adalah semakin tingginya biaya
F.E.B., 2018).
ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party sistem dengan sistem
dengan tujuan utama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit.
kesehtan ini dapat ditinjau dari sudut penyelenggaraan kesehatan (health provider) dan dari
2.6.Evaluasi
2012).
Model evaluasi CIPP ini adalah model yang paling dikenal dan
1965. CIPP merupakan singkatan dari huruf awal empat buah kata yakni
42
(evaluasi hasil). Model evaluasi CIPP merupakan suatu proses siklus, dan
desain evaluasi ini dipandang sebagai suatu proses bukan produk. Model
baik dan tepat serta bagaimana evaluasi tersebut harus dilakukan. Teori
(Wirawan 2016).
evaluator.
1) Pengertian
sebagai berikut:
pernyataan tersebut.
a) Fase diskoveri.
dengan kebijakan.
kepentingan.
isu-isu.
konsensus.
kultural.
pemangku kepentingan.
konvensional dipakai:
a) Credibility.
kepentingan.
b) Transferability.
c) Dependability.
51
auditor ekternal.
d) Confirmability.
f) Kriteria autensitas
paradigma.
g) Keadilan (fairness).
dalam negosiasi.
h) Autensitas ontological.
i) Autensitas edukatif.
j) Autensitas katalitik.
k) Autensitas taktis.
1) Pengertian
keputusan.
evaluasi yang sama dinilai oleh dua orang atau lebih evaluator yang
55
Christina, teori evaluasi ini terdiri dari tiga kelompok besar yaitu
(Wirawan, 2016).
berbeda, lebih banyak, lebih luas atau mungkin lebih sedikit dari
1) Evaluasi Formatif
2) Evaluasi Sumatif
organisasi evaluator, evaluasi diri yang dilakukan oleh tim proyek atau
CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi yaitu evaluasi konteks (context
evaluasi CIPP bersifat linear, yaitu evaluasi input harus didahului oleh
dengan baik.
karena itu sangat besar pengaruh yang akan terjadi jika rekomendasi yang
langkah-langkahnya adalah:
terkendali.
dipakai.
tahap perancangan solusi terhadap masalah. Biasanya pada tahap ini dikaji
kelebihan dan kekurangan dari berbagai macam alternatif yang ada dan
menyelesaikannya.
yang memakan waktu, tenaga dan fikiran hingga akhirnya terjadi suatu
64
baik, yaitu:
memikirkan setiap dampak yang akan timbul secara jangka pendek dan
jangka panjang
bersifat representatif
semua situsi tersebut berada dalam kontkes keputusan yang sama sebagai
permainan yang memiliki keterbatasan dalam hal pihak yang diahadapi dan
strategi lawan yang pada umumnya didefiniskan secara ringkas dalam dua
sebuah resep keputusan yang tepat dalam menghadapi situasi tersebut. Teknik
(Logical Consistensy)
juga memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif dari sudut
optimal.
6) Metode ANP
pengalaman empirical.
Oleh karena itu, semua kriteria harus diatur dan dibuat prioritas
masing-masing kriteria.
keputusan.
dominatif relatif.
induknya.
utama, yaitu:
dianggap memuaskan.
Perhitungan Supermatriks:
untuk ANP
2.9. Kebijakan
oleh sebuah organisasi. Dalam konteks yang lain, kebijakan juga dapat
ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan
(Dewi.2016).
ekonomi.
pemerintah.
pembantu terdekat.
bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang
yaitu mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak,
Perilaku
Lingkungan Kebijakan
itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti bahwa
biologi.
81
ENVIRONMENT ENVIRONMENT
DEMANDS DECISIONS O
I
N A U
P
SUPPORT POLITICAL OR POLICIES T
U SYSTEM P
T U
T
FEEDBACK
problem.
determine wether the policy was effective and why, and why
not.
berikut:
identifikasi masalah kebijakan. Dalam hal ini Dye melihat tahapan pra
dkk. Selain itu Dye juga menggantikan tahap policy adoption dengan
terdapat teori lain seperti dari William N. Dunn dan Patton & Savicky.
membuat analisis pada tiap tahap dari proses kebijakan dari model
(Dunn,2003).
masalah. Pada tahan ini cara suatu masalah yang dirumuskan akan
(Dewi, 2016).
kewenangan pemerintah.
2016).
kebijakan. Fokus tahap ini adalah identifikasi hasil dan akibat dari
evaluasi CIPP (Context, Input, Process dan Product) bersifat linear, yaitu
evaluasi input harus didahului oleh evaluasi context, evaluasi proses harus
didahului oleh evaluasi input. Model evaluasi CIPP, juga dikenal evaluasi
jawaban tentang hal yang perlu dilakukan, cara melakukannya, hal yang
keputusan. Oleh karena itu sangat besar pengaruh yang akan terjadi jika
(Ascarya, 2010) dalam Rusyidiana & Devi (2013). Alternatif strategi yang
alternatif kebijakan.
tersebut. Pakar – pakar tersebut antara lain: George C, Edward III, Merilee
dan Carl Van Horn, Cheema dan Rondinelli, dan David L. Weimer dan
Aidan R. Vining.
oleh empat variable, yaitu (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi,
Comunication
Resources
Implementation
Disposition
Bureaucratic
Structure
Gambar 2.6.Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut
Edward lll (Subarsono, 2005)
yang tepat, dan harus jelas, akurat serta konsisten Edward III menyatakan:
and they must be clear accurate, and consistent”. Dalam hal ini Edward
tidak perlu dilakukan jika terdapat aturan yang jelas serta spesifik mengenai apa
yang perlu dilakukan. Namun, aturan yang terlalu kaku juga dapat menghambat
hal ini diperlukan kebijakan yang di transmisikan kepada agen pelaksana yang
tepat, jelas dan konsisten, tetapi tidak menghalangi adaptasi dari para agen
pelaksana tersebut.
Mengenai sumber daya, Edward III (1980) menjelaskan bahwa hal yang
include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and
carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment,
kekurangan sumber daya, maka implementasi tidak akan efektif. Sumber daya
implementor sebagai faktor yang penting. Edward III (1980) menyatakan “if
implementers are well-disposed toward a particular policy, thay are more likely to
sebagai disposisi merupakan hal yang krusial karena jika implementor kebijakan
memiliki disposisi yang berlawanan dengan arah kebijakan, maka perspektif ini
pelaksana, Edward III menawarkan dua alternatif solusi. Alternatif pertama adalah
sulit dari pada alternatif kedua. Edward III (1980) menyatakan “Changing the
personnel in government bureaucracies is difficult, and it does not ensure that the
memiliki kinerja lebih bagus akan mendapatkan kenaikan gaji yang lebih besar
Edward III (1980) menyatakan bahwa dua sub variable yang memberikan
pengaruh besar pada birokrasi adalah Standard Procedures Operating (SPO) dan
fragmentasi. Mengenai SPO, Edward III (1980) menjelaskan sebagai: ‘The former
develop as internal respons to the limited time and resources of implementers and
the desire for uniformity in the operation of complex and widely dispersed
organization; they often remain in force due to bureaucratic intertia”. Jika kita
repharase, SPO merupakan respon yang timbul dari implementor untuk menjawab
tuntutan – tuntutan pekerjaan karena kurangnya waktu dan sumber daya serta
kemauan adanya keseragaman dalam operasi organisasi yang kompleks. SPO ini
pelayanan publik. Standarisasi SPO sudah menjadi isu lama pada organisasi
interest groups, executive officials, state constitutions and city charters, and the
Dalam bahasa yang lebih singkat, Edward III (1980) mendefinisikan fragmentasi
95
tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi. Edward III
masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Dalam pandangan
harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau
(Indiahono, 2009).
3) Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
dalam arah program yang telah digariskan dalam program. Komitmen dan
aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur
operasi yang standar (SOP dan standar operating procedures). SOP menjadi
Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005) terdapat lima
Komunikasi antar
organisasi dan agen
pelaksana
Ukuran dan tujuan
kebijakan
Kinerja
implementasi
Karakteristik Disposisi
Gambar 2.8. Faktor yang Mempengaruhi
agen Implementasi
pelaksana Kebijakan Menurut
pelaksana
Sumber daya Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005)
implementasi.
2) Sumberdaya
98
dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan
opini publik yang ada dilingkungan, dan apakah elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor.
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: a)
Jika kita berpatokan pada teori yang diajukan oleh Edward III, maka
99
masukkan dalam variabel “komunikasi” dalam model Edward III. Hal ini karena
maupun konflik. Variabel 2) sumber daya sejalan dengan variabel “sumber daya”
pada model Edward III, yaitu mencakup SDM dan non SDM, Variabel 3)
organisasi” dari model Edward III. Variabel 4) karakteristik agen pelaksana dan
dalam model Edward III. Hal ini dikarenakan Variabel 6) membicarakan tentang
merupakan dapat mengacu pada preferensi nilai atau sikap yang ada pada
Dari keenam variabel yang dikemukakan ole Van Meter dan Van Horn,
yang agak berbeda pada variabel 5) kondisi sosial, politik dan ekonomi, yang
tidak terdapat dalam model Edward III. Pada variabel 6) ini terlihat bahwa model
yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn juga mempertimbangkan faktor
eksternal. Dilihat dari teori sistem kebijakan dari Dye yang melibatkan tiga
elemen dalam system kebijakan, maka faktor sosial, politik dan ekonomi dapat
elemen lingkungan kebijakan dalam teorinya? Menurut penulis, Edward III tidak
terdapat diluar implementor kebijakan. Dilain pihak, penelitian dalam tesis ini
Namun demikian ada satu hal yang terlihat menonjol pada gambar model
implementasi menurut Van Meter dan Van Horn, yaitu model ini memperlihatkan
mengemukakan model proses kebijakan (Easton, Anderson, Patton & Savicky dan
Dunn) tidak memasukkan “kinerja kebijakan” dalam model proses kebijakan. Hal
ini dikemukakan oleh Nugroho (2008): Uniknya para akademisi tersebut tidak
Salah satu kemungkinannya adalah bahwa para akademisi tersebut menilai bahwa
“kinerja kebijakan” adalah proses yang “pasti terjadi” dalam kehidupan publik,
1) Model Grindle
Menurut Merilee S. Grindle (Subarsono, 2005) terdapat dua variabel
kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, 2) jenis
101
manfaat yang diterima oleh target group, 3) sejauh mana perubahan yang
diinginkan dari sebuah kebijakan, 4) apakah letak sebuah program sudah tepat,
kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat
banyak orang akan lebih mudah untuk memperoleh dukungan dan tingkat
masyarakat dan tidak secara langsung atau sesegera mungkin dapat dirasakan
yang memiliki staff yang aktif, berkualitas, berkeahlian dan berdedikasi tinggi
publik juga ditentukan oleh variabel konteks. Variabel ini meliputi 3 unsur,
yaitu 1) Kekuasaan, minat dan strategi dari actor-aktor yang terlibat (power,
Penyelesaian konflik akan menentukan who gets what atau “siapa mendapatkan
bahwa model Grindle ini memiliki aspek yang hamper mirip dengan model
Van Metter dan Van Hon. Aspek yang sama adalah bahwa baik model Van
Metter dan Van Hon maupun model Grindle sama – sama memasukkan elemen
104
kebijakan. Van Metter dan Van Hon mengikutsertakan “kondisi social, politik
adalah model ini lebih menitikberatkan pada politik dari pada pelaku
kebijakan. Unsur pertama dari varabel lingkungan yaitu: power, interest and
dari model Edward III. Pada unsur kedua (karakteristik lembaga dan rejim) ini
dijelaskan oleh Suwitri (2009) bahwa “implementasi suatu program tentu akan
dipengruhi”. Dalam hal ini contoh yang terjadi adalah ketika terdapat resistensi
akan menimbulkan konflik. Cara penanganan konflik pada rezim yang otoriter
tentu akan berbeda dengan cara penanganan pada rejim yang demokratis.
Bahkan pada rejim yang demokratis sendiri terdapat berbagai macam cara
tegas dan kooperatif). Unsur ketiga dari variabel lingkungan dari model
Perbedaan dengan model Edwards III dalam hal ini adalah Grindle
implementasi”.
Pelibatan politik dalam unsur ini agaknya masih berkaitan dengan unsur
karena jika suatu isu melibatkan kepentingan dan minat dari pembuat kebijakan
envisioned, dan site if decision making, kita dapat melihat peran politik masih
kuat. Sebagai contoh pada unsur pertama, Suwitri (2009) menyatakan “…jenis
kebijakan politik yang dibuat akan membawa dampak tertentu terhadap macam
kegiatan politik”. Peran politik juga masih dapat ditelusuri pada unsur ke dua
hingga ke empat.
Pada variabel konten/isi kebijakan, Grindle juga memiliki kesamaan
pandangan dengan Edward III maupun Van Metter dan Van Hon. Pada unsur
implementasi program tersebut “. Hal ini sebangun dengan faktor sumber daya
yang dikemukakan oleh Edwards III maupun Van Metter maupun Van Horn.
dua unsur (unsur kelima dan keenam) dari model Grindle dapat kita simpulkan
maupun Van Metter dan Van Horn, tetapi Grindle membedakan sumber daya
implementasi :
a) Mudah tidaknya masalah dikendalikan (tractability of the problem).
Kategori tractability of the problem mencakup variable-variabel yang
(3) Besarnya alokasi sumber daya financial terhadap kebijakan tersebut; (4)
(5) Kejelasan dan konsisten aturan yang ada pada badan pelaksana; (6)
kebijakan.
c) Variabel diluar kebijakan/ variabel lingkungan (nonstatutory variables
affecting implementation).
Kategori nonstatutory variables affecting implementation mencakup
implementor “.
Operasional
adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih
berikut:
dengan jelas, yaitu dimulai dari program, ke proyek, dan kegiatan. Model
(implementers).
ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin
kebijakan, yang dimaksud adalah apakah kebijakan yang dibuat itu sudah
tepat? Pada hal ini ketetapan kebijakan dilihat dari a) Sejauh mana
2) Ketetapan pelaksanaan
3) Ketetapan target, dalam hal ini berkenaan dalam tiga hal yaitu 1) Apakah
untuk diintervensi ataukah tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara
alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung
mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya
mempengaruhi:
yang terdiri atas publik opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan
kebijakan.
5) Ketetapan proses.
Secara umum, implementasi kebijakan publik dibagi menjadi tiga proses,
yaitu:
a) Policy acceptance, disini publik memahami kebijakan sebagai sebuah
aturan main yang diperlukan untuk masa depan, disisi lain pemerintah
aturan main yang diperlukan untuk masa depan, disisi lain pemerintah
serangkaian arah tindakan di masa depan dan nilai – nilai atau manfaat dari
tingkat pemerintahan.
rekomendasi.
a) Direct Structur
115
langsung setelah pendahuluan singkat yang berupa isu kebijakan dan informasi
penting yang diperlukan. Setelah itu barulah analisis yang meliputi latar belakang,
faktor yang dipertimbangkan dalam mene dintukan alternatif yang dipilih, analisis
opsi, dan informasi penting lain dalam rkomendasi. Yang perlu diperhatikan
untuk fokus inti rekomendasi yang disampaikan, bukan pada pembahasan atau
analisis rekomendasi.
b) Indirect Structure
116
menentukan alternatif yang dipilih, analisis opsi, dan informasi penting lainnya.
Analisis yang dilakukan terhadap isu dan permasalahan tersebutlah yang nantinya
agar rekomendasi yang dibuat dapat benar – benar mencapai tujuan yang
terjadi pemborosan atau dengan kata lain harus efisien terhadap alokasi
sumber daya. Kefektifan dalam mencapai tujuan itu perlu diukur apakah
lain yang harus ada dalam rekomendasi adalah aspek keuitas (Equity) terkait
yang baik harus focus pada isu yang hendak dipecahkan dan alternatif
harus disajikan secra padat oleh data dan argument yang kuat serta jelas arah
atau tujuannya.
petama bisa jadi merupakan seorang ahli yang tidak terlibat langsung secara
bisa jadi tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pemahaman yang
akurat, dan lengkap, serta di dukung oleh informasi yang bersifat evidenced
sesuai dengan masalah pokok yang menjadi isu kebijakan dan dapat
didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur internal, yaitu kekuatan dan
kelemahan dan unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Suatu perusahaan atau
pada Universitas Stanford di tahun 1960. SWOT adalah singkatan dari Strengths
organisasi agar berjalan sesuai dengan keadaan yang dianut. Terlebih bila suatu
yang didalamnya mencakup analisa lingkungan eksternal untuk melihat apa saja
peluang dan ancaman dan analisa lingkungan internal untuk melihat apa saja
kekuatan dan peluang akan menghasilkan strategi S-O, gabungan dari kelemahan
119
dan peluang akan menghasilkan strategi W-O, gabungan dari kelemahan dan
faktor – faktor strategis. Suatu faktor disebut strategis apabila memiliki nilai lebih
dari faktor yang lainnya. Faktor yang telah memberikan nilai dukungan
diraih organisasi selama ini dan untuk yang akan datang dianggap sebagai faktor
2011). Aspek yang dinilai dari tiap faktor adalah : Urgensi faktor terhadap misi,
meliputi Nilai Faktor (NF) dan Bobot Faktor (BF). Dukungan faktor terhadap
misi, meliputi Nilai Dukungan (ND) dan Nilai Bobot Dukungan (NBD).
Keterkaitan antar faktor terhadap misi meliputi Nilai Keterkaitan (NK). Nilai
Rata-rata Keterkaitan (NRK) dan Nilai Bobot Keterkaitan (NBK). Nilai yang
digunakan adalah skala yang dianjurkan oleh Rensis Linkert yang disebut model
skala nilai yaitu nilai yang diberikan pada suatu faktor secara kualitatif dikonversi
(NU) yang berkisar antara 1-5 yakni nilai terendah = paling kurang urgen
rumus berikut:
NU
BF = ---------------------------- X 100%
∑ NU
3) Nilai Dukungan Faktor (ND)
Nilai dukungan diperoleh dengan cara memberikan nilai bobot pada setiap
matrik keterkaitan antara Nilai Bobot (NB), Nilai Dukungan (ND) dan
publik yang akan atau sudah dibuat, lebih dari itu, mampu mendorong proses
advokasi lebih lanjut. Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai sebuah kitab
antara analysis for policy dari analysis of policy. Dalam kaitan dengan
bentuk riset, hal ini mungkin adalah pembedaan yang paling utama, dan hal
dikotomi, hal ini masih berada dalam suatu rangkaian aktivasi advokasi
kebijakan.
Obeservasi, WM) dengan waktu yang berbeda (sebagai suatu upaya cross
dianalisis isinya (content analysis) yang merupakan suatu data kualitatif yang
format analysis of policy berupa empat komponen isi, implementasi, hasil dan
lingkungan kebijakan.
tentang kebijakan atau status of policy yang telah dianalisis tersebut untuk
disajikan ke dalam format analysis for policy sebagai suatu usulan untuk
yang digunakan untuk kegiatan rutin atau aktifitas yang berulang kali
merupakan bagian integral dari sebuah sistem mutu yang sukses, karena
dan biasanya diistilahkan dengan dokumen level dua. SOP dalam sistem
2) Manfaat SOP
dalam organisasi
3. Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggungjawab dari
karyawan/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan karyawan/pegawai dari
inefisiensi.
4) Prinsip penyusunan SOP
Menurut Muhaimin Iskandar dalam Hartatik 2014, dalam menyusun
pemerintahan.
e) Berorientasi pada pihak yang dilayani.
Harus mempertimbangkan kebutuhan pihak yang dilayani, sehingga
yang berlaku.
g) Kepastian hukum.
Harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang
waktu, oleh siapa pun, dan dalam kondisi apa pun oleh seluruh jajaran
organisasi pemerintahan.
b) Komitmen. SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari
pembiayaan BPJS pada RS. Santa Elisabeth Bekasi dan RS. Dr. Hafiz
RS.Santa Elisabeth Bekasi dan RS. Dr. Hafiz Cianjur, tahun 2019. Dengan
yang harus diteliti dan diinterpretasikan secara praktis sebagai satu kesatuan
yang utuh dan komprehensif pada setiap variabel yang terdapat di dalamnya.
127
128
Elisabeth Bekasi dan RS Dr. Hafiz Cianjur akan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Hill (2005) yang disajikan dalam format analysis of policy berupa 4
Formulasi analysis of policy ini selanjutnya dibuat suatu strategi sebagai jawaban
atau pemikiran untuk mengatasi keadaan tentang kebijakan atau status of policy
dibandingkan dengan nilai INA-CBG’s guna Layanan Kesehatan di Rumah Sakit tipe C
klaim pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan guna Sustainability Rumah Sakit atas
dibandingkan dengan nilai INA-CBG’s guna Jasa Layanan untuk berbagai setting
131
Sustainability Rumah Sakit atas pembayaran Layanan Kesehatan di Rumah Sakit tipe C
klaim pada RS Sancta Elisabeth Bekasi dan dibandingkan dengan nilai INA-CBG’s
Istilah Definisi
Level pengaruh Faktor-faktor individu yang mempengaruhi perilaku
TAPOS DEPOK
Pengetahuann Adalah pengetahuan seputar JKN dalam pemeriksaan
TAPOS DEPOK
Pengaruh klien Adalah pengaruh langsung dan tidak langsung klien
pemeriksaan.
132
METODE PENELITIAN
Bertujuan untuk memahami fenomena dan temuan yang diperoleh atau terjadi
dilapangan berdasarkan bukti atau fakta sosial yang ada, misalnya persepsi,
Metode ini, penulis melihat cocok dengan tujuan penelitian yang ada
pengumpulan data yang akan dilakukan, jenis data yang perlu dikumpulkan
dari satu pandangan, dalam hal ini pandangan dan informasi dari
Informasi dan input dari partisipan adalah rujukan utama analisis (Raco,
2010).
133
134
menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang –
orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara khusus dalam penelitian ini
partisipan.
Penelitian ini akan dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli dan
Agustus 2018.
istilah populasi, tetapi dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang
terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas
adalah Direktur RS, Kabag. BPJS, Dokter umum, gigi dan spesialis.
135
Sementara informan pendukung adalah: Staff dan Tim yang mengelola data
BPJS.
data yang dibutuhkan oleh peneliti ini. Keputusan tentang sampel penelitian
tidak hanya untuk informan utama dan informan pendukung, tetapi juga
untuk latar dan kejadian (event) yang ingin diobservasi (Miles dan Huberman,
pendukung dan informan kunci yang akan dilakukan adalah terkait kesesuaian
informan pendukung dan informan kunci yang diambil sebagai sample dapat
informan, jika memang masih ada informasi yang perlu dikejar sampai tidak
ada informasi baru yang muncul atau telah terjadi kejenuhan atau
1998).
mengukur fenomena alam maupun awal yang diamati. Pada penelitian kualitatif,
1. Panduan wawancara
2. Tape recorder, kamera dan video
3. Checklist (observasi)
4. Buku catatan
mendalam, observasi dan analisis dokumen. Ketiga cara ini akan saling
melengkapi dan memperkuat satu sama lain dan sebagian dari proses triangulasi.
Observasi akan menghasilkan data deskripsi yang ada di lokasi penelitian dalam
(Sudarti, 2010).
dari 90 menit.
(observasi terfokus). Hal-hal utama yang akan diobservasi adalah : tempat, benda-
hari, proses interaksi di lokalisasi, kejadian, waktu dan ekspresi-ekspresi lain dari
konteks.
sekunder yang akan dilihat dalam penelitian ini terutama karena tuntutan kerangka
konsep yang mengharuskan peneliti melihat pengaruh pada level komunitas dan
kebijakan publik. Dokumen yang akan dianalisis berupa buku, laporan program,
definisi data yang dimaksud, sumber datanya (informan, key informant) serta
penelurusan jika alat perubahan dari rencana awal ini seperti diindikasikan oleh
penelitian kualitatif ini. Tiga tahapan tersebut adalah tahap persiapan, tahap
memperoleh surat izin dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju.
wawancara dengan tiga fase yaitu fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
atau hal lainnya yang dapat mencairkan suasana. Ekspresi wajah ramah,
tenang dan nada bicara yang rendah. Peneliti menciptakan suasana dan
Peneliti segera menyiapkan alat perekam suara dan alat tulis yang
meletakkan posisi alat perekam suara pada posisi yang tepat agar dapat
cukup dekat (kurang lebih 50 – 100 cm), dengan pertimbangan alat perekam
lapangan (field note) yang penting dengan tujuan penelitian untuk melengkapi
hasil wawancara agar tidak lupa dan membantu unsur kealamiahan data yang
“Adakah hal lain yang ingin Saudara sampaikan kepada saya ?” Peneliti
hasil uji coba ini didasarkan pada kemampuan peneliti dalam melakukan
menggunakan tape recorder melalui hand phone, fild notes, dan alat tulis
(bolpoint). Pada penelitian ini, alat bantu rekaman yang digunakan adalah
hand phone yang dapat merekam suara sampai dengan kualitas rekaman high
quality. Untuk mencegah adanya telefon yang masuk pada saat dilakukan
signal pada hand phone. Peneliti melakukan uji coba alat perekam suara
kualitas suara yang direkam, jika hasil rekaman dapat di dengar dengan jelas
Alat bantu lain adalah field notes beserta alat tulisnya (bolpoint),
sebelumnya alat tulis tersebut diuji terlebih dahulu apakah dapat digunakan
penelitian, peneliti juga menyediakan beberapa alat tulis (bolpoint) siap pakai.
mendalam dan terus menerus (lebih dari satu kali) untuk menggali informasi dari
untuk kemudian ditanyakan sebagai pertanyaan utama yang akan diprobing terus
ini kemudian dicari kata kuncinya. Uji keabsahan dilakukan dengan teknik
dengan informan lain dengan melibatkan teman sejawat yang tidak terlibat dalam
(Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain
data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk
menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat
mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahswa
sudah tidak ada lagi perbedaan – perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu
sebagai berikut :
wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan metode yang
yang sama.
pengolahan data yaitu untuk proses transkripsi dan pembuatan matriks untuk
kemudian dilakukan analisis lebih lanjut. Peneliti dan tim akan melakukan cek
silang data.
data akan dimulai dengan membaca ulang seluruh data yang telah terkumpul. Data
145
ini antara lain akan berupa transkrip wawancara, catatan lapangan hasil observasi,
berita media massa, laporan program yang relevan dan dokumen lainnya.
secara bertahap mengurangi data yang dianggap tumpang tindih dan berulang
bagian data yang ada dalam rangka menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian.
Pertanyaan reflektif untuk mendukung proses ini adalah apa informasi penting
kecocokan dengan data lain. Langkah ini secara simultan dilanjutkan dengan
Penyusunan pola atau tema akan dibuat bertahap dan berkelanjutan sesuai data
yang telah dianalisis dan tetap membuka kemungkinan berubah sesuai kemajuan
proses analisis. Pola atau tema disusun sebagai pengikat pikiran yang satu dengan
kerangka kerja untuk mendapatkan esensi dari apa yang hendak disampaikan data
tersebut.
Khusus untuk proses pengkodean (coding), peneliti akan merujuk pada
saran Cresswell (dalam Raco 2010) sebagai berikut : a) mencari arti keseluruhan,
memilih yang paling penting dan paling singkat, b) menanyakan secara reflektif
apa yang disampaikan oleh data tersebut dan mencari arti yang terkandung dalam
data tersebut, c) membuat catatan pada setiap statement atau memilih topic
146
proses, aktifitas, strategi hubungan atau struktur sosial, d) membuat daftar kode
sesuai kemiripan dan menghilangkan yang tumpang tindih. Hasil coding inilah
yang akan membentuk tema atau pola. Fungsi kode adalah membuat tema utama
yang akan disederhanakan menjadi beberapa tema utama (5-7 tema / pola).
Terdapat beberapa tipe tema yang diharapkan penulis akan muncul yakni :
tema biasa yaitu tema yang sudah diduga oleh peneliti, tema baru yaitu tema yang
muncul di luar dugaan peneliti sebelumnya dan tema – tema tambahan yang
peneliti. Tema inilah yang selanjutnya akan disusun menjadi framework dan
Data dianalisa pertama kali dengan analisis domain, kemudian analisis toksonomi,
serta triangulasi data dengan melakukan crosscheck dengan data yang diperoleh
nalar dan pola pikir dalam menghubungkan fakta – fakta informasi dan kemudian
147
diambil kesimpulan dan disajikan dalam matrik menurut variabel yang diteliti.
Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan-
tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rosman dalam Kabalmay, 2002),
diantaranya :
tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang – ulang,
agar penulis mengerti benar data atau hasil yang terhadap hasil yang telah
didapatkan.
Pengelompokkan berdasarkan kategori,tema dan pola jabatan. Pada
yang penuh dan keterbukaan terhadap hal – hal yang muncul di luar apa
hal – hal yang diungkap oleh responden. Data yang telah dikelompokkan
tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan
subyek.
4.12.2 Menguji asumsi atau permasalahan yang ada terhadap data
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji
Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kembali
berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga
terdapat hal - hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir
sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternative lain melalui
referensi atau teori – teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada
kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulis yang
dipakai adalah persentase data yang didapat yaitu penulisan data – data
yang diperoleh dari subjek, dibaca berulang kali sehingga penulis mengerti
berikut :
150
Gambar 4.1
Proses dan ruang lingkup interpretasi data
diperlukan untuk memperoleh makna terdalam dari data yang ada, yang
penelitian lain dengan topik yang sama. Pada proses interpretasi ini akan
Wilayah Binaan KPAP Provinsi DKI Jakarta tetap sesuai dan ruang
karangan peneliti sendiri. Jadi untuk pemaparan bagian ini, peneliti akan
kredibilitas hasil melalui strategi yang tepat. Cara yang akan ditempuh
dan kredibilitas hasil melalui strategi yang tepat. Cara yang akan
data) adalah:
a. Triangulasi
Triangulasi data akan dilakukan melalui tiga strategi dasar yaitu
beberapa strategi:
153
Ini akan dicapai dengan cara mnguji alat wawancara dan melatih
partisipan adalah benar seperti yang mereka alami dan hidupi (Raco,
2010).