Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaminan mutu layanan kesehatan atau Quality Assurance in

Healthcare merupakan salah satu pendekatan atau upaya yang sangat penting

serta mendasar dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien.

Professional layanan kesehatan, baik perorangan atau pun kelompok, harus

selalau berupaya memberikan layanan kesehatan yang terbaik mutunya

kepada semua pasien tanpa kecuali. Saat ini pendekatan jaminan mutu

layanan kesehatan telah menjadi suatu kiat manajemen yang sistematik serta

terus-menerus di evaluasi dan disempurnakan. Jaminan mutu kayanan

kesehatan telah menyumbang banyak hal kepada layanan kesehatan, baik

yang menyangkut organisasi, prencanaan, ataupun penyelenggraraan layanan

kesehatan itu sendiri.

Peranan pendekatan ini menjadi sangat penting sewaku melakukan

evaluasi layanan kesehatan, fasilitas hubungan antara pemilik layanan

kesehatan dengan asuransi kesehatan, dan saat menghitung nilai uang telah

dibelanjakan untuk membeli layanan kesehatan itu. Peranannya dalam

organisasi dan manajemen layanan kesehatan tidak perlu diperdebatkan lagi,

jelas sangat bermanfaat.

pendekatatan jaminan mutu layanan kesehatan merupakan salah satu

perangkat yang sangat berguna bagi mereka yang mengelola atau merencakan

layanan kesehatan. Pendekatan itu juga merupakan bagian dari keterampilan

yang sangat mendasar bagi setiap pemberi atau provider layanan kesehatan

1
2

yang secara langsung melayani pasien. Pendekatan jaminan mutu layanan

kesehatan merupakan sesuatu yang menyenangkan, karena pendekatan ini

mengajarkan dan mengingatkan untuk selalu melaksanakan yang benar

sepanjang hayat atau selama hidup. Jaminan mutu layanan kesehatan dapat

menjadi pendorong agar selalu bekerja menjadi lebih baik dan semakin

bertambah baik serta selalu menggunakan nalar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat

dirumuskan masalah : “Apakah konsep mutu pelayanan kesehatan?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep mutu pelayanan kesehatan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengertian konsep mutu pelayanan kesehatan.

b. Untuk mengetahui komponen mutu pelayanan kesehatan.

c. Untuk mengetahui perspektif mutu pelayanan kesehatan.

d. Untuk mengetahui dimensi mutu pelayanan kesehatan.


3

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan

masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan

standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar,

efisien, efektif, dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat,

serta diselenggarakan seacara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan

norma dan etika yang baik.

1. Konsep Inspeksi

Pada konsep ini, upaya mutu hanya dilakukan dalam bentuk

inspeksi secara sederhana pada pemberian dan hasil pelayanan kesehatan.

Konsep ini oleh Foreman disebut dengan “Quality by inspection” dan

selanjutnya konsep ini berkembang menjadi “bad apple theory”. Dalam

teori ini dikatakan bahwa penyebab yang terjadi dari suatu masalah mutu

selalu menitikberatkan kepada manusia. Pandangan terhadap masalah

mutu pelayanan seperti ini disebabkan karena kurangnya minat atau

perhatian manusia. Penkanan utama teori ini adalah bagaimana

staf/karyawan dibuat lebih peduli terhadap peningkatan mutu pelayanan.

Teori “Quality by inspection” ini tetap mengupayakan perlunya

alat-alat untuk melakukan inspeksi. Alat-alat tersebut juga harus

mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang tinggi untuk mengukur mutu

pelayanan termasuk penggunaan piranti statistik. Taktik yang ada dalam

teori ini yaitu :

1
3
4

1) Atasan (mandor) dianggap orang yang ditakuti, dan staf/karyawan

bekerja jika ada orang yang mengawasi

2) Mengubah data atau mengubah pengukuran dengan demikian staf atau

karyawan perlu diawasi terus-menerus

3) Jiak tidak berhasil, yang dilakukan adalah langsung mengganti staf

dengan tenaga lainnya, dan supervisor atau atasan mengalihkan

perhatian kepada orang lain.

2. Konsep Kendali Mutu

Hampir sama dengan konsep inspeksi, upaya utama konsep

kendali mutu ialah mecegah konsumen/pasien/masyarakat memperoleh

pelayanan kesehatan yang tidak memenuhi standar yang sudah ditetapkan.

3. Konsep Penjaminan Mutu

Konsep penjaminan mutu (quality assurance) lebih tertuju kepada

terjaminnya mutu pelayanan kesehatan secara berkesinambungan

berdasarkan standar yang sudah ditetapkan. Konsep penjaminan mutu

lebih menekankan pada pentingnya proses pelayanan kesehatan yang

dilaksanakan agar betul-betul sesuai dengan standar yang ada. Upaya

utamanya adalah mencegah terjadinya pelayanan keseahtan yang tidak

memenuhi standar.

Penjaminan mutu produk secara terus-menerus atau

berkesinambungan dapat dilakukan antara lain dengan menerapkan sistem

mutu dalam pengelolaan organisasi secara baik. Organsasi yang

menerapkan sistem mutu dalam pengelolaanya akan selalu berupaya

menghasilkan produk jasa yang sesuai atau melebihi standar, serta focus
5

pada kepuasan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan

eksternal.

4. Konsep Peningkatan Mutu Berkelanjutan

Konsep peningkatan mutu berkelanjutan (continuous quality

improvement) pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan konsep

penjaminan mutu. Konsep ini lebih menekankan pada pendekatan analitik

dan secara berkesinambungan melaksanakan peningkatan mutu untuk

mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam pelayanan. Filosofi yang

dianur dalam konsep ini tetap mengacu pada apa yang sudah ditulis oleh

Deming,Juran, Crosby, Berwick, Batalden, dan para ahli lainnya. Konsep

ini lebih mengutamakan penggunaan piranti statistic dalam organisasi

yang digunakan untuk menganalisis hasil produksi dan meningkatkan

proses pelayanan.

Dengan mengenal dan memahami proses secara luas, akan dapat

menjamin tercapainya hasil kerja (outcome) yang lebih baik. Peningkatan

mutu secara berkelanjutan dalam suatu organisasi membutuhkan

partisipasi individu/kelompok dalam menganalisis dan meningkatkan

proses pelayanan, dan mereka sekaligus merupakan bagian yang tidak bisa

dipisahkan dalam suatu organisasi.

5. Konsep Manajemen Mutu Terpadu

Konsep manajemen mutu terpadu (total quality management,

TQM) merupakan pendekatan manajemen untuk memadukan upaya-upaya

pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan peningkatan mutu dari

berbagai kelompok dalam organisasi untuk menghasilkan produk yang


6

paling ekonomis serta terpenuhinya kepuasan konsumen. Terdapat 3 kata

kunci dalam manajemen mutu terpadu (TQM) yaitu:

a) Terpadu (total), berarti mutu menjadi bagian integral dari setiap fase

atau proses dalam organisasi, dengan tumbuhnya saling keterkaitan

dan ketergantungan satu sama lain.

b) Mutu (quality), yaitu inti dari TQM. Apabila kita mengadopsu TQM

maka mutu didasarkan kepada kebutuhan pelanggan, bukan atas dasar

ukuran atau parameter dari suatu produk. Mut dirancang ke dalam

produk dari proses, dan membudaya dalam organisasi. Mutu bukan

hasik dari pengawasan atau memperbaiki kesalahan.

c) Manajemen, adalah bagian yang penting sekali dari konsep TQM oleh

karena itu dorongan untuk TQM harus datang dari unsur pimpinan

puncak.

Dalam pelaksanaan TQM di kenal beberapa prinsip dasar yang harus

dilaksanakan oleh manajemen. Prinsip-prinsip tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

a) Memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pelanggan.

b) Melakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan

dalam seluruh proses dan output organisasi.

c) Mengambil langkah-langkah untuk melibatkan seluruh karyawan

dalam upaya memperbaiki mutu.


7

B. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan

1. Masukan (Input)

Masukan yang dimaksud adalah sarana fisik, perlengkapan dan

peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, serata sumber daya

manusia dan sumber daya lainnya di puskesmas dan rumah sakit.

Beberapa aspek penting yang harus mendapat perhatian dalam hal ini

adalah kejujuran, efektivitas dan efisiensi, serta kuantitas dan kualitas dari

masukan yang ada.

Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input

yang bermutu pula. Semua sumber daya ada perlu diorganisasikan dan

dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

prosedur kerja yang berlaku dengan maksud pelayanan kesehatan tersebut

dapat diterima oleh pelanggan secara baik.

2. Proses

Proses adalah semua kegiatan atau aktivitas dari seluruh karyawan

dan tenaga profesi dalam interaksinya dengan pelanggan, baik pelanggan

internal (sesame petugas) maupun pelanggan eksternal (pasien). Baik atau

tidaknya proses yang dilakukan dipuskesmas atau rumah sakit dapat

diukur dari relevan atau tidaknya proses yang diterima oleh pelanggan,

efektif atau tidaknya proses yang dilakukan, dan mutu proses yang

dilakukan.

3. Output

Hasil yang dimaksud adalah tindak lanjut dari keluaran berupa

hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga profesi serta seluruh karyawan
8

terhadap pelanggan. Hasil yang diharapkan dapat berupa perubahan yang

terjadi pada pelanggan baik secara fisik-fisiologis, termasuk kepuasan

pelanggan.

C. Perspektif Mutu Layanan Kesehatan

1. Perspektif Pasien/Masyarakat

Pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu

sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang

dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat

waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah

berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat

ini sangat penting karena pasien yang merasa puas pengobatan dan mau

datang berobat kembali. Dimensi mutu layanan kesehatan yang

berhubungan dengan kepuasan pasien dapat mempengaruhi kesehatan

masyarakat seiring menganggap bahwa dimensi efektifitas, akses,

hubungan antar manusia, kesinambungan, dan kenyamanan sebagai suatu

dimensi mutu layanan kesehatan yang sangat penting.

Pemberi layanan kesehatan harus memahami suatu kesehatan dan

kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik

masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat

dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan

layanan kesehatan. Masyarakat tidak akan mampu menilai dimensi

kompetensi teknis dan tidak mengetahui layanan kesehatan apa yang

dibutuhkannya.
9

2. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan

Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan

kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja

atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan

kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana

keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu. Komitmen dan

motivasi pemberi layanan kesehatan tergantung pada kemampuannya

dalam melaksanakan tugas dengan cara optimal. Sebagai profesi layanan

kesehatan, perhatiannya terfokus pada dimensi kompetensi teknis,

efektivitas, dan keamanan. Pertanyaan yang akan diajukan antara lain,

berapa pasien yang akan diperiksa dalam satu jam, apakah tersedia

pemeriksaan laboratorium, apakah akurat, efesiein, dapat dipercaya?

Apakah tersedia sistem rujukan jika diperlukan? Apakah lingkungan akan

mendukung pengembangan profesi? Apakah apotek dapat menyediakan

obat yang diperlukan? Apakah tersedia kesempatan pendidikan

berkelanjutan?

Sebagaimana halnya pasien/masyarakat, semua pertanyaan

tersebut harus ditanggapi oleh organisasi layanan kesehatan, kemudian

sebagai pelanggan internal, pemberi layanan kesehatan itu harus

mendapatkan kepuasan kerja dalam melaksanakan tugas profesinya.

Profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengharapkan adanya

dukungan teknis, administrasi, dan layanan pendukung lainnya yang

efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang

bermutu tinggi.
10

3. Perspektif Penyandang Dana

Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa

layanan kesehatan yang bermutu sebagai layanan kesehatan yang efisien

dan efektif. Pasien diharapkan dapat sembuh dalam waktu sesingkat

mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien.

Kemudian upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan

digalakkan agar penggunaan layanan kesehatan penyembuhan semakin

berkurang.

4. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan

Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan

kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan

pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan,

tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh

pasien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan

pasien dan masyarakat.

5. Perspektif Administrator Layanan Kesehatan

Administrator layanan kesehatan waktu itu langsung memberikan

layanan kesehatan, ikut bertanggungjawab dalam masalah mutu layanan

kesehatan. Kebutuhan atau supervisi, manajemen keuangan dan logistik

akan meberikan suatu tantangan dan kadang-kadang administrator

layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul

persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap

beberapan dimensi mutu layanan kesehatan tertentu, akan membantu


11

menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta

pemberi layanan kesehatan.

D. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir

yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu layanan keseahtan

yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk

dapat mengatasinya. Jika terjadi ketidapuasan pasien, analisis dilakukan

terhadap setiap dimensi mutu layanan kesehatan. Peranan penting dari setiap

sistem layanan kesehatan ialah selalu menjamin mutu layanan kesehatan dan

selalu melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diberikannya.

1. Dimensi Kompetensi Teknis

Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan,

kemampuan, dan penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan.

Dimensi kompetensi teknis ini berhubungan dengan bagaimana pemberi

layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang disepakati,

yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak

dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai

hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap layanan kesehatan, sampau

kepada kesalahan fatal yang menurunkan mutu layanan kesehatan dan

membahayakan jiwa pasien.

2. Dimensi Keterjangkauan atau Akses

Dimensi keterjangkauan atau akses, artinya layanan kesehatan itu

harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan


12

geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografi diukur

dengan jarak, lama perjalana, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan atau

hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk dapat

mendapatkan pelayanan. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan

membayar biaya layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya

berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu

secara sosial atau budaya, kepercayaan, dan prilaku. Akses organisasi

adalah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur agar memberi kemudahan

atau kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya

pasien harus dilayani dengan menggunkan bahasa atau dialek yang dapat

dipahami oleh pasien.

3. Dimensi Efektivitas

Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati

atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta

berkembangnya dan meluasanya penyakit yang ada. Efektivitas layanan

kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu

gunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan situasi setempat.

Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang

lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar pelayanan

kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi

setempat. Dimensi efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi

kompetensi teknis, terutama dalam pemilihan alternative dalam

menghadapi relative risk dan keterampilan dalam mengikuti prosedur

yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.


13

4. Dimensi Efisiensi

Sumber daya kesehatan sangat terbatas, oleh sebab itu dimensi

efisiensi sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan

yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien atau masyarakat.

Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar pelayanan kesehatan

umunya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu

lama, dan menimbulkan resisko yang lebih besar kepada pasien. Dengan

melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, kita dapat memilih intervensi

yang paling efisien.

5. Dimensi Kesinambungan

Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus

dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan

tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien

harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya.

Karena riwayat penyakit pasien terdikumentasi dengan lengkap, akurat,

dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat

terlaksana tepat waktu dan tepat tempat.

6. Dimensi Keamanan

Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman,

baik bagi pasien, bagi pemberi layanan, maupun bagi masyarakat

sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari resiko

cedera, infeksi, efek samping, atau bahay lain yang ditimbulkan oleh

layanan kesehatan itu sendiri. Misalnya tranfusi darah. Dimensi keamanan

menjadi dimensi mutu layanan kesehatan yang utama dibidang transfuse


14

darah setelah munculnya HIV/AIDS. Pasien dan pemberi pelayanan harus

terlindung dari infeksi yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu harus disusun

suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.

7. Dimensi Kenyamanan

Dimensi kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan

efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan

pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang kembali ke

termpat tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat menimbulkan

kepercayaan pasien kepada organisasi pelayanan kesehatan. Jika biaya

layanan kesehatan menjadi persoalan, kenikmatan akan memperngaruhi

pasien untuk membayar biaya layanan kesehatan.

Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan

kesehatan, pemberi layanan kesehatan, peralatan medis dan nonmedis.

Misalnya tersedianya AC/ TV/ majalah/ musik/ kebersihan dalam suatu

ruang tunggu dan menimbulkan perasaan kenikmatan tersendiri sehingga

waktu tunggu tidak menjadi hal yang membosankan. Tersedianya gorden

penyekat dalam kamar periksan akan memberikan kenyamanan terutama

kepada pasien wanita.

8. Dimensi Informasi

Dimensi kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan

informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana

layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini

sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.


15

9. Dimensi Ketepatan Waktu

Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam

waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi pelayanan kesehatan yang tepat,

dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta dengan biaya yang

efisien (tepat).

10. Dimensi Hubungan Antarmanusia

Hubungan antar manusia merupakan interaksi antara pemberi

layanan kesehatan denga pasien atau konsumen, antarsesama pemberi

layanan kesehatan, hubungan antara atasan-bawahan, dinas kesehatan,

rumah sakut, puskesmas, pemerintah, daerah, LSM, masyarakat, dan lain-

lain. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan

atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling

menghormati, responsive, memberi perhatian, dan lain-lain.

Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga

penting. Penyuluhan kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi

yang baik. Dimensi hubungan antarmanusia yang kurang baik dapat

mengurangi kadar dimensi efektivitas dan dimensi kompetensi teknis dari

layanan kesehatan yang diselenggarakan. Pengalaman menunjukkan

bahwa pasiean yang diperlakukan kurang baik cenderung akan

mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan ulang.


16

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat dipenuhinya kebutuhan

masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang sesuai dengan

standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar,

efisien, efektif, dalam keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat,

serta diselenggarakan seacara aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan

norma dan etika yang baik.

B. Saran

Mutu pelayanan kesehatan hendaknya diterapkan oleh semua pihak

petugas kesehatan, sehingga pasien merasa dipedulikan, merasa tidak

diacuhkan. Petugas dapat melaksanakan asuhan kesehatan dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dann


Akseptabilitasnya. Padang:Erlangga.

Pohan, Imbalo S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: dasar-dasar


pengertian dan penerapan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai