Anda di halaman 1dari 20

18

BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU PELAYANAN
KEBIDANAN

A. Kompetensi Dasar
1. Mampu menguraikan bentuk program menjaga mutu perspektif yang meliputi:
Standarisasi; Lisensi; Sertifikasi; akreditasi.
2. Mampu menguraikan program menjaga mutu konkurent.
3. Mampu menguraiakan program menjaga mutu retrospektif yang meliputi:
Review Jaringan Rekam Medik; Review Jaringan; Survey Klien.
4. Mampu menjelaskan program menjaga mutu internal.
5. Mampu mendefinisikan program menjaga mutu eksternal.

B. Uraian Materi
2.1 Bentuk Program Menjaga Mutu
2.1.1 Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan
berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan
peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai
dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.
Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality
management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement
atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen
mutu. Dengan demikian jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan :
1. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan
eksternal layanan kesehatan.
2. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam instansi
pelayanan kesehatan.
3. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan atau dugaan.

18
19

4. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan
pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan
produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontrbusinya
kepada instansi pelayanan kesehatan layanan kesehatan dihargai.
5. Menghindarkan pemborosan setiap bagian instansi pelayanan kesehatan layanan
kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.
6. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi
pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
7. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right
things all the times.
Pada dasarnya tahapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
dilaksanakan melalui :
a. Sadar mutu
b. Penyusunan standar
c. Mengukur apa yang dicapai
d. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.
Semua langkah dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran
mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti
terlihat dalam gambar lingkaran mutu.

Gambar 2.1 Lingkaran mutu


Sumber : Heizer dan Render (2005)

19
20

Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan


memerlukan hal-hal berikut :
a. Komitmen dari pemimpin instansi pelayanan kesehatan puncak
b. Komitmen dari semua personel
c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan
d. Bersedia melakukan perubahan sikap
e. Pencatatan yang akurat
f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat instansi pelayanan kesehatan
g. Pelatihan tentang pengetahuan dan ketrampilan mutu dan jaminan mutu layanan
kesehatan.

2.1.2 Total Quality Manajemen (TQM)


Perkembangan “mutu” itu dari cara inspection, quality control, quality
assurance sampai ke total quality sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan
ilmu. Jepang menggunakan istialah quality control untuk seluruhnya. Sedangkan di
Amerika memakai istilah “ continuous quality improvement” untuk “ total quality”
dan Inggris memakai istilah quality assurance untuk “ quality assurance”,
continuous quality improvement maupun untuk total quality dan tidak
membedakannya.

Total Quality
Management

Quality Assurance
(QA)

Quality Control (QC)

Inspection

Gambar 2.2 Skema sederhana perkembangan mutu


Sumber : Nasution, 2001

20
21

Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistic


sebagai quality control serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D-S-A (Plan,
Do, Study, Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Deming
sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check, Action). Kaidah PDCA ini menjadi cikal bakal
yang kemudian dikenal sebagai “ generic form of quality system” dalam “ quality
assurance” dari BSI ( British Standards of Institute) yang kemudian menjadi seri
ISO 9000 dan 14000.
1. Definisi TQM
Total quality management (TQM) adalah suatu cara pendekatan dalam upaya
meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsive instansi pelayanan kesehatan
dengan melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas
meningkatkan mutu dalam rangka memenuhi kebutuhan/tuntutan konsumen
pengguna jasa instansi pelayanan kesehatan-instansi pelayanan kesehatan tersebut.
Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya instansi pelayanan kesehatan
tersebut untuk mencapai tingkat dunia. Secara jelas akan dijelaskan mengenai TQM
lebih lanjut.
2. Pilar Dasar dalam TQM
Menurut Lewis dan Smith (1994) terdapat 4 pilar dasar dalam penerapan
konsumen yaitu:
a. Kepuasan konsumen
Untuk dapat memberikan kepuasan kepada konsumen, langkah awal yang
harus dilakukan adalah mengidentifikasi siapa pelanggan instansi pelayanan
kesehatan, apa kebutuhan dan keinginan mereka
b. Perbaikan terus menerus
Konsumen akan selalu mengalami dinamika seiring lingkungan bisnis yang
terus mengalami perubahan. Oleh karena itu, instansi pelayanan kesehatan
harus mampu mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan konsumen.
c. Hormat/ respek terhadap setiap orang
Setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan merupakan individu yang
memiliki kontribusi bagi pencapaian kualitas yang diharapkan. Oleh karena

21
22

itu setiap orang dalam instansi pelayanan kesehatan harus diperlakukan


dengan baik dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
pengambilan keputusan.
d. Manajemen berdasarkan fakta
Setiap keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang memuaskan jika
didasarkan pada data dan informasi yang obyektif, lengkap dan akurat.
3. Elemen-elemen pendukung TQM
Untuk mendukung penerapan TQM, terdapat 10 elemen-elemen pendukung yang
harus diperhatikan instansi pelayanan kesehatan (Goetsch dan Davis :
1994) yaitu :
a. Fokus pada pelanggan
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan pelanggan
eksternal merupakan kekuatan pendorong aktivitas instansi pelayanan
kesehatan. Pelanggan eksternal menentukan kualitas pelayanan yang mereka
terima, sedangkan pelanggan internal berperan dalam menentukan kualitas
SDM, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk/jasa yang
dihasilkan.
b. Obsesi terhadap kualitas
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, pelanggan internal dan eksternal
sebagai penentu kualitas. Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki obsesi
untuk memenuhi atau melebihi kualitas yang telah ditentukan pelanggan,
dengan melibatkan aktif semua karyawan pada berbagai level.
c. Pendekatan ilmiah
Segala aktivitas instansi pelayanan kesehatan TQM terutama menyangkut
desain karyawanan, proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
harus didasarkan pada kaidah ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan dan
diterima semua pihak yang terlibat.
d. Komitmen jangka panjang
TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen instansi pelayanan
kesehatan yang membutuhkan budaya baru dalam penerapannya. Komitmen

22
23

jangka panjang dari seluruh elemen instansi pelayanan kesehatan sangat


diperlukan untuk mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM bias
berjalan baik. Menajemen puncak merupakan pendorong proses
pengembangan kualitas, pencipta nilai, tujuan, dan system. Goetsch dan davis
(1994) menegaskan komitmen harus diwujudkan paling tidak sepertiga waktu
menajemen puncak digunakan untuk terlibat langsung dalam usaha
implementasi TQM. Kurangnya komitmen menajemen puncak merupakan
salah satu penyebab kegagalan penerapan TQM .
e. Kerjasama tim
Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM keberhasilan hanya akan dicapai
jika ada kerjasama dari seluruh elemen yang terkait, baik kerja sama antar
elemen internal instansi pelayanan kesehatan maupun dengan pihak eksternal
instansi pelayanan kesehatan.
f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Setiap produk yang dihasilkan instansi pelayanan kesehatan selalu melalui
tahapan / proses tertenu di dalam suatu system/lingkungan. Oleh karena itu
system yang ada perlu terus diperbaiki agar selalu mendukung upaya
pencapaian kualitas.
g. Pendidikan dan Latihan
Dalam persaingan global yang diwarnai berbagai perubahan, kualitas total
hanya bisa dicapai jika para karyawan memiliki keahlian dan keterampilan
yang tinggi. Banyak ahli yang menyarankan pemberian pelatihan dan
pendidikan dalam rangka pengembangan kualitas (Banks: 1989). Pelatihan
yang diberikan harus merupakan pelatiahan yang bersifat dinamis, fleksibel,
dan bias mendorong kreatifitas karyawan. Dengan adanya pelatiahan, para
karyawan akan selalu siap menghadapi berbagai perubahan, komitmen
karyawanan yang meningkat dan mereka akan memiliki rasa percaya diri
yang mantap.

23
24

h. Kebebasan yang terkendali


Dalam instansi pelayanan kesehatan TQM, para karyawan diberi kesempatan
luas untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah. Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan tanggung jawab
karyawan terhadap segala keputusan yang yang telah disepakati bersama.
Meskipun demikian, kebebasan dan keterlibatan para karyawan harus didasari
dengan rentang kendali yang terarah agar keterlibatan mereka selalu mengacu
pada standar proses yang telah ditentukan
i. Kesatuan tujuan
Segala aktivitas seluruh elemen dalam instansi pelayanan kesehatan TQM
harus mengarah pada satu tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini
bukan berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak
manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Para karyawan merupakan sumber daya sangat berharga bagi instansi
pelayanan kesehatan. Pemberdayaan terhadap para karyawan dapat diartikan
sebagai pemberian wewenang dan kekuasaan kepada mereka dalam
pengambilan keputusan, kontrol terhadap karyawan mereka, dan kemudahan
dalam memuaskan pelanggan.
Creech (1996) menyatakan bahwa agar penerapan TQM berhasil, empat
kriteria berikut harus dipenuhi instansi pelayanan kesehatan yaitu :
a. TQM harus didasarkan atas kesadaran terhadap pentingnya kualitas.
b. TQM harus memiliki sifat kemanusian yang kuat yang tercermin pada cara
karyawan diperlakukan, diikut sertakan dan diberi inspirasi.
c. TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi dengan memberikan
pemberdayaan dan keterlibatan pada karyawan pada semua level.
d. TQM harus dilaksanakan secara menyeluruh yang melibatkan seluruh elemen
instansi pelayanan kesehatan.

24
25

4. Pedoman dalam penerapan TQM


Agar penerapan TQM memperoleh keberhasilan, instansi pelayanan
kesehatan harus memiliki pedoman yang jelas dan terarah. Dalam penerapan
TQM, instansi pelayanan kesehatan bisa mengacu pada atribut efisiensi yang
dikemukakan oleh Oakland (1994), yaitu :
a. Commitment (komitmen)
Komitmen untuk menyediakan produk atau layanan yang efisien dan
menguntungkan harus ditunjukkan oleh manajemen dan instansi pelayanan
kesehatan.
b. Consistency (konsistensi)
Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan produk dengan kerja yang
consisten misalnya ketepatan spesifikasi, ketepatan jadwal, ketepatan
pengiriman dll
c. Competence (kompotensi)
Instansi pelayanan kesehatan harus menyediakan karyawan dengan
kemampuan atau kompotensi yang unggul untuk melaksanakan tugas-tugas
atau karyawanan sehingga mendukung pencapaian sasaran instansi pelayanan
kesehatan.
d. Contact (hubungan)
Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin hubungan baik dengan
consumen, karena tujuan instansi pelayanan kesehatan hádala menyediakan
produk yang sesuai dengan harapan dan keinginan consumen.
e. Communication (komuniksi)
Instansi pelayanan kesehatan harus mampu menjalin komunikasi yang baik
dengan consumen agara spesifikasi produk yang diinginkan consumen bisa
diterjemahkan dengan baik oleh instansi pelayanan kesehatan
f. Credibility (kredibilitas)
Instansi pelayanan kesehatan harus memperoleh kepercayaan dari consumen
dan juga harus mempercayai consumen. Dengan adanya saling percaya
hubungan dan komunikasi akan berjalan dengan baik.

25
26

g. Compasion (perasaan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa simpati terhadap konsumen
eksternal terutama menyangkut kebutuhan dan harapan mereka, konsumen
internal (pegawai) menyangkut haknya.
h. Courtesy (kesopanan)
Instansi pelayanan kesehatan melalau para karyawan harus menunjukkan
sikap sopan kepada consumen terutam karyawan yang langsung berhubungan
dengan consumen.
i. Cooperation (kerjasama)
Instansi pelayanan kesehatan harus bisa menciptakan iklim kerja yang baik
antar karyawan maupun antara instansi pelayanan kesehatan dengan
kosumen.
j. Capability (kemampuan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki kemampuan untuk melakukan
pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan dengan
pelayanan.
k. Confidence (kepercayaan)
Instansi pelayanan kesehatan harus memiliki rasa percata diri bahwa instansi
pelayanan kesehatan mampu menyediakan produk atau layanan sesuai
kebutuhan dan harapan consumen. Rasa percata diri harus tertanam keseluruh
diri karyawan.
l. Criticism (kritik)
Instansi pelayanan kesehatan harus bersedia menerima kritican dari siapapun,
baik dari karyawan maupun dari eksternal terutama kritik dari konsumen.
Agar TQM berhasil menurut Heizer dan Render (2005) menyodorkan
beberapa aliran yang harus dilakukan oleh instansi pelayanan kesehatan seperti
disajikan pada gambar 2.3 dibawah ini. Keberhasilan implementasi TQM diawali
dengan lingkungan yang kondusif yang membantu perkembangan kualitas
diikuti pemahaman tentang prinsip-prinsip kualitas dan usaha untuk meminta
karyawan terlibat aktif mengikuti aktifitas yag diperlukan.

26
27

Organizational Practices

Leadership, Mission statement,Effective operating procedures, Staff


support, Training

Quality principles

Customer focus, Continuous improvement, Benchmarking, Just-in-Time,


Tools of TQM.

Employee fulfiilment

Empowerment, Organizational commitment

Yield : Employee attitude that c

Customer Statisfaction

Winning order, Repeat customers

Yield : An affective organization with a competitive advantage

Gambar 2.3 Bagan alur TQM


Sumber : Nasution, 2001

5. Hambatan dalam penerapan TQM


Pada pelaksanaan TQM masih terdapat hambatan dalam penerapannya.
Dalam Sawarjuono (1996) disebutkan bahwa suatu studi tentang kegagalan atau
factor penghambat penerapan TQM. Show, et al (1995) meneliti faktor
kegagalan penerapan TQM pada Strong Memorial Memorial di Rochester. Hasil
studi menemukan 8 hal sebagai penyebab kegagalan atau hambatan dalam
penerapan TQM yaitu :
a. Pembentukan tim yang keliru
b. Tujuan pembentukan yang tidak jelas
c. Seringnya terjadi pergantian tim padahal penggantinya tidak pernah
mengikuti pelatihan TQM
d. Kurangnya pemahaman tentang TQM

27
28

e. Komunikasi antar anggota tim yang tidak lancar


f. Identifikasi masalah tidak dilakukan berdasar prinsip-prinsip TQM
g. Prinsip-prinsip TQM tidak dilaksanakan secara menyeluruh pada semua
lapisan manajemen.
h. Pimpinan puncak menghendaki pemecahan masalah secara cepat, tanpa
proses yang bertele-tele.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Sawarjuono (1996)
mengklasifikasikan faktor penyebab kegagalan penerapan TQM menjadi 2 (dua)
yaitu :
1. Faktor internal instansi pelayanan kesehatan meliputi :
a. Top manjemen tidak melaksanakan komitmennya
b. Kurangnya keterlibatan seluruh elemen
c. Struktur yang tidak sesuai kebutuhan TQM
d. Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud filosofi TQM
e. Kurangnya pelatihan yang memadai
f. Kepemimpinan yang kurang memadai
g. Keengganan anggota untuk menerima perubahan
h. Manajemen tidak tanggap terhadap dampak sosial akibat perubahan
lingkungan kerja
i. Upaya perbaikan kualitas mengabaikan biaya
j. Manajemen kurang memperhatikan penghargaan terhadap para karyawan
k. Manjemen mengabaikan faktor waktu, artinya manejemen menginginkan
perubahan yang dapat tanpa melalui proses perubahan manajemen
l. Para karyawan tidak diberi kesempatan untuk menemukan cara pemecahan
masalah
2. Faktor eksternal instansi pelayanan kesehatan meliputi :
a. Ketidakmampuan mengontrol kualitas produk pemasok
b. Manajemen kurang menaruh perhatian terhadap kepentingan konsumen

28
29

c. Lack of guidance, artinya pengarahan yang diberikan oleh konsultan


kurang memadai atau pihak manajemen kurang sepenuhnya memberi
kepercayaan kepada konsultan sehingga peran konsultan tidak optimal.
Berdasarkan temuan Tatikonda dan Tatikonda maka mengidentifikasi 10
hambatan dalam penerapan TQM yaitu :
1. Lack of vision
Visi merupakan gambaran tentang masa depan dan apa yang ingin dicapai
pada masa datang . Dalam visi disebutkan target dan identifikasi masa depan.
2. Lack of customer fokus
Ketidak pahaman terhadap kepuasan konsumen, kurangnya pememahaman
yang mendorong loyalitas konsumen, dan perbaikan kualitas yang tidak
memberikan nilai pada konsumen merupakan penyebab kegagalan TQM
3. Lack of Management Commitmen
Semua guru yang berkualitas menyatakan bahwa hambatan terbesar
perbaikan kualitas adalah kurangnya komitmen top manajemen.
4. Training With no Purpose
Banyak program pelatihan berkaitan dengan TQM yang tidak relevan dengan
tujuan atau para karyawan tidak memiliki ide dan pemahaman arti pentingnya
pelatihan
5. Lack of cost and Benefit Analisys
Tidak mengukur biaya sebagai akibat kualitas yang rendah maupun
keuntungan program perbaikan
6. Organization Structure
Struktur, pengukuran, dan system penghargaan. Tidak ada pelatihan yang bisa
membantu jika instansi memiliki birokrasi yang berlaku berlapis lapis. Peran
manajemen tidak jelas, seringkali pertanggung jawaban TQM di delegasikan
kepada middle manajer sehingga menghasilkan perebutan kekuasaan dalam
tim kualitas.

29
30

7. TQM creating its own bureaucracy


Seringkali usaha usaha TQM didelegasikan kepada “K aisar / Raja” Kualitas
yang menciptakan kerajaan kualitas. Kualitas menjadi proses paralel, tercipta
lapisan birokrasi baru dengan aturan, standard an pelaporan staf sendiri.
8. Lack of Measurment or Erroneus measurements.
Penggunaan indicator keberhasilan yang keliru atau tidaka adanya indicator
kinerja perbaikan mutu merupakan penyebab kegagalan TQM. Misalnya
mengukur kinerja jangka pendek menggunakan ukuran kinerja jangka
panjang.
9. Rewards And Rekognition
Agar TQM berhasil, instansi memberi pengakuan dan penghargaan kepada
tim yang memiliki kinerja baik dan mendukung realisasi perbaikan mutu.
Perilaku karyawan sangat ditentukan oleh system
10. Accuonting Systems
Sistem akuntansi sering kali hanya mencatat biaya pengerjaan ulang, biaya
produk yang rusak/ cacat dan biaya lain yang terkait dengan biaya over head.
Ketidakpuasan konsumen, hilangnya penjualan dan konsumen yang pindah
kepada instansi lain seharusnya menjadi bagian dari biaya mutu yang harus
dicatat dan dilaporkan, karena biaya tersebut mengurangi perolehan laba.
TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Employee
Employee Empowerment Quality
Involvement Measurement
Teamwork Continuous Customer Training

Improvement Focus
Thinking Value
TQM
Statistically Improvement
Prevention Universal

Responsibility
Supplier Bench-
Teaming Sustained Root Cause marking

Management Corrective
Commitment Action
12

Gambar 2.4 Elemen-elemen pendukung TQM


Sumber : Heizer dan Render (2005)

30
31

2.2 Program Penjaminan Mutu Pelayanan Kebidanan


Jaminan mutu pelayanan kesehatan secara umum dapat diartikan sebagai
keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehtan yang
terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan
kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan kesehatan
adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam meantau dan mengukur
mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan
kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati
(L.D.Brown, 1992).
Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui cara pengukuran
mutu perspektif, konkruen, retrospektif, internal dan eksternal.
2.2.1 Program Menjaga Mutu Perspektif
Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan
kesehatan yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh
sebab itu, pengukurannya akan dituukkan teradap struktur atau masukan
layanan kesehatan denan asumsi bahwa layanan keehatan harus memiliki
sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan layanan kesehatan yang
bermutu, seperti: standarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.
a. Standarisasi
Penerapan standarisasi, seperti standarisasi peralatan, tenaga, gedung,
sistem, organissi, anggaran, dan lain-lain. Setiap fasilitas layanan kesehatan
yang memiliki standar yang sama mutunya. Standarisasi dapat membangun
klasifikasi layanan kesehatan. Contoh standarisasi layanan rumah sakit ke
dalam berbagai kelas tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B,
kelas C, dan kelas D, rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.
b. Lisensi
Perizinan atau lisens merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin
mutu layanan kesehatan. Surat Izin Praktek Bidan (SIPB) yang diberikan
merupakan suatu pengakuan bahwa seseorang telah memenuhi syarat untuk
melakukan praktek sesuai dengan profesinya. Demikian juga dengan profesi

31
32

kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya.


Rumah sakit, rumah bersalin/bidan praktek mandiri aupun fasilitas layanan
kesehatan lain akan mendapat izin operasional setelah memenuhi
persyaratan tertentu dan izin itu harus diperbaharui dalam kurun waktu
tertentu. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi
profesi layanan kesehatan yang ada atau mutu layanan kesehatan fasilitas
layanan kesehatan tersebut.
c. Sertifikasi
Sertifiasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Pengakuan sebagai
bidan adalah contoh sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh
departemen kesehatan dan /atau dinas kesehatan, sedangan sertifikasi oleh
majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI).
d. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu institusi layanan kesehatan
seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar layanan kesehatan
tertentu. Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum melalui
departemen kesehatan.
Pengukuran mutu prospektif berfokus pada penilaian sumber daya,
bukan pada kinerja penyelenggaraan layanan kesehatan. Inilah salah satu
kekurangan pengukuran mutu dengan cara prospektif.

2.2.2 Program Menjaga Mutu Konkuren


Pengukuran mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan
kesehatan, yang dilakukan selama layanan kesehatan dilangsungkan atau
diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan
kadang-kadang perlu dilengkapi dengan peninjauan pada rekam medik, wawancara
dengan pasie/keluarga/petugas kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan
pasien/keluarga/petugas kesehatan.

32
33

a. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang
berhubungan dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencatatan
retrospektif dn dari jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan
langsung mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian
penyelenggaraan layanan kesehatan. Dalam pelaksanaan pengamatan langsung
terdapat syarat bagi pengamat yaitu:
· Harus mengerti terhadap apa yang akan diamati
· Harus low profile, tidak sok pintar
· Mempunyai latarbelakang yang berhubungan dengan apa yang sedang
diamati
· Harus dapat bersifat objektif.
Instrumen dalam melaksanakan pengamatan langsung dapat berupa
daftar tilik atau cheeklist. Daftar tilik merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk memudahkan pengaatan selama proses layanan kesehatan
dilakukan.
b. Penentuan sampel
Semua tehnik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Penentuan
berapa besar sampel dapat dibaca dala uku statistik khususnya kesehatan, tetapi
hal-hal berikut perlu diperhatikan:
· Pertama, sampel yang dipilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau
hampir sama dengan populasinya.
· Kedua, sampel harus mengasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat
dikerjakan secara realistis atau mudah oleh kelompok.

2.2.3 Program Menjaga Mutu Retrospektif


Program menjaga mutu restrospektif adalah penjaminan mutu yang
diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama
lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan
pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak
33
34

langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan atau berupa pandangan
pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah :
Record review, tissue review, survey klien dan lain-lain.
a. Review Jaringan Rekam Medik
Pemeriksaan dan penilaian catatan medik atau catatan lain merupakan kegiatan
yang disebut sebagai audit. Pemeriksaan rekam medik pasien atau catatan
lainnya sangat berguna sebagai kegiatan awal kelompok jaminan mutu layanan
kesehatan akan dengan mudah melakukan pemerikaan dan penilaian terhadap
hasil pemeriksaan tersebut.
b. Review Jaringan
Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan
sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada
catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah
informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan daripelayanan
yang diberikan.
c. Survey Klien
Survey dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung
maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.

2.2.4 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Internal


Program Menjaga Mutu Internal (Internal quality assurance) adalah
organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu
berada dalam institusi yang menyelenggarakan layanan kesehatan. Untuk itu
dalam institusi layanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi yang
khusus menangani dan diberi tanggungjawab menyelenggarakan program
menjaga mutu. Organisasi yang dibentuk banyak macamnya. Jika ditinjau dari
peranan para pelaksananya secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
1. Para pelaksana Program Penjaga Mutu yang terdiri para ahli yang tidak terlibat
dalam pendidikan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan
wewenang dan tanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu.

34
35

2. Para pelaksana Program Penjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan


pendidikan kesehatan (team based) jadi semacam gugus kendali mutu
sebagaimana yang dibentuk di dunia industri.
Dari kedua bentuk organisasi ini yang dinilai paling baik adalah yang kedua
karena sesungguhnya yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program
Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain, tetapi mereka yang menjalankan
pendidikan kesehatan itu sendiri (Saifuddin dkk, 2001).
Berdasarkan kenyataan tersebut maka Program Menjaga Mutu Internal
adalah suatu kewajiban bagi kelompok organisasi itu sendiri dalam menjaga
kualitas/mutu pendidikan. Berhasil atau gagalnya suatu program menjaga mutu
sangat tergantung organisasi pendidikan kesehatan beserta para pelaksananya. Hal
ini disebabkan merekalah yang tahu standar yang telah ditetapkan maupun visi
dan misi dari organisasi yang telah mereka harapkan.

2.2.5 Menjelaskan Program Menjaga Mutu Eksternal


Program menjaga mutu eksternal (External quality Assurance) adalah suatu
organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu
dibentuk berada diluar organisasi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Biasanya dibentuk dalam suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan
tertentu, dibentuklah suatu organisasi di luar institusi yang menyelenggarakan
layanan kesehatan, yang diserahkan tanggungjawab menyelenggarakan Program
Menjaga Mutu. Misalnya suatu Badan Penyelenggara Akreditasi layanan
kesehatan, yang untuk kepentingan programnya membentuk suatu unit Program
Menjaga Mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan
mutu pendidikan kesehatan yang tergabung ke dalam program yang
dikembangkannya (Saifuddin dkk, 2001).
Program menjaga mutu eksternal ini merupakan sesuatu yang mungkin bisa
menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan kepentingan pihak ketiga dimasukkan
ke dalam saran-saran yang diberikan. Saran-saran yang diberikan bisa saja tidak
sesuai dengan visi dan misi dari institusi layanan kesehatan yang menjadi mitra

35
36

kerja Badan Penyelenggara diluar institusi tersebut. Apabila dibandingkan dengan


Program Menjaga Mutu Internal maka Program Menjaga Mutu Eksternal
kualitasnya lebih rendah.

C. Rangkuman Materi
Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan
berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan
peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai
dengan standar layanan kesehatan yang disepakati.
Jaminan mutu layanan kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut meliputi total quality
management (TQM) atau manajemen mutu terpadu, continous quality improvement
atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen
mutu.
Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:
a. Pengukuran mutu perspektif yaitu stadarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.
b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel.
c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review
jaringan dan survey klien.
d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.
e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi
Penyelenggaraan layanan kesehatan.

D. Latihan/Tugas
1. Diskusikan tentang cara pengukuran mutu layanan kebidanan!
2. Uraikan cara pengukuran mutu perspektif layanan kebidanan!

E. Rambu-Rambu Jawaban Soal


1. Secara umum mutu layanan kesehatan dapat diukur melalui:
a. Pengukuran mutu perspektif yaitu stadarisasi, lisensi, sertifikasi dan akreditasi.

36
37

b. Pengukuran mutu konkruen yaitu pengamatan langsung dan penentuan sampel.


c. Pengukuran mutu retrospektif yaitu review jaringan rekam medik, review
jaringan dan survey klien.
d. Pengukuran mutu internal yaitu expert group and tim based.
e. Pengukuran mutu eksternal yaitu Badan Penyelenggara Akreditasi
Penyelenggaraan layanan kesehatan.
2. Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan
yang dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Pengukuran mutu
prospektif meliputi:
a. Standarisasi
b. Lisensi
c. Sertifikasi
d. Akreditasi

F. Daftar Pustaka
1. Depkes, 2001. Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke
tiga, Binarupa Aksara. Jakarta. hal. 44-7.
2. Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.
3. Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu, Dirjen Binkesmas, Jakarta.
4. Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan
Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.
5. Depkes. 2005. Quality Assurance.
6. Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku
kedokteran: EGC.Jakarta.
7. Vincent G. 2005. Total Quality Management, Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
8. Sallis E. 2008. Total Quality Management.
9. Nasution. 2001. Mananjemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia.

37

Anda mungkin juga menyukai