PENDAHULUAN
1
Jaminan mutu dalam keperawatan merupakan salah satu pendekatan atau upaya
yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan keperawatan kepada
klien. Seorang perawat yang profesional harus senatiasa berupaya memberikan
pelayanan keperawatan dengan mutu yang terbaik kepada semua klien tanpa terkecuali.
Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan merupakan salah satu perangkat yang
sangat berguna bagi mereka yang mengelolah atau merencanakan layanan keperawatan.
Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang mendasar bagi
setiap pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani kien. Layanan
keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senantiasa berupaya
memenuhi harapan kien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan
perawat. Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan mengutamakan keluaran
layanan keperawatan atau apa yang dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan
keperwatan.
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan
yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan organisasi layanan
keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan penyakit klien tersebut sangat
diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan keperwatan dengan mutu yang
terbaik. Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu
memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
C. Syarat Program Menjamin Mutu :
1) Bersifat khas.
2) Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
3) Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
4) Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
5) Mudah dilaksanakan.
6) Mudah dimengerti.
4
Kelompok indikator keamanan pasien meliputi:
1) Fasilitas Pemadam Kebakaran
a. Pembuangan limbah
b. Pencegahan penularan kuman
c. Cadangan listrik
d. Ruang operasi yang memenuhi standar
e. Adanya ruang pulih sadar yang memadai
f. Adanya ICU yang memadai
2) Alat
a. Pengikat di kereta dorong
b. Pengikat di tempat tidur
c. Kelengkapan oksigen
d. Kelengkapan alat gawat darurat
3) Obat
a. Tersedia obat untuk mengatasi syok
b. Nama obat yang jelas
c. Dosis obat yang jelas
4) Prosedur
a. Prosedur menghadapi musibah
b. Prosedur penyimpanan barang pasien
c. Prosedur pencegahan infeksi nosokomial
d. Prosedur menunggu pasien
5) Petugas
a. Adanya petugas satpam yang cukup
b. Adanya seragam petugas
c. Adanya nama dan identitas petugas
d. Adanya identitas penunggu pasien
6) Kegiatan
a. Status diisi lengkap
b. Adanya catatan pergantian antar petugas
5
6. Berkoordinasi dengan pekerja sosial
7. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis
8. Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteran yang dibutuhkan
masyarakat.
6
1) Fasilitas
Yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan.
2) Peralatan
Yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan.
3) Staf
Meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-
perawat.
4) Keuangan
Yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan
yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah; 2)
peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik; 3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan
sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan
manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun
logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentrans formasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini
mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian di lakukan terhadap perawat dalam
merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya
proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai deng an
standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses
dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan
keperawatan.
Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau
audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini
difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat
terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam
penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi
keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian
pelaksanaan dengan standar ope rasional prosedur, relevansi tidaknya dengan
pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
7
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif
maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan
pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan
(Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan
bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan
keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian.
Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari
pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan
pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator
dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
8
2. Pelaksanaan Program Quality Assurance
A. Fase Inisiasi
1) Training Need Assessment (TNA)
Perbaikan mutu yang diberikan terburu buru sering menyebabkan
pengambilan keputusan tentang jenis pelatihan yang akan diberikan
menjadi salah.
2) Seminar Sadar Mutu
a) Quality Awareness Workshop
Kegiatan ini penting dilaksanakan sebelum kegiatan program jaminan
mutu dilakukan pada suatu tempat.
b) Pengembangan Kepemimpinan Mutu
Kepemimpinan yang berwawasan mutu merupakan kemampuan
untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan
memiliki tanggung jawab menyeluruh terhadap usaha mencapai suatu
tujuan.
c) Menetapkan Tujuan Peningkatan Mutu
Pada langkah ini tingkat kesenjangan kinerja yang terjadi perlu
dirumuskan secara tepat dan benar, sehingga tujuan yang ingin
dicapai dalam peningkatan mutu akan semakin jelas dan tepat.
B. Menyusun Rencana Stratejik dan Operasional
Penyusunan rencana stratejik dan rencana operasional rumah sakit sebaiknya
berdasarkan pada analisa SWOT dengan memperhitungkan faktor faktor
eksternal dan internal rumah sakit tersebut.
C. Fase Transformasi
Pada fase ini beberapa strategi yang disarankan adalah sebagai berikut :
1) Pemilihan proses prioritas yang akan ditingkatkan dalam bentuk proyek
percontohan.
2) Pembentukan kelompok kerja yang kompeten terhadap proses tersebut.
3) Identifikasi anggota untuk masing masing kelompok kerja.
4) Proses dalam kelompok kerja untuk melakukan perbaikan yang
berkesinambungan.
5) Pelatihan penyusunan standar dan dokumentasi mutu.
6) Pelatihan internal audit mutu and corective action.
7) Pelatihan manajemen stratejik.
8) Evaluasi.
D. Fase Integrasi
Pada fase ini strategi yang disarankan adalah :
1) Membentuk dan mempertahankan komitmen terhadap mutu melalui
optimalisasi dan proses perbaikan yang berkesinambungan.
2) Pelatihan pada seluruh karyawan.
3) Penetapan indikator mutu.
4) Pengembangan sistem surveilance dan evaluasi mutu yang tepat.
5) Penerapan proses perbaikan mutu yang berkesinambungan pada semua
unit dan lintas.
9
6) unit dengan membentuk kelompok kerja yang mandiri.
10
3) Risk Management ditujukan pada semua orang, kejadian, lingkungan,
sementara QA khususnya ditujukan pada perawatan pasien.
4) Risk Management memiliki spesialisasi dalam hal jaminan secara legal dan
kegiatan pencegahan kerugian lainnya.
5) QA memfasilitasi kegiatan perbaikan dari mutu perawatan melalui berbagai
aktivitas yang terkordinir, sementara Risk Managementlebih fokus terhadap
kegiatan pencegahan kerugian.
Karena banyaknya bentuk pengawasan proses untuk kegiatan Risk
Management dan QA yang sama, kedua fungsi tadi sering dianggap sama. Namun
perlu diingat bahwa motivasi dan fokus dari keduanya berbeda.
3. QA dan Performance Appraisal
Tinjauan mengenai Performance Appraisal terfokus pada apa yang dilakukan
karyawan. Tinjauan tentang aktivitas ini biasanya menitikberatkan pada :
1) Seberapa baik karyawan dapat memenuhi persyaratan pekerjaannya di
perusahaan.
2) Seberapa profesional karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan jabatannya
dalam perusahaan.
Sementara QA lebih terfokus kepada seberapa bagus mutu perawatan dan
pelayanan yang yang dihasilkan karyawan (staf medis atau non medis) dan
diterima pasien. Contoh nyata yang bisa diambil misalnya : jumlah pelayanan yang
telah diberikan seorang pekerja perhari bukan merupakan objek dari tinjauan QA,
namun catatan mengenai keterlambatan dalam memberikan pelayanan dan alasan
keterlambatannya merupakan tinjauan dari QA.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus
dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia
(available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima
(acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient)
serta bermutu (quality).
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya
yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana
dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting
dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder,
sebab dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah
Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di
masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang
bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati-hati
dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat
menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah
Sakit.
3.2 Saran
Meskipun penyusun menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyusunan
makalah yang lebih baik lagi.
12