Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Rumah sakit sebagai salah satu unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya
pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari
upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam
peningkatan kualitas hospital care. Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan
hal pokok yakni: tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan
(continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau
(affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality).
Kedelapan syarat pelayanan kesehatan tersebut mempunyai kedudukan yang sama
pentingnya, namun pada akhir-akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi
kesehatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi
masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Apabila pelayanan
kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, maka akan dapat memenuhi kebutuhan
dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat. Untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat
dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal
dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting
dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholdernya,
dampak dari QA akan menentukan keberlangsungan atau eksistensi sebuah rumah sakit.
Bagi Rumah Sakit, adanya QA yang baik akan membuat RS mampu untuk bersaing dan
tetap exist di masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk
memilih RS yang bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar
profesinya, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti,
telaten, dan hati-hati dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah sendiri,
adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan salah benarnya suatu kasus
yang terjadi di Rumah sakit (Lusa, 2007).
Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu untuk: Menetapkan masalah dan
penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan upaya
penyelesaian masalah dan melaksanakan sesuai kemampuan menilai pencapaian hasil
dengan menggunakan indikator yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak
lanjut untuk meningkatkan mutu pelayanan. Mutu pelayanan kesehatan ini sangat
berperan penting dalam pelayanan keperawatan, karena keberhasilan dan tidaknya
perawat tersebut dilihat dari bagaimana perawat mampu memenuhi dan melebihi
kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas
seluruh proses asuhan keperawatan yang telah diberikan pada kliennya.

1
Jaminan mutu dalam keperawatan merupakan salah satu pendekatan atau upaya
yang sangat penting serta mendasar dalam memberikan layanan keperawatan kepada
klien. Seorang perawat yang profesional harus senatiasa berupaya memberikan
pelayanan keperawatan dengan mutu yang terbaik kepada semua klien tanpa terkecuali.
Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan merupakan salah satu perangkat yang
sangat berguna bagi mereka yang mengelolah atau merencanakan layanan keperawatan.
Pendekatan tersebut juga merupakan bagian keterampilan yang mendasar bagi
setiap pemberi pelayanan kesehatan yang secara langsung melayani kien. Layanan
keperawatan yang bermutu adalah layanan keperawatan yang senantiasa berupaya
memenuhi harapan kien sehingga klien selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan
perawat. Pendekatan jaminan mutu layanan keperawatan mengutamakan keluaran
layanan keperawatan atau apa yang dihasilkan dan di akibatkan oleh layanan
keperwatan.
Hasil layanan keperawatan yang bermutu hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan
yang benar, dengan demikian klien akan berada dalam lingkungan organisasi layanan
keperwatan yang baik karena segala kebutuhan dan penyakit klien tersebut sangat
diperhatikan dan kemudian dilayani dengan layanan keperwatan dengan mutu yang
terbaik. Tidak mengherankan bahwa organisasi layanan keperawatan yang selalu
memperhatikan mutu selalu akan dengan mudah mendapatkan akreditas serta
memperoleh kepercayaan dari masyarakat dan organisasi lain sejenisnya.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah :
1. Apa Definisi dari Quality Assurance ?
2. Bagaimana Tujuan dan Manfaat Quality Assurance ?
3. Bagaimana Quality Assurance Di Rumah Sakit ?
4. Bagaimana Prinsip-Prinsip Quality Assurance ?
5. Apa saja Komponen Mutu Quality Assurance ?
6. Apa saja Program Quality Assurance ?
7. Bagaimana Perbedaan dari Quality Assurance dengan Tinjauan Aktivitas Lain ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Makalah ini dibuat agar mahasiswa mengerti dan memahami tentang Quality
Assurance Di Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang :
1. Definisi Quality Assurance
2. Tujuan dan Manfaat Quality Assurance
3. Quality Assurance Di Rumah Sakit
4. Prinsip-Prinsip Quality Assurance
5. Komponen Mutu Quality Assurance
6. Program Quality Assurance
7. Perbedaan Quality Assurance dengan Tinjauan Aktivitas Lain

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Quality Assurance


1. Maltos & Keller
Program menjamin mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis
dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah
yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan.
2. Ruels & Frank
Program menjamin mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan
antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu
sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut.
3. The American Hospital Association
Program menjamin mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi
dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan
memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan.
4. Joint Commission on Acreditation of Hospitals
Program menjamin mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara
objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan
pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang
ditemukan.

2.2 Tujuan dan Manfaat Quality Assurance


1. Pemahaman staf terhadap tingkat mutu pelayanan yang ingin dicapai.
2. Meningkatkan efektifitas pelayanan yang diberikan.
3. Mendorong serta meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan.
4. Melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari gugatan hukum.
5. Tujuan akhir adalah semakin meningkatnya mutu pelayanan.
A. Tujuan Program Menjamin Mutu :
1) Tujuan Antara
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjamin mutu ialah
diketahuinya mutu pelayanan.
2) Tujuan Akhir
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjamin mutu ialah makin
meningkatnya mutu pelayanan.
B. Manfaat Pelaksanaan Program Menjamin Mutu :
1) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
2) Dapat lebih meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan.
3) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.

3
4) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
C. Syarat Program Menjamin Mutu :
1) Bersifat khas.
2) Mampu melaporkan setiap penyimpangan.
3) Fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
4) Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi.
5) Mudah dilaksanakan.
6) Mudah dimengerti.

2.3 Quality Assurance Di Rumah Sakit


Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting dan
fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder, sebab
dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah
Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di
masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang
bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati-hati
dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat
menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah
Sakit.
Kegiatan Quality Assurance/QA (Jaminan Mutu) di rumah sakit atau jasa pelayanan
kesehatan bertujuan menyediakan perawatan dan pelayanan terbaik bagi seluruh pasien.
Untuk mereka yang memiliki kontak langsung kepada pasien, memberikan perawatan
dan pelayanan yang terbaik merupakan konsep nyata tentang QA. Sementara bagi
mereka yang tidak memiliki kontak langsung dengan pasien, memberikan mutu
pekerjaan yang baik sehingga memberikan kontribusi kepada penciptaan mutu
pelayanan dan perawatan yang baik untuk para pasien menjadi konsep mereka
mengenai QA.
Quality Assurance juga menyusun mekanisme untuk menjamin bahwa tujuan
penerapannya tercapai. QA akan berhasil bila dalam pelaksanaannya QA menjadi
aktivitas karyawan yang dilakukan rutin setiap hari. Dan penerapannya akan lebih
efektif lagi bila tujuan dari QA menjadi tujuan pribadi dari setiap karyawan.
Komponen yang mempengaruhi baik buruknya suatu rumah sakit dalam konsep
Quality Assurance, yakni:
1. Aspek Klinis
Komponen yang berhubungan dengan hal medis (dokter, perawat, teknik medis, dll)
2. Efisiensi dan efektifitas
Pelayanan yang murah, tepat guna, tidak adda diagnosa, dan terapi yang berlebihan.
3. Keselamatan pasien
Upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang bisa membahayakan pasien.
4. Kepuasan Pasien (kenyamanan, keramahan, dan kecepatan).

4
Kelompok indikator keamanan pasien meliputi:
1) Fasilitas Pemadam Kebakaran
a. Pembuangan limbah
b. Pencegahan penularan kuman
c. Cadangan listrik
d. Ruang operasi yang memenuhi standar
e. Adanya ruang pulih sadar yang memadai
f. Adanya ICU yang memadai
2) Alat
a. Pengikat di kereta dorong
b. Pengikat di tempat tidur
c. Kelengkapan oksigen
d. Kelengkapan alat gawat darurat
3) Obat
a. Tersedia obat untuk mengatasi syok
b. Nama obat yang jelas
c. Dosis obat yang jelas
4) Prosedur
a. Prosedur menghadapi musibah
b. Prosedur penyimpanan barang pasien
c. Prosedur pencegahan infeksi nosokomial
d. Prosedur menunggu pasien
5) Petugas
a. Adanya petugas satpam yang cukup
b. Adanya seragam petugas
c. Adanya nama dan identitas petugas
d. Adanya identitas penunggu pasien
6) Kegiatan
a. Status diisi lengkap
b. Adanya catatan pergantian antar petugas

Adapun ciri mutu pelayanan di rumah sakit yang baik, yaitu :


1. Tersedia dan terjangkau
2. Tersedia kebutuhan
3. Tepat sumber daya
4. Tepat standar profesi maupun etika profesi
5. Wajar dan aman
6. Mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani
Pelayanan medis yang baik adalah :
1. Yang didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran
2. Mengutamakan pencegahan
3. Terjadinya kerjasama antara masyarakat dengan ilmuan medis
4. Mengobati seseorang sebagai keseluruhan
5. Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien

5
6. Berkoordinasi dengan pekerja sosial
7. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis
8. Mengaplikasikan pelayanan modern dari ilmu kedokteran yang dibutuhkan
masyarakat.

2.4 Prinsip-Prinsip Quality Assurance


1. Setiap orang di dalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian dan
peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing mengontrol dan
bertanggung jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang.
2. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing masing pelanggan baik
pelanggan eksternal maupun pelanggan internal.
3. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu dengan
menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-alat statistik dan
keterlibatan setiap orang yang terkait.
4. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.
5. Pembentukan teamwork. Baik itu dalam part time teamwork, full time teamwork
ataupun cross functionalteam.
6. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan (development of employees)
melalui keterlibatan di dalam pengambilan keputusan.
7. Partisipasi setiap orang dalam merupakan dorongan yang positif dan harus
dilaksanakan.
8. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investment atau modal
dalam rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk
mencapai potensi yang mereka harapkan.
9. Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.

2.5 Komponen Mutu Quality Assurance


Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang
dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
1. Struktur (Input)
Donabedian (1987 dalam Wijono tahun 2000) mengatakan bahwa struktur
merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan,
organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari
jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya dan kewajaran.
Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yan g
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian
juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari
profesi kesehatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa
struktur berhubungan dengan pe ngaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat
melalui :

6
1) Fasilitas
Yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan.
2) Peralatan
Yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan.
3) Staf
Meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-
perawat.
4) Keuangan
Yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan
yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah; 2)
peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan
baik; 3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan
sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan
manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun
logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentrans formasi struktur (input) ke dalam hasil
(outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini
mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian di lakukan terhadap perawat dalam
merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya
proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai deng an
standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak
berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses
dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan
keperawatan.
Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau
audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan ini
difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat
terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam
penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi
keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian
pelaksanaan dengan standar ope rasional prosedur, relevansi tidaknya dengan
pasien dan efektifitas pelaksanaannya.

7
3. Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif
maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan
pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan
(Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan
bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas
kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan
keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian.
Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari
pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan
pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator
dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.

2.6 Program Quality Assurance


1. Penahapan Program Quality Assurance
A. Orientasi Pada Pelanggan
Tujuan utama dalam pelayanan kesehatan adalah kepuasan pelanggan
terhadap kesembuhan suatu penyakit. Hanya dengan memahami proses dan
pelanggan maka organisasi dapat memahami dan menghargai makna kualitas.
Semua manajemen dalam jaminan mutu diarahkan pada satu tujuan utama
yaitu terciptanya kepuasan pelanggan. Apapun yang dilakukan manajeme tidak
akan ada gunanya bila akhirnya tidak menghasilkan peningkatan kepuasan
pelanggan.
B. Continous Improvement
Perbaikan terhadap mutu yang berkesinambungan memerlukan beberapa
persyaratan yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1) Berdasarkan Visi dan Misi Rumah Sakit
2) Mengikuti Tahap Strategi Perbaikan
C. Scientific Approach
1) Pendekatan ilmiah merupakan langkah sistematis bagi setiap individu
maupun Tim dalam proses pemecahan masalah dan perbaikan proses.
2) Fokus pada pendekatan ilmiah adalah pengumpulan, pengolahan dan
pemanfaatan data. Dalam proses pengumpulan dan pemanfaatan data
tersebut tidak dianjurkan untuk menggunakan ilmu statistik yang rumit.
D. Pembentukan Tim
Tim akan menciptakan suatu kondisi dimana para anggota akan tetap
mempertahankan perubahan, mempelajari lebih banyak tentang kebutuhan dan
memperoleh ketrampilan dalam kerjasama.

8
2. Pelaksanaan Program Quality Assurance
A. Fase Inisiasi
1) Training Need Assessment (TNA)
Perbaikan mutu yang diberikan terburu buru sering menyebabkan
pengambilan keputusan tentang jenis pelatihan yang akan diberikan
menjadi salah.
2) Seminar Sadar Mutu
a) Quality Awareness Workshop
Kegiatan ini penting dilaksanakan sebelum kegiatan program jaminan
mutu dilakukan pada suatu tempat.
b) Pengembangan Kepemimpinan Mutu
Kepemimpinan yang berwawasan mutu merupakan kemampuan
untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan
memiliki tanggung jawab menyeluruh terhadap usaha mencapai suatu
tujuan.
c) Menetapkan Tujuan Peningkatan Mutu
Pada langkah ini tingkat kesenjangan kinerja yang terjadi perlu
dirumuskan secara tepat dan benar, sehingga tujuan yang ingin
dicapai dalam peningkatan mutu akan semakin jelas dan tepat.
B. Menyusun Rencana Stratejik dan Operasional
Penyusunan rencana stratejik dan rencana operasional rumah sakit sebaiknya
berdasarkan pada analisa SWOT dengan memperhitungkan faktor faktor
eksternal dan internal rumah sakit tersebut.
C. Fase Transformasi
Pada fase ini beberapa strategi yang disarankan adalah sebagai berikut :
1) Pemilihan proses prioritas yang akan ditingkatkan dalam bentuk proyek
percontohan.
2) Pembentukan kelompok kerja yang kompeten terhadap proses tersebut.
3) Identifikasi anggota untuk masing masing kelompok kerja.
4) Proses dalam kelompok kerja untuk melakukan perbaikan yang
berkesinambungan.
5) Pelatihan penyusunan standar dan dokumentasi mutu.
6) Pelatihan internal audit mutu and corective action.
7) Pelatihan manajemen stratejik.
8) Evaluasi.
D. Fase Integrasi
Pada fase ini strategi yang disarankan adalah :
1) Membentuk dan mempertahankan komitmen terhadap mutu melalui
optimalisasi dan proses perbaikan yang berkesinambungan.
2) Pelatihan pada seluruh karyawan.
3) Penetapan indikator mutu.
4) Pengembangan sistem surveilance dan evaluasi mutu yang tepat.
5) Penerapan proses perbaikan mutu yang berkesinambungan pada semua
unit dan lintas.

9
6) unit dengan membentuk kelompok kerja yang mandiri.

2.7 Perbedaan Quality Assurance dengan Tinjauan Aktivitas Lain


Kegiatan Quality Assurance (Jaminan Mutu) di rumah sakit atau jasa pelayanan
kesehatan bertujuan menyediakan perawatan dan pelayanan terbaik bagi seluruh pasien.
Untuk mereka yang memiliki kontak langsung kepada pasien, memberikan
perawatan dan pelayanan yang terbaik merupakan konsep nyata tentang QA. Sementara
bagi mereka yang tidak memiliki kontak langsung dengan pasien, memberikan mutu
pekerjaan yang baik sehingga memberikan kontribusi kepada penciptaan mutu
pelayanan dan perawatan yang baik untuk para pasien menjadi konsep mereka
mengenai QA.
Quality Assurance juga menyusun mekanisme untuk menjamin bahwa tujuan
penerapannya tercapai. QA akan berhasil bila dalam pelaksanaannya QA menjadi
aktivitas karyawan yang dilakukan rutin setiap hari. Dan penerapannya akan lebih
efektif lagi bila tujuan dari QA menjadi tujuan pribadi dari setiap karyawan.
Agar dapat mentransformasikan tujuan QA menjadi tujuan pribadi maka setiap
karyawan perlu memahami secara menyeluruh mengenai konsep dasar dari Quality
Assurance. Konsep QA sendiri biasanya mudah diterima dan dimengerti. Namun tidak
jarang juga karyawan atau management rumah sakit salah kaprah dalam pelaksanaan
QA. Hal ini dikarenakan tinjauan mengenai QA seringkali overlap dengan tinjauan
aktivitas lain, diantaranya dengan Riset, Risk Management, Performance Appraisal .
Berikut perbedaan Quality Assurance dengan Riset, Risk Management dan
Performance Appraisal:
1. QA dan Riset
Riset bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru, mencari bukti yang
menyakinkan tentang hubungan antara satu faktor dengan faktor lain. Kesimpulan
dari hasil riset tersebut berlaku pada berbagai kondisi yang sama atau sejenis,
meskipun bukan merupakan kegiatan atau kondisi yang diteliti. Riset menyaratkan
penggunaan teknik statistik yang tepat dan akurat.
QA mencari informasi untuk mengidentifikasi masalah dan tindakan dalam
merawat dan melayani pasien pada kondisi khusus. Hasil QA tidak
menyamaratakan temuan di luar kondisi yang ditinjau. Data yang digunakan harus
valid, dapat dipercaya dan batas waktunya diketahui. Teknik statistik yang akurat
tidak menjadi keharusan.
2. QA dan Risk Management
Risk Management adalah sebuah proses mengidentifikasi resiko yang
mungkin diterima pasien untuk kemudian mengurangi atau menghilangkannya.
Perhatian Risk Management lebih pada perawatan yang dapat diterima pasien
dibanding perawatan yang optimal yang mana merupakan tujuan dari QA. Untuk
lebih jelasnya, berikut adalah perbedaan antara QA dengan Risk Management :
1) Motivasi dan fokus dari masing-masing tinjauan aktivitas.
2) Perhatian Risk Management adalah pada batas penerimaan si pasien terhadap
perawatan yang diberikan, sementara QA adalah pada pemberian perawatan
pada level yang optimal.

10
3) Risk Management ditujukan pada semua orang, kejadian, lingkungan,
sementara QA khususnya ditujukan pada perawatan pasien.
4) Risk Management memiliki spesialisasi dalam hal jaminan secara legal dan
kegiatan pencegahan kerugian lainnya.
5) QA memfasilitasi kegiatan perbaikan dari mutu perawatan melalui berbagai
aktivitas yang terkordinir, sementara Risk Managementlebih fokus terhadap
kegiatan pencegahan kerugian.
Karena banyaknya bentuk pengawasan proses untuk kegiatan Risk
Management dan QA yang sama, kedua fungsi tadi sering dianggap sama. Namun
perlu diingat bahwa motivasi dan fokus dari keduanya berbeda.
3. QA dan Performance Appraisal
Tinjauan mengenai Performance Appraisal terfokus pada apa yang dilakukan
karyawan. Tinjauan tentang aktivitas ini biasanya menitikberatkan pada :
1) Seberapa baik karyawan dapat memenuhi persyaratan pekerjaannya di
perusahaan.
2) Seberapa profesional karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan jabatannya
dalam perusahaan.
Sementara QA lebih terfokus kepada seberapa bagus mutu perawatan dan
pelayanan yang yang dihasilkan karyawan (staf medis atau non medis) dan
diterima pasien. Contoh nyata yang bisa diambil misalnya : jumlah pelayanan yang
telah diberikan seorang pekerja perhari bukan merupakan objek dari tinjauan QA,
namun catatan mengenai keterlambatan dalam memberikan pelayanan dan alasan
keterlambatannya merupakan tinjauan dari QA.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal, banyak syarat yang harus
dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia
(available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima
(acceptable), dapat dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient)
serta bermutu (quality).
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya
yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana
dikenal dengan nama program menjaga mutu (Quality Assurance Program).
Quality assurance (QA) dalam rumah sakit merupakan salah satu faktor penting
dan fundamental khsususnya bagi manajemen RS itu sendiri dan para stakeholder,
sebab dampak dari QA menentukan hidup matinya sebuah rumah sakit. Bagi Rumah
Sakit, adanya QA yang baik membuat RS mampu bersaing dan tetap eksis di
masyarakat. Bagi pasien, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang
bermutu dan baik. Bagi praktisi medis, selain terikat dengan standar profesinya, dengan
adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati-hati
dalam menjaga mutu pelayanannya. Dan bagi pemerintah, adanya QA dapat
menjadikan standar dalam memutuskan kebenaran suatu kasus yang terjadi di Rumah
Sakit.

3.2 Saran
Meskipun penyusun menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyusunan
makalah yang lebih baik lagi.

12

Anda mungkin juga menyukai