Anda di halaman 1dari 17

CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT

Makalah

Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan

Oleh :

MIZNA SABILLA
NPM: 2013970028

PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI


PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHJAKARTA
1435 H / 2014 M
A. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar.
Schopenhauer, seorang Filsafat Jerman, menyatakan bahwa “Health is not everything,
but without health, everything is nothing” (Anonymous, 2010). Ungkapan tersebut
memberi makna bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Secara garis besar faktor -faktor yang mempengaruhi status kesehatan
manusia, baik individu, kelompok, maupun masyrakat dikelompokkan menjadi 4
(empat), yaitu:
 lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi
dan sebagainya,
 perilaku,
 pelayanan kesehatan, dan
 keturunan (hereditas) (Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2007)
Untuk memperoleh kesehatan yang optimal, setiap manusia berhak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal bagi dirinya, yaitu pelayanan
kesehatan yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan klien, sangat memperhatikan
dan mengutamakan kepuasan klien serta mampu dibayar olehnya. Pelayanan
kesehatan yang demikian tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu (Efendi
dan Makhfudly, 2009).
Menurut Muninjaya (2004) dalam (Effedy dan Makhfudly, 2009) banyak
kajian program terkait proses peningkatan mutu oleh para pakar yang menggeluti
manjemen mutu. Dasar pengertian yang digunakan oleh para pakar tersebut tidaklah
berbeda satu sama lain. Beberapa istilah tentang program manajemen mutu yang
sudah diperkenalkan oleh banyak pakar adalah sebagai berikut:
 Program pengawasan mutu (quality control program)
 Program peningkatan mutu (quality improvement program)
 Manajemen mutu terpadu (total quality management)
 Peningkatan mutu berkesinambungan (continuous quality improvement).
Dalam mengupayakan pelayanan kesehatan yang bermutu, kini banyak
organisasi pelayanan kesehatan yang menerapkan konsep Manajemen Mutu Terpadu
atau Total Quality Management (TQM). Pada awalnya, W. Edwards Deming
menerapkan TQM dalam dunia bisnis tetapi karena keberhasilannya, maka
pemerintah mulai mencoba menerapkannya di bidang lain seperti penerapan TQM di
Angkatan Udara Amerika Serikat (Morgan dan Rebecca, 1996 dalam Effedy dan
Makhfudly, 2009). TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang
berusaha memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara
berkesinambungan atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi.
Continuous Quality Improvement (CQI) atau Peningkatan Mutu Berkelanjutan
dalam pelayanan kesehatan merupakan pengembangan dari Quality Assurance yang
dimulai sejak tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement sering diartikan sama
dengan Total Quality Management karena sama-sama mengacu pada kepuasan pasien
dan perbaikan mutu menyeluruh. Dalam buku McLaughlin dan Kaluzny yang
berjudul Continuous Quality Improvement in Health Care pada tahun 2004
disebutkan bahwa tidak perlu bingung antara istilah TQM dan CQI atau istilah
program peningkatan mutu lainnya. TQM/CQI adalah sebuah struktur proses
organisasi yang melibatkan seluruh anggotanya dalam perencanaan dan pelaksanaan
perbaikan yang terus menerus untuk memberikan layanan kesehatan bermutu yang
memenuhi harapan dan keinginan konsumen. Namun menurut mereka ada sedikit
perbedaan dari kedua istilah tersebut, yaitu bahwa Total Quality Management
dimaksudkan pada kegiatan industri sedangkan Continuous Quality Improvement
pada klinis (McLaughlin dan Kaluzny, 2004). Menurut Ellis dan Witthington dalam
Graham (1995), juga terdapat dua tradisi jaminan mutu dalam sejarah dunia ini,
yakni jaminan mutu di bidang industry dan pelayanan kesehatan. Untuk itu, pada
makalah ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah mengenai Continuous Quality
Improvement atau Peningkatan Mutu Berkelanjutan.

B. PENGERTIAN DAN KONSEP CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT


Continuous quality improvement atau peningkatan mutu berkelanjutan adalah
pendekatan sistem yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan meningkatkan
mutu produk barang/jasa yang ada atau untuk merancang produk barang/jasa yang
baru (McLaughlin & Kaluzny, 2004). Sedangkan menurut Graham (1995), CQI
adalah suatu pendekatan manajemen mutu yang dibangun dari metode jaminan mutu
yang berfokus pada proses daripada individu anggota organisasi, mengenal pelanggan
internal dan eksternal, mempromosikan perlunya data yang obyektif untuk
menganalisis dan memperbaiki proses. CQI merupakan alat untuk memperbaiki
pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi.
CQI dalam pelayanan kesehatan memiliki arti bahwa pelayanan kesehatan
harus senantiasa ditingkatkan mutunya secara berkesinambungan atau terus menerus
melakukan perbaikan dan evaluasi. Setiap komponen yang terlibat dalam proses
pelayanan kesehatan haruslah mampu untuk senantiasa meng-update ilmu,
pengetahuan, dan ketrampilannya untuk menjamin bahwa mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan telah sesuai dengan standar mutu yang diterapkan dan harapan
konsumen. Proses CQI meliputi identifikasi perbaikan, melaksanakan perbaikan,
mengevaluasi pengaruh perbaikan dan kembali mengidentifikasi perbaikan lebih
banyak. CQI menggunakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan dan menilai
data dan informasi guna mengidentifikasi peluang untuk melakukan perbaikan dari
suatu organisasi dengan hasil akhir memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggan dan klien (Australian Department of Health, 2012).
Pendekatan sistem yang digunakan dalam CQI adalah filosofi dan metode
manajemen. Dasar filosofis CQI adalah asumsi bahwa masalah yang paling sering
muncul dalam memproduksi barang/jasa yang berkualitas bukan dari kurangnya
kemauan, keterampilan atau niat jinak antara orang-orang yang terlibat dalam proses,
tapi paling sering dari desain pekerjaan yang buruk, kegagalan kepemimpinan atau
tujuan yang tidak jelas. Kualitas dapat lebih jauh ditingkatkan ketika orang-orang
diasumsikan sudah berusaha keras (McLaughlin & Kaluzny, 1994 dalam Radawsky,
1999).

C. STRATEGI DAN MODEL CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT


Untuk membangun strategi CQI yang efektif, praktisi harus (Wagner et al,
2012 dalam The National Learning Consortium, 2013):
• Memilih dan menggunakan model formal untuk meningkatkan mutu (Quality
Improvement).
• Menetapkan dan memonitor metrik untuk mengevaluasi upaya perbaikan dan
hasilnya secara rutin.
• Memastikan semua anggota staf memahami metrik demi kesuksesan.
• Memastikan pasien, keluarga, penyedia, dan anggota tim perawatan terlibat dalam
kegiatan QI.
1) Donabedian CQI Model framework
Dalam melakukan CQI, harus mempertimbangkan tiga komponen, yaitu:
(1) struktur,
(2) proses, dan
(3) hasil/outcome (Donabedian, 1980 dalam The National Learning Consortium,
2013).
Model framework CQI pada gambar 1 dibangun di atas tiga komponen dalam
konteks teknologi informasi kesehatan dan menggambarkan premis dasar CQI: setiap
inisiatif untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien harus berfokus pada struktur
(terutama teknologi dan individu) dan proses yang mengarah pada hasil yang
diharapkan dan kemudian pada hasil akhir yang diinginkan.

Gambar 1
CQI Framework Model

Sumber: The National Learning Consortium, 2013

1. Struktur.
Struktur mencakup teknologi, manusia (man), fisik, dan aset keuangan praktek
memiliki untuk menjalankan tugasnya. CQI meneliti karakteristik (misalnya,
nomor, campuran, lokasi, kualitas, dan kecukupan) sumber daya kesehatan, staf
dan konsultan, ruang fisik, dan sumber daya keuangan.
2. Proses.
Kegiatan, alur kerja, atau tugas dilakukan untuk mencapai output atau
dampak/hasil dianggap sebagaproses. Meskipun strategi CQI dalam literatur
fokus lebih umum pada proses klinis, CQI juga berlaku untuk proses administrasi.
3. Output.
Output berhubungan langsung dengan perubahan status pasien. Tidak semua
output bersifat klinis; banyak praktisi juga memiliki output terkait dengan bisnis
atau efisiensi tujuan dan, karenanya, memerlukan perubahan proses administrasi
dan penagihan/billing.
4. Outcome/Hasil.
Outcome adalah hasil akhir pelayanan (AHRQ, 2009 dalam The National
Learning Consortium, 2013) dan perubahan status kesehatan pasien pada saat ini
dan masa depan akibat intervensi perawatan dan pelayanan kesehatan (Kazley,
2008 dalam The National Learning Consortium, 2013). Perubahan yang
diinginkan dalam biaya dan efisiensi pelayanan pasien atau laba atas investasi
juga dapat dianggap sebagai outcome/hasil.
5. Umpan Balik.
Umpan balik antara output / outcome dan inisiatif CQI merupakan sebuah siklus.
Setelah perubahan struktur dan proses diimplementasikan, harus dinilai apakah
telah mencapai hasil yang diharapkan, dan jika tidak, apakah perubahan lain bisa
dipertimbangkan. Jika hasilnya telah tercapai, kemudian dapat menentukan cara
untuk menghasilkan hasil yang lebih baik lagi atau lebih efisien dan dengan biaya
lebih sedikit.

2) Siklus Deming – Siklus PDCA


Perbaikan proses secara berkesinambungan (Continuous Quality Improvement)
dapat mengikuti siklus PDCA: Plan, Do, Check, Action, misalnya dengan membentuk
gugus kendali mutu, atau mengikuti rangkaian kegiatan VALUE-PDCA, atau
mengikuti model dari Nolan dengan menentukan tujuan, menetapkan pengukuran agar
dapat memastikan bahwa perubahan yang dilakukan adalah perbaikan, menentukan
perubahan apa yang akan dilakukan sehingga terjadi perbaikan, baru kemudian masuk
dalam siklus PDCA (PKMK FK UGM, tanpa tahun).
Shewhart dan Deming mengemukakan langkah-langkah perbaikan mutu
sebagai siklus pemecahan masalah yang meliputi: Plan, Do, Check, dan Action
(PKMK FK UGM, tanpa tahun). Siklus tersebut disebut juga siklus PDCA atau siklus
Deming yang tertera pada gambar 2.
a) Plan:
Perbaikan proses dapat dicapai pada tiap tingkat organisasi. Perbaikan
berfokus pada persyaratan yang diajukan oleh pelanggan maupun input
dari rekanan, pelanggan internal. Seluruh jajaran karyawan dalam
organisasi harus mampu mengatasi masalah yang ada dalamsistem, oleh
karena itu perlu bersama-sama menyusun rencana perbaikan.
b) Do:
Ketika inisiatif untuk melakukan perbaikan telah direncanakan, maka
inilah saatnya untuk melakukan uji coba dalam skala kecil, segala
perubahan yang terjadi diamati, dicatat, dan dianalisis dengan alat-alat
perbaikan mutu seperti flow chart, fishbone, pareto, analisis trend,
histogram, diagram pencar, diagram kendali, dan sebagainya.
c) Chek/Study:
Hasil uji coba dianalisis dan didiskusikan bersama, sehingga dapat
dipahami keterkaitan antara masalah yang satu dengan yang lain dan dapat
memberikan rekomendasi yang perlu dilakukan untuk perbaikan
d) Action:
Berdasarkan hasil uji coba dapat diambil keputusan untuk melakukan
adopsi perubahan, melakukan penyesuaian, atau mengembangkan
alternatif lain untuk diuji-coba lagi jika ternyata hasil uji coba tidak
menunjukkan adanya perbaikan.
Gambar 2
Siklus PDCA (7 Langkah Proses CQI)

Sumber: Anonymous
Berdasarkan gambar 2, CQI merupakan sebuah siklus. Ketika siklus tersebut
telah selesai dilaksanakan, tim CQI harus memastikan apakah permasalahan telah
diselesaikan atau belum. Jika belum, maka siklus tersebut harus diulang: prosesnya
harus dilakukan studi ulang dan tindakan baru sampai hasil yang diinginkan tercapai.
Jika masih belum tercapai juga, maka siklus CQI harus dimulai kembali untuk
mengidentifikasi dan menentukan area baru untuk dilakukan perbaikan (The Family
Planning Manager, 1993).

Ada tujuh tahapan dalam meingimplementasikan siklus CQI, yaitu:


1. Step 1 Identifikasi area yang berpeluang untuk dilakukan perbaikan.
Peluang untuk melakukan perbaikan dapat muncul dari dalam maupun luar
organisasi. Penilaian organisasi, FGD, wawancara, kotak saran, merupakan
bebrapa cara untuk menemukan area perbaikan.

2. Step 2 Rumuskan masalah dan buat kerangka proses.


Ketika area yang akan diperbaiki sudah ditentukan, rumuskan masalah dalam area
tersebut dan bentuklah kerangka proses atau kegiatan yang akan terjadi dalam
masalah tersebut. Setelah masalah dirumuskan, anggota harus menggambarkan
seluruh proses yang berhubungan dengan masalah tersebut. Pengembangan
flowchart dapat membantu memecah belah kegiatan rutin ke dalam langkah-
langkah kecil. Hal ini dilakukan agar terlihat jelas mana yang merupakan awal dan
akhir proses kegiatan.
.
3. Step 3 Tetapkan hasil yang ingin dicapai apa saja yang dibutuhkan untuk
mencapainya.
Tim harus menetapkan hasil yang ingin dicapai dari keseluruhan proses, sama
seperti hasil dari setiap langkah dalam proses. Hasil/outcome tersbut biasaya
memiliki standart yang harus dicapai. Setelah hasil yang ingin dicapai telah
ditentukan, maka tentukan apa saja yang dibutuhkan untuk mencapainya. Hal ini
biasanya berhubungan dengan manusia, financial dan material.

4. Step 4 Pilih langkah spesifik dalam proses dan dalam setiap langkah tersebut,
buatlah daftar faktor penyebab masalah atau penghambat keberhasilan.
Ada beberapa teknik dalam mengidentifikasi penyebab masalah, meliputi: me-
review proses flowchart, mencari faktor yang mempengaruhi masalah dan
melakukan tukar pikiran/brainstorming.

5. Step 5 Kumpulkan dan analisis data.


Kumpulkan dan analisis data tentang faktor penyebab masalah dan penghambat
keberhasilan dari setiap langkah yang telah ditentukan.

6. Step 6 Lakukan tindakan koreksi untuk memperbaiki proses.


Sangat rasional jika perencanaan yang telah ditetapkan dapat berubah selama
proses implementasi- tanggal dapat diubah, dapat terjadi penambahan staf, dan
ada kegiatan-kegiatan yang dihilangkan atau ditambah.

7. Step 7 Monitor / awasi hasil.


Dengan menggunakan teknik yang sama untuk mengumpulkan data, dapat terjadi
tiga hal, meliputi:
 hasil yang diinginkan dalam setiap langkah kecil dan keseluruhan proses
telah tercapai;
 hasil yang diinginkan dalam setiap langkah kecil dan keseluruhan proses
tidak tercapai;
 hasil yang diinginkan dalam setiap langkah kecil telah tercapai, namun hasil
yang diinginkan dari keseluruhan proses tidak tercapai;
3) Model Nolan
Gambar 3
Nolan Model for Improvement

Sumber : National Standards Assessment Program, 2011

Nolan Model for Improvement merupakan cara sederhana yang banyak


digunakan organisasi saat ini untuk mempercepat perbaikan strategi mereka. CQI
berdasarkan Model Perbaikan IHI berfokus pada pengaturan tujuan dan team building
untuk mencapai perubahan/peningkatan mutu. Seperti digambarkan dalam Gambar 1,
perbaikan dilakukan dengan mencari jawaban atas tiga pertanyaan, yaitu:
• Apa yang ingin kita capai?  itulah tujuan
• Bagaimana kita akan tahu bahwa perubahan yang dilakukan adalah perbaikan?
 itulah pengukuran
• Perubahan apa yang dapat kita lakukan yang hasilnya adalah perbaikan?

Setelah menjawab ketiga pertanyaan tersebut, selanjutnya melakukan siklus


P-D-C-A, yakni Plan, Do, Check dan Action. Dalam proses CQI tersebut juga
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (The National Learning Consortium,
2013):
 Bentuk tim (form the team)
Membentuk tim sesuai kebutuhan yang akan diperbaiki. Proses ini melibatkan
orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan perbaikan mutu. Harus
menentukan ukuran dan jumlah anggota tim. Libatkan orang-orang tersebut
dalam mengidentifikasi dan merencanakan implementasi CQI.
 Tetapkan tujuan (set aims)
Tujuan haruslah spesifik, memiliki jangka waktu, dan dapat diukur
(measurable). Tujuan meliputi definisi dari siapa yang akan terkena dampak:
pasien, staf/karyawan, dll.
 Tentukan pengukuran (establish measures)
Pengukuran dampak / outcome haruslah diidentifikasi sebagai bahan evaluasi
saat tujuan tercapai. praktisi harus menentukan pengukuran menggunakan
data yang telah dikumpulkan.
 Pilih perubahan yang perlu dilakukan (select changes)
Tahap ini menjawab pertanyaan: Perubahan apa yang dapat menghasilkan
perbaikan? Team harus mencari ide dari berbagai sumber dan kemudian
memilih perubahan yang paling tepat yang rasional.
 Uji coba perubahan (test changes) dalam skala kecil
Pertama-tama, rencanakan perubahan dan anilisis dampak yang akan terjadi
apakah akan mencapai hasil yang diinginkan. Setelah diimplementasikan,
hasilnya harus diamati sebagai bahan pembelajaran dan perbaikan di masa
akan datang.
 Implementasi perubahan (implementing changes)
Setelah menguji coba perubahan dalam skala kecil, pelajari dan terapkan
perubahan ke dalam siklus PDCA, team dapat mengiplementasikan perubahan
dalam skala lebih besar.
 Sebarkan ke unit yang lebih luas (spread changes)
Setelah berhasil mengiplementasikan perubahan dalam unit yang lebih besar,
team dapat menyebarkan perubahan tersebut kepada bagian lain dalam
organisasi.
D. METODE DAN ALAT DALAM CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT
Dalam proses CQI terdapat metode dan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan dan menyajikan data; serta untuk memperbaiki dan memantau mutu.
Dalam buku Mutu Pelayanan Kesehatan : Perspektif Internasional oleh Al-Assaf
(2009), alat untuk mendentifikasi, mengumpulkan dan menyajikan data antara lain:
 Survei
 Brainstorming
Untuk mendapatkan banyak ide dari berbagai topic dengan membuat proses
yang bebas kritik.
 Brain-writing
Setiap anggota kelompok diminta untuk menuliskan daftar ide mereka dalam
sebuah kertas, kemudian ditulis di flipchart lalu didiskusikan.
 Log
Log merupakan alat untuk mengamati jejak urutan peristiwa atau kejadian
pada data tertentu untuk membuat tren atau analisis frekuensi.
 Checlikst (daftar tilik)
 Diagram lingkaran
 Diagram pencar / Scatter diagram
 Histogram

Begitu data sudah dikumpulkan dan peralatan lain untuk menyajikan data sudah
dibuat, analisis data dapat dimulai dan beberapa alat dapat digunakan untuk
membantu proses ini. Alat-alat untuk memperbaiki dan memantau mutu antara lain:
 Teknik kelompok nominal
Teknik ini merupakan kelanjutan dari brain-storming dan brain-writing yang
bertujuan membuat urutan atau prioritas.
 Teknik pemungutan suara multipel
Pemungutan suara dilakukan oleh anggota kelompok yang membuat daftar
ide. Jumlah suara yang dapat dimiliki tiap anggota biasanya 1,5 kali jumlah
ide yang diajukan. Para anggota dapat memberikan suara mereka kepada
masing-masing ide dengan berbagai cara.
 Teknik pembobotan suara
Sama seperti pemungutan suara multiple, namun anggota diminta untuk
memberikan urutan menurut mereka sendiri terhadap ide-ide yang diajukan.
 Teknik pengurutan tingkat (rangking)
Pengurutan dapat dilakukan dengan mengurutkan ide yang paling penting
hingga yang paling kurang penting.
 Neraca (balance sheet)
Semua ide dibagi menjadi dua kolom. Satu sisi kolom diberi judul sebagai
kolom positif/kekuatan, sedang sisi kolom yang lain diberi judul sebaliknya.
Setelah itu anggota kelompok mendiskusikan untuk mempertimbangkan man
aide yang terbaik.
 Diagram Pareto
Diagram Pareto lebih dikenal sebagai hukum 80-2-. Konsep ini dapat
diterapkan dalam layanan kesehatan, misalnya 80% kesalahan pencatatan, 20%
disebabkan oleh staf.
 Diagram kendali
Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses “berada di luar
kendali”, yaitu di luar batasan yang diperhitungkan.
 Diagram alur (flowchart)
Diagram alur merupakan sebuah rangkaian langkah demi langkah proses dan
sub-proses dalam bentuk gambar yang meliputi peristiwa, reaksi atau
keputusan. Diagram alur menunjang prinsip bahwa jika anda memahami
proses dan cara kerjanya, maka akan dengan mudah mengidentifikasi
kebutuhan proses dan hambatan-hambatan pelaksanannya.
Contoh Diagram Alur :
 Diagram sebab akibat
Diagram sebab akibat disebut juga diagram tulang ikan (fish bone) atau
diagram Ishikawa. diagram ini menampilkan akar penyebab suatu masalah
pada situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait.
Contoh :

 Matriks pengambilan keputusan


Teknik ini dilakukan dengan membuat matriks yang terdiri atas baris dan
kolom. Baris akan menampilkan sejumlah alternative keputusan ataun solusi
untuk memperbaiki masalah mutu. Sedangkan kolom menampilkan criteria
penilaian di anatara berbagai keputusan tersebut yang diberi bobot
berdasarkan kepentingannya.
E. KESIMPULAN
CQI dalam pelayanan kesehatan memiliki arti bahwa pelayanan kesehatan
harus senantiasa ditingkatkan mutunya secara berkesinambungan atau terus menerus
melakukan perbaikan dan evaluasi. Setiap komponen yang terlibat dalam proses
pelayanan kesehatan haruslah mampu untuk senantiasa meng-update ilmu,
pengetahuan, dan ketrampilannya untuk menjamin bahwa mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan telah sesuai dengan standar mutu yang diterapkan dan harapan
konsumen. Proses CQI meliputi identifikasi perbaikan, melaksanakan perbaikan,
mengevaluasi pengaruh perbaikan dan kembali mengidentifikasi perbaikan lebih
banyak. Pendekatan sistematis dilakukan untuk mengumpulkan dan menilai data dan
informasi guna mengidentifikasi peluang untuk melakukan perbaikan dari suatu
organisasi dengan hasil akhir memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggan dan klien, dalam hal ini adalah pasien.
Terdapat beberapa model CQI, seperti Donabedian model, Deming Siklus,
Nolan Model dan lain-lain. Model yang sering digunakan oleh organisasi adalah
model Nolan yang juga menggunakan siklus PDCA di dalamnya. Dalam Model Nolan
tersebut ada tiga pertanyaan mendasar yang menjawab tujuan, pengukuran dan
perencanaan perubahan, setelah itu dilanjutkan dengan siklus PDCA.
Dalam melakukan CQI, sebuah organisasi dapat menggunakan berbagai
metode dan alat yang dapat digunakan, yaitu untuk memngumpulkan dan menyajikan
data, serta memperbaiki dan memantau mutu. Dengan menerapkan CQI, maka
diharapkan mutu organisasi pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan demi kepuasan
pelanggan/pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Assaf, A.F. 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan: Perspektif Internasional. Terjemahan buku
Health Care Quality : an International Perpective. Jakarta: EGC
Anonymous. 2010. Workplace Health Promotion for Employees. FACTS: European Agency
for Safety and Health at Work. Dinduh dari https://osha.europa.eu pada tanggal 8
Oktober 2014.
Anonymous. PDCA Cycle (7 Steps CQI Process). Diunduh dari http://www.mcc.edu pada
tanggal 8 Oktober 2014.
Australian Department of Health. 2012. Continuous Quality Improvement. Diunduh dari
http://www.health.gov.au pada tanggal 6 Oktober 2014
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Graham, N.O. 1995. Quality in Health Care: Theory, Application, and Evolution. United
States of America: Aspen Publisher.
McLaughlin, Curtis P., dan Kaluzny, Arnold D. 2004. Continuous Quality Improvement in
Health Care : Theory, Implementation and Applications. Second Edition. United
States of America: Jones and Bartlett Publishers.
National Standards Assessment Program. 2011. Continuous Quality Improvement. Diunduh
dari http://www.caresearch.com.au pada tanggal 8 Oktober 2014
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK). Tanpa Tahun. Modul Spesifik
Puskesmas 3. Manajemen Mutu Pelayanan. Program Pengembangan Kapasitas
Manajemen dan Kepemimpinan Berbasis Kinerja di Papua. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran, Universitas Gadjah Mada.
Radawsky, Dan. 1999. Continuous Quality Improvement: Origins, Concepts, Problems, and
Applications. Perspective on Physician Assistant Education, Vol. 10, No. 1. Diunduh
dari http://www.paeaonline.org pada tanggal 6 Oktober 2014.
The Family Planning Manager. 1993. Using CQI to Strengthen Family Planning Programs.
January/February 1993 Volume 11, Number 1. Diunduh dari https://www.msh.org
pada tanggal 8 Oktober 2014.
The National Learning Consortium. 2013. Continuous Quality Improvement (CQI) Strategies
to Optimize your Practice. America: Diunduh dari www.healthit.gov pada tanggal 6
Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai