KETUA :
RAHMAD RAMADHAN
SEKRETARIS :
WIENANDA RIZKA SUKMA JELITA
ANGGOTA :
ANGELINE SUTJIANTO
DITA AYU PUSPITA PUTRI SUSILO
LUNNAR DEASY HERLINA SIPAHUTAR
DOSEN :
DRG. NINING HANDAYANI, SP. PROS, M.M
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Mata Kuliah Manajemen Mutu Rumah Sakit
i
BAB I
PENDAHULUAN
Menjaga mutu (QA) dalam Pelayanan Kesehatan merupakan suatu rangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan berdasarkan standar dan prosedur medis yang semestinya agar mutu pelayanan
kesehatan tetap terjaga, ditinjau dari pandangan pemberi pelayanan Kesehatan maupun kepuasan
pasien. Dalam pengertian tersebut penulis sengaja membatasi pengertian bermutu hanya dari
pandangan pemberi pelayanan kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dan dari pandangan
pasien yang membutuhkan (menerima) pelayanan Kesehatan medis yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan agar tidak rancu dengan pengertian umum tentang TQM/TQC/CQI pelayanan
kesehatan yang merupakan rangkaian kegiatan menyeluruh dan berkelanjutan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan, dipandang dari berbagai aspek input (sumber daya), proses (organisasi
dan manajemen) dan output dan dampaknya, quality control, inspeksi, gugus kendali mutu dan
sebagainya. Maka dirasa penting untuk mengetahui dan memahami konsep menjaga mutu (QA)
dalam pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan materi menjaga mutu / Quality Assurance (QA) Pelayanan Kesehatan
diharapkan kita mampu memahami berbagai proses dari input, proses, outcome dan output dan
prinsip dari program menjaga mutu di fasilitas pelayanan kesehatan.
1
BAB II
ISI
2
2) Angka kematian rumah sakit;
3) Kasus kelainan neurology yang timbul selama pasien dirawat;
4) Timbulnya dekubitus selama perawatan;
5) Indikasi operasi tidak tepat;
6) Salah yang dioperasi;
7) Kesalahan teknik operasi;
8) Komplikasi pembedahan;
9) Perbedaan antara diagnosa pra bedah dengan penemuan patologi anatomi pasca bedah;
10) Operasi ulang untuk menanggulangi penyulit;
11) Infeksi pasca bedah;
12) Kematian karena operasi;
13) Reaksi obat;
14) Komplikasi pengobatan intravena;
15) Reaksi tranfusi;
16) Angka section Caesar yang tidak wajar tingginya;
17) Angka kematian ibu melahirkan.
3
1) Pasien terjatuh dari tempat tidur, dikamar mandi, toilet;
2) Pasien diberi obat yang salah;
3) Pasien lupa diberi obat;
4) Tidak ada alat atau obat emergency ketika dibutuhkan;
5) Tidak dilakukan cross match pada pasien yang ditranfusi;
6) Tidak ada oksigen ketika dibutuhkan;
7) Infeksi nosokomial;
8) Alat penyedot lendir yang tidak berfungsi dengan baik;
9) Alat anesthesia tidak berfungsi baik;
10) Alat pemadam kebakaran tidak tersedia;
11) Tidak ada rencana penanggulangan bencana
Berdasarkan dari pengamatan, ternyata mutu yang baik adalah seperti berikut :
1. Tersedia dan terjangkau;
2. Tepat kebutuhan;
3. Tepat sumber daya;
4. Tepat standart profesi / etika profesi;
5. Wajar dan aman;
6. Mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani.
4
itu adanya kemajuan teknologi yang canggih, memerlukan pemilihan yang tepat dan rasional
antara mutu pelayanan dan biaya.
2. Bagi Pasien
Pasien semakin kritis, ia mengerti akan hak,maka ia ingin pelayanan yang aman dan
memuaskan. Kemudian ia punya hak memilih, maka mutu pelayanan akan merupakan salah
satu sebab dipilihnya rumah sakit tertentu.
3. Bagi Dokter
Selain standart profesi yang telah ditentukan juga berhadapan dengan asumsi dan tuntutan
hukum yang semakin gencar, menyebabkan dokter hati-hati dan tertarik akan mutu
pelayanan. Selain itu ternyata kesembuhan pasien tidak hanya oleh obat, tetapi juga oleh
factor lain yang terkait.
4. Bagi Pemerintah
Pemerintah berusaha atas standart minimal pelanggaran maka pemantauan mutu yang baik
akan bermanfaat dalam memutuskan salah benarnya tindakan.
5
adalah aspek yang penting dalam peningkatan mutu seperti analisis sebab akibat
berdasarkan data dan fakta.
d. QA mendorong suatu pendekatan tim dalam pemecahan masalah dan peningkatan
mutu. Pendekatan partisipasi menawarkan dua keuntungan. Pertama, hasil produk
teknik kemungkinan bermutu lebih tinggi karena masing-masing anggota tim
membawakan prospeknya yang unik-unik dan wawasan kepada upaya peningkatan
mutu. Kerjasama memberikan kemudahan fasilitas dalam analisisi masalah dan
solusinya. Kedua, anggota staff kemungkinan lebih menerima dan mendukung
perubahan di mana mereka dapat membantu pengembangannya. Dengan demikian,
partisipasi dalam peningkatan mutu membangun konsensus dan mengurangi
perlawanan dalam perubahan.
2. Utilization Review
Utilization Review adalah satu metode yang dianjurkan oleh penjamin asuransi untuk
mengontrol pengeluaran-pengeluaran. Utilization review merupakan suatu proses di mana
6
penggunaan perawatan kesehatan yang disediakan dan pelayanan-pelayanan dievaluasi.
Perkembangannya sekitar tahun 1950 di Amerika Serikat, di mana fokus pengamatannya
adalah terhadap dua hal yaitu mutu pelayanan kesehatan dan mutu pembiayaannya.
Profesional Standards Review Organization (PSROs) suatu organisasi profesi non profit
menyusun lisensi tenaga medis untuk review profesional dan evaluasi pelayanan perawatan
pasien. Maksud review ini adalah untuk menetapkan apakah:
a. Pelayanan yang diberikan secara medis diperlukan;
b. Mutu pelayanan berdasar standar profesi perawatan kesehatan;
c. Perawatan diselenggarakan secara ekonomi konsisten dengan kebutuhan perawatan
kesehatan pasien.
7
2.2 Aplikasi kegiatan Quality Assurance di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Persepsi mutu dari kelompok pemakai jasa dalam hal ini pihak pembayar atau asuransi
mungkin berbeda dari persepsi kelompok penyedia jasa pelayanan ataupun persepsi kelompok yang
membutuhkan pelayanan kesehatan, sehingga definisi mutu pelayanan kesehatan bukanlah suatu hal
yang mudah untuk ditetapkan (Hatta G, 2010). Informasi mengenai pelayanan kesehatan, baik dari
seluruh pengguna jasa pelayanan medik maupun seluruh individu dalam populasi diperlukan sebagai
sumber data untuk dapat menjawab pertanyaan mengenai pemerataan (equity), efisiensi dan mutu
pelayanan kesehatan, sehingga manajemen informasi dan teknologinya dalam banyak hal sangat
diperlukan dalam manajemen klinis, untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
8
e. Audit medis;
f. Manajemen mutu pelayanan kesehatan;
g. Standarisasi pelayanan medis;
h. Indikator-indikator klinik;
i. Akreditasi;
j. Sertifikasi;
k. Masyarakat ilmiah atau asosiasi kedokteran;
l. Simposium, seminar, lokakarya, meeting ilmu kedokteran.
9
13) Autopsi meetings;
14) Medical commitee.
c. Lini Belakang; Pengarahan dan koordinasi QA
1) Kebijakan manajemen mutu rumah sakit;
2) Koordinasi pelayanan mutu bersama Komite Metik, standarisasi prosedur
pelayanan, akreditasi;
3) Pendidikan dan latihan mutu;
4) Penanganan keluhan, klaim dan kepuasan pasien;
5) Kegiatan lintas fungsional;
6) Proyek peningkatan mutu pelayanan yang diperlukan;
7) Monitoring dan evaluasi pelayanan mutu.
10
(FKTP) yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau
bagian wilayah kecamatan. Peraturan menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi menyelenggarakan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
akan mengacu pada kebijakan pembangunan Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota
bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Rencana Lima Tahunan dinas kesehatan kabupaten / kota.
Pedoman manajemen pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016. Manajemen ini digunakan untuk
melaksanakan upaya kesehatan baik di tingkat pertama dan upaya kesehatan perorangan tingkat
pertama. Dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan
agar menghasilkan kinerja Puskesmas yang efektif dan efisien.
Pedoman manajemen Puskesmas harus menjadi acuan bagi:
1. Puskesmas dalam:
a. Menyusun rencana 5 (lima) tahunan yang kemudian dirinci kedalam rencana tahunan;
b. Menggerakkan pelaksanaan upaya kesehatan secara efisien dan efektif.
c. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas.
d. Mengelola sumber daya secara efisien dan efektif; dan
e. Menerapkan pola kepemimpinan yang tepat dalam menggerakkan, memotivasi, dan
membangun budaya kerja yang baik serta bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
dan kinerjanya.
2. Dinas kesehatan kabupaten / kota dalam melaksanakan pembinaan dan bimbingan teknis
manajemen puskesmas.
11
(P-D-C-A)”.
12
yaitu:
a. Imunisasi;
b. Ante Natal Care (ANC);
c. Pengobatan TBC Paru;
d. Malaria;
e. Demam Berdarah Dengue;
f. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA);
g. Diare;
h. Gizi (kurang kalori protein, anemia besi, kekurangan iodium);
i. Keluarga Berencana;
j. UKS, termasuk pengobatan kecacingan.
13
BAB III
KESIMPULAN
Mutu dari segi input atau struktur mencakup jumlah, distribusi dan kualifikasi dari tenaga
profesional, peralatan dan geografi dari RS dan fasilitas lain, termasuk asuransi kesehatan.
Pendekatan sistem dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan sangat berkaitan dalam hal
perencanaan, desain dan implementasi dalam sistem pelayanan kesehatan yang dimaksud untuk
menyediakan kebutuhan yang diperlukan oleh tenaga pelayanan kesehatan.
Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan terdiri dari kajian mutu berdasarkan input,
proses, output, outcome dan impact. Hasil pelayanan kesehatan medis diilai dari 6 (enam) kategori,
yaitu: audit medis pasca operasi/tindakan medis lain, audit maternal perinatal, studi kasus/kematian
48 jam, review rekam medis dan review medis, keluhan pasien berkaitan dengan pasca operasi dan
informed consent.
Aplikasi kegiatan quality assurance di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit,
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Informasi yang diperlukan untuk dapat
menjelaskan tentang pemeriksaan (equity), efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan agar benar dan
akurat.
Quality Assurance di rumah sakit diantaranya berkaitan dengan tindakan pelayanan medis
pada umumnya sampai kebersihan dan sterilisasi. Kegiatan pendukung yang dilakukan diantaranya
pendidikan dan pelatihan medis berkelanjutan, audit medis, akreditasi sampai simposium dan
meeting ilmu kedokteran.
Pelaksanaan fungsi organisasi quality assurance quality assurance meliputi 3 (tiga) lini.
Pertama adalah lini depan, merupakan pelayanan langsung dan dilakukan sehari-hari di fasilitas
pelayanan kesehatan. Lini tenngah berupa pelayanan tidak langsung (termasuk penyakit nosokomial)
sampai menitoring dan evaluasi pelayanan mutu rumah sakit. Berdasarkan model pelayanan rumah
sakit, dapat digambarkan dalam input, proses dan output.
Aplikasi kegiatan quality assurance di puskesmas terdiri dari 3 (tiga) tahap. Tahap pertama
berupa tahap analisis sistem (system analysis). Tahap kedua merupakan tahap supervisi (supervision
based). Tahap ketiga merupakan tahap pendekatan tim (team based).
14
DAFTAR PUSTAKA
Rizanda Machmud. “Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.” Jurnal Kesehatan Masyarakat, volume
II (2) Maret 2008 - September (2008) (accessed juni 10, 2021).
BPPKPD, Bimtek Sistem Manajemen Mutu Rumah Sakit 2018 (accessed Januari 15, 2019)
Kania Nabila Fajrianti, Ahmad Muhtadi. “Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit
Dengan Six Sigma” Farmaka Volume 15 Nomor 3 (2018) (accessed juni 10, 2021).
Iman, A.T., Lena, D. 2017. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan I: Quality Assurance. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Kesehatan 1st ed th 2017 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Nurhasni. “Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di
Puskesmas Ampibabo Kabupaten Patigi Moutong.” e Jurnal Katalogis, Volume 6 Nomor 4 April
(2018) (accessed juni 10, 2021).