Tugas ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah Manajemen Mutu Rumah Sakit
Semester Ganjil, Tahun Akademik 2020 / 2021
Dosen pembimbing :
drg. Nining Handayani, Sp.Pros, MM
Penyusun:
Kelompok V
Ketua : dr. Radityo Prasetyo Asmoro
Sekretaris : Yemima Dwika Divinadia
Anggota :
dr. Anetta Lesmana
dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
dr. Muhammad Qaisha Arbey
1
DAFTAR ISI
I
BAB I
PENDAHULUAN
1
Upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan merupakan langkah penting dalam
peningkatan daya saing usaha di Indonesia secara khusus di bidang kesehatan. Perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa masyarakat pengguna layanan kesehatan di rumah sakit maupun
puskesmas menuntut adanya pelayanan berkualitas. Kenyataan saat ini bahwa pasien makin
kritis terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dan menghendaki keamanannya. Fakta
yang terjadi memberikan gambaran adanya masalah serius dalam mutu pelayanan kesehatan
yang dirasakan oleh masyarakat di Indonesia. Kondisi ini terjadi dikarenakan belum adanya
system pengendali mutu terbaik yang dapat diterapkan dalam pemberian pelayanan. Perlu
dilakukan pemahaman dengan baik tentang indikator dan kriteria mutu untuk mewujudkan
pemberian layanan kesehatan yang berkualitas.1,2
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai indikator mutu pelayanan di sarana
kesehatan, meliputi indikator, kriteria, indikator mutu pelayanan di Rumah Sakit, serta di
Puskesmas.
2
BAB II
INDIKATOR DAN KRITERIA
3
Mengoperasikan konsep teoritis mutu dengan menerjemahkannya ke dalam
seperangkat indikator memerlukan pemahaman yang jelas tentang tujuan dan konteks
pengukuran. Pertama, jelas bahwa indikator yang berbeda diperlukan untuk menilai tiga
dimensi kualitas, yaitu efektivitas, keamanan dan / atau keterpusatan pada pasien, karena
mereka berhubungan dengan konsep yang sangat berbeda, seperti kesehatan pasien,
kesalahan medis dan kepuasan pasien.5
Kedua, penilaian mutu harus berbeda tergantung pada fungsi pelayanan kesehatan,
yaitu tergantung pada apakah seseorang bertujuan untuk menilai mutu dalam perawatan
pencegahan, akut, kronis atau paliatif. Misalnya, perubahan hasil kesehatan karena pelayanan
kesehatan pencegahan seringkali hanya dapat diukur setelah waktu yang lama, sementara
perubahan tersebut akan terlihat lebih cepat pada perawatan akut. Ketiga, penilaian mutu
akan bervariasi tergantung pada target inisiatif, yaitu pembayar, organisasi penyedia,
profesional, teknologi dan / atau pasien. Misalnya, dalam beberapa konteks mungkin berguna
untuk menilai mutu pelayanan yang diterima oleh semua pasien yang dicakup oleh organisasi
pembayar yang berbeda (misalnya, asuransi atau jaminan kesehatan yang berbeda) tetapi
penilaian mutu lebih sering berfokus pada perawatan yang diberikan oleh organisasi penyedia
yang berbeda.5
Kerangka kerja yang paling sering digunakan untuk membedakan antara berbagai
jenis indikator mutu adalah dengan klasifikasi Donabedian (triad Donabedian) yang memiliki
klasifikasi struktur, proses dan hasil. Idenya adalah bahwa struktur di mana pelayanan
kesehatan dijalankan memiliki efek pada proses pelayanan, dan pada gilirannya akan
mempengaruhi hasil kesehatan pasien. Pada Tabel 2.1 memberikan beberapa contoh indikator
struktur, proses dan hasil yang terkait dengan berbagai dimensi kualitas.5,6
4
Tabel 1. Contoh struktur, proses, dan hasil pada indikator mutu6.
Sumber : Light, 2015
Indonesia, penetapan indikator dipandu Peraturan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit. Dalam lampiran Permenkes
tersebut, diatur 21 jenis pelayanan dan 107 indikator yang telah ditetapkan standar
minimalnya dengan nilai tertentu. Kementrian Kesehatan menetapkan standar ini menjadi
tolak ukur pelayanan rumah sakit badan layanan umum daerah.
Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam melakukan suatu penilaian terhadap
jenis dan mutu pelayanan yang dilihat dari akses, efektifitas, efisiensi, keselamatan dan
kenyamanan, kesinambungan pelayanan, kompetensi tekhnis dan hubungan antar manusia.
Indikator mutu dalam pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan
berkaitan dengan struktur, proses dan outcomes. Penetapan indikator mutu rumah sakit akan
mencerminkan mutu pelayanan rumah sakit. Rekam medis sebagai ujung tombak dari sistem
informasi rumah sakit dalam menyediakan data yang akurat (Kemenkes RI, 2009).
5
2.1 Merancang Pengumpulan Data Indikator
Dalam Permenkes disebut bahwa numerator adalah jumlah pasien yang mengalami
infeksi dalam satu bulan. Selanjutnya, denominator dalam lampiran tersebut tidak jelas
disebutkan namun kemungkinan adalah jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan. Di
sini jelas, bahwa angka yang dimaksud dalam permenkes ini adalah angka insidensi. Menilik
keterangannya, muncul beberapa pertanyaan misalnya: Apakah ini dihitung untuk seluruh
rumah sakit atau untuk satu bangsal tertentu? Data ini menunjukkan mutu pelayanan rawat
inap atau menunjukkan mutu layanan sterilisasi atau menunjukkan mutu layanan
pembedahan?
Infeksi pasca operasi saat ini lebih sering disebut sebagai infeksi daerah operasi (IDO)
atau surgical site infection (SSI). Infeksi ini lebih sering didiagnosis setelah pasien pulang
dan merupakan hasil kontaminasi pada daerah luka operasi pada akhir pembedahan (National
Collaborating Centre for Women's and Children's Health 2008). Bila mengikuti panduan
permenkes tersebut, rumah sakit perlu menyediakan dua sarana pengumpulan data, satu untuk
mengumpulkan IDO yang baru ditemukan dan satu untuk mengumpulkan jumlah pasien yang
menjalani operasi pada bulan tersebut.
Dalam kerangka berpikir, indikator mutu pelayanan rawat inap, pimpinan ruang rawat
inap bedah dapat memodifikasi indikator ini untuk mendapatkan manfaat lebih. Mari kita
simak tabel berikut.
Sesuai Permenkes Modifikasi
Numerator Jumlah pasien yang mengalami Jumlah hari rawat dengan IDO.
infeksi dalam satu bulan.
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam Jumlah hari rawat pasien
satu bulan. pascaoperasi.
6
Tabel 3. Contoh modifikasi indikator SPM
Dengan modifikasi ini, pimpinan ruang rawat inap bedah memudahkan tim untuk
mengumpulkan data karena setiap hari cukup mendata ada berapa pasien pasca operasi yang
dirawat dan ada berapa pasien yang mengalami IDO. Jumlah tersebut ditambahkan mulai
tanggal satu sampai akhir bulan dan dimasukkan ke dalam rumus. Sekarang, rumah sakit tahu
prevalensi IDO bulan tersebut dan sebagai bonus, pimpinan ruang rawat inap bedah bisa
menghitung berapa banyak sumber daya yang dipakai untuk mengurus IDO dan apakah
prevalensi ini menurun atau tidak dari bulan ke bulan (menunjukkan mutu layanan luka
pascaoperasi di ruang rawat inap bedah).
Analisis yang diminta dalam akreditasi versi lama maupun baru seringkali terbatas
pada pembuatan grafik indikator berbanding waktu dan penjelasan mengenai analisis
penyebab. Dengan kerangka berpikir seperti audit medis dan audit klinis, sebenarnya
pimpinan sistem mikro klinis di rumah sakit dapat memanfaatkan uji beda dalam statistika
untuk melihat peningkatan mutu di unitnya.
Statistika dapat membantu pimpinan rumah sakit untuk melihat apakah ada beda
bermakna pada ruang perawatan satu dengan yang lain pada indikator yang sesuai. Selain itu,
pimpinan rumah sakit dapat mengevaluasi juga apakah benar ada perubahan yang bermakna
setelah intervensi perbaikan mutu dilakukan di suatu unit kerja. Pengujian dengan statistika
lebih lanjut dapat juga mengungkap apakah benar suatu perlakukan meningkatkan mutu
pelayanan tertentu.
Namun sebelum melakukan analisis tersebut, perlu dilakukan pemilihan uji statistik
yang sesuai. Untuk itu pada saat merancang indikator mutu perlu dipikirkan mengenai uji
statistik tersebut. Mulai dari apakah data yang dikumpulkan menggunakan sampel atau
populasi. Populasi berarti semua dihitung. Contoh IDO di atas memanfaatkan data populasi.
Semua pasien yang menjalani operasi dihitung sebagai denominator. Ada keuntungan dan
kerugian masing-masing dalam memakai populasi atau sampel. Bila populasinya tidak
banyak, menggunakan sampel tentu tidak bijaksana.
7
Persiapan lainnya adalah menentukan tipe data. Apakah data tersebut merupakan data
nominal, ordinal, interval, atau rasio. Tipe data tertentu dapat memerlukan uji statistik yang
berbeda dengan tipe data lainnya untuk melihat hal yang sama.
8
BAB III
INDIKATOR MUTU DI RUMAH SAKIT
Indikator merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan
indikasi-indikasi terjadinya perubahan tertentu. Indikator berbasis rumah sakit digunakan
untuk mengukur pelayanan secara kuantitatif dan atau kualitatif dan sering kali terkait dengan
struktur, proses, dan hasil. Indikator tersebut menggambarkan aspek pelayanan kesehatan
tertentu yang digunakan untuk peningkatan kualitas berkelanjutan dengan memantau,
melakukan benchmarking, dan memprioritaskan kegiatan. Indikator adalah alat manajemen
yang dapat digunakan dalam evaluasi efektivitas biaya. Proses penilaian mutu rumah sakit
ditandai dengan perkembangan ilmiah yang berkelanjutan, kemajuan teknologi, dan
pencarian keunggulan layanan kesehatan.7
Kualitas indikator tergantung pada komponen yang digunakan dalam desainnya
(frekuensi kasus, karakteristik demografi dan kesehatan, dan faktor risiko pada pasien) dan
keakuratan informasi (registrasi data, pengumpulan, analisis dan interpretasi). Keunggulan
indikator ditentukan oleh validitasnya (ditentukan terutama oleh sensitivitas dan
spesifisitasnya), keandalan, keterukuran, relevansi, dan efektivitas biaya.7
Indikator berbasis rumah sakit yang banyak digunakan diantaranya adalah pada
domain infeksi, keamanan, kualitas, dan kematian dalam setting rawat inap dan pelayanan
unit gawat darurat. Kriteria indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit, yaitu :
1. Input : mengukur bahan/ alat/ sistem prosedur/ orang yang memberikan pelayanan.
Misalnya : dokter, perlengkapan alat, prosedur tetap.
2. Proses: mengukur perubahan pada saat pelayanan.
Misalnya ; kecepatan dan ketepatan pelayanan, keramahan pelayanan.
3. Output: menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai.
Misalnya ; jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, jumlah pasien yang
sembuh.
4. Outcome: menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan.
5. Benefit: tolok ukur dari keuntungan yang diproleh pihak rumah sakit maupun penerima
pelayanan atau pasien.
9
Misalnya biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit.
6. Impact: tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas.
Misalnya: angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan.
Indikator-indikator tersebut di atas digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
kesehatan pada suatu rumah sakit. Berdasarkan SK MenKes RI No.
1457/Menkes/SK/X/2003, tentang Standard Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota.
10
Jumlah Pasien Keluar RS( Hidup atau Mati)
Jumlah Tempat Tidur
h. Anasthesia DeathRate
Angka kematian anastesi pasien karena overdosis dan reaksi anastesi tersebut.
Total Kematian Anasthesia dalam periode tertentu
Total pasien yang mendapatkan Anasthesia dalam periode yang sama
11
Total Kematian dalam 10 kali operasi dalam periode tertentu
× 100 %
Total pasien yang dioperasi dalam periode yang sama
n. Hospitalization Rate
Angka rata-rata pasien yang dirawat di RS.
Angka hari rawat
× 100 %
Jumlah Populasi
12
Variabel diatas digunakan untuk menghitung mutu pelayanan rumah sakit
kemudian dimasukkan kedalam rumus mutu pelayanan rumah sakit untuk memberikan hasil
tentang kualitas mutu pelayanan yang berstandart nasional. Hasil perhitungan standar mutu
pelayananan rumah sakit harus dibandingkan dengan masing-masing standar mutu nasional.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) (2017) menjelaskan
pengukuran mutu dilakukan menggunakan indikator mutu sebagai berikut: 1) Indikator mutu
Area Klinik (IAK), yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan; 2) Indikator
mutu Area Manajemen (IAM), yaitu indikator mutu yang bersumber dari area manajemen; 3)
Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP), yaitu indikator mutu yang mengukur
kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan, sesuai
dengan international patient safety goals menurut JCI (2020).
13
BAB IV
INDIKATOR MUTU DI PUSKESMAS
14
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas membutuhkan pembinaan dan
penilaian yang terus menurus secara berkesinambungan. Penilaian mandiri di Puskesmas
yang ada selama ini belum komprehensif menilai semua upaya pelayanan kesehatan yang
menjadi tugas pokok Puskesmas. Penilaian mandiri yang ada yaitu Penilaian Kinerja
Puskesmas (PKP) belum secara lengkap memasukkan indikator program upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perseorangan (UKP) dari Kementerian Kesehatan.
(Putri, 2017)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu kepada
masyarakat dalam wilayah kerjanya, sejak tahun 2015 Direktorat Mutu dan Akreditasi,
Yankes Primer telah meluncurkan program akreditasi Puskesmas untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan (yankes) secara berkesinambungan yang dilakukan oleh Komisi
Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (KAFKTP). (Permenkes, 2014)
Akreditasi bertujuan untuk melakukan penilaian dan pembinaan tentang keselamatan
dan mutu layanan kesehatan di puskesmas. Sesuai dengan Permenkes Nomor 46 Tahun 2015,
kegiatan akreditasi dilakukan setiap tiga tahun di suatu puskesmas oleh para surveyor
nasional dengan menggunakan instrumen skoring akreditasi yang terdiri atas 776 elemen
penilaian (EP). Instrumen akreditasi puskesmas mengandung 183 EP untuk penilaian UKM
dan mengandung 381 EP untuk penilaian UKP. (Permenkes RI, 2015)
The Baldrige Assessment adalah salah satu alat untuk meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan dan terus-menerus dengan menggunakan pengukuran dan memberikan
feedback mengenai kinerja organisasi dalam menyediakan produk dan jasa yang berkualitas.
Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence atau ‘Kriteria Baldrige’ merupakan
penuntun bagi suatu perusahaaan/ organisasi untuk mencapai kinerja bermutu tinggi yang
terdiri dari tujuh kriteria yaitu kepemimpinan; perencanaan strategis; fokus pada pelanggan;
pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan; fokus pada tenaga kerja; manajemen
proses; dan hasil. (Balridge Assessment, 2017)
Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan (IMPK) merupakan instrumen penilaian mutu
layanan puskesmas baik UKM dan UKP yang memuat standar seperti dalam penilaian
akreditasi puskesmas namun lebih ringkas. IMPK yang dikembangkan ini memudahkan
puskesmas untuk melakukan self-assessment karena lebih ringkas dan lebih fokus terhadap
mutu layanan kesehatan di puskesmas. (Siswantoro, 2019)
15
IMPK puskesmas adalah indicator komposit yang dapat menilai mutu pelayanan
Kesehatan di Puskesmas. IMPK akan bermanfaat secara mandiri. Selain itu penilaian mutu
yankes ini juga bermanfaat untuk menentukan prioritas puskesmas yang akan diajukan untuk
akreditasi. Berdasarkan hasil penelitian ini ditetapkan IMPK alternatif kedua (18 EP) sebagai
indikator mutu pelayanan kesehatan (yankes) puskesmas, dengan pertimbangan nilai
kekuatan prediksi yang tidakjauh berbeda dengan alternatif pertama dan kepraktisan
penggunaannya.
Elemen penilaian merupakan standar akreditasi yang harus dipenuhi oleh puskesmas.
Berikut ini adalah 18 EP terpilih yang telah dirubah menjadi indicator mutu yankes
puskesmas
Kepemimpinan
Komitmen kepala dan seluruh staf
1. Pimpinan Puskesmas, penanggung jawab Puskesmas untuk meningkatkan mutu dan
upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan kinerja secara konsisten dan
Puskesmas berkomitmen untuk berkesinambungan
meningkatkan mutu dan kinerja secara
konsisten dan berkesinambungan.
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan Kebijakan Puskesmas dalam peningkatan
peningkatan kinerja dalam pengelolaan dan kinerja untuk pengelolaan dan pelaksanaan
pelaksanaan UKM Puskesmas. UKM PKM
3. Ada ketetapan tentang pelaksanaan Kebijakan komunikasi internal yang
komunikasi internal di semua tingkat dilaksanakan di semua tingkat manajemen
manajemen
Perencanaan
4. Dialokasikan sumber daya yang cukup Pengalokasian sumber daya yang cukup
untuk kegiatan perbaikan mutu layanan agar kegiatan perbaikan mutu layanan klinis
klinis dan upaya keselamatan pasien. dan upaya keselamatan pasien optimal
5. Ada rencana dan program peningkatan Program peningkatan mutu dan keselamatan
mutu layanan klinis dan keselamatan pasien pasien (PMKP)
16
yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang disusun
6. Terdapat program keselamatan/keamanan Program keselamatan/keamanan di
laboratorium yang mengatur risiko laboratorium
keselamatan yang potensial di laboratorium
dan di area lain yang mendapat pelayanan
laboratorium.
Yankes Fokus Klien
7. Ada keterlibatan tokoh masyarakat, Keterlibatan lintas sektoral dalam
lembaga swadaya masyarakat dan/atau peningkatan kinerja Puskesmas
sasaran dalam pelaksanaan kegiatan
perbaikan kinerja.
8. Ada upaya menanggapi harapan Tanggap terhadap harapan pasien dan
masyarakat terhadap mutu pelayanan dalam masyarakat terhadap mutu yankes agar
rangka memberikan kepuasan bagi memberikan kepuasan klien
pengguna pelayanan.
9. Hak dan kewajiban pasien/keluarga Pemenuhan hak dan kewajiban pasien/
diperhatikan oleh petugas selama proses keluarga oleh petugas Puskesmas.
pendaftaran
17
perbaikan
Yankes Fokus SDM
Pertemuan membahas kinerja petugas dan
13. Penanggung jawab UKM Puskesmas upaya perbaikan kegiatan Puskesmas (UKM
bersama pelaksana melakukan pertemuan dan UKP)
membahas kinerja dan upaya perbaikan
yang perlu dilakukan
14. Apabila persyaratan petugas yang diberi Pelatihan khususnya bagi petugas yang
kewenangan dalam penyediaan obat tidak diberi kewenangan namun tidak memenuhi
dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat persyaratan
pelatihan khusus
15. Terdapat kriteria petugas yang bertugas Kejelasan kriteria petugas yang akan
di ruang pendaftaran ditugaskan dalam
Pelayanan
16. Peralatan dan sarana pelayanan yang Jaminan keamanan sarana dan prasarana
digunakan menjamin keamanan pasien dan terhadap petugas dan pasien/ masyarakat
petugas
17. Pemberian obat kepada pasien disertai Kejelasan label obat kepada pasien
dengan label obat yang jelas (mencakup
nama, dosis, cara pemakaian obat dan
frekuensi penggunaannya)
18. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu Waktu tunggu pelayanan laboratorium
yang diharapkan untuk laporan hasil
pemeriksaan.
Delapan belas indikator mutu yankes terpilih yang dapat digunakan sebagai indeks
mutu pelayanan kesehatan (IMPK). Indikator tersebut terbagi ke dalam 6 kriteria yaitu
kepemimpian, perencanaan, yankes fokus klien, manajemen data dan informasi, yankes fokus
SDM, dan yankes fokus manajemen operasional.
4.5 Indikator Mutu Pelayanan di Puskesmas
18
Peran Puskesmas dan jaringannya sebagai institusi yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan di jenjang pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat menjadi
sangat penting. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Ada perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga yang berbasis siklus kehidupan / Sustainable Development
Goals (SDG’s), dan dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka
pedoman manajemen Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada. Melalui pola
penerapan manajemen Puskesmas yang baik dan benar oleh seluruh Puskesmas di Indonesia,
maka tujuan akhir pembangunan jangka panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat
Indonesia yang sehat mandiri secara berkeadilan. (Iman, 2017)
4.5.1 Jenis-Jenis Indikator Mutu Pelayanan Puskesmas :
4.5.1.1 Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Upaya meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),
maka upaya yang akan dilakukan adalah:
a) Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana
prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar.
b) Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal satu
Puskesmas yang memenuhi standar. Mewujudkan inovasi pelayanan, misalnya
dengan flying health care (dengan sasaran adalah provinsi yang memiliki daerah
terpencil dan sangat terpencil dan kabupaten/kota yang tidak memiliki dokter
spesialis), telemedicine, Rumah Sakit Pratama, dan lain-lain.
c) Mewujudkan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan dan NSPK
FKTP.
d) Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan antara lain melalui
penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta nakes
strategis.
e) Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan ke
Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen Puskesmas oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
f) Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instrumen penilaian kinerja
19
Upaya meningkatkan kinerja puskesmas, diperlukan informasi yang lengkap
tentang puskesmas, di antaranya berkaitan dengan kondisi bangunan puskesmas dan
sarananya, kondisi jaringan puskesmas, dan tenaga di puskesmas. Kesemuanya itu
digunakan sebagai masukan pengambilan keputusan dalam proses manajemen
pembangunan puskesmas di setiap jenjang administrasi kesehatan. Data yang
disajikan berupa data individu per puskesmas. Publikasi berupa kode, nama, alamat,
dan titik koordinat puskesmas; Pelayanan Obstetri Neonatus Essential Dasar
(PONED); kemampuan penyelenggaraan; wilayah kerja; letak administrasi;
karakteristik wilayah kerja; kondisi bangunan puskesmas; jumlah dan kondisi rumah
medis; jumlah tempat tidur; tenaga yang ada di puskesmas; sumber air; sumber listrik;
kondisi jalan menuju puskesmas; jumlah dan kondisi ambulans; jumlah dan kondisi
sepeda motor; jumlah dan kondisi puskesmas keliling; jumlah dan kondisi puskesmas
pembantu; dan jumlah polindes/poskesdes, poskestren, desa siaga dan posyandu.
(Iman, 2017)
20
a. Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan manajemen Puskesmas sebanyak 9.414
unit puskesmas. d. Jumlah kab/kota yang memiliki daerah Terpencil/Sangat Terpencil
(T/ST) yang mempunyai regulasi tentang penetapan Puskesmas T/ST sebanyak 318
kab/kota.
b. Jumlah kab/kota yang siap akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan primer
sebanyak 366 kab/kota.
c. Jumlah Puskesmas yang telah bekerjasama melalui Dinas Kesehatan dengan UTD
dan RS sebanyak 5.600 Puskesmas
21
2) Data UKM Esensial, yaitu:
Promosi Kesehatan;
Kesehatan Lingkungan;
Pelayanan Gizi KIA-KB;
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
Surveilans dan Sentinel SKDR;
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
3) Data UKM Pengembangan, antara lain:
Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
Kesehatan Jiwa;
Kesehatan Gigi Masyarakat;
Kesehatan Tradisional dan Komplementer;
Kesehatan Olahraga;
Kesehatan Kerja;
Kesehatan Indera;
Kesehatan Lanjut Usia;
Pelayanan kesehatan lainnya sesuai kebutuhan Puskesmas.
4) Data UKP, antara lain:
Kunjungan Puskesmas;
Pelayanan Umum;
Kesehatan Gigi dan Mulut;
Rawat Inap, UGD, Kematian, dll.
5) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, data laboratorium, dan data kefarmasian.
6) Kondisi keluarga di wilayah kerjanya yang diperoleh dari Profil Kesehatan Keluarga
(Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga. Setiap keluarga pada wilayah kerja Puskesmas akan terpantau kondisi
status kesehatan sebuah keluarga terkait 12 indikator utama sebagai berikut:
(a) keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB);
(b) Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
(c) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
(d) Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
(e) Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;
22
(f) Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar;
(g) Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;
(h) Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan;
(i) Anggota keluarga tidak ada yang merokok;
(j) Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
(k) Keluarga mempunyai akses sarana air bersih;
(l) Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.
Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kategori kesehatan masing-
masing keluarga dengan mengacu pada ketentuan berikut:
1) Nilai indeks > 0,800: keluarga sehaT
2) Nilai indeks 0,500 –0,800: pra-sehat
3) Nilai indeks
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Andy Triyanto Pujo R. Desain Perangkat Analisis Mutu Pelayanan Rumah Sakit.
baldrige.
6. Dinda Iryawati Bedy Saskito, Budi Hartono, Hasri Diniarianti. Penyusunan Indikator
Mutu Unit Hemodialisis Rumah Sakit Grha Permata Ibu Depok. Medical And Health
24
8. Hadjar Siswantoro, et al. Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan
9. Iman, Arief T, dan Dewi Lena Suryani. (2017) Manajemen Mutu Informasi Kesehatan
content/uploads/2017/11/MMIK-I_FINAL_SC_26_12_2017.pdf
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Indonesia.
11. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
RI; 2014.
12. Larashati, Citra. Analisis Pengukuran Kinerja Pada Badan Layanan Umum Dengan
Metode Balanced Scorecard (Studi Pada Rumah Sakit Umum Daerah Pamekasan).
Makro, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Mei 2016; Volume 1No.01: 37-59
RSUD Dr.Abdoer Rahem Situbondo. e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. 2018;
15. Nasus E, Tulak G. Tingginya mutu pelayanan keperawatan terhadap kepuasan pasien
di BLUD RS Benyamin guluh kolaka. Jurnal surya medika. 2020;5(2):9-12.
16. Putri NK, Ernawaty, Nurul R T, Megatsari H. Kemampuan instrumen penilaian
17. Quentin W, Partanen VM, Brownwood I, et al. Measuring healthcare quality. In:
Busse R, Klazinga N, Panteli D, et al., editors. Improving healthcare quality in
25
Europe: Characteristics, effectiveness and implementation of different strategies
[Internet]. Copenhagen (Denmark): European Observatory on Health Systems and
Policies; 2019. (Health Policy Series, No. 53.) 3. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549260/.
18. Rahmawati, A. F. 2013. “Mutu Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Dimensi Dabholkar
di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam.”Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia1(2):
134.
19. Rashidi B, Wahaibi A, Mahomed O, Afifi Z, et al. Assessment of key performance
indicators of the primary health care in Oman. Journal of Primary Care & Community
Health. 2020; 11:1-13.
20. Rindi Rendarti. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Rekam Medis Di
Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Juli
21. Siswantoro, Hadjar., Hadi Siswoyo, dkk. (2019). Jurnal: Pengembangan Indeks Mutu
Doi: 10.20473/jaki.v6i2.2018.149-155
25. Untung Kuzairi, Hary Yuswadi, Agus Budihardjo, Himawan Bayu Patriadi.
26
Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Jurnal Politico.
26. World Health Organization 2006, Quality of care : a process for making strategic
choices in health systems , World Health Organization, Geneve, Switzerland.
National Collaborating Centre for Women's and Children's Health 2008, Surgical site
infection: prevention and treatment of surgical site infection, RCOG Press at the
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, London.
27. Zahroh T. Pengaruh Mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat
inap di ruang dewasa umum Rs x Kabupaten Gresik. Jurnal penelitian dan pemikiran
psikologi. 2017;12(2):99-111.
27