Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH:

INDIKATOR MUTU DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN

Tugas ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada
mata kuliah Manajemen Mutu Rumah Sakit
Semester Ganjil, Tahun Akademik 2020 / 2021

Dosen pembimbing :
drg. Nining Handayani, Sp.Pros, MM

Penyusun:
Kelompok V
Ketua : dr. Radityo Prasetyo Asmoro
Sekretaris : Yemima Dwika Divinadia
Anggota :
dr. Anetta Lesmana
dr. Hadian Widyatmojo, Sp.PK
dr. Muhammad Qaisha Arbey

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN


KONSENTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1


BAB II INDIKATOR DAN KRITERIA ................................................................................. 2
2.1 Merancang Pengumpulan Data Indikator .............................................................. 6
2.2 Merancang Analisis Data Indikator ....................................................................... 7
BAB III INDIKATOR MUTU DI RUMAH SAKIT .............................................................. 9
3.1 Rumus Mutu Pelayanan Rumah Sakit .................................................................. 10
3.2 Standar Nasional Mutu Pelayanan Rumah Sakit Di Indonesia............................. 13
BAB IV INDIKATOR MUTU DI PUSKESMAS ................................................................ 14
4.1 Pengertian Mutu Pelayanan di Puskesmas ........................................................... 14
4.2 Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan di Puskesmas ........................................ 14
4.3 IMPK Puskesmas ................................................................................................. 15
4.4 Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan (IMPK) Puskesmas .................................. 16
4.5 Indikator Mutu Pelayanan di Puskesmas ............................................................. 19
4.5.1 Jenis-Jenis Indikator Mutu Pelayanan Puskesmas................................. 19
4.5.1.1 Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan .................... 19
4.5.1.2 Data Dasar Puskesmas............................................................ 20
4.5.2 Pengukuran Indikator Mutu Di Puskesmas ........................................... 20
4.5.2.1 Program Pembinaan Upaya Kesehatan .................................. 20
4.5.3 Analisis Situasi ...................................................................................... 21
4.5.4 Sumber informasi dan periodisasi ......................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 24

I
BAB I
PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan akan dinilai berkualitas oleh para pelanggannya apabila


pelayanan yang dirasakan melebihi harapannya. Penilaian ini meliputi penyampaian jasa
kepada para pelanggan, kualitas pelayanan yang diterima atau cara penyampaian jasa
tersebut. Rumah sakit adalah unit pemberi jasa pelayanan kesehatan kepada pasien di ruangan
rawat inap dan poliklinik. Sebagai pemberi layanan jasa, rumah sakit maupun puskesmas
seharusnya memperhatikan mutu pelayanan kepada pasien dan keluarga untuk dapat
menciptakan kepuasan layanan yang diterima. 1
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi mutu pemberian layanan kesehatan
pada pasien di rumah sakit dan puskesmas, yaitu kualitas sarana fisik yang tersedia, tipe
tenaga kesehatan, obat-obatan dan peralatan kesehatan, serta prosedur dalam memberikan
pelayanan. Menurut Parasuraman (2002), kualitas pelayanan ditentukan oleh lima faktor
utama yaitu wujud/tampilan (tangible), jaminan (assurance), kehandalan (reliability), empati
(empathy) serta daya tanggap (responsiveness).1
Layanan kesehatan dikatakan bermutu apabila pasien merasakan kepuasan
terhadap pelayanan yang diterima. Kepuasan pasien adalah gambaran rasa senang seseorang
setelah membandingkan kenyamanan terhadap tindakan atau produk dengan harapannya.
Mutu layanan rumah sakit behubungan dengan kepuasan pasien. Pihak yang terlibat dalam
pengelolaan rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan setelah melakukan analisis
terhadap kepuasan pasien yang menerima pelayanan. Besaran jumlah pasien yang
menyatakan kepuasan terhadap pelayanan kesehatan dapat disurvei dengan alat penilaian
yang baku.2
Mutu pelayanan kesehatan adalah memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan
pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary R. Zimmerman
dalam Supriyanto, 2011). Mutu pelayanan kesehatan diukur dari 3 dimensi, yaitu dimensi
mutu interaksi (interaction Quality), mutu lingkungan fisik (physical environment quality),
dan mutu hasil (outcome quality), Brady dan Cornin (2001). Mutu merupakan tingkat baik
buruknya sesuatu (Moeliono dkk, 1997). Dengan demikian, jika suatu obyek dalam keadaan
baik, maka dapat dikatakan bermutu tinggi, sebaliknya jika obyek tersebut dalam keadaan
buruk, maka dapat dikatakan bermutu rendah.

1
Upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan merupakan langkah penting dalam
peningkatan daya saing usaha di Indonesia secara khusus di bidang kesehatan. Perkembangan
terakhir menunjukkan bahwa masyarakat pengguna layanan kesehatan di rumah sakit maupun
puskesmas menuntut adanya pelayanan berkualitas. Kenyataan saat ini bahwa pasien makin
kritis terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dan menghendaki keamanannya. Fakta
yang terjadi memberikan gambaran adanya masalah serius dalam mutu pelayanan kesehatan
yang dirasakan oleh masyarakat di Indonesia. Kondisi ini terjadi dikarenakan belum adanya
system pengendali mutu terbaik yang dapat diterapkan dalam pemberian pelayanan. Perlu
dilakukan pemahaman dengan baik tentang indikator dan kriteria mutu untuk mewujudkan
pemberian layanan kesehatan yang berkualitas.1,2
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai indikator mutu pelayanan di sarana
kesehatan, meliputi indikator, kriteria, indikator mutu pelayanan di Rumah Sakit, serta di
Puskesmas.

2
BAB II
INDIKATOR DAN KRITERIA

Pelayanan kesehatan adalah sistem yang kompleks, di mana elemen evaluasi


organisasi, prosedural, dan ekonomi mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan. Suatu
indikator dibutuhkan untuk memperhitungkan semua elemen ini dan mendeskripsikan realitas
yang kompleks secara akurat. Serangkaian indikator yang efektif memberikan informasi yang
cukup untuk menjelaskan dan mengevaluasi pelayanan yang ditawarkan kepada pasien secara
efisien; lebih jauh, ini memberikan hasil yang sederhana, jelas, dan mudah dibandingkan.
Karakteristik ini penting untuk membantu memutuskan pelayanan kesehatan dan
mempromosikan peningkatan kualitas dan keamanan secara terus menerus.3
Indikator yang sering digunakan untuk menilai performa dari pelayanan kesehatan
masyarakat diantaranya, aksesibilitas, kesesuaian, akseptibilitas, efektivitas, koordinasi
pelayanan, pelayanan berkesinambungan dan keselamatan. Seluruh indikator kinerja tersebut
akan berfungsi secara baik pada pelayanan kesehatan, namun perlu diketahui bahwa kinerja
pelayanan kesehatan merupakan suatu yang kompleks dan multidimensi sehingga tidak
mudah untuk diaplikasikan dan dinilai.4
Indikator mutu didefinisikan sebagai pengukuran kuantitatif yang menyediakan
informasi tentang efektifitas, keselamatan dengan melibatkan publik sebagai fokus
pelayanan. Dengan demikian, indikator mutu selalu merupakan pengukuran kuantitatif atau
semi kuantitatif yang memiliki numerator (pembilang) dan denominator (penyebut /
pembagi). Umumnya, denominator adalah populasi tertentu dan numerator adalah kelompok
dalam populasi yang memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, indikator
mutu harus memuat :5
1. Tujuan mutu, yaitu pernyataan yang jelas tentang tujuan atau sasaran yang dimaksud,
misalkan tingkat kematian pasien rawat inap dengan pneumonia harus serendah mungkin.
2. Konsep pengukuran, yaitu metode tertentu untuk pengumpulan data dan penghitungan
indikator, misalnya proporsi pasien rawat inap dengan diagnosis primer pneumonia yang
meninggal selama perawatan.
3. Konsep penilaian, yaitu uraian tentang bagaimana suatu ukuran diharapkan dapat
digunakan untuk menilai kualitas, misalnya, jika kematian pasien rawat inap di bawah
10%, ini dianggap kualitas yang baik.

3
Mengoperasikan konsep teoritis mutu dengan menerjemahkannya ke dalam
seperangkat indikator memerlukan pemahaman yang jelas tentang tujuan dan konteks
pengukuran. Pertama, jelas bahwa indikator yang berbeda diperlukan untuk menilai tiga
dimensi kualitas, yaitu efektivitas, keamanan dan / atau keterpusatan pada pasien, karena
mereka berhubungan dengan konsep yang sangat berbeda, seperti kesehatan pasien,
kesalahan medis dan kepuasan pasien.5
Kedua, penilaian mutu harus berbeda tergantung pada fungsi pelayanan kesehatan,
yaitu tergantung pada apakah seseorang bertujuan untuk menilai mutu dalam perawatan
pencegahan, akut, kronis atau paliatif. Misalnya, perubahan hasil kesehatan karena pelayanan
kesehatan pencegahan seringkali hanya dapat diukur setelah waktu yang lama, sementara
perubahan tersebut akan terlihat lebih cepat pada perawatan akut. Ketiga, penilaian mutu
akan bervariasi tergantung pada target inisiatif, yaitu pembayar, organisasi penyedia,
profesional, teknologi dan / atau pasien. Misalnya, dalam beberapa konteks mungkin berguna
untuk menilai mutu pelayanan yang diterima oleh semua pasien yang dicakup oleh organisasi
pembayar yang berbeda (misalnya, asuransi atau jaminan kesehatan yang berbeda) tetapi
penilaian mutu lebih sering berfokus pada perawatan yang diberikan oleh organisasi penyedia
yang berbeda.5
Kerangka kerja yang paling sering digunakan untuk membedakan antara berbagai
jenis indikator mutu adalah dengan klasifikasi Donabedian (triad Donabedian) yang memiliki
klasifikasi struktur, proses dan hasil. Idenya adalah bahwa struktur di mana pelayanan
kesehatan dijalankan memiliki efek pada proses pelayanan, dan pada gilirannya akan
mempengaruhi hasil kesehatan pasien. Pada Tabel 2.1 memberikan beberapa contoh indikator
struktur, proses dan hasil yang terkait dengan berbagai dimensi kualitas.5,6

4
Tabel 1. Contoh struktur, proses, dan hasil pada indikator mutu6.
Sumber : Light, 2015

Indonesia, penetapan indikator dipandu Peraturan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit. Dalam lampiran Permenkes
tersebut, diatur 21 jenis pelayanan dan 107 indikator yang telah ditetapkan standar
minimalnya dengan nilai tertentu. Kementrian Kesehatan menetapkan standar ini menjadi
tolak ukur pelayanan rumah sakit badan layanan umum daerah.

Dimensi mutu adalah suatu pandangan dalam melakukan suatu penilaian terhadap
jenis dan mutu pelayanan yang dilihat dari akses, efektifitas, efisiensi, keselamatan dan
kenyamanan, kesinambungan pelayanan, kompetensi tekhnis dan hubungan antar manusia.
Indikator mutu dalam pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan
berkaitan dengan struktur, proses dan outcomes. Penetapan indikator mutu rumah sakit akan
mencerminkan mutu pelayanan rumah sakit. Rekam medis sebagai ujung tombak dari sistem
informasi rumah sakit dalam menyediakan data yang akurat (Kemenkes RI, 2009).

Dimensi Mutu Maksud Dimensi Mutu


Efektif / Effective Pelayanan kesehatan yang erat pada basis bukti dan berhasil
dalam meningkatkan luaran kesehatan individu atau komunitas
berdasarkan kebutuhan.
Efisiensi / Efficient Pelayanan kesehatan yang memaksimalkan sumber daya dan
menghindari pemborosan.
Mudah diakses / Pelayanan kesehatan yang tepat waktu, wajar secara geografis,
Accessible dan disediakan dalam kerangka yang tepat dari sisi
keterampilan dan sumber daya untuk memeuhi kebutuhan.
Diterima / Accepted Pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan pilihan dan
(Patient-centred) aspirasi individu pengguna layanan dan budaya komunitasnya.
Tidak berpihak / Pelayanan kesehatan yang tidak berbeda dalam kualitas karena
Equity karakteristik personal seperti gender, ras, etnis, lokasi
geografis, dan status sosio ekonomi.
Aman / Safe Pelayanan kesehatan yang meminimalisasi resiko dan harm.

Tabel 2. Dimensi mutu (World Health Organization 2006).

5
2.1 Merancang Pengumpulan Data Indikator

Mengumpulkan data adalah proses yang mungkin paling melelahkan dalam


petualangan menguak mutu pelayanan lewat indikator mutu pelayanan. Salah satu
penyebabnya adalah pengumpulan data kurang dipertimbangkan secara matang ketika
indikator mutu disusun. Cara pengumpulan data berkaitan erat dengan tujuan indikator dan
aspek-aspek lain dalam indikator. Mari kita ambil contoh indikator kejadian infeksi
pascaoperasi pada standar pelayanan minimal rawat inap dalam permenkes di atas.

Dalam Permenkes disebut bahwa numerator adalah jumlah pasien yang mengalami
infeksi dalam satu bulan. Selanjutnya, denominator dalam lampiran tersebut tidak jelas
disebutkan namun kemungkinan adalah jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan. Di
sini jelas, bahwa angka yang dimaksud dalam permenkes ini adalah angka insidensi. Menilik
keterangannya, muncul beberapa pertanyaan misalnya: Apakah ini dihitung untuk seluruh
rumah sakit atau untuk satu bangsal tertentu? Data ini menunjukkan mutu pelayanan rawat
inap atau menunjukkan mutu layanan sterilisasi atau menunjukkan mutu layanan
pembedahan?

Infeksi pasca operasi saat ini lebih sering disebut sebagai infeksi daerah operasi (IDO)
atau surgical site infection (SSI). Infeksi ini lebih sering didiagnosis setelah pasien pulang
dan merupakan hasil kontaminasi pada daerah luka operasi pada akhir pembedahan (National
Collaborating Centre for Women's and Children's Health 2008). Bila mengikuti panduan
permenkes tersebut, rumah sakit perlu menyediakan dua sarana pengumpulan data, satu untuk
mengumpulkan IDO yang baru ditemukan dan satu untuk mengumpulkan jumlah pasien yang
menjalani operasi pada bulan tersebut.

Dalam kerangka berpikir, indikator mutu pelayanan rawat inap, pimpinan ruang rawat
inap bedah dapat memodifikasi indikator ini untuk mendapatkan manfaat lebih. Mari kita
simak tabel berikut.
  Sesuai Permenkes Modifikasi
Numerator Jumlah pasien yang mengalami Jumlah hari rawat dengan IDO.
infeksi dalam satu bulan.
Denominator Jumlah pasien yang dioperasi dalam Jumlah hari rawat pasien
satu bulan. pascaoperasi.

6
Tabel 3. Contoh modifikasi indikator SPM

Dengan modifikasi ini, pimpinan ruang rawat inap bedah memudahkan tim untuk
mengumpulkan data karena setiap hari cukup mendata ada berapa pasien pasca operasi yang
dirawat dan ada berapa pasien yang mengalami IDO. Jumlah tersebut ditambahkan mulai
tanggal satu sampai akhir bulan dan dimasukkan ke dalam rumus. Sekarang, rumah sakit tahu
prevalensi IDO bulan tersebut dan sebagai bonus, pimpinan ruang rawat inap bedah bisa
menghitung berapa banyak sumber daya yang dipakai untuk mengurus IDO dan apakah
prevalensi ini menurun atau tidak dari bulan ke bulan (menunjukkan mutu layanan luka
pascaoperasi di ruang rawat inap bedah).

2.2 Merancang Analisis Data Indikator

Analisis yang diminta dalam akreditasi versi lama maupun baru seringkali terbatas
pada pembuatan grafik indikator berbanding waktu dan penjelasan mengenai analisis
penyebab. Dengan kerangka berpikir seperti audit medis dan audit klinis, sebenarnya
pimpinan sistem mikro klinis di rumah sakit dapat memanfaatkan uji beda dalam statistika
untuk melihat peningkatan mutu di unitnya.

Statistika dapat membantu pimpinan rumah sakit untuk melihat apakah ada beda
bermakna pada ruang perawatan satu dengan yang lain pada indikator yang sesuai. Selain itu,
pimpinan rumah sakit dapat mengevaluasi juga apakah benar ada perubahan yang bermakna
setelah intervensi perbaikan mutu dilakukan di suatu unit kerja. Pengujian dengan statistika
lebih lanjut dapat juga mengungkap apakah benar suatu perlakukan meningkatkan mutu
pelayanan tertentu.

Namun sebelum melakukan analisis tersebut, perlu dilakukan pemilihan uji statistik
yang sesuai. Untuk itu pada saat merancang indikator mutu perlu dipikirkan mengenai uji
statistik tersebut. Mulai dari apakah data yang dikumpulkan menggunakan sampel atau
populasi. Populasi berarti semua dihitung. Contoh IDO di atas memanfaatkan data populasi.
Semua pasien yang menjalani operasi dihitung sebagai denominator. Ada keuntungan dan
kerugian masing-masing dalam memakai populasi atau sampel. Bila populasinya tidak
banyak, menggunakan sampel tentu tidak bijaksana.

7
Persiapan lainnya adalah menentukan tipe data. Apakah data tersebut merupakan data
nominal, ordinal, interval, atau rasio. Tipe data tertentu dapat memerlukan uji statistik yang
berbeda dengan tipe data lainnya untuk melihat hal yang sama.

Dengan penghitungan indikator yang telah dirancang dengan hati-hati ditambah


dengan uji statistik yang sesuai, pimpinan rumah sakit dan pimpinan unit kerja dapat menarik
kesimpulan mengenai mutu pelayanan. Tentu penarikan kesimpulan ini perlu kehati-hatian.
Penurunan secara signifikan waktu respon triase merah di instalasi gawat darurat tidak lantas
disimpulkan bahwa ada perbaikan pelayanan gawat darurat. Hasil ini dapat saja murni
merupakan hasil modifikasi akses masuk pasien saja dan tidak berhubungan sama sekali
dengan mutu pelayanan instalasi gawat darurat secara umum.

8
BAB III
INDIKATOR MUTU DI RUMAH SAKIT

Indikator merupakan variabel ukuran atau tolok ukur yang dapat menunjukkan
indikasi-indikasi terjadinya perubahan tertentu. Indikator berbasis rumah sakit digunakan
untuk mengukur pelayanan secara kuantitatif dan atau kualitatif dan sering kali terkait dengan
struktur, proses, dan hasil. Indikator tersebut menggambarkan aspek pelayanan kesehatan
tertentu yang digunakan untuk peningkatan kualitas berkelanjutan dengan memantau,
melakukan benchmarking, dan memprioritaskan kegiatan. Indikator adalah alat manajemen
yang dapat digunakan dalam evaluasi efektivitas biaya. Proses penilaian mutu rumah sakit
ditandai dengan perkembangan ilmiah yang berkelanjutan, kemajuan teknologi, dan
pencarian keunggulan layanan kesehatan.7
Kualitas indikator tergantung pada komponen yang digunakan dalam desainnya
(frekuensi kasus, karakteristik demografi dan kesehatan, dan faktor risiko pada pasien) dan
keakuratan informasi (registrasi data, pengumpulan, analisis dan interpretasi). Keunggulan
indikator ditentukan oleh validitasnya (ditentukan terutama oleh sensitivitas dan
spesifisitasnya), keandalan, keterukuran, relevansi, dan efektivitas biaya.7
Indikator berbasis rumah sakit yang banyak digunakan diantaranya adalah pada
domain infeksi, keamanan, kualitas, dan kematian dalam setting rawat inap dan pelayanan
unit gawat darurat. Kriteria indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit, yaitu :
1. Input : mengukur bahan/ alat/ sistem prosedur/ orang yang memberikan pelayanan.
Misalnya : dokter, perlengkapan alat, prosedur tetap.
2. Proses: mengukur perubahan pada saat pelayanan.
Misalnya ; kecepatan dan ketepatan pelayanan, keramahan pelayanan.
3. Output: menjadi tolok ukur pada hasil yang dicapai.
Misalnya ; jumlah yang dilayani, jumlah pasien yang dioperasi, jumlah pasien yang
sembuh.
4. Outcome: menjadi tolok ukur dan merupakan dampak dari hasil pelayanan.
5. Benefit: tolok ukur dari keuntungan yang diproleh pihak rumah sakit maupun penerima
pelayanan atau pasien.

9
Misalnya biaya pelayanan yang lebih murah, peningkatan pendapatan rumah sakit.
6. Impact: tolok ukur dampak pada lingkungan atau masyarakat luas.
Misalnya: angka kematian ibu yang menurun, meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat, meningkatnya kesejahteraan karyawan.
Indikator-indikator tersebut di atas digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
kesehatan pada suatu rumah sakit. Berdasarkan SK MenKes RI No.
1457/Menkes/SK/X/2003, tentang Standard Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota.

3.1 Rumus Mutu Pelayanan Rumah Sakit


Kinerja pelayanan diukur dengan 18 indikator menggunakan rumus mutu pelayanan rumah
sakit. Rumus menghitung mutu pelayanan Rumah Sakit :
a. Bed Occupancy Rate (BOR)
Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
Rumah Sakit.

Jumlah Hari Perawatan RS dalam waktu tertentu


×100
Jumlah Tempat Tidur × Jumlah Hari dalam satuan waktu tertentu

b. Average Length of Stay (ALOS)


Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini disamping merupakan
gambaran tangkat efisiensi manajemen sebuah Rumah Sakit, indikator ini juga dapat
dipakai untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosis penyakit tertentu dapat
dijadikan tracernya (yang perlu pengamatan lebih lanjut).

Jumlah Hari Perawatan Pasien Keluar RS


Jumlah Pasien Keluar RS (Hidup+ Mati)

c. Bed Turn Over (BTO)


Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya pertahun) tempat
tidur Rumah Sakit. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat pemakaian tempat
tidur Rumah Sakit.

10
Jumlah Pasien Keluar RS( Hidup atau Mati)
Jumlah Tempat Tidur

d. TOI (Turn Over Interval)


Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi berikutnya.
Indikator ini juga menberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
( Jumlah Tempat Tidur × Hari )−Hari Perawatan RS
Jumlah Pasien Keluar RS(Hidup+ Mati )

e. NDR (Net Death Rate)


Angka kematian diatas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita keluar Rumah
Sakit.
Jumlah Pasien Mati diatas 48 jam dirawat
× 100 %
Jumlah Pasien RS−Kematian dibawah 48 jam

f. GDR (Gross Death Rate)


Angka kematian umum penderita keluar dari RS
Jumlah Pasien Mati seluruhnya dirawat
× 100 %
Jumlah Pasien Keluar RS( Hidup+ Mati)

g. Net Infection Rate


Angka infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama
72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi pada saat masuk
rumah sakit.
Total Penderita Infeksi yang didapat RS dalam periode tertentu
×100 %
Jumlah Pasien Keluar RS hidup atau mati dalam periode yang sama

h. Anasthesia DeathRate
Angka kematian anastesi pasien karena overdosis dan reaksi anastesi tersebut.
Total Kematian Anasthesia dalam periode tertentu
Total pasien yang mendapatkan Anasthesia dalam periode yang sama

i. Post Operation Death Rate


Angka kematian pasca bedah operasi.

11
Total Kematian dalam 10 kali operasi dalam periode tertentu
× 100 %
Total pasien yang dioperasi dalam periode yang sama

j. Normal Tissue Removal Rate


Angka jaringan kanker yang diangkat.
Total Normal Tissue ang diangkat
× 100 %
Total Tissue yang diperiksa
k. Maternal Death Rate
Angka kematian ibu melahirkan.
Jumlah Pasien Kebidanan yang meninggal dalam periode tertent
×100 %
Jumlah Pasien Kebidanan yang keluar Hidup+ Mati

l. Fetal Death Rate


Jumlah Kematian bayi kurangdari 20 minggu.
Jumlah Kematian bayi uk .<20 minggu
×100 %
Jumlah semua kelahiran dalam periode tertentu

m. Contact Rate (5mil)


Angka rata–rata pasien yang keluar dari RS.
Jumlah Pasien Keluar RS Hidup+ Mati
×100 %
Jumlah Populasi

n. Hospitalization Rate
Angka rata-rata pasien yang dirawat di RS.
Angka hari rawat
× 100 %
Jumlah Populasi

o. Out Patient Rate


Angka rata-rata kunjungan pasien dalam RS.
Total Kunjungan(Baru+ Lama)
× 100/ mil
Jumlah Pasien Keluar RS(Hidup+ Mati)

p. Emergency Out Rate Patient


Angka rata- rata kunjungan pasien gawat darurat di RS.
Total kunjungan pasien gawat darurat
× 100 %
Jumlah Populasi

12
Variabel diatas digunakan untuk menghitung mutu pelayanan rumah sakit
kemudian dimasukkan kedalam rumus mutu pelayanan rumah sakit untuk memberikan hasil
tentang kualitas mutu pelayanan yang berstandart nasional. Hasil perhitungan standar mutu
pelayananan rumah sakit harus dibandingkan dengan masing-masing standar mutu nasional.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) (2017) menjelaskan
pengukuran mutu dilakukan menggunakan indikator mutu sebagai berikut: 1) Indikator mutu
Area Klinik (IAK), yaitu indikator mutu yang bersumber dari area pelayanan; 2) Indikator
mutu Area Manajemen (IAM), yaitu indikator mutu yang bersumber dari area manajemen; 3)
Indikator mutu Sasaran Keselamatan Pasien (ISKP), yaitu indikator mutu yang mengukur
kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamatan pasien dan budaya keselamatan, sesuai
dengan international patient safety goals menurut JCI (2020).

3.2. Standar Nasional Untuk Mutu Pelayanan Rumah Sakit Di Indonesia


Standar mutu pelayanan Rumah Sakit, yaitu :
1) BOR : 75-85%
2) ALOS : 7-10 hari
3) TOI : 1-3 hari
4) BTO : 5-45 hari
5) NDR(48 jam) : <2,5%
6) GDR : <3%
7) Anasthesia Death Rate : 1/5000
8) Post Operation Death Rate : <1%
9) Post Operative Infection Rate : <1%
10) Normal Tissue Removal Rate : <10%
11) Maternal Death Rate : <0,25%
12) Neonatal Death Rate : <2%
13) Angka Infeksi Nosokomial : 1-2%

13
BAB IV
INDIKATOR MUTU DI PUSKESMAS

4.1 Pengertian Mutu Pelayanan di Puskesmas


Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kemauan dan kemampuan serta kesadaran hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5 menyebutkan bahwa setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
terjangkau. (Ulumiyah, 2018)
Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif di suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai penyelenggara pembangunan
kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan
diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, baik secara sosial maupun ekonomi. (Ulumiyah, 2018)
Berdasarkan Permenkes No. 46 Tahun 2015 Lampiran I Standar Akreditasi
Puskesmas disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Untuk
mewujudkan tercapainya Kecamatan Sehat, pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas harus
memiliki kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, serta dapat
menjawab kebutuhan masyarakat.

4.2 Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan di Puskesmas


Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) merupakan garda depan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. Puskesmas bertugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. (Permenkes, 2014)

14
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas membutuhkan pembinaan dan
penilaian yang terus menurus secara berkesinambungan. Penilaian mandiri di Puskesmas
yang ada selama ini belum komprehensif menilai semua upaya pelayanan kesehatan yang
menjadi tugas pokok Puskesmas. Penilaian mandiri yang ada yaitu Penilaian Kinerja
Puskesmas (PKP) belum secara lengkap memasukkan indikator program upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perseorangan (UKP) dari Kementerian Kesehatan.
(Putri, 2017)
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu kepada
masyarakat dalam wilayah kerjanya, sejak tahun 2015 Direktorat Mutu dan Akreditasi,
Yankes Primer telah meluncurkan program akreditasi Puskesmas untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan (yankes) secara berkesinambungan yang dilakukan oleh Komisi
Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (KAFKTP). (Permenkes, 2014)
Akreditasi bertujuan untuk melakukan penilaian dan pembinaan tentang keselamatan
dan mutu layanan kesehatan di puskesmas. Sesuai dengan Permenkes Nomor 46 Tahun 2015,
kegiatan akreditasi dilakukan setiap tiga tahun di suatu puskesmas oleh para surveyor
nasional dengan menggunakan instrumen skoring akreditasi yang terdiri atas 776 elemen
penilaian (EP). Instrumen akreditasi puskesmas mengandung 183 EP untuk penilaian UKM
dan mengandung 381 EP untuk penilaian UKP. (Permenkes RI, 2015)
The Baldrige Assessment adalah salah satu alat untuk meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan dan terus-menerus dengan menggunakan pengukuran dan memberikan
feedback mengenai kinerja organisasi dalam menyediakan produk dan jasa yang berkualitas.
Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence atau ‘Kriteria Baldrige’ merupakan
penuntun bagi suatu perusahaaan/ organisasi untuk mencapai kinerja bermutu tinggi yang
terdiri dari tujuh kriteria yaitu kepemimpinan; perencanaan strategis; fokus pada pelanggan;
pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan; fokus pada tenaga kerja; manajemen
proses; dan hasil. (Balridge Assessment, 2017)
Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan (IMPK) merupakan instrumen penilaian mutu
layanan puskesmas baik UKM dan UKP yang memuat standar seperti dalam penilaian
akreditasi puskesmas namun lebih ringkas. IMPK yang dikembangkan ini memudahkan
puskesmas untuk melakukan self-assessment karena lebih ringkas dan lebih fokus terhadap
mutu layanan kesehatan di puskesmas. (Siswantoro, 2019)

4.3 IMPK Puskesmas

15
IMPK puskesmas adalah indicator komposit yang dapat menilai mutu pelayanan
Kesehatan di Puskesmas. IMPK akan bermanfaat secara mandiri. Selain itu penilaian mutu
yankes ini juga bermanfaat untuk menentukan prioritas puskesmas yang akan diajukan untuk
akreditasi. Berdasarkan hasil penelitian ini ditetapkan IMPK alternatif kedua (18 EP) sebagai
indikator mutu pelayanan kesehatan (yankes) puskesmas, dengan pertimbangan nilai
kekuatan prediksi yang tidakjauh berbeda dengan alternatif pertama dan kepraktisan
penggunaannya.
Elemen penilaian merupakan standar akreditasi yang harus dipenuhi oleh puskesmas.
Berikut ini adalah 18 EP terpilih yang telah dirubah menjadi indicator mutu yankes
puskesmas

4.4 Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan (IMPK) Puskesmas Berdasarkan 18 Elemen


Penilaian Terpilih

Kepemimpinan
Komitmen kepala dan seluruh staf
1. Pimpinan Puskesmas, penanggung jawab Puskesmas untuk meningkatkan mutu dan
upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan kinerja secara konsisten dan
Puskesmas berkomitmen untuk berkesinambungan
meningkatkan mutu dan kinerja secara
konsisten dan berkesinambungan.
2. Kepala Puskesmas menetapkan kebijakan Kebijakan Puskesmas dalam peningkatan
peningkatan kinerja dalam pengelolaan dan kinerja untuk pengelolaan dan pelaksanaan
pelaksanaan UKM Puskesmas. UKM PKM
3. Ada ketetapan tentang pelaksanaan Kebijakan komunikasi internal yang
komunikasi internal di semua tingkat dilaksanakan di semua tingkat manajemen
manajemen
Perencanaan

4. Dialokasikan sumber daya yang cukup Pengalokasian sumber daya yang cukup
untuk kegiatan perbaikan mutu layanan agar kegiatan perbaikan mutu layanan klinis
klinis dan upaya keselamatan pasien. dan upaya keselamatan pasien optimal

5. Ada rencana dan program peningkatan Program peningkatan mutu dan keselamatan
mutu layanan klinis dan keselamatan pasien pasien (PMKP)

16
yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang disusun
6. Terdapat program keselamatan/keamanan Program keselamatan/keamanan di
laboratorium yang mengatur risiko laboratorium
keselamatan yang potensial di laboratorium
dan di area lain yang mendapat pelayanan
laboratorium.
Yankes Fokus Klien
7. Ada keterlibatan tokoh masyarakat, Keterlibatan lintas sektoral dalam
lembaga swadaya masyarakat dan/atau peningkatan kinerja Puskesmas
sasaran dalam pelaksanaan kegiatan
perbaikan kinerja.
8. Ada upaya menanggapi harapan Tanggap terhadap harapan pasien dan
masyarakat terhadap mutu pelayanan dalam masyarakat terhadap mutu yankes agar
rangka memberikan kepuasan bagi memberikan kepuasan klien
pengguna pelayanan.
9. Hak dan kewajiban pasien/keluarga Pemenuhan hak dan kewajiban pasien/
diperhatikan oleh petugas selama proses keluarga oleh petugas Puskesmas.
pendaftaran

Manajemen Data dan Informasi


10. Dilakukan audit internal secara periodik Audit internal secara periodik terhadap
terhadap upaya perbaikan mutu dan kinerja yankes
dalam upaya mencapai sasaran-
sasaran/indikator-indikator mutu dan kinerja
yang ditetapkan.
11. Data mutu layanan klinis dan Analisis data yankes secara
keselamatan pasien dianalisis untuk berkesinambungan
menentukan rencana dan langkah-langkah
perbaikan mutu layanan klinis dan
keselamatan
12. Dilakukan evaluasi terhadap hasil Evaluasi hasil indikator mutu UKM dan
penilaian dengan menggunakan indikator- UKP
indikator mutu layanan klinis dan
keselamatan pasien untuk menilai adanya

17
perbaikan
Yankes Fokus SDM
Pertemuan membahas kinerja petugas dan
13. Penanggung jawab UKM Puskesmas upaya perbaikan kegiatan Puskesmas (UKM
bersama pelaksana melakukan pertemuan dan UKP)
membahas kinerja dan upaya perbaikan
yang perlu dilakukan
14. Apabila persyaratan petugas yang diberi Pelatihan khususnya bagi petugas yang
kewenangan dalam penyediaan obat tidak diberi kewenangan namun tidak memenuhi
dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat persyaratan
pelatihan khusus
15. Terdapat kriteria petugas yang bertugas Kejelasan kriteria petugas yang akan
di ruang pendaftaran ditugaskan dalam
Pelayanan

Yankes Fokus Manajemen Operasional

16. Peralatan dan sarana pelayanan yang Jaminan keamanan sarana dan prasarana
digunakan menjamin keamanan pasien dan terhadap petugas dan pasien/ masyarakat
petugas
17. Pemberian obat kepada pasien disertai Kejelasan label obat kepada pasien
dengan label obat yang jelas (mencakup
nama, dosis, cara pemakaian obat dan
frekuensi penggunaannya)
18. Pimpinan Puskesmas menetapkan waktu Waktu tunggu pelayanan laboratorium
yang diharapkan untuk laporan hasil
pemeriksaan.

Tabel 4. Kriteria dan Elemen Penilaian Indikator

Delapan belas indikator mutu yankes terpilih yang dapat digunakan sebagai indeks
mutu pelayanan kesehatan (IMPK). Indikator tersebut terbagi ke dalam 6 kriteria yaitu
kepemimpian, perencanaan, yankes fokus klien, manajemen data dan informasi, yankes fokus
SDM, dan yankes fokus manajemen operasional.
4.5 Indikator Mutu Pelayanan di Puskesmas

18
Peran Puskesmas dan jaringannya sebagai institusi yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan di jenjang pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat menjadi
sangat penting. Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya. Ada perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014, Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga yang berbasis siklus kehidupan / Sustainable Development
Goals (SDG’s), dan dinamika permasalahan kesehatan yang dihadapi masyarakat, maka
pedoman manajemen Puskesmas perlu disesuaikan dengan perubahan yang ada. Melalui pola
penerapan manajemen Puskesmas yang baik dan benar oleh seluruh Puskesmas di Indonesia,
maka tujuan akhir pembangunan jangka panjang bidang kesehatan yaitu masyarakat
Indonesia yang sehat mandiri secara berkeadilan. (Iman, 2017)
4.5.1 Jenis-Jenis Indikator Mutu Pelayanan Puskesmas :
4.5.1.1 Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Upaya meningkatkan akses dan mutu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),
maka upaya yang akan dilakukan adalah:
a) Mewujudkan ketepatan alokasi anggaran dalam rangka pemenuhan sarana
prasarana dan alat kesehatan yang sesuai standar.
b) Optimalisasi fungsi FKTP, dimana tiap kecamatan memiliki minimal satu
Puskesmas yang memenuhi standar. Mewujudkan inovasi pelayanan, misalnya
dengan flying health care (dengan sasaran adalah provinsi yang memiliki daerah
terpencil dan sangat terpencil dan kabupaten/kota yang tidak memiliki dokter
spesialis), telemedicine, Rumah Sakit Pratama, dan lain-lain.
c) Mewujudkan dukungan regulasi yaitu melalui penyusunan kebijakan dan NSPK
FKTP.
d) Mewujudkan sistem kolaborasi pendidikan tenaga kesehatan antara lain melalui
penguatan konsep dan kompetensi Dokter Layanan Primer (DLP) serta nakes
strategis.
e) Mewujudkan penguatan mutu advokasi, pembinaan dan pengawasan ke
Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan manajemen Puskesmas oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
f) Mewujudkan sistem manajemen kinerja FKTP melalui instrumen penilaian kinerja

4.5.1.2 Data Dasar Puskesmas

19
Upaya meningkatkan kinerja puskesmas, diperlukan informasi yang lengkap
tentang puskesmas, di antaranya berkaitan dengan kondisi bangunan puskesmas dan
sarananya, kondisi jaringan puskesmas, dan tenaga di puskesmas. Kesemuanya itu
digunakan sebagai masukan pengambilan keputusan dalam proses manajemen
pembangunan puskesmas di setiap jenjang administrasi kesehatan. Data yang
disajikan berupa data individu per puskesmas. Publikasi berupa kode, nama, alamat,
dan titik koordinat puskesmas; Pelayanan Obstetri Neonatus Essential Dasar
(PONED); kemampuan penyelenggaraan; wilayah kerja; letak administrasi;
karakteristik wilayah kerja; kondisi bangunan puskesmas; jumlah dan kondisi rumah
medis; jumlah tempat tidur; tenaga yang ada di puskesmas; sumber air; sumber listrik;
kondisi jalan menuju puskesmas; jumlah dan kondisi ambulans; jumlah dan kondisi
sepeda motor; jumlah dan kondisi puskesmas keliling; jumlah dan kondisi puskesmas
pembantu; dan jumlah polindes/poskesdes, poskestren, desa siaga dan posyandu.
(Iman, 2017)

4.5.2 Pengukuran Indikator Mutu Di Puskesmas


4.5.2.1 Program Pembinaan Upaya Kesehatan
Berkaitan dengan program pembinaan upaya kesehatan, sasaran yang akan
dicapai adalah meningkatnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang
berkualitas bagi masyarakat. Indikator pencapaian sasarannya adalah jumlah
kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi terakreditasi
sebanyak 5.600 kecamatan.
Berdasarkan konsep pembinaan Pelayanan Keperawatan dan Ketekhnisian
Medik di Puskesmas, sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya mutu dan akses
pelayanan keperawatan, kebidanan dan ketekhnisian medik. Indikator pencapaian
sasaran tersebut adalah jumlah Puskesmas yang menerapkan Pelayanan Keperawatan
Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) sebesar 1.015 unit Puskesmas. Kegiatan pada
sasaran pada pembinaan Upaya Kesehatan Dasar adalah meningkatnya akses
pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas bagi masyarakat.
Indikator pencapaian sasaran tersebut adalah:
a) Jumlah Puskesmas Non Rawat Inap dan Puskesmas Rawat Inap yang
memberikan pelayanan sesuai standar sebanyak 6.000 Puskesmas.
b) Jumlah kab/kota yang yang melakukan Pelayanan Kesehatan Bergerak (PKB)
di daerah terpencil dan sangat terpencil sebanyak 150 kab/kota.

20
a. Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan manajemen Puskesmas sebanyak 9.414
unit puskesmas. d. Jumlah kab/kota yang memiliki daerah Terpencil/Sangat Terpencil
(T/ST) yang mempunyai regulasi tentang penetapan Puskesmas T/ST sebanyak 318
kab/kota.
b. Jumlah kab/kota yang siap akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan primer
sebanyak 366 kab/kota.
c. Jumlah Puskesmas yang telah bekerjasama melalui Dinas Kesehatan dengan UTD
dan RS sebanyak 5.600 Puskesmas

4.5.3 Analisis Situasi


Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan dan
mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi Puskesmas, agar dapat merumuskan
kebutuhan pelayanan dan pemenuhan harapan masyarakat yang rasional sesuai dengan
keadaan wilayah kerja Puskesmas. Tahap ini dilakukan dengan cara:
a) Mengumpulkan data kinerja Puskesmas:
Puskesmas mengumpulkan dan mempelajari data kinerja dan gambaran status
kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dalam 4 tahun yang dimulai dari tahun
N5 sampai dengan tahun N-2 untuk setiap desa/kelurahan. N menunjukan tahun yang
akan disusun, sehingga untuk menyusun perencanaan lima tahunan (sebagai contoh
perencanaan lima tahunan periode tahun 2017-2021), maka data kinerja akhir tahun yang
dikumpulkan dan dipelajari adalah tahun 2012, 2013, 2014 dan 2015. Data yang
dikumpulkan ditambah hasil evaluasi tengah periode (midterm evaluation) dari dokumen
laporan tahun berjalan (N1). Adapun data kinerja dan status kesehatan masyarakat
diperoleh dari Sistem Informasi Puskesmas. Data yang dikumpulkan adalah:
1) Data dasar, yang mencakup:
 Identitas Puskesmas;
 Wilayah kerja Puskesmas
 Sumber daya Puskesmas, meliputi:
(a) Manajemen Puskesmas;
(b) Gedung dan sarana Puskesmas;
(c) Jejaring Puskesmas, lintas sektor serta potensi sumber daya lainnya;
(d) Sumber daya manusia kesehatan;
(e) Ketersediaan dan kondisi peralatan Puskesmas.

21
2) Data UKM Esensial, yaitu:
 Promosi Kesehatan;
 Kesehatan Lingkungan;
 Pelayanan Gizi KIA-KB;
 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular;
 Surveilans dan Sentinel SKDR;
 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
3) Data UKM Pengembangan, antara lain:
 Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
 Kesehatan Jiwa;
 Kesehatan Gigi Masyarakat;
 Kesehatan Tradisional dan Komplementer;
 Kesehatan Olahraga;
 Kesehatan Kerja;
 Kesehatan Indera;
 Kesehatan Lanjut Usia;
 Pelayanan kesehatan lainnya sesuai kebutuhan Puskesmas.
4) Data UKP, antara lain:
 Kunjungan Puskesmas;
 Pelayanan Umum;
 Kesehatan Gigi dan Mulut;
 Rawat Inap, UGD, Kematian, dll.
5) Data Keperawatan Kesehatan Masyarakat, data laboratorium, dan data kefarmasian.
6) Kondisi keluarga di wilayah kerjanya yang diperoleh dari Profil Kesehatan Keluarga
(Prokesga) melalui pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga. Setiap keluarga pada wilayah kerja Puskesmas akan terpantau kondisi
status kesehatan sebuah keluarga terkait 12 indikator utama sebagai berikut:
(a) keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB);
(b) Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;
(c) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap;
(d) Bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
(e) Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan;

22
(f) Penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar;
(g) Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur;
(h) Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan;
(i) Anggota keluarga tidak ada yang merokok;
(j) Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
(k) Keluarga mempunyai akses sarana air bersih;
(l) Keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat.
Hasil perhitungan IKS tersebut, selanjutnya dapat ditentukan kategori kesehatan masing-
masing keluarga dengan mengacu pada ketentuan berikut:
1) Nilai indeks > 0,800: keluarga sehaT
2) Nilai indeks 0,500 –0,800: pra-sehat
3) Nilai indeks

4.5.4 Sumber informasi dan periodisasi


a. Sumber Informasi Data dan informasi yang dikumpulkan bersumber dari Dinas
Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia. Khusus untuk data tenaga, pengumpulan
data bekerja sama dengan Sekretariat Badan PPSDMK.
b. Periodisasi dan Waktu Penyampaian Updating data dasar puskesmas ini dilakukan
setiap saat apabila ada perubahan dan dikirimkan/disampaikan ke Kementerian
Kesehatan (Pusdatin). Buku Data Dasar Puskesmas diterbitkan secara rutin dengan
frekuensi satu kali dalam setahun.
c. Jumlah ketenagaan
d. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Pada pengumpulan data tenaga ini bekerja sama dengan
Sekretariat Badan PPSDMK. (Iman, 2017)

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Andy Triyanto Pujo R. Desain Perangkat Analisis Mutu Pelayanan Rumah Sakit.

Jurnal Simetris. April 2017; Vol 8 No 1: 185-192.

2. Baldrige Performance Excellence Program. baldrige excellence framework. 2015–

2016 baldrige excellence framework: a systems to improving your organization’s

performance (health care) [Internet]. 2015; Tersedia pada: http://www.nist.gov/

baldrige.

3. Breyer J, Giacomazzi J, Kuhmmer R, Lima M, Hammes L, et al. Hospital quality


indicators : a systematic review. International Journal of Health Care Quality
Assurance. 2019;32(1):1-22.
4. Collopy, BT 2000, 'Clinical indicators in accreditation: an effective stimulus to
improve patient care', International Journal for Quality in Health Care, vol 12, no. 3,
pp. 211-216.
Takaki, O, Takeuki, I, Takahashi, K, Izumi, N, Murata, K, Ikeda, M & Hasida, K
2013, 'Graphical representation of quality indicators based on medical service
ontology', Springer Plus, vol 2, no. 274, pp. 1-20.
5. Dewi R, Trisasi L, Budi M. Artikel Penelitian Evaluasi Waktu Tunggu dan

Kesalahan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pascasurvei Akreditasi Tahun 2015 di

Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Journal of Hospital Accreditation

2020. Maret 2020; Vol 02, Edisi 1: 3-8.

6. Dinda Iryawati Bedy Saskito, Budi Hartono, Hasri Diniarianti. Penyusunan Indikator

Mutu Unit Hemodialisis Rumah Sakit Grha Permata Ibu Depok. Medical And Health

Science Journal. February 2020; Vol.4, No.1: 19-33

7. Eka Nurcahyanti, Happy Setiawan. Studi Hubungan Antara Mutu Pelayanan


Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Di Unit Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Bhakti Dharma Husada Kota Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan
Yayasan Rs Dr. Soetomo. April 2017; Vol. 3 No. 1: 15- 30.

24
8. Hadjar Siswantoro, et al. Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan

Puskesmas. Media Litbangkes. September 2019; Vol. 29 No. 3:269 – 284.

9. Iman, Arief T, dan Dewi Lena Suryani. (2017) Manajemen Mutu Informasi Kesehatan

I: Quality Assurance. Diakses pada: http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-

content/uploads/2017/11/MMIK-I_FINAL_SC_26_12_2017.pdf

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015) Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik

Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.

Indonesia.

11. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI; 2014.

12. Larashati, Citra. Analisis Pengukuran Kinerja Pada Badan Layanan Umum Dengan

Metode Balanced Scorecard (Studi Pada Rumah Sakit Umum Daerah Pamekasan).

Makro, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Mei 2016; Volume 1No.01: 37-59

13. Lighter D. How (and why) do quality improvement professionals measure


performance. International Journal of Pediatrics and Adolescent Medicine.
2015;2(1):7–11.
14. Mentari et al. Analisis Kinerja Keuangan dan Pelayanan dengan Kemandirian di

RSUD Dr.Abdoer Rahem Situbondo. e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. 2018;

Volume V (1): 94-99.

15. Nasus E, Tulak G. Tingginya mutu pelayanan keperawatan terhadap kepuasan pasien
di BLUD RS Benyamin guluh kolaka. Jurnal surya medika. 2020;5(2):9-12.
16. Putri NK, Ernawaty, Nurul R T, Megatsari H. Kemampuan instrumen penilaian

kinerja puskesmas. Jurnal MKMI. 2017;13(4):337–46.

17. Quentin W, Partanen VM, Brownwood I, et al. Measuring healthcare quality. In:
Busse R, Klazinga N, Panteli D, et al., editors. Improving healthcare quality in

25
Europe: Characteristics, effectiveness and implementation of different strategies
[Internet]. Copenhagen (Denmark): European Observatory on Health Systems and
Policies; 2019. (Health Policy Series, No. 53.) 3. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549260/.
18. Rahmawati, A. F. 2013. “Mutu Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Dimensi Dabholkar
di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam.”Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia1(2):
134.
19. Rashidi B, Wahaibi A, Mahomed O, Afifi Z, et al. Assessment of key performance
indicators of the primary health care in Oman. Journal of Primary Care & Community
Health. 2020; 11:1-13.
20. Rindi Rendarti. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Rekam Medis Di

Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Juli

2019; Volume 14, No. 1: 59-65.

21. Siswantoro, Hadjar., Hadi Siswoyo, dkk. (2019). Jurnal: Pengembangan Indeks Mutu

Pelayanan Kesehatan Puskesmas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya

dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI. DOI: https://doi.org/10.22435/mpk.v29i3.1156

22. Suryawati, C, Dharminto, Shaluhiyah, Z 2006, Penyusunan Indikator Kepuasan


Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen
Peleyanan Kesehatan. Volume 09 No. 04 Desember 2006 Halaman 177-184.
23. Tardivo S, Moretti F, et al. Definition of criteria and indicators for prevention of
healthcare associated infection (HAIs) in hospital. Medicina Preventiva e di comunita.
2017;29(6):529-47.
24. Ulumiyah, Nurul H. (2018) Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan

Penerapan Upaya Keselamatan Pasien di Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehatan

Indonesia Volume 6 No 2 July-December 2018 Published by Universitas Airlangga.

Doi: 10.20473/jaki.v6i2.2018.149-155

25. Untung Kuzairi, Hary Yuswadi, Agus Budihardjo, Himawan Bayu Patriadi.

Implementasi Standar Pelayanan Minimal Pada Pelayanan Publik Bidang Pelayanan

26
Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Jurnal Politico.

September 2017; Vol. 17, No. 2: 184-205.

26. World Health Organization 2006, Quality of care : a process for making strategic
choices in health systems , World Health Organization, Geneve, Switzerland.
National Collaborating Centre for Women's and Children's Health 2008, Surgical site
infection: prevention and treatment of surgical site infection, RCOG Press at the
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, London.
27. Zahroh T. Pengaruh Mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan pasien rawat
inap di ruang dewasa umum Rs x Kabupaten Gresik. Jurnal penelitian dan pemikiran
psikologi. 2017;12(2):99-111.

27

Anda mungkin juga menyukai