Anda di halaman 1dari 21

TINGKAT KEPUASAN PASIEN TERHADAP

PELAYANAN KEFARMASIAN DI UPTD PUSKESMAS


JEULINGKE KOTA BANDA ACEH

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Kesehatan Bidang Farmasi

Oleh

NAMA : ISNA DEWI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
JURUSAN FARMASI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak


terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan pertama yang
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan


tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat
akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu


kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.
Salah satu bentuk pelayanan kefarmasian di puskesmas adalah pengkajian dan
pelayanan resep (PERMENKES,2016).

Layanan kefarmasian selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat di


lihat sebagai faktor untuk mengevaluasi kepuasan pasien. Pelayanan kefarmasian
meliputi sarana prasarana instalasi farmasi, komunikasi informasi dan edukasi
(KIE),kecepatan pelayanan obat, serta keramahan petugas instalasi farmasi.

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara


kinerja dan hasil yang dirasakan ( pelayanan yang diterima dan dirasakan) dengan
yang diharapkan (Irine, 2009). Riset monica, Chreisye dan Paul (2015) telah
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan
kepuasan pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Tlapana (2009), bahwa sarana prasarana


merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati, dkk (2011), terdapat pengaruh
positif antara pemberian informasi obat terhadap kepuasan pasien saat menebus
obat. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ifmaily (2006),
pemberian informasi obat akan mempengaruhi kepuasan pasien.

Kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan


dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan
tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Kecepatan petugas dalam pelayanan
menurut waktu tunggu pelayanan resep racikan yang ideal adalah 25 menit
(Suwaryo dkk, 2011), dan resep tanpa racikan selama 15 menit (Harijono dan
Soepangkat, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Eka Arimbawa (2014) bahwa


kecepatan pelayanan berhubungan secara signifikan terhadap kepuasan pasien.
Penelittian yang dilakukan oleh Manurung (2010), mengatakan bahwa keramahan
petugas memiliki hubungan positif dengan minat kembali menebus resep obat.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Saragih, dkk (2010) yang
menyatakan terhadap pengaruh antara keramahan petugas terhadap loyalitas
pasien. Kepuasan pasien di ukur dari tingkat subyektif, baik itu dari keadaan
emosional atau kebutuhan yang diperlukan, dimana salah satunya tingkat
kepuasan pasien dapat diukur melalui keramahan pegawai. Pasien yang
diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan saran dan nasehat
petugas (Curakovie dkk, 2011)

Kepuasan pasien tehadap pelayanan kefarmasian dipengaruhi oleh sarana


prasarana instalasi farmasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), kecepatan
pelayanan serta keramahan petugas instalasi farmasi. Penelitian ini dilakukan di
instalasi farmasi Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh karena belum ada
penelitian terkait kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Jeulingke Kota Banda Aceh. Puskesmas Jeulingke yang merupakan tempat
bekerja peneliti berada di pusat kota Banda Aceh dengan jumlah pasien yang
mengambil obat selama sebulan adalah 1400 orang per bulan Oktober 2019.
Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yaitu pada jam-jam
tertentu (pukul 08.00-13.00) pemberian KIE obat akan sangat terganggu akibat
dari banyaknya pasien yang menebus obat sehingga pemberian KIE menjadi tidak
maksimal. Masalah lain terkait kecepatan pelayanan yakni penyerahan obat
dilakukan secara bersamaan dengan obat pasien lain. Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan langsung oleh peneliti rata-rata penyerahan obat dilakukan secara
bersamaan. Sehingga pasien dengan resep lebih awal akan menunggu resep
pasien lain untuk mendapatkan obat. Akibatnya, penerimaan obat untuk pasien
dengan resep lebih awal menjadi lebih lama. Terakhir terkait keramahan petugas
yaitu proses penyerahan obat tidak bisa dilakukan dengan baik ( secara sopan dan
ramah ) pada jam-jam tertentu ( 08.00-13.00 WIB ), akibat dari banyaknya pasien
yang menebus obat. Maka dalam penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
apakah pasien puas terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Jeulingke Kota
Banda Aceh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Apakah pasien puas terhadap pelayanan kefarmasian pada dimensi


Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang diberikan di Instalasi
Farmasi Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh?
2. Apakah pasien puas terhadap pelayanan kefarmasian pada dimensi
kecepatan pelayanan di Instalasi Farmasi Puskesmas Jeulingke Kota
Banda Aceh?
3. Apakah pasien puas terhadap pelayanan kefarmasian pada dimensi
keramahan petugas di Instalasi Farmasi Puskesmas Jeulingke Kota Banda
Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat


kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Jeulingke Kota
Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian


Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian pada dimensi komunikasi
imformasi dan edukasi (KIE), kecepatan pelayanan dan keramahan petugas di
instalasi farmasi Puskesmas Jeulingke Kota Banda Aceh. Sehingga penelitian ini
dapat menjadi evaluasi jika ada pelayanan yang kurang memuaskan, agar
pelayanan kefarmasian di istalasi farmasi Puskesmas Jeulingke Kota Banda aceh
menjadi lebih baik dan berkualitas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar

2.1.1 Pengertian Kepuasan

Kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan


hasil dari membandingkan penampilan produk yang dirasakan dalam
hubungannya dengan harapan seseorang. Tingkat kepuasan adalah suatu fungsi
dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan pendekatan atau
perilaku petugas, perasaan pasien pada saat pertama kali datang (Joko Winoyo,
2000)
Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan Puskesmas ditentukan oleh
tingkat kepuasan pasien terhadap penerimaan pelayanan. Kepuasan penerimaan
pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai
dengan yang dibutuhkan dan yang diharapkan. Oleh karena itu secara berkala
pemberi pelayanan perlu mengetahui kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
yang diberikan (Pemkot Malang, 2007).

2.1.2 Unsur- unsur Indeks Kepuasan


Berdasarkan prinsip pelayanan dan ditetapkan dalam keputusan menteri
Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003, untuk dasar pengukuran indeks kepuasan adalah
sebagai berikut: (pemkot malang, 2007)
Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan dalam tahap pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat dilihat dan sisi kesederhanaan alur pelayanan.

1. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang


diperlukan untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan jenis
pelayanan.
2. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan
tanggung jawabnya).
3. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap ketepatan waktu serta sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
4. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan
keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu tanggung jawab petugas
pelayanan dalam menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
6. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
7. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan
tidak membedakan golongan atau status masyarakat yang dilayani.
8. Kesopanan dan keramahan petugas, sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah
serta saling menghormati dan menghargai.
9. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
10. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
11. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
12. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih. rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko- resiko
yang diakibatkan dan pelaksanaan pelayanan.

2.2 Pelayanan Kefarmasian

Standar pelayanan kefarmasian telah diatur dalam Permenkes No. 74


tahun 2016. Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan langsung yang
diberikan oleh Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome
terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk
tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien
(quality of life) terjamin.

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:


1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:


1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat

2.2.1 Pengkajian dan pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:


1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif.

Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat


merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik Obat,
memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
1. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan.
2. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi
pengobatan.
2.2.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh
jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat
penyimpanan yang memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.

6. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan Pelayanan Kefarmasian.


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1. Sumber informasi Obat.
2. Tempat.
3. Tenaga.
4. Perlengkapan.

2.2.3 Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian


masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan
dan rawat inap, serta keluarga pasien.

Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang


benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan Obat.

Kegiatan:

1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.


2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended
question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana
cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut, dan
lain-lain.
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan
cara penggunaan Obat untuk mengoptimal kan tujuan terapi.
5. Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kriteria pasien:
a. Pasien rujukan dokter.
b. Pasien dengan penyakit kronis.
c. Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
d. Pasien geriatrik.
e. Pasien pediatrik.
f. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.

2. Sarana dan prasarana:


a. Ruangan khusus.
b. Kartu pasien/catatan konseling.

6. Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat


risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan
dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat
kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.

2.2.4 Ronde/Visite Pasien


Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
Memeriksa Obat pasien.
1. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan
mempertimbangkan Memantau perkembangan klinis pasien yang
terkait dengan penggunaan Obat.
2. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien.
3. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi.
2.2.5 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
1. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
1. Menganalisis laporan efek samping Obat.
2. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
3. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
4. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.2.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.

2.2.7 Evaluasi Penggunaan Obat


Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
1. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus
tertentu.
2. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat
tertentu.
Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai standar
prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

2.3 Definisi Puskesmas


Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar,
menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah
kerjanya. Kunjungan masyarakat pada suatu unit pelayanan kesehatan tidak saja
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain
diantaranya: sumber daya manusia, motivasi pasien, ketersediaan bahan dan alat,
tarif dan lokasi. Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja.
Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat kecamatan. Visi puskesmas
mewujudkan kecamatan sehat dan misimendukung tercapainya pembangunan
kesehatan nasional dapat dilihat keberhasilannya lewat 4 indikator, yaitu
lingkungan sehat, perilaku sehat, pelayanan kesehatan bermutu serta derajat
kesehatan penduduk kecamatan. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang meliputi
pelayanan kesehatan perorang private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat
(public goods).
BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Bagan Kerangka Konsep


Pelayanan Informasi Obat
Permenkes No. 74 tahun (PIO)
2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas Konseling

Visite Pasien (khusus


Pelayanan Farmasi Klinik
Puskesmas rawat inap)

Pengkajian dan pelayanan


Monitoring Efek Samping
Resep
Obat (MESO)

Evaluasi Penggunaan Obat Pemantauan Terapi


Obat (PTO)

Sarana dan Prasarana Komunikasi, Kecepatan Pelayanan Keramahan Petugas


Informasi dan
Edukasi (KIE)

MEMPENGARUHI

Kepuasan pasien terhadap


Pengkajian dan Pelayanan
Resep

Kepuasan pasien terhadap


Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas Jeulingke Kota Banda
Aceh
Keterangan : yang diteliti

: tidak diteliti

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep


3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala Cara
Indikator
Independen Operasional Pengukuran Pengukuran
Komunikasi, Komunikasi, 1. Pasien menerima Ordinal Kuesioner
Informasi dan Informasi dan Komunikasi,
Edukasi Edukasi (KIE) Informasi dan
(KIE) merupakan Edukasi (KIE) dari
sesuatu yang petugas terkait nama
diberikan terkait obat, indikasi obat,
obat antara lain dosis, cara
nama obat, penggunaan,
indikasi obat, interaksi obat
dosis, cara dengan makanan,
penggunaan, efek samping, cara
interaksi obat penyimpanan obat.
dengan 2. Pasien menerima
makanan, efek informasi lain selain
samping, cara obat yang
penyimpanan berhubungan dengan
dan lain-lain. penyakit pasien
seperti makanan dan
aktifitas yang perli
dihindari.
Kecepatan Kecepatan 1. Tanggap dan Ordinal Kuesioner
Pelayanan pelayanan cepat memberikan
merupakan pelayanan.
kemampuan 2. Pelayanan obat
pelayanan untuk tanpa racikan tidak
mencapai target lebih dari 15 menit
secara cepat dimulai saat
sesuai waktu penyerahan resep.
yang ditentukan. 3. Pelayanan obat
racikan tidak lebih
dari 25 menit
dimulai saat
penyerahan resep
Keramahan Keramahan 1. Penyerahan obat Ordinal Kuesioner
Petugas petugas kepada pasien
merupakan dilakukan dengan
sikap dan cara yang baik dan
perilaku dalam sopan.
memberikan 2.Petugas bersedia
pelayanan menjawab
kepada pasien pertanyaan pasien
secara sopan dan dengan baik dan
ramah serta ramah.
adanya sikap 3. Petugas bersedia
saling mengulangi
menghargai dan pemberian informasi
menghormati. obat dengan baik dan
ramah jika pasien
belum mengerti .
BAB IV
BAHAN DAN METODE

4.1 Jenis Penelitian


Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh
informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan. Dalam penelitian
deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji
hipotesa, sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperimen. .
Penelitian tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di
Puskesmas Jeulingke ini termasuk penelitian deskriptif.

4.2 Waktu dan Lokasi

Penelitian akan dilakukan di ruang tunggu obat Apotek Puskesmas


Jeulingke untuk kegiatan survei wawancara dan pemberian kuesioner. Pemilihan
lokasi ini dengan pertimbangan bahwa tempat tersebut merupakan tempat strategis
dan merupakan tempat kerja peneliti. Penelitian dilakukan pada bulan desember
2019.

4.3 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : Objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien yang mengambil obat ke Puskesmas Jeulingke tahun
2019,pada saat peneliti melakukan penelitian yaitu sebanyak 1400 orang dalam
bulan oktober 2019.

4.4 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi dengan menggunakan cara/teknik
sehingga sampel ini sedapat mungkin dapat mewakili keseluruhan populasi.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling.Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan
cara memilih diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki penelitian, dan
kriteria sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.
Selanjutnya untuk menentukan besarnya sampel dapat digunakan rumus
sebagai berikut :
N
n =
1+N(d)2

Keterangan : n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d2 = tingkat kesalahan yang diinginkan oleh peneliti


(10%)

Berdasarkan data jumlah populasi sebelumnya dengan menggunakan


rumus di atas, maka jumlah sampel yang diperoleh adalah :

n = N / (1+ N(d)2 )

= 1400 / (1 + (1400 x 0.12 )

= 1400 / (1 + (1400 x 0.01) )

= 1400 / (1 + 14)

= 1400 / 15

= 93 orang

Jadi jumlah responden yang akan di wawancara menggunakan kuesioner


oleh peneliti di Puskesmas Jeulingke adalah sebanyak 93 orang.

4.5 Alat dan Bahan

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) lembar
kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. Kuesioner cocok digunakan bila jumlah responden
cukup besar dan tersebar luas. Kuesioner berisi daftar pertanyaan dengan skala
Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini akan didapat jawaban tegas yaitu ”ya-
tidak”, ”benar-salah”, ”pernah-tidak pernah” dan lain lain.

Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam penelitian ini secara umum adalah :
4.6.1 Tahap Pra Penelitian

Tahap ini adalah tahap awal jalannya penelitian. Tahap ini meliputi proses
perizinan, penyusunan dan pembuatan kuesioner.
a. Proses perizinan
Perizinan dilakukan dengan Mitra Puskesmas Jeulingke. Proses perizinan
berlangsung selama kurang lebih 1 minggu
b. Pembuatan kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di Puskesmas Jeulingke yang menjadi responden
penelitian. Kuesioner berisi 8 pertanyaan dengan bahasa sederhana yang
mencakup segi kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang meliputi
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), Kecepatan pelayanan dan keramahan
petugas.
4.6.2 Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, kuesioner dan


dokumentasi. Observasi atau pengamatan langsung dilakukan terhadap responden.
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data pasien.Pengisian kuesioner oleh
responden didampingi langsung oleh peneliti untuk memudahkan memberikan
penjelasan sekiranya ada hal yang kurang dipahami oleh responden. Kuesioner
yang di berikan pada Responden tersebut langsung dikembalikan kepada Peneliti.

4.6.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dibahas secara deskriptif dan diolah menggunakan


statistik deskriptif dengan mendapatkan persentase rata rata. Data ditampilkan
dalam bentuk tabel dan gambar.
Metode pengolahan data menggunakan metode yang telah di atur dalam
keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara No. 25 tahun2004 yaitu
dengan cara nilai IKM dihitung dengan menggunakan “nilai rata-rata
tertimbang” masing-masing unsur pelayanan. Dalam perhitungan indeks
kepuasan masyarakat terhadap 10 unsur pelayanan yang dikaji sudah divalidasi,
setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai
berikut :

jumlah bobot 1
Bobot nilai rata-rata tertimbang = = 10 = 0,1
jumlah unsur
Untuk memperoleh nilai IKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai
rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut :

Total nilai perunsur


IKM = Total unsur yang terisi X Nilai Penimbang

Nilai penimbang masing- masing unsur pelayanan mempunyai nilai yang


sama yaitu antara 25- 100 maka hasil indeks kepuasan dikonversi dengan nilai
dasar 25, dengan rumus sebagai berikut:

Tingkat kepuasan = indeks kepuasan x 25.

Nilai persepsi, interval IKM, interval Konversi,


mutu pelayanan dan kinerja unit pelayanan
Interval Mutu Kinerja Unit

Nilai Interval IKM


Konversi 1KM Pelayanan Pelayanan

1 1,00 — 1,75 25 — 43,75 D Tidak baik


2 1,76 - 2,500 43,76 - 62,50 C Kurang baik
3 2,51 - 3,25 62,51 -81,25 B Baik
4 3,26 — 4,00 8 1,26 — 100,00 A Sangat baik

Anda mungkin juga menyukai