Anda di halaman 1dari 15

RANGKUMAN JURNAL

MENGUKUR MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Ketua : dr. M. Kaban, Sp.PK (71200030)


Sekretaris : dr. Devina Gracia P (71200024)
Anggota :
dr. Ngudiarto, Sp.PD (71200036)
dr. Agus Saeful A (71200017)
dr. Taufan N (71200043)

Tutor :
drg. Nining Handayani, Sp.Pros, MM

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN


UNIVERSITAS ADHIRAJASA RESWARA SANJAYA
BANDUNG
2021
A. Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah ukuran, derajat, atau taraf

tentang baik buruknya suatu produk barang atau jasa. Mutu adalah perpaduan sifat-sifat

dan karakteristik produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan pemakai atau

pelanggan. Mutu adalah gambaran karakteristik langsung dari suatu produk. Kualitas bisa

diketahui dari segi bentuk, penampilan, performa suatu produk, dan juga bisa dilihat dari

segi fungsinya serta segi estetisnya. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat diketahui

bahwa mutu adalah ukuran yang dibuat oleh konsumen terhadap produk atau jasa yang

dilihat dari segala dimensi atau karakteristik untuk memenuhi tuntutan kebutuhan,

keamanan, dan kenyamanan konsumen. 1

Mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah

ditetapkan. Menurut Pohan, pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan

dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya

beli masyarakat, sedangkan jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang

sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan

peningkatan mutu yang di perlukan agar mutu pelayanan kesehatan senantisa sesuai

dengan standart layanan kesehatan yang di sepakati.4 Mutu pelayanan kesehatan

menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa

1
puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasaan tersebut, makin baik pula mutu

pelayanan kesehatan.

Mutu pelayanan kesehatan merupakan prioritas baik bagi dan bagi pihak penyedia jasa

maupun masyarakat sebagai pungguna jasa. Pendekatan jaminan mutu pelayanan

kesehatan sebagai salah satu perangkat bagi pihak pengelola yang melaksanakan pelayanan

kesehatan merupakan sistemik yang harus dievaluasi dan disempurnakan secara terus-

menerus. Pendekatan tersebut merupakan keterampilan yang mendasari pemberian

pelayanan kesehatan kepada pengguna jasa pelayanan. Depkes RI, (2008) menyebutkan

salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien.10.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari

kinerja layanan kesehatan yang diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa

yang diharapkan. Untuk menimbulkan rasa puas kepada diri setiap pasien, maka

kesempurnaan mutu pelayanan harus diberikan kepada setiap pengguna jasa, sehingga

semakin sempurna kepuasan yang dirasakan oleh sitiap pengguna jasa pelayanan maka

semakin baik pula mutu pelayanan yang diberikan oleh pihak pelaksana.

Berbagai upaya peningkatan mutu telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan,

diantaranya adalah melalui mekanisme perijinan fasilitas pelayanan kesehatan, total quality

management dengan gugus kendali mutunya, quality assurance, berbagai sertifikasi sistem

manajemen mutu, serta akreditasi lembaga pemberi pelayanan kesehatan. Implementasi

cakupan kesehatan semesta di Indonesia sejak tahun 2014 menjadi pendorong kuat pula

agar seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan yang bermutu. Secara nyata,

Kementerian Kesehatan membentuk Direktorat Mutu dan Akreditasi pada tahun 2016 dan

menguatkan strategi nasional mutu pelayanan kesehatan.11

2
B. Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk menjamin mutu pelayanan

kesehatan yang dilakukan sehingga pasien akan mendapatkan pelayanan yang bermutu.

Pengukuran mutu pelayanan kesehatan secara umum meliputi:

• Mutu teknis pelayanan kesehatan (technical of care)

Mutu teknis pelayanan kesehatan berkaitan dengan kesesuaian proses pelayanan

kesehatan dengan standar yang telah ditetapkan.

• Mutu seni pelayanan (art of care)

Mutu seni pelayanan berkaitan dengan lingkungan, sikap, tingkah laku pemberi

pelayanan dalam memberikan pelayanan, termasuk layanan interpersonal

(interpersonal care); yaitu manajemen interaksi sosial dan psikososial. Salah satunya

adalah cara berkomunikasi antara pasien dan praktisi kesehatan lainnya.

Menurut Pohan, mutu layanan kesehatan besifat multidimensi. Dimensi mutu

pelayanan kesehatan antara lain : dimensi kompetensi teknis, dimensi keterjangkauan,

dimensi efektifitas layanan kesehatan, dimensi efesiensi layanan kesehatan, dimensi

kesinambungan layanan kesehatan, dimensi keamanan, dimensi kenyamanan, dimensi

informasi, dimensi ketepatan waktu dan hubungan antar manusia. 2,3,6

Evaluasi mutu pelayanan kesehatan dengan kriteria struktur, proses dan keluaran

(outcome) sudah dikembangkan sejak tahun 1966 dan diterapkan dalam berbagai peraturan,

mekanisme regulasi, standar serta diadopsi program kesehatan. Penelusuran historikal

upaya mutu sebelum masa tersebut mungkin lebih merupakan faktor tantangan

administratif dalam menemukan dokumen yang relevan.6,11,12

3
Gambar 1.1 Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan 6

• Kompetensi Teknis : Keterampilan , kemampuan, penampilan, atau kinerja pemberi

pelayanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan

mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati , yang meliputi kepatuhan

, ketepatan, kebenaran, dan konsistensi.

• Keterjangkauan : Layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak

terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.

• Efektivitas : Layanan kesehatan harus efektif , artinya harus mampu mengobati /

mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit, dan berkembang/

meluasnya penyakit yang ada. Dimensi ini berkaitan dengan kompetensi teknis

terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan keterampilan

dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.

• Efisiensi : Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan

masyarakat. Dalam hal ini diperlukan analisa efisiensi perihal biaya, kenyamanan

pasien, waktu kerja, dan kondisi yang dapat menimbulkan resiko besar bagi pasien.

4
• Kesinambungan Layanan Kesehatan : Pasien harus dapat dilayani sesuai dengan

kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur

diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu memiliki akses ke layanan

kesehatan yang dibutuhkan. Riwayat penyakit pasien harus terdokumentasi dengan

lengkap, akurat dan terkini sehingga layanan rujukan yang diperlukan pasien dapat

terlaksana dengan tepat waktu dan tempatnya.

• Keamanan : Layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien pemberi layanan ,

maupun masyarakat sekitar. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari resiko

cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain.

• Kenyamanan : Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh langsung ngan efektivitas

layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien / konsumen sehingga

mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut.

• Informasi : Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi

yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu

akan / telah dilaksanakan.

• Ketepatan Waktu : Layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang

tepat, oleh pemberi layanan yang tepat , menggunakan peralatan dan obat yang tepat,

serta biaya yang tepat (efisien).

• Hubungan Antar Manusia : Hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider)

dengan pasien / masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan,

antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah,

5
LSM, masyarakat, dll. Hubungan manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan

dan kredibilitas dengan cara saling menghargai , menjaga rahasia, saling

menghormati, responsif, pemberi perhatian, dll.

Konsep mutu layanan yang berkaitan dengan kepuasan pasien ditentukan/ diukur

oleh lima unsur/ dimensi yang biasa dikenal dengan istilah mutu layanan service quality

“SERV QUAL” , yaitu reliability, assurance, tangible empathy, responsiveness. 6,8

• Reliability (keandalan) : kemampuan layanan kesehatan untuk memberikan pelayanan

yang sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Adapun kinerja

harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap empati dengan akurasi yang

tinggi, serta mampu memberikan informasi yang akurat. Keandalan suatu produk atau

jasa yang menunjukkan tingkat kualitas sangat berarti bagi konsumen dalam memilih

produk atau jasa.

• Assurance (jaminan dan kepastian) : pengetahuan, kesopansantunan, sifat dapat

dipercaya, bebas dari keragu-raguan para petugas kesehatan untuk menumbuhkan

rasa percaya pasien. Asuransi diartikan sebagai salah satu kegiatan menjaga kepastian

atau menjamin keadaan dari apa yang dijamin atau suatu indikasi menimbulkan rasa

kepercayan.

• Tangible (bukti fisik) : penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkapan,

sumber daya manusia dan materi komunikasi. Tangible juga berarti kemampuan suatu

perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak ekseternal, dimana

6
penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan

lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa

yaitu meliputi fasilitas fisik (gedung), perlengkapan dan peralatan yang digunakan

(teknologi), dan penampilan pegawai serta media komunikasi. Hal tersebut

diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang dilayani oleh dokter dan

petugas kesehatan serta staf lainnya.

• Empathy (empati) : kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan adanya

perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan dan harapan pasien. Kemudahan dalam

menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan pemahaman atas

kebutuhan individual para pelanggan. Empati setidaknya akan terlihat dari sikap para

medis melalui kemudahan untuk dihubungi, pemberian pelayanan secara cepat,

penanganan keluhan pasien secara cepat, mengutamakan sikap ramah dan sopan

kepada pasien maupun masyarakat umum yang berada di rumah sakit.

• Responsiveness (daya tanggap) : suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan

pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian

informasi yang jelas. Responsiveness tentunya tidak terlepas juga dengan layanan inti

medis yang merupakan aspek-aspek utama medis dari pelayanan, antara lain

efektivitas yang bermanfaat bagi pasien yang dilayani agar dapat memberikan

kesembuhan sebagaimana yang diharapkan oleh pasien.

Dimensi- dimensi ini diperoleh melalui wawancara terhadap para pelanggan untuk

mengetahui atribut apa saja yang diharapkan para pelanggan dari perusahaan atau instansi

tertentu. Inti dari Serv Qual adalah melakukan pengukuran antara harapan (ekspektasi) dan

7
persepsi (realitas) pelayanan yang diterima. Dengan cara memberikan pilihan dari skala 1

sampai 5 atau 7, kemudian dibandingkan nilai antara harapan dan persepsi. Jika harapan

sama dengan persepsi layanan kesehatan yang diterima berarti mereka puas. Model Serv

Qual merupakan salah satu model yang banyak dipakai untuk mengukur kepuasan

pelanggan dengan cara membuat penilaian kepuasan pelanggan secara komprehensif bagi

pelayanan dibidang barang dan jasa yang mengutamakan aspek pelayanan. Model ini

menganalisis gap (kesenjangan) antara persepsi dan ekspektasi (harapan) pelanggan

terhadap kualitas layanan melalui beberapa dimensi yaitu emphaty, tangible, assurance,

responsiveness dan reliability. Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan

kesehatan. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen instansi dapat

melakukan peningkatan mutu pelayanan. 4,6,8

C. Standar dan Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu

dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Standar merupakan pernyataan

tertulis yang berisi spesifikasi atau rincian tentang sesuatu hal khusus yang

memperlihatkan tujuan, cita-cita, keinginan, kriteria, ukuran, patokan, dan pedoman.

Ukuran terpenting pada mutu adalah kesamaan terhadap standar yang telah ditetapkan.

Barang atau jasa dapaat dikatakan bermutu apabila barang atau jasa tersebut mempunyai

derajat kesempurnaan yang sesuai dengan standar yang ada. Suatu pelayanan kesehatan

yang bermutu adalah apabila pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada.

Standar menunjuk pada tingkat ketercapaian ideal yang diinginkan dan merupakan tujuan

yang ingin dicapai.

8
Macam- macam standar/ unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan

menurut prof. A. Donabedian terbagi menjadi 3 pendekatan evaluasi penilaian mutu,

yaitu:

1. Standar masukan (input)

Standar masukan adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang-

kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk kedalamnya adalah

hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel,

peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas.

2. Standar proses (proccess)

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan

kegiatan layanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar

proses akan menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan

bagaimana sistem bekerja. Standar proses berfokus pada interaksi profesi dengan

pasien /konsumen / masyarakat dan digunakan untuk menilai pelaksanaan proses

pelayanan kesehatan dan kinerja pelayanan kesehatan. Standar proses biasanya

dinyatakan sebagai kebijaksanaan atau prosedur kerja.

3. Standar keluaran (output)

Standar keluaran merupakan hasil akhir atau akibat dari layanan kesehatan.

Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau

gagal. Keluaran (output) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil

dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan

tersebut akan diukur.

9
Agar standar yang sudah ditetapkan dapat dicapai, maka diperlukanlah sebuah

pedoman atau petunjuk pelaksanaan, prosedur tetap, atau standard operating procedure

(SOP). Standard Operating Procedure merupakan suatu standar atau pedoman tertulis

yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai

tujuan organisasi. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan harus dilalui

untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Tujuan dari SOP adalah:

1. Agar petugas menjaga konsistensi

2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi

3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai

terkait.

4. Melindungi organisasi/ unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau

kesalahan administrasi lainnya.

5. Melindungi organisasi/unit kerja

Fungsi dari SOP adalah:

1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.

2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.

4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk disiplin dalam bekerja.

5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

Untuk mengukur tercapai atau tidaknya standar yang telah ditetapkan, dipergunakan

suatu indikator. Makin sesuai sesuatu yang diukur dengan indikator, makin sesuai pula

keadaannya dengan standar yang telah ditetapkan. Indikator adalah karakteristik yang

dapat diukur dan dapat dipakai untuk menentukan keterkaitan dengan standar. Indikator

10
dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian suatu standar pelayanan yang sudah

ditetapkan. Menurut Bustami, indikator terdiri atas:

• Indikator persyaratan minimal

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan, standar

lingkungan, dan standar proses.

• Indikator penampilan minimal

Merupakan tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan

kesehatan. Hasil pelayanan adalah tindak lanjut dari keluaran yang ada, sehingga

perlu ada indikator (tolak ukur) tentang hasil pelayanan tersebut. Indikator yang

dimaksud merujuk pada hasil minimal yang dicapai berdasarkan standar yang sudah

ditentukan.

Selain itu, menurut Azrul Azhar dalam buku Program Pengamatan Pelayanan

Kesehatan, ada dua aspek yang menentukan mutu layanan kesehatan, yaitu: 3

a) Indikator Pelayanan Kesehatan yang bermutu, berdasarkan Aspek Medis :

• Kesembuhan penyakit yang diderita : semakin tinggi angka kesembuhan,

semakin bermutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

• Efek samping yang dialami : semakin rendah efek samping yang timbul,

maka semakin berutu pelayanan kesehatan.

• Kematian klien : semakin rendah angka kematian, maka semakin bermutu

pelayanan kesehatan yang diselenggarakn.

• Kepuasan klien : makin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan

medis, maka semakin tinggi mutu pelayanan

b) Indikator mutu pelayanan berdasarkan aspek non medis, antara lain:

11
• Pengetahuan klien : semakin tinggi tingkat pengetahuan klien akan pelayanan

kesehatan yang diselenggarkan, semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

• Kemantapan klien : semakin tinggi tingkat kemantapan klien,terhadap

pelayanan yang diselenggarakan, semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan.

• Kepuasan klien : semakin tinggi tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan

non medis, semakin tinggi mutu pelayanan kesehatan

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Datwan,N et al. 2018. Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan

Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Haji Makassar. JKKM. Vol 3. No1

2. Etilidawati. 2017. Hubungan Kualitas Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan

Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan. Vol 15.

No 3

3. Eyranto, H. 2016. Hubungan Antara Mutu Pelayanan Dengan Kesetiaan Pasien (Survey

Pada Bagian Jantung Rumah Sakit Internasional Bintaro). EconoSains. Vol 9. No 2.

4. Kosnan, W. 2019. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap

di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Merauke. Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan

Akuntasi (JEBA). Vol 21. No 4

5. Nafs,T. 2017. Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien

Rawat Inap di Ruang Dewasa Umum Rumah Sakit X Kabupaten Gresik. Psikosains. Vol

12. No 2

6. Nurhasni. 2018. Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien

Rawat Inap di Puskesmas Ampibabo Kabupaten Patigi Moutong. Jurnal Katalogis. Vol

6. No 4

7. Purwaningrum, R. 2020. Analisis Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah

Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung Tahun 2018. Jurnal Ilmu Kedokteran

dan Kesehatan. Vol 7. No 1

8. Salmah, S. 2016. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Medis Pada Pembuatan Standar

Prosedur Operasional Pelayanan Rumah Sakit Ibu dan Anak ‘ Aisyiyah Klaten’. Jurnal

Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit. Vol 5. No 1

13
9. Simanjuntak,M. 2017. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan

Pasien Peserta BPJS di Puskesmas Glugur Kota Medan. Jurnal Ilmiah Perekam dan

Informasi Kesehatan Imelda. Vol 2. No 2

10. Siswantoro, H et al. 2019. Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas.

Media Litbangkes. Vol 29. No 3

11. Staygers,A et al. 2019. Hubungan Antara Persepsi Mutu Jasa Pelayanan Kesehatan

Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit GMM Siloam Sonder.

Jurnal Kesmas. Vol 8. No 7

12. Sutoto. 2019. Mendorong Riset dan Berbagi Pengalaman Untuk Peningkatan Mutu dan

Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Journal of Hospital Accreditation. Vol 1. No 1

13. Ulumiyah, NH. 2018. Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Penerapan

Upaya Keselamatan Pasien di Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Vol

6. No 2

14

Anda mungkin juga menyukai