PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Rumah Sakit adalah suatu unit pelayanan yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat di bidang kesehatan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan
yang paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
sesuai dengan aturan dalam Sistem Kesehatan Nasional. Pemerintah menurunkan
kelas layanan di 615 rumah sakit (RS) karena tidak sesuai standar. Kementerian
Kesehatan memberikan rekomendasi turun kelas RS yang bekerja sama dan
melayani BPJS Kesehatan kepada 615 rumah sakit baik milik daerah maupun
swasta di Indonesia. Rekomendasi turun kelas ini merupakan hasil reviu dari
Kementerian Kesehatan dan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang tak
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Menurutnya, reviu memang harus
dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kepada pasien dan fairness dalam
pembiayaan ke RS. Proses reviu kelas RS menjadi hal penting untuk memastikan
bahwa kualitas RS tetap terjamin. Terlebih, pasien sebagai konsumen
mendapatkan kepastian akan hak perawatannya dan memastikan BPJS Kesehatan
membayar klaim sesuai kondisi RS yang ada. Keputusan ini merupakan tindak
lanjut audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang
menemukan adanya laporan ketidaksesuaian kelas RS di lapangan dan meminta
dilakukan peninjauan ulang kelas RS.Selama ini banyak RS di daerah yang sarana
dan prasarananya tidak sesuai dengan kelas yang dimiliki. RS berlomba-lomba
menaikkan kelas untuk mendapatkan nilai klaim yang lebih besar atas layanan
yang diberikan pada peserta JKN. Untuk menata layanan agar lebih baik, juga
menggambarkan kompetensi RS sebenarnya dan pembayaran yang dilakukan
BPJS Kesehatan sesuai kelasnya. Sementara itu, untuk mencegah praktik fraud
(kecurangan) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kemenkes
tengah menggodok aturan baru yang mengatur pemberian sanksi administrasi dan
sanksi tambahan.Saat ini peraturan menteri kesehatan dalam tahap harmonisasi di
Kementerian Hukum dan HAM.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah
sakit, fungsi rumah sakit adalah:
medis.
kesehatan.
1. Berdasarkan kepemilikan.
Rumah sakit yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit
pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI),
dan rumah sakit yang modalnya dimiliki oleh swasta (BUMS) ataupun
Rumah Sakit milik luar negri (PMA).
3. Berdasarkan Kelas.
Rumah sakit berdasarkan kelasnya dibedakan atas rumah sakit kelas A, B
(pendidikan dan non-pendidikan), kelas C, kelas D.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dan subspesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-
kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Landasan Hukum
Landasan Hukum BPJS Kesehatan :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAB IV
SOLUSI DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Segitiga Analisis Kebijakan
Kebijakan kesehatan merupakan segala tindakan pengambilan keputusan
yang memengaruhi sistem kesehatan yang dilakukan oleh aktor institusi
pemerintah, organisasi, lembaga swadaya masyarakat dan lainnya (Buse, 2016).
Kebijakan kesehatan adalah keputusan, rencana dan tindakan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan kesehatan tertentu di dalam suatu masyarakat (WHO,
2017).
Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat
disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks, dan segitiga ini
menunjukkan kesan bahwa ke-empat faktor dapat dipertimbangkan secara
terpisah. Untuk membuat sebuah kebijakan kesehatan, perlu memperhatikan
segitiga kebijakan yang terdiri dari aktor, konten, konteks dan proses. Pada
kenyataannya, aktor baik individu, kelompok, atau organisasi dipengaruhi oleh
konteks, lingkungan dimana mereka tinggal dan bekerja; konteks dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti: ketidak-stabilan atau ideologi, dalam hal sejarah dan
budaya; serta proses penyusunan kebijakan – bagaimana isu dapat menjadi suatu
agenda kebijakan, dan bagaimana isu tersebut dapat berharga – dipengaruhi oleh
pelaksana, kedudukan mereka dalam strutur kekuatan, norma dan harapan mereka
sendiri.
Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti politik, ideologi, sejarah,
budaya, ekonomi, dan sosial baik yang terjadi pada skala nasional maupun
internasional yang memengaruhi kebijakan kesehatan. Proses pembuatan
kebijakan dipengaruhi oleh aktor yaitu posisi dalam struktur kekuasaan, nilai,
pendapat dan harapan pribadi. Konten kebijakan mencerminkan dimensi tersebut.
Konten merupakan substansi dari kebijakan yang secara detail menggambarkan
bagian pokok dari kebijakan tersebut.
Aktor merupakan pusat dari kerangka kebijakan kesehatan. Aktor merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut suatu individu, kelompok dan organisasi
yang memengaruhi suatu kebijakan. Aktor pada dasarnya memang memengaruhi
kebijakan namun seberapa luas dan mendalam dalam memengaruhi kebijakan
tergantung dari kekuasaannya. Kekuasaan merupakan campuran dari kekayaan
individu, tingkat pengetahuan, dan otoritas yang tinggi (Buse, 2016).
Ada beberapa tujuan untuk melaksanakan suatu analisis dari kebijakan yaitu:
a. Untuk dapat memahami proses kebijakan yang dikembangkan dan
diimplementasi,
b. Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik kebijakan yang
diimplementasi termasuk fokus pada pendekatan pendapatan keluarga dan
kemiskinan,
c. Untuk memahami cara kebijakan tersebut berpengaruh terhadap area
keberadaan pendapatan keluarga,
d. Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam
proses kebijakan (Baginski, 2017)
b. Konten /isi :
Konten dari kebijakan tersebut Kebijakan penurunan kelas rumah sakit
dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil review yang dilakukan
Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah
rumah sakit dari tahun ke tahun, pada tahun 2015 telah ada sebanyak 2.490
rumah sakit, tahun 2016 sebanyak 2.601 rumah sakit, tahun 2017 sebanyak
2.779 rumah sakit, dan sampai bulan Desember 2018 telah teregistrasi
sebanyak 2.807 rumah sakit. Peningkatan jumlah rumah sakit seharusnya
sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah sumber daya
manusia (SDM), sarana, prasarana dan alat kesehatan.
c. Konteks :
Konteks mengacu ke faktor sistematis politik, ekonomi dan sosial,
national dan internasional yang mungkin memiliki pengaruh pada
kebijakan kesehatan. Ada banyak cara untuk mengelompokkan fakto-
faktor tersebut, tetapi Leichter (1979) memaparkan cara yang cukup
bermanfaat:
Faktor situasional
Merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat
berdampak pada kebijakan
Faktor struktural
Merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah. Faktor
ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut
dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembahasan dan keputusan kebijakan; faktor struktural meliputi pula
jenis ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja
Faktor budaya
Dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam masyarakat dimana
hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya
atau menantang pejabat tinggi atau pejabat senior.
Faktor internasional atau exogenous,
Menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan
mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam
kesehatan
Berikut penjabaran pada kebijakan terkait Penurunan Kelas Rumah Sakit,
yaitu:
Situasional
Menteri kesehatan yang baru menggunakan kekuasaannya untuk
memutuskan kebijakan penurunan kelas rumah sakit sebagai
prioritas
BPJS melakukan pembayaran tagihan ke rumah sakit berdasarkan
pada ketentuan kelasnya.
Bukti adanya surat edaran dari Kemenkes tentang penurunan
kelas rumah sakit di antara kelompok tertentu seperti tenaga
kesehatan dan elite politik
Struktural
Peran media atau LSM dalam mempublikasikan ada atau tidaknya
penurunan kelas rumah sakit yang berkaitan dengan tingkatan
dimana sistem politik terbuka atau tertutup
Budaya
Kedudukan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat
menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak
memadai tentang hak-hak mereka, sehingga menerima layanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Internasional
Adanya kerja sama organisasi tingkat nasional, regional atau
multilateral terkait masalah kesehatan yang berhubungan dengan
pemerintahan nasional.
Peran internasional dengan agenda kapitalisme mengarah pada
kebijakan yang semakin liberal
d. Proses :
Kebijakan penurunan kelas rumah sakit yang di tetapkan menteri
kesehatan melalui surat edarannya dengan No. HK.04.01/I/2963/2019
pada tanggal 15 Juli 2019 memutuskan penetapan penyesuaian kelas
rumah sakit berdasarkan hasil review kelas rumah sakit oleh Kementrian
Kesehatan RI. Klasifikasi rumah sakit sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009, bahwa rumah sakit umum terdiri atas rumah sakit
kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D, sedangkan untuk rumah sakit
khusus terdiri atas rumah sakit kelas A, kelas B, dan kelas C. Selanjutnya
secara teknis kebijakan mengenai kelas rumah sakit telah dituangkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini
menetapkan bahwa rumah sakit harus memiliki izin mendirikan dan izin
operasional. Pemberian izin operasional dilakukan sesuai dengan kelas
rumah sakit berdasarkan standar yang ada dalam lampiran PERMENKES
Nomor 56 Tahun 2014 untuk rumah sakit umum, maupun Lampiran II
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 untuk
rumah sakit khusus. Penetapan kelas rumah sakit tersebut di dasarkan pada
pelayanan, SDM, peralatan, serta bangunan dan prasarna.
- Mengidentifikasi Masalah
Masalah yang muncul berdasarkan kebijakan tersebut adalah sejumlah
RS yang bekerjasama dengan BPJS yang mengalami penurunan kelas
harus melakukan pengembalian dana yang telah disetor BPJS dengan
hasil audit yang dilakukan oleh BPKP. Sehingga pihak RS menuntut
kembali Kemenkes untuk penjelasan lengkap tentang penurunan kelas
akredtasi RS tersebut.
- Implementasi Kebijakan
Menurut kelompok untuk implementasi kebijakan dari BPJS ini
sebaiknya direvisi kembali, karena akan berefek kepada pasien-pasien
pengguna layanan BPJS.
- Evaluasi Kebijakan
Dengan dijalankannya kebijakan tersebut, pihak RS sebaiknya diberi
kesempatan untuk melakukan pengajuan sanggahan, sehingga RS
dapat menilai secara internal tentang pelayanan yang dilakukan dan
mengajukan keberatan terhadap rekomendasi penetapan kelas rumah
sakit dengan menyampaikan alasan keberatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yaitu pelayanan kedokteran,
asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien. Tugas dan fungsi rumah sakit berhubungan
dengan tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Berbagai tindakan
tersebut sudah banyak dilakukan kepada masyarakat, meskipun masih banyak
keluhan dari masyarakat yang menyebutkan bahwa tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya.
Pemerintah melakukan review terhadap lebih dari 2 ribu rumah sakit di
Indonesia. Hasilnya, dari 2170 rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, terdapat 615 RS yang mengalami penurunan kelas. Kriteria
penurunan kelas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan didasari oleh
sumber daya yang ada di rumah sakit, mulai dari sarana dan prasarana sampai
tenaga kesehatan khususnya dokter yang berpraktek di sana tidak sesuai dengan
standar penetapan.
Sumber daya yang kurang di sejumlah Rumah Sakit Indonesia
menyebabkan adanya penurunan kelas oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini
dilakukan karena berpengaruh pada selisih pembayaran oleh BPJS
Kesehatan pada rumah sakit tersebut. Salah satu tujuan dilakukannya
pengecekan atau review kepada sejumlah rumah sakit adalah untuk menata
pembinaan dan pengawasan agar rumah sakit bisa melakukan perbaikan,
khususnya dalam segi sumber daya, baik sarana prasarana, fasilitas, maupun
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
B. Saran
1. Pemerintah yang telah membuat peraturan kebijakan melalui Kemenkes agar
selalu melakukan pemantauan dari pelaksanaan, sumber daya, sarana dan
prasarana sercara terus menerus agar sesuai dengan standar penetapan
karena keberhasilan penyelenggaraan sebuah rumah sakit tergantung dari
pengawasan Pemerintah terhadap harmonisnya antara peraturan dan
kenyataan di lapangan
2. Rumah sakit yang terlanjur turun kelas bisa mengajukan naik kelas dalam
kurun waktu 6 bulan kalau sudah ada perubahan SDM dan sarana prasarana.
Rumah sakit harus melengkapi sesuai dengan standar agar pelayanan kepada
pasien dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buse K, Mays N, Walt G. 2016. Making Health Policy. Making Health Policy.
Walt G dan Gilson L. 1994. Reforming the health sector in developing countries:
The central role of policy analysis. Health Policy and Planning 9: 353-70
WHO,. 2017. The World Health Report 2017: Working Together For Health.
World Health.
DISUSUN OLEH: