Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Rumah Sakit adalah suatu unit pelayanan yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat di bidang kesehatan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan
yang paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
sesuai dengan aturan dalam Sistem Kesehatan Nasional. Pemerintah menurunkan
kelas layanan di 615 rumah sakit (RS) karena tidak sesuai standar. Kementerian
Kesehatan memberikan rekomendasi turun kelas RS yang bekerja sama dan
melayani BPJS Kesehatan kepada 615 rumah sakit baik milik daerah maupun
swasta di Indonesia. Rekomendasi turun kelas ini merupakan hasil reviu dari
Kementerian Kesehatan dan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang tak
sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Menurutnya, reviu memang harus
dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kepada pasien dan fairness dalam
pembiayaan ke RS. Proses reviu kelas RS menjadi hal penting untuk memastikan
bahwa kualitas RS tetap terjamin. Terlebih, pasien sebagai konsumen
mendapatkan kepastian akan hak perawatannya dan memastikan BPJS Kesehatan
membayar klaim sesuai kondisi RS yang ada. Keputusan ini merupakan tindak
lanjut audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang
menemukan adanya laporan ketidaksesuaian kelas RS di lapangan dan meminta
dilakukan peninjauan ulang kelas RS.Selama ini banyak RS di daerah yang sarana
dan prasarananya tidak sesuai dengan kelas yang dimiliki. RS berlomba-lomba
menaikkan kelas untuk mendapatkan nilai klaim yang lebih besar atas layanan
yang diberikan pada peserta JKN. Untuk menata layanan agar lebih baik, juga
menggambarkan kompetensi RS sebenarnya dan pembayaran yang dilakukan
BPJS Kesehatan sesuai kelasnya. Sementara itu, untuk mencegah praktik fraud
(kecurangan) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kemenkes
tengah menggodok aturan baru yang mengatur pemberian sanksi administrasi dan
sanksi tambahan.Saat ini peraturan menteri kesehatan dalam tahap harmonisasi di
Kementerian Hukum dan HAM.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

B. Konsep Rumah Sakit

Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian


integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit
(kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah
sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat
penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang


bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya
rujukan.

Untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah sakit menyelenggarakan


kegiatan:

a. Pelayanan medis.
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan.
c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis.
d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan.
e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan.
f. Administrasi umum dan keuangan.
Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah
sakit, fungsi rumah sakit adalah:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian

teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.340/Menkes/Per/III/2010, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepemilikan, jenis pelayanan, dan kelas.

1. Berdasarkan kepemilikan.
Rumah sakit yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit
pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI),
dan rumah sakit yang modalnya dimiliki oleh swasta (BUMS) ataupun
Rumah Sakit milik luar negri (PMA).

2. Berdasarkan Jenis Pelayanan.


Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah rumah sakit umum, rumah sakit
jiwa, dan rumah sakit khusus (misalnya rumah sakit jantung, ibu dan
anak, rumah sakit mata, dan lain-lain).

3. Berdasarkan Kelas.
Rumah sakit berdasarkan kelasnya dibedakan atas rumah sakit kelas A, B
(pendidikan dan non-pendidikan), kelas C, kelas D.
a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas
dan subspesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-
kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga


kesehatan dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai
peraturan internal rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws.
Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan
kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen.

Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan


materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat
inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan
rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib
simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran,
panitia etika rumah sakit, hak akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit,
persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja
dengan tenaga kesehatan dan rekanan.

Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah


Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat
Penugasan, Pengumuman,Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU).
Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan
yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung
pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang
ada pada rumah sakit tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah
sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti
Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan
Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus
selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
dan peraturan pelaksanaannya.

C. Konsep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh


masyarakat bagi anggotaanggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-
peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari
peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau
turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan
medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari
terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan
anak. Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai bentuk perlindungan
sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan
dasar yang layak.

Di dalam program BPJS jaminan sosial dibagi kedalam 5 jenis


program jaminan sosial dan penyelenggaraan yang dibuat dalam 2
program penyelengaraan, yaitu :
1. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, dengan
programnya adalah Jaminan Kesehatan yang berlaku mulai 1 Januari
2014.
2. Program yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan, dengan
programnya adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,
Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian yang direncanakan dapat
dimulai mulai 1 Juli 2015.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4
(empat) badan usaha milik negara menjadi satu badan hukum, 4 (empat)
badan usaha yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT
ASABRI, dan PT ASKES.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi,
nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini.
Dalam mengikuti program ini peserta BPJS di bagi menjadi 2 kelompok,
yaitu untuk mayarakat yang mampu dan kelompok masyarakat yang
kurang mampu. Peserta kelompok BPJS di bagi 2 kelompok yaitu:
a. PBI (yang selanjutnya disebut Penerima Bantuan Iuran) jaminan
kesehatan, yaitu PBI adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan Undang-undang SJSN
yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah sebagai peserta program
Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah
b. Bukan PBI jaminan kesehatan

Visi dan Misi BPJS

Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan


misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah:
1. Visi BPJS Kesehatan : Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk
Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang handal, unggul dan terpercaya.
2. Misi BPJS Kesehatan :
a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan kesehatan
yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang
optimal dengan fasilitas kesehatan.
c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan dana
BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk
mendukung kesinambungan program.
d. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan prinsip-prinsip
tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi pegawai
untuk mencapai kinerja unggul.
e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan
evaluasi, kajian, manajemen mutu dan manajemen risiko atas seluruh
operasionalisasi BPJS Kesehatan.
f. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.

Landasan Hukum
Landasan Hukum BPJS Kesehatan :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial

BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus tentang Penurunan Kelas Rumah Sakit


Pada makalah ini, kami mengangkat satu kasus terkait rekomendasi kemenkes
untuk melakukan penurunan tipe RS. Kasus berikut, mengacu pada pemberitaan
dalam situs bisnis.com yang dipublikasi pada tanggal 22 Juli 2019:

… Kementerian Kesehatan memberikan rekomendasi turun kelas RS


yang bekerja sama dan melayani BPJS Kesehatan kepada 615
rumah sakit baik milik daerah maupun swasta di Indonesia.
Kebijakan tersebut diberikan berdasarkan review layanan BPJS
yang berdampak pada penyesuaian tipe RS, dan tertuang dalam
surat nomor HK.04.01/I/2963/2019 yang ditujukan kepada
Gubernur, Walikota, Bupati tertanggal 15 Juli. Koordinator
Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan rekomendasi
turun kelas ini merupakan hasil reviu dari Kementerian Kesehatan
dan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang tak sesuai dengan
standar pelayanan kesehatan. Menurutnya, reviu memang harus
dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kepda pasien dan
fairness dalam pembiayaan ke RS. Proses reviu kelas RS menjadi
hal penting untuk memastikan bahwa kualitas RS tetap
terjamin. Terlebih, pasien sebagai konsumen mendapatkan kepastian
akan hak perawatannya dan memastikan BPJS Kesehatan
membayar klaim sesuai kondisi RS yang ada. ...

Surat rekomendasi penyesuaian/penurunan tipe RS pada kasus diatas, dilakukan


berdasarkan hasil review oleh kementrian kesehatan. Review tersebut menyoroti 6
peraturan dalam pelayanan kesehatan. Beberapa di antaranya adalah keputusan
menteri kesehatan nomor HK.01.07/Menkes/373/2019 tentang pedoman review
kelas RS dan surat BPJS Kesehatan nomor 064/III.2/2019 tanggal 3 Januari 2019
tentang Reviu Kesesuaian RS Umum berdasarkan Permenkes 56 tahun 2014.
Selain itu juga menyoroti Peraturan Presiden Nomar 82/2018 tentang Jaminan
Kesehatan. Pasal 27 ayat 2 menyebutkan, dalam hal ditemukan ketidaksesuaian
kelas RS berdasar peraturan perundang-undangan pada saat kredensial atau
rekredensial, maka BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada Menteri Kesehatan
untuk dilakukan review.

BAB IV
SOLUSI DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Segitiga Analisis Kebijakan
Kebijakan kesehatan merupakan segala tindakan pengambilan keputusan
yang memengaruhi sistem kesehatan yang dilakukan oleh aktor institusi
pemerintah, organisasi, lembaga swadaya masyarakat dan lainnya (Buse, 2016).
Kebijakan kesehatan adalah keputusan, rencana dan tindakan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan kesehatan tertentu di dalam suatu masyarakat (WHO,
2017).
Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat
disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks, dan segitiga ini
menunjukkan kesan bahwa ke-empat faktor dapat dipertimbangkan secara
terpisah. Untuk membuat sebuah kebijakan kesehatan, perlu memperhatikan
segitiga kebijakan yang terdiri dari aktor, konten, konteks dan proses. Pada
kenyataannya, aktor baik individu, kelompok, atau organisasi dipengaruhi oleh
konteks, lingkungan dimana mereka tinggal dan bekerja; konteks dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti: ketidak-stabilan atau ideologi, dalam hal sejarah dan
budaya; serta proses penyusunan kebijakan – bagaimana isu dapat menjadi suatu
agenda kebijakan, dan bagaimana isu tersebut dapat berharga – dipengaruhi oleh
pelaksana, kedudukan mereka dalam strutur kekuatan, norma dan harapan mereka
sendiri.
Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor seperti politik, ideologi, sejarah,
budaya, ekonomi, dan sosial baik yang terjadi pada skala nasional maupun
internasional yang memengaruhi kebijakan kesehatan. Proses pembuatan
kebijakan dipengaruhi oleh aktor yaitu posisi dalam struktur kekuasaan, nilai,
pendapat dan harapan pribadi. Konten kebijakan mencerminkan dimensi tersebut.
Konten merupakan substansi dari kebijakan yang secara detail menggambarkan
bagian pokok dari kebijakan tersebut.
Aktor merupakan pusat dari kerangka kebijakan kesehatan. Aktor merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut suatu individu, kelompok dan organisasi
yang memengaruhi suatu kebijakan. Aktor pada dasarnya memang memengaruhi
kebijakan namun seberapa luas dan mendalam dalam memengaruhi kebijakan
tergantung dari kekuasaannya. Kekuasaan merupakan campuran dari kekayaan
individu, tingkat pengetahuan, dan otoritas yang tinggi (Buse, 2016).
Ada beberapa tujuan untuk melaksanakan suatu analisis dari kebijakan yaitu:
a. Untuk dapat memahami proses kebijakan yang dikembangkan dan
diimplementasi,
b. Untuk mengetahui tujuan dan motivasi di balik kebijakan yang
diimplementasi termasuk fokus pada pendekatan pendapatan keluarga dan
kemiskinan,
c. Untuk memahami cara kebijakan tersebut berpengaruh terhadap area
keberadaan pendapatan keluarga,
d. Untuk memahami area-area yang potensial untuk diintervensi dalam
proses kebijakan (Baginski, 2017)

Berikut ini merupakan penjabaran penggunaan analisis kebijakan Penurunan


Kelas Rumah Sakit berdasarkan segitiga kebijakan kesehatan, yaitu:
a. Aktor:
Pelaku-pelaku dalam pengambilan keputusan kebijakan, yaitu:
 Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
 Menteri Kesehatan RI
 Menteri Dalam Negeri RI
 Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia
 Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI
 Menteri Pertahanan RI
 Direktur Utama BPJS Kesehatan
 Sekretaris Jenderal Kementrian Kesehatan
 Direktur Jenderal Sumber Daya IPTEK dan DIKTI
 Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan POLRI
 Kepala Pusat Kesehatan TNI
 Kepala atau Direktur Rumah Sakit

b. Konten /isi :
Konten dari kebijakan tersebut Kebijakan penurunan kelas rumah sakit
dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil review yang dilakukan
Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah
rumah sakit dari tahun ke tahun, pada tahun 2015 telah ada sebanyak 2.490
rumah sakit, tahun 2016 sebanyak 2.601 rumah sakit, tahun 2017 sebanyak
2.779 rumah sakit, dan sampai bulan Desember 2018 telah teregistrasi
sebanyak 2.807 rumah sakit. Peningkatan jumlah rumah sakit seharusnya
sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah sumber daya
manusia (SDM), sarana, prasarana dan alat kesehatan.

c. Konteks :
Konteks mengacu ke faktor sistematis politik, ekonomi dan sosial,
national dan internasional yang mungkin memiliki pengaruh pada
kebijakan kesehatan. Ada banyak cara untuk mengelompokkan fakto-
faktor tersebut, tetapi Leichter (1979) memaparkan cara yang cukup
bermanfaat:
 Faktor situasional
Merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat
berdampak pada kebijakan
 Faktor struktural
Merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah. Faktor
ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut
dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembahasan dan keputusan kebijakan; faktor struktural meliputi pula
jenis ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja
 Faktor budaya
Dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam masyarakat dimana
hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya
atau menantang pejabat tinggi atau pejabat senior.
 Faktor internasional atau exogenous,
Menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan
mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam
kesehatan
Berikut penjabaran pada kebijakan terkait Penurunan Kelas Rumah Sakit,
yaitu:
 Situasional
 Menteri kesehatan yang baru menggunakan kekuasaannya untuk
memutuskan kebijakan penurunan kelas rumah sakit sebagai
prioritas
 BPJS melakukan pembayaran tagihan ke rumah sakit berdasarkan
pada ketentuan kelasnya.
 Bukti adanya surat edaran dari Kemenkes tentang penurunan
kelas rumah sakit di antara kelompok tertentu seperti tenaga
kesehatan dan elite politik
 Struktural
 Peran media atau LSM dalam mempublikasikan ada atau tidaknya
penurunan kelas rumah sakit yang berkaitan dengan tingkatan
dimana sistem politik terbuka atau tertutup
 Budaya
 Kedudukan sebagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat
menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak
memadai tentang hak-hak mereka, sehingga menerima layanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
 Internasional
 Adanya kerja sama organisasi tingkat nasional, regional atau
multilateral terkait masalah kesehatan yang berhubungan dengan
pemerintahan nasional.
 Peran internasional dengan agenda kapitalisme mengarah pada
kebijakan yang semakin liberal

d. Proses :
Kebijakan penurunan kelas rumah sakit yang di tetapkan menteri
kesehatan melalui surat edarannya dengan No. HK.04.01/I/2963/2019
pada tanggal 15 Juli 2019 memutuskan penetapan penyesuaian kelas
rumah sakit berdasarkan hasil review kelas rumah sakit oleh Kementrian
Kesehatan RI. Klasifikasi rumah sakit sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009, bahwa rumah sakit umum terdiri atas rumah sakit
kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D, sedangkan untuk rumah sakit
khusus terdiri atas rumah sakit kelas A, kelas B, dan kelas C. Selanjutnya
secara teknis kebijakan mengenai kelas rumah sakit telah dituangkan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini
menetapkan bahwa rumah sakit harus memiliki izin mendirikan dan izin
operasional. Pemberian izin operasional dilakukan sesuai dengan kelas
rumah sakit berdasarkan standar yang ada dalam lampiran PERMENKES
Nomor 56 Tahun 2014 untuk rumah sakit umum, maupun Lampiran II
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 untuk
rumah sakit khusus. Penetapan kelas rumah sakit tersebut di dasarkan pada
pelayanan, SDM, peralatan, serta bangunan dan prasarna.

- Mengidentifikasi Masalah
Masalah yang muncul berdasarkan kebijakan tersebut adalah sejumlah
RS yang bekerjasama dengan BPJS yang mengalami penurunan kelas
harus melakukan pengembalian dana yang telah disetor BPJS dengan
hasil audit yang dilakukan oleh BPKP. Sehingga pihak RS menuntut
kembali Kemenkes untuk penjelasan lengkap tentang penurunan kelas
akredtasi RS tersebut.

- Formulasi Kebijakan yang kelompok dapat usulkan mengkaji ulang


kembali tentang Surat dari BPJS yang berdasarkan Permenkes No 56
tahun 2014. Dimana penilaian yang dilakukan jangan hanya sepihak
terhadap RS, kemenkes juga diharapkan membuat pedoman penilaian
untuk kinerja BPJS, dimana sering terjadi kasus kondisi keterlambatan
pembayaran BPJS ke RS, sehingga RS mengalami kesulitan untuk
menjaga mutu dan belum lagi beban lain seperti pembayaran
pengeluaran operasional RS.

- Implementasi Kebijakan
Menurut kelompok untuk implementasi kebijakan dari BPJS ini
sebaiknya direvisi kembali, karena akan berefek kepada pasien-pasien
pengguna layanan BPJS.

- Evaluasi Kebijakan
Dengan dijalankannya kebijakan tersebut, pihak RS sebaiknya diberi
kesempatan untuk melakukan pengajuan sanggahan, sehingga RS
dapat menilai secara internal tentang pelayanan yang dilakukan dan
mengajukan keberatan terhadap rekomendasi penetapan kelas rumah
sakit dengan menyampaikan alasan keberatan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yaitu pelayanan kedokteran,
asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien. Tugas dan fungsi rumah sakit berhubungan
dengan tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Berbagai tindakan
tersebut sudah banyak dilakukan kepada masyarakat, meskipun masih banyak
keluhan dari masyarakat yang menyebutkan bahwa tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya.
Pemerintah melakukan review terhadap lebih dari 2 ribu rumah sakit di
Indonesia. Hasilnya, dari 2170 rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, terdapat 615 RS yang mengalami penurunan kelas. Kriteria
penurunan kelas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan didasari oleh
sumber daya yang ada di rumah sakit, mulai dari sarana dan prasarana sampai
tenaga kesehatan khususnya dokter yang berpraktek di sana tidak sesuai dengan
standar penetapan.
Sumber daya yang kurang di sejumlah Rumah Sakit Indonesia
menyebabkan adanya penurunan kelas oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini
dilakukan karena berpengaruh pada selisih pembayaran oleh BPJS
Kesehatan pada rumah sakit tersebut. Salah satu tujuan dilakukannya
pengecekan atau review kepada sejumlah rumah sakit adalah untuk menata
pembinaan dan pengawasan agar rumah sakit bisa melakukan perbaikan,
khususnya dalam segi sumber daya, baik sarana prasarana, fasilitas, maupun
dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

B. Saran
1. Pemerintah yang telah membuat peraturan kebijakan melalui Kemenkes agar
selalu melakukan pemantauan dari pelaksanaan, sumber daya, sarana dan
prasarana sercara terus menerus agar sesuai dengan standar penetapan
karena keberhasilan penyelenggaraan sebuah rumah sakit tergantung dari
pengawasan Pemerintah terhadap harmonisnya antara peraturan dan
kenyataan di lapangan
2. Rumah sakit yang terlanjur turun kelas bisa mengajukan naik kelas dalam
kurun waktu 6 bulan kalau sudah ada perubahan SDM dan sarana prasarana.
Rumah sakit harus melengkapi sesuai dengan standar agar pelayanan kepada
pasien dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Artikel tentang Kemenkes RekomendasikanPenurunan Kelas pada 615 Rumah


Sakit diakses di bisnis.com.

Buse K, Mays N, Walt G. 2016. Making Health Policy. Making Health Policy.

Leichter H. 1979. A Comparative Approach to Policy Analysis: Health Care


Policy in Four Nation. Cambridge: Cambridge University Press

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340. (2010). Tentang


Klasifikasi Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56. 2014. Tentang


Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82. 2018. Tentang Jaminan


Kesehatan.
Undang-Undang No. 44.2009. Tentang Rumah Sakit.
Watl G. 1994. Health Policy: An Introduction to Process and Power. London: Zed
Books

Walt G dan Gilson L. 1994. Reforming the health sector in developing countries:
The central role of policy analysis. Health Policy and Planning 9: 353-70

WHO,. 2017. The World Health Report 2017: Working Together For Health.
World Health.

ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN DENGAN THE HEALTH POLICY


TRIANGLE TENTANG KEBIJAKAN PENURUNAN KELAS RUMAH
SAKIT

“Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/373/2019 tentang Pedoman


Reviu kelas RS dan Surat BPJS Kesehatan No 064/III.2/2019 tentang Reviu
Kesesuaian RS Umum berdasarkan Permenkes 56 Tahun 2014”

DISUSUN OLEH:

1. Ayu Angelica Purba 187046008


2. Elfina 187046012
3. Orita Satria 187046020
4. Sediana sagala 187046004
5. Yanty Gurning 187046005
6. Rizaldi Nanda Wiguna 177046043
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan
Dosen Mata Kuliah: Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

Anda mungkin juga menyukai